DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR GUBERNUR JAMBI …………………………………………. i
KATA PENGANTAR KEPALA BLHD PROVINSI JAMBI …………………………. ii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………. iii
DAFTAR TABEL ………………………………………………………………………. viii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………………… xii
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………………………. xvi
ABSTRAK ……………………………………………………………………………… xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.45. Tabel Analisa Curah Hujan Bulan Februari di Wilayah Provinsi
Jambi Tahun 2014 ……………………………………………………… II-110
Tabel 2.46. Tabel Analisa Curah Hujan Bulan Maret di Wilayah Provinsi Jambi
Tahun 2014 ……………………………………………………………… II-110
Tabel 2.47. Tabel Analisa Curah Hujan Bulan April di Wilayah Provinsi Jambi
Tahun 2014 ……………………………………………………………… II-111
Tabel 2.48. Tabel Analisa Curah Hujan Bulan Mei di Wilayah Provinsi Jambi
Tahun 2014 ……………………………………………………………… II-112
Tabel 2.49. Tabel Analisa Curah Hujan Bulan Juni di Wilayah Provinsi Jambi
Tahun 2014 ……………………………………………………………… II-112
Tabel 2.50. Tabel Analisa Curah Hujan Bulan Juli di Wilayah Provinsi Jambi
Tahun 2014 ……………………………………………………………… II-113
Tabel 2.51. Tabel Analisa Curah Hujan Bulan Agustus di Wilayah Provinsi
Jambi Tahun 2014 ……………………………………………………… II-113
Tabel 2.52. Tabel Analisa Curah Hujan Bulan September di Wilayah Provinsi
Jambi Tahun 2014 ……………………………………………………… II-114
Tabel 2.53. Tabel Analisa Curah Hujan Bulan Oktober di Wilayah Provinsi
Jambi Tahun 2014 ……………………………………………………… II-115
Tabel 2.54. Tabel Analisa Curah Hujan Bulan November di Wilayah Provinsi
Jambi Tahun 2014 ……………………………………………………… II-115
Tabel 2.55. Tabel Analisa Curah Hujan Bulan Desember di Wilayah Provinsi
Jambi Tahun 2014 ……………………………………………………… II-116
Tabel 2.56. Tabel Analisa Sifat Hujan di Wilayah Provinsi Jambi Tahun 2014 ... II-117
Tabel 2.57. Tabel Informasi Banyaknya Hari Hujan di Wilayah Provinsi Jambi
Tahun 2014 ……………………………………………………………… II-117
Tabel 2.58. Tabel Informasi Curah Hujan Ekstrim di Wilayah Provinsi Jambi
Tahun 2014 ……………………………………………………………… II-118
Tabel 2.59. Suhu Udara Rata-Rata Bulanan di Wilayah Provinsi Jambi Tahun
2014 ……………...………………………………………………………. II-120
Tabel 2.60. Suhu Udara Rata-Rata Bulanan Kota Jambi Tahun 2013-2014 …... II-121
Tabel 2.61. Suhu Udara Rata-Rata Bulanan Stasiun Depati Parbo Tahun
2013-2014 …….…………………………………………………………. II-123
Tabel 2.62. Suhu Udara Rata-Rata Bulanan Stasiun Bandara Padang Kemiling
Tahun 2013-2014 ………………………………………………………. II-124
Tabel 2.63. Suhu Udara Rata-Rata Bulanan Stasiun Bandara Internasional
Minangkabau Padang Tahun 2013-2014 ……………………………. II-125
Tabel 2.64. Bencana Alam yang Terjadi di Wilayah Provinsi Jambi Tahun 2013
dan 2014 ………………………………………………………………… II-127
Tabel 2.65. Jumlah Titik Api di Wilayah Provinsi Jambi Periode Tahun 2011-
2014 ……………………………………………………………………… II-131
Tabel 3.1. Kepadatan Penduduk Provinsi Jambi Tahun 2014 …...…………….. III- 4
Tabel 3.2. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Provinsi Jambi
Tahun 2014 ……………………………………………………………… III- 8
Tabel 3.3. Penduduk di Wilayah Pesisir dan Laut Provinsi Jambi Tahun 2014 III-10
Tabel 3.4. Perbandingan Jumlah Rumah Tangga Miskin di Wilayah Provinsi
Jambi Tahun 2013 dan 2014 …. ……………………………………… III-11
Tabel 3.5. Perbandingan Penggunaan Sumber Air Minum Penduduk Provinsi
Jambi Tahun 2013 dan 2014 ………………………………………….. III-13
Tabel 3.6 Perbandingan Fasilitas Tempat Buang Air Besar Penduduk
Provinsi Jambi Tahun 2013 dan 2014 ………….…………………….. III-15
Tabel 3.7. Status Kepemilikan Rumah Sakit di Wilayah Provinsi Jambi .……... III-21
Tabel 3.8. Perbandingan Jumlah Limbah Yang Dihasilkan Rumah Sakit di
Provinsi Jambi Tahun 2013 dan 2014 ………………………………... III-22
Tabel 3.9. Penggunaan Jenis Pupuk di Provinsi Jambi Tahun 2013 dan 2014 III-25
Tabel 3.10. Perhitungan Emisi CO2 dari Tanaman Perkebunan di Wilayah
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.18. Flora dan Fauna yang Dilindungi di Taman Nasional Kerinci
Seblat ……………………………………………………………. …... II- 35
Gambar 2.19. Flora dan Fauna yang Dilindungi di Taman Nasional Berbak …… II- 37
Gambar 2.20. Hewan Langka Jenis Gajah Yang Mati Dibunuh Pemburu Liar di
Kawasan Hutan Kabupaten Tebo …………………………………. II- 40
Gambar 2.21. Grafik Nilai pH Air Sungai Batang Hari Tahun 2014 ….…………. II- 47
Gambar 2.22. Grafik Konsentrasi TSS Air Sungai Batang Hari Tahun 2014 ..… II- 48
Gambar 2.23. Grafik Konsentrasi BOD Air Sungai Batang Hari Tahun 2014 ….. II- 50
Gambar 2.24. Grafik Konsentrasi Air Cl2 Sungai Batang Hari Tahun 2014 ……. II- 51
Gambar 2.25. Grafik Konsentrasi T-P Air Sungai Batang Hari Tahun 2014 …… II- 52
Gambar 2.26. Grafik Konsentrasi Fecal Coliform Air Sungai Batang Hari
Tahun 2014 ……………………………………………………...…… II- 54
Gambar 2.27. Grafik Konsentrasi Total Coliform Air Sungai Batang Hari
Tahun 2014 …………………………………………………………… II- 54
Gambar 2.28. Grafik Nilai pH Air Sungai Batang Merangin Tahun 2014 …......... II- 57
Gambar 2.29. Grafik Konsentrasi TSS Air Sungai Batang Merangin Tahun 2014 II- 58
Gambar 2.30. Grafik Konsentrasi BOD Air Sungai Batang Merangin Tahun
2014 …………………………………………………………………… II- 59
Gambar 2.31. Grafik Konsentrasi DO Air Sungai Batang Merangin Tahun 2014 II- 60
Gambar 2.32. Grafik Konsentrasi Fecal Coliform Air Sungai Batang
Merangin Tahun 2014 ……………………………………………… II- 61
Gambar 2.33. Grafik Nilai pH Air Sungai Batang Tebo Tahun 2014 …................ II- 64
Gambar 2.34. Grafik Konsentrasi TSS Air Sungai Batang Tebo Tahun 2014 …. II- 65
Gambar 2.35. Grafik Konsentrasi Fecal Coliform Air Sungai Batang
Tebo Tahun 2014 …………………………………………………… II- 66
Gambar 2.36. Grafik Konsentrasi H2S Air Sungai Batang Tebo Tahun 2014 ….. II- 66
Gambar 2.37. Grafik Nilai pH Air Sungai Batang Bungo Tahun 2014 ….............. II- 69
Gambar 2.38. Grafik Konsentrasi Fecal Coliform Air Sungai Batang
Bungo Tahun 2014 …………………………………………………. II- 70
Gambar 2.39. Grafik Konsentrasi H2S Air Sungai Batang Bungo Tahun 2014 … II- 71
Gambar 2.40. Grafik Nilai pH Air Sungai Batang Tabir Tahun 2014 …................ II- 73
Gambar 2.41. Grafik Konsentrasi DO Air Sungai Batang Tabir Tahun 2014 …... II- 74
Gambar 2.42. Grafik Konsentrasi Fecal Coliform Air Sungai Batang
Tabir Tahun 2014 …………………………………………………… II- 75
Gambar 2.43. Grafik Konsentrasi H2S Air Sungai Batang Tabir Tahun 2014 ….. II- 71
Gambar 2.44. Grafik Nilai pH Air Sungai Batang Tembesi Tahun 2014 ….......... II- 79
Gambar 2.45. Grafik Konsentrasi TSS Air Sungai Batang Tembesi Tahun 2014 II- 80
Gambar 2.46. Grafik Konsentrasi BOD Air Sungai Batang Tembesi Tahun
2014 …………………………………………………………………… II- 81
Gambar 2.47. Grafik Konsentrasi Fecal Coliform Air Sungai Batang
Tembesi Tahun 2014 ……………………………………………….. II- 81
Gambar 2.48. Grafik Konsentrasi H2S Air Sungai Batang Tembesi Tahun 2014 II- 82
Gambar 2.49. Grafik Tingkat Pencemaran Sungai di Provinsi Jambi
Berdasarkan Jumlah Pemantauan Yang Tidak Memenuhi Baku
Mutu Tahun 2014 ……………………………………………………. II- 85
Gambar 2.50. Parameter Yang Tidak Memenuhi Baku Mutu Air Sumur / Air
Tanah di Provinsi Jambi Tahun 2014 ……………………………… II- 89
Gambar 2.51. Grafik Konsentrasi SO2 di Kabupaten / Kota di Provinsi Jambi
Tahun 2014 …………………………………………………………... II- 93
Gambar 2.52. Grafik Konsentrasi SO2 di Beberapa Kawasan di Provinsi Jambi
Tahun 2014 …………………………………………………………... II- 93
Gambar 2.53. Grafik Konsentrasi NO2 di Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi
Tahun 2014 …………………………………………………………... II- 95
Gambar 2.54. Grafik Konsentrasi NO2 di Beberapa Kawasan di Provinsi Jambi
Tahun 2014 ………………………………………….……………….. II- 95
DAFTAR LAMPIRAN
ABSTRAK
yang memiliki kecenderungan menjadi lebih baik dengan menurunnya frekuensi dan
intensitas terjadinya bencana banjir, kekeringan, kebakaran lahan/hutan, serta tanah
longsor, gempa bumi, dan angin puting beliung. Sementara kondisi iklim berada pada
kisaran normal yang ditandai dengan penurunan kuantitas curah hujan rata-rata dari 203
mm menjadi 155 m, dan suhu udara yang tidak mengalami perbedaan yang mencolok.
Secara umum kondisi lingkungan hidup cenderung menjadi lebih baik yang dapat dilihat
dari Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) Provinsi Jambi tahun 2014 sebesar 82,74
atau meningkat sebesar 7,79 dari nilai IKLH tahun 2013 sebesar 74,95 dan masuk
klasifikasi sangat baik.
Tekanan terhadap lingkungan pada tahun 2014 mengalami peningkatan bila
dibandingkan pada tahun 2013 sebagai akibat dari pertumbuhan penduduk dan kegiatan
manusia pada sektor kesehatan, pertanian, industri, pertambangan, dan transportasi.
Jumlah penduduk Provinsi Jambi mengalami peningkatan sebesar 2,27 % dan
berakibat pada peningkatan jumlah rumah tangga sebesar 1,02 % dan peningkatan
jumlah rumah tangga miskin sebesar 7,78 %. Peningkatan jumlah penduduk juga
berdampak pada peningkatan kebutuhan air minum dimana sumber pemenuhan air
minum yang berasal dari PDAM meningkat sebesar 1,17 %, sumur sebesar 5,49 %,
sungai sebesar 3,80, hujan sebesar 2,37 % dan air kemasan sebesar 0,92 %. Juga
terjadi peningkatan jumlah fasilitas tempat buang air besar sebesar 1,11 %,
meningkatnya jumlah timbulan sampah sebesar 2,17 % dan meningkatnya jumlah
limbah rumah sakit sebesar 13,11 % yang meliputi limbah padat, limbah cair dan limbah
B3. Sektor pertanian juga memberikan tekanan terhadap lingkungan dalam bentuk
peningkatan emisi gas CO2 sebesar 5,75 % dan peningkatan emisi gas CH4 sebesar
14,84 %, sementara sektor industri memberikan tekanan dalam bentuk peningkatan
beban limbah cair sebesar 13,66 %, sektor pertambangan memberikan tekanan dalam
bentuk peningkatan produksi pertambangan sebesar 34,47 %, dan sarana transportasi
memberikan tekanan dalam bentuk peningkatan volume limbah padat sebesar 1,32 %.
Peningkatan tekanan terhadap lingkungan ini diimbangi dengan peningkatan pelayanan
kesehatan dengan berkurangnya jumlah penderita penyakit utama sebesar 23,74 %,
penurunan emisi gas CH4 sektor peternakan sebesar 20,31 %, penurunan emisi gas
CO2 sektor transportasi sebesar 0,11 %, dan penurunan volume limbah padat obyek
wisata sebesar 12,92 %,
Upaya yang dilakukan dalam rangka memperbaiki kondisi lingkungan hidup
yang disebabkan oleh berbagai tekanan pada tahun 2014 mengalami peningkatan, baik
dari segi pelaksanaan di lapangan, peraturan perundang-undangan, dan kapasitas
sumber daya manusia. Dari segi pelaksanaan di lapangan telah dilakukan penanaman
pohon dalam rangka kegiatan penghijauan dan reboisasi oleh dinas/instansi teknis
terkait, badan usaha, LSM dan masyarakat sebanyak 92.569.351 batang atau setara
dengan luas lahan 148.110,962 hektar. Juga dilakukan kegiatan fisik lainnya dalam
bentuk penyebaran benih ikan ke dalam lubuk larangan dan perairan umum,
pembersihan bantaran sungai, pembuatan lubang resapan biopori sebanyak 200.000
lubang, uji emisi kendaraan bermotor, pembentukan desa sadar sampah,
pengembangan hutan adat, pengembangan lubuk larangan, pengendalian kebakaran
lahan dan hutan, dan pengembangan kampung iklim. Dari segi peraturan perundangan-
undangan telah dilakukan pengesahan dokumen izin lingkungan sebanyak 13 buah,
pengawasan izin lingkungan terhadap 53 buah badan usaha, penyelesaian pengaduan
masyarakat sebanyak 16 kasus, serta diterbitkannya peraturan daerah sebanyak 1
buah, peraturan gubernur sebanyak 2 buah, dan keputusan gubernur sebanyak 25 buah.
Sementara dari segi kapasitas sumber daya manusia telah dibentuk dan beroperasinya
25 buah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang aktif di bidang lingkungan,
diperolehnya penghargaan tingkat nasional di bidang lingkungan sebanyak 17 buah,
dilaksanakannya kegiatan sosialisasi lingkungan hidup sebanyak 89 kali, dan
tersedianya staf fungsional bidang lingkungan hidup sebanyak 2.354 orang.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
(dua) kota pada tahun 1999 dan 2008. Wilayah tersebut mencakup Kabupaten Kerinci,
Kabupaten Merangin, Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Batanghari, Kabupaten Muaro
Jambi, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Kabupaten
Tebo, Kabupaten Bungo, Kota Jambi dan Kota Sungai Penuh, dengan jumlah
kecamatan 138 buah, desa 1.340 buah, dan kelurahan 213 buah.
Provinsi Jambi secara geografis terletak pada 0° 45¹ 3º 45¹ LS dan 101º 0¹ -
104º 55 BT di bagian tengah Pulau Sumatera dengan luas daratan 50.160,05 km2 dan
luas perairan 425,50 km2. Wilayah Provinsi Jambi sebelah utara berbatasan dengan
Provinsi Riau, sebelah timur berbatasan dengan Laut Cina Selatan dan Provinsi
Kepulauan Riau, sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi Sumatera Selatan, dan
sebelah barat dengan Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Bengkulu.
