Perceptor:
dr. Cahyaningsih FR, Sp.KJ, M.Kes
Oleh:
Gemayangsura
Yudha P Dharma
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penyusun ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga referat ini dapat diselesaikan. Penyusun juga ingin
mengucapkan terima kasih kepada dr. Cahyaningsih Fibri Rokhmani,Sp.KJ, M.Kes
sebagai pembimbing yang telah membantu dalam penyusunan laporan kasus ini.
Penyusunan referat ini disusun sebagai sarana diskusi dan pembelajaran mengenai
gangguan suasana perasaan, serta diajukan guna memenuhi tugas Kepaniteraan
Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Lampung.
Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi para pembaca sehingga dapat
memberi informasi kepada para pembaca.
Penyusun menyadari dalam penyusunan referat ini masih banyak kekurangan. Oleh
karena itu, penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
semua pihak sehingga lebih baik pada penyusunan referat berikutnya. Terima kasih.
Penyusun
2
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
3
TINJAUAN PUSTAKA
ETIOLOGI
FAKTOR BIOLOGI
Faktor genetic bagaimana pun juga terlibat dalam gangguan unipolar dan
bipolar, bahwa hormon abnormalitas secara teratur berasosiasi dengan depresi, dan
bahwa depresi adalah asosisasi dengan abnormalitas dalam aktivasi dari bagian
spesifik di otak (Davison dkk,2004).
4
Data Genetik
Penelitian mengenai faktor genetis pada gangguan unipolar dan bipolar
melibatkan keluarga dan anak kembar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar
10-15% keluarga dari pasien yang mengalami gangguan bipolar pernah mengalami
satu episode gangguan mood. Pada gangguan unipolar, meskipun faktor genetis
mempengaruhi, namun kurang menentukan dibandingkan gangguan bipolar. Resiko
akan meningkat pada keluarga pasien yang memiliki onset muda saat mengalami
gangguan. Berdasarkan beberapa data diperoleh bahwa onset awal untuk depresi,
munculnya delusi, dan komorbiditas dengan gangguan kecemasan dan alkoholisme
meningkatkan resiko pada keluarga (Davison dkk, 2004).
5
Komunikasi dan koordiansi dalam informasi antara area di otak bergantung
pada neurotransmitter. Dua neurotransmitter yang berperan dalam gangguan mood
adalah norepinephrine dan serotonin. Norepinephrine terkait dengan gangguan
bipolar dimana tingkat norephinephrine yang rendah menyebabkan depresi dan
tingkat yang tinggi menyebabkan mania. Sedangkan untuk serotonin, tingkatnya yang
rendah juga menyebabkan depresi. Terdapat dua kelompok obat untuk depresi, yaitu
tricyclics dan monoamine oxidase (MAO) inhibitors. Tricyclics seperti imipramine
(tofranil) adalah obat antidepresan yang berfungsi untuk mencegah pengambilan
kembali norephinephrine dan serotonin oleh presynaptic neuron setelah sebelumnya
dilepaskan, meninggalkan lebih banyak neurotransmitter pada synapse sehingga
transmisi pada impuls syaraf berikutnya menjadi lebih mudah. Monoamine oxidase
(MAO) inhibitors merupakan obat antidepresan yang dapat meningkatkan serotonin
dan norephineprhine. Terdapat pula obat yang dapat secara efektif mengatasi
gangguan unipolar, yaitu Selective Serotonin Reuptake Inhibitors, seperti Prozac.
Namun diperlukan penelitian lebih lanjut untuk melihat efek samping dari berbagai
obat antidepresan tersebut sehingga peningkatan dari norephineprhine dan serotonin
tidak menimbulkan komplikasi lainnya (Kring dkk, 2011).
6
orang untuk mempersiapkan diri untuk menanggapi ancaman dengan meningkatkan
kewaspadaan dan memberikan lebih banyak bahan bakar untuk otot sementara juga
terjadi penurunan minat dalam kegiatan lain yang mungkin mengganggu
perlindungan diri(seperti tidur dan makan) (Kring dkk, 2011).
Asosiasi antara HPA axis dan depresi diindikasikan oleh bukti tentang
dexamethasone suppression test(DST), yang telah digunakan secara ekstensif untuk
mempelajari disfungsi endokrin pada pasien dengan gangguan mood (Nevid dkk,
2003).
Faktor Psikososial
Onset dan maintenance dari clinical depression jelas terkat dengan sebuah
gangguan atau kegagalan dari mekanisme normal yang meregulasi emosi negative
yang mengikuti kerugian besar. Pada masa awal abad ke 20, teori psychodynamic
menitikberatkan peran sentral dari interpersonal relationship dan loss of significant
others dalam pengaturan tingkat depresi yang juga membawa suatu depressive
episode (Nevid dkk, 2003).
7
2. Gangguan afektif bipolar
3. Episode depresif
4. Gangguan depresif berulang
5. Gangguan suasana perasaan menetap
6. Gangguan suasana perasaan lainnya
7. Gangguan suasana perasaan perasaan yg tidak tergolongkan
Menurut DSM-IV-TR terdapat empat jenis episode mood yaitu episode manik,
hipomanik, depresi dan campuran. Keempat jenis episode mood ini dapat ditemukan
di gangguan bipolar. Gangguan bipolar yaitu gangguan mood kronis dan berat yang
ditandai dengan episode mania, hipomani, campuran dan depresi.
GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR
• Suasana perasaan terlalu senang atau terlalu sedih, disertai dengan tingkah
laku yang sesuai
• Gangguan ini harus pernah mengalami gangguan afektif sebelumnya
(hipomanik, manik, depresif, atau campuran)
• Biasanya terdapat penyembuhan sempurna antar dua episode
• Rata-rata episode manik berlangsung 4 bulan dan depresif 6 bulan
8
Gangguan ini tersifat oleh episode berulang (yaitu sekurang-kurangnya dua) yang
menunjukkan suasana perasaan (mood) pasien dan tingkat aktivitasnya jelas
terganggu, dan gangguan ini pada waktu tertentu terdiri dari peninggian suasana
perasaan (mood) serta peningkatan enersi dan aktivitas (mania atau hipomania), dan
pada waktu lain berupa penurunan suasana perasaan (mood) serta pengurangan enersi
dan aktivitas depresi). Yang khas adalah bahwa biasanya ada penyembuhan sempurna
antar episode, dan insidensi pada kedua jenis kelamin kurang lebih sama dibanding
dengan gangguan suasana perasaan (mood) lainnya. Dalam perbandingan, jarang
ditemukan pasien yang menderita hanya episode mania yang berulang-ulang, dan
karena pasien-pasien tersebut menyerupai (dalam riwayat keluarga, kepribadian
pramorbid, usia onset, dan prognosis jangka panjang) pasien yang mempunyai juga
episode depresi sekali-sekali, maka pasien itu digolongkan sebagai bipolar.7
F31.1 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik tanpa Gejala Psikotik
Pedoman diagnostik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania tanpa gejala
psikotik (F30.1) dan,
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau
campuran di masa lampau.
F31.2 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik dengan Gejala Psikotik
Pedoman diagnostik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania dengan gejala
psikotik (F30.2) dan,
9
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau
campuran di masa lampau.
F31.3 Gangguan Afektif Bipolar, episode kini Depresif Ringan atau Sedang
Pedoman diagnostik
Untuk mendiagnosis pasti :
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif ringan
(F32.0) ataupun sedang (F32.1), dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau
campuran di masa lampau.
F31.4 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat tanpa gejala
psikotik
Pedoman diagnostik
Untuk mendiagnosis pasti :
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat
tanpa gejala psikotik (F32.2), dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau
campuran di masa lampau.
F31.5 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat dengan gejala
psikotik
Pedoman diagnostik
Untuk mendiagnosis pasti :
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat
dengan gejala psikotik (F32.3), dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau
campuran di masa lampau. Jika dikehendaki, waham atau halusinasi dapat
ditentukan sebagai serasi atau tidak serasi dengan afeknya.
10
Pedoman diagnostik
a. Episode yang sekarang menunjukkan gejala-gejala manik, hipomanikdan
depresif yang tercampur atau bergantian dengan cepat (gejala mania/hipomania
dan depresi sama-sama mencolok selama masa terbesar dari episode penyakit
yang sekarang, dan telah berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu) dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau
campuran di masa lampau
Gangguan bipolar dapat menjadi kronis dan dalam jangka waktu panjang
(episode berulang) atau ringan dengan episode yang jarang. Pasien dengan gangguan
bipolar umumnya memiliki tingkat kematian yang lebih tinggi akibat bunuh diri,
masalah jantung, dan kematian karena semua penyebab. Pasien yang mendapatkan
pengobatan, bagaimanapun, mengalami peningkatan besar dalam tingkat
kelangsungan hidup. Prognosis buruk pada laki-laki biasanya riwayat kerja buruk,
penyalahgunaan zat, ada gejala psikotik, ada gejala depresi, dan ada gejala depresi
pada antar episode (Sachs, 2000).
11
Dalam kebanyakan kasus gangguan bipolar, depresi lebih banyak terjadi
daripada fase manik, dan siklus mania dan depresi yang tidak teratur atau tidak
diprediksi . Banyak pasien mengalami mania campuran, atau keadaan campuran , di
mana kedua mania dan depresi hidup berdampingan selama setidaknya 7 hari (Sachs,
2000).
Sekitar 15 % pasien dengan gangguan rapid cyclic memiliki fase yang rumit.
Dengan tahap yaitu manik dan depresi episode alternatif setidaknya empat kali
setahun. Dalam kasus yang parah , bahkan dapat berkembang menjadi beberapa
siklus sehari. Rapid cyclic cenderung terjadi lebih sering pada wanita dan pada
mereka dengan bipolar II. Biasanya , gangguan ini dimulai pada fase depresi , dan
episode sering dan parah dari depresi mungkin menjadi ciri khas. Fase ini sulit untuk
diobati , terutama karena antidepresan dapat memicu beralih ke mania dan mengatur
pola siklus (Soetjipto, 2012)
Penelitian menunjukkan bahwa gejala gangguan bipolar pada anak-anak dan
remaja berbeda dengan orang dewasa . Sementara orang dewasa dengan gangguan
bipolar biasanya memiliki periode manik dan depresi yang berbeda, anak-anak
dengan gangguan bipolar berfluktuasi cepat dalam suasana hati dan perilaku mereka .
Mania pada anak ditandai dengan mudah marah dan agresif sedangkan orang dewasa
cenderung mengalami euforia . Anak-anak dengan depresi bipolar sering marah dan
gelisah , dan mungkin memiliki suasana hati tambahan dan gangguan perilaku seperti
kecemasan , gangguan perhatian defisit hiperaktif , gangguan perilaku , dan masalah
penyalahgunaan zat (Soetjipto, 2012).
2.2 MANIK
Manik, sisi lain dari depresi, juga melibatkan gangguan mood yang disertai
dengan gejala tambahan. Episode manik merupakan suatu episode meningkatnya afek
seseorang yang jelas, abnormal, menetap, ekspansif, dan iritabel. Gejala manik
meliputi cara berbicara yang cepat, berpikir cepat, kebutuhan tidur berkurang,
12
perasaan senang atau bahagia , dan peningkatan minat pada suatu tujuan. Selain itu,
tampak sifat mudah marah, mengamuk, sensitive, hiperaktif, dan waham kebesaran
(APA, 2000).
