Anda di halaman 1dari 11

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT,

Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 435 - 445


Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm

HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK INDIVIDU, PRAKTIK HYGIENE DAN


SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN TUBERCULOSIS DI
KECAMATAN SEMARANG UTARA TAHUN 2011

Rikha Nurul Pertiwi*), M.Arie Wuryanto**), Dwi Sutiningsih **)


* Alumnus FKM UNDIP, **)Dosen Bagian Epidemiologi dan Penyakit Tropik FKM
)

UNDIP

ABSTRAK

Tuberculosis merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan


Mycobacterium tuberculosis. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
hubungan antara karakteristik individu, praktik hygiene, dan sanitasi lingkungan
dengan kejadian tuberculosis di Kecamatan Semarang Utara. Penelitian ini
menggunakan jenis penelitian analitik observasional dengan pendekatan case
control. Populasi dalam penelitian ini adalah penderita TB Paru BTA positif baru
yang berusia ≥15 tahun sebagai kelompok kasus, dan pada kelompok kontrol
adalah orang yang bertempat tinggal di lingkup RT/RW/Kelurahan/Kecamatan
dari kasus TB Paru BTA positif dan bukan penderita TB Paru. Total sampel yang
diambil adalah 30 kasus dan 30 kontrol. Analisis data menggunakan analisis
univariat dan analisis bivariat. Hasil penelitian ini, beberapa faktor risiko yang
berhubungan dengan kejadian TB Paru adalah riwayat kontak penderita TB Paru
serumah (ρ=0,001) dan lingkungan pekerjaan responden (ρ=0,024). Sedangkan
umur (p=0,436), jenis kelamin (p=0,793), tingkat pendidikan (p=0,297),
kepadatan penghuni (p=0,781), riwayat status imunisasi BCG (p=0,080) tidak
ada hubungannya dengan kejadian TB Paru. Kebiasaan tidak menutup mulut
saat batuk (56,7%) dan Kebiasaan membuang dahak disembarang tempat
(86,7%). Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa riwayat kontak
penderita TB Paru serumah dan lingkungan pekerjaan merupakan faktor risiko
kejadian TB Paru di Kecamatan Semarang Utara. Saran,untuk peneliti lain
diharapkan adanya pengukuran lingkungan abiotik dan sampel penelitian juga
pada anak-anak.

Kata Kunci : Tuberculosis, riwayat kontak, sanitasi, praktik higiene, dan


Kecamatan Semarang Utara

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit


PENDAHULUAN infeksi menular langsung yang
disebabkan oleh Mycobacterium
TB paru atau tuberkulosis tuberculosis. Kuman ini paling sering
adalah penyakit menular yang menyerang organ paru dengan
disebabkan oleh bakteri berbentuk sumber penularan adalah pasien TB
batang yaitu Mycobacterium BTA positif.(2) TB Paru merupakan
tuberculosis. Biasanya yang paling penyakit menular yang mengancam
umum terinfeksi adalah paru-paru kesehatan masyarakat di seluruh
tetapi dapat mengenai organ tubuh dunia, terutama di negara-negara
lainnya. Penyakit ini dapat menular yang sedang berkembang.(4) TB Paru
dari orang ke orang melalui droplet merupakan penyebab kematian nomor
dari orang yang terinfeksi TB paru.(1) tiga terbesar setelah penyakit

Rikha Nurul Pertiwi


Alumnus Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP © 2012
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT,
Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 435 - 445
Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm

kardiovaskuler dan penyakit saluran ventilasi rumah merupakan faktor


pernapasan atas (ISPA) pada semua risiko terhadap kejadian TB Paru
golongan umur. TB Paru juga dengan nilai OR > 1. Kontak serumah
penyebab penyakit nomor satu pada dan lama kontak merupakan faktor
kelompok penyakit menular atau risiko tertinggi terhadap kejadian TB
penyakit infeksi. (3, 5) Paru.(7)
Masalah lain adalah cakupan Tujuan penelitian ini yaitu
penemuan penderita atau Case Untuk menganalisis hubungan antara
Detection Rate (CDR) TB Paru BTA karakteristik individu, praktik hygiene,
Positif di Kecamatan Semarang Utara dan sanitasi lingkungan dengan
tahun 2011 masih rendah. kejadian tuberculosis di Kecamatan
Berdasarkan Data Dinas Kesehatan Semarang Utara tahun 2011.
Kota Semarang jumlah kasus dan
angka penemuan kasus TB Paru BTA MATERI DAN METODE
positif di wilayah kerja puskesmas
Bandarharjo penemuan penderita Jenis penelitian yang
sebanyak 26 orang penderita, dengan digunakan adalah studi observasional
CDR hanya 43,33 %. Untuk wilayah analitik, dengan pendekatan Case
kerja di Puskesmas Bulu Lor control study. Populasi dalam
sebanyak 16 orang penderita TB Paru penelitian ini adalah penduduk usia ≥
BTA + , dengan angka CDR hanya 15 tahun yang bertempat tinggal di
38,10%. Wilayah Puskesmas Bandarharjo dan
Hasil penelitian Mintu dkk Puskesmas Bulu Lor Kecamatan
(2010) juga menyatakan bahwa faktor Semarang Utara dari bulan Januari-
yang mempermudah penularan TB Desember 2011.
Paru adalah perilaku membuang Populasi kasus adalah semua
ludah di sembarang tempat, penderita TB Paru BTA positif baru
kebiasaan tidak menutup mulut saat (bukan kasus kambuh) yang berada di
batuk, kebiasaan tidak menutup mulut Wilayah Semarang Utara dan telah
saat orang lain batuk, dan kebiasaan didiagnosis sebagai kasus TB Paru
menggunakan kayu bakar di dalam BTA Positif melalui pemeriksaan
rumah.(5) Hasil penelitian Masdalena laboratorium dan terdaftar data
(2012) di Kota Medan tentang hygiene register TB Paru di Puskesmas
dan sanitasi lingkungan di rumah Bandarharjo dan Puskesmas Bulu Lor
tahanan Medan terhadap kejadian TB Kecamatan Semarang Utara pada
Paru juga menunjukkan bahwa bulan Januari-Desember 2011.
variabel higiene perorangan Sedangkan Populasi kontrol adalah
(kebiasaan membuang ludah, batuk bukan penderita TB Paru (BTA positif
dan merokok), variabel sanitasi maupun BTA negative) dan bertempat
lingkungan (kapasitas hunian, tinggal dalam satu
ketersediaan air bersih, lingkungan RW/Kelurahan/Kecamatan dengan
Rutan dan kebersihan alat kasus TB Paru BTA positif yang belum
makan/minum) berpengaruh signifikan pernah didiagnosis menderita TB Paru
terhadap kejadian penyakit dan dalam sebulan terakhir. Sampel
tuberkulosis paru. (6) dalam penelitian ini terdiri dari
Hasil penelitian yang dilakukan kelompok kasus sebesar 30
oleh Runggu (2003) di Kota responden dan kelompok kontrol
Samarinda menunjukkan bahwa sebesar 30 responden. Maka total
pendidikan, kontak serumah,lama sampel yang diambil adalah 60
kontak, kepadatan penghuni dan responden.

Rikha Nurul Pertiwi


Alumnus Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP © 2012
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT,
Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 435 - 445
Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm

Penelitian ini menggunakan Perempuan lebih sering terlambat


kuesioner yaitu bertujuan untuk datang ke pelayanan kesehatan
sebagai Tools dalam penelitian untuk dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini
mempermudah dalam melakukan mungkin berhubungan dengan aib dan
penelitian dan memperoleh data yang rasa malu lebih dirasakan pada
akurat dari responden sehingga bisa perempuan dibanding laki-laki.
menggambarkan faktor-faktor risiko Perempuan juga lebih sering
terjadinya Tuberculosis di Wilayah mengalami kekhawatiran akan
Kecamatan Semarang Utara dikucilkan dari keluarga dan
Khususnya. lingkungan akibat penyakitnya.
Hambatan ekonomi dan faktor sosial
HASIL DAN PEMBAHASAN ekonomi kultural turut berperan
termasuk pemahaman tentang
Tabel 1 Analisis Hubungan Jenis penyakit paru. (11)
Kelamin dengan Kejadian TB Paru Responden pada penelitian ini
di Kecamatan Semarang Utara pada kasus cenderung lebih banyak
tahun 2011. perempuan daripada kelompok
Tabel 1 menunjukkan Kasus Kontrol Nilai
bahwa hasil analisis statistik nilai ρ No Variabel ρ-
= 0,793 dan OR=0,872 dengan CI f % f % value
95%= 0,312<OR<2,435, proporsi 1. Laki-laki 17 56,7 18 60,0 0,793
responden laki-laki cenderung lebih
2. Perempuan 13 43,3 12 40,0
banyak dibandingkan jenis kelamin
perempuan. Hasil analisis statistik OR=0,872 dengan CI 95%=0,312<OR<2,435
menunjukkan bahwa jenis kelamin kontrol. Hal ini dikarenakan responden
tidak mempunyai hubungan bermakna laki-laki cenderung yang menularkan
dengan kejadian TB Paru dan laki-laki risiko TB Paru pada keluarga
mempunyai risiko terkena TB Paru mengingat bahwa laki-laki yang
dengan risiko 0,872 kali lebih besar terpapar pajanan di lingkungan tempat
dibandingkan perempuan. pekerjaan. Hal ini terbukti dari
Penelitian Granich dkk (10) beberapa responden yang ternyata
didapatkan laki-laki 241 orang (59%) istri atau bahkan anaknya yang
sedangkan perempuan 166 orang tertular TB Paru. Bahkan perempuan
(41%), Secara epidemiologi dibuktikan lebih sering kontak dengan
terdapat perbedaan antara laki-laki masyarakat yang tidak tahu bahwa
dan perempuan dalam hal penyakit masyarakat tersebut kemungkinan
infeksi, progresivitas penyakit, menderita TB Paru.
insidens dan kematian akibat TB. Tabel 2 Analisis Hubungan Umur
Perkembangan penyakit juga dengan Kejadian TB Paru di
mempunyai perbedaan antara laki-laki Kecamatan Semarang Utara tahun
dan perempuan yaitu perempuan 2011.
mempunyai penyakit lebih berat pada Tabel 2 diketahui bahwa hasil analisis
saat datang ke rumah sakit. statistik nilai ρ = 0,436 dan OR=0,667
dengan CI 95%=
Kasus Kontrol Nilai
0,240<OR<1,854 , proporsi
No Variabel ρ-
f % f % responden umur 15-55 tahun
value
cenderung lebih banyak
1. 15-55 tahun 23 76,7 27 90,0 0,436 dibandingkan umur >55 tahun.
2. >55 tahun 7 23,3 3 10,0 Hasil analisis statistik
OR=0,667 dengan CI 95%= 0,240<OR<1,854 menunjukkan bahwa umur

Rikha Nurul Pertiwi


Alumnus Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP © 2012
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT,
Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 435 - 445
Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm

responden tidak mempunyai penelitian Putranto Perdana (2006) di


hubungan bermakna dengan kejadian Jakarta Timur yang menyatakan
TB Paru dan umur 15-55 tahun bahwa usia produktif berisiko besar
mempunyai risiko terkena TB Paru terhadap penularan penyakit TB Paru
dengan risiko 0,667 kali lebih besar daripada pada usia yang tidak
dibandingkan umur >55 tahun. produktif. (13) Umur produktif sangat
Hal tersebut dikarenakan berbahaya terhadap tingkat
ketahanan tubuh mulai menurun penularan karena pasien mudah
setelah umur 45 tahun sehingga berinteraksi dengan orang lain,
rentan terkena penyakit. Hasil mobilitas yang tinggi dan
penelitian ini sesuai dengan Frans memungkinkan untuk menular ke
Desmon (2006) yang menyatakan orang lain serta lingkungan sekitar
bahwa umur bukan merupakan faktor tempat tinggal.(17)
risiko TB Paru. (12) Menurut Frans Tabel 3 Analisis Hubungan Tingkat
umur berapapun selama masih Pendidikan dengan Kejadian TB
dalam kategori usia produktif, maka Paru di Kecamatan Semarang
berisiko untuk terkena TB Paru. (12) Utara tahun 2011.

Penelitian ini juga sesuai dengan


Tabel 3 diketahui bahwa hasil mempunyai pengetahuan dan
analisis statistik nilai ρ = 0,297 dan ketrampilan tertentu pula. Pendapat
OR=0,579 dengan CI Kasno Diharjo (1998) dalam Bagoes
95%=0,206<OR<1,624 proporsi (2006) menyatakan bahwa faktor-
responden berpendidikan dasar faktor dominan yang mempengaruhi
cenderung lebih banyak perilaku positif adalah tingkat
dibandingkan pendidikan lanjutan. pendidikan. Sedangkan menurut
Hasil analisis statistik menunjukkan Green (1991), menyatakan bahwa
bahwa tingkat pendidikan responden faktor-faktor yang berpengaruh dalam
tidak mempunyai hubungan menentukan perilaku kesehatan
bermakna dengan kejadian TB Paru individu dan kelompok adalah faktor
dan tingkat pendidikan dasar pendidikan.(13)
mempunyai risiko terkena TB Paru Tabel 4 Analisis Hubungan
dengan risiko 0,579 kali lebih besar Lingkungan Pekerjaan dengan
dibandingkan tingkat pendidikan Kejadian TB Paru di Kecamatan
lanjutan.
Hasil penelitian ini sesuai Kasus Kontrol Nilai
dengan pendapat Notoatmojo (1993) No Variabel ρ-
dalam Bagoes (2006) yang f % f % value
menyatakan bahwa pendidikan pada Pendidikan
1.
individu atau kelompok bertujuan Dasar 19 63,3 15 50,0 0,297
untuk mencari peningkatan Pendidikan
2.
kemampuan yang diharapkan. Lanjutan 11 36,7 15 50,0
Seseorang yang telah menyelesaikan OR=0,579 dengan CI 95%=0,206<OR<1,624
pendidikan dalam satu bidang akan Semarang Utara tahun 2011.

Rikha Nurul Pertiwi


Alumnus Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP © 2012
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT,
Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 435 - 445
Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm

kawasan industri di sekitar


Kasus Kontrol Nilai
pemukiman di Wilayah
No Variabel ρ-
Kelurahan Bandarharjo dan
f % f % value
Kelurahan Tanjungmas seperti
Lingkungan industry bahan pangan yaitu
Pekerjaan pabrik tepung gandum. Di
1.
Berisiko TB kelurahan Bandarharjo juga
Paru 25 83,3 17 70,0 0,024 terdapat pabrik ikan asap
Lingkungan dengan kondisi sanitasi dan
Pekerjaan pembuangan limbah yang tidak
2.
Tidak Berisiko ramah lingkungan bisa
TB Paru 5 16,7 13 30,0 mempengaruhi kesehatan
OR=3,824 dengan CI 95%=1,150<OR<12,713 responden. Bahkan responden
yang sehari-harinya terpapar pajanan
Hasil analisis statistik tersebut bisa menularkan risiko
menunjukkan bahwa nilai ρ = 0,024 penyakit kepada keluarganya.
dan OR=3,824 dengan CI
95%=1,150<OR<12,713 , proporsi Tabel 5 Analisis Hubungan
responden dengan lingkungan Riwayat status imunisasi BCG
pekerjaan responden yang berisiko dengan Kejadian TB Paru di
TB Paru cenderung lebih banyak Kecamatan Semarang Utara tahun
dibandingkan yang tidak berisiko. 2011.
Hasil analisis statistik menunjukkan
bahwa lingkungan pekerjaan Kasus Kontrol Nilai
responden mempunyai hubungan ρ-
bermakna dengan kejadian TB Paru No Variabel
f % f % valu
dan lingkungan pekerjaan yang e
berisko TB Paru mempunyai risiko 1. Iya,pernah
terkena TB Paru dengan risiko 3,824 imunisasi 19 63,3 25 83,3 0,08
kali lebih besar dibandingkan BCG
lingkungan pekerjaan yang tidak 2. Tidak,pernah
berisiko. imunisasi 11 36,7 5 16,7
Dalam beberapa penelitian BCG
diperoleh hasil bahwa seseorang OR=0,345 dengan CI 95%=0,103<OR<1,163
yang mempunyai riwayat menderita
penyakit paru berhubungan secara
bermakna dengan terjadinya Hasil analisis statistik
gangguan fungsi paru. Dari hasil menunjukkan bahwa nilai ρ = 0,080
penelitian Sudjono (2002) dan
dan OR=0,345 dengan CI
Nugraheni (2004) diperoleh hasil
bahwa pekerja yang mempunyai Kasus Kontrol Nilai
riwayat penyakit paru mempunyai No Variabel ρ-
f % f % value
risiko 2 kali lebih besar untuk
mengalami gangguan fungsi paru. (10, 1. Tidak Memenuhi
14,15)
syarat luas
Pekerjaan yang berisiko ruangan 21 70,0 20 66,7 0,781
seperti pengelas dan pengecat kapal 2.
Memenuhi syarat
tongkang dengan kondisi udara
luas ruangan 9 30,0 10 33,3
berdebu,adanya kontak dengan
penderita lain,bahkan adanya OR=0,857 dengan CI 95%=0,288<OR<2,547

Rikha Nurul Pertiwi


Alumnus Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP © 2012
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT,
Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 435 - 445
Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm

95%=0,103<OR<1,163 proporsi BCG, perlu dipertimbangkan kapan


responden yang sudah mendapatkan waktu yang tepat sebaiknya
imunisasi BCG cenderung lebih imunisasi tersebut diberikan dan
banyak dibandingkan yang belum keadaan lingkungan yang
mendapatkan imunisasi. Hasil mendukung syarat kesehatan.
analisis statistik menunjukkan bahwa
riwayat status imunisasi BCG Tabel 6 Analisis Hubungan
responden tidak mempunyai Kepadatan Penghuni dengan
hubungan bermakna (ρ>0,05) Kejadian TB Paru di Kecamatan
dengan kejadian TB Paru. Semarang Utara tahun 2011.
Responden yang tidak mempunyai Hasil analisis bivariat
riwayat imunisasi BCG akan menunjukkan bahwa nilai ρ = 0,781
mempunyai risiko terkena TB Paru dan OR=0,857 dengan CI
dengan risiko 0,345 kali lebih besar 95%=0,288<OR<2,547 proporsi
dibandingkan dengan yang telah responden yang tidak memenuhi
mendapatkan imunisasi BCG. syarat luas ruangan cenderung lebih
Menurut Suardi (2002), banyak dibandingkan yang
bahwa imunitas yang dibentuk oleh memenuhi syarat luas ruangan. Hasil
vaksinasi BCG dapat dilihat dengan analisis statistik menunjukkan bahwa
uji tuberculin 6-8 minggu setelah kepadatan penghuni responden tidak
vaksinasi dan berdasarkan hasil mempunyai hubungan bermakna
penelitian didapatkan bahwa respon dengan kejadian TB Paru dan
dari uji tuberculin lebih baik pada kepadatan penghuni yang tidak
vaksinasi yang diberikan pada 3 memenuhi syarat luas ruangan
bulan pertama dibandingkan dengan mempunyai risiko terkena TB Paru
bila diberikan pada 3 hari pertama dengan risiko 0,857 kali lebih besar
setelah kelahiran. Skar BCG yang dibandingkan dengan yang
timbul pun lebih banyak bila memenuhi syarat luas ruangan. Hal
imunisasi diberikan 3 bulan setelah ini sama dengan hasil penelitian yang
lahir. Skar BCG dianggap sebagai dilakukan oleh Agus Subagyo dalam
indicator efektif tidaknya imunisasi Ruswanto (2010) (9) dimana
BCG.(18,19) Oleh karena itu pada kepadatan penghuni rumah tidak ada
penelitian ini, meskipun responden hubungan dengan kejadian
sudah diberikan imunisasi BCG tuberkulosis paru, hasil uji statistik
ternyata masih terkena penyakit menunjukkan nilai ρ-value > 0,05 (ρ =
Tuberkulosa. Hal ini dikarenakan 0,860).
BCG hanya bersifat preventif saja Analisis sanitasi lingkungan
dan ada kemungkinan diakibatkan pada kepadatan penghuni, yaitu
kondisi fisik rumah dan lingkungan selain dapat menimbulkan masalah
responden yang tidak mendukung privasi bagi penghuninya dari segi
dan sering adanya kontak dengan kesehatan, kepadatan penghuni akan
penderita TB Paru serumah, selain dapat mempercepat terjadinya
kemungkinan lain seperti cara penularan penyakit terutama penyakit
pemberian dosis dan penyimpanan menular secara droplet infection
vaksin yang kurang tepat sehingga misalnya penyakit tuberkulosis paru.
efektifitas proteksi dari vaksin BCG Semakin padat, maka perpindahan
tersebut tidak optimal, juga penyakit, khususnya penyakit
dikarenakan status gizi responden. menular melalui udara akan semakin
Dengan demikian untuk mudah dan cepat. Syarat rumah
meningkatkan efektifitas imunisasi sehat Berdasarkan Departemen

Rikha Nurul Pertiwi


Alumnus Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP © 2012
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT,
Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 435 - 445
Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm

Kesehatan adalah 9 m 2 per orang. mengering dengan cepat dan


Kepadatan penghuni dalam satu menjadi droplet yang mengandung
rumah tinggal akan memberikan kuman tuberkulosis. Dan dapat
pengaruh bagi penghuninya. Luas bertahan diudara selama beberapa
rumah yang tidak sebanding dengan jam. Droplet yang mengandung
jumlah penghuninya akan kuman ini dapat terhirup oleh orang
menyebabkan overcrowded. Hal ini lain. Jika kuman tersebut sudah
tidak sehat karena disamping menetap dalam paru dari orang yang
menyebabkan kurangnya konsumsi menghirupnya, maka kuman mulai
oksigen, juga bila salah satu anggota membelah diri (berkembang biak)
keluarga terkena penyakit infeksi, dan terjadilah infeksi dari satu orang
terutama tuberkulosis akan mudah keorang lain.(1, 2)
menular kepada anggota keluarga Hasil analisis bivariat yang
yang lain (Lubis, 1989; Notoatmodjo, menunjukkan bahwa nilai ρ = 0,001
2003). dan OR=7,429 dengan CI
Tabel 7 Analisis Hubungan 95%=2,078<OR<26,533 sehingga
Riwayat Kontak dengan Penderita bermakna karena nilai ρ< 0,05
TB Paru dengan Kejadian TB Paru dengan demikian dapat dinyatakan
di Kecamatan Semarang Utara bahwa Riwayat Kontak dengan
tahun 2011. Penderita TB Paru serumah
Kasus Kontrol responden merupakan faktor risiko
Nilai
No Variabel ρterhadap
- kejadian tuberkulosis paru.
f % f % Hasil OR menunjukkan bahwa OR >
value
Ada riwayat 1, yang artinya riwayat kontak
1. dengan penderita TB Paru serumah
sumber kontak 16 53,3 4 13,3 0,001
Tidak ada akan mempertinggi risiko kejadian TB
2. riwayat Paru. Hal ini sama dengan penelitian
sumber kontak 14 46,7 26 86,7 Slamet Raharjo (2003) dalam
OR=7,429 dengan CI 95%=2,078<OR<26,533Ruswanto (2010) bahwa kontak
dengan penderita TB Paru berisiko
Analisis pada riwayat kontak penularan yaitu OR sebesar 10,18. (9)
dengan penderita TB Paru serumah
yaitu penularan tuberkulosis dari Tabel 8 Analisis Kebiasaan Tidak
seseorang penderita ditentukan oleh Menutup Mulut Saat Batuk dengan
banyaknya kuman yang terdapat Kejadian TB Paru di Kecamatan
dalam paru-paru penderita, Semarang Utara tahun 2011.
pesebaran kuman tersebut diudara
melalui dahak berupa droplet. Kasus
No Variabel
Penderita TB Paru yang f %
mengandung banyak sekali kuman 1. Ya 17 56,7
dapat terlihat lansung dengan 2. Tidak 13 43,3
mikroskop pada pemeriksaan
Jumlah 30 100,0
dahaknya (penderita BTA positif)
adalah sangat menular. Penderita TB
Tabel 8 diketahui bahwa proporsi
Paru BTA positif mengeluarkan
responden yang mempunyai
kuman-kuman ke udara dalam
kebiasaan tidak menutup mulut saat
bentuk droplet yang sangat kecil
batuk pada kelompok kasus yaitu
pada waktu batuk atau bersin.
56,7%. Sedangkan kebiasaan
Droplet yang sangat kecil ini
responden yang menutup mulut saat

Rikha Nurul Pertiwi


Alumnus Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP © 2012
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT,
Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 435 - 445
Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm

batuk yaitu 43,3%. Responden yang kondisi fisik rumah dan sanitasi
mempunyai kebiasaan tidak menutup lingkungan kurang memenuhi syarat
mulut saat batuk cenderung lebih kesehatan. Jika membuang dahak,
banyak daripada yang mempunyai responden terutama pada kelompok
kebiasaan menutup mulut saat batuk. kasus cenderung lebih memilih
Pada analisis kebiasaan membuang dahak di sembarang
membuang dahak yaitu di luar tubuh tempat seperti selokan depan
manusia, kuman Mycobacterium rumah,di lantai depan rumah,
tuberculosis hidup baik pada pekarangan rumah atau di kamar
lingkungan yang lembab akan tetapi mandi. Dari hasil analisis diketahui
tidak tahan terhadap sinar matahari. bahwa proporsi responden yang
Hal ini terkait dengan keadaan mempunyai kebiasaan membuang
dilingkungan responden yang dahak atau ludah di sembarang
rumahnya berdempetan, tempat (86,7%) pada kelompok
masyarakatnya tidak menerapkan kasus cenderung lebih banyak
praktik kesehatan yang baik, maka daripada responden yang
responden tersebut kemungkinan mempunyai kebiasaan membuang
tertular sangat tinggi. Ketika dahak di tempat khusus (13,3%).
wawancara responden saat batuk Sebagian responden 86,7% yang
tidak menutup mulut, hal ini terbukti membuang dahak disembarang
bahwa masyarakat tidak tempat. Penderita TB Paru yang
mementingkan kesehatan diri sendiri mempunyai kebiasaan membuang
atau bahkan lingkungannya dahak di sembarang tempat
meskipun mereka tahu dan sadar mempunyai risiko menularkan TB
bahwa hal tersebut tidak sesuai Paru. Penelitian ini sesuai dengan
dengan praktik kesehatan yang penelitian yang dilakukan oleh Reni
benar. Dan sebenarnya masyarakat Tri Wahyu (2008) di Magetan, Jawa
sudah tahu tentang gejala, tanda, Timur yang hasilnya adalah
dan cara penularan penyakit TB Paru kebiasaan membuang dahak di
dari kader kesehatan dan petugas sembarang tempat merupakan faktor
kesehatan, namun karakteristik risiko TB Paru dengan nilai OR= 3,8.
(17)
individu yang membuat masyarakat
hanya sebatas tahu dan mengerti
saja bukan menerapkan secara Tabel 10 Tabel Ringkasan Analisis
langsung. Bivariat
Tabel 9 Analisis Kebiasaan
N ϸ-
Variabel OR CI 95%
Membuang Dahak dengan
o value
Kejadian TB Paru di Kecamatan 1 Jenis
Semarang Utara tahun 2011. 0,872 0,312<OR<2,435 0,793
Kelamin
2 Umur 0,365 0,085<OR<1,576 0,166
Kasus
3 Tingkat
No Variabel 0,579 0,206<OR<1,624 0,297
f pendidikan
%
Sembarang 4 Riwayat
1. kontak
tempat 26 86,7
2. Tempat khusus 4 dengan
13,3 7,429* 2,078<OR<26,553 0,001
Jumlah penderita TB
30 100,0
Paru
serumah
Dari hasil observasi dan
5 Lingkungan 3,824* 1,150<OR<12,713 0,024
wawancara didapatkan bahwa

Rikha Nurul Pertiwi


Alumnus Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP © 2012
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT,
Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 435 - 445
Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm

pekerjaan yang mempunyai kebiasaan


6 Kepadatan menutup mulut saat batuk.
0,857 0,288<OR<2,547 0,7815. Kebiasaan membuang dahak
penghuni
7 Riwayat atau ludah di sembarang tempat
status (86,7%) pada kelompok kasus
0,345 0,103<OR<1,163 0,080 cenderung lebih banyak daripada
imunisasi
BCG responden yang mempunyai
kebiasaan membuang dahak di
Keterangan :Tanda * menunjukkan OR tempat khusus (13,3%). Sebagian
tersebut bermakna dengan α:0,05 responden 86,7% yang
membuang dahak disembarang
SIMPULAN tempat.

Setelah melakukan penelitian dan SARAN


analisis hubungan karakteristik Bagi peneliti lain mengingat
individu, praktik hygiene, dan sanitasi lingkungan kelompok kasus dan
lingkungan dengan kejadian TB Paru kelompok kontrol sama
dapat disimpulkan bahwa sebagai karakteristiknya sebaiknya dilakukan
berikut : pengukuran yang lebih mendalam
1. Ada hubungan antara riwayat dan akurat pada setiap variabel
kontak penderita TB Paru khususnya pada variabel lingkungan
serumah dengan kejadian TB abiotik.
Paru di Kecamatan Semarang Bagi Dinas Kesehatan,Puskesmas
Utara. dan instansi yang terkait yaitu
2. Ada hubungan antara lingkungan sebagai berikut :
pekerjaan responden dengan a. Perlu pendekatan interpersonal
kejadian TB Paru di Kecamatan yang interaktif agar masyarakat
Semarang Utara bisa memahami dan menerapkan
3. Sedangkan Jenis kelamin, Umur, praktik hygiene dan sanitasi
Tingkat pendidikan, Riwayat lingkungan yang baik dan sehat.
status imunisasi BCG, dan b. Meningkatkan program kegiatan
Kepadatan Penghuni dari Hasil pendekatan interaktif pada
analisis bivariat menunjukkan kelompok atau kader kesehatan
bahwa nilai ρ >0,05 yang artinya agar terciptanya masyarakat yang
bahwa Tidak ada hubungan yang sadar akan pentingnya kesehatan.
bermakna dan akan menurunkan Sehingga masyarakat bisa
faktor risiko terhadap kejadian TB menerapkan praktik hygiene dan
Paru di Kecamatan Semarang sanitasi lingkungan di lingkup
Utara. RT/RW/Kelurahan/ Kecamatan.
4. Kebiasaan tidak menutup mulut
saat batuk pada kelompok kasus DAFTAR PUSTAKA
yaitu 56,7%. Sedangkan 1. WHO. Global Tuberculosis
kebiasaan responden yang Control.page 3 (online). 2011
menutup mulut saat batuk yaitu [updated 2011; cited 2012 22
43,3%. Responden yang Maret ]; Available from:
mempunyai kebiasaan tidak http://www.who.int/tb/publications/
menutup mulut saat batuk global_report/2011/gtbr11_full.pdf
cenderung lebih banyak daripada .

Rikha Nurul Pertiwi


Alumnus Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP © 2012
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT,
Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 435 - 445
Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm

2. Depkes RI. Pedoman Nasional dalam dan luar rumah Di


Penanggulangan Tuberculosis. kabupaten pekalongan.
In: Depkes RI, editor. Jakarta: Semarang: Universitas
Depkes RI; 2008. p. 1-72. Diponegoro; 2010.
3. WHO. Global Tuberculosis 10. Granich RM,Oh P, Lewis B,
Control. 2011 [updated 2011; Porco TC, Flood J. Multidrug
cited 2012 22 Maret]; Available resistance among persons with
from: tuberculosis in California 1994-
http://whqlibdoc.who.int/publicatio 2003. JAMA. 2005;293:22.
ns/2010/9789241564069_eng.pdf 11. Masniari L,Supandi PZ, Aditama
. TY. Faktor-faktor yang
4. Lismarmi. TB Paru (online). 2004 mempengaruhi kesembuhan
[updated 2004; cited 2012 22 pasien TB paru. J Respirologi
Maret]; Available from: Indonesia. 2007;27:176-85.
http://www.adln.lib.unair.ac.id/go. 12. Desmon F. Hubungan Antara
php?id=gdlhub-gdl-s1-2008- Merokok, Kayu Bakar, dan
rahdumiokt- Kondisi Rumah dengan Kejadian
7068&PHPSESSID=19ae0830da Penyakit TB Paru. [Thesis Tidak
e0b9858e02dd754109bf78. dipublikasi]. Jakarta: UI; 2006.
5. WHO. Global Tuberculosis 13. Perdana P. Faktor-faktor yang
Control page 16 (online). 2011 berhubungan dengan Kepatuhan
[updated 2011; cited 2012 22 Berobat Penderita TB Paru
Maret]; 16]. Available from: selama Pengobatan di
http://www.who.int/tb/publications/ Puskesmas Kecamatan Ciracas
global_report/2011/gtbr11_full.pdf Jakarta Timur [Skripsi Tidak
6. Mintu,Suripatty.N, Resianti D. diterbitkan]. Jakarta: UI; 2008.
Kajian Faktor Risiko Tuberkulosis 14. Munir SM. Pengamatan Pasien
Di Kabupaten Seram Bagian Tuberkulosis Paru dengan
Timur Tahun 2009. Jurnal Warta Multidrug Resistant (TB-MDR) di
Gerdunas TB. 2010;Vol.16:4. Poliklinik Paru RSUP
7. Masdalena. Pengaruh Higiene Persahabatan. J Respir
dan Sanitasi Lingkungan IndoDepartemen Pulmonologi
terhadap Kejadian Tuberculosis dan Ilmu Kedokteran Respirasi
Paru Pada Warga Binaan FKUI-RS Persahabatan Jakarta.
Pemasyarakatan di Blok Rumah 2010;30:2.
Tahanan Negara Kelas I Medan. 15. Bagoes Widjanarko PNP, Edi
Medan: Pasca Sarjana Widayat Pengaruh Karakteristik,
Universitas Sumatra Utara; 2012. Pengetahuan Dan Sikap Petugas
8. Lucia,Runggu. Analisis Beberapa Pemegang Program Tuberkulosis
Faktor Risiko Kejadian TBC Paru Paru Puskesmas Terhadap
si wilayah Kerja Puskesmas Penemuan Suspek TB Paru Di
Sidomulyo Kota Samarinda. Kabupaten Blora. Jurnal Promosi
(Thesis tidak diterbitkan): Kesehatan Indonesia. 2006;1:1.
Program Pasca Sarjana 16. Soedjono. Pengaruh kualitas
Universitas Hasanuddin Makasar; udara (debu COx, NOx, SOx)
2003. terminal terhadap gangguan
9. Ruswanto,B. Analisis spasial fungsi paru pada pedagang tetap
sebaran kasus Tuberkulosis paru terminal bus induk Jawa Tengah
ditinjau dari factor Lingkungan 2002. Semarang: UNDIP; 2002.

Rikha Nurul Pertiwi


Alumnus Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP © 2012
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT,
Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 435 - 445
Online di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm

17. Wahyu R, Tri. Hubungan kondisi 19. Kartasasmita. 2002. Pencegahan


fisik rumah dan praktik kesehatan Tuberkulosis pada Bayi dan
dengan kejadian TB Paru di Anak. Bandung : Bagian Ilmu
Puskesmas Masopati Kabupaten Kesehatan Anak FK UNPAD.
Magetan [Tidak diterbitkan].
Semarang: UNDIP; 2008.
18. Suardi. 2002. Imunologi
Tuberkulosis. Bandung : Bagian
Ilmu Kesehatan Anak FK
UNPAD.

Rikha Nurul Pertiwi


Alumnus Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP © 2012

Anda mungkin juga menyukai