Dengan luas wilayah Provinsi Jambi 50.160,05 km 2, luasan masing-masing
kabupaten/kota di Provinsi Jambi beserta jumlah penduduknya pada tahun 2014 dapat
dilihat pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1. Luas Wilayah Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi Beserta Jumlah
Penduduknya Tahun 2014.
Sumber : Data Olahan Tabel DE-1 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
yang berbatasan dengan Provinsi Bengkulu dan Sumatera Barat. Variasi ketinggian
wilayah Provinsi Jambi dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu:
1). Daerah dataran rendah 0 – 100 meter, berada di wilayah timur sampai tengah.
Daerah dataran rendah ini terdapat di Kota Jambi, Kabupaten Tanjung Jabung Barat,
Kabupaten Tanjung Jabung Timur, sebagian Kabupaten Batanghari, Kabupaten
Bungo, Kabupaten Tebo, Kabupaten Sarolangun dan Kabupaten Merangin.
2). Daerah dataran sedang dengan ketinggian 100 – 500 meter berada di wilayah
tengah. Daerah dengan ketinggian sedang ini terdapat di Kabupaten Bungo,
Kabupaten Tebo, Kabupaten Sarolangun dan Kabupaten Merangin serta sebagian
Kabupaten Batanghari.
3). Daerah dataran tinggi dengan ketinggian > 500 meter berada di wilayah barat.
Daerah pegunungan ini terdapat di Kabupaten Kerinci, Kota Sungai Penuh serta
sebagian Kabupaten Bungo, Kabupaten Tebo, Kabupaten Sarolangun dan
Kabupaten Merangin.
Terdapat sungai-sungai besar yang membentuk 5 (lima) buah Daerah Aliran
Sungai (DAS) di wilayah Provinsi Jambi yaitu DAS Batanghari, DAS Tungkal, DAS
Mendahara, DAS Air Hitam dan DAS Air Dikit. Dari kelima DAS tersebut, DAS
Batanghari merupakan DAS yang paling besar dibandingkan keempat DAS lainnya. DAS
Batanghari dengan sungai utamanya adalah Sungai Batang Hari yang terbagi menjadi 5
(lima) Sub DAS yaitu Sub DAS Batang Merangin dengan sungai utamanya Sungai
Batang Merangin, Sub DAS Batang Bungo dengan sungai utamanya Sungai Batang
Bungo, Sub DAS Batang Tebo dengan sungai utamanya Sungai Batang Tebo, Sub DAS
Batang Tabir dengan sungai utamanya Sungai Batang Tabir, dan Sub DAS Batang
Tembesi dengan sungai utamanya Sungai Batang Tembesi.
Secara klimatologi, Provinsi Jambi memiliki iklim tropis dan kaya akan
sumberdaya alam dan keanekaragaman hayati, namun juga tetap menjadi kerentanan
terjadi perubahan iklim. Gejala perubahan iklim seperti kenaikan temperatur, perubahan
intensitas dan periode hujan, pergeseran musim hujan/kemarau, dan kenaikan muka air
laut, akan mengancam daya dukung lingkungan dan kegiatan seluruh sektor
pembangunan. Sepanjang tahun 2014, Provinsi Jambi memiliki karakteristik curah hujan
bervariasi mulai dari sedang hingga sangat tinggi. Rata-rata curah hujan bulanan pada
tahun 2014 berkisar antara 120 – 180 mm. Suhu udara rata-rata mencapai 23,28oC
pada daerah dataran tinggi di wilayah barat dan pada daerah lainnya suhu udara
berkisar 27oC.
Dengan kondisi wilayah dan kondisi iklim di atas, Provinsi Jambi menjadi
kawasan yang mudah ditumbuhi tanaman hutan. Data yang ada menunjukkan luas
kawasan hutan di Provinsi Jambi mencapai 2.107.779 Ha yang terdiri dari 686.095 Ha
mangan, emas, dan biji besi dengan jumlah luasan areal pertambangan 73.272,12 Ha
dengan jumlah perusahaan pertambangan yang terdata sebanyak 100 buah perusahaan
pertambangan.
Sektor pariwisata pun merupakan potensi unggulan bagi Provinsi Jambi yang
belum tereksplorasi dan terekspos lebih mendalam. Provinsi Jambi memiliki potensi
wisata yang cukup beragam pada setiap wilayahnya, tersebar mulai dari wisata alam
dan agro pada daerah di dataran tinggi, hingga wisata bahari pada wilayah pesisir dan
laut di bagian timur. Obyek wisata alam dan agro meliputi kawasan Taman Nasional,
Cagar Alam, Hutan Kota, Hutan Adat, danau dan perkebunan teh. Obyek wisata bahari
meliputi pantai-pantai di pesisir timur Pulau Sumatera.
Berkembangnya sektor pariwisata di Provinsi Jambi ditunjang oleh sarana dan
prasarana hotel dan penginapan dari tingkatan hotel melati hingga hotel berbintang.
Bahkan saat ini, telah terbangunnya hotel-hotel berskala nasional di beberapa wilayah
kabupaten/kota di Provinsi Jambi. Hal ini mengindikasikan telah banyaknya investor
nasional yang telah menanamkan modalnya pada perkembangan pembangunan di
Provinsi Jambi.
Obyek-obyek wisata di Provinsi Jambi menyimpan keunikan tersendiri
dibandingkan obyek-obyek wisata di daerah lain. Salah satunya terdapatnya taman bumi
(Geopark) di Kabupaten Merangin. Kawasan ini memaduserasikan 3 (tiga) keragaman
alam yaitu keragaman geologi (geodiversity), keragaman hayati (biodiversity), dan
keragaman budaya (culturaldiversity). Geopark Merangin diperkirakan merupakan
pecahan lempeng daratan tertua di dunia yang berada di Cina, karena jenis bebatuan
yang ada d sekitar kawasan geopark ini mirip dan bahkan berusia hampir sama dengan
bebatuan yang ada di situs bersejarah di Cina. Banyak terdapat fosil kayu, tumbuhan
serta kerang-kerangan yang tercetak membatu di batu endapan lava dan abu vulkanik
gunung purba sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 1.1. dan Gambar 1.2. Menurut
para ahli, geopark ini diperkirakan berumur 300 juta tahun. Peneliti-peneliti dunia seperti
peneliti dari Eropa, Amerika, Malaysia dan Jepang telah mengunjungi daerah ini untuk
mengeksplorasi kekayaan dan meneliti bebatuan yang ada di wilayah geopark ini. Dan
saat ini, Geopark Merangin telah dinyatakan sebagai situs warisan dunia oleh UNESCO.
Lebih ke arah barat lagi tepatnya di Desa Pelompek, Kecamatan Kayu Aro
Kabupaten Kerinci, terdapat sebuah danau yang menyimpan pesona yang unik. Danau
ini berada di ketinggian 1.950 meter di atas permukaan laut (mdpl) di puncak Gunung
Tujuh dan menjadi salah satu danau kaldera tertinggi di Asia Tenggara dengan luas
sekitar 960 Ha. Danau ini merupakan danau vulkanik nan menawan yang tercipta karena
letusan gunung api yang menyebabkan terbentuknya kawah besar yang kemudian terisi
air hujan sehingga membentuk sebuah danau. Danau ini berada di dalam kawasan
TNKS dan dikelilingi oleh 7 (tujuh) puncak gunung yaitu Gunung Hulu Tebo (2.525
mdpl), Gunung Hulu Sangir (2.330 mdpl), Gunung Madura Besi (2.418 mdpl), Gunung
Lumut (2.350 mdpl), Gunung Selasih (2.230 mdpl), Gunung Jar Panggang (2.469 mdpl)
dan Gunung Tujuh (2.735 mdpl) sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 1.3. dan
Gambar 1.4.
Segala potensi yang dimiliki oleh Provinsi Jambi tersebut jika tidak terjaga dan
terlestari akan menyebabkan kerusakan lingkungan dan hilangnya identitas daerah.
Perlunya pengelolaan yang terorganisir dan terpadu serta mengacu pada upaya
pelestarian lingkungan dalam menjaga semua potensi yang ada. Hingga suatu waktu
Provinsi Jambi dapat tumbuh dan berkembang tidak hanya dengan percepatan
pembangunan dan pertumbuhan ekonominya tapi juga perkembangan budaya dan
pariwisatanya disertai dengan pelestarian lingkungan yang semakin membaik.
Dengan semakin banyaknya data dan informasi mengenai lingkungan baik air,
udara, lahan, hutan, pesisir dan laut yang dihimpun dalam SLHD, membuat laporan
SLHD Provinsi Jambi Tahun 2013 dan Tahun 2012 menjadi sumber referensi yang
selalu ditanyakan oleh para pihak yang membutuhkan data dan informasi tentang
kualitas lingkungan hidup di Provinsi Jambi pada saat mengadakan kunjungan ilmiah ke
BLHD Provinsi Jambi, baik secara langsung maupun melalui korespondensi surat.
Secara umum pemanfaatan laporan SLHD Provinsi Jambi Tahun 2013 dan
2012 dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) bagian yaitu (1) pemanfaatan internal, dan
(2) pemanfaatan eksternal.
1. Pemanfaatan Internal
Data dan informasi yang dihimpun dalam SLHD Provinsi Jambi dipergunakan
oleh Kepala BLHD Provinsi Jambi dan para pejabat terkait untuk bahan pada rapat-rapat
utama yang meliputi MUSRESBANG, Forum SKPD, Rakor Camat, Rapat Anggaran,
Rapat Dengar Pendapat dengan DPRD Provinsi Jambi, Bahan Publikasi HUT Provinsi
Jambi, Dialog Interaktive di TVRI, Dialog Interaktive di Radio, serta Rapat Kepala SKPD
dengan jajaran Gubernur, Wakil Gubernur, dan Sekretaris Daerah.
Selain itu juga dipergunakan untuk penyampaian ekspose kondisi lingkungan
hidup di wilayah Provinsi Jambi pada saat pertemuan Gubernur dalam kunjungan kerja
dengan Pejabat/DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota di Indonesia, Pejabat Kementerian, dan
Pejabat Negara Tetangga seperti dari Pemerintah Singapura, juga pada saat Gubernur
diwawancarai oleh wartawan lokal, wartawan nasional, dan wartawan luar negeri.
2. Pemanfaatan Eksternal
Selain kedua situs tersebut, BLHD Provinsi Jambi juga mendapat bantuan
sebuat situs dari Kementerian Lingkungan Hidup dalam bentuk sub-sub domain dengan
nama http://jambi.silh.menlh.go.id/ sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 1.9.
Bantuan ini diberikan kepada seluruh BLHD Provinsi/Kabupaten/Kota se Indonesia
dalam rangka pengembangan program sistem informasi lingkungan hidup (SILH).
Gambar 1.9.
Situs BLHD Provinsi Jambi http://jambi.silh.menlh.go.id
Isu utama lingkungan hidup yang terjadi di wilayah Provinsi Jambi selalu
menarik untuk dikaji dari tahun ke tahun. Isu utama ini dapat berupa isu yang terjadi
pada tahun sebelumnya dan belum dapat terselesaikan pada tahun berjalan sehingga
memerlukan penanganan lebih lanjut pada tahun berikutnya. Isu utama ini dapat juga
berupa isu yang benar-benar baru yang belum timbul pada tahun-tahun sebelumnya.
Bila kita review kembali isu utama lingkungan hidup yang terjadi di wilayah
Provinsi Jambi pada 2 (dua) tahun terakhir yaitu pada tahun 2012 dan tahun 2013, maka
terdapat isu yang berulang dan isu baru. Pada tahun 2012 isu utama yang
mempengaruhi kualitas lingkungan hidup di Provinsi Jambi ada 3 (tiga) yaitu : (1).
Kerusakan Lahan dan Hutan, (2). Pencemaran Air Sungai Batang Hari oleh Bakteri
Escherichia coli, dan (3). Peningkatan Sebaran Wilayah Banjir. Sementara pada tahun
2013 terjadi pergeseran isu utama yaitu (1). Kerusakan Lahan dan Hutan, (2). Bencana
Banjir, dan (3). Pertambangan Tanpa Izin (PETI) Bahan Galian Emas.
Isu utama yang berulang dan belum terselesaikan pada tahun 2012 adalah isu
kerusakan lahan dan hutan, sehingga diangkat kembali pada tahun 2013. Isu
pencemaran air Sungai Batang Hari oleh Bakteri Escherichia coli sudah dapat
diminimalisir melalui kegiatan Batang Hari Bersih yang merupakan kegiatan
berkelanjutan dalam bentuk bantuan WC dan sarana air bersih pada rumah tangga
sasaran yaitu masyarakat yang berdomisili di sepanjang pinggiran Sungai Batang Hari
yang tergolong pada masyarakat kurang mampu, sehingga isu ini tidak diangkat kembali
pada tahun 2013. Isu lainnya berupa bencana banjir yang mengalami peningkatan bobot
permasalahan, dimana pada tahun 2012 berada pada urutan ketiga dengan isu yang
diangkat berupa peningkatan sebaran wilayah banjir dan pada tahun 2013 berada pada
urutan kedua dengan isu yang diangkat berupa bencana banjir. Adapun isu baru yang
tidak ada pada tahun 2012 dan diangkat pada tahun 2013 adalah Pertambangan Tanpa
izin (PETI) Bahan Galian Emas.
Pada tahun 2014 isu utama yang perlu mendapat perhatian serius ada 3 (tiga)
yaitu : (1). Konflik Lahan dan Hutan, (2). Pertambangan Tanpa Izin (PETI) Bahan Galian
Emas, dan (3). Kebakaran Lahan dan Hutan. Isu Pertambangan Tanpa Izin (PETI)
Bahan Galian Emas merupakan isu lama yang meningkat biobot permasalahannya dari
isu utama urutan ketiga pada tahun 2013 menjadi isu utama urutan kedua pada tahun
2014. Sementara 2 (dua) isu lainnya adalah isu baru yaitu Konflik Lahan dan Hutan yang
langsung menempati urutan pertama, dan isu Kebakaran Lahan dan Hutan yang
menempati urutan ketiga.
Isu utama pada tahun 2013 yang menempati urutan pertama yaitu Kerusakan
Lahan dan Hutan dikeluarkan dari bahasan isu utama pada tahun 2014 karena isu
tersebut telah mendapat penanganan yang sistematis dan berkelanjutan melalui
kegiatan Penanaman Satu Milyar Pohon atau One Billion Indonesian Trees (OBIT) yang
telah dilaksanakan sejak tahun 2010 sampai sekarang oleh Kementerian Kehutanan
beserta seluruh jajarannya dari tingkat pusat, tingkat provinsi, sampai tingkat kabupaten
kota.
Di Provinsi Jambi kegiatan ini pada tahun 2014 telah berhasil menanam pohon
sebanyak 92.569.351 batang pada areal seluas 148.110,962 hektar yang terbagi pada
penanaman pohon melalui kegiatan penghijauan seluas 147.534,226 hektar dan
penanaman pohon melalui kegiatan reboisasi seluas 576,736 hektar.
Dampak nyata dari kegiatan ini adalah meningkatnya luas tutupan lahan
berhutan pada tahun 2014 bila dibandingkan dengan luas tutupan lahan berhutan pada
tahun 2013. Bila pada tahun 2013 luas tutupan lahan berhutan mencapai angka 25.81 %
maka pada tahun 2014 angka tersebut meningkat menjadi 29.86 % (Buku Data Tabel
SD-4), sedikit di bawah batas minimal yang dipersyaratkan dalam Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yaitu sebesar 30 %. Selain itu juga
berkurangnya luas lahan kritis di mana pada tahun 2014 mencapai 779.774 hektar,
menurun 45,11 % bila dibandingkan tahun 2013 yang mencapai 1.420.602 hektar (Buku
Data Tabel SD-5). Lahan kritis ini berada dalam kawasan hutan seluas 452.112,97
hektar atau 57,98 % dan di luar kawasan hutan seluas 327.661,03 hektar atau 42,02 %.
