Anda di halaman 1dari 30

Clinical Science Session

ATRESIA ANI

Oleh:
Nofrina Dwi Perwita Arindani
110.2006.188

Preceptor:
Dr.Yuzar Harun, Sp.B

SMF.ILMU BEDAH
RSUD Dr.H. Abdul Moeloek Bandar Lampung
JANUARI 20012
BAB I
PENDAHULUAN

Malformasi anorektal merupakan suatu spektrum dari anomali kongenital yang terdiri
dari anus imperforata dan kloaka persisten.
Atresia ani atau anus imperforata atau malformasi anorektal adalah suatu kelainan
kongenital tanpa anus atau anus tidak sempurna, termasuk didalamnya agenesis ani, agenesis
rekti dan atresia rekti. Insiden 1:5000 kelahiran yang dapat muncul sebagai sindroma
VACTRERL (Vertebra, Anal, Cardial, Esofageal, Renal, Limb).
Anus imperforata merupakan kelainan congenital tanpa anus atau dengan anus tidak
sempurna, sedangkan kloaka persisten diakibatkan karena pemisahan antara traktus urinarius,
traktus genitalia dan traktus digestivus tidak terjadi. Malformasi anorektal merupakan kerusakan
berspektrum luas pada perkembangan bagian terbawah dari saluran intestinal dan urogenital.
Banyak anak-anak dengan malformasi ini memiliki anus imperforata karena mereka tidak
memiliki lubang dimana seharusnya anus ada. Walaupun istilah ini menjelaskan penampilan luar
dari anak, istilah ini lebih ditujukan pada kompleksitas sebenarnya dari malformasi. Ketika
malformasi terjadi, otot dan saraf yang berhubungan dengan anus juga sering mengalami
malformasi dalam derajat yang sama. Tulang belakang dan saluran urogenital juga dapat terlibat.
Malformasi anorektal terjadi setiap 1 dari 5.000 kelahiran. Malformasi ini lebih sering terjadi
pada pria dan pria dua kali lebih banyak mengalami malformasi anorektal letak tinggi atau
intermediet. Empat puluh sampai tujuh puluh persen dari penderita mengalami satu atau lebih
defek tambahan dari sistem organ lainnya. Defek urologi adalah anomali yang paling sering
berkaitan dengan malformasi anorektal, diikuti defek pada vertebra, ekstrimitas dan sistem
kardiovaskular.
Manajemen dari malfomasi anorektal pada periode neonatal sangatlah krusial karena
akan menentukan masa depan dari sang anak. Keputusan yang paling penting adalah apakah
pasien memerlukan kolostomi dan diversi urin untuk mencegah sepsis dan asidosis metabolik.
Dengan pemahaman yang lebih baik tentang anatominya, diagnosis yang lebih cepat dari
malformasi anorektal dan defek yang berkaitan dan bertambahnya pengalaman dalam
memanajemen, akan didapatkan dengan hasil yang lebih baik.
Kerusakan yang paling sering terjadi pada pria adalah anus imperforata denga fistula
rektouretra, diikuti fistula rektoperineum kemudian fistula rektovesika atau bladder neck.
Pada wanita, yang tersering adalah defek rektovestibuler, kemudian fistula
kutaneusperineal.Yang ketiga yang tersering adalah persisten kloaka. Lesi ini adalah malformasi
yang berspektrum luas dimana rektum, vagina, dan traktus urinarius bertemu dan bersatu
membentuk satu saluran. Pada pemeriksaan fisik, dapat dilihat satu lubang saja pada perineum.
Dan terletak dimana uretra biasanya ada. Pada keaadaan ini, genital eksternanya hipoplastik.
Cara berpikir dan bertindak dalam menangani malformasi anorektal banyak berubah
sejak tahun 1980-an. Douglas Stephen dan Durham Smith (1965) (FD Stephen dan ED Smith
keduanya ahli bedah anak dari Melbourne, Australia) yang pertama menganjurkan penanganan
malformasi anorektal sesuai letak ujung atresia terhadap otot dasar panggul (levator ani),
sehingga timbul pembagian anomali tersebut menjadi supra levator, translevator dan intermediet
(konsensus international, Melbourne 1970).Alberto Pena dan de Vries (1982) (A Pena, ahli bedah
anak Mexico dan P de Vries,ahli bedah anak Kansas, USA) memperkenalkan cara eksplorasi
malformasi anorektalmelalui deseksi postern sagital mulai dari os coccygeus ke distal tanda anus
melalui garis tengah.
Deseksi ini dapat memperlihatkan komponen otot dasar panggul dan jugs ketiga ikat
serabut sfingter ani eksterna yang diabaikan pada metode yang terdahulu. Cara operasi seperti ini
dikenal dengan nama postern sagital anorektoplastik. Suatu konsensus international tentang
malformasi anorektal ini diadakan di Wingspread (1984), sehingga timbul klasifikasi Wingspread
yang membedakan malformasi pada laki-laki dan wanita menjadi 2 golongan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Embriologi
Secara embriologis, saluran pencernaan berasal dari Foregut, Midgut dan Hindgut.
Foregut akan membentuk faring, sistem pernapasan bagian bawah, esofagus, lambung sebagian
duodenum, hati dan sistem bilier serta pankreas. Midgut membentuk usus halus, sebagian
duodenum, sekum, appendik, kolon ascenden sampai pertengahan kolon transversum. Hindgut
meluas dari midgut hingga ke membran kloaka, membran ini tersusun dari endoderm kloaka, dan
ektoderm dari protoderm / analpit . Hindgut membentuk sepertiga distal dan kolon tranversum ,
kolon desenden, sigmoid, rektum, bagian atas kanalis ani. Endoderm hindgut ini juga
membentuk lapisan dalam kandung kemih dan uretra. Bagian akhir hindgut bermuara ke dalam
kloaka, suatu rongga yang dilapisi endoderm yang berhubungan langsung dengan ektoderm
permukaan. Daerah pertemuan antara endoderm dan ektoderm membentuk membrana kloaka.
Pada perkembangan selanjutnya, timbul suatu rigi melintang, yaitu septum urorektal,
pada sudut antara allantois dan usus belakang. Sekat ini tumbuh ke arah kaudal, karena itu
membagi kloaka menjadi bagian depan, yaitu sinus urogenitalis primitif, dan bagian posterior,
yaitu kanalis anorektalis. Ketika mudigah berumur 7 minggu, septum urorektal mencapai
membran kloaka, dan di daerah ini terbentuklah korpus perinealis. Membran kloakalis kemudian
terbagi menjadi membrana analis di belakang, dan membran urogenitalis di depan.
Sementara itu, membrana analis dikelilingi oleh tonjolan-tonjolan mesenkim, dan pada
minggu ke-8 selaput ini terletak di dasar cekungan ektoderm, yang dikenal sebagai celah anus
atau proktoderm. Pada minggu ke-9 membran analis koyak, dan terbukalah jalan antara rektum
dengan dunia luar. Bagian atas kanalis analis berasal dari endoderm dan diperdarahi oleh
pembuluh nadi hindgut, yaitu arteri mesenterika inferior. Akan, tetapi sepertiga bagian bawah
kanalis analis berasal dari ektoderm dan diperdarahi oleh aa. Rektales, yang merupakan cabang
dari arteri pudenda interna. Tempat persambungan antara bagian endoderm dan ektoderm
dibentuk oleh linea pektinata, yang terdapat tepat di bawah kolumna analis. Pada garis ini, epitel
berubah dari epitel torak menjadi epitel berlapis gepeng. Usus terbentuk mulai minggu keempat
disebut sebagai primitif gut. Kegagalan perkembangan yang lengkap dari septum urorektalis
menghasilkan anomali letak tinggi atau supra levator. Sedangkan anomali letak rendah atau infra
levator berasal dari defek perkembangan proktoderm dan lipatan genital. Pada anomali letak
tinggi, otot levator ani perkembangannya tidak normal. Sedangkan otot sfingter eksternus dan
internus dapat tidak ada atau rudimenter.
Tahap-tahap pertumbuhan terjadi pada formasi anatomi normal dari bagian bawah yaitu
anus, rektum dan saluran urogenital. Pada minggu ke-4 pertumbuhan terdapat kloaka dan
struktur yang disebut membran kloaka. Kloaka adalah struktur normal pada burung dan ada pada
manusia untuk waktu yang singkat pada tahap pertumbuhan. Sebelum manusia lahir, kloaka
adalah struktur dimana kolon, saluran urin, dan genital bermuara kemudian keluar dari tubuh
melalui satu lubang. Manusia melalui suatu tahap pertumbuhan dimana kloaka merupakan
struktur yang normal, kemudian tumbuh lubang yang terpisah untuk rektum dan traktus urin dan
pada wanita juga terbentuk vagina. Perkembangan normal ini juga terjadi pada perkembangan
struktur yang disebut membran kloaka. Jika membran ini tidak berkembang normal, kloaka
mungkin masih terdapat setelah kelahiran pada wanita atau pada pria akan berkembang bentuk
dari anus imperforata.