Penderita biasanya merasa senang, tetapi juga bisa mudah tersinggung, senang
bertengkar atau memusuhi secara terang-terangan.Yang khas adalah bahwa penderita
yakin dirinya baik-baik saja. Kurangnya pengertian akan keadaannya sendiri disertai
dengan aktivitas yang sangat luar biasa, bisa menyebabkan penderita tidak sabar,
mengacau, suka mencampuri urusan orang lain dan jika kesal akan lekas marah dan
menyerang. Euphoria, atau suasana hati gembira, berlawanan keadaan emosional dari
suasana hati yang depresi. Hal ini ditandai dengan perasaan berlebihan dari fisik dan
kesejahteraan emosional (Sadock, 2007).
Gangguan mood didefinisikan dalam jangka kejadian-terpisah periode waktu
di mana perilaku seseorang didominasi oleh baik mood depresi atau manic.
Sayangnya, kebanyakan orang dengan pengalaman gangguan mood mengalaminya
lebih dari satu peristiwa/episode. Suasana hati meningkat secara klinis disebut
sebagai mania atau, jika ringan, hypomania . Individu yang mengalami episode manik
juga sering mengalami episode depresi, atau gejala, atau episode campuran dimana
kedua fitur mania dan depresi hadir pada waktu yang sama. Episode ini biasanya
dipisahkan oleh periode “normal” suasana hati (mood) , tetapi, dalam beberapa
depresi, individu dan mania mungkin berganti dengan sangat cepat, yang dikenal
sebagai “rapid-cycle”. Episode manik ekstrim kadang-kadang dapat menyebabkan
gejala psikotik seperti delusi dan halusinasi (Sadock, 2007).
ETIOLOGI
Kelainan fisik yang bisa menyebabkan manik (Davison, 2011) :
1. Efek samping obat-obatan
- Amfetamin
- Obat anti depresi
- Bromokriptin
- Kokain
13
- Kortikoseroid
- Levodopa
- Metilfenidat
2. Infeksi
- Aids
- Ensefalitis
- Influenza
- Sifilis
3. Kelainan hormonal
- Hipertiroidisme
4. Penyakit jaringan ikat
- Lupus eritematosus
5. Kelainan neurologis
- Tumor otak
- Cedera kepala
- Korea huntington
- Sklerosis multiple
- Stroke
- Korea sydenham
- Epilepsi lobus temporalis
-
GEJALA
Gejala manik berkembang dengan cepat dalam waktu beberapa hari. Pada
stadium awal manik, penderita merasa lebih baik dari biasanya dan seringkali tampak
lebih ceria, lebih muda dan lebih bersemangat.Penderita biasanya merasa senang,
tetapi juga bisa mudah tersinggung, senang bertengkar atau memusuhi secara terang-
terangan. Yang khas adalah bahwa penderita yakin dirinya baik-baik saja (Sadock,
2007).
14
Kurangnya pengertian akan keadaan diri disertai dengan aktivitas yang
sangat luar biasa bisa menyebabkan penderita menjadi tidak sabar, suka mengacau,
mencampuri urusan orang lain dan jika kesal akan marah dan menyerang orang
lain.Aktivitas mental penderita menjadi semakin cepat. Perhatian penderita mudah
teralihkan dan selalu berpindah dari satu tema ke tema lainnya.Penderita memiliki
keyakinan yang salah mengenai kekayaan, kekuasaan, kehalidan dan kecerdasan
seseorang dan kadang menganggap dirinya adalah Tuhan. Penderita yakin bahwa
dirinya sedang dibantu atau dihukum oleh orang lain atau memiliki halusinasi yaitu
mendendar dan melihat benda-benda yang sesungguhnya tidak ada (Sadock, 2007).
Kebutuhan tidurnya berkurang. Penderita tidak berhenti mengikuti berbagai
kegiatan tanpa memikirkan bahaya sosial yang dapat terjadi. Pada kasus berat,
aktivitas fisik dan mental penderita menjadi sangat tinggi sehingga setiap kaitan yang
jelas antara suasana haati dan perilaku hilang dalam suatu bentuk agitasi yang tanpa
perasaan. Pada keadaan ini diperlukan penanganan segera karena penderita dapat
meninggal akibat kelelahan fisik yang luar biasa (Sadock, 2007).
DIAGNOSIS
Saat ini dalam keadaan manik yaitu suanasa perasaan yang senang
berlebihan.Tetapi individu belum pernah mengalami afektif sebelum atau sesudahnya.
Terdapat 3 gradasi pada episode manik (Sadock, 2007, PPDGJ, 2003) :
1. Hipomania
Suasana perasaan berada antara siklotimia dan mania.Pedoman diagnosis :
a. Suasana perasaan yang meningkat
Ringan dan menetap sekurang-kurangnya beberapa hari berturut-turut , disertai
perasaan sejahtera yang mencolok.
b. Peningkatan aktivitas, berupa :
Bercakap-cakap, bergaul dan akrab berlebih
Peningkatan energi seksual
15
Pengurangan kebutuhan tidur
c. Tidak terdapat kekacauan berat dalam pekerjaan atau penolakan oleh masyarakat
TATA LAKSANA
Pada mania akut, risiko perilaku agresif dan kekerasan harus dinilai pada semua
pasien. Selanjutnya, keamanan pasien dan tim medis harus pula diperhatikan. Pada
fase akut, perlu dipertimbangkan pengikatan dan penempatan pasien di tempat yang
tenang.
16
Tabel Rekomendasi Farmakologi untuk Gangguan Bipolar, Episode manik,
(CANMAT & ISBD 2009) (Yatham dkk, 2009).