(Buku Data Tabel SD-5A).
Walaupun pada sisi lain terjadi peningkatan laju deforestasi dimana pada tahun
2013 angka deforestasi 4,54 % dan meningkat menjadi 6,09 % pada tahun 2014 (Buku
Data Tabel SD-4A) atau terjadi peningkatan sebesar 1,55 %, namun laju deforestasi
tersebut berhasil ditekan oleh laju reforestasi yang pada tahun 2014 mencapai luasan
148.110,962 hektar (Buku Data Tabel UP-1), meningkat dari tahun 2013 yang hanya
seluas 24.226,65 hektar.
Selain itu peran aktif instansi pemerintah dan swasta serta masyarakat dalam
pelaksanaan kegiatan penghijauan dan reboisasi di wilayah Provinsi Jambi melalui
kegiatan fisik menunjukkan kepedulian yang cukup tinggi. Selama tahun 2014 kegiatan
penghijauan dan reboisasi yang telah dilaksanakan meliputi :
1. Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, PT. Wira Karya Sakti, dan SMAN 5 Kota Jambi
melaksanakan penanaman pohon penghijauan di halaman SMAN 5 Kota Jambi.
2. PT. Telkom Cabang Jambi melaksanakan penanaman pohon penghijauan di
Kabupaten Muaro Jambi.
3. Dinas Kehutanan Provinsi Jambi dan Pemerintah Kota Sungai Penuh melaksanakan
penanaman pohon penghijauan di Kelurahan Cempaka, Kecamatan Hamparan
Rawang, Kota Sungai Penuh.
4. STIKES Prima Jambi melaksanakan penanaman pohon mangrove di Kabupaten
Tanjung Jabung Timur.
5. SMPN 23 Kota Jambi melaksanakan penanaman pohon di lingkungan sekolah di
SMPN 23 Kota Jambi.
6. BLHD Kota Jambi dan SMPN 24 Kota Jambi melaksanakan penanaman pohon di
lingkungan sekolah di SMPN 24 Kota Jambi.
7. BLHD Kabupaten Merangin melaksanakan reklamasi bekas lahan tambang biji besi
di Desa Nalo Baru, Kecamatan Nalo Tantan, Kabupaten Merangin.
8. Masyarakat Desa Sungai Tutung, Kecamatan Sitinjau Laut, Kabupaten Kerinci
melaksanakan areal model rotan di Desa Sungai Tutung, Kecamatan Sitinjau Laut,
Kabupaten Kerinci.
9. Dinas Kehutanan Provinsi Jambi melaksanakan pembibitan bakau di Kabupaten
Tanjung Jabung Timur.
10. Dinas Kehutanan Provinsi Jambi melaksanakan pembibitan tanaman pulau gaharu di
Kabupaten Tanjung Jabung Timur.
11. Dinas Kehutanan Provinsi Jambi melaksanakan pembibitan tanaman jelutung di Kota
Jambi, Kabupaten Muaro Jambi, dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur.
Isu utama pada tahun 2013 lainnya yang dikeluarkan dari bahasan isu utama
pada tahun 2014 adalah isu utama yang menempati urutan kedua yaitu bencana banjir.
Bencana banjir di wilayah Provinsi Jambi sudah menjadi bencana rutin setiap tahun
bahkan dalam kurun waktu satu tahun dapat terjadi bencana banjir lebih dari satu kali.
Penyebab utama terjadinya bencana banjir ini adalah saluran drainase yang tidak
mampu menampung debit air, baik pada musim penghujan maupun pada saat hujan.
Pada musim penghujan air yang datang dari bagian hulu yaitu sepanjang kaki
Gunung Kerinci dan sepanjang kaki Bukit Barisan mengalir melalui sungai-sungai yang
terdapat di dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari menuju bagian hilir tepatnya
di Selat Berhala. Sebelum sampai Selat Berhala, air yang mengalir ini menggenangi
hampir semua wilayah yang dilaluinya dan ini terjadi karena saluran drainase yaitu
sungai-sungai yang dilalui tersebut telah mengalami pendangkalan atau sedimendasi
akibat terjadinya deforestasi di wilayah bagian hulu. Untuk mengatasi bencana banjir ini
harus dilakukan 2 (dua) upaya sekaligus yaitu penanaman kembali pohon-pohon melalui
kegiatan penghijauan dan reboisasi, dan pengerukan sungai-sungai yang dilalui air
tersebut. Upaya penanaman kembali pohon-pohon telah dilakukan oleh pemerintah
secara berkelanjutan dan mulai terlihat hasilnya dengan semakin meningkatkan luasan
a. Status
Dalam perjalanannya sebagai sebuah provinsi sejak dibentuk pada tahun 1957
sampai dengan saat ini, Provinsi Jambi lebih menekankan pembangunannya pada
sektor pertanian dan kehutanan yang berbasis pada penggunaan dan penguasaan lahan
melalui pola ekstensifikasi. Pembangunan dengan pola ekstensifikasi ini memiliki daya
dukung yang terbatas, di mana pada saat mencapai titik jenuh maka akan timbul konflik
memperebutkan sumber daya alam yang tersisa.
Konflik memperebutkan lahan baik lahan yang berada dalam kawasan hutan
maupun lahan yang berada di luar kawasan hutan di wilayah Provinsi Jambi baru
tercatat pada tahun 1988 sebagaimana dapat dilihat pada Lampiran 2. Gambar 1.10.
menunjukkan banyaknya konflik lahan dan hutan yang terjadi di Provinsi Jambi dari
tahun 1988 sampai tahun 2014.
Gambar 1.10. Banyaknya Konflik Lahan dan Hutan Yang Terjadi di Provinsi Jambi
Dari Tahun 1988 Sampai Tahun 2014.
13 12
12
11
10
9
Banyaknya Konflik
8 7 7
7 6
6
5 4 4 4
4 3 3
3 2 2 2 2 2 2
2 1 1 1 1 1 1
1 0 0 0 0 0 0
0
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
Konflik Lahan
Tahun Timbulnya danLahan
Konflik Hutan dan Hutan
Dari Gambar 1.10. di atas terlihat bahwa hampir setiap tahun timbul konflik
lahan dan hutan di wilayah Provinsi Jambi. Dari mulai tahun 1988 sampai tahun 2014
telah terjadi konflik sebanyak 68 buah dengan puncaknya terjadi pada tahun 1990
sebanyak 12 buah. Sementara dalam 2 (dua) tahun terakhir timbul konflik sebanyak 11
buah yaitu pada tahun 2013 sebanyak 7 buah dan pada tahun 2014 sebanyak 4 buah.
Bila dilihat dari wilayah timbulnya konflik seperti pada Gambar 1.11., maka
konflik terjadi di luar wilayah kota dan hanya pada kabupaten-kabupaten yang masih
memiliki areal hutan yang luas. Kota Jambi, Kota Sungai Penuh, dan Kabupaten Kerinci
merupakan wilayah yang tidak memiliki konflik lahan dan hutan, karena pada ketiga
wilayah tersebut tidak lagi memiliki areal hutan yang luas. Berbeda dengan kedelapan
wilayah kabupaten lainnya yaitu Kabupaten Merangin, Kabupaten Sarolangun,
Kabupaten Batanghari, Kabupaten Muaro Jambi, Kabupaten Tanjung Jabung Timur,
Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Kabupaten Tebo, dan Kabupaten Bungo, di mana
kedelapan wilayah kabupaten ini masih memiliki kawasan hutan yang luas, baik jenis
kawasan hutan produksi maupun jenis-jenis kawasan hutan lainnya.
Gambar 1.11. Sebaran Konflik Lahan dan Hutan Yang Terjadi di Provinsi Jambi
Dari Tahun 1988 Sampai Tahun 2014.
14 13
13
Banyaknya Konflik Lahan dan Hutan
12 11
11 10 10
10
9 8 8
8
7
6 5
5
4 3
3
2
1 0 0 0
0
Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kota Jambi Kota Sungai
Kerinci Merangin Sarolangun Batanghari Muaro Tanjung Tanjung Tebo Bungo Penuh
Jambi Jabung Jabung
Timur Barat
BanyaknyaKabupaten
Konflik Lahan dan Hutan
/ Kota
b. Tekanan
Pada umumnya konflik lahan dan hutan yang terjadi di wilayah Provinsi Jambi
disebabkan oleh perebutan penguasaan lahan baik yang berada di dalam kawasan
hutan maupun yang berada di luar kawasan hutan antara masyarakat setempat atau
penduduk lokal dengan para kaum pendatang yang diidentikkan dengan investor yang
bergerak di bidang HPH, HTI, perkebunan kelapa sawit, dan perkebunan karet.
Walaupun ada juga konflik itu terjadi antara masyarakat setempat dengan para
transmigran, atau antara masyarakat setempat dengan pemerintah daerah setempat.
Gambar 1.12. memperlihatkan jenis-jenis konflik lahan dan hutan yang terjadi di Provinsi
Jambi dari tahun 1988 sampai tahun 2014.
Gambar 1.12. Jenis Konflik Lahan dan Hutan Yang Terjadi di Provinsi Jambi Dari
Tahun 1988 Sampai Tahun 2014.
45 43
40
Banyaknya Konflik Lahan dan Hutan
35
30
25
20
14
15
10
5 3
2 2 2
1 1
0
Masyarakat Masyarakat Masyarakat Masyarakat Masyarakat Masyarakat Masyarakat Masyarakat
dengan HPH dengan HTI dengan Hutan dengan dengan dengan dengan dengan
Restorasi Pemerintah Perkebunan Perkebunan Perusahaan Transmigrasi
Daerah Karet Sawit Perorangan
Pada Gambar 1.12. di atas dapat dilihat bahwa tekanan yang menyebabkan
timbulnya konflik lahan dan hutan di wilayah Provinsi Jambi ada 8 (delapan) jenis yaitu :
1). Keberadaan Hak Pengusahaan Hutan (HPH).
2). Keberadaan Hutan Tanaman Industri (HTI).
3). Keberadaan Hutan Restorasi.
4). Keberadaan Program Pemerintah Daerah.
5). Keberadaan Perkebunan Kelapa Sawit milik perusahaan.
6). Keberadaan Perkebunan Karet milik perusahaan.
7). Keberadaan Perusahaan Perorangan, dan
c. Respon
Konflik lahan dan hutan yang terjadi di wilayah Provinsi Jambi antara
masyarakat setempat dengan kaum pendatang semuanya bermuara pada keabsahan
dalam kepemilikan lahan tersebut. Masyarakat setempat dan kaum pendatang memiliki
pola pikir yang berbeda dan cenderung bertolak belakang. Bagi masyarakat setempat
kepemilikan lahan diperoleh dengan cara telah menguasai lahan tersebut selama
berpuluh-puluh tahun dan dibuktikan dengan adanya kebun karet atau tanaman lainnya
yang telah berusia puluhan tahun. Sementara bagi kaum pendatang penguasaan lahan
cukup dengan kepemilikan selembar kertas yang berupa pemberian izin usaha dari para
pejabat yang berwenang. Perbedaan pola pikir ini sangat sulit untuk dijembatani baik
oleh pihak pemerintah maupun oleh pihak pengadilan dan masing-masing pihak
cenderung bersikap ekstrim.
Maka tidak mengherankan apabila konflik lahan dan hutan yang terjadi di
wilayah Provinsi Jambi sejak tahun 1988 sampai sekarang yang jumlahnya mencapai 68
buah belum satupun tuntas secara menyeluruh. Semuanya masih berkonflik dan
semuanya masih dalam negosiasi penyelesaian, dengan pihak pemerintah pusat,
pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten sebagai mediator bagi pihak-pihak yang
berkonflik.
Terlepas dari proses penyelesaian konflik yang masih berlangsung, maka
dalam rangka mengantisipasi timbulnya konflik-konflik baru di masa yang akan datang
Pemerintah Provinsi Jambi dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jambi Tahun
2013 – 2033 telah menambah luasan kawasan areal penggunaan lain (APL) di wilayah
Provinsi Jambi seluas 71.661 hektar dan tambahan luasan tersebut semuanya diambil
dari pengurangan luasan kawasan hutan. Pengurangan luasan kawasan hutan Provinsi
Jambi ini telah disahkan oleh Menteri Kehutanan RI melalui Keputusan Nomor
727/Menhut-II/2012 tertanggal 10 Desember 2012 yang menetapkan luasan kawasan
hutan Provinsi Jambi menjadi 2.107.779,00 dari luasan sebelumnya 2.179.440,00 hektar
yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor 421/Kpts-II/1999
tanggal 15 Juni 1999.
a. Status
Pada tahun 2013 kegiatan pertambangan tanpa izin (PETI) bahan galian emas
berlangsung secara intensif di wilayah Provinsi Jambi dengan lokasi kegiatan berada
pada 4 (empat) kabupaten yaitu Kabupaten Bungo, Kabupaten Merangin, Kabupaten
Tebo, dan Kabupaten Sarolangun. Areal pertanian yang dirambah oleh kegiatan ini
mencapai 2.071,5 hektar dengan jumlah mesin tambang (dompeng) sebanyak 737 unit,
eskavator sebanyak 70 unit, dan tenaga kerja mencapai 4.054 orang.
Pada tahun 2014 kegiatan ini masih berlangsung dan cenderung merambah
areal produktif lainnya termasuk areal pekarangan dari kawasan pemukiman penduduk
dan kawasan perkantoran milik pemerintah. Bahkan lahan di sekitar bangunan Kantor
Camat Pangkalan Jambu di Kabupaten Merangin nyaris habis tergerus akibat aktivitas ini.
Tumpukan tanah hasil penambangan tampak menggunung di bagian belakang kantor
camat dan pagar pembatas kantor camat nyaris roboh tergerus penambangan.
Data yang berhasil dihimpun BLHD Provinsi Jambi menunjukkan bahwa pada
tahun 2014 di wilayah Kabupaten Merangin terdapat 200 lebih lokasi pertambangan
tanpa izin bahan galian emas ini, yang dilengkapi sejumlah alat berat dan tersebar di
wilayah Kecamatan Tabir Ulu, Kecamatan Tabir Lintas, Kecamatan Rantau Panjang,
Kecamatan Sungai Manau, dan Kecamatan Pangkalan Jambu tepatnya di Desa Perentak
sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 1.13. Di wilayah Kabupaten Bungo terdapat 165
pertambangan tanpa izin bahan galian emas yang tersebar pada 10 wilayah kecamatan.
Di Kabupaten Sarolangun tepatnya di wilayah Kecamatan Limun beroperasi 400 mesin
tambang (dompeng) dengan pelaku sebanyak 3.000 orang. Sementara tidak ada aktivitas
serupa yang terdapat di wilayah Kabupaten Tebo.
Gambar 1.13. Aktivitas Pertambangan Tanpa Izin (PETI) Bahan Galian Emas di
Wilayah Kabupaten Merangin Tahun 2014.
b. Tekanan
Gambar 1.14. Aktivitas Pertambangan Tanpa Izin (PETI) Bahan Galian Emas di
Wilayah Perairan Kabupaten Bungo Tahun 2014.
c. Respon
Upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jambi dan Pemerintah
Kabupaten dalam mengatasi kegiatan ini pada tahun 2014 adalah dengan melanjutkan
upaya-upaya yang telah dilakukan pada tahun 2013 yaitu melalui cara-cara persuasif
dan represif.
Secara persuasif dilakukan melalui kegiatan penyuluhan/sosialisasi hukum
mengenai dampak buruk dari kegiatan pertambangan tanpa izin bahan galian emas
yang dilakukan oleh Tim Terpadu baik dari Pemerintah Provinsi Jambi maupun dari
pemerintah kabupaten yang terdiri dari instansi teknis terkait meliputi BLHD, Dinas
ESDM, Kejaksaan, dan Biro/Bagian Hukum Setda Provinsi/Kabupaten, dengan sasaran
objek penyuluhan/sosialisasi meliputi para Camat dan staf, para Lurah, Kepala Desa dan
Ketua LKMD, Tokoh-tokoh masyarakat, tokoh-tokoh pemuda/organisasi kepemudaan
serta LSM. Kepada para penambang dihimbau agar beralih profesi menjadi penambang
pasir atau usaha lainnya.