Anatomi
Kanalis analis berasal dari proktoderm yang merupakan invaginasi ektoderm, sedangkan
rektum berasal dari endoderm. Karena perbedaan asal anus dan rektum ini maka perdarahan,
persarafan, serta penyaliran vena dan limfanya juga berbeda, demikian pula epitel yang
menutupinya. Rektum dilapisi oleh mukosa glanduler usus sedangkan kanalis analis oleh
anoderm yang merupakan lanjutan epitel berlapis gepeng kulit luar. Tidak ada yang disebut
mukosa anus. Daerah batas rektum dan kanalis analis ditandai dengan perubahan jenis, epitel.
Kanalis analis dan kulit luar di sekitarnya kaya akan persarafan sensoris somatik dan peka
terhadap rangsangan nyeri, sedangkan mukosa rectum mempunyai persarafan autonom dan tidak
peka terhadap nyeri. Nyeri bukanlah gejala awal pengidap karsinoma rektum, sementara fisura
anus nyeri sekali.
Darah vena di atas garis anorektum mengalir melalui sistem porta, sedangkan yang
berasal dari anus dialirkan ke sistem kava melalui cabang v.iliaka. Distribusi ini menjadi penting
dalam upaya memahami cara penyebaran keganasan dan infeksi serta terbentuknyahemoroid.
Sistem limf dari rektum mengalirkan isinya melalui pembuluh limf sepanjang pembuluh
hemoroidalis superior ke arah kelenjar limf paraaorta melalui kelenjar limf iliaka interna,
sedangkan limf yang berasal dari kanalis analis mengalir ke arah kelenjar inguinal. Kanalis analis
berukuran panjang kurang lebih 3 sentimeter. Sumbunya mengarah ke ventrokranial yaitu ke
arah umbilikus dan membentuk sudut yang nyata ke dorsal dengan rektum dalam keadaan
istirahat Pada saat defekasi sudut ini menjadi lebih besar. Batas atas kanalis anus disebut garis
anorektum, garis mukokutan, linea pektinata, atau linea dentata. Di daerah ini terdapat kripta
anus dan muara kelenjar anus antara kolumna rektum. Infeksi yang terjadi di sini dapat
menimbulkan abses, anorektum yang dapat membentuk fistel. Lekukan antar-sfingter sirkuler
dapat diraba di dalam kanalis analis sewaktu melakukan colok dubur Usus besar terdiri atas
kolon, rektum dan anus. Di dalam kolon tidak terjadi pencernaan. Sisa makanan yang tidak
dicerna di dorong ke bagian belakang dengan gerakan peristaltik. Air dan garam mineral
diabsorbsi kembali oleh dinding kolon yaitu kolon ascendens. Sisa makanan berada pada kolon
selama 1 sampai 4 hari.
Pada waktu pembusukan dibantu oleh bacteria E. Coli. Selanjutnya dengan gerakan
peristaltik, sisa makanan terdorong sedikit demi sedikit ke tempat penampungan tinja yaitu di
rektum. Apabila lambung dan usus halus telah terisi makanan kembali akan merangsang kolon
untuk melakukan defekasi (reflek gastrokolik). Peregangan rektum oleh feses akan mencetuskan
kontraksi reflek otot-otot rektum dan keinginan BAB pada saat tekanan rektum meningkat
sampai sekitar 18 mmHg.
Apabila tekanan ini mencapai 15 mmHg, sfingter interior maupun eksterior melemas dan
isi rektum terdorong keluar. Sebelum tekanan yang melemaskan sfingter eksterior tercapai,
terjadilah kontraksi otot-otot abdomen (mengejan), sehingga membantu refleks pengosongan
rektum yang teregang.
Distensi dari rectum oleh feses menginisiasi kontraksi reflex dari otot-ototnya dan
membuat keinginan untuk BAB. Pada manusia, saraf simpatis mensuplai sfingter anal
internasebagai eksitatori, dimana parasimpatisnya sebagai inhibitor. Sfingter ini rileks ketika
rectum distensi. Suplai saraf ke sfingter anal eksterna, otot skeletal berasal dari saraf pudenda.
Sfingter ini terjaga dalam keadaan kontraksi tonik, dan adanya distensi yang bertambah pada
rectum akan menambah tekanan dari kontraksi otot. Keinginan untuk BAB pertama kali muncul
pada saat tekanan rectum sekitar 18 mmHg. Ketika tekanan mencapai 55 mmHg, sfingter interna
maupun eksterna rileks dan isi dari rectum dikeluarkan.
Kontinensia berhubungan dengan fungsi normal dari otot sfingter yang mengelilingi anus
dan rektum dan derajat dimana mereka ada dan mendapatkan stimulasi saraf yang cukup.
Perkembangan sakrum terjadi pada saat yang sama dengan perkembangan anus, rektum, dan
sfingter. Ini adalah hal yang penting karena saraf yang terletak dekat sacrum yang mensuplai otot
sfingter yang mengontrol kontinensia. Jika sakrum tidak berkembang normal, saraf ini mungkin
tidak berkembang atau tidak berfungsi normal. Pada perkembangannya terdapat reseptor sensori
pada garis dasar dari anal kanal yang penting untuk kontinensia. Bagian ini mungkin tidak ada
pada anak dengan anus imperforata. Nomalnya manusia memiliki 3 kelompok otot di sekitar
anus dan rektum yang penting untuk kontinensia. Sfingter eksterna, sfingter interna, dan
kompleks levator. Anak yang lahir dengan anus imperforata memiliki disfungsi atau tidak adanya
komponen ini. Sfingter interna dan eksterna mengontrol kemampuan untuk membuat anus
menutup. Beberapa bagian dari muskulus levator ani berbentuk seperti kerucut yang mengelilingi
anus dan rektum. Ketika otot ini mengkerut maka rektum akan tertarik ke depan menambah
sudut usus besar sebelum masuk anal kanal. Sudut rektoanal yang tepat dapat membantu
mempertahankan kontinensia dengan manghambat feses yang terbentuk memasuki anal kanal.
Otot levator juga disuplai oleh saraf yang dekat dengan sakrum, hal ini penting jarena sebagai
aturan umum, jika ada bagian dari sakrum yang hilang maka saraf yang berhubungan dengan
sakrum tersebut mungkin juga tidak ada.
 Sistem Otot

