Anda di halaman 1dari 7

Adiksi

JUMLAH
No
Variabel Rendah Sedang Tinggi

1 Alasan Bosan Senang Lari dari Masalah 10

Bermain Game 3 4 3

2 Durasi Bermain 0 – 5 jam 5 – 10 jam Lebih dari 10 jam

Game per 10
3 5 2
Minggu

3 Uang Keluar Rp 40.000 – Lebih dari


Rp 0 – 40.000
Per Minggu 80.000 Rp 80.000

8 2 0 10

4 Respon saat Menurut Kesal Membangkang

Dilarang
4 3 3 10
Bermain Game

5 Perasaan saat Biasa Bosan Ingin Main

Tidak Bermain 10
2 4 4
Game

Presentasi 40% 36% 24% 100%

Tabel 3.2.1.1 Tabel Adiksi Game terhadap Siswa Kelas VII

Adiksi
JUMLAH
No

Variabel Rendah Sedang Tinggi

1 Alasan Bosan Senang Lari dari Masalah 10

Bermain Game 3 7 0
2 Durasi Bermain 0 – 5 jam 5 – 10 jam Lebih dari 10 jam

Game per 10
3 2 5
Minggu

3 Uang Keluar Rp 40.000 – Lebih dari


Rp 0 – 40.000
Per Minggu 80.000 Rp 80.000

4 5 2 10

4 Respon saat Menurut Kesal Membangkang

Dilarang
2 3 5 10
Bermain Game

5 Perasaan saat Biasa Bosan Ingin Main

Tidak Bermain 10
4 2 4
Game

Presentasi 32% 38% 32% 100%

Tabel 3.2.2.1 Tabel Adiksi Game terhadap Siswa Kelas VIII

Adiksi
JUMLAH
No

Variabel Rendah Sedang Tinggi

1 Alasan Bosan Senang Lari dari Masalah 10

Bermain Game 2 4 4

2 Durasi Bermain 0 – 5 jam 5 – 10 jam Lebih dari 10 jam

Game per 10
1 3 6
Minggu
3 Uang Keluar Rp 40.000 – Lebih dari
Rp 0 – 40.000
Per Minggu 80.000 Rp 80.000

4 4 2 10

4 Respon saat Menurut Kesal Membangkang

Dilarang
1 3 6 10
Bermain Game

5 Perasaan saat Biasa Bosan Ingin Main

Tidak Bermain 10
2 2 6
Game

Presentasi 20% 32% 48% 100%

Tabel 3.2.3.1 Tabel Adiksi Game terhadap Siswa Kelas IX

Dari pertanyaan yang penulis ajukan pada tiga puluh anak, 90 % diantaranya

milih alasan bermain game hanyalah untuk mencari kesenangan, sebagai

bentuk hiburan, menghilangkan rasa bosan, refreshing, dan sejenis hiburan

lainnya. Sedangkan 10% diantaranya bermain game untuk menghindar dari

masalah yang dihadapinya untuk sementara.

Sekitar 80% anak-anak tersebut bermain game online melalui gawai

yang mereka miliki, 50% bermain melaui PS, dan 70% bermain melalui

komputer. Kebanyakan dari mereka tidak hanya main satu jenis game saja

sehingga presentase jenis game cukup besar. Genre yang biasa anak-anak

tersebut mainkan beragam, mulai dari action, sport, fighting game, strategy,

dll.
Pada intensitas bermain game, penulis mengkategorikannya dalam

tiga kategori yaitu selalu (> 3 jam sekali main, >10 kali seminggu), sering (>1

jam sekali main, < 10 kali seminggu), kadang (<1 jam sekali main, < 5 kali

seminggu). Dan terdapat empat orang orang dalam kategori selalu, ini

menandakan bahwa anak-anak tersebut memiliki gejala kecanduan karena

mereka hampir bermain game lebih dari 10 jam dalam sekali main. Lalu tiga

belas orang dalam kategori sering, dan tiga belas orang lagi orang dalam

kategori kadang.

Hampir semua anak tidak tahu akan dampak bermain game yang

mungkin terjadi pada dirinya, beberapa mengatakan bahwa bermain game

membuat dirinya menjadi lupa waktu dan malas melakukan apapun.