Di samping pada tahun 2014 dengan diprakarsai oleh Polda Jambi telah
dibentuk forum diskusi bersama yang melibatkan Pemerintah Daerah, Korem, Kejaksaan
dan Pengadilan dengan tujuan agar dalam pelaksanaan operasi penertiban tidak ada
kekerasan.
Secara represif dilakukan melalui operasi penertiban oleh Tim Terpadu Tingkat
Provinsi maupun Tim Terpadu Tingkat Kabupaten yang melibatkan pihak Kepolisian dari
Tingkat Polres sampai Polda dan Pol PP Kabupaten. Sasaran operasi mulai dari lokasi
penambangan, pengangkutan, penimbunan sampai kepada penjualan. Memutuskan
mata rantai kegiatan dengan cara memanggil para pemilik SPBU yang menyalurkan
BBM solar agar tidak melayani pembelian solar dalam partai besar serta memanggil
pimpinan beberapa toko yang diduga menjual mesin penambangan emas agar tidak
menjual mesin Dompeng serta peralatan pertambangan lainnya termasuk air raksa.
Beberapa operasi penertiban yang dilakukan selama tahun 2014 meliputi :
1. Polda Jambi membentuk tim terpadu penanggulangan pertambangan tanpa izin
bahan galian emas dan secara rutin melakukan razia pemberantasan pertambangan
tanpa izin bahan galian emas di wilayah-wilayah kabupaten dengan hasil
dihancurkannya 48 unit mesin tambang (dompeng) sebagaimana dapat dilihat pada
Gambar 1.15. dan ditahannya beberapa orang pelaku.
Gambar 1.15. Penghancuran Mesin Tambang (Dompeng) Hasil Operasi
Penertiban Oleh Polda Jambi.
bahan galian emas di wilayah Kabupaten Bungo tepatnya di kawasan Sungai Buluh
Kecamatan Rimbo Tengah dan berhasil menyita 10 unit mesin tambang (dompeng),
sementara para pelaku berhasil melarikan diri karena takut ditangkap petugas.
a. Status
Isu kebakaran lahan dan hutan merupakan isu yang selalu diangkat ke
permukaan setiap tahun oleh semua pihak, namun tidak pernah diselesaikan secara
tuntas. Isu ini akan ramai dibicarakan pada saat kondisi kualitas udara di wilayah
Provinsi Jambi memburuk sebagai akibat dari kegiatan pembakaran lahan dan hutan
atau terbakarnya lahan dan hutan, dan akan menghilang seketika apabila hujan turun
selama beberapa hari yang menyebabkan hilangnya kabut asap yang ditimbulkan oleh
kegiatan pembakaran lahan dan hutan atau terbakarnya lahan dan hutan tersebut.
Deteksi dini mengenai adanya kebakaran lahan dan hutan dilakukan melalui
monitoring titik panas (hotspot) yang sumber informasinya berasal dari satelit NOAA.
Banyaknya titik panas (hotspot) menjadi indikasi dari banyaknya kebakaran lahan dan
hutan yang terjadi pada suatu wilayah, walaupun tidak semua titik panas (hotspot) yang
terpantau tersebut ada kejadian kebakaran lahan dan hutan. Karena yang terpantau
tersebut titik panas bukan titik api, bisa jadi di lokasi tersebut terdapat kandungan
batubara atau kawasan industri batu bata yang sedang melakukan pembakaran batu
bata secara bersama-sama.
Selama 3 (tiga) tahun terakhir jumlah titik panas (hotspot) yang terpantau di
wilayah Provinsi Jambi mengalami fluktuasi turun naik. Pada tahun 2012 titik panas
(hotspot) yang terpantau mencapai 2.279 titik api. Jumlah ini menurun pada tahun 2013
menjadi 1.135 titik api, dan meningkat kembali pada tahun 2014 menjadi 1.226 titik api
sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 1.2.
Tabel 1.2. Jumlah Titik Api di Wilayah Provinsi Jambi Periode Tahun 2012-2014.
Tahun
No. Bulan
2012 2013 2014
1. Januari 154 20 11
2. Februari 12 55 124
3. Maret 141 136 171
4. April 46 42 14
5. Mei 146 37 38
Dari Tabel 1.2. di atas dapat dilihat bahwa bulan-bulan di mana kualitas udara
di wilayah Provinsi Jambi memburuk terjadi pada saat jumlah titik api yang terpantau
berada di luar kisaran normal yaitu pada bulan Juni, Juli, Agustus, dan September. Pada
bulan-bulan tersebut kondisi iklim di wilayah Provinsi Jambi memasuki musim kering
yang ditandai dengan intensitas curah hujan yang rendah dan ketersediaan air tanah
yang berkurang. Pembakaran lahan dan hutan baik untuk kegiatan pertanian atau
kegiatan lainnya sangat tidak dianjurkan pada kondisi seperti ini, karena asap yang
ditimbulkannya tidak akan mampu dinetralisir secara alami dan pada akhirnya
berdampat pada timbulnya kabut asap.
b. Tekanan
Kabut asap yang ditimbulkan dari kegiatan pembakaran lahan dan hutan atau
terbakarnya lahan dan hutan di wilayah Provinsi Jambi berakibat pada menurunnya
kualitas lingkungan di wilayah Provinsi Jambi, di wilayah-wilayah tetangga Provinsi
Jambi dan di negara tetangga di mana kabut asap tersebut terbawa angin.
Untuk wilayah Provinsi Jambi sendiri telah menyebabkan meningkatnya
masyarakat yang menderita penyakit Infeksi Saluran pernapasan Akut (ISPA) terutama
bagi anak-anak dan orang lanjut usia. Data Dinas Kesehatan Provinsi Jambi
menunjukkan bahwa selama 2 (dua) tahun terakhir penyakit Infeksi Saluran pernapasan
Akut (ISPA) menduduki peringkat pertama dari 10 (sepuluh) jenis penyakit utama yang
diderita penduduk Provinsi Jambi, masing-masing sebanyak 203.859 jiwa pada tahun
2013 dan 103.348 jiwa pada tahun 2014. Di samping itu kabut asap juga menyebabkan
berkurangnya jarak pandang pada landasan pacu Bandara Sultan Thaha Jambi yang
berakibat pada tertundanya penerbangan beberapa maskapai yang menghubungkan
Kota Jambi dengan Kota Jakarta atau Kota Jambi dengan Kota Batam.
c. Respon
Dalam upaya mencegah timbulnya kabut asap dan menanggulangi kabut asap
yang terjadi di wilayah Provinsi Jambi, maka Pemerintah Provinsi Jambi telah melakukan
upaya-upaya yang meliputi :
1. Deteksi dini melalui pemantauan titik panas (hotspot) dilakukan setiap hari.
2. Memberikan informasi titik panas (hotspot) kepada Posko Dalkarlahut
Kabupaten/Kota.
3. Sosialisasi/penyuluhan kepada masyarakat pengguna lahan.
4. Patroli kebakaran lahan dan hutan.
5. Gelar regu dalam rangka kesiapsiagaan kebakaran lahan dan hutan.
6. Menyiapkan peralatan kebakaran lahan dan hutan.
7. Monitoring peralatan pada perusahaan bidang perkebunan, kehutanan dan
pertambangan.
8. Membuat pengumuman Gubernur Jambi tentang pencegahan kebakaran lahan dan
hutan.
9. Pembuatan leaflet/booklet untuk kampanye pencegahan kebakaran lahan dan hutan.
10. Melaksanakan pemadaman.
3. Tutupan Hutan Luas Hutan Primer Total Luas Hutan Primer dan
1/3
Luas Hutan Sekunder Hutan Sekunder
di mana :
(Ci/Lij)M adalah nilai maksimum dari Ci/Lij
(Ci/Lij)R adalah nilai rata-rata dari Ci/Lij
Evaluasi terhadap PIj adalah sebagai berikut:
1. Memenuhi baku mutu atau kondisi baik jika 0 = PIj = 1,0
2. Tercemar ringan jika 1,0 < PIj = 5,0
3. Tercemar sedang jika 5,0 < PIj = 10,0
4. Tercemar berat jika PIj > 10,0.
Perhitungan nilai indeks pencemaran udara mengacu pada baku mutu udara
ambien yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Pengendalian Pencemaran Udara. Data kualitas udara didapatkan dari pemantauan di
11 ibukota kabupaten/kota dengan menggunakan metoda passive sampler, yang
pelaksanaannya dilakukan sebanyak dua kali per tahun di lokasi-lokasi yang mewakili
kawasan transportasi, kawasan permukiman, kawasan perkantoran, dan kawasan
industri/rumah sakit dengan parameter yang diukur adalah SO2 dan NO2.
Nilai konsentrasi tahunan setiap parameter adalah rata-rata dari nilai
konsentrasi enam bulanan (semesteran). Selanjutnya nilai konsentrasi rata-rata tersebut
dikonversikan menjadi nilai indeks dalam skala 0 – 100 untuk setiap ibukota
kabupaten/kota. Formula untuk konversi tersebut adalah:
.
Perhitungan nilai indeks pencemaran udara (IPU) dilakukan dengan formula
sebagai berikut:
di mana :
IPU = Indeks Pencemaran Udara
IP NO2 = Indeks Pencemar NO2
IP SO2 = Indeks Pencemar SO2
c. Tutupan Hutan
di mana :
ITH = indeks tutupan hutan
LHP = luas hutan primer
LHS = luas hutan sekunder
LKH = luas kawasan hutan berdasarkan keputusan Menteri Kehutanan.
Khusus untuk Kota Jambi digunakan perbandingan antara luas tutupan lahan
bervegetasi hutan dengan 30 persen luas wilayah. Formula ini mengacu pada Pasal 18
ayat 2 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, karena di wilayah
Kota Jambi tidak terdapat kawasan hutan sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri
Kehutanan.
Dari sebelas kabupaten/kota di Provinsi Jambi, nilai IPA pada tahun 2014
meningkat pada sepuluh kabupaten/kota bila dibandingkan dengan nilai IPA pada tahun
2013 dengan peningkatan sebesar 0,54 sampai 12,00, hanya Kabupaten Merangin yang
menurun nilai IPA nya sebesar 0,54. Nilai IPA Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi Tahun
2013 dan 2014 dapat dilihat pada Tabel 1.5. Hasil perhitungan IPA dapat dilihat pada
Lampiran 3.
Peningkatan nilai IPA pada sepuluh kabupaten/kota merupakan indikasi bahwa
berbagai upaya yang telah dan sedang dilaksanakan oleh pemerintah provinsi dan
Nilai IPU pada tahun 2014 meningkat pada enam kabupaten/kota yaitu
Kabupaten Kerinci, Kabupaten Muaro Jambi, Kabupaten Tanjung Jabung Timur,
Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Kabupaten Bungo, dan Kota Jambi dengan nilai 0,07
sampai 0,75, sementara lima kabupaten/kota lainnya yaitu Kabupaten Merangin,
Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Batanghari, Kabupaten Tebo, dan Kota Sungai
Penuh menurun dengan nilai 0,03 sampai 0,55. Nilai IPU Kabupaten/Kota di Provinsi
Jambi Tahun 2013 dan 2014 dapat dilihat pada Tabel 1.6. Hasil perhitungan IPU dapat
dilihat pada Lampiran 4.
Walaupun pada sebagian kabupaten/kota nilai IPU mengalami penurunan,
namun secara umum kualitas udara ambien pada seluruh kabupaten/kota di wilayah
Provinsi Jambi masih memenuhi baku mutu lingkungan sebagaimana diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
Peningkatan nilai ITH pada tahun 2014 terjadi pada seluruh kabupaten/kota
dengan nilai cukup signifikan antara 2,89 sampai 93,58, di mana Kabupaten Sarolangun
mengalami peningkatan nilai ITH terendah yaitu 2,89 dan Kota Sungai Penuh
mengalami peningkatan nilai ITH tertinggi yaitu 93,58.
Bila kita cermati, peningkatan ini sebagian disebabkan oleh kegiatan
Penanaman Satu Milyar Pohon atau yang dikenal dengan One Billion Indonesian Trees
(OBIT) yang telah dilaksanakan sejak tahun 2010. Namun perubahan yang prinsipil
terjadi karena berkurangnya luasan kawasan hutan di wilayah Provinsi Jambi sebesar
71.661 Ha sebagai akibat dari diterbitkannya Keputusan Menteri Kehutanan Nomor
727/Menhut-II/2012 tentang Luas Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Jambi yang
menetapkan kawasan hutan di Provinsi Jambi seluas 2.107.779,00 Ha, sebagai
pengganti dari Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 421/Kpts-II/199 tentang Luas
Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Jambi yang menetapkan kawasan hutan di
Provinsi Jambi seluas 2.179.440,00 Ha. Dengan adanya perubahan luasan ini maka
nilai pembagi dari perhitungan ITH yaitu Total Luas Hutan Primer dan Hutan Sekunder
yang ditetapkan oleh Menteri Kehutanan menjadi berkurang sehingga memberi peluang
pada peningkatan nilai ITH tahun 2014.
Khusus untuk Kota Jambi dan Kota Sungai Penuh peningkatan nilai ITH
disebabkan sebagai berikut :
1. Kota Jambi tidak memiliki kawasan hutan yang ditetapkan oleh Menteri Kehutanan,
sehingga pada tahun 2014 perhitungan ITH mengacu kepada Pasal 18 ayat 2
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
2. Kota Sungai Penuh sebagian wilayahnya merupakan kawasan Taman Nasional
Kerinci Seblat (TNKS) dan mulai tahun 2014 sudah dimasukkan dalam perhitungan
ITH.
Nilai ITH Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi Tahun 2013 dan 2014 dapat dilihat
pada Tabel 1.7., sementara hasil perhitungan ITH dapat dilihat pada Lampiran 5.
Tabel 1.7. Indeks Tutupan Hutan (ITH) Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi Tahun
2013 dan 2014.
81,08, Kabupaten Tanjung Jabung Barat dengan nilai IKLH 78,85, dan Kabupaten Tebo
dengan nilai IKLH 78,55.
Nilai IKLH Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi Tahun 2013 dan 2014 dapat
dilihat pada Tabel 1.8., sementara hasil perhitungan IKLH dapat dilihat pada Lampiran 6.
Tabel 1.8. Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) Kabupaten/Kota di Provinsi
Jambi Tahun 2013 dan 2014.
- Memanfaatkan hasil hutan non kayu dan jasa lingkungannya secara optimal.
- Penetapan kawasan hutan dalam tata ruang sesuai dengan peran dan fungsinya.
- Memperbaiki sistem pengelolaan hutan dengan meningkatkan keterlibatan
masyarakat secara langsung dalam pengelolaan hutan, meningkatkan koordinasi
dan penguatan kelembagaan dalam wilayah DAS, serta meningkatkan pengawasan
dan penegakan hukumnya.
- Penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang inovatif pada sektor kehutanan.
Terciptanya pemanfaatan potensi tambang skala kecil dan besar diarahkan
pada kebijakan :
- Memperketat persyaratan reklamasi pasca tambang pengusahaan pertambangan.
- Meningkatkan peluang usaha pertambangan skala kecil di wilayah terpencil dengan
memperhatikan aspek sosial dan lingkungan hidup.
- Meningkatkan eksploitasi dengan selalu memperhatikan aspek lingkungan hidup.
- Meningkatkan kapasitas lembaga pengelola lingkungan hidup, terutama dalam
menangani permasalahan yang bersifat akumulasi, fenomena alam yang bersifat
musiman dan bencana.
- Membangun kesadaran masyarakat agar peduli pada isu lingkungan hidup dan
berperan aktif sebagai kontrol sosial dalam memantau kualitas lingkungan hidup.
- Mengelola sumber daya kelautan secara lestari.
- Meningkatkan peran aktif masyarakat dan swasta dalam pengelolaan sumber daya
kelautan.
Meningkatnya kualitas pengelolaan mitigasi perubahan iklim dan kelestarian
lingkungan hidup diarahkan pada kebijakan :
- Peningkatan kualitas dan efektivitas kebijakan dan program konservasi untuk
mencapai kemantapan pengelolaan hutan konservasi dan hutan lindung.