Otot dasar pelvis terbagi menjadi dua bagian yaitu bagian posterior disebut sebagai otot
diafragmatik dan bagian anteromedial disebut sebagai kelompok pubovisceral. Otot diafragmatik
berasal dari membran obturator dan Ischium sampai ke spinal ischiadika kemudian berlanjut ke
medial dan ke bawah masuk ke raphe anokosageal, serat anterior berlanjut ke serat posterienor
membentuk suatu lembaran otot dengan otot kontralateral. Raphe anokoksigeal berjalan ke
bawah dan ke depan dari perlekatan sacrum dan tulang koksigeus menuju otot sfingter internus
dan puborectal sling complex masuk ke canalis ani melalui mucocutaneus junction. Kelompok
pubovisceral berasal dari bagian belakang pubis berjalan turun ke medial dan ke belakang
masuk ke viscera pelvis dan perineal body. Pada laki-laki kelompok otot ini terdiri dari
pubovaginalis dan puboperineus. Di bagian posterior kelompok otot ini masuk ke kanalis ani dan
perianal membentuk otot puboanalis
Otot elevator ani membentuk diafragma pelvis serta bagian atas kanalis ani sedangkan bagian
dasarnya adalah otot sfingter dan ani eksternus. Antara otot levator ani dan sfingter ani intrenus
disebut sebagai muscle complex atau vertical fibre. Secara rinci kanalis ani terdiri dari otot
ischiococygeus, otot iliococygeus, otot pubococygeus, otot sfiongter ekstrenus superfisialis dan
profunda. Sedangkan lapisan yang berfungsi sebagai sfingter internus pada individu normal
adalah ketebalan lapisan sirkuler dari otot involunter usus di sekitar anorektal

 Pembuluh darah dan persarafan

Kanalis analis berasal dari proktoderm yang merupakan invaginasi ectoderm, sedangkan
rectum berasal dari entoderm. Karen perbedaan asal anus dan rectum ini maka perdarahan,
persarafan, serta pengaliran vena dan limfenya berbeda juga, demikian pula epitel yang
menutupinya. Rektum dilapisi oleh mukosa glanduler usus sedangkan kanalis analis oleh
anoderm yang merupakan lanjutan epitel berlapis gepeng kulkit luar. Daerah batas rectum dan
kanalis analis ditandai oleh perubahan jenis epitel. Kanalis analis dana kulit luat disekitarnya
kaya akan persarafan sensoris somatic dan peka terhadap rangsangan nyeri, diperdarahi oleh
arteri rectalis superior dan vena rectalis superior, pembuluh limfatiknya menuju ke pelvis.
Sedangkan mukosa rectum mempunyai persarafan otonom yang tidak peka terhadap rangsangan
nyeri, diperdarahi oleh arteri rectalis inferior, dan vena rectalis inferior, Pembulih limfatiknya
menuju ke inguinal.

Persarafan parasimpatik dikendalikan oleh nervus sakralis ketiga dan keempat bagian depan
yang member percabangan ke rectum, nervus tersebut melanjutkan rangsangan dari ganglia pada
pleksus Auerbach. Nervus tersebut bertindak sebagai saraf motorik pada dinding usus dan
rectum, menghambat kerja sfingter internus dan serabut sensoris pada distensi rectal.

Persarafan simpatis berasal dari cabang kedua , ketiga dan keempat ganglia lumbalis dan
pleksus preaortikus. Nervus tersbut membentuk pleksus hipogastrikus pada vertebra lumbalis
kelima,kemudian turun melalui dinding pelvis bagian posterolateral sebagai nervus presakralis
dan bergabung dengan dengan ganglion pelvic dibagian posterolateral. Nervus tersebut bekerja
sebagai penghambat kerja dinding usus dan saraf motorik dari otot sfingter internus
Sebagian besra otot levator terutama pada bagian atas (kelompok ischiococcygeus ) dan
bagian anterior (termasuk serabut vertical muscle complex). Yang disebut dengan kelompok
pobococcygeus, menerima inervasi dari cabang anterior nervus sakralis ketiga dan keempat.
Percabangan ini membentuk persarafan yang berjalan dibagaian atas pernukaan otot levator.
Nervus pudendus yang berasal dari nervus sakralis kedua, ketiga dan keempat juga memberikan
innervasi otot levator. Bagian bawah otot levator dikenal sebagai kelompok puborektalis seperti
pada otot sfingter eksternus menerima innervasi dari cabang perineal nervus sakralis keempat
dan dari cabang hemoroidalis inferior dan perineal dari nervus pudendus.

Kanalis ani termasuk 1 cm diatas garis rektinea sampai kebawah dekat kulit , sensitive
terhadap rangsang nyeri (intraepithelial), raba (korpuskulum Meissner), Dingin (bulbus Krause),
tekanan (korpuskulum paccini dan Golgi Mazzoni), serta gesekan (korpuskulum genital).
Rectum tidak sensitive terhadap rangsang tersebut, tetapi adanya sensasi berupa distensi rectal
karena persarafan parasimpatis otot polos dan oleh reseptor propioseptif di otot volunteer akan
merangsang rectum.

 Sistem Limfatik

Aliran limfe dari garis dentate ke proksimal mengikuti aliran arteri hemoroidalis superior.
Aliran diseblah distal garis dentate mengalir ke limfonodi hemoroidalis inferior dank e limfonodi
inguinalis.

Aliran limfe diatas valvula analis ke limfonodi para rektalis kemudian ke limfenodi
mesenterika inferior, sedang aliran dibawah valvula ke limfonodi iliaka interna dan inguinalis
superficialis.

Fisiologi dan fungsi

Fungsi anorektal secara normal adalah motilitas kolon yaitu mengeluarkan isi feses dari
kolon ke rectum; fungsi defekasi yaitu mengeluarkan feces secara intermitten dari rectum;
menahan isi usus agar tidak keluar pada saat tidak defekasi. Fungsi fungsi tercebut saling
berkaitan satu dengan yang lain dan adanya ketidak seimbangan akan menyebabkan
ketidaknormalan yang mempengaruhi masing-masing fungsi.
 Motilitas Kolon

Motilitas kolon berbeda dengan motilitas usus dimana gelombang peristaltik digantioleh
adnya gerakan massa feces yang propulsive disepanjang kolon. Motilitas kolon diatur oleh
aktifitas listrik myogenik yang diperantarai oleh persarafan intriksik dan pleksus mienterikus.
Sebaliknya hal ini juga dirangsang oleh innervasi ekstrinsik dadn reflex humoral seperti
gastrokolik dan ileokolik. Motilitas kolon berfungsi untuk abssorbsi cairan dan pendorongan
massa pada waktu defekasi. Gerakan dari sigmoid ke rectum dihambat oleh beberapa mekanisme
yang digunakan oleh kontinensi

 Kontinensi

Kontinensi adalah kemampuan untuk mempertahankan feses dalam hal ini sangat tergantung
pada konsistensi feses, tekanan dalam anus, tekanan rectum, serta sudut anorektal. Feses yang
cair sulit dipertahankan dalam anus.