Pilihan obat
Lini pertama Litium, divalproat, olanzapin, risperidon, Quetiapin, Quetiapin
XR, Aripiprazol, Ziprasidon, Litium atau Divalproat +
Risperidon, Litium atau Divalproat + Quetiapin, Litium atau
Divalproat + olanzapin, Litium atau Divalproat + aripiprazol
Lini kedua Karbamazepin, ECT, Litium + divalproat, asenapin, litium atau
divalproat + asenapin, paliperidon monoterapi
Lini ketiga Haloperidol, chlorpromazine, Litium atau Divalproat +
haloperidol, litium + Karbamazepin, Clozapin, Oksakarbazepin,
tamoksifen
Tidak Monoterapi gabapentin, topiramat, lamotrigin, verapamil,
dianjurkan tiagabin, risperidon + Karbamazepin, olanzapin +
karbamazepin
Tabel Pilihan Terapi Stabilisator Mood untuk Mania (Sach dkk, 2000)
Presentasi Klinis Stabilisator mood yang Stabilisator mood pilihan
dianjurkan lain
Mania dengan gejala Divalproat Karbamazepin
psikotik Litium
Mania tipe disforik atau Divalproat
mania campuran murni Litium
17
Mania tipe eforik Litium
Divalproat
Hipomania Litium
Divalproat
Penambahan antipsikotik pada stabilisator mood adalah terapi pilihan pada mania
dengan gejala psikotik dan juga dapat membantu pada beberapa tipe mania yang lain.
Berikut ini adalah kriteria untuk pemakaian jangka panjang antipsikotik atipikal pada
gangguan bipolar:
1. Pasien dengan episode kini manik yang berat dengan gejala psikotik
2. Pasien dengan riwayat kekambuhan setelah berhenti memakai antipsikotik atipikal
3. Pasien dengan riwayat dominan episode manik
4. Pasien yang refrakter terhadap pemberian stabilisator mood
5. Siklus cepat
6. Pasien dengan tolerabilitas yang baik terhadap antipsikotik atipikal (Vieta 2009).
18
Intervensi psikososial yang dapat dilaksanakan pada gangguan bipolar yaitu
psikoedukasi, Cognitive-behavioral therapy (CBT), Family-focused therapy (FFT),
Terapi ritme sosial dan interpersonal.
2.3 Depresi
DEFINISI
Depresi berasal dari bahasa Latin baru depressare dan bahasa Latin klasik
deprimere. Deprimere secara harfiah berarti '' menekan ke bawah ''; De diterjemahkan
menjadi '' bawah '' dan premere diterjemahkan menjadi '' ditekan'.' Intinya, istilah itu
menunjukkan perasaan berat, karena '' ditekan kebawah, '' yang juga disebut sebagai ''
sedih, '' atau hanya '' terjatuh. Depresi digunakan untuk menggambarkan suasana hati
atau keadaan emosional yang cenderung mengarah ke rasa sedih. Simpson dan
Weiner juga mengatakan bahwa depresi juga berarti menurunkan mood atau
semangat atau disebut juga disphoric (Kanter dkk, 2008)
Depresi adalah gangguan mental yang ditandai dengan kesedihan yang terus-
menerus, kehilangan minat, ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari,
setidaknya selama dua minggu dan dapat disertai dengan beberapa hal yaitu,
kehilangan energi; perubahan nafsu makan; tidur berlebihan atau kurang;
kegelisahan; kurang konsentrasi; ragu-ragu; gelisah; perasaan tidak berharga,
bersalah, atau putus asa; sertapikiran untuk menyakiti diri sendiri atau bunuh diri
(WHO, 2017).
Depresi mengacu pada berbagai masalah kesehatan mental yang ditandai
oleh tidak adanya afek positif (kehilangan minat dan kebahagiaan), terkait dengan
perubahan mood dan berbagai emosi, gangguan kognitif, fisik, emosional dan
perubahan perilaku (NCCMH, 2016). Depresi merupakan gangguan emosional atau
suasana hati yang buruk yang ditandai dengan kesedihan yang berkepanjangan, putus
harapan, perasaan bersalah dan tidak berarti. Sehingga seluruh proses mental
(berpikir, berperasaan dan berperilaku) tersebut dapat mempengaruhi motivasi untuk
19
beraktivitas dalam kehidupan sehari-hari maupun pada hubungan interpersonal
(Dirgayunita, 2016).
EPIDEMIOLOGI
Prevalensi depresi di Indonesia cukup tinggi sekitar 17-27 %, sedangkan di
dunia diperkirakan 5-10 % pertahun dan life time prevalence bisa mencapai dua kali
lipatnya (Depkes, 2013). Gangguan depresi berat paling sering terjadi dengan
prevalensi seumur hidup sekitar 15%. Penderita perempuan dapat mencapai 25%.
Perempuan dua kali lipat lebih besar dibanding laki – laki diduga adanya perbedaan
hormon, pengaruh melahirkan, perbedaan stressor psikososial antara laki – laki dan
perempuan dan model perilaku yang dipelajari tentang ketidakberdayaan (Elvira &
Hadisukanto, 2013).
Jumlah penderita depresi wanita dua kali lebih banyak dari pria, tetapi pria
lebih berkecenderungan bunuh diri. Di Amerika Serikat, 17% orang pernah
mengalami depresi pada suatu saat dalam hidup mereka, dengan jumlah penderita
saat ini lebih dari 19 juta orang. Depresi merupakan salah satu masalah kesehatan
mental utama saat ini, yang mendapat perhatian serius (Dirgayunita, 2016).
Berdasarkan usia depresi rata – rata usia sekitar 40 tahunan, hampir 50 persen
awitan diantara usia 20 – 50 tahun. Gangguan depresi berat dapat timbul pada masa
anak atau lanjut usia. Data terkini menunjukkan, gangguan depresi berat diusia
kurang dari 20 tahun mungkin berhubungan dengan meningkatnya pengguna alkohol
dan penyalahgunaan zat dalam kelompok usia tersebut. Depresi paling sering terjadi
pada orang yang tidak mempunyai hubungan interpersonal yang erat atau pada
mereka yang bercerai atau pisah. Wanita yang tidak menikah memiliki
kecenderungan lebih rendah untuk menderita depresi dibandingkan dengan yang
menikah namun hal ini berbanding terbalik untuk laki – laki (Elvira & Hadisukanto,
2013).