- Peningkatan upaya reboisasi hutan di kawasan hutan terdeforestasi secara
transparan, akuntabel dan partisipatif, terutama di dalam kawasan hutan.
- Meciptakan perencanaan pembangunan pada sektor pertanian dan perkebunan,
proyeksi perluasannya dan pemberian ijin tidak pada kawasan hutan dan kawasan
lain yang memiliki tutupan hutan yang masih dalam keadaan baik.
Penerapan tata ruang wilayah sebagai acuan kebijakan pembangunan
kewilayahan yang berkelanjutan diarahkan pada kebijakan :
- Mensinergiskan konsep penataan ruang Provinsi Jambi dengan RTRW Nasional dan
RTRW Kabupaten/Kota sebagai acuan koordinasi dan sinkronisasi pembangunan
antar sektor dan antar wilayah.
BAB II
KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA
Provinsi Jambi memiliki posisi membentang dari barat hingga timur Pulau
Sumatera, dari kaki gunung tertinggi di Pulau Sumatera yaitu Gunung Kerinci menyusuri
lembah dan delta di sepanjang wilayah aliran sungai terpanjang di Pulau Sumatera yaitu
Sungai Batang Hari hingga bermuara di ujung pesisir pantai timur Pulau Sumatera
tepatnya di Selat Berhala membuat Provinsi Jambi memiliki wilayah dengan kondisi alam
dan lingkungan yang bervariasi.
Berdasarkan topografi yang ada Provinsi Jambi dibagi menjadi 3 (tiga) wilayah
yaitu: (1). Daerah dataran rendah 0 – 100 meter di atas permukaan laut, berada di
wilayah timur sampai tengah. Daerah dataran rendah ini terdapat di Kota Jambi,
Kabupaten Muaro Jambi, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Kabupaten Tanjung Jabung
Timur, dan sebagian Kabupaten Batanghari; (2). Daerah dataran sedang dengan
ketinggian 100 – 500 meter di atas permukaan laut, berada di wilayah tengah. Daerah
dengan ketinggian sedang ini terdapat di Kabupaten Bungo, Kabupaten Tebo,
Kabupaten Sarolangun dan Kabupaten Merangin serta sebagian Kabupaten Batanghari;
(3). Daerah dataran tinggi dengan ketinggian > 500 meter di atas permukaan laut,
berada di wilayah barat. Daerah pegunungan ini terdapat di Kabupaten Kerinci, Kota
Sungai Penuh serta sebagian Kabupaten Bungo, Kabupaten Tebo, Kabupaten
Sarolangun dan Kabupaten Merangin.
Sebagai sebuah provinsi yang terletak di tengah Pulau Sumatera, Provinsi
Jambi memiliki potensi sumber daya alam yang hampir sama dengan provinsi lainnya di
Pulau Sumatera. Berikut akan dijelaskan mengenai kondisi lingkungan di wilayah
Provinsi Jambi yang meliputi kondisi lahan dan hutan, keanekaragaman hayati, kondisi
perairan dan badan air, kondisi udara, iklim dan potensi bencana yang dimiliki.
Secara sederhana, lahan mencakup semua sumber daya alam yang dapat
dimanfaatkan di bawah, pada, maupun di atas permukaan suatu bidang geografis.
Sumber daya lahan adalah segala sesuatu yang bisa memberikan manfaat di lingkungan
fisik meliputi iklim, topografi/relief, hidrologi tanah dan keadaan vegetasi alami. Semua
faktor tersebut secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaannya termasuk
di dalamnya adalah akibat dari kegiatan-kegiatan manusia baik di masa lalu maupun
masa sekarang. Contoh yang paling nyata adalah aktivitas penebangan hutan dan
penggunaan lahan baik untuk pertanian maupun untuk bidang lainnya.
Pada umumnya penetapan penggunaan lahan didasarkan pada karakteristik
lahan dan daya dukung lingkungannya. Bentuk penggunaan lahan yang ada dapat dikaji
melalui proses evaluasi sumber daya lahan, sehingga dapat diketahui potensi sumber
daya lahan untuk berbagai penggunaannya.
Namun, pengkajian yang tidak diikuti dengan pengelolaan yang ramah
lingkungan serta penyalahgunaan fungsi lahan yang disebabkan oleh tuntutan
pembangunan dan faktor ekonomi menyebabkan terjadinya bencana alam secara
signifikan dengan rusaknya sumber daya alam dan lingkungan hidup.
1. Penggunaan Lahan
S.Penuh 39,150
Kota Jambi 20,543
Bungo 465,900
Tebo 646,100
Tanjabbar 464,985
Tanjabtim 544,500
Muaro Jambi 532,600
Batanghari 580,400
Sarolangun 618,400
Merangin 767,900
Kerinci 335,527
Sumber : Data Olahan Tabel SD-1 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014,
2015.
Perkebunan
11.83%
Hutan
25.45% Badan Air
0.36%
Non Pertanian
13.42%
Lahan Kering
46.68%
Sawah
2.26%
Sumber: Data Olahan Tabel SD-1 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
Lahan non pertanian di Provinsi Jambi terdiri dari tanah terbuka, pemukiman,
pertambangan, pelabuhan udara/laut, areal transmigrasi dan belukar rawa. Luas lahan
non pertanian ini di Provinsi Jambi pada tahun 2014 adalah seluas 673.100 Ha dengan
lahan non pertanian paling luas terdapat di Kabupaten Tebo seluas 162.729,25 Ha dan
paling sedikit terdapat di Kota Jambi seluas 2.111,41 Ha, sebagaimana dapat dilihat
pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3. Penggunaan Lahan Non Pertanian di Provinsi Jambi
Tahun 2014.
S.Penuh 8,922.53
Jambi 2,111.41
Bungo 59,562.61
Tebo 162,729.25
Tanjabbar 64,299.16
Tanjabtim 51,339.33
Muaro Jambi 26,522.48
Batanghari 118,859.40
Sarolangun 96,379.93
Merangin 71,759.63
Kerinci 10,614.26
Sumber : Data Olahan Tabel SD-1 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun
2014, 2015.
b. Lahan Sawah
S.Penuh 4,012.00
Jambi 1,421.00
Bungo 4,395.00
Tebo 4,592.00
Tanjabbar 14,212.00
Tanjabtim 27,917.00
Muaro Jambi 10,878.00
Batanghari 8,652.00
Sarolangun 6,360.00
Merangin 9,801.00
Kerinci 21,306.00
Sumber : Data Olahan Tabel SD-1 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014,
2015.
c. Lahan Kering
Lahan kering merupakan luasan dari penggunaan lahan yang paling besar
pada tahun 2014. Lahan kering terjadi sebagai akibat dari curah hujan yang sangat
rendah, sehingga keberadaan air sangat terbatas, suhu udara tinggi dan kelembabannya
rendah. Wilayah di Provinsi Jambi yang banyak memiliki areal seperti ini adalah
Kabupaten Merangin dimana lahan kering lebih luas dibandingkan dengan areal lainnya
yaitu seluas 385.051,70 Ha. Sementara Kota Jambi hanya sedikit memiliki luasan lahan
kering yaitu seluas 16.008,72 Ha sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 2.5. Lahan
kering yang terdapat di wilayah Provinsi Jambi terdiri dari semak belukar, savana,
pertanian lahan kering dan pertanian lahan kering dan semak.
d. Lahan Perkebunan
S.Penuh 4,319.51
Jambi 16,008.72
Bungo 227,868.57
Tebo 305,993.71
Tanjabbar 224,215.16
Tanjabtim 232,746.63
Muaro Jambi 301,305.63
Batanghari 278,638.68
Sarolangun 305,632.93
Merangin 385,051.70
Kerinci 59,458.09
Sumber : Data Olahan Tabel SD-1 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun
2014, 2015.
S.Penuh -
Jambi -
Bungo 69,655.44
Tebo 61,901.44
Tanjabbar 51,887.44
Tanjabtim 55,796.50
Muaro Jambi 83,630.37
Batanghari 73,284.45
Sarolangun 66,563.45
Merangin 95,722.44
Kerinci 34,991.44
Sumber : Data Olahan Tabel Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun
2014, 2015.
e. Hutan
Luas hutan di Provinsi Jambi pada tahun 2014 adalah 1.276.674,01 Ha.
Dengan luasan 25,45 % dari total luas wilayah, hutan di Provinsi Jambi terdiri dari hutan
lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, hutan rawa primer, hutan rawa
sekunder, hutan mangrove primer, hutan mangrove sekunder dan hutan tanaman. Hutan
di Provinsi Jambi terdiri atas hutan tetap berupa kawasan suaka alam-kawasan
pelestarian alam, hutan lindung, hutan produksi terbatas, hutan produksi tetap, dan
hutan produksi yang dapat di konversi. Namun semenjak tahun 2012 hingga sekarang
tidak lagi adanya pengkonversian hutan produksi.
Pada Gambar 2.7. terlihat wilayah yang memiliki areal hutan terbesar berada di
Kabupaten Merangin seluas 204.184,06 Ha atau 15,99 % dari total hutan di wilayah
Provinsi Jambi. Diikuti oleh Kabupaten Kerinci dengan luasan hutan 202.703 Ha atau
15,88 %. Pada data tahun 2014 ini wilayah Kota Sungai Penuh termasuk didalamnya
sekitar 21.867,55 Ha wilayah hutan Taman Nasional Kerinci Seblat yang sebelumnya
digabungkan ke luasan Kabupaten Kerinci. Sementara Kota Jambi saat ini masih belum
memiliki luasan hutan. Hutan Kota yang dimiliki oleh Kota Jambi tidak termasuk dalam
kategori luasan hutan berdasarkan keputusan Menteri Kehutanan.
Gambar 2.7. Luasan Hutan di Wilayah Provinsi Jambi Tahun 2014.
S.Penuh 21,867.55
Jambi -
Bungo 103,591.11
Tebo 110,018.82
Tanjabbar 109,389.26
Tanjabtim 175,780.75
Muaro Jambi 109,218.36
Batanghari 99,783.83
Sarolangun 140,137.27
Merangin 204,184.06
Kerinci 202,703.00
Sumber : Data Olahan Tabel SD-1 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun
2014, 2015.
f. Badan Air
Badan air di Provinsi Jambi termasuk di dalamnya berupa aliran air permukaan
seperti air sungai, danau, waduk/situ/embung, tambak dan rawa. Berdasarkan Gambar
2.8. luas badan air di wilayah Provinsi Jambi adalah 18.012,66 Ha dengan luasan paling
besar di Kabupaten Kerinci dimana terdapat di dalamnya danau-danau yang sebagian
besar danau-danau di Provinsi Jambi terdapat di Kabupaten Kerinci. Sementara luasan
badan air yang paling kecil adalah di Kota Sungai Penuh dimana luasannya sebesar
28,41 Ha.
Gambar 2.8. Luasan Badan Air di Wilayah Provinsi Jambi Tahun 2014.
S.Penuh 28.41
Jambi 1,001.87
Bungo 827.26
Tebo 864.78
Tanjabbar 981.98
Tanjabtim 919.78
Muaro Jambi 1,045.16
Batanghari 1,181.64
Sarolangun 3,326.42
Merangin 1,381.16
Kerinci 6,454.20
Sumber : Data Olahan Tabel SD-1 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014,
2015.
Bila dibandingkan dengan tahun 2013, dengan luasan lahan yang tetap yaitu
5.016.005 Ha beberapa penggunaan lahan di Provinsi Jambi tahun 2014 mengalami
beberapa perubahan penggunaan dan pengelompokkan. Pada tahun 2014 terjadi
perubahan luasan lahan non pertanian dengan pengurangan luasan sebesar 432.552,31
Ha. Namun pada lahan sawah, lahan kering, perkebunan, hutan dan badan air
mengalami peningkatan luas areal akibat dari pengalihfungsian lahan serta
pengelompokkan sebagaimana terlihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Luas Penggunaan Lahan di Wilayah Provinsi Jambi Tahun 2013-2014 .
Luas Lahan (Ha) Perubahan
No. Penggunaan Lahan
2013 2014 (Ha)
1. Non Pertanian 1.105.652,31 673.100,00 - 432.552,31
2. Sawah 71.300,00 113.546,00 + 42.246
3. Lahan Kering 2.235.539,92 2.341.239,33 + 105.699,41
4. Perkebunan 417.109,99 593.433,00 + 176.323,01
5. Hutan 1.184.302,78 1.276.674,01 + 92.371,23
6. Badan Air 2.100,00 18.012,66 + 15.912,66
Jumlah 5.016.005,00 5.016.005,00 0.00
Sumber : Data Olahan Tabel SD-1 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
bertanggung-gugat. Untuk itu dipandang perlu mengetahui potensi dan luas hutan yang
tersedia serta eksploitasi yang telah dilakukan.
Pemantapan kawasan hutan di Provinsi Jambi telah dilaksanakan dengan
pemaduserasian Peta Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) dengan Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jambi melalui Peraturan Daerah Provinsi Jambi Nomor
10 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jambi Tahun 2013-2033.
Berdasarkan penetapan di atas maka luas kawasan hutan Provinsi Jambi seluas
2.107.779 Ha sebagaimana terlihat pada Buku Data Tabel SD-2 atau 42,02 % dari luas
wilayah daratan Provinsi Jambi 5.016.005 Ha, termasuk di dalamnya kawasan hutan
produksi konversi seluas 11.416 Ha. Sementara selebihnya merupakan areal
penggunaan lain yang luasnya mencapai 2.908.226 Ha (57,98 %).
Berdasarkan fungsi/status hutan di Provinsi Jambi dikelompokkan ke dalam 4
(empat) fungsi atau status yaitu kawasan suaka alam/kawasan pelestarian alam
termasuk di dalamnya cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata, taman buru, taman
nasional, dan taman hutan raya. Selain itu, hutan lindung, hutan produksi dan hutan
produksi terbatas dan hutan produksi konversi dengan luasan masing-masing dapat
dilihat pada Gambar 2.9 dan Buku Data Tabel Tambahan SD-2A dan SD-2B.
Gambar 2.9. Luasan Kawasan Hutan Menurut Statusnya di Provinsi Jambi
Tahun 2014.
1,000,000
800,000 968,889
Luas Kawasan (Ha)
600,000
686,095
400,000
200,000 261,453
179,926 11,416
0
KSA-KPA Hutan Hutan Hutan Hutan
Lindung Produksi Produksi Produksi
Terbatas Konservasi
Sumber : Data Olahan Tabel Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
Cagar alam adalah kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya
mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang
perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami. Di Provinsi Jambi luas
cagar alam mencapai 4.241,71 Ha yang terletak di Kabupaten Batanghari seluas 41,37
Ha, Kabupaten Sarolangun seluas 73,74 Ha dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur
seluas 4.041,60 Ha.
Kawasan Cagar Alam Hutan Bakau Pantai Timur ditetapkan sebagai Cagar
Alam Hutan Bakau Pantai Timur dengan SK. Menteri Pertanian Nomor
507/Kpts/Um/1981 dengan luas 4.041,6 Ha, terletak di Kabupaten Tanjung Jabung
Timur.
Cagar alam ini mempunyai tipe iklim tropis yang lembab dan hangat, karena
terletak pada permukaan laut yang hampir di sekitar garis katulistiwa. Suhu harian
sekitar 32°C sampai 35°C dan jarang turun dibawah 27°C pada malam hari.
Kelembaban mencapai sekitar 80 % dan rata-rata curah hujan sekitar 2.200 mm per
tahun. Musim kemarau umumnya pada bulan April sampai Agustus sedangkan musim
hujan pada bulan September sampai Januari.
326'14" Lintang Selatan, dengan wilayah tersebar pada 9 kabupaten, 43 kecamatan, dan
134 desa.