Kontinensi diatur oleh mekanisme volunter dan involunter yang menjaga hambatan secara
anatomiis dan fisiologis jalannya feses ke rectum dan anus. Penghambat terbesar secara fisiologi
adalah sudut antara anus dan rectum yang dihasilkan oleh otot levator ani bagian puborektal
anterior dan superior dan otot ini berkontraksi secara involunter. Adanya perbedaan antara
tekanan adan aktivitas motorik anus, rectum, dan sigmoid juga menyebabkan progresifitas
pelepasan feses terlambat. Kontraksi sfingter ani eksternus seperti pada puborektalis diaktivasi
secara involunter dengan distensi rectum dan dapat meningkatkan secara volunteer selama 1-2
menit.

Tekanan istirahat dalam anus kurang lebih 25-100 mmHg, dalam rectum 5-20 mmHg.
Apabila sudut antara anus dan rectum lebih dari 80° maka feses akan sulit dipertahankan

 Defekasi

Pada bayi baru lahir defekasi bersifat ototnom tetapi dengan perkembangan, maturitas
defekasi dapat diatur. Pemindahan feses dari kolon sigmoid ke rectum kadang dicetuskan juga
oleh rangsang makanan terutama pada bayi. Apabila rectum terisi feses maka akan dirasakan
oleh rectum sehingga menimbulkan keinginan untuk defekasi. Rektum mempunyai kemampuan
yang lhas untuk mengenal dan memisahkan bahan padat, cair, dan gas.

Syarat untuk terjadinya defekasi normal adalah persarafan sensible untuk sensasi isi rectum
dan persarafan sfingter ani untuk kontraksi dan relaksasi, peristaltic kolon dan rectum normal,
dan struktur organ panggul yang normal. Sikap badan waktu defekasi juga memegang peranan
yang penting. Defekasi terjadi akibat peristaltic rectum, relaksasi sfingter ani eksternus, dan
dibantu mengedan

Inervasi
Inervasi dari rectum melalui saraf simpatis dan parasimpatis, saraf simpatis berasal dari
segmen L1-3, membentuk plexus mesenterikus inferior, melewati plexus hipogastrik superior,
dan turun sebagai saraf hipogastrik untuk plexus pelviks.
Saraf parasimpatis berasal dari sacral dua, tiga, dan empat dan bergabung dengan saraf
hipogastrik anterior dan lateral menuju ke rectum dan membentuk plexus pelviks, dandimana
serat lewat untuk membentuk plexus periprostatik. Setelah melewati plexus pelvis dan
periprostatik Serat saraf simpatik dan parasimpatik menuju rectum dan sfingter anal juga prostat,
buli-buli, dan penis. Cedera pada saraf ini dapat menyebabkan impotensi, disfungsi buli-buli, dan
kehilangan mekanisme normal dari defekasi.
Sfingter interna diinervasi oleh serat dari simpatik dan parasmpatik. Keduanya
merupakan inhibitor dan menahan sfingter dalam keadaan kontraksi yang konstans. Sfingter
eksterna adalah otot skeletal yang diinervasi oleh saraf pudendan dengan serat yang berasal dar
S2-4.
Segmen saraf yang berasal dari bagian sakrum mensuplai anus dan rektum, uretra,buli-
buli, dan vagina, termasuk berbagai komponen dari kompleks levator ani (otot dan pelvis). Saraf
ini juga berfungsi sebagai reseptor sensoris kulit pada anus dan kulit sekitarnya. Batas dari anal
kanal dan kulit di sekitar anus sangtlah sensitif terhadap rasa sakit, sentuhan dingin, tekanan,
regangan, dan gesekan. Bukti menunjukkan bahwa reseptor sensori yang sejenis terdapat pada
otot-otot pelvis yang mengelilingi. Reseptor ini dapat membedakan isi rektum yang keras, cair,
atau gas. Anal kanal dan rektum di atas batas anal adalah yang paling tidak sensitif terhadap
nyeri tetapi sangat sensitif terhadap regangan. Kontinensia feses terhadi pada saat batas anal,
dinding rektum, dan otot yangmengelilinginya menerima sensasi yang cukup dan diproses secara
normal pada otak dan kemudian sinyal yang cukup dikirim kembali ke berbagai otot yang
mengontrol kontinensia. Pada keadaan yang normal anal kanal tertutup kecuali ketika terjadi
pergerakan usus. Ketika defekasi terjadi, tekanan abdomen meningkat dan menyebabkan dinding
pelvis melemah dan otot-otot yang membuat
kontinensia menjadi rileks.

Patofisiologi
Malformasi anorektal terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada
kehidupan embrional. Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula.
Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan segala
akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi
sehingga terjadi asidosis hiperchloremia, sebaliknya feses mengalir kearah traktus urinarius
menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara rektum
dengan organ sekitarnya. Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau perineum
(rektovestibuler). Pada laki2 biasanya letak tinggi , umumnya fistula menuju ke vesika urinaria
atau ke prostate. (rektovesika). pada letak rendah fistula menuju ke urethra (rektourethralis).
Atresia anorektal terjadi karena ketidaksempurnaan dalam proses pemisahan. Secara
embriologis hindgut dari apparatus genitourinarius yang terletak di depannya atau mekanisme
pemisahan struktur yang melakukan penetrasi sampai perineum. Pada atresia letak tinggi atau
supra levator, septum urorektal turun secara tidak sempurna atau berhenti pada suatu tempat jalan
penurunannya
Urorektal dan rektovaginal bisa terjadi karena septum urorektal turun ke bagian kaudal
tidak cukup jauh, sehingga lubang paling akhir dari hindgut berbelak ke anterior sehingga lubang
akhir hindgut menuju ke uretra atau ke vagina. Atresia rektoanal mungkin dapat meninggalkan
jaringan fibrous atau hilangnya segmen dari rektum dan anus, defek ini mungkin terjadi karena
adanya cedera vaskular pada regio ini sama dengan yang menyebabkan atresi pada bagian lain
dari usus. Anus imperforata terjadi ketika membran anal gagal untuk hancur.
Etiologi
Atresia ani atau anus imperforata dapat disebabkan karena:
1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang
dubur
2. Gangguan organogenesis dalam kandungan
3. Berkaitan dengan sindrom down
Malformasi anorektal memiliki etiologi yang multifaktorial. Salah satunya adalah
komponen genetik. Pada tahun 1950an, didapatkan bahwa risiko malformasi meningkat pada
bayi yang memiliki saudara dengan kelainan malformasi anorektal yakni 1 dalam 100 kelahiran,
dibandingkan dengan populasi umum sekitar 1 dalam 5000 kelahiran. Penelitian juga
menunjukkan adanya hubungan antara malformasi anorektal dengan pasien dengan trisomi 21
(Down's syndrome). Kedua hal tersebut menunjukkan bahwa mutasi dari bermacam-macam gen
yang berbeda dapat menyebabkan malformasi anorektal atau dengan kata lain etiologi
malformasi anorektal bersifat multigenik.

Manifestasi klinis
Gejala yang menunjukan terjadinya malformasi anorektal terjadi dalam waktu 24-48 jam.
Gejala itu dapat berupa:
1. Perut kembung
2. Muntah
3. Tidak bisa buang air besar
4. Pada pemeriksaan radiologis dengan posisi tegak serta terbalik dapat dilihat sampai
dimana terdapat penyumbatan.

Malformasi anorektal sangat bervariasi, mulai dari anus imperforata letak rendah dimana
rectum berada pada lokasi yang normal tapi terlalu sempit sehingga feses bayi tidak dapat
melaluinya, malformasi anorektal intermedia dimana ujung dari rektum dekat ke uretra dan
malformasi anorektal letak tinggi dimana anus sama sekali tidak ada.
Sebagian besar bayi dengan anus imperforata memiliki satu atau lebih abnormalitas yang
mengenai sistem lain. Insidennya berkisar antara 50% - 60%. Makin tinggi letak abnormalitas
berhubungan dengan malformasi yang lebih sering. Kebanyakan dari kelainan itu ditemukan
secara kebetulan, akan tetapi beberapa diantaranya dapat mengancam nyawa seperti kelainan
kardiovaskuler.

Klasifikasi
Melbourne membagi berdasarkan garis pubocoxigeus dan garis yang melewati ischii kelainan
disebut :
 Letak tinggi rektum berakir diatas m.levator ani (m.pubo coxigeus)
 Letak intermediet akhiran rektum terletak di m.levator ani
 Letak rendah akhiran rektum berakhir bawah m.levator ani

Menurut Ladd dan Gross (1966) anus imperforata dalam 4 golongan, yaitu:
1. Stenosis rektum yang lebih rendah atau pada anus
2. Membran anus yang menetap
3. Anus imperforata dan ujung rektum yang buntu terletak pada bermacam-macam jarak dari
peritoneum
4. Lubang anus yang terpisah dengan ujung rectum

Modifikasi Klasifikasi (Wingspread 1984)


Penggolongan anatomis untuk terapi dan prognosis:
Laki-laki:
Golongan I Tindakan
1.Fistel urine Kolostomi neonatus
2.Atresia rekti Operasi definitif
3.Perineum datar Usia 4-6 bulan
4.Tanpa fistel. Udara > 1 cm
dari kulit pada invertogram

Invertogram adalah teknik pengambilan foto untuk menilai jarak puntung distal rectum
terhadap marka anus di kulit peritoneum. Pada teknik bayi diletakkan erek terbalik (kepala di
bawah) atau tidur telungkup (prone), dengan sinar horisontal diarahkan ke trohanter mayor.
Dinilai ujung udara yang ads di distal rektum ke marka anus.

Golongan II Tindakan
1.Fistel perineum
2.Membran anal meconeum tract Operasi definitif pada neonatus
3.Stenosis ani Tanpa kolostomi
4.Bucket handle
5.Tanpa fistel. Udara < 1 cm
dari kulit pada invertogram

Wanita:
Golongan I Tindakan
1. Kloaka
2. Fistel vagina Kolostomi neonatus
3. Fistel vestibulum ano atau Usia 4-6 bulan
rekto, vestibules
4. Atresia rekti
5.Tanpa fistel. Udara > 1 cm
dari kulit pada invertogram

Golongan II Tindakan
1.Fistel perineum
2.Stenosis Operasi definitif pada neonatus
3.Tanpa fistel. Udara > 1 cm
dari kulit pada invertogram

Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis Malformasi anorektal adalah dengan anamnesis dan
pemeriksaan perineum yang teliti .
 Bayi cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir
 Tidak ditemukan anus, kemungkinan ada fistula
 Bila ada fistula pada perineum (mekoneum +) kemungkinan letak rendah
Persisten kloaka dapat didiagnosa secara klinik. Adanya lubang tunggal pada perineum
merupakan suatu petunjuk klinik dari kloaka persisten. Genitalia eksternanya sering berukuran
kecil. Pada pemeriksaan abdomen terkadang dapat ditemukan massa pada abdomen, yang
mungkin merupakan vagina yang mengalami distensi (hidrokolpos) dan ini ada pada 50% pasien
dengan kloaka persisten.

PENA menggunakan cara sebagai berikut:


1 . Bayi laki-laki dilakukan pemeriksaan perineum dan urine bila :
 Fistel perianal (+) , bucket handle, anal stenosis atau anal membran berarti atresia
letakrendah, dilakukan Minimal PSARP tanpa kolostomi
 Mekoneum (+) atresia letak tinggi dilakukan kolostomi terlebih dahulu dan 8 minggu
kemudian dilakukan tindakan definitif.

Apabila pemeriksaan diatas meragukan dilakukan invertrogram .Bila


· Akhiran rektum < 1 cm dari kulit disebut letak rendah
· Akhiran rektum > 1 cm disebut letak tinggi
Pada laki-laki fistel dapat berupa rectovesikalis, rektourethralis dan rektoperinealis.

2 . Pada bayi perempuan 90 % malformasi anorektal disertai dengan fistel. Bila ditemukan
 Fistel perineal (+) minimal PSARP tanpa kolostomi.
 Fistel rektovaginal atau rektovestibuler dilakukan kolostomi terlebih dahulu.
 Fistel (-) invertrogram :
- Akhiran < 1 cm dari kulit dilakukan postero sagital anorektoplasti
- Akhiran > 1 cm dari kulit dilakukan kolostomi terlebih dahulu

Leape (1987) menyatakan bila mekonium didadapatkan pada perineum, vestibulumatau


fistel perianal berarti letak rendah . Bila Pada pemeriksaan Fistel (-) Letak tinggi atau rendah
Pemeriksaan foto abdomen setelah 18-24 jam setelah lahir agar usus terisi udara, dengan cara
Wangenstein Reis (kedua kaki dipegang posisi badan vertical dengan kepala dibawah) atau knee
chest position (sujud) bertujuan agar udara berkumpul didaerah paling distal.
Bila terdapat fistula lakukan fistulografi.
A. Pemeriksaan klinis
1. pemeriksaan neonates secara keseluruhan untuk mengetahui umur kehamilan, berat,
temperature, warna, tangisan, pernapasan, ada tidaknya jaundice, distensi abdomen,
septicemia, dan anomaly congenital lainnya.
Yang harus dipertimbangkan adalah:
a. dengan malformasi apakah bayi tersebut lahir,
b. apa yang sudah diakibatkan malformasi tersebut pada bayi.

2. Pemeriksaan untuk menentukan tipe dan asal dari anomaly. Secara klinik dapat
dilakukan pada bayi perempuan tetapi tidak semua bayi laki-laki. Pada wanita jumlah
lubang pada perineum sangatlah signifikan. Jika terdapat tiga lubang berarti masalah
dapat diatasi cukup dari perineum, sedangkan jika hanya ada dua atau satu lubang
berarti memerlukan pembedahan.

3. Ada atau tidaknya anomali yang berkaitan. Periode embriologi pada saat ujung kaudal dari
fetus berdiferensiasi (5-24 minggu) merupakan waktu dimana sistem tubuh
lainnya juga sedang berkembang. Sehingga tidak sulit untuk membayangkan jika
terjadi defek embriologi pada waktu ini yang menyebabkan malformasi anorektal juga
akan menyebabkan insidensi yang tinggi dari anomali lainnya. Istilah “asosiasi
VACTERL” telah ditentukan untuk menunjukkan grup non-acak dari anomali yang
berkaitan.

1. Pemeriksaan Umum
Pemeriksaan rutin tetap harus dilakukan untuk mencari ke lain-lain 50% sampai 60%
penderita ini mempunyai kelainan kongenital di tempat lain.
Yang sering ditemukan adalah:
a. pada traktus genito urinarius
b. kelainan jantung
c. traktus gastrointestinal, misalnya atresia esofagus, atresia duodenum
d. tulang, misalnya tulang radius tidak ada.

2. Pemeriksaan khusus untuk kelainan anorektal


a. Perempuan
Umumnya pada 80-90% wanita ditemukan fistula ke vestibulum atau vagina, hanya pada 10-
20% tidak ditemukan fistel.

Golongan 1
1.Kloaka
Pemisahan antara traktus urinarius, traktus genitalia dan traktus digestivus tidak
terjadi.Evakuasi feses umumnya tidak sempurna sehingga perlu cepat dilakukan kolostomi.
2.Fistel vagina
Mekonium tampak keluar dari vagina. Evakuasi feses bisa tidak lancar, sebaiknya
cepatdilakukan kolostomi.
3.Fistel vestibulum
Muara fistel di vulva di abwah vagina. Umumnya evakuasi feses lancar selama penderita
hanya minum susu. Evakuasi mulai terhambat saat penderita mulai makan makanan padat.
Kolostomi dapat direncanakan bila penderita dalam keadaan optimal.
4.Atresia rekti
Kelainan dimana anus tampak normal, tetapi pada pemeriksaan colok dubur jari tidak
dapat masuk lebih dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi sehingga perlu segera dilakukan kolostomi.
5.Tanpa fistel
Udara > 1 cm dari kulit pada invertogram. Tidak ada evakuasi sehingga perlu segera
dilakukan kolostomi.

Golongan 2
1.Fistel perineum
Terdapat lubang antara vulva dan tempat dimana lokasi anus normal. Dapat berbentukanus
anterior, tulang anus tampak normal, tetapi marks anus yang rapat ada di posteriornya.Umumnya
menimbulkan obstipasi.
2.Stenosis ani
Lubang anus terletak di lokasi normal, tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidak lancar.
Sebaiknya secepat mungkin lakukan tetapi definitif
3.Tanpa fistel
Udara < 1 cm dari kulit pada invertogram. Tidak ada evakuasi sehingga perlu segera
dilakukan kolostomi.

b. laki-laki
Perlu diperhatikan hal-hal seperti berikut:
1.Perineum: bentuk dan adanya fistel
2.Urine: dicari ada tidaknya butir-butir mekonium di urin.
Dari kedua hal tersebut di atas pada anak laki dapat dibuat golongan-golongan seperti berikut:

Golongan 1
1.Fistel urine
Tampak mekonium keluar dari orificium urethrae eksternum. Fistula dapat terjadi
bilaterdapat fistula baik ke urethra maupun ke vesika urinaria. Cara praktis untuk membedakan
lokasi fistel ialah dengan memasang kateter urine. Bila keteter terpasang dan urine jernih, berarti
fistel terletak di urethra yang terhalang kateter. Bila dengan kateter, urine berwarna hijau, berarti
fistel ke vesika urinaria. Evakuasi feses tidak lancar, dan penderita mernedukan kolostomi
segera.
2.Atresia rekti. Sama dengan wanita. Perineum datar. Menunjukkan bahwa otot yang
berfungsi untuk kontinensi tidak terbentuk sempurna.
3.Tanpa fistel
Udara > 1 cm dari kulit pada invertogram. Karena tidak ada evakuasi feses maka perlu
segera dilakukan kolostomi.

Golongan 2
1. Fistel perineum. Sama dengan perempuan.
2. Membran anal. Anus tertutup selaput tipis dan sering tampak bayangan jalan
mekonium di bawah kulit. Evaluasi feses tidak ada. Secepat mungkin sebaiknya
dilakukan terapi definitif.
3. Stenosis ani. Sama dengan perempuan
4. Bucket handle (gagang ember).
Daerah lokasi anus normal tertutup kulit yang berbentuk gagang ember. Evakuasi feses
tidak ada. Perlu secepatnya dilakukan terapi definitif.
5. Tanpa fistel ,
Udara < 1 cm dari kulit pada invertogram. Tidak ada evakuasi feses, sehingga perlu
segera dilakukan kolostomi.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan malformasi anorektal tergantung klasifikasinya. Pada malformasi
anorektal letak tinggi harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Pada beberapa waktu lalu
penanganan malformasi anorektal menggunakan prosedur abdominoperineal pullthrough, tapi
metode ini banyak menimbulkan inkontinen feses dan prolaps mukosa usus yang lebih tinggi.
Pena dan Defries pada tahun 1982 memperkenalkan metode operasi dengan pendekatan
postero sagital anorektoplasty, yaitu dengan cara membelah muskulus sfingter eksternus dan
muskulus levator ani untuk memudahkan mobilisasi kantong rektum dan pemotongan fistel .
Bedah tradisional tidak memperbolehkan tindakan pada bagian posterior midline Karena
otot pada bagian ini dipercaya menyebabkan inkontinensia pada anak-anak. Sehingga
pendekatan dokter bedah untuk malformasi ini menggunakan kombinasi melalui, abdomen,
sacral, dan perineum dengan lapang pandang yang terbatas Abdominoperineal pullthrough
dilakukan dengan membuka rongga abdomen agar mendapat visualisasi yang jelas dan
identifikasi yang tepat dari otot puborektalis. Pada
operasi “pullthrough” ini bagian usus yang terbawah dimobilisasi, dan saluran baru dibuat
melalui dinding pelvis dengan menggunakan satu pasang forsep kurva melaluinya, dipertahankan
agar tetap dekat dengan uretra, menuju letak dari anus yang baru dimana rectum dijahit dengan
kulit perineum, membentuk hubungan mukokutaneus.
Secara umum, ketika terdapat lesi letak rendah, yang diperlukan hanyalah operasi daerah
perineal tanpa kolostomi, sedangkan lesi letak tinggi memerlukan kolostomi segera setelah lahir.
Ketika terdapat kloaka persisten, saluran urin perlu dievaluasi lebih teliti pada saat membuat
kolostomi untuk memastikan bahwa pengosongan yang normal dapat terjadi dan menentukan
apakah buli-buli perlu didrainase dengan vesikostomi. Jika ada keraguan terhadap jenis lesi,
lebih aman untuk melakukan kolostomi daripada membahayakan kesempatan jangka panjang
kontinensia pada bayi dengan melakukan operasi perineal yang tidak tepat.
Keberhasilan penatalaksanaan malformasi anorektal dinilai dari fungsinya secara
jangka panjang, meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmetik serta antisipasi
trauma psikis. Sebagai Goalnya adalah defekasi secara teratur dan konsistensinya baik.
Untuk menangani secara tepat, harus ditentukankan ketinggian akhiran rektum yang
dapat ditentukan dengan berbagai cara antara lain dengan pemeriksaan fisik, radiologis dan USG.
Komplikasi yang terjadi pasca operasi banyak disebabkan oleh karena kegagalan menentukan
letak kolostomi, persiapan operasi yang tidak adekuat, keterbatasan pengetahuan anatomi, serta
ketrampilan operator yang kurang serta perawatan post operasi yang buruk. Dari berbagai
klasifikasi penatalaksanaannya berbeda tergantung pada letak ketinggian akhiran rektum dan ada
tidaknya fistula.

Leape (1987) menganjurkan pada :


 Atresia letak tinggi & intermediet sigmoid kolostomi atau TCD dahulu, setelah 6 –12
bulan baru dikerjakan tindakan definitif (PSARP)
 Atresia letak rendah perineal anoplasti, dimana sebelumnya dilakukan tes provokasi
dengan stimulator otot untuk identifikasi batas otot sfingter ani ekternus,
 Bila terdapat fistula cut back incicion
 Stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin , berbeda dengan Pena dimana dikerjakan
minimal PSARP tanpa kolostomi.

Pena secara tegas menjelaskan bahwa Malformasi anorektal letak tinggi dan intermediet
dilakukan kolostomi terlebih dahulu untuk dekompresi dan diversi. Operasi definitif setelah 4 – 8
minggu. Saat ini tehnik yang paling banyak dipakai adalah posterosagital anorektoplasti, baik
minimal, limited atau full postero sagital anorektoplasti.
Prinsip pengobatan operatif pada malformasi anorektal dengan eksplorasi postero sagital
anorektal plastik, akan banyak menggunakan kolostomi perlindungan atau kolostomisementara.
Ada dua tempat kolostomi yang dianjurkan dipakai pada neonatus dan bayi, yaitu:
transversokolostomi (kolostomi di kolon transversum) dan sigmoidostomi (kolostomi di
sigmoid). Bentuk kolostomi yang mudah dan aman adalah laras ganda (double barrel).

Kolostomi dilakukan pada saat neonates, manfaat melakukan kolostomi adalah


a. mengatasi obstruksi usus
b. memungkinkan pembedahan rekonstruktif untuk dikerjakan dengan lapangan operasi
yang bersih
c. memberi kesempatan pada ahli bedah untuk melakukan pemeriksaan lengkap dalam
usaha menentukan letak ujung rektum yang buntu serta menemukan kelainan bawaan
yang lain.

Setelah dilakukan kolostomi, tindakan definitif akan dilakukan 3-4 bulan kemudian.
Dengan alasan pasien diharapkan telah memiliki keadaan umum yang baik, fungsi peristaltis dari
pasien sudah membaik. Dan komplikasi-komplikasi untuk tindakan bedah sudah teratasi seperti
gangguan sirkulasi, gangguan jalan napas, dan keseimbangan cairan elektrolit telah terjaga.
Kenapa diambil waktu 3-4 bulan karena menurut Albanese et al, semakin cepat perbaikan dari
suatu malformasi keongenital semakin baik hasil yang didapatkan dan juga lebih cepat untuk
melatih reflex defekasi dari otak merupakan hal yang sangat penting

Kolostomi

Kolostomi pada kolon desendens merupakan prosedur yang ideal untuk penatalaksanaan awal
malformasi anorktal. Tindakan kolostomi merupakan upaya dekompresi, diversi, dan sebagai
proteksi terhadap kemungkinan terjadinya obstruksi usus. Kolostomi pada kolon desendens
mempunyai beberapa keuntungan disbanding dengan kolostomi pada kolon asendens atau
transversum. Bagian distal dari kolostomi akan mengalami disfungsi dan akan terjadi atropi
karena tidak digunakan. Dengan kolostomi pada kolon desendens maka segmen yang akan
mengalami disfungsi menjadi lebih pendek. Atropi dari segmen distal akan berakibat tejadinya
diare cair sampai dilakukan peneutupan stoma dan hal ini dapat diminimalkan dengan melakukan
kolostomi pada kolon desendens. Pembersihan mekanik kolon distal lebih mudah dilakukan jika
kolostomi terletak di bagian kolon desendens.

Pada kasus dengan fistel anorektal, urin sering keluar melalui kolon, untuk kolostomi distal akan
keluar memalui stoma bagian distal tanpa danya absorbs. Bila stoma terletak di kolon proksimal,
urin akan keluar ke kolon dan akan diabsorbsi, hal ini akan meningkatkan resiko terjadinya
asidosis metabolic. Loop kolostomi akan menyebabkan aliran urin dari stoma proksimal ke distal
usus dan terjadi infeksi saluran kencing serta pelebaran distal rectum. Distensi rectum yang lama
akan menyebabkan kerusakan dinding usus yang irreversible disertai dengan kelainan
hipomotilitas dinding usus yang menetap, hal ini akan menyebabkan konstipasi di kemudian hari.
Double barrel transversocolostomy dextra dengan tujuan dekompresi dan diversi memiliki
keuntungan antara lain :

1. Meninggalkan seluruh kolon kiri bebeas pada saat tindakan definitf tidak menimbulkan
kesulitan
2. Tidak terlalu sulit dikerjakan

3. Stoma distal dapat berlaku sebagaimana muara pelepasan secret kolon distal

1. Feses kolon kanan relative tidak berbau disbanding kolon kiri oleh karena
pembusukan feses.

2. Dimungkinkan irigasi dan pengosongan dari kantong rectum yang buntu

Posterosagital anorectoplasty (PSARP)

Metode ini diperkenalkan oleg Pena dan de Vries pada tahun 1982. Prosedur ini memebrikan
beberapa keuntungan seperti kemudahan dalam operasi fistel rektourinaria maupun rektovaginal
dengan cara membelah otot pelvis, sing, dan sfingter. PSARP dibagi menjadi tiga yaitu minimal,
limited, dan full PSARP.

Posisi penderita adalah prone dengan elevasi pada pelvis. Dengan bantuan stimulator dilakukan
identifikasi anal dimple. Insisi dimulai dari tengah sacrum ke bawah melewati pusat sfingter
eksterna ampai kedepan kurang lebih 2 cm. Insisi diperdalam dengan membuka subkutis, lemak,
parasagital fibre dan muscle complex. Tulang coccygeus dibelah sehingga tampak dinding
belakang rectum. Rektum dibebaskan dari dinding belakang dan jika ada fistel dibebaskan juga,
rektumj dipisahkan dengan vagina yang dibatasi oleh common wall. Dengan jahitan, rectum
ditarik melewati otot levator, muscle complex, dan parasagital fibre kemudian dilakukan
anoplasty dan dijaga agar tidak tegang.

Untuk minimal PSARP tidak dilakukan pemitingan otot levator maupun vertical fibre, yang
penting adalah memisahkan common wall untuk memsahkan rectum dengan vagina dan dibelah
hanya otot sfingter eksternus. Untuk limited PSARP yang dibelah adalah otot sfingter eksternus,
muscle fibre, muscle complex, serta tidak memberlah tulang coccygeus. Penting melakukan
diseksi rectum agar tidak merusak vagina. Masing-masing jenis prosedur mempunyai indikasi
yang berbeda. Minimal PSARP dilakukan pada fistell perianalm anal stenosis, anal membrane,
bucket handle, dan atresia anitanpanfistel yang akhiran rectum kurang dari 1 cm dari kuit.
Limited PSARP dilakukan pada atresia ani dengan fistel rektovestibular. Full PSARP dilakukan
pad atresia ani letak tinggi, dengan gambaran invertogram akhir rectum lebih dari 1 cm dari
kulit, pad fistelrektovaginalis, fistel rekto uretralis, atresia rectum, dan stenosis rectum.

Dalam algoritme yang ada, tindakan kolostomi perlu dilakukan pada penderita malformasi
anorektal letak tinggi. Kolostomi akan mengecilkan kolon bagian distal yang membesar juga
berguna melindungi tindakan operasi definitive dari kontamnasi feses pada tahap selanjutnya.
Stelah tindakan kolostomi, penderita dapat melakukan operasi definitive 4-8 minggu kemudian.
Bila tindakan definitive dilakukan pada usia 4-8 minggu setelah tindakan kolostomi, terdapat
beberapa keuntungan antara lain : penderita tidak perlu terlalu lama merawat stoma, perbedaan
antar usus prksimal dan distal tidak ada, simple anal dilatasi, sensasi local pada rectum lebih
meningkat.

