Anda di halaman 1dari 6

TUGAS MANAJEMEN KEPERAWATAN

MUTU ASUHAN KEPERAWATAN

DOSEN PENGAJAR:

H.ISWANTORO,SKp.,MM

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 6

NAMA:

1.BEARLY CHOLIF A.

2. DINA LYDIANI

3. ERLINDA ZAHRAILY

4. NOVI INDRIYANI

5. ULYA RAFI’I

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI D.3 KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN

TAHUN 2017/2018
1. PENGERTIAN MUTU PELAYANAN KEPERAWATAN
Peningkatan mutu pelayanan adalah derajat memberikan pelayanan secara efisien
dan efektif sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan yang dilaksanakan secara
menyeluruh sesuai dengan kebutuhan pasien, memanfaatkan teknologi tepat guna dan
hasil penelitian dalam pengembangan pelayanan kesehatan/keperawatan sehingga
tercapai derajat kesehatan yang optimal.
2. UPAYA PENINGKATAN MUTU
Peningkatan mutu dilakukan dengan berbagai macam cara yang akan dijelaskan sebagai
berikut:
1. Mengembangkan akreditasi dalam meningkatkan mutu rumah sakit dengan indicator
pemenuhan standar pelayanan yang ditetapkan KemenKes RI.
2. ISO 9001:2000 yaitu suatu standar internasional untuk system manajemen kualitas
yang bertujuan menjamin kesesuaian proses pelayanan terhadap kebutuhan
persyaratan yang di spesifikasikan oleh pelanggan dari rumah sakit.
3. Memperbarui keilmuan untuk menjamin bahwa tindakan medis/keperawatan yang
dilakukan telah didukung oleh bukti ilmiah yang mukhtahir.
4. Good Corporate Governance yang mengatur aspek bisnis dalam penyelenggaraan
sarana pelayanan kesehatan dengan memperhatikan transparansi dan akuntabilitas
sehingga tercapai manajemen yang efisien dan efektif
5. Clinical Governance merupakan bagian dari corporate governance yaitu sebuah
kerangka kerja organisasi pelayanan kesehatan yang bertanggung jawab atas
peningkatan mutu secara berkesinambungan. Tujuannya adalah tetap menjaga standar
pelayanan yang tinggi dengan menciptakan lingkungan yang kondusif. Menjelaskan
hal penting yang harus dilakukan seorang dokter dalam menangani konsumennya
(pasien dan keluarga)
6. Membangun aliansi strategis dengan rumah sakit lain baik didalam atau luar negeri.
Kerja sama lintas sector dan lintas fungsi harus menjadi bagian dari budaya rumah
sakit sama halnya kerja tim yang baik. Budaya dikotomi pemerintah dengan swasta
harus diubah menjadi falsafah ‘’bauran pemerintah-swasta (public-private mix) yang
saling mengisi dan konstruktif
7. Melakukan evaluasi terhadap strategi pembiayaan, sehinggatarif pelayanan bisa
bersaing secara global, misalnya outsourcing investasi, contracting out untuk fungsi
tertentu seperti cleaning service, gizi, laundry, perparkiran.
8. Orientasi pelayanan. Sering terjadi benturan nilai, disatu pihak masih kuatnya nilai
masyarakat secara umum bahwa rumah sakit adalah institusi yang mengutamakan
fungsi social. Sementara dipihak lain, etos para pemodal/investor dalam dan luar
negeri yang mengangggap rumah sakit adalah industry dan bisnis jasa, sehingga
orientasi mencari laba merupakan sesuatu yang asbah
9. Orientasi bisnis dapat besar dampak positifnya bila potensial negative dapat
dikendalikan. Misalnya, tindakan medis yang berlebihan dan sebenarnya tidak
bermanfaat bagi pasien menciptakan peluang terjadinya manipulasi pasien demi
keuntungan financial bagi pemberi layanan kesehatan. Perlu mekanisme pembinaan
etis yang mengimbangi dua system nilai yang dapat bertentangan, yaitu antara fungsi
social dan fungsi bisnis.

3. INDIKATOR PENILAIAN MUTU ASUHAN


Mutu asuhan kesehatan sebuah rumah sakit akan selalu terkait dengan struktur,proses,
dan outcome system pelayanan RS tersebut. Mutu asuhan pelayanan RS juga dapat dikaji
dari tingkat pemanfaatan sarana pelayanan oleh masyarakat, mutu pelayanan dan tingkat
efisiensi RS.secara umum aspek penilaian meliputi evaluasi, dokumen,,instrument,audit
(EDIA).

1. Aspek instruktur (input)


Struktur adalah semua input untuk system pelayanan sebuah RS yang meliputi MI
(tenaga), M2 (sarana prasarana) , M3 (metode asuhan keperawatan) , M4 (dana), M5
(pemasaran),dan lainnya. Ada sebuah asumsi yang menyatakan bahwa jika struktur
system RS tertata dengan baik akan lebih menjamin mutu pelayanan. Kualitas
struktur RS diukur dari tingkat kewajaran,kuantitas,biaya(efisiensi), dan mutu dari
masing-masing komponen struktur.