Dalam sejarah pembentukannya, taman nasional ini merupakan penyatuan dari
kawasan-kawasan Cagar Alam Inderapura dan Bukit Tapan, Suaka Margasatwa
Rawasa Huku Lakitan-Bukit Kayu Embun dan Gedang Seblat, hutan lindung dan hutan
produksi terbatas di sekitarnya yang berfungsi hidro-orologis yang sangat vital bagi
wilayah sekitarnya pada tanggal 4 Oktober 1982, bertepatan dengan Kongres Taman
Nasional Sedunia di Bali, gabungan kawasan tersebut diumumkan sebagai Taman
Nasional Kerinci Seblat. TNKS merupakan perwakilan tipe ekosistem hutan hujan
dataran rendah sampai ekosistem sub alpin serta beberapa ekosistem yang khas (rawa
gambut, rawa air tawar dan danau).
merupakan hutan sekunder. Jumlah sungai dan anak sungai sangat banyak yang
berasal dari dalam kawasan ini sehingga kawasan ini merupakan daerah tangkapan air
terpenting bagi Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari.
Taman Hutan Raya adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi
tumbuhan dan/atau satwa yang alami atau buatan jenis asli atau bukan asli yang
dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian ilmu pengetahuan dan pendidikan menunjang
budaya, pariwisata dan rekreasi.
Luas TAHURA di wilayah Provinsi Jambi mencapai 34.193,79 Ha yaitu Taman
Hutan Raya Sekitar Tanjung di Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Kabupaten Muaro
Jambi, serta Taman Hutan Raya Senami (Sultan Thaha Syaifuddin) di Kabupaten
Batanghari.
b. Hutan Lindung
Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai
perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air mencegah banjir,
mengendalikan erosi, mencegah intruisi air laut dan memelihara kesuburan tanah.
Luas hutan lindung di Provinsi Jambi pada tahun 2014 mencapai 179.926 Ha.
Kawasan hutan lindung sebagaimana yang dijelaskan dalam RTRW Provinsi Jambi
tahun 2013 terdapat di Kabupaten Muaro Jambi, Kabupaten Tanjung Jabung Timur,
Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Kabupaten Tebo, Kabupaten Sarolangun, Kabupaten
Bungo dan Kabupaten Merangin. Besar luasan masing-masing kawasan hutan lindung
di Provinsi Jambi sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Luasan Kawasan Hutan Lindung di Provinsi Jambi Tahun 2014
c.aHutan Produksi
Hutan produksi tetap adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok
memproduksi hasil hutan seperti kayu, rotan, getah-getahan dan hasil hutan lainnya.
Luas hutan produksi tetap di Provinsi Jambi adalah seluas 968.889 Ha yang tersebar di
9 (sembilan) kabupaten/kota di Provinsi Jambi yaitu Kabupaten Kerinci, Kabupaten
Merangin, Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Batanghari, Kabupaten Muaro Jambi,
Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Kabupaten Tebo,
dan Kabupaten Bungo. Luasan masing-masing hutan produksi di setiap kabupaten di
Provinsi Jambi dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3. Luasan Kawasan Hutan Produksi di Provinsi Jambi Tahun 2014.
No. Kabupaten/Kota Luasan Hutan Produksi (Ha)
1 Kabupaten Kerinci 31.252,24
2 Kabupaten Merangin 137.037,45
3 Kabupaten Sarolangun 99.818,44
4 Kabupaten Muaro Jambi 21.410,45
5 Kabupaten Batanghari 111.637,46
6 Kabupaten Tanjung Jabung Timur 55.937,65
7 Kabupaten Tanjung Jabung Barat 182.854,04
8 Kabupaten Tebo 229.952,89
9 Kabupaten Bungo 98.988,38
Jumlah 968.889,00
Sumber : Data Olahan Tabel SD-2 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
Hutan produksi terbatas adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok
memproduksi hasil hutan seperti kayu, rotan, getah-getahan dan hasil hutan lainnya
dengan pengambilan yang sangat dibatasi.
Luas hutan produksi terbatas di Provinsi Jambi mencapai 261.453 Ha.
Kawasan hutan produksi terbatas menurut RTRW Provinsi Jambi tahun 2014 terdapat di
Kabupaten Merangin, Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Muaro Jambi, Kabupaten
Batanghari, Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Kabupaten Tebo. Luasan masing-
masing hutan produksi terbatas di setiap kabupaten/kota di Provinsi Jambi dapat dilihat
pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4. Luasan Kawasan Hutan Produksi Terbatas di Provinsi Jambi Tahun
2014.
No. Kabupaten/Kota Luasan Hutan Produksi Terbatas (Ha)
1. Kabupaten Merangin 40.927,68
2. Kabupaten Sarolangun 80.329,57
3. Kabupaten Muaro Jambi 57.105,66
4. Kabupaten Batanghari 40.684,73
5. Kabupaten Tanjung Jabung Barat 32.926,68
6. Kabupaten Tebo 9.478,68
Jumlah 261.453,00
Sumber : Data Olahan Tabel SD-2 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
Hutan produksi yang dapat di Konversi adalah kawasan hutan yang secara
ruang dicadangkan untuk digunakan bagi pengembangan Areal Penggunaan Lain (APL),
seperti pemukiman, transportasi, pertanian dan perkebunan. Luas hutan produksi yang
dapat dikonversi di Provinsi Jambi pada tahun 2014 adalah seluas 11.416 Ha, yang
terdapat di Kabupaten Merangin, Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Batanghari dan
Kabupaten Muaro Jambi. Luasan masing-masing hutan produksi konversi di setiap
kabupaten/kota di Provinsi Jambi dapat dilihat pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5. Luasan Kawasan Hutan Produksi Konversi di Provinsi Jambi Tahun
2014.
Sumber : Data Olahan Tabel SD-2 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
Bila dibandingkan dengan tahun 2013, sebagaimana yang terlihat pada Tabel
2.6. terjadi pengurangan luasan kawasan hutan berdasarkan data dari Ditjen Planologi
Kehutanan Kementerian Kehutanan seluas 71.661 Ha. Pengurangan luasan kawasan
hutan tersebut ditujukan menjadi areal penggunaan lain (APL) seperti pemukiman,
pertanian, perkebunan. Sementara di dalam kawasan hutan sendiri terjadi
pengalihfungsian fungsi kawasan hutan. Terjadinya pengurangan terhadap hutan
produksi seluas 2.601 Ha, hutan produksi terbatas seluas 79.247 Ha, dan hutan lindung
seluas 11.204 Ha. Sementara hutan sebagai fungsi KSA-KPA bertambah seluas 9.975
Ha dan kawasan yang dicadangkan sebagai hutan konversi seluas 11.416 Ha.
Tabel 2.6. Luasan Kawasan Hutan Menurut Fungsinya di Wilayah Provinsi Jambi
Tahun 2014.
Sumber : Data Olahan Tabel SD-2 Tabel Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014,
2015.
kawasan
budidaya
82.73%
kawasan
lindung
17.27%
Sumber : Data Olahan Tabel SD-3 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
Terlihat pada Gambar 2.10. di atas bahwa berdasarkan RTRW Provinsi Jambi
kawasan budidaya memiliki luasan yang lebih besar dibandingkan dengan kawasan
lindung dan jumlah masing-masing luasan ini mengalami penurunan pada tahun 2014.
Berdasarkan tutupan lahan, kawasan hutan dapat dikelompokkan menjadi
tutupan bervegetasi berupa hutan primer, hutan sekunder, perkebunan, sawah,
semak/belukar, savana dan belukar rawa; tutupan areal terbangun berupa pemukiman,
transmigrasi dan pelabuhan udara/laut; tutupan tanah terbuka berupa tanah terbuka dan
pertambangan; serta tutupan badan air berupa tambak dan rawa.
Pada areal kawasan lindung, luasan tutupan lahan seluas 866.021 Ha yang
terdiri dari tutupan bervegetasi seluas 833.821 Ha, areal terbangun seluas 100 Ha,
tanah terbuka seluas 11.500 Ha dan badan air seluas 600 Ha. Sedangkan pada
kawasan budidaya, luasan tutupan lahan seluas 4.149.984 Ha yang terdiri dari tutupan
bervegetasi seluas 3.723.012,65 Ha, areal terbangun seluas 83.532,74 Ha, tanah
terbuka seluas 325.425,96 Ha dan badan air seluas 18.012,66 Ha. Besarnya masing-
masing tutupan lahan pada masing-masing kriteria sebagaimana dapat dilihat pada
Tabel 2.7.
Tabel 2.7. Tutupan Lahan di Kawasan Lindung di Wilayah Provinsi Jambi Tahun
2014.
Sumber : Data Olahan Tabel SD-3 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
Bila dibandingkan dengan tahun 2013, pada tahun 2014 terjadi perubahan
jumlah luasan pada masing-masing tutupan lahan di Provinsi Jambi. Hal ini disebabkan
karena pengelompokkan dari masing-masing jenis tutupan yang mengalami perbedaan
sesuai dengan Perda RTRW Provinsi Jambi yang terbaru yaitu Peraturan Daerah
Provinsi Jambi Nomor 10 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
Jambi Tahun 2013-2033.
Selain itu juga terjadi pergeseran jumlah luasan pada masing-masing kawasan,
baik kawasan lindung maupun kawasan budidaya. Terjadinya pengurangan jumlah
luasan kawasan lindung dari 867.250 Ha pada tahun 2013 menjad 866.021 Ha pada
tahun 2014. Sehingga luasan terhadap kawasan budidaya mengalami penambahan
pada tahun 2014 yaitu seluas 4.148.755 Ha pada tahun 2013 meningkat menjadi
4.149.984 Ha pada tahun 2014. Terjadi pergeseran fungsi kawasan seluas 1.229 Ha dari
kawasan lindung menjadi kawasan budidaya.
Tabel 2.8. Tutupan Lahan di Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya di Wilayah
Provinsi Jambi Tahun 2013 dan 2014.
Sumber : Data Olahan Tabel SD-3 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
29.86%
70.14%
Sumber : Data Olahan Tabel SD-4 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
Dari total luasan lahan berhutan 1.497.784,79 Ha, Kabupaten Tanjung Jabung
Timur merupakan wilayah yang memiliki kawasan berhutan paling luas di Provinsi Jambi
pada tahun 2014 atau 17,56 % dari total luasan kawasan berhutan di Provinsi Jambi.
Sementara Kota Jambi memiliki luasan kawasan berhutan yang paling kecil yaitu seluas
3.334,57 Ha atau 0,22 % dari total luasan kawasan berhutan di Provinsi Jambi.
Besarnya luasan kawasan berhutan pada masing-masing kabupaten/kota di Provinsi
Jambi sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 2.12.
S. Penuh 23,634.85
Kota Jambi 3,334.57
Bungo 95,669.69
Tebo 139,641.95
Tanjabbar 128,480.95
Tanjabtim 263,013.38
Muaro Jambi 119,035.61
Batanghari 127,983.61
Sarolangun 152,978.81
Merangin 241,468.41
Kerinci 202,542.96
Sumber : Data Olahan Tabel SD-4 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014,
2015.
Tabel 2.9. Kawasan Berhutan di Wilayah Provinsi Jambi Tahun 2013 dan 2014.
Luas Kawasan Berhutan Perubahan
No. Kabupaten/Kota (Ha) Luasan
2013 2014 (Ha)
Sumber : Data Olahan Tabel SD-4 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
Pada Tabel 2.9. diatas terlihat bahwa jika dibandingkan dengan tahun 2013,
luasan tutupan kawasan berhutan pada tahun 2014 mengalami peningkatan sebesar
15,71 % atau seluas 203.400 Ha. Penambahan luasan tutupan lahan berhutan terjadi
pada 8 (delapan) kabupaten/kota yaitu Kabupaten Merangin seluas 20.565,98 Ha,
Kabupaten Muaro Jambi seluas 9.923,27 Ha, Kabupaten Tanjung Jabung Timur seluas
121.909,40 Ha, Kabupaten Tanjung Jabung Barat seluas 8.746,33 Ha, Kabupaten Tebo
seluas 13.217 Ha, Kabupaten Bungo seluas 16.375,25 Ha, Kota Jambi seluas 2.537,32
Ha, dan Kota Sungai Penuh seluas 22.115,47 Ha. Sementara wilayah yang mengalami
pengurangan luasan tutupan kawasan berhutan terjadi pada 3 (tiga) kabupaten yaitu
Kabupaten Kerinci seluas 6.692,72 Ha, Kabupaten Sarolangun seluas 1.185,64 Ha dan
Kabupaten Batanghari seluas 4.111,72 Ha.
Pada tahun 2014 Kabupaten Tanjung Jabung Timur mampu meningkatkan
jumlah luasan kawasan berhutan yang paling luas dibandingkan dengan kabupaten/kota
lainnya yaitu sebesar 121.909,40 Ha sehingga Kabupaten Tanjung Jabung Timur
memiliki luasan kawasan berhutan yang paling luas di wilayah Provinsi Jambi.
Sementara Kabupaten Merangin yang pada tahun 2013 memiliki luasan kawasan
berhutan yang paling luas hanya mampu menambah luasan kawasan berhutannya
seluas 20.565,98 Ha. Justru Kabupaten Kerinci yang memiliki kawasan hutan yang
cukup luas tidak mampu menambah luasan tutupan lahannya malahan mengalami
pengurangan luasan tutupan lahan seluas 6.692,72 Ha. Sedangkan Kota Jambi yang
sama sekali tidak memiliki kawasan hutan berdasarkan data Dirjen Planologi Kehutanan
Kementerian Kehutanan RI dapat meningkatkan tutupan lahan kawasan berhutan pada
kawasan Areal Penggunaan Lain (APL) melalui hutan kota seluas 2.537,32 Ha.
19.59%
80.41%
Sumber : Data Olahan Tabel SD-4 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
Pada Buku Data Tabel Tambahan SD-4A, SD-4A1, SD-4A2, SD-4A3, SD-4A4,
SD-4A5, dan SD-4A6 dapat dilihat besarnya luasan deforestasi yang terjadi pada
masing-masing kawasan hutan yang terdiri dari kawasan konservasi (KSA-KPA),
kawasan hutan lindung, kawasan hutan produksi, kawasan hutan produksi terbatas dan
kawasan produksi konversi. Terlihat pada grafik bahwa kawasan hutan produksi
mengalami deforestasi yang paling tinggi dibandingkan dengan kawasan hutan lainnya.
Hal ini memang karena disebabkan oleh fungsi hutan produksi yang ditujukan untuk
kepentingan masyarakat, industri dan ekspor. Besarnya luasan kawasan hutan yang
mengalami deforestasi sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 2.14.
Gambar 2.14. Grafik Luasan Lahan Terdeforestasi di Kawasan
Hutan Provinsi Jambi Tahun 2014.
KSA-KPA
Hutan Lindung
Hutan Produksi Terbatas
Hutan Produksi
82.75%
Hutan Produksi Konversi
8.43%
2.69%
5.93%
0.19%
Sumber: Data Olahan Tabel SD-4 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
6,40 %
S.Penuh
11,93 %
Kota Jambi
7,26 %
Bungo
10,97 %
Tebo
Tanjabbar 10,09 %
Tanjabtim 7,85 %
Batanghari 3,35 %
6,77 %
Ma. Jambi
5,70 %
Sarolangun
Merangin 4,35 %
Kerinci 0,78 %
Sumber: Data Olahan Tabel SD-4 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014,
2015.
Di Provinsi Jambi, deforestasi yang terjadi pada 3 (tiga) tipe hutan yaitu hutan
primer, hutan sekunder dan hutan tanaman. Hutan primer yang meliputi hutan lahan
kering primer, hutan rawa primer, dan hutan mangrove primer mengalami deforestasi
seluas 7.458,20 Ha atau sekitar 0,50 % dari luasan tutupan lahan. Deforestasi hutan
primer yang terjadi pada kawasan hutan sebesar 6,93 % atau seluas 6.327,70 Ha dan
pada APL sebesar 1,24 % atau seluas 1.130,50 Ha. Pada hutan sekunder yang meliputi
hutan lahan kering sekunder, hutan rawa sekunder dan hutan mangrove sekunder
mengalami deforestasi seluas 77.811,10 Ha atau sekitas 5,20 % dari luasan tutupan
lahan. Deforestasi hutan sekunder yang terjadi pada kawasan hutan sebesar 69,90 %
atau seluas 63.779 Ha dan pada APL sebesar 15,38 % atau seluas 14.031,70 Ha.
Sementara pada hutan tanaman mengalami deforestasi seluas 5.979 Ha atau sebesar
0,40 % dari luasan tutupan lahan. Deforestasi hutan tanaman yang terjadi pada kawasan
hutan sebesar 3,61 % atau seluas 3.294,40 Ha dan pada APL sebesar 2,94 % atau
seluas 2.684,60 Ha. Besarnya angka deforestasi pada masing-masing tipe hutan
sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 2.16. berikut.
Gambar 2.16. Angka Deforestasi Pada Masing-Masing Tipe Hutan di
Wilayah Provinsi Jambi Tahun 2014.
5
Angka Deforestasi (%)
4 5,20 %
2
0,50 %
0,40 %
1
0
hutan primer hutan sekunder hutan tanaman
Sumber : Data Olahan Tabel SD-4 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
Bila dibandingkan dengan tahun 2013, angka deforestasi pada wilayah Provinsi
Jambi mengalami peningkatan baik dari jumlah luasan tutupan lahan yang terdeforestasi
maupun terhadap total luasan kawasan hutannya. Terjadi peningkatan angka deforestasi
dari 4,35 % pada tahun 2013 meningkat menjadi 6,09 % pada tahun 2014 atau dari
luasan 58.796,22 Ha pada tahun 2013 menjadi 91.248,30 Ha pada tahun 2014.
Peningkatan angka deforestasi ini harus diwaspadai demi kelangsungan hutan dan
kawasannya di Provinsi Jambi.
5. Lahan Kritis
Lahan kritis adalah lahan yang tidak atau kurang berfungsi secara baik sesuai
dengan peruntukkannya baik sebagai media produksi maupun sebagai pengatur tata air.
Berkurangnya fungsi lahan ini disebabkan karena lahan tersebut mengalami pemiskinan
unsur hara sebagai akibat dari berbagai kegiatan yang tidak tepat diantaranya kegiatan
penggundulan hutan.
Berdasarkan data dari Ditjen Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial
Kementerian Kehutanan RI luas lahan kritis yang ada di Provinsi Jambi seluas 779.774
Ha atau 15,55 % dari luasan lahan yang ada di wilayah Provinsi Jambi. Lahan kritis
tersebut terdiri dari lahan kritis seluas 515.192 Ha dan lahan sangat kritis seluas 264.582
Ha. Lahan kritis paling luas terdapat di Kabupaten Tebo seluas 124.707,66 Ha atau
15,99 % dari seluruh luasan lahan kritis di Provinsi Jambi. Sementara di Kota Jambi
terdapat hanya 0,27 % lahan kritis atau seluas 2.098,36 Ha. Besarnya luasan lahan kritis
pada setiap kabupaten/kota di Provinsi Jambi dapat dilihat pada Gambar 2.17.
Gambar 2.17. Luas Lahan Kritis di Provinsi Jambi Tahun 2014.
S. Penuh 2,444.96
Bungo 74,171.10
Tebo 124,707.66
Tanjabbar 95,471.99
Tanjabtim 59,015.34
Batanghari 94,646.96
Sarolangun 100,377.27
Merangin 118,150.14
Kerinci 38,143.12
Sumber : Data Olahan Tabel SD-5 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014,
2015.
Pada Buku Data Tabel Tambahan SD-5A menunjukkan luasan lahan kritis dan
sangat kritis yang terjadi di dalam kawasan hutan dan di luar kawasan hutan. Luasan
lahan kritis di dalam kawasan hutan terdapat seluas 452.112,97 Ha dan di luar kawasan
hutan seluas 327.661,03 Ha. Bila dibandingkan dengan tahun 2013, luasan lahan kritis
mengalami penurunan sebesar 45,11 % pada tahun 2014. Perbandingan lahan kritis di
dalam kawasan hutan dan di luar kawasan hutan dapat digambarkan pada Tabel 2.10.
Tabel 2.10. Lahan Kritis Di Dalam dan Di Luar Kawasan Hutan di Provinsi Jambi
Tahun 2013 dan 2014.
Sumber : Data Olahan Tabel SD-5 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
Pada Tabel 2.10. terlihat bahwa perubahan luasan lahan kritis lebih banyak
terdapat pada daerah di luar kawasan hutan yaitu seluas 627.889,97 Ha, sementara
pada daerah di dalam kawasan hutan hanya berkisar 12.938,03 Ha. Terjadinya
pengurangan luasan lahan kritis pada tahun 2014 mengindikasikan bahwa telah adanya
upaya pemulihan dan rehabilitasi lahan dan hutan yang dilakukan pada setiap
kabupaten/kota terhadap lahan kritis di wilayahnya baik berupa kegiatan penghijauan
meupun kegiatan reboisasi.
Tanah merupakan salah satu komponen lahan dan ruang daratan yang
memiliki banyak fungsi dalam kehidupan. Dalam komponen produksi, tanah berfungsi
sebagai penghasil biomassa yang mendukung kehidupan manusia dan kehidupan
makhluk lainnya serta berperan penting dalam menjaga kelestarian sumber daya air dan
kelestarian lingkungan hidup. Untuk itu dalam pemanfaatan tanah harus tetap terkendali
pada tingkat mutu tanah yang tidak melebihi ambang batas (threshold) kerusakannya.
Realitas menunjukkan bahwa kerusakan mutu tanah untuk produksi biomassa tidak saja
disebabkan oleh tindakan manusia, tetapi juga dapat terjadi akibat proses alam.
Pengujian kerusakan tanah di lahan kering akibat erosi air pada tahun 2014
dilakukan di Desa Sarolangun Kembang Kecamatan Sarolangun Kabupaten Sarolangun.
Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut : besaran erosi untuk tanah dengan
ketebalan < 20 cm adalah 0,9 mm/10 tahun, tanah dengan ketebalan 20 - < 50 cm
besaran erosinya 2,2 mm/10 tahun, tanah dengan ketebalan 50 - < 100 cm besaran
erosinya 6 mm/10 tahun, tanah dengan ketebalan 100 – 150 cm besaran erosinya 11
mm/10 tahun, dan tanah dengan ketebalan > 150 cm besaran erosinya 14 mm/10 tahun
sebagaimana yang tercantum pada Buku Data Tabel SD-6. Bila mengacu kepada
ambang kritis erosi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 150 Tahun 2000, maka
tanah di Kabupaten Sarolangun telah mengalami kerusakan pada ketebalan diatas 150
cm.
Pengujian kerusakan tanah di lahan kering di Provinsi Jambi pada tahun 2014
dilakukan di Kota Sungai Penuh di Desa Sungai Ning Kecamatan Sungai Bungkal dan di
Desa Sumur Gedang Kecamatan Pesisir Bukit. Berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 150 Tahun 2000, hasil pengujian menunjukkan bahwa hanya 1 (satu) parameter
dari 9 (sembilan) parameter yang diukur melebihi baku mutu yaitu parameter daya
hantar listrik (DHL) sebesar 10,48 mS/cm. Sementara 2 (dua) parameter tidak dilakukan
pengukuran yaitu parameter redoks dan parameter jumlah mikroba. Hasil pengujian
kerusakan tanah di lahan kering d Provinsi Jambi tahun 2014 sebagaimana terlihat pada
Buku Data Tabel SD-7.
3.896,30 Ha, perambahan hutan seluas 19.700 Ha dan kegiatan pertambangan seluas
800 Ha sebagaimana yang terlihat pada Buku Data Tabel SD-9.
Kegiatan ladang berpindah masyarakat menyebabkan masyarakat melakukan
perambahan hutan dengan tujuan untuk dijadikan kebun dan berladang dalam upaya
memenuhi kebutuhan hidupnya, setelah itu ketika tidak memberikan hasil yang
mencukupi lagi mereka meninggalkan tanpa melakukan penanaman kembali sehingga
kebanyakan lahan hutan tersebut menjadi tanah terbuka atau menjadi lahan kering.
Begitu pulahalnya dengan penebangan liar dan perambahan hutan. Kegiatan
penebangan liar dilakukan dengan tujuan mengambil komoditi kayu secara ilegal dan
kemudian membiarkannya menjadi tanah terbuka. Sementara kegiatan perambahan
hutan merupakan pembukaan areal hutan menjadi pertanian lahan kering. Hal inilah
yang menyebabkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan yang akhirnya
menyebabkan terjadinya bencana alam. Selain itu juga mengancam kelestarian flora dan
fauna endemik di wilayah tersebut.
Kerusakan hutan di wilayah Provinsi Jambi semakin tahun semakin meningkat.
Semakin banyak pula luasan kawasan hutan yang berkurang karena berbagai kegiatan
yang dilakukan oleh manusia. Pada Tabel 2.11. terlihat bahwa kerusakan lahan dan
hutan di Provinsi Jambi meningkat seluas 36.610,23 Ha atau 55,61 % dibandingkan
dengan tahun 2013. Kerusakan hutan yang paling banyak disebabkan oleh kegiatan
ladang berpindah yang dilakukan oleh masyarakat dengan peningkatan sebesar
60.284,18 Ha. Selain itu kerusakan hutan yang disebabkan oleh perambahan hutan
meningkat seluas 15.594,07 Ha, kebakaran hutan meningkat seluas 2.335,68 Ha dan
kegiatan pertambangan menyebabkan kerusakan sebesar 800 Ha, padahal pada tahun
2013 tidak ada data yang menyebutkan adanya kerusakan kawasan hutan yang
disebabkan oleh pertambangan. Namun, kerusakan hutan yang disebabkan oleh
penebangan liar menurun jumlah luasan kerusakannya seluas 46.403,70 Ha. Berikut
pada Tabel 2.11. menunjukkan besar luasan hutan yang mengalami kerusakan di
wilayah Provinsi Jambi pada masing-masing penyebabnya pada tahun 2013 dan 2014.
Tabel 2.11. Kerusakan Hutan di Provinsi Jambi Tahun 2013 dan 2014.
Sumber : Data Olahan Tabel SD-9 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
B. Keanekaragaman Hayati
Keanekaragaman hayati atau sering disebut juga dengan istilah ragam hayati,
keanekaan hayati, biodiversitas atau biodiversity merupakan istilah yang digunakan
untuk derajat keanekaragaman sumberdaya alam hayati yang meliputi jumlah maupun
frekuensi dari gen, spesies, maupun ekosistem di suatu wilayah. Mengacu kepada
definisi di atas maka keanekaragaman hayati terbagi atas tiga tingkatan yaitu: (1).
Keanekaragaman hayati pada tingkat gen atau kromoson, (2). Keanekaragaman hayati
pada tingkat spesies, (3). Keanekaragaman hayati pada tingkat ekosistem.
Manfaat keanekaragaman hayati bagi suatu wilayah sangat luar biasa sehingga
perlu dijaga dan dipertahankan. Keanekaragaman hayati dapat berperan dalam
pemenuhan kebutuhan pangan, sandang, papan, obat-obatan dan sarana rekreasi, di
samping itu juga memiliki peranan penting dalam mitigasi perubahan iklim.
1. Keanekaragaman Gen
2. Keanekaragaman Ekosistem
a. Ekosistem Hutan
Menurut Konvensi Ramsar lahan basah adalah daerah berawa, payau, gambut
atau perairan alami atau buatan yang tertutup air tergenang atau mengalir secara tetap
atau sementara oleh air tawar, payau atau asin, termasuk wilayah perairan laut yang
kedalamannya tidak lebih dari enam meter pada saat air surut. Lahan basah juga
mencakup pinggiran aliran sungai atau zona-zona pesisir yang berdekatan dengan lahan
basah, dan dengan pulau-pulau atau bagian-bagian perairan laut yang kedalamannya
lebih dari enam meter pada saat air surut dan berada di lahan basah (Keppres Nomor 48
Tahun 1991).
Lahan basah mempunyai fungsi sebagai penyangga kehidupan karena
mengatur siklus air (menyediakan air tanah, mencegah kekeringan dan banjir), mengatur
siklus tanah dan mengandung keanekaragaman hayati yang tinggi. Karena itu lahan
basah juga memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi, antara lain sebagai pemasok air
(kuantitas dan kualitas), sumberdaya perikanan, pertanian, produksi kayu, sumber
energi (gambut dan bahan industri), plasma nutfah, transportasi, rekreasi dan pariwisata.
Ada dua tipe lahan basah yaitu lahan basah alami dan lahan basah buatan.
Menurut Ramsar lahan basah alami terdiri dari hutan mangrove, rawa gambut, rawa air
tawar, padang lamun, terumbu karang dan danau/situ. Lahan basah buatan terdiri dari
sawah, kolam dan tambak.
Di Provinsi Jambi kawasan lahan basah berdasarkan Konvensi Ramsar adalah
Taman Nasional Berbak (TNB) yang wilayahnya secara administratif termasuk ke dalam
Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Kabupaten Muaro Jambi. Kawasan ini
mempunyai tingkat keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Habitat perairannya
mengandung kekayaan hayati flora mulai dari bakteri, jamur, ganggang (algae),
tumbuhan air hingga pohon-pohon di daerah rawa.
Provinsi Jambi memiliki wilayah perairan laut seluas 425.50 km2 dan memiliki
keanekaragaman hayati tinggi dengan tingkat endemisme yang tinggi. Ekosistem pesisir
dan laut di wilayah Provinsi Jambi ini sangat unik dan saling terkait, bersifat dinamis dan
sangat produktif yang meliputi estuaria, hutan mangrove, dan pantai berpasir, dengan
sumber daya hayati berupa mangrove.
3. Keanekaragaman Spesies
Berdasarkan data dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi
Jambi sebagaimana dapat dilihat pada Buku Data Tabel SD-11, pada tahun 2014 jumlah
spesies yang diketahui yang terdapat di wilayah Provinsi Jambi mencapai 340 spesies
yang terdiri dari hewan menyusui sebanyak 37 spesies, burung sebanyak 175 spesies,
reptile sebanyak 7 spesies, ikan sebanyak 82 spesies, dan tumbuh-tumbuhan sebanyak
36 spesies. Dari jumlah 340 spesies yang diketahui tersebut, 20 spesies bersifat
endemik, 6 spesies dalam kondisi terancam dan 327 spesies masuk dalam kategori
dilindungi. Keanekaragaman hayati tersebut dapat dijumpai pada kawasan taman
nasional, kawasan hutan lindung, dan kawasan cagar alam yang ada di wilayah Provinsi
Jambi.
.
Tipe ekosistem penyusun hutan TNBT adalah hutan dataran rendah, hutan
pamah dan hutan dataran tinggi dengan jenis floranya seperti jelutung (Dyera costulata),
getah merah (Palaquium spp.), pulai (Alstonia scholaris), kempas (Koompassia excelsa),
rumbai (Shorea spp.), cendawan muka rimau/raflesia (Rafflesia hasseltii), jernang atau
palem darah naga (Daemonorops draco), dan berbagai jenis rotan.
TNBT memiliki 59 jenis mamalia, 6 jenis primata, 151 jenis burung, 18 jenis
kelelawar, dan berbagai jenis kupu-kupu. Disamping merupakan habitat harimau
Sumatera (Panthera tigris sumatrae), tapir (Tapirus indicus), ungko (Hylobates agilis),
beruang madu (Helarctos malayanus malayanus), sempidan biru (Lophura ignita), kuau
(Argusianus argus argus) dan lain-lain; juga sebagai perlindungan hidro-orologis Daerah
Aliran Sungai Kuantan Indragiri.
Jenis tumbuhan yang ada di TNBD antara lain bulian (Eusideroxylon zwageri),
meranti (Shorea sp.), menggeris/kempas (Koompassia excelsa), jelutung (Dyera
costulata), jernang (Daemonorops draco), damar (Agathis sp.), dan rotan (Calamus sp.).
Terdapat kurang lebih 120 jenis tumbuhan termasuk cendawan yang dapat
dikembangkan sebagai tumbuhan obat.
TNBD ini merupakan habitat dari satwa langka dan dilindungi seperti siamang
(Hylobates syndactylus syndactylus), beruk (Macaca nemestrina), macan dahan
(Neofelis nebulosa diardi), kancil (Tragulus javanicus kanchil), beruang madu (Helarctos
malayanus malayanus), kijang (Muntiacus muntjak montanus), meong congkok
(Prionailurus bengalensis sumatrana), lutra Sumatera (Lutra sumatrana), ajag (Cuon
alpinus sumatrensis), kelinci Sumatera (Nesolagus netscheri), elang ular bido (Spilornis
cheela malayensis), dan lain-lain.
Jenis tumbuhan yang ada di TNB antara lain Meranti (Shorea sp), dan berbagai
macam jenis palem.TNB terkenal memiliki paling banyak jenis palem tanaman hias di
Indonesia. Jenis palem tanaman hias yang tergolong langka antara lain jenis Daun
Payung (Johanesteijmannia altifrons) serta jenis yang baru ditemukan yaitu Lepidonia
kingii (Lorantaceae) yang berbunga besar dengan warna merah/ungu.
Sebagai kawasan yang mempunyai tingkat potensi ekonomi yang tinggi, Cagar
Alam Durian Luncuk masih menyisakan potensi flora dan faunanya berdasarkan tipe
ekosistemnya. Topografi Cagar Alam Durian Luncuk mempunyai tipe ekosistem formasi
hutan dengan dataran rendah dan perwakilan hutan khas Jambi berupa ekosistem hutan
Bulian (Eusideroxylon zwageri) yang saat ini terancam keberadaannya karena
pemanfaatan yang berlebihan.
Sumber daya alam hayati yang banyak dijumpai pada Cagar Alam Durian
Luncuk di antaranya ada Kubung (Cynocephalus variagatus), Bajing tanah (Lariscus
insignis), Binturong (Arctitis binturong), Kucing hutan (Felis virisgatus), Harimau
sumatera (Pantheratigris sumtraensis), Macan dahan (Neopelis nebulosa), Buaya muara
(Crocodylusporosus), Sinyulong (Tomistoma sclegelii), Labi-labi (Chitra indus), Tuntong
(Batagur baska), Kuntul cina (Egretta eulophotus), Bluwok putih (Mycteria cinera),
Bangau tongtong (Leptoptiles javanicus), Alap-alap (Aviceda leuphotes), Kuau
(Argusianus argus), Rangkong papan (Beceros bicornis).
Flora di kawasan cagar alam ini beraneka ragam, antara lain Pidada
(Sonneratia caseolaris) banyak tumbuh pada tempat-tempat estuarin, Api-api (Avicennia
alba) banyak tumbuh di pantai dan merupakan pionir untuk pertambahan areal
mangrove, Tanjang (Bruguiera gymnorrhizaa). Sedangkan fauna yang hidup di kawaan
cagar ala mini antara lain Banga puti susu (Mycteria cinerea) Blekek Asia
(Limnoddromus semipalmatus), Cangak Abu (Ardea cinerea) Trinil betis hijau (Tringa
guttifer) Bango tongtong (Leptoptilos javanicus) dan lain-lain.
Saat ini pun, perburuan landak (Hystrix Brachyura) juga semakin marak.
Tanggal 22 Desember 2014 Polres Tebo telah mengamankan 16 ekor landak, 3 buah
kandang landak dan 2 perangkap landak di Kabupaten Tebo. Landak diburu untuk
diambil daging, duri dan batu (geliga) yang terdapat di dalam tubuh landak.
Selain disebabkan oleh perburuan liar, hilangnya habitat dan populasi hewan-
hewan langka ini disebabkan oleh terjadinya konversi hutan menjadi lahan perkebunan
dan pertambangan. Penyelamatan hutan dan taman nasional sebagai tempat bermukim
dan hidup para satwa langka tersebut harus terus dilakukan dengan memberantas
pembalakan hutan, menghentikan pengkonversian kawasan hutan menjadi kebun sawit
dan menghentikan kebakaran hutan.
C. Air
1). Keperluan domestik, yang meliputi air untuk kebutuhan rumah tangga, fasilitas
umum/sosial, tempat ibadah, dan perniagaan/pertokoan.
2). Keperluan perindustrian, yang meliputi industri sedang, besar dan pertambangan.
3). Keperluan pertanian, seperti untuk irigasi, perikanan dan peternakan.
4). Keperluan komersial, seperti pelabuhan udara, laut dan terminal bus.
5). Kebutuhan pengggelontoran, baik untuk limbah industri maupun limbah rumah
tangga.
6). Pariwisata, seperti hotel dan penginapan, dan
7). Transportasi.
Berdasarkan sumbernya, air dapat dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu:
1). Air permukaan, yaitu air mata air, air sungai, air danau/situ (alamiah dan buatan), air
bendungan, air irigasi dan air rawa.
2). Air hujan, yaitu air hujan tampungan dan air limpasan.
3). Air tanah, yaitu air tanah bebas/air tanah dangkal, air tanah semi tertekan/semi
artesis, air tanah dalam dan air tanah tertekan/artesis/air tanah sangat dalam
Sumber daya air di wilayah Provinsi Jambi berasal dari air permukaan dan air
tanah. Sumber air permukaan berasal dari sungai-sungai dan yang berada dalam sistem
Satuan Wilayah Sungai (SWS) Batang Hari, yang luasnya hampir mencakup sebagian
besar wilayah Provinsi Jambi. Secara administrasi pemerintahan, wilayah sungai Batang
Hari terdiri dari 13 (tiga belas) kabupaten dan 1 (satu) kota, yaitu yang berada di Provinsi
Jambi yang meliputi Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Kabupaten Tanjung Jabung
Barat, Kabupaten Muaro Jambi, Kabupaten Batanghari, Kabupaten Bungo, Kabupaten
Tebo, Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Merangin, Kabupaten Kerinci dan Kota Jambi,
sebagian lagi berada di Provinsi Sumatera Barat meliputi Kabupaten Dharmasraya,
Kabupaten Solok, Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Sawahlunto. Menurut
Direktorat Sumber Daya Air Wilayah Barat, secara umum debit air yang tersedia pada
DAS Batang Hari berdasarkan potensi yang ada telah mencukupi. Hal ini diindikasikan
dengan jumlah debit Sungai Batang Hari sebesar 35,953.18 m 3/detik (8.3 milyar
m3/tahun). SWS Batang Hari terdiri dari 3 sub SWS yaitu sub SWS Sungai Batang Hari,
sub SWS Air Hitam-Benuh dan sub SWS Sungai Pengabuan-Lagan, serta terdiri atas 11
Water Distrik yang meliputi: Batanghari Hulu, Jujuhan, Tebo, Tabir, Merangin, Kerinci,
Tembesi, Bulian, Batanghari Hilir, Tungkal dan Berbak. SWS Batang Hari memiliki luas
terbesar yaitu 47,182 Km 2, sedangkan SWS Pengabuan-Lagan dan SWS Air Hitam-
Benuh masing-masing 7,632 Km 2 dan 2,890 Km2. Hal ini menunjukkan bahwa potensi
air lebih banyak berasal dari SWS Batanghari.
Selain kuantitas sumber daya air yang harus terpenuhi untuk mencukupi
kebutuhan penduduk, pemanfaatan potensi sumber daya air juga harus memperhatikan
kualitas sumber daya air yang akan dimanfaatkan, mengingat keberadaannya yang
sangat penting bagi manusia. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun
2001, klasifikasi mutu air dapat dikelompokkan menjadi 4 kelas, yaitu :
1). Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan
atau peruntukan lainnya yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut.
2). Kelas dua, air ang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi
air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi tanaman, dan atau
peruntukan lainnya yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.
3). Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan utnuk pembudidayaan ikan air
tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan air yang sama dengan kegunaan tersebut.
4). Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman
dan atau peruntukan lainnya yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut.
1. Sungai
a. Inventarisasi Sungai
2). Memiliki lebar permukaan berkisar antara 15 m sampai 529 m dan lebar dasar
antara 7 m sampai 505 m.
3). Memiliki kedalam antara 3 m sampai 12 m.
4). Memiliki potensi total debit air maksimum sebesar 27.218 m 3/detik atau setara
dengan 846.588.672.000 m 3/tahun dan total debit air minimum sebesar 23.737,8
m3/detik atau setara dengan 738.340.531.200 juta m 3/tahun.
Berdasarkan kewenangan pengelolaannya sebagaimana diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota, maka pengelolaan ketujuhpuluh sungai tersebut dibagi sebagai
berikut:
1). 3 (tiga) sungai menjadi kewenangan Pemerintah Pusat yaitu Sungai Batang Hari
yang melintasi 2 provinsi yaitu Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Jambi, Sungai
Air Dikit yang melintasi 2 provinsi yaitu Provinsi Jambi dan Provinsi Bengkulu, dan
Sungai Benuh yang melintasi 2 provinsi yaitu Provinsi Jambi dan Provinsi Sumatera
Selatan.
2). 5 (lima) sungai menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi Jambi karena melintasi
beberapa kabupaten/kota yaitu :
(1). Sungai Batang Merangin yang melintasi wilayah Kabupaten Kerinci, Kabupaten
Merangin dan Kabupaten Sarolangun.
(2). Sungai BatangTebo yang melintasi wilayah Kabupaten Kerinci, Kabupaten
Bungo, dan Kabupaten Tebo.
(3). Sungai Batang Tabir yang melintasi wilayah Kabupaten Merangin dan
Kabupaten Tebo.
(4). Sungai Batang Tembesi yang melintasi wilayah Kabupaten Sarolangun dan
Kabupaten Batanghari.
(5). Sungai Batang Merao yang melintasi wilayah Kabupaten Kerinci dan Kota
Sungai Penuh.
3). 62 (enampuluhdua) sungai lainnya merupakan sungai yang berada di dalam
satu wilayah kabupaten/kota dan menjadi kewenangan dari kabupaten/kota yang
bersangkutan untuk mengelolanya.
Pada tahun 2014, pemantauan kualitas air Sungai Batang Hari dilaksanakan
sebanyak 5 (lima) kali pemantauan yaitu pada bulan April, Mei Juli, September dan
Oktober, pada 12 (dua belas) titik sampling dengan lokasi sebagai berikut:
BH-1 Desa Pucuk Jambi Kecamatan VII Koto Kabupaten Tebo.
BH-2 Desa Teluk Kayu Putih, Kecamatan VII Koto, Kabupaten Tebo.
BH-3 Desa Teluk Kembang Jambi, kecamatan Tebo Ulu, Kabupaten Tebo.
BH-4 Desa Mangun Jayo, Kecamatan Tebo Tengah, kabupaten Tebo.
BH-5 Desa Simpang Sungai Rengas, Kecamatan Maro Sebo Ulu, Kab. Batanghari.
BH-6 Kelurahan Pasar Muara Tembesi, Kecamatan Muara Tembesi, Kab. Batanghari.
BH-7 Kelurahan Sengeti, Kecamatan Sekernan, Kabupaten Muaro Jambi.
BH-8 Desa Penyengat Olak, Kecamatan Jambi Luar Kota, Kabupaten Muaro Jambi.
BH-9 Desa Talang Duku, Kecamatan Maro Sebo, Kabupaten Muaro Jambi.
BH-10 Desa Teluk Jambu, Kecamatan Maro Sebo, Kabupaten Muaro Jambi.
BH-11 Desa Gedong Karya, Kecamatan Kumpeh, Kabupaten Muaro Jambi.
BH-12 Kelurahan Muara Sabak, Kecamatan Muara Sabak Timur, Kab. Tanjab Timur.
Berdasarkan PP Nomor 82 Tahun 2001 pasal 8 mengenai Klasifikasi dan
Kriteria Mutu Air, Sungai Batang Hari dikelompokkan pada kelas II. Kualitas air Sungai
Batang Hari berdasarkan pemantauan BLHD Provinsi Jambi seperti yang tercantum
pada Buku Data Tabel SD-14. Dari 22 (dua puluh dua) parameter yang dipantau
kualitasnya, 7 (tujuh) parameter diantaranya melebihi baku mutu yang dipersyaratkan
sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2.13.
Tabel 2.13. Parameter Kualitas Air Sungai Batang Hari Yang Tidak Memenuhi Baku
Mutu Tahun 2014.
No. Parameter Satuan Baku Mutu April Mei Juli Sept Nov
1. pH 6-9 4 titik 3 titik 2 titik 1 titik -
2. TSS mg/L 50 - 2 titik 2 titik - -
3. BOD mg/L 3 8 titik 9 titik 5 titik 12 titik 3 titik
4. Klorin bebas mg/L 0,03 3 titik 3 titik - - -
5. T-P mg/L 0,2 1 titik 11 titik - - -
6. Fecal Coliform jml/100 ml 1.000 10 titik 10 titik 9 titik 9 titik 9 titik
Sumber : Data Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
Dari Tabel 2.13 terlihat bahwa kualitas air Sungai Batang Hari mengalami
penurunan kualitas akibat pencemaran dengan meningkatnya konsentrasi parameter
TSS (Residu Tersuspensi), BOD, Klorin bebas, Total Phospat, Fecal Coliform dan Total
Coliform serta penurunan nilai pH. Dari 5 (lima) kali waktu pemantauan pada
pengukuran nilai pH, hanya pengukuran pada bulan November nilai pH berada pada
rentang yang dipersyaratkan yaitu berkisar pada nilai 6 - 6,8. Sedangkan pada
pengukuran 4 (empat) bulan lainnya nilai pH pada umumnya tidak memenuhi baku mutu
yaitu berada pada kondisi asam dengan rentang nilai 5 – 5,9. Terlihat pada Tabel 2.13.
di atas bahwa pada bulan April dimana pada 4 (empat) lokasi pemantauan nilai pH
berada diluar range yang dipersyaratkan dari 12 (dua belas) titik sampling lokasi
pemantauan pada bulan tersebut. Konsentrasi parameter residu tersuspensi (TSS) yang
tidak memenuhi baku mutu terjadi pada bulan Mei dan Juli masing-masing pada 2 (dua)
titik sampling lokasi pemantauan. Konsentrasi TSS yang paling tinggi yaitu sebesar 140
mg/L terdapat pada lokasi pemantauan Kelurahan Pasar Muara Tembesi, Kecamatan
Muara Tembesi, Kabupaten Batanghari pada bulan Juli. Sementara pada bulan April,
September dan Oktober konsentrasi TSS memenuhi baku mutu.
Sementara untuk parameter BOD, konsentrasi BOD meningkat tidak
memenuhi baku pada setiap waktu pemantauan. Konsentrasi BOD yang melebihi baku
mutu paling banyak terjadi pada bulan September yaitu pada semua titik sampling lokasi
pemantauan (12 titik). Juga untuk parameter Klorin bebas dan Total Fosfat mengalami
peningkatan konsentrasi hingga melebihi baku mutu yang ditetapkan terjadi pada bulan
Juli hingga November waktu pemantauan. Peningkatan konsentrasi parameter Fecal
Coliform dan Total Coliform hingga melebihi baku mutu juga pada seluruh waktu
pemantauan. Hal ini mengindikasikan bahwa air Sungai Batang Hari rentan dengan
sumber pencemaran domestik yang teridentifikasi dari parameter BOD, Fecal Coliform
dan Total Coliformsepanjang tahun.
Pada 12 (dua belas) titik sampling pada setiap lokasi pemantauan, dapat
dijelaskan konsentrasi masing-masing parameter yang tidak memenuhi baku mutu
sebagai berikut:
a). pH
Nilai pH pada pengukuran tahun 2014 terhadap air Sungai Batang Hari berada
pada range 5 – 6,9 pada 12 (dua belas) titik sampling lokasi pemantauan atau 60 kali
sampling dalam setahun. Nilai kisaran pH tersebut tidak jauh dari batas bawah nilai pH
yang dipersyaratkan yaitu 6. Dari 60 kali sampling pada 12 titik sampling, 10 titik berada
pada nilai dibawah 6 atau sekitar 16,67 % dari total pemantauan dengan rentang nilai pH
5 – 5,9. Kondisi ini mengindikasikan bahwa air Sungai Batang Hari masih berada pada
kondisi asam atau mendekati kondisi asam.
Kondisi tersebut berlangsung pada bulan April di lokasi pemantauan BH-5