Prinsip operasi:
1. Bayi diletakkan tengkurap
2. Sayatan dilakukan di perineum pada garis tengah, mulai dari ujung koksigeus sampai
batas anterior marks anus.
3. Tetap bekerja di garis tengah untuk mencegah merusak saraf.
4. Ahli bedah harus mengenal dan melakukan preservasi seluruh otot.
5. Tidak menimbulkan trauma struktur lain.

Teknik Operasi :
a) Dilakukan dengan general anestesi, dengan intubasi endotrakeal, dengan posisi pasien
tengkurap dan pelvis ditinggikan.
b) Stimulasi perineum dengan alat Pena Muscle Stimulator untuk identifikasi anal dimple.
c) Insisi bagian tengah sakrum kearah bawah melewati pusat spingter dan berhenti 2 cm
didepannya.
d) Dibelah jaringan subkutis, lemak, parasagital fiber dan muscle complex.
e) Os koksigeus dibelah sampai tampak muskulus levator, dan muskulus levator dibelah
f) tampak dinding belakang rektum.
g) Rektum dibebas dari jaringan sekitarnya.
h) Rektum ditarik melewati levator, muscle complex dan parasagital fiber.
i) Dilakukan anoplasti dan dijaga jangan sampai tension.
Penatalaksanaan malformasi anorektal (pada gambar 1)

Gambar 1. Algoritma penatalaksanaan malformasi anorektal pada 26opical26 laki-laki

Dengan inspeksi perineum dapat ditentukan adanya malformasi anorektal pada 95% kasus
malformasi anorektal pada bayi perempuan. Prinsip penatalaksanaan malformasi anorektal pada
bayi perempuan 26opica sama dengan bayi laki-laki.
Penatalaksanaan malformasi anorektal pada bayi perempuan (gambar 2)

Gambar 2. Algoritma penatalaksanaan malformasi anorektal pada 27opical27 perempuan

Anoplasty
PSARP adalah metode yang ideal dalam penatalaksanaan kelainan anorektal. Jika bayi tumbuh
dengan baik, operasi definitif dapat dilakukan pada usia 3 bulan. Kontrindikasi dari PSARP
adalah tidak adanya kolon. Pada kasus fistula rektovesikal, selain PSARP, laparotomi atau
laparoskopi diperlukan untuk menemukan memobilisasi 27opica bagian distal. Demikian juga
pada pasien kloaka persisten dengan saluran kloaka lebih dari 3 cm
Perawatan Pasca Operasi PSARP
 Antibiotik intra vena diberikan selama 3 hari ,salep antibiotic diberikan selama 8- 10
hari.
 2 minggu pasca operasi dilakukan anal dilatasi dengan heger dilatation, 2x sehari dan
tiap minggu dilakukan anal dilatasi dengan anal dilator yang dinaikan sampai
mencapai ukuran ynag sesuai dengan umurnya .
Businasi dihentikan bila busi nomor 13-14 mudah masuk

Kalibrasi anus tercapai dan orang tua mengatakan mudah mengejakan serta tidak ada rasa nyeri
bila dilakukan 2 kali sehari selama 3-4 minggu merupakan indikasi tutup kolostomi, secara
bertahap frekuensi diturunkan.

Pada kasus fistula rektouretral, kateter foley dipasang hingga 5-7 hari. Sedangkan pada
kasus kloaka persisten, kateter foley dipasang hingga 10-14 hari. Drainase suprapubik
diindikasikan pada pasien persisten kloaka dengan saluran lebih dari 3 cm. Antibiotik intravena
diberikan selama 2-3 hari, antibiotik topikal berupa salep dapat digunakan pada luka.
Dilatasi anus dimulai 2 minggu setelah operasi. Untuk pertama kali dilakukan oleh ahli
bedah, kemudian dilatasi dua kali sehari dilakukan oleh petugas kesehatan ataupun keluarga.
Setiap minggu lebar dilator ditambah 1 mm tercapai ukuran yang diinginkan. Dilatasi harus
dilanjutkan dua kali sehari sampai dilator dapat lewat dengan mudah. Kemudian dilatasi
dilakukan sekali sehari selama sebulan diikuti dengan dua kali seminggu pada bulan berikutnya,
sekali seminggu dalam 1 bulan kemudian dan terakhir sekali sebulan selama tiga bulan. Setelah
ukuran yang diinginkan tercapai, dilakukan penutupan kolostomi.
Setelah dilakukan penutupan kolostomi, eritema popok sering terjadi karena kulit
perineum bayi tidak pernah kontak dengan feses sebelumnya. Salep tipikal yang mengandung
vitamin A, D, aloe, neomycin dan desitin dapat digunakan untuk mengobati eritema popok ini.
Diagnosis Banding

Penyakit Hirschprung, yang disebabkan oleh tidak terdpatnya sel ganglion parasimpatis
dari pleksus Auerbach di kolon. Sebagian besar segmen yang a ganglionik mengenai rectum dan
bagian bawah kolon sigmoid dan terjadi hipertrofi serta distensi yang berlebihan pada kolon
yang lebih proksimal. Gejala utama pada bayi baru lahir berupa muntah hijau, pengeluaran
mekoniium yang terlambat, serta distensi abdomen. Gejala timbul pada umur 2-3 hari. Bila
dilakukan colok dubur, tinja akan keluar menyemprot. Diagnosis dapat ditegakkan setelah
dilakukan pemerikasaan barium enema dan biopsy rectum (biopsy hijau)

Prognosis
1. Dengan menggunakan klasifikasi di atas dapat dilakukan evaluasi fungsi klinis:
a.kontrol feses dan kebiasaan buang air besar;
b.sensasi rektal dan soiling;
c.kontraksi otot yang baik pada colok dubur.
2. Evaluasi psikologis
Fungsi kontinensi tidak hanya tergantung integritas atau kekuatan sfingter atau sensasi saja,
tetapi tergantung juga pada bantuan orang tua dan kooperasi serta keadaan mental penderita.
BAB III
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Atresia Ani. Available from http://www.bedah–ugm.net (accessed: 1st January
2009).
Bhargava P, Mahajan J. K, Kumar A. 2003. Anorectal Malformations in Children. J Indian
Assoc Pediatric Surgery/Jul-Sept/Vol 11/Issue 3
Brunicardi F C. 2003. Schwartz’s principal of surgery: eight edition. New york: McGraw-Hill
medical publishing division
Chandler L R. Congenital Malformations Of The Rectum And Anus: Their Surgical
Treatment. California And Western Medicine Journal Vol. 51, No. 2
Joseph D. 2005. Management Of Anorectal Malformations And Hirschsprung Disease In
Guyana. Dept. of Pediatric Surgery Georgetown Public Hospital Corporation
Kella N, Memon A B, Qureshi G. A. 2006. Urogenital Anomalies Associated with Anorectal
Malformation in Children. World Journal of Medical Sciences 1 (2): 151-154
Mittal A, et al. 2004. Associated Anomalies with Anorectal Malformation. Indian Journal of
Pediatrics, Volume 71--June, 2004
O'Neill. 2003. Principle of Pediatric Surgery: Imperforate Anus. Elsevier
Sadler T W. 2000. Embriologi Kedokteran Langman: edisi ke-7. Jakarta: EGC penerbit buku
kedokteran
Sjamsuhidajat R, de Jong W. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah: edisi 2. Jakarta: EGC penerbit
buku kedokteran
Thayeb. A. Malformasi Anorektal. Pada: Reksoprodjo, S editor. Kumpulan Kuliah Ilmu
Bedah. Jakarta: Binarupa Aksara

Anda mungkin juga menyukai