Kebanyakan anak akan merasa terganggu dan kesal apabila dilarang

bermain game oleh orang tua, tujuh belas orang dari tiga puluh orang

menyatakan mereka tetap bermain game apabila dilarang oleh orang tua. Dan

dua puluh orang dari tiga puluh orang menyatakan mereka menurut apabila

disuruh belajar daripada bermain gameSekitar 0,6 % anak tidak

mengeluarkan uang sama sekali dalam bermain game, sedangkan 81% anak

mengeluarkan uang sekitar Rp 15.000 – Rp 30.000 perminggu untuk bermain

game, dan sisanya 1,3% anak mengeluarkan uang hingga Rp 100.000 untuk

bermain game per minggunya.

70% anak menjawab bahwa bermain bersama teman lebih

mengasyikan daripada bermain game.


Hampir 99% dari jumlah keseluruhan anak yang penulis teliti

mengatakan mereka merasa bosan apabila tidak bermain game.

Berdasarkan data tersebut, alasan anak bermain game memanglah

untuk mencari kesenangan berupa hiburan yang dapat menghilangkan rasa

bosannya. Namun nyatanya ada beberapa anak yang memiliki masalah

sehingga menjadikan game sebagai solusi untuk menghindari masalah yang

dihadapinya.

Meskipun perbandingannya tidak cukup jauh, rupanya intensitas

bermain game secara aktif pada anak cukuplah tinggi. Pada hal ini

dikhawatirkan intensitas anak bermain game dapat terus meningkat tanpa

mereka sadari. Ditambah dengan ketidak tahuan mereka akan dampak yang

mungkin terjadi apabila mereka bermain game secara aktif terus menerus.

Dengan adanya larangan dan gangguan dari lingkungan sekitar

mereka dalam bermain game, anak tersebut menjadi orang yang

membangkang, melawan, dan marah-marah pada orang tuanya. Hal ini

menunjukkan terjadinya peningkatan emosional anak karena terlalu asyik

bermain game.

Kebanyakan anak masih dalam tahap wajar dalam mengeluarkan

uang untuk bermain game, namun ternyata ada beberapa anak yang bahkan

mengeluarkan uang sekitar Rp 100.000 hanya untuk bermain game tiap

minggunya. Ini artinya kontrol dari orang tua mengenai uang jajan dan

penggunaan uang pada anak haruslah dilaksanakan karena bisa saja keinginan

anak dalam bermain game teruslah bertambah.


Dan menurut observasi yang dilakukan langsung oleh penulis, anak

cenderung melontarkan kata-kata kasar yang tidak wajar apabila hasil main

game tidak sesuai yang diharapkan. Dan hal tersebut dianggap wajar oleh

anak-anak tersebut dan teman sebayanya saat bermain game, tidak jarang

merekapun membanting kecil mouse komputer yang mereka gunakan.

Anak-anak tersebut cenderung fokus pada game yang mereka

mainkan dan tidak acuh akan apa yang terjadi dengan lingkungan sekitarnya,

karena fokus tersebut anak-anak tersebut bahkan lupa waktu baik untuk

melaksanakan shalat, makan, bersih-bersih, dan sebagainya.

Data tersebut sesuai dengan hipotesis yang penulis ajukan, bahwa

alasan anak bermain game bukanlah sekedar mencari kesenangan namun ada

beberapa anak yang mengalami stress dan menjadikan game sebagai solusi.

Dengan ini penulis menyimpulkan empat orang dari tiga puluh orang anak

dapat dikatakan kecanduan dalam bermain game melihat intensitas bermain

yang cukup tinggi yakni dua belas jam dalam sekali main dan hampir setiap

hari bermain, pengeluaran mencapai Rp 100.000 dalam seminggu, merasa

kesal dan marah saat dilarang bermain game, menentang saat disuruh belajar,

dan menganggap bahwa bermain game lebih penting dari pada bermain

bersama teman.
Tingkat Kecanduan Game pada Anak
Usia Sekolah

Kecanduan Sedang Biasa

Anda mungkin juga menyukai