20
Dilaporkan terdapat kelainan atau disregulasi pada metabolit amin biogenik
seperti asam 5-hydroxyindoleacetic (5-HIAA), asam homovanilic (HVA) dan 3-
methoxy-4-hydroxyphenryl-glycol (MHPG) di dalam darah, urin dan cairan
serebrospinal pasien dengan gangguan mood (Elvira & Hadisukanto, 2013). Selain itu
juga diketahui bahwa terdapat faktor ain biogenik yang dapat menjadi pencetus
depresi yaitu norepinephrine dan serotonin yang merupakan dua neurotransmitter
yang paling terlibat pada patofisiologi gangguan mood. Aktivitas serotonin berkurang
pada depresi. Serotonin bertanggung jawab untuk kontrol regulasi afek, agresi, tidur
dan nafsu makan. Pada beberapa penelitian ditemukan jumlah serotonin yang
berkurang di celah sinap yang bertanggung jawab untuk terjadinya depresi.
Norephineprine juga memiliki hubungan denga depresi. Pada pasien dengan depresi
akan terjadi pengurangan jumlah pelepasam norepinephrin(Elvira & Hadisukanto,
2013).
Menurut Nolen – Hoeksema & Girgus dalam Krenke & Stremmler (2002)
beberapa peneliti menemukan bahwa gangguan mood melibatkan patologik dan
system limbiks serta ganglia basalis dan hypothalamus. Dalam penelitian
biopsikologi, norepinefrin dan serotonin merupakan dua neurotrasmiter
yang paling berperan dalam patofisiologi gangguan mood.
Pada wanita, perubahan hormon dihubungkan dengan
kelahiran anak dan menoupose juga dapat meningkatkan
risiko terjadinya depresi. Penyakit fisik yang berkepanjangan
sehingga menyebabkan stress dan juga dapat menyebabkan
depresi (Dirgayunita, 2016).
b. Faktor genetik
Genetik merupakan suatu faktor penting di dalam perkembangan gangguan
mood. Pola penurunan genetika adalah jelas melalui mekanisme yang kompleks,
bukan saja tidak mungkin untuk menyingkirkan efek psikososial tetapi faktor non
genetik kemungkinan memainkan peranan kausatif dalam perkembangan gangguan
mood pada beberapa orang (Elvira & Hadisukanto, 2013)
21
Menurut Fava & Kendler (2000) dalam NCCMH (2016) riwayat keluarga
penyakit depresi menyumbang sekitar 39% kejadian depresi baik pada laki-laki
maupun perempuan, dan pengalaman awal kehidupan seperti hubungan orang tua dan
anak yang buruk, perselisihan pernikahan dan perceraian, kelalaian, dan fisik dan
pelecehan seksual hampir pasti meningkatkan kerentanan seseorang terhadap depresi.
c. Faktor psikososial
Peristiwa kehidupan yang membuat seseorang merasa tertekan (stress) dapat
mencetuskan terjadinya depresi. Episode pertama lebih ringan dari pada episode
berikutnya. Data yang paling mendukung menyatakan bahwa peristiwa kehidupan
paling berhubungan dengan perkembangan depresi selanjutnya adalah kehilangan
orang tua sebelum usia 11 tahun. Stressor lingkungan yang paling berhubungan
dengan onset satu episode depresi adalah kehilangan pasangan. Faktor resiko lain
adalah kehilangan pekerjaan, orang yang keluar dari pekerjaan berisiko tiga kali lebih
besar untuk timbulnya gejala dibandingkan yang bekerja (Elvira & Hadisukanto,
2013).
Faktor lain yang berpengaruh adalah kemiskinan, tunawisma, pengangguran
dan penyakit fisik atau mental kronis, Faktor-faktor tersebut tidak jarang ditemui
walau hanya dari pemeriksaan singkat. Di Inggris, sebuah studi menemukan bahwa
faktor kerentanan terjadinya depresi pada wanita di Camberwell, London, terdiri dari:
memiliki tiga atau lebih anak-anak di bawah usia 14 tahun tinggal di rumah; tidak
memiliki hubungan yang jelas dengan orang lain; dan tidak memiliki pekerjaan di
luar rumah hal ini diungkapkan Brown & Harris (1978) dalam NCCMH (2016).
d. Faktor kepribadian
Semua orang, apapun pola kepribadianya, dapat mengalami depresi sesuai
dengan situasinya. Orang dengan gangguan kepribadian obsesif konvulsif, histrionik
dan ambang beresiko tinggi untuk mengalami dpresi dibandingkan paranoid dan anti
sosial (Elvira & Hadisukanto, 2013).
22
1. Gangguan hubungan ibu-anak selama fase oral (10-18 bulan) menjadi faktor
predisposisi untuk kejadian depresi berulang
2. Depresi dapat dihubungkan dengan cinta yang nyata maupun fantasi kehilangan
objek
3. Kehilangan objek cinta, diperlihatkan dalam bentuk campuran antara benci dan
cinta, serta perasaan marah yang diarahkan pada diri sendiri.
Depresi adalah suatu fenomena yang terjadi ketika seseorang meyadari
ketidakmampuannya untuk mewujudkan cita cita ideal yang tinggi. Pasien depresi
yang sering ditemui banyak diakibatkan karena orang lain daripada dirinya sendiri
hal. Orang yang merasa depresi hidup dengan dominasi orang lain, dalam prinsip, dan
nilai ideal (Elvira & Hadisukanto, 2013).