2. Proses
Proses adalah semua kegiatan dokter,perawat,dan tenaga profesi lain yang
mengadakan interaksi secara professional dengan pasien. Interaksi ini di ukur antara
lain dalam bentuk penilaian tentang penyakit pasien,penegakan diagnosis,rencana
tindakan pengobatan ,indikasi pengobatan,indikasi tindakan,penanganan penyakit,da
prosedur pengobatan.
3. Outcome
Outcome adalah hasil akhir kegiatan dokter,perawat,dan tenaga profesi lain terhadap
pasien.
a. Indicator-indikator mutu yang mengacu pada aspek pelayanan meliputi :
 Angka infeksi nosokomial 1-2 %
 Angka kematian kasar 3-4 %
 Kematian pasca bedah 1-2%
 Kematian ibu melahirkan 1-2%
 Kematian bayi baru lahir 20/1000
 NDR (net Death Rate)2,5%
 ADR (anesthesia Death Rate) maximal 1/5000
 PODR (Post operation Death Rate)1%
 POIR (Post Operative Infection Rate)1%
b. Indicator mutu pelayanan untuk mengukur tingkat efisiensi RS :
 Biaya per unit untuk biaya rawat jalan
 Jumlah penderita yang mengalami dekubitus
 Jumlah penderita yang jatuh dari tempat tidur
 BOR 70-80%
 BTO (Bed turn Over) 5-45 hari atau 40-50 kali per satu tempat tidur/tahun
 TOI(Turn Over Interval)1-3 hari TT yang kosong
 LOS (Length of stay)7-10 hari (komplikasi,infeksi nosokomial,gawat
darurat,tingkat kontaminasi darah,tingkat kesalahan,dan kepuasan pasien)
 Normal tissue removal rate 10%

c. Indicator mutu yang berkaitan dengan kepuasan pasien dapat diukur dengan
jumlah keluhan dari pasien/keluarganya,surat pembaca di Koran,surat
kaleng,surat masuk dikotak saran,dan lainnya.

d. Indicator cakupan pelayanan sebuah RS terdiri atas :


 Jumlah dan presentase kunjungan rawat jalan/inap menurut
jarak RS dengan asal pasien.
 Jumlah pelayanan dan tindakan seperti jumlah tindakan pembedahannya
dan jumlah kunjungan SMF specialis
 Untuk mengukur mutu pelayanan sebuah RS,angka-angka standar tersebut
diatas dibandingkan dengan standar indicator nasional.jika bukan standar
internasional,penilaian dapat dilakukan dengan menggunakan hasil
pencatatan mutu tahun-tahun sebelumnya di RS yang sama,setelah
dikembangkan kesepakatan pihak manajemen /direksi RS yang
bersangkutan dengan masing-masing SMF dan staf lainnya yang terkait.

e. Indicator mutu yang mengacu pada keselamatan pasien:


 Pasien terjtuh dari tempat tidur/kamar mandi
 Pasien diberi obat salah
 Tidak ada obat/alat emergensi
 Tidak ada oksigen
 Tidak ada suction/penyedot lender
 Tidak tersedia alat pemadam kebakaran
 Pemakaian obat
 Pemakaian air,listrik,gas,dll
Indicator keselamatan pasien,sebagaimana dilaksanakan di SGH
(Singapore general hospital),2006 meliputi :
 Pasien jatuh disebabkan kelalaian perawat,kondisi kesadaran pasien,beban
kerja perawat,model tempat tidur,tingkat perlukaan,dan keluhan keluarga
 Pasien melarikan diri atau pulang paksa,disebabkan kurangnya kepuasan
pasien,tingkat ekonomi pasien,respon perawat terhadap pasien dan
peraturan RS.
 Clinical incident di antaranya jumlah pasien phlebitis,jumlah pasien ulkus
dekubitus,jumlah pasien pneumonia,jumlah pasien tromboli,dan jumlah
pasien edema paru karena pemberian cairan yang berlebih.
 Sharp injury ,meliputi bekas tusukan infuse yang berkali-kali,kurangnya
keterampilan perawat,dan complain pasien.
 Medication incident,meliputi 5 tidak tepat(jenis
obat,dosis,pasien,cara,waktu)

Tabel. Standar Nasioanal Indikator Mutu Pe layanan

Standar Nasioanal

∑ BOR 75-80%

∑ ALOS 1-10 hari

∑ TOI (Turn Over Internal) 1-3 hari

∑ BTO (Bed Turn Over) 5-45 hari

∑ NDR (Net Death Rate) < 2,5 %

∑ GDR (Gross Death Rate) <3%

∑ ADR (Anesthesia Death Rate) 1,15000

∑ PODR (Post Operative Death Rate) <1%

∑ POIR (Post Operative Infection Rate) <1%

∑ NTRR (Normal Tissue Removal Rate) < 10%

∑ MDR (Maternal Death Rate) < 0,25%

∑ IDR (Infant Death Rate) < 2%


DAFTAR PUSTAKA

Nursalam, 2015. Jakarta Selatan. Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam Praktik


Keperawatan Profesional. Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai