Anda di halaman 1dari 14

fungsi hutan penting bagi kehidupan manusia

1. Hutan Sebagai Pabrik Oksigen Yang Diperlukan Untuk Bernapas

Hutan memiliki peranan yang besar bagi kelangsungan hidup manusia sebab
hutan merupakan Penghasil oksigen yang di butuhkan oleh manusia. Hutan pun
berfungsi untuk menyerap sebagian besar karbondioksida yang dikeluarkan oleh
manusia. Sebab terlalu banyak zat karbon bagi Bumi tentu tak baik bagi lapisan
ozon. Maka dari itu, keseimbangan alam pun tercipta ketika hutan memproduksi
oksigen dan menyedot karbondioksida, kebalikannnya dari manusia yang butuh
oksigen dan memproduksi karbondioksida.

2. Hutan Menjadi Tempat Tinggal Bagi Beraneka Ragam Hayati

Hutan yang masih lebat dan alami merupakan rumah yang nyaman bagi
keanekaragaman hayati. Hutan merupakan rumah bagi 80% spesies hewan dan
tanaman yang Kita kenali sehari-hari, Hutan hujan tropis yang memiliki luasan
wilayah paling luas di Indonesia menjadi rumah yang nyaman bagi berbagai burung
langka dan orangutan yang terancam punah. Hampir sebagian besar proses rantai
makanan berlangsung di dalam hutan.

3. Hutan Sebagai Pencegah Bencana Alam

Hutan memiliki fungsi sebagai pencegah terjadinya bencana alam seperti banjir
dan tanah longsor. Saat ini kejadian banjir dan tanah longsor yang terjadi Di
Indonesia disebabkan oleh kondisi hutan yang rusak akibat ulah manusia. akar
pohon di dalam hutan yang kuat menjadi penyerap derasnya air hujan. Hutan yang
berada di sekitar hulu akan menjadi penyerap air hujan dan akarnya menahan agar
tanah tidak labil dan menjadi bencana longsor. Jika hutan di daerah hulu sudah
hancur tidak terkendali karena penebangan liar dan keserakahan manusia lainnya,
dampak buruknya sudah terlihat. Bencana banjir terjadi berturut-turut, menerjang
kawasan hulu dan hilir sekaligus.

Fungsi Hutan

Keberadaan hutan sangat penting bagi kehidupan, karena hutan memiliki beberapa
fungsi, yaitu:

1. Fungsi orologis/mencegah erosi – fungsi hutan untuk menahan hanyutnya


bunga tanah dan mencegah erosi serta melindungi tanah lapisan atas (top
soil).
2. Fungsi hidrologis (mengatur tata air) – fungsi hutan sebagai penyimpan air
dan mengatur beredarnya air tanah atau mata air.
3. Fungsi klimatologis (mengatur iklim) – hutan berfungsi menjaga
kelembapan udara, menjaga suhu udara, agar tidak terlalu tinggi dan
mengurangi penguapan air tanah.
4. Fungsi estetika atau keindahan – fungsi hutan untuk dinikmati
pemandangannya, karena keindahan untuk rekreasi.
5. Fungsi strategis atau pertahanan – yaitu untuk keperluan pertahanan bila
terjadi perang. Hutan pertahanan negara telah ditentukan oleh Departemen
Pertahanan secara rahasia, demi kepentingan bangsa dan negara.

Fungsi hutan
Hutan mempunyai tiga fungsi, menurut pasal 6 ayat (1) UU No 41 tahun 1999 tentang
kehutanan yaitu:
 fungsi konservasi,
 fungsi lindung, dan
 fungsi produksi.

Berdasarkan tiga fungsi tersebut, pemerintah menetapkan hutan berdasarkan fungsi pokok,
yaitu hutan konservasi, hutan lindung, dan hutan produksi.
1) Hutan Konservasi
Hutan Konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi
pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Hutan
konservasi terdiri atas kawasan hutan suaka alam dan kawasan hutan pelestarian alam.
a) Hutan Suaka alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok
sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan, satwa dan ekosistemnya serta
berfungsi sebagai wilayah penyangga kehidupan. Kawasan hutan suaka alam terdiri atas
cagar alam, suaka margasatwa dan Taman Buru
b) Kawasan Hutan pelestarian alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik didarat
maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan,
pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari
sumber alam hayati dan ekosistemnya. Kawasan pelestarian alam terdiri atas taman nasional,
taman hutan raya (TAHURA) dan taman wisata alam
c. taman buru
2) Hutan Lindung
Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan
sistem penyangga kehidupan
3) Hutan Produksi
Hutan produksi adalah kawasan hutan yang diperuntukkan guna produksi hasil hutan untuk
memenuhi keperluan masyarakat pada umumnya serta pembangunan, industri, dan ekspor
pada khususnya. Hutan produksi dibagi menjadi tiga, yaitu hutan produksi terbatas (HPT),
hutan produksi tetap (HP), dan hutan produksi yang dapat dikonservasikan (HPK).
Secara umum fungsi hutan adalah untuk kehidupan Sebagai bagian dari cagar lapisan
biosfer, hutan memiliki banyak fungsi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan makhluk di
muka bumi.Tak hanya manusia, hewan dan tumbuhan pun sangat memerlukan hutan untuk
kelangsungan hidupnya.
Allah menciptakan hutan bukan sekedar melengkapi keindahan bumi-Nya, namun di sini
lah kita akan menemukan fungsi hutan yang sangat penting bagi kehidupan makhluk di muka
bumi. Ada beberapa fungsi hutan yang sangat vital bagi kehidupan makhluk di bumi,
diantaranya adalah sebagai berikut;
1. Menghasilkan Oksigen bagi Kehidupan
Hutan adalah kumpulan pepohonan yang berperan sebagai produsen oksigen. Tumbuhan
hijau akan menghasilkan oksigen dari hasil proses fotosintesis yang berlangsung di daun
tumbuhan tersebut. Dengan jumlah pepohonan yang cukup luas, tentunya hutan akan
memberikan suplay kebutuhan oksigen yang cukup besar bagi kehidupan di muka bumi ini.
Bisa Anda bayangkan bagaimana bumi ini tanpa hutan. Sebagai contoh saat kita berada di
kawasan padang tandus yang tidak ditumbuhi pepohonan hijau, apa yang Anda rasakan? Dan
setelah itu cobalah berteduh di bawah sebuah pohon yang rindang. Tentu akan terasa
jelasperbedaan suasana yang kita rasakan. Begitulah fungsi hutan sebagai penyedia oksigen
kehidupan.
2. Menyerap Karbon Dioksida
Karbon dioksida dibutuhkan oleh tumbuhan untuk proses fotosintesis.Sebuah
keseimbangan alam yang luar biasa telah Allah ciptakan untuk kehidupan manusia. Karbon
dioksida adalah gas berbahaya apabila dihirup secara berlebih oleh manusia. Sebagai contoh
Anda menghirup asap kendaraan bermotor, ini jelas akan sangat membahayakan
manusia.Namun ternyata di sisi lain tumbuhan memerlukan gas tersebut untuk menghasilkan
oksigen yang sangat dibutuhkan makhluk bumi.Keberadaan hutan yang luas di muka bumi,
akan memberikan peluang penyerapan karbon dioksida yang lebih besar. Akibatnya udara di
muka bumi akan bersih dan jumlah oksigen yang dihasilkan hutan pun akan semakin
besar.Inilah fungsi hutan yang cukup luar biasa Allah ciptakan untuk manusia.Anda tentu
masih sangat familiar dengan istilah efek rumah kaca alias pemanasan global. Inilah peran
tersebut. Gas penyebab efek rumah kaca adalah karbon dioksida (CO2).
3. Mencegah Erosi
Keberadaan kawasan hutan yang luas juga akan membantu mencegah erosi atau
pengikisan tanah. Pengikisan tanah dapat disebabkan oleh air. Hutan yang luas akan
menyerap dan menampung sejumlah air yang besar. Akibatnya banjir dan tanah longsor dapat
dikembalikan. Kawasan yang tandus dan gersang biasanya akan rawan dengan bencana
longsor. Inilah fungsi hutan yang lain dan kerap kita lupakan. Para penebang hutan secara liar
melakukan penggundulan hutan tanpa rasa tanggung jawab terhadap keselamatan bumi.
Mereka sebenarnya tak hanya berkhianat kepada banyak orang, tapi juga kepada bumi
sebagai tempat tinggal mereka.
4. Kawasan Lindung dan Pariwisata
Hutan juga berfungsi sebagai tempat untuk melindungi aneka hewan dan tumbuhan
langka. Habitat mereka dilestarikan di kawasan hutan khusus. Di samping itu hutan juga
dapat berfungsi sebagai objek penelitian, tempat wisata dan berpetualang.1[18]

Di samping itu hutan terbagi / dibagi berdasarkan fungsinya, yaitu :

1. Hutan Wisata
Hutan wisata adalah hutan yang dijadikan suaka alam yang ditujukan untuk
melindungi tumbuh-tumbuhan serta hewan / binatang langka agar tidak musnah /
punah di masa depan. Hutan suaka alam dilarang untuk ditebang dan diganggu dialih
fungsi sebagai buka hutan. Biasanya hutan wisata menjadi tempat rekreasi orang dan
tempat penelitian.

2. Hutan Cadangan
Hutan cadangan merupakan hutan yang dijadikan sebagai lahan pertanian dan
pemukiman penduduk. Di pulau jawa terdapat sekitar 20 juta hektar hutan cadangan.

3. Hutan Lindung
Hutan lindung adalah hutan yang difungsikan sebagai penjaga ketaraturan air dalam
tanah (fungsi hidrolisis), menjaga tanah agar tidak terjadi erosi serta untuk mengatur
iklim (fungsi klimatologis) sebagai penanggulang pencematan udara seperti C02
(karbon dioksida) dan C0 (karbon monoksida). Hutan lindung sangat dilindungi dari
perusakan penebangan hutan membabibuta yang umumnya terdapat di sekitar lereng
dan bibir pantai.

4. Hutan Produksi / Hutan Industri


Hutan produksi yaitu adalah hutan yang dapat dikelola untuk menghasilkan sesuatu
yang bernilai ekonomi. Hutan produksi dapat dikategorikan menjadi dua golongan
yakni hutan rimba dan hutan budidaya. Hutan rimba adalah hutan yang alami
sedangkan hutan budidaya adalah hutan yang sengaja dikelola manusia yang biasanya
terdiri dari satu jenis tanaman saja. Hutan rimba yang diusahakan manusia harus
menebang pohon denga sistem tebang pilih dengan memilih pohon yang cukup umur
dan ukuran saja agar yang masih kecil tidak ikut rusak.

Manfaat hutan

manfaat Hutan Bagi Kehidupan Manusia

 Menyediakan oksigen O2 – Dengan jumlah pepohonan yang banyak,


tentunya hutan akan memberikan suplay kebutuhan oksigen yang cukup
besar bagi kehidupan di muka bumi ini.
 Menyerap karbon dioksida (CO2) – Keberadaan hutan yang luas di muka
bumi akan memberikan peluang penyerapan karbon dioksida yang lebih
besar. Carbon dioksida adalah gas yang berbahaya apabila dihirup secara
berlebih oleh manusia.
 Untuk mencegah erosi – Keberadaan kawasan hutan yang luas juga dapat
membantu mencegah erosi atau pengikisan tanah. Pengikisan tanah dapat
disebabkan oleh air.
 Pelestarian Plasma Nutfah – Plasma nutfah merupakan bahan baku yang
penting untuk pembangunan di masa depan, terutama di bidang pangan,
sandang, papan, obat-obatan dan industri. Penguasaannya merupakan
keuntungan komparatif yang besar bagi Indonesia di masa depan.
 Mengatasi Penggenangan – Daerah rendah yang sering digenangi air perlu
ditanami dengan jenis tanaman yang mempunyai kemampuan
evapotranspirasi yang tinggi.
 Pelestarian Air Tanah – Jika hujan lebat terjadi, maka air hujan akan turun
masuk meresap ke lapisan tanah yang lebih dalam menjadi air infiltrasi dan
air tanah dan hanya sedikit yang menjadi air limpasan.
 Iklim – Hutan adalah pertahanan alami terhadap perubahan iklim,
menghilangkan gas karbon dioksida rumah kaca dan menghasilkan oksigen.
Hal ini membantu dalam memurnikan atmosfer dan mengendalikan kenaikan
suhu.
 Keanekaragaman Hayati – Hutan mengandung berbagai keanekaragaman
hayati yang lebih besar daripada ekosistem lainnya di bumi. Berbagai macam
pohon dan tanaman yang ditemukan di hutan tropis terdiri dari
keanekaragaman hayati sangat intensif. Keanekaragaman hayati ini menjadi
penting, apalagi tiap spesies saling bergantung telah berevolusi selama
jutaan tahun untuk berinteraksi dan berkembang.[2]

Jenis jenis hutan

Macam/Jenis Hutan Di Indonesia Dan Fungsi Hutan Untuk Kehidupan Di Muka Bumi
Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki hutan yang luas di dunia. Luas hutan
tersebut dulu mencapai 113 juta hektar dan terus berkurang drastis akibat kebodohan oknum
pemerintah dan penjahat yang selalu haus uang dengan membabat dan menggunduli hutan
demi mendapat keuntungan yang besar tanpa melihat dampak bagi lingkungan global.
Berikut di bawah ini adalah pembagian macam-macam / jenis-jenis hutan yang ada di
Negara Kesatuan Republik Indonesia disertai arti definisi dan pengertian :

1. Hutan Bakau
Hutan bakau adalah hutan yang tumbuh di daerah pantai berlumpur. Contoh : pantai
timur kalimantan, pantai selatan cilacap, dll.

2. Hutan Sabana
Hutan sabana adalah hutan padang rumput yang luas dengan jumlah pohon yang
sangat sedikit dengan curah hujan yang rendah. Contoh : Nusa tenggara.

3. Hutan Rawa
Hutan rawa adalah hutan yang berada di daerah berawa dengan tumbuhan nipah
tumbuh di hutan rawa. Contoh : Papua selatan, Kalimantan, dsb.

4. Hutan Hujan Tropis


Hutan hujan tropis adalah hutan lebat / hutan rimba belantara yang tumbuh di sekitar
garis khatulistiwa / ukuator yang memiliki curah turun hujan yang sangat tinggi.
Hutan jenis yang satu ini memiliki tingkat kelembapan yang tinggi, bertanah subur,
humus tinggi dan basah serta sulit untuk dimasuki oleh manusia. Hutan ini sangat
disukai pembalak hutan liar dan juga pembalak legal jahat yang senang merusak hutan
dan merugikan negara trilyunan rupiah. Contoh : hutan kalimantan, hutan sumatera,
dsb.

5. Hutan Musim
Hutan musim adalah hutan dengan curah hujan tinggi namun punya periode musim
kemarau yang panjang yang menggugurkan daun di kala kemarau menyelimuti hutan.

SEJARAH HUKUM KEHUTANAN DI INDONESIA

A. Sejarah hukum kehutanan di Indonesia


Pembahasan perkembangan hukum kehutanan Indonesia dapat dikategorikan
dalam tiga historika, yaitu pengaturan kehutanan sebelum penjajahan, masa
penjajahan Pemerintah Hindia Belanda, dan masa setelah kemerdekaan.
1. Sebelum Penjajahan
Pada masa sebelum penjajahan Belanda, persoalan kehutanan diatur oleh hokum
adat masing-masing komunitas masyarakat. Sekalipun pada masa itu tingkat
kemampuan tulis baca anggota masyarakatnya masih rendah, tetapi dalam setiap
masyarakat tersebut tetap ada hukum yang mengaturnya. Von Savigny mengajarkan
bahwa hukum mengikuti jiwa/semangat rakyat (volkgeist) dari masyarakat tempat
hukum itu berlaku. Karena volkgeist masing-masing masyarakat berlainan, maka
hukum masing-masing masyarakat juga berlainan.2[3] Hukum yang dimaksudkan
dan dikenal pada masa itu adalah hokum adat. Iman Sudiyat menyimpulkan, Hukum
Adat itu hukum yang terutama mengatur tingkah laku manusia Indonesia dalam
hubungannya satu sama lain, baik berupa keseluruhan kelaziman, kebiasaan dan
kesusilaan yang benar-benar hidup dalam masyarakat adat karena dianut dan
dipertahankan oleh anggota-anggota masyarakat itu, maupun yang merupakan
keseluruhan peraturan yang mengenal sanksi atas pelanggaran dan yang ditetapkan
dalam keputusan-keputusan para penguasa adat.3[4]
Era zaman sebelum masuknya pengaruh asing (Zaman Malaio Polinesia),
kehidupan masyarakat di nusantara ini mengikuti adat istiadat yang dipengaruhi oleh
alam yang serba kesaktian.4[5] Alam kesaktian tidak terletak pada alam kenyataan
yang dapat dicapai dengan pancaindera, melainkan segala sesuatunya didasarkan
pada apa yang dialami menurut anggapan semata-mata terhadap benda kesaktian,
paduan kesaktian, sari kesaktian, sang hyiang kesaktian, dan pengantara
kesaktian.5[6] Pada masa itu, pengantara kesaktian memiliki peran penting dalam
kehidupan masyarakatnya, termasuk dalam proses menemukan dan memberikan
hukuman.
Sedangkan pada zaman Hindu, tepatnya dimasa Raja Tulodong, Kerajaan
Mataram yang meliputi wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan ibukotanya
Medang (di Grobongan). Raja tersebut pernah mengeluarkan titah pada tahun 919
M yang mengatur hak raja atas tanah, bahwa tanah hutan yang diperlukan raja
ditentukan oleh raja sendiri batasnya, tetapi apabila menyangkut tanah sawah hak
milik rakyat maka raja harus membelinya lebih dahulu.6[7] Hemat kami, inilah awal
mulanya pengakuan resmi bahwa hutan dan segala isinya berada di bawah
kekuasaan raja. Sejak masa tersebutlah dikenal istilah hutan kerajaan, yang
kemudian terus populer di sebagian besar wilayah nusantara.

Berbeda halnya dengan di Aceh, setelah masuknya Agama Islam pada tahun
1078 M di Peurlak dan Kerajaan Pasai, maka semua tatanan kehidupan
masyarakatnya dipengaruhi oleh ajaran agama Islam, termasuk tatanan hukumnya.
Hak tertinggi dalam penguasaan tanah dan hutan di Aceh bukanlah pada raja,
melainkan pada Allah yang Maha Kuasa. Semua tanah dan hutan dalam wilayah
kemukiman di Aceh selama belum berada dalam kekuasaan seseorang dinamakan
tanoh hak kullah (hak Allah) atau uteun poeteu Allah. Setiap orang warga
masyarakatnya dapat dengan leluasa menebang kayu sekedar untuk bahan
perumahannya, mengambil hasil hutan, berburu binatang dan mencari ikan. Apabila
hal ini dilakukan sebagai mata pencaharian maka ada kewajiban memberikan
sebagian hasil untuk desanya.7[8]

2. Masa Penjajahan
Didalam masa penjajahan terdapat 3 (tiga) masa antara lain:
a. Masa Penjajahan oleh VOC (1602 – 1799)
Sebelum dijajah oleh Pemerintah Hindia Belanda, nusantara ini, terutama Jawa
dan Madura, berada dibawah penjajahan Verenigde Oost Indische Compagnie
(VOC), yang lebih populer dengan sebutan kompeni. Kompeni ini melakukan
penjajahan untuk mendapatkan komoditas dagang dengan biaya dan harga murah.
Selain rempah-rempah, lada dan kopi, hasil hutan pun, terutama kayu jati Jawa juga
menjadi andalan komoditi perdagangan mereka.Pada masa sebelum VOC berkuasa
(1619), para raja di Jawa masih mempunyai kekuasaan dan kepemilikan atas tanah
dan hutan di wilayah pemerintahannya. Raja mendistristribusikan tanah kepada
pegawai-pegawai istana untuk membiayai kegiatan mereka dan sebagai pengganti
gaji yang harus diterimanya. Tanah yang dibagikan oleh raja dan pejabat-pejabat
istana kepada penduduk berfungsi sebagai sumber pendapatan dan sumbangan
tenaga kerja untuk kerajaan.8[9] Pada waktu VOC mulai terlibat dalam kegiatan
penebangan kayu (timberm extraction), para pekerja dari penduduk desa sekitar
hutan sudah mempunyai ketrampilan yang tinggi. Karenanya, VOC tinggal mengatur
dan memanfaatkan ketrampilan penduduk tersebut untuk meningkatkan intensitas
penebangan kayu agar lebih banyak uang yang diperoleh VOC.
Sejak tahun 1620 kompeni mengeluarkan larangan penebangan kayu tanpa izin,
dan diadakan pemungutan cukai atas kayu dan hasil hutan. Besarnya cukai
dimaksud adalah sepuluh persen (10%). Pada tanggal 10 Mei 1678, kompeni
memberikan izin kepada saudagar Cina yang bernama Lim Sai Say untuk
menebang kayu di seluruh daerah sekitar Betawi, dan mengeluarkannya dari hutan
untuk keperluan kota, asal membayar cukai
sepuluh persen. Sekitar tahun 1760, hutan daerah Rembang sebagian besar sudah
ditebang habis oleh kompeni. Kemudian kompeni memerintahkan orang-orangnya
dari Rembang untuk menebang kayu di Blora, daerah kekuasaan susuhunan. Pada
masa itu, kompeni menganggap bahwa sumber daya alam (hutan dan semua
lahannya), baik yang diperolehnya karena penaklukan atau karena perjanjian adalah
menjadi kepemilikannya. Suatu keputusan yang dicantumkan dalam Plakat tanggal 8
September 1803, yang
berlaku untuk daratan dan pantai pesisir Timur Laut Pulau Jawa mulai dari Cirebon
msampai ke pojok Timur, yang menegaskan bahwa semua hutan kayu di Jawa
harus dibawah pengawasan kompeni sebagai hak milik (domein) dan hak istimewa
raja dan para pengusaha (regalita). Tidak seorang pun, terutama terhadap hutan
yang sudah diserahkan oleh Raja kepada kompeni, boleh menebang kayu, apalagi
menjalankan suatu tindakan kekuasaan. Kalau larangan ini dilanggar, maka
pelanggarnya akan dijatuhi hukuman badan.9[10]Dari gambaran historis di atas,
dapat dikemukakan beberapa hal. Pertama, sejak menguatnya kekuasaan VOC di
Jawa telah menimbulkan implikasi pada beralihnya
pemilikan dan penguasaan (domein) terhadap tanah (lahan) dari domein raja
menjadi domeinnya kompeni. Raja tak lagi berdaya atas wilayah hutan dalam
kerajaannya.Namun pun demikian, hasil hutan berupa kayu masih dapat
diperuntukkan bagi kepentingan raja dan bupati. Sedangkan rakyat jelata, tidak ada
lagi hak atas hutan disekitarnya (gemeente).
Kedua, pada masa kompeni sudah ada peraturan dan penerapan hukum kehutanan
bagi masyarakat. Pemberlakuan hukum kehutanan pada masa itu lebih diutamakan
untuk kepentingan kompeni dalam mengeksploitasi dan mengeksplorasi sumber
daya alam.Pada waktu itu ada anggapan, bahwa hak rakyat atas hutan jati hanya
dilimpahkan kepada kelompok orang tertentu, tidak kepada setiap orang. Hal ini
seperti tertuang dalam Plakat tanggal 30 Oktober 1787 yang memberi izin kepada
awak hutan (boskhvolkenen), yang bekerja sebagai penebang kayu untuk
kepentingan kompeni.
Ketiga, merujuk pada Surat Keputusan Kompeni tanggal 10 Mei 1678 tentang
pemberian izin menebang kayu kepada saudagar Cina, dapatlah dipahami bahwa
sejak pemerintahan zaman kompeni sudah ada kolaborasi antara etnis Cina dengan
para penguasa dalam hal eksploitasi sumber daya hutan, terutama kayu. Mengingat
telah terlalu lama etnis Cina berkiprah dalam bidang perhutanan, maka wajar saja
kalau sebagian besar izin HPH (hak pemanfaatan hasil hutan) dipegang oleh
kelompok mereka hingga sekarang ini.Banyaknya kasus kerusakan hutan di
berbagai daerah di nusantara ini, terindikasi kuat akibat ulah para pengusaha
tersebut, yang senyatanya dikuasai oleh kalangan nonpribumi. Karena hutan tempat
resapan air telah digunduli, maka pribumi, masyarakat adat di pedesaan dan
kelompok marginal perkotaan seringkali harus menjadi korban banjir.

Keempat, yang penting dikemukakan dalam konstelasi hukum kita, adalah


musnahnya hak ulayat (wewengkon) atas penguasaan hutan desa oleh masyarakat
desa di Jawa selama penjajahan VOC. Hutan di wewengkon desa tertentu hanya
boleh ditebang atau dimanfaatkan oleh warga dari desa yang bersangkutan. Orang
dari desa lain, kalau hendak mengambil kayu dari hutan, harus minta izin kepada
demang (petinggi) desa tersebut.

b. Masa Penjajahan Hindia Belanda (1850 – 1942)


Sekalipun pengaturan dalam bentuk peraturan tertulis tentang kehutanan sudah
ada sejak berkuasanya VOC. Tetapi secara lebih meluas, momentum awal
pembentukan hukum tentang kehutanan di Indonesia, dapat dikatakan dimulai sejak
tanggal 10 September 1865, yaitu dengan diundangkannya pertama sekali
Reglemen tentang Hutan (Boschreglement) 1865. Reglemen ini merupakan awal
mula adanya pengaturan secara tertulis upaya konservasi sumber daya hayati.
10[11]

c. Masa penjajahan Jepang (1942-1945)


Begitu menduduki kepulauan nusantara dan mengusir kekuasaan
kolonial Belanda yang telah menanamkan pengaruh berabad-abad lamanya,
Pemerintah Militer Jepang membagi daerah yang didudukinya ini menjadi 3 (tiga)
wilayah komando, yaitu (1) Jawa dan Madura, (2) Sumatera, dan (3) Indonesia
bagian Timur. Pada tanggal 7 Maret 1942 Pemerintah Militer Jepang mengeluarkan
Undang-undang (Osamu Sirei) Tahun 1942 Nomor 1 yang berlaku untuk Jawa dan
Madura, dimaklumatkan bahwa seluruh wewenang badan-badan pemerintahan dan
semua hukum serta peraturan yang selama ini berlaku, tetap dinyatakan berlaku
kecuali apabila bertentangan dengan Peraturanperaturan Militer Jepang.11[12]
Berdasarkan maklumat di atas, jelas bahwa semua hukum dan undang-undang yang
berlaku pada masa kolonial Pemerintahan Hindia Belanda tetap diakui sah oleh
Pemerintah Militer Jepang, sebagai penjajah berikutnya. Sehubungan dengan
pemberlakuan Osamu Sirei Tahun 1942 Nomor 1 tersebut, maka dalam bidang
hokum kehutanan tetap berlaku ketentuan yang sudah ada pada masa kolonial
Belanda, yaitu Boschordonantie atau Ordonansi Hutan 1927 beserta dengan
berbagai peraturan pelaksanaannya (Boschverordening 1932)
3. Masa setelah kemerdekaan
Dalam masa ini terbagi menjadi 3 masa, yaitu :
a) Masa Pemerintahan Orde Lama (1945 –1965)
Perkembangan hukum di Indonesia dalam era pergolakan, antara tahun 1945-
1950 menurut Soetandyo Wignyosoebroto, mengalami sedikit komplikasi.
Runtuhnya kekuasaan Jepang pada akhir Perang Pasifik segera saja “mengundang
pulang” kekuasaan Hindia Belanda yang mengklaim dirinya secara de jure sebagai
penguasa politik satu-satunya yang sah di nusantara ini. Kekuasaan Republik
Indonesia tidaklah diakuinya, kecuali kemudian diakui secara de facto.12[13]
Di daerah-daerah bekas kekuasaan Hindia Belanda – yang telah menamakan
dirinya Indonesia – hukum warisan kolonial Hindia Belanda, termasuk hukum
tentang kehutanan diteruskan berlakunya, tanpa perlu membuat aturan-aturan
peralihan macam apapun.Produk perundang-undangan Pemerintah Militer Jepang
dinyatakan tidak lagi berlaku.

b) Masa Pemerintahan Orde Baru (1966 – 1998)


Tak lama setelah Rezim Orde Baru berkuasa, tanggal 24 Mei 1967 diundangkan
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Kehutanan (UUPK). Berlakunya UUPK produk bangsa Indonesia ini dimaksudkan
demi kepentingan nasional, dan sekaligus pula mengakhiri keberlakuan
Boschordonantie 1927 yang telah berlaku selama 40 tahun lamanya
c) Masa Pemerintahan Reformasi (1998 – 2006)
Rezim Reformasi berupaya menata kehidupan berbangsa dan bernegara dengan
melakukan reformasi konstutisi, reformasi legislasi, dan reformasi birokrasi. Sebagai
dampak dari reformasi legislasi, maka banyak peraturan perundang-undangan
produk Orde Baru yang diganti dan disesuaikan dengan semangat reformasi. Salah
satunya adalah dicabut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-
ketentuan Pokok Kehutanan, yang diganti dengan diundangkannya Undang-undang
Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (UUK).

Tujuan Hukum kehutanan


Tujuan hokum kehutanan adalah melindungi, memanfaatan, dan melestarikan hutan agar
dapat berfungsi dan memberikan manfaat bagi kesejahteraan rakyat secara lestari.Hukum
kehutanan mempunyai sifat khusus (lex specialis) karena hokum kehuatan ini hanya
mengatur hal-hal yang berakaitan dengan hutan dan kehutanan.Apabila ada peraturan
perundang-undangan lainnya yang mengatur materi yang bersangkutan dengan hutan dan
kehutanan maka akan diberlakukan lebih dahulu adalah hokum kehutanan.Oleh karena itu,
hokum hokum kehutanan disebut sebagai lex specialis, sedangkan hokum lainnya seprti
agraria dan hokum lingkungan sebagai hokum umum (lex specialis derogate legi generalis)
Asas asas hokum kehutanan

Sebelum membicarakan asas hokum kehutanan perlu dikemukakan pengertian asas


hokum.Menurut Van Eikema homes asas hokum itu tidak boleh dianggap sebagai norma
hokum konkret.Akan tetapi perlu dipandang sebagai dasar umum atau petunjuk bagi hokum
yang berlaku.Pembentukan hokum praktis perlu beroreintasi pada asas hokum
tersebut.Dengan kata lain, asas hokum ialah dasar atau petunjuk arah dalam pembentukan
hokum positif.13[16]
Asas bukanlah kaedah hokum yang konkrit melainkan merupakan latar belakang
peraturan yang konkrit dan bersifat konkrit dan bersifat umum atau abstrak,.Pada umumnya
asas peraturan yang konkrit dan yang dalam peraturan hokum konkrit14[17]
Untuk menemukan asas-asas hokum tersebut harus dicari sifat umum dalam kaidah atau
peraturan konkrit.Hal ini berarti menunjuk pada kesamaan yang terdapat dalam ketentuan
yang konkrit itu.Dari hasil analisis terhadap berbagai peraturan prundang-undangan
kehutanan, dapat dikemukakan asas hokum kehutanan yang paling menonjol antara lain:
a) Asas Manfaat
Asas manfaaat mengandung makna bahwa pemanfaaatan sumber daya hutan harus dapat
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya untuk keakmuran rakyat banyak(lihat pasal 13
ayat (1) UU No 5 tahun 1967).
b) Asas kelestarian
Asas kelestarian mengandung pengertian bahwa pemanfaatan sumber daya hutan harus
senantiasa memperhatikan kelestarian sumber daya alam hutan agar mampu memberiakan
manfata yang terus-menerus(lihat pasal 13 ayat (2) UU no % tahun 1967 jo. Pasal 3 peraturan
pemerintah nomor 7 tahun 1990 Hak pengusahaan hokum tanaman industri).tujuan asas
kelestarian hutan adalah:
 Agar tidak terjadi penurunan atau kekosongan produksi (production gap) dari jenis kayu
pergangan (commercial treepecies) pada rotasi(cutting cycle) yang berikut dan seterusnya
 Untuk penyelamatan tanah dan air (soil and water)
 Unutk perlindungan alam

c) Asas Perusahaan
Asas perusahaan adalah pengusaha harus mampu memberikan keuntungan financial yang
layak(lihat pasal 13 ayat(2) UU nomor 5 tahun 1967 jo peraturan pemerintah nomor 7 tahun
1990

d) Asas Perlindungan hutan


Asas perlindungan hutan adalah suatu asas yang setiap orang atau badan hokum harus ikut
berperan serta untuk mencegah dan membatasi kerusakan hutan dan hasil hutan yang
disebabkan oleh perbuatan manusia.

Status hutan
Menurut pasal 5 UU No 41 1999 tentang kehutanan, Hutan berdasarkan statusnya terdiri
dari:
 hutan Negara yaitu hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah.
 hutan hak yaitu hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah. Hak atas tanah,
misalnya hak milik (HM), Hak Guna Usaha (HGU), dan hak guna bangunan (HGB).

Anda mungkin juga menyukai