PENDAHULUAN
Jadi, atresia ani adalah kelainan kongenital anus dimana anus tidak
mempunyai lubang untuk mengeluarkan feses karena terjadi gangguan pemisahan
kloaka yang terjadi saat kehamilan. Walaupun kelainan lubang anus akan mudah
terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan
yang cermat atau pemeriksaan perineum.
1
BAB II
ATRESIA ANI
2.1. DEFINISI
Atresia berasal dari bahasa Yunani yaitu “a” yang berarti tidak ada dan
trepsis yang berarti makanan atau nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia adalah
suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal atau organ
tubular secara kongenital yang disebut juga clausura. Dengan kata lain tidak
adanya lubang di tempat yang seharusnya berlubang atau buntunya saluran atau
rongga tubuh, hal ini bisa terjadi karena bawaan sejak lahir atau terjadi kemudian
karena proses penyakit yang mengenai saluran itu.2
2
ascenden sampai pertengahan kolon transversum. Hindgut meluas dari midgut
hingga ke membran kloaka, membran ini tersusun dari endoderm kloaka, dan
ektoderm dari protoderm / analpit . Hindgut membentuk sepertiga distal dan kolon
tranversum , kolon desenden, sigmoid, rektum, bagian atas kanalis ani. Endoderm
hindgut ini juga membentuk lapisan dalam kandung kemih dan uretra. Bagian
akhir hindgut bermuara ke dalam kloaka, suatu rongga yang dilapisi endoderm
yang berhubungan langsung dengan ektoderm permukaan. Daerah pertemuan
antara endoderm dan ektoderm membentuk membrana kloaka.4
3
normal. Sedangkan otot sfingter eksternus dan internus dapat tidak ada atau
rudimenter.3
Daerah batas rektum dan kanalis analis ditandai dengan perubahan jenis
epitel.Perubahan jenis epitel yang terjadi adalah dari kolumner ke stratified
squamous cell. Perubahan jenis epitel ini terletak pada linea dentata atau biasa
disebut garis anorektum, garis mukokutan, atau linea pektinata. Di daerah ini
terdapat kripta anus dan muara kelenjar anus antara kolumna rektum. Infeksi yang
terjadi di daerah ini dapat menimbulkan abses sehingga anorektum dapat
membentuk fistel. Kanalis analis dan kulit luar di sekitarnya kaya akan persarafan
4
sensoris somatik dan peka terhadap rangsangan nyeri, sedangkan mukosa rektum
mempunyai persarafan autonom dan tidak peka terhadap nyeri. (3,4)
Cincin sfingter anus melingkari kanalis analis dan terdiri dari sfingter
interna dan sfingter eksterna. Sisi posterior dan lateral cincin ini terbentuk dari
fusi sfingter interna, otot longitudinal, bagian tengah dari otot levator
(puborektalis), dan komponen muskulus sfingter eksternus. Muskulus sfingter
internus terdiri atas serabut otot polos, sedangkan muskulus sfingter eksternus
terdiri atas serabut otot lurik. (3,4)
Pada bayi normal, terdapat susunan otot serat lintang yang berfungsi
membentuk bangunan seperti cerobong yang melekat pada os. Pubis, bagian
bawah sakrum, dan bagian tengah pelvis. Ke arah medial otot-otot ini membentuk
diafragma yang melingkari rektum, menyusun ke bawah sampai kulit perineum.
Bagian atas bangunan cerobong ini dikenal sebagai muskulus levator dan bagian
terbawah adalah muskulus sfingter eksternus. Pembagian secara lebih rinci dari
struktur cerobong ini adalah muskulus ischiococcygeus, illeococcygeus,
pubococcygeus, puborectalis, deep external, sfingter eksternus dan superficial
external sphinter. Muskulus sfingter eksternus merupakan serabut otot parasagital
yang saling bertemu di depan dan belakang anus. Bagian di antara muskulus
levator dan sfingter eksternus disebut muscle complex atau vertical fiber. 4
Di dalam kolon tidak terjadi pencernaan. Sisa makanan yang tidak dicerna
di dorong ke bagian belakang dengan gerakan peristaltik. Air dan garam mineral
diabsorbsi kembali oleh dinding kolon yaitu kolon ascendens. Sisa makanan
berada pada kolon selama 1 sampai 4 hari.3
5
Pada waktu pembusukan dibantu oleh bacteria E. Coli. Selanjutnya
dengan gerakan peristaltik, sisa makanan terdorong sedikit demi sedikit ke tempat
penampungan tinja yaitu di rektum. Apabila lambung dan usus halus telah terisi
makanan kembali akan merangsang kolon untuk melakukan defekasi (reflek
gastrokolik). Peregangan rektum oleh feses akan mencetuskan kontraksi reflek
otot-otot rektum dan keinginan BAB, pada saat tekanan rektum meningkat sampai
sekitar 18 mmHg.3
Vaskularisasi anorektal
6
kanan dan ke kiri dinding pada bagian tengah rektum, kemudian turun ke
lineadentata. Arteri hemoroidalis media merupakan cabang dari arteri illiaca
interna. Arteri hemoroidalis inferior merupakan cabang dari arteri pudenda
interna, ia berjalan di medial dan vertikal untuk mensuplai kanalis analis di bagian
distal dari linea dentata. 3
7
Persarafan
Sistem Limfatik
2.3. EPIDEMIOLOGI
8
2.4. ETIOLOGI
Etiologi secara pasti dari atresia ani belum diketahui, namun ada sumber
mengatakan bahwa kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan
pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Menurut
penelitian beberapa ahli, diduga faktor genetik berpengaruh terhadap terjadinya
atresia ani, namun masih jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif yang menjadi
penyebab atresia ani. Orang tua yang mempunyai gen carrier penyakit ini
mempunyai peluang sekitar 25% untuk diturunkan pada anaknya saat kehamilan.
30% anak yang mempunyai sindrom genetik, kelainan kromosom, atau kelainan
kongenital lain juga berisiko untuk menderita atresia ani, contohnya adalah
penderita Down Syndrome.
Sebanyak 60% pasien dengan atresia ani dapat disertai dengan beberapa
kelainan kongenital saat lahir yang disebut dengan Sindroma VACTERL
(Vertebrae,vAnal, Cardial, Tracheoesophageal, Renal, Limb). Kelainan yang ada,
yaitu1:
1. Kelainan pada sistem kardiovaskular
- Atrial Septal Defect
- Patent Ductus Arteriosus
- Tetralogy of Fallot
- Ventricular Septal Defect
2. Kelainan sistem pencernaan
9
- Obstruksi duodenal
- Kelainan tracheoesophageal
Kelainan yang sering terjadi adalah atresia esofagus.
3. Kelainan sistem perkemihan
Kelainan ini merupakan kelainan yang paling sering terjadi, dan terdapat pada
50% pasien dengan atresia ani. Refluk vesikoureter dan hidronefrosis
merupakan kondisi yang paling sering terjadi, namun juga dapat terjadi renal
agenesis, horseshoe, dan dysplastic.Semakin tinggi letak anomali yang ada,
maka semakin besar frekuensi terjadinya abnormalitas urologi. [1,8]
4. Kelainan tulang belakang
- Hemivertebrae
- Skoliosis
- Syringomyelia
- Spinal lipoma
- Myelomeningocele
Tidak adanya dua atau lebih vertebrae berhubungan dengan prognosis yang
buruk terhadap kontinensia dari usus dan vesica urinaria. [8]
2.5. KLASIFIKASI
10
Pada kelompok ini, tidak ada mekanisme apapun untuk menghasilkan
dekompresi spontan kolon, sehingga memerlukan beberapa bentuk intervensi
bedah segera.(1,3)
Gambar 5. Anomali letak rendah pada laki-laki, perineal fistula midline raphe
11
Gambar 6. Fistula vestibular, pada fistula dimasukkan sebuah kateter
Tipe Atresia Ani berdasarkan letak menurut Stephens dan Smith (1984)
yaitu :
1. High / tinggi (Supra levator).
2. Intermediate / sedang (sebagian translevator).
12
3. Low / rendah (fully translevator).
Cloaca
Melbourne
Melbourne membagi atresia ani berdasarkan garis pubococcygeus dan
garis yang melewati ischii:
1. Letak tinggi, rektum berakhir diatas muskulus levator ani (muskulus
pubococcygeus).
2. Letak intermediet, akhiran rektum terletak di muskulus levator anitetapi tidak
menembusnya. Lesung anal dan sfingter eksternal berada pada posisi yang
normal.
3. Letak rendah, akhiran rektum berakhir di bawah muskulus levator ani. [4]
Laki-laki
1. Fistula perineal
13
Fistula perineal adalah kelainan yang paling sederhana yang dapat terjadi baik
pada pria maupun wanita. Pasien memiliki lubang kecil yang terletak pada
perineum anterior ke pusat sfingter eksternal, dekat dengan skrotum pada pria
atau vulva pada wanita.Pasien ini biasanya memiliki sakrum yang baik, alur
garis tengah, dan lesung anal. Frekuensi kerusakan organ lain terkait yang
mempengaruhi sekitar 10%. Diagnosis ditetapkan oleh inspeksi perineum
sederhana, tetapi sering kali diagnosis ini terlewatkan karena pemeriksaan
neonatal yang kurang memadai.Keterlambatan diagnosis mungkin memiliki
dampak signifikan yaitu obstipasi.10
2. Fistula rektouretral
Dalam fistula rektouretral,rektum berkomunikasi dengan bagian bawah uretra
(uretra bulbar) atau bagian atas dari uretra (uretra prostat).Mekanisme sfingter
pada umumnya baik, tetapi pada sebagian pasien memiliki otot-otot perineal
dan perineum datar. Sakrum juga memiliki derajat perkembangan yang
berbeda, terutama dalam kasus fistula rektouretral prostat. Sebagian besar
pasien memiliki sakrum yang kurang berkembang, perineum yang datar,
skrotum terpecah menjadi dua belah, dan letak lesung anal sangat dekat
dengan skrotum.10
14
Gambar 8. Fistula rektouretral
15
Kelainan ini memiliki karakteristik yang sama pada kedua jenis kelamin.
Anus yang tertutup biasanya ditemukan 2 cm diatas kulit perineum.Sakrum
dan mekanisme sfingter pada umumnya berkembang dengan baik.Prognosis
pada umumnya juga baik.Kelainan ini sering dikaitkan dengan sindrom
down.10
5. Atresia rektum
Kelainan ini merupakan kelainan yang jarang terjadi, yaitu hanya 1% dari
anomali anorektal. Karakteristik pada kedua jenis kelamin sama. Gambaran
yang unik dari kelainan ini yaitu bahwa pasien memiliki lubang anus yang
normal dan anus yang normal.Sebuah halangan terdapat sekitar 2cm diatas
permukaan kulit.Prognosis fungsionalnya sangat baik karena memiliki
sfingter yang normal dan sensasi yang normal. 10
Perempuan
1. Fistula vestibular
Kelainan ini merupakan kelainan yang sering pada wanita. Rektum terbuka
didepan alat kelamin wanita diluar selaput dara. Pasien sering disalahartikan
sebagai fistula rektovaginal. Prognosis fungsionalnya baik, sakrum biasanya
normal, alur garis tengah perineum, dan lesung anal yang semuanya
menunjukkan mekanisme sfingter masih utuh. 10
16
2. Kloaka persisten
Dalam kasus kloaka persisten, rektum, vagina, dan saluran kemih bertemu
dalam satu saluran tunggal. Perineum memperlihatkan suatu lubang tunggal
tepat dibelakang klitoris. Panjang saluran ini bervariasi antara 1-10 cm,
panjang dari saluran ini menunjukkan suatu prognosis. Pasien dengan saluran
dengan panjang <3cm pada umumnya sakrum dan sfingter berkembang
dengan baik. Pasien dengan panjang saluran >3cm sering kali menunjukkan
kelainan yang lebih kompleks dengan sakrum dan sfingter yang kurang
berkembang dengan baik. Pasien dengan kloaka persisten merupakan suatu
kedaruratan urologi karena 90% memiliki kelainan urologi. Sebelum
dilakukan kolostomi, diagnosis urologi harus segera ditegakkan untuk
dekompresi saluran kemih. 10
17
2.6. PATOFISIOLOGI
18
maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperkloremia, sebaliknya
feses mengalir ke arah traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang. Pada
keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara rektum dengan organ
sekitarnya. 4
2.7. DIAGNOSIS
Pasien dengan atresia ani biasanya berada dalam kondisi yang stabil dan
diagnosisnya segera tampak setelah kelahiran. Cara penegakkan diagnosis adalah
semua bayi yang lahir harus dilakukan pemasukan termometer melalui anusnya,
tidak hanya untuk mengetahui suhu tubuh, tapi juga untuk mengetahui apakah
terdapat atresia ani atau tidak.Selain itu juga diperlukan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjangsecara cermat. 1
A. Anamnesis
Manifestasi klinis yang terjadi pada atresia ani adalah kegagalan lewatnya
mekonium setelah bayi lahir, tidak ada atau stenosis kanal rektal, adanya
membran anal, dan fistula eksternal pada perineum.
19
Gejala yang menunjukan terjadinya atresia ani terjadi dalam waktu 24-48
jam. Gejala itu antara lain:10
- Tidak dapat atau mengalami kesulitan mengeluarkan mekonium (tidak bisa
buang air besar sampai 24 jam setelah lahir).
- Perut membuncit dan pembuluh darah di kulit abdomen terlihat menonjol.
Perut kembung biasanya terjadi antara empat sampai delapan jam setelah
lahir.
- Muntah (cairan muntahan dapat berwarna hijau karena cairan empedu atau
juga berwarna hitam kehijauan karena cairan mekonium).
Adapun perbedaan gejala klinis antara anomali letak rendah dan letak tinggi,
yaitu:
- Obstruksi usus halus letak tinggi memiliki gejala muntah lebih dahulu dan
dehidrasi yang sangat cepat.
- Obstruksi usus halus letak rendah, nyeri lebih dominan pada sentral
distensi. Muntah biasanya lebih lambat.
Gejala yang ada terjadi karena adanya obstruksi usus, oleh karena itu banyak
penyakit lain yang dapat menjadi diagnosis banding (Tabel3). [9]
Penyakit Keterangan
20
perdarahan, atau intususepsi.
B. Pemeriksaan fisik
- Apakah terdapat anus atau tidak, bisa juga tidak ada anus dan hanya
berupa lengkungan (anal dimple).
- Jika tidak ditemukan anus, kemungkinan ada fistula.
- Bila terdapat mekonium pada perineum mengindikasikan defek letak
rendah dan mekonium di urine merupakan bukti adanya fistula di saluran
kemih. Bila terdapat mekonium bercampur urin, maka terdapat 2
kemungkinan, yaitu fistula rektouretral atau rektovesika. Pada fistula
rektouretral didapatkan mekoneum mula-mula keluar bersama miksi,
urine selanjutnya makin lama makin jernih, dan dapat juga mekoneum
keluar tanpa melalui miksi. Sedangkan pada fistula rektovesika,
didapatkan miksi bercampur bersama dengan mekoneun dan dari awal
sampai akhir miksi berwarna kehitaman. Selain itu, cara membedakannya
juga dapat dengan menggunakan kateter. Jika setelah dipasang kateter
didapatkan urin jernih, maka fistula rektouretral karena fistula tertutup
oleh kateter, sedangkan bila terdapat urin bercampur mekonium maka
fistula rektovesika.
- Pada perempuandiperiksa genitalia eksterna (fistula vestibulum).
- Pada perempuan jika urine bercampur mekonium dan terdapat hematuria
maka defek berupa letak tinggi. Jika dari uretra keluar mekonium,
kencing jernih, dan terdapat fistula pada perineum maka defek letak
rendah.
21
- Dilihat pada saat anak menangis apakah anus menonjol atau tidak, jika
menonjol maka anomali letak rendah, sedangkan jika tidak maka anomali
letak tinggi.
- Pada bayi yang baru lahir, hal yang harus kita lakukan adalah mengukur
suhu rektum sekaligus melihat apakah terdapat adanya lubang pada anus
dengan menggunakan termometer yang sudah diberi gel.
- Pemeriksaan abdomen:
Inspeksi = perut tampak kembung
Palpasi = distensi, nyeri tekan tidak dijumpai.
Perkusi = hipertimpani
Auskultasi = Peristaltik meningkat, dapat terdengar metalic sound
- Jika dalam 24 jam pertama tidak tampak mekonium baik pada perineum
ataupun urin, dapat dilakukan cross table lateral x-ray dengan posisi bayi
tengkurap.
C. Pemeriksaan Penunjang
Meskipun diagnosis atresia ani dapat dibuat dengan pemeriksaan fisik,
sering kali sulit untuk menentukan apakah bayi memiliki lesi tinggi atau
rendah. Sebuah radiograf polos dari perut dapat membantu menemukan lesi.
Selain itu, harus dicari adanya kelainan lain yang terkait (Sindrom
VACTERL) sampai tidak terbukti adanya kelainan tersebut. Untuk
memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai
berikut :
- Invertogram (Radiografi Abominal Lateral dengan marker radiopaque
pada perineum)
Teknik pengambilan foto ini dapat dibuat setelah udara yang ditelan oleh
bayi sudah mencapai rektum, dan bertujuan untuk menilai jarak puntung
distal rektum terhadap tanda timah atau logam lain pada tempat bakal anus
di kulit peritoneum. Pemeriksaan foto abdomen setelah 18-24 jam setelah
bayi lahir agar usus terisi udara, dengan cara Wangensteen & Rice (kedua
kaki dipegang dengan posisi badan vertikal dengan kepala di bawah) atau
22
knee chest position (sujud), dengan sinar horizontal diarahkan ke
trochanter mayor. Prinsipnya adalah agar udara menempati tempat
tertinggi.Selanjutnya, diukur jarak dari ujung udara yang ada di ujung
distal rektum ke tanda logam (marker Pb) di perineum. Cara Wangensteen
dan Rice digunakan pada kondisi dengan fistula, sedangkan pada knee
chest position digunakan pada kondisi tanpa fistula dengan adanya gejala
ostruksi usus. Dengan menggunakan invertogram, dapat diketahui anomali
yang terjadi merupakan letak rendah atau tinggi (Gambar 13). 1,3,9
23
4. Kepala di bawah, kaki ke atas agar udara naik ke atas dan mekanium
akan ke bawah.
5. Interpretasi pada invertogram
a. Pada Wangensteen dan Rice
Bila letak udara paling distal: > 1 Cm = letak tinggi / high
< 1 cm = letak rendah / low
=1cm= letak intermediate / sedang
b. Pada knee chest position
Dengan Pubococcygeal line (PC line), yaitu dibuat garis imajiner
antara Pubo/Pubis (tumpang tindih dengan trochanter mayor)
dengan os coccygeal (Gambar 14). 11
Interpretasinya adalah sebagai berikut:
Ujung buntu di atas PC Line = letak rendah
Ujung buntu di bawah PC Line = letak tinggi
Gambaran radiologi pada anomali letak tinggi dan letak rendah
dengan PC line dapat dilihat pada gambar 15 dan gambar 16.
- USG
USG abdomen dapat membantu menentukan apakah ada anomali saluran
kemih atau saraf pada tulang belakang. Selain itu, Ultrasound pada
perineum (daerah dubur dan vagina) juga berguna untuk menentukan jarak
antara rektum distal mekonium. 1,5
- Ekokardiografi
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengevaluasi apakah terdapat kelainan
bawaan pada jantung pasien.
24
Gambar 14. Pubococcygeal line
Penegakkan diagnosis anomali letak tinggi dan letak rendah dapat ditegakkan
melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang seperti yang
diperlihatkan pada skema 2.
Skema 2. Algoritma penegakkan diagnosis
Menonjol (-)
Kateter Kateter Cepat Lambat
jernih campur
Mekonium mekonium
Penemuan Termometer
Fistula
rektouretral Fistula
-Stenosis Fistula Anus (-) Anus
rektovesi
-Membran (+)
kuler
anal
(+) (-)
25
Perineal Invertogram
rektovagina
rektovestibuler
Foto Jarak
2.8. PENATALAKSANAAN
26
Pada anomali letak rendah, tindakan yang dilakukan adalah operasi
perineal tanpa kolostomi. Operasi yang dilakukan berupa repair yaitu
anoplasti.Terdapat 3 pendekatan yang dapat dilakukan. Untuk anal stenosis,
dimana pembukaan anus berada pada lokasi yang normal, maka dilatasi serial
merupakan penatalaksanaan kuratif. Dilatasi dapat dilakukan sehari-hari oleh
orang tua atau pengasuh anak dan ukuran dari dilator harus dinaikkan secara
progresif (dimulai dari 8 atau 9 French dan dinaikkan ke 14 atau 16 French). Jika
pembukaan anal berada di sebelah anterior dari sfingter eksternus dengan jarak
yang kecil antara pembukaan dan bagian tengah dari sfingter eksternus, dan
perineal intak, maka anoplasti cutback dilakukan. Tindakannya terdiri dari insisi
dari orifisium anal ektopik menuju bagian tengah dari sfingter anus, dan dengan
demikian terjadi pelebaran pembukaan anal. Namun, jika jaraknya lebar antara
pembukaan anal dengan bagian tengah dari sfingter ani eksternus, maka yang
dilakukan adalah anoplasti transposisi, dimana pembukaan anal yang tidak pada
tempatnya dipindahkan ke posisi yang normal pada bagian tengah dari otot
sfingter, dan perineal di rekonstruksi. 1,8,9
27
dengan cara membelah muskulus sfingter eksternus dan muskulus levator ani
untuk memudahkan mobilisasi kantong rektum dan pemotongan fistel dengan
stimulasi elektrik dari perineum. Jika terdapat adanya kloaka persisten, maka
traktus urinarius perlu dievaluasi secara hati-hati saat kolostomi untuk
memastikan terjadinya pengosongan yang normal dan menentukan apakah vesica
urinaria perlu di drainase dengan vesikostomi. Pada perempuan, jika terdapat
kloaka persisten maka perlu dilakukan rekonstruksi traktus urinarius dan vagina.
Jika terdapat keraguan dalam penentuan letak anomalinya, lebih baik dilakukan
kolostomi. Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari fungsinya secara
jangka panjang, meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmetik serta
antisipasi trauma psikis. Sebagai tujuan akhirnya adalah defekasi secara teratur
dan konsistensinya baik. 1,8,9
1. Kolostomi
Kolostomi merupakan kolokutaneostomi yang disebut juga anus
preternaturalis yaitu pembuatan lubang sementara atau permanen dari usus
besar melalui dinding perut untuk mengeluarkan feses. Kolostomi dapat
dilakukan pada kolon transversalis ataupun sigmoid yang merupakan organ
intraabdominal. Kolon dipisahkan pada daerah sigmoid, dengan usus bagian
proksimal sebagai kolostomi dan usus bagian distal sebagai mukus fistula.
Pemisahan secara komplit dari usus akan meminimalkan kontaminasi feses
menuju fistula rektourinarius sehingga mengurangi risiko terjadinya
urosepsis. Selanjutnya, bagian distal usus di evaluasi secara radiografik untuk
28
menentukan lokasi dari fistula rektourinarius. Kolostomi dilakukan pada
kolon transversum sebelah kiri di flexura lienalis atas pertimbangan sebagai
proteksi karena di sebelah kiri tidak ada organ-organ penting, kolon lebih
mobile sehingga lebih mudah, dan pada daerah ini tidak terjadi dehidrasi
karena absorbsi elektrolit maksimal di daerah tersebut sehingga konsistensi
feces tidak keras.
Tipe kolostomi yang dapat digunakan pada bayi dengan atresia ani adalah
kolostomi loop yaitu dengan membuat suatu lubang pada lengkung kolon
yang dieksteriorisasi.Jenis anestesi pada tindakan kolostomi adalah anestesi
umum.
29
Gambar 17. Kolostomi
Suatu tindakan operasi definitif pada pasien atresia ani dengan teknik operasi
menggunakan irisan kulit secara sagital mulai dari tulang koksigeus sampai
batas anterior bakal anus. Prosedur ini memberikan beberapa keuntungan
seperti kemudahan dalam operasi fistula rektourinaria maupun rektovaginal
dengan cara membelah otot dasar perlvis, sling, dan sfingter.Saat ini, teknik
yang paling banyak dipakai adalah minimal, limited atau fullPSARP.
Macam-macam PSARP
1. Minimal PSARP
Tidak dilakukan pemotongan otot levator maupun vertical fibre, yang
penting adalah memisahkan common wall untuk memisahkan rektum
dengan vagina dan yang dibelah hanya otot sfingter eksternus.Indikasi dari
minimal PSARP, yaitu dilakukan pada fistula perineal, anal stenosis, anal
membran, bucket handle dan atresia ani tanpa fistula yang akhiran rektum
kurang dari 1 cm dari kulit.
2. Limited PSARP
Yang dibelah adalah otot sfingter eksternus, muscle fiber, muscle complex
serta tidak membelah tulang koksigeus. Yang penting adalah diseksi
rektum agar tidak merusak vagina.Indikasi dari limited PSARP
adalahatresia ani dengan fistula rektovestibuler.
3. Full PSARP
Dibelah otot sfingter eksternus, muscle complex, dan koksigeus.Indikasi
dari full PSARP, yaitu atresia ani letak tinggi dengan gambaran
invertogram gambaran akhiran rektum lebih dari 1 cm dari kulit, pada
fistula rektovaginalis, fistula rektouretralis, atresia rektum, dan stenosis
rektum.
30
Teknik operasi PSARP 1,4
31
2. Pada kasus fistula rektouretral, kateter foley dipasang hingga 5-7 hari.
Sedangkan padakasus kloaka persisten, kateter foley dipasang hingga 10-
14 hari. Drainase suprapubik diindikasikan pada pasien persisten kloaka
dengan saluran lebih dari 3 cm.
3. Dilatasi anus dimulai 2 minggu setelah operasi dengan Heger dilatation.
Untuk pertama kali dilakukan oleh ahlibedah, kemudian dilatasi dua kali
sehari dilakukan oleh petugas kesehatan ataupun keluarga.Setiap minggu,
lebar dilator ditambah 1 mm hingga tercapai ukuran yang diinginkan.
Dilatasi harus dilanjutkan dua kali sehari sampai dilator dapat lewat
dengan mudah. Kemudian dilatasi dilakukan sekali sehari selama sebulan
diikuti dengan dua kali seminggu pada bulan berikutnya, sekali seminggu
dalam 1 bulan kemudian dan terakhir sekali sebulan selama tiga bulan.
Setelah ukuran yang diinginkan tercapai, dilakukan penutupan kolostomi.
Indikasi penutupan kolostomi adalah apabila sudah tercapai ukuran pada
dilatasi anal yang sudah sesuai dengan umur (maksimal 16 French pada
usia 3 tahun).
4.
Setelah dilakukan penutupan kolostomi, eritema popok sering terjadi
karena kulitperineum bayi tidak pernah kontak dengan feses sebelumnya.
Salep tipikal yang mengandungvitamin A, D, aloe, neomycin dan desitin
dapat digunakan untuk mengobati eritema popok ini. 12,13
Umur Ukuran
32
>12 tahun #17
Frekuensi Dilatasi
Skoring Koltz
VARIABEL KONDISI SKOR
1-2x sehari 1
2 hari 1x 1
1. Defekasi 3-5x hari sekali 2
3 hari sekali 2
>4 hari sekali 3
Tidak pernah 1
2. Kembung Kadang-kadang 2
Terus menerus 3
Normal 1
3. Konsistensi Lembek 2
Encer 3
33
Perasaan ingin buang air Terasa 1
4.
besar Tidak terasa 3
Tidak pernah
1
Terjadi bersama
5. Soiling 2
flatus
3
Terus menerus
>1 menit
1
Kemampuan menahan feses <1 menit
6. 2
yang keluar Tidak bisa
3
menahan
Tidak ada 1
7. Komplikasi Komplikasi minor 2
Komplikasi mayor 3
Algoritma penatalaksanaan atresia ani pada laki-laki dan perempuan dapat dilihat
pada skema 3. 12,14
34
Skema 3. Algoritma penatalaksanaan atresia ani pada laki-laki dan perempuan
Perineal Inspection
And Urinalysis
Fistula No Fistula
2.9. KOMPLIKASI
Komplikasi awal dari PSARP adalah infeksi dari luka, perdarahan, anus
salah letak, fistula berulang, serta cedera pada uretra dan kandung kemih. Pada
komplikasi selanjutnya, pada umumnya terjadi stenosis, striktur anorektal,
prolaps, dan inkontinensia. 5
36
memperbaiki atresia ani memiliki berbagai derajat konstipasi. Gejala ini lebih
berat terjadi pada kelainan letak rendah dan intermediat.Pasien yang sebelumnya
dilakukan kolostomi baik didaerah proksiamal maupun distal dapat mengalami
obstipasi maka dari itu pasien memerlukan diet kaya serat dan kadang-kadang
sampai dibutuhkan obat pencahar. 5
2.10. PROGNOSIS
Morbiditas yang ada pasien berhubungan dengan anomali lain yang ada
pada pasien. Tujuan utama dari tatalaksana pada atresia ani adalah kontinensia
feses. Sebanyak 75% pasien memiliki pergerakan usus volunter. Konstipasi
merupakan sekuele yang paling umum. Prognosis pada atresia dapat dievaluasi
dengan cara melihat fungsi klinisnya dan psikologisnya. 8
Pada anomali letak rendah, hasil akhir yang sering terjadi adalah konstipasi,
sedangkan pada anomali letak tinggi adalah inkontinensia feses. 8,9
Evaluasi Psikologis
Fungsi kontinensi tidak hanya tergantung integritas atau kekuatan sfingter atau
sensasi saja, tetapi tergantung juga pada bantuan orangtua dan kerja sama serta
keadaan mental penderita. 11
Pasien dengan fistula perineal, atresia rektal, dan anus imperforata tanpa
fistula pada umumnya setelah dilakukan operasi perbaikan memiliki fungsi
defekasi yang baik. Sekitar 80% dapat mencapai kontrol usus anatara usia 3- 4
tahun.
37
Pasien pria dengan fistula prostat rektouretral sekitar 60% dapat mencapai
kontrol usus pada usia 3 tahun. Pasien dengan fistula rektovesikal prognosisnya
kurang baik sekitar 20% dapat mencapai kontrol usus atau buang air besar secara
normal pada usia 3 tahun. Pada sakrum yang tidak normal atau letak rendah pada
umumnya akan terjadi inkontinensia feses, dan sakrum yang tidak normal pada
umumnya terjadi pada fistula rektovesikal dan prostat rektouretral.
BAB III
KESIMPULAN
38
Berdasarkan letak anatomi, atresia ani dapat dibagi mejadi 3 yaitu letak
tinggi, intermediet, dan rendah. Dan dapat juga di klasifikasikan berdasarkan ada
atau tidaknya fistula dan letak fistula.
DAFTAR PUSTAKA
1. Brunicardi FC, Anderson DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Matthews
JB, et al. Pediatric Surgery. In: Schwartz’s Principles of Surgery. 9th
edition. McGraw Hill; 2010.p. 2777-2780.
2. Suriadi. Asuhan Keperawatan Anak.Jakarta: Seto Agung; 2006.hlm 159
3. Sjamsuhidajat R. De Jong W. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005.hlm. 668-70.
4. Anonymus. Ilmu Bedah.[citedMay 11, 2012]. Available at:
http://www.bedahugm.net/atresia-ani. ac.
39
5. Texas Pediatric Associates. Imperforate Anus.[cited May 12,2012].
Available: http://www.pedisurg.com/PtEduc/Imperforate_Anus.htm.
6. Kaneshiro NK. Imperforate Anus.[cited May 12,2012]. Available:
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001147.htm.
7. Adotey JM, Jebbin NJ. Anorectal disorders requiring surgical treatment in
the University of Port Harcourt Teaching Hospital, Port Harcourt.
Nigerian journal of medicin : journal of the National Association of
Resident Doctors of Nigeria2004; 13 (4): 350–4.
8. Mahmoud N, Rombeau J, Ross HM, et al.In: Townsend CM, Beauchamp
RD, Evers BM, Mattox KL, editors. Pediatric Surgery. Sabiston Textbook
of Surgery The Biological Basis of Modern Surgical Practice. 17 th edition.
Elsevier Saunders; 2004.p.1746-8.
9. Williams N, Bulstrode CJK, O’connell PR. Bailey and love short practice
of surgery. 25th edition. Edward Arnold (Publisher) Ltd;2008.p.87-88,
1247.
10. Pena A. Surgical Condition of the Anus, Rectum, and Colon. Pediatric
Surgery. Germany: Springer; 2006.p. 289 -312.
11. Swenson. Anorectal malformation. Pediatric surgery. WB Saunder; 2000.
40
16. Hidayat,Alimul AA.Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 2. Jakarta:
Salemba Medika; 2005.
41