Beberapa faktor resiko terjadinya depresi menurut DSM V, antara lain: (APA,2013):
1. Keadaan emosi
Neurotisme (afek negatif) adalah faktor risiko yang cukup berpengaruh untuk
terjadinya gangguan depresi, dan keadaan emosi yang tinggi atau temperamental
membuat individu lebih mungkin memunculkan episode depresi sebagai respons
terhadap peristiwa kehidupan yang penuh tekanan.
2. Lingkungan.
Pengalaman masa kanak-kanak, terutama bila ada banyak pengalaman yang tidak
biasa, merupakan satu set faktor risiko potensial untuk gangguan depresi mayor.
Peristiwa hidup yang penuh tekanan diakui dengan baik sebagai précipitants episode
depresi berat, namun ada tidaknya kejadian buruk sebelum awalan episode tidak
memberikan panduan yang berguna untuk prognosis atau pengobatan
23
Risiko lain yang muncul adalah penyakit umum seperti diabetes, obesitas yang tidak
sehat, dan penyakit kardiovaskular sering diperumit oleh episode depresi, dan episode
ini lebih cenderung menjdi kronis daripada episode depresi individu lain.
DIAGNOSIS
Menurut Mantja (2009), terdapat 3 gejala utama atau trias depresi, yaitu:
1. Hipoaktif
2. Hipothymia
3. Cara berfikir lambat
Trias depresi tersebut dapat diikuti dengan gejala tambahan lain seperti:
1. Sering takut
2. Halusinasi
3. Hipochondri
4. Nafsu bunuh diri
5. Tidak ada kepercayaan diri
6. Tidak mandiri
24
g. Muncul pikiran tentang kematian berulang kali atau
bunuh diri
Gejala-gejala ini muncul hampir sepanjang hari, setiap hari, selama minimal 2 (dua)
minggu dan bukan dikarenakan kehilangan yang wajar, misalnya karena
suami/istri meninggal. MDD sering disebut masyarakat
umumdengan istilah depresi.
Gejala tidak tampak jelas lebih dari 2 (dua) bulan. Tidak ada episode MDD selama 2
tahun pertama gejala muncul. Gejala yang dialami lebih ringan daripada MDD namun
dengan waktu yang lebih lama.
25
1. Nafsu makan yang buruk atau makan berlebih.
2. Insomnia atau hypersomnia.
3. Energi rendah atau kelelahan.
4. Rendah diri.
5. Miskin konsentrasi atau kesulitan membuat keputusan.
6. Perasaan putus asa.
C. Selama periode 2 tahun (1 tahun untuk anak-anak atau remaja) dari gangguan,
individu tidak pernah tanpa gejala pada kriteria A dan B selama lebih dari 2 bulan
di suatu waktu.
D. Kriteria untuk gangguan depresi mayor terus ada selama 2 tahun.
E. Tidak pernah ada episode manik atau episode hypomanik, dan belum pernah
terpenuhi gangguan cyclothymic.
F. Gangguan ini tidak berhubungan dengan gangguan schizoaffective yang persisten,
skizofrenia, gangguan delusional, atau skizofrenia spesifik atau gangguan psikotik
lainnya.
G. Gejala-gejalanya tidak disebabkan oleh efek fisiologis suatu zat atau kondisi medis
lainnya (misalnya hipotiroidisme).
H. Gejala-gejalanya menyebabkan gangguan atau gangguan klinis yang signifikan
secara sosial, pekerjaan, atau area fungsi penting lainnya.
26
1. Depresi ringan: sedikit, jika ada, gejala melebihi lima yang dibutuhkan untuk
membuat Diagnosis, dan gejalanya hanya menghasilkan sedikit gangguan
fungsional
2. Depresi sedang: gejala atau gangguan fungsional antara 'ringan' dan 'parah'
3. Depresi berat: kebanyakan gejala, dan gejalanya sangat mengganggu fungsi. Bisa
terjadi dengan atau tanpa gejala psikotik
27
berat badan, rasa bersalah,
agitasi dan retardasi
psikomotorik, mood yang
memburuk pada pagi hari,
terbangun di pagi buta
Depresi atipikal Dengan gambaran Mood reaktif, terlalu
atipikal banyak tidur, makan
berlebihan, paralisis yang
dibuat, sensitive pada
penolakan interpersonal
Depresi psikotik Dengan gambaran Halusinasi atau waham
(waham) psikotik
Depresi katatonik Dengan gambaran Katalepsi, katatonik,
katatonik negativism, mutisme,
mannerism, echolalia,
echopraxia (tidak lazim
pada klinis sehari-hari)
Depresi kronik Gambaran kronis 2 tahun atau lebih dengan
kriteria MDD
Gangguan afektif Musiman Onset yang seperti biasa
musiman dan kambuh pada saat
musim tertentu (biasanya
musim gugur/dingin)
Depresi postpartum Postpartum Onset depresi selama 4
minggu postpartum
28
Tabel Derajat keparahan depresi (Lam & Mok, 2008)
Keparahan Kriteria DSM-IV-TR Kriteria ICD-10
depresi
Ringan 1. Mood depresi atau kehilangan 1. 2 gejala tipikal
minat + 4 gejala depresi lainnya 2. 2 gejala inti
2. Gangguan sosial/ pekerjaan lainnya
Sedang 1. Mood depresi atau kehilangan 1. 2 gejala tipikal
minat + 4 atau lebih gejala depresi 2. 3 atau lebih gejala
lainnya inti lainnya
2. Gangguan sosial/pekerjaan yang
bervariasi
Berat 1. Mood depresi atau kehilangan 1. 3 gejala tipikal
minat + 4 atau lebih gejala depresi 2. 4 atau lebih gejala
lainnya inti lainnya
2. Gangguan sosial atau pekerjaan Juga dapat dengan
yang berat atau ada gambaran atau tanpa gejala
psikotik psikotik
29
7. Perasaan tidak berharga atau rasa bersalah yang berlebihan atau tidak patut (yang
mungkin delusi) Hampir setiap hari (tidak hanya menyalahkan diri sendiri atau
rasa bersalah karena sakit).
8. Berkurangnya kemampuan berpikir atau berkonsentrasi, atau ragu-ragu, hampir
setiap hari (baik Dengan akun subyektif atau seperti yang diamati oleh orang lain).
9. Pikiran untuk mati (tidak hanya takut mati), ide bunuh diri berulang tanpa rencana
tertentu, atau usaha bunuh diri atau rencana khusus untuk melakukan bunuh diri.
Gejala lainnya:
1. konsentrasi dan perhatian berkurang
2. harga diri dan kepercayaan diri berkurang
3. gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
4. pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
5. gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
6. tidur terganggu
7. nafsu makan berkurang
30
Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa
sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, akan tetapi periode lebih
pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsug cepat.
Episode Depresif Berat Tanpa Gejala Psikotik menurut PPDGJ III (F32.2):
1. Semua 3 gejala utama depresi harus ada
2. Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya dan beberapa diantaranya
harus berintensitas berat
3. Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang
mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan
banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian, penilaian secara menyeluruh
terhadap episode depresi berat masih dapat dibenarkan.
4. Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu,
akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih
dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2
minggu.
5. Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan
atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas.
Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik menurut PPDGJ III (F32.3)
1. Episode depresi berat yang memenuhi kriteria menurut F32.2 tersebut di atas;
31
2. Disertai waham, halusinasi atau stupor depresi.Waham biasanya melibatkan ide
tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam dan pasien merasa
bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau olfatorik biasanya
berupa suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran. Retardasi
psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor.
TATA LAKSANA
Rawat Inap
Indikasi untuk rawat inap adalah kebutuhan untuk prosedur diagnostik, risiko
bunuh diri dan melakukan pembunuhan dan berkurangnya kemampuan pasien secara
menyeluruh untuk asupan makanan dan tempat perlindungan. Riwayat gejala
berluang dan hilangnya sistem dukungan terhadap pasien juga merupakan indikasi
rawat inap (Elvira & Hadisukanto, 2013).
Non Farmakologi
a. Psikoterapi
Psikoterapi merupakan terapi yang digunakan untuk menghilangkan atau mengurangi
keluhan-keluhan dan mencegah kambuhnya gangguan psikologik atau pola perilaku
maladaptive. Terapi ini diberikan untuk membantu pasien mengembangkan strategi
coping yang lebih baik dalam mengatasi stresor kehidupan sehari-hari. Jenis
psikoterapi yang diberikan seperti psikoterapi suportif, atau reedukatif (misal
psikoterapi kognitif, terapi perilaku, terapi kognitif perilaku atau psikoterapi
rekonstruktif. Terdapat beberapa jenis psikoterapi berdasarkan tujuan yang ingin
dicapai, yaitu:
1. Psikoterapi suportif
2. Psikoterapi reedukatif
3. Psikoterapi rekonstruktif
Pada pemilihan jenis psikoterapi, bila pasien dalam kondisi depresi berat terlebih
dengan ciri psikotik yang dapat dilakukan hanya psikoterapi suportif, itupun jangan
32
dihibur atau langsung diberi nasiha. Bila pasien sudah lebih tenang, dapat
dipertimbangkan pemberian psikoterapi kognitif (Elvira & Hadisukanto, 2013).
b. ECT
Electroconvulsive therapy (ECT) adalah terapi dengan melewatkan arus listrik ke
otak. Electroconvulsive therapy merupakan suatu terapi yang aman dan efektif untuk
penyakit mental tertentu, termasuk untuk terapi. ECT biasanya digunakan jika pasien
tidak berespon terhadap farmakoterapi dengan dosis yang sudah adekuat atau tidak
dapat mentoleransi farmakoterapi atau pada tampilan klinis yang sangat berat yang
memperlihatkan perbaikan sangat cepat dengan pengunaan ECT (Elvira &
Hadisukanto, 2013).
Farmakologi
Pada pasien depresi ringan hingga sedang, pengobatan dapat dilakukan
dengan memilih psikoterapi atau obat antidepresan. Pada pasien dengan depresi berat
atau depresi kronik, terapi lini pertamanya adalah kombinasu antara antidepresan dan
psikoterapi. Antidepresan yang dapat digunakan atara lain SSRI, TCA, SNRI, NRI
atau DA (Kaiser Permanente, 2012). Selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI)
merupakan grup kimia antidepressan yang berekrja dengan mengambat ambilan
serotonin secara spesifik Farmakologi bergambar ). Efek samping dari SSRI antara
lain agitasi, insomnia, gangguan saluran cerna (mual, diare), dan disfungsi seksual.
Pengobatan yang bekerja pada serotonin meningkatkan risiko perdarahan
gastrointestinal. Dosis SSRI berbeda pada setiap obatnya, yaitu citolopram (celexa)
20-60mg/hari, escitalopram (Lexapro) 10-20mg/hari, Fluoxetine (Prozac) 20-
80mg/hari, Paroxetine 20-50mg/hari, sertraline 50-200mg/hari (Adams dkk, 2008).
Trycyclic antidepressant (TCA) merupakan obat antidepressan yang
menghambat ambilan norepineprin dan serotonin ke neuron. Tetapi dalam
penggunaan jangka panjang, obat ini dapat meyebabkan perubahan dalam reseptor-
reseptor SSP tertentu (Mycek&Mary, 2001). TCA dimetabolisme terutama oleh enzim
sitokrom p450 hati. Dosis efektif yang dapat digunakan untuk obat golongan ini
33
adalah 75-100mg/hari. Beberapa contoh obat-obatan daro golongan TCA adalah
amitriptilin dengan dosis 25-300mg/hari, imipramine 25-200mg/hari, nortriptilin 25-
150mg/hari (Adams, 2008). Efek samping dari TCA antara lain penglihatan kabur,
mulut kering, retensi urin, konstipasi, hipotensi, takikardi dan efek sedasi (My
Monoamine oxidase inhibitors (MAois) juga merupakan obat antidepressan
yang dapat digunakan untuk terapi farmakologi namun penggunaan obat ini harus
diikuti dengan pembatasan konsumsi makanan dan dapat menyebabkan interaksi obat
yang fatal (Adams, 2008). Kelompok obat ini bekerja di presinap dengan cara
menghambat enzim yang emecah serotonin sehingga jumlah serotonin yang
dilepaskan ke celah sinaps bertambah dan dengan demikian yang diteruskan ke paska
sinap juga akan bertambah. Efek samping yang dapat ditimbulkan dari obat ini yaitu
hipotensi, hipertensi, gangguan hepar, gangguan otonom, gangguan SSP (parestesi,
konvulsi), edma, gangguan hematologi dan krisis hipertensi (Elvira & Hadisukanto,
2013).
DIAGNOSIS BANDING
1. Episode manik dengan suasana hati yang terganggu atau episode campuran.
Epidemi depresi mayor dengan suasana hati yang mudah tersinggung mungkin sulit
dibedakan dari episode manic dengan mood yang mudah tersinggung atau dari
episode campuran. Perbedaan ini memerlukan evaluasi klinis yang seksama terhadap
adanya gejala manik.
2. Gangguan mood akibat kondisi medis lainnya. Episode depresi utama adalah
diagnosis yang tepat jika gangguan mood tidak dinilai, berdasarkan riwayat
individu,pemeriksaan fisik, dan temuan laboratorium, menjadi konsekuensi langsung
patofisiologis dari kondisi medis tertentu (misalnya multiple sclerosis, stroke,
hypothyroidism).
3. Substansi / drug-induced depresif atau gangguan bipolar. Kelainan ini dibedakan
dari gangguan depresi berat dengan fakta bahwa zat tertentu tampaknya terkait secara
etiologis dengan gangguan mood. Misalnya, mood tertekan yang terjadi hanya dalam
konteks penarikan kokain didiagnosis sebagai gangguan depresif akibat kokain.
34
4. Attention-deficit / hyperactivity disorder. Distractibility dan toleransi frustrasi yang
rendah dapat terjadi pada gangguan attention-deficit / hyperactivity dan episode
depresi mayor. Jika kriteria terpenuhi untuk keduanya, attention-deficit /
hyperactivity disorder dapat didiagnosis disamping gangguan mood. Namun, dokter
harus berhati-hati untuk tidak melakukannya overdiagnose episode depresi utama
pada anak-anak dengan attention-deficit / hyperactivity yang memiliki gangguan
mood ditandai dengan iritabilitas dan bukan oleh kesedihan atau kehilangan minat.
5. Kesedihan. Akhirnya, periode kesedihan merupakan aspek inheren dari
pengalaman manusia. Periode ini tidak boleh didiagnosis sebagai episode depresi
memenuhi kriteria gejala, durasi (hampir setiap hari, paling sedikit 2 minggu), dan
gangguan atau penurunan signifikan secara klinis (APA, 2013).
35
BAB III
KESIMPULAN
Gangguan mood merupakan suatu sindrom yang terdiri dari tanda-tanda dan
gejala-gejala yang berlangsung dalam hitungan minggu, bulan hingga tahun
yang mempengaruhi fungsi dan pola kehidupan sehari-hari.Kelainan
fundamental dari kelompok gangguan ini adalah perubahan suasana perasaan
(mood) atau afek, biasanya kearah depresi, atau ke arah elasi (suasana perasaan
yang meningkat).
Faktor yang berperan penting sebagai penyebab gangguan mood adalah faktor
biologis, faktor genetika, dan faktor psikososial.Penatalaksanaan untuk
gangguan mood adalah dengan terapi psikososial serta farmakoterapi.Pemilihan
agen-agen farmakoterpi untuk gangguan mood adalah tergantung pada toleransi
pasien terhadap efek samping dan penyesuaian efek samping terhadap kondisi
pasien.
Gangguan mood atau afek cenderung bersifat kronis, dan pasien cenderung
mengalami relaps jika terdapat stressor. Pasien dengan gangguan mood sering
menunjukkan penurunan fungsi yang mencolok. Hasil terapi akan menunjukkan
kemajuan jika fungsi keluarga dan fungsi pendukung lainnya baik.
36
DAFTAR PUSTAKA
37
Nevid S. Jeffrey. Rathus A, Spencer. 2003. Abnormal Psychology in a Changing .
New York: The College of New Jersey
Sachs G. Printz D. Kahn D. Carpenter D. Docherty J. 2000. The Expert Consensus
Guideline Series: Medication Treatment of Bipolar. New York : Mc Grow-Hill
Healthcare Information Progress
Sadock B. Sadock V. 2007. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry; 10th ed.
Lippincott: Williams & Wilkins.
Soetjipto. 2012. Terapi Rumatan pada Pasien Gangguan Bipolar. Dalam: Kumpulan
Makalah Konas I Gangguan Bipolar. Surabaya: Airlangga University Press. Hal
14-22.
Yatham L. Kennedy S. Schaffer A. Parikh S. Beauliu S. O’Donovan C. dkk .2009.
Canadian Network for Mood and Anxiety Treatment (CANMAT) and
International Society for Bipolar Disorder collaborative update of CANMAT
guidelines for management of patient with bipolar disorder: update 2009. Bipolar
Disord; 11:225-255.
WHO. 2017. Tersedia dari :
http://www.who.int/mental_health/management/depression/en/ [diakses tanggal: Juli
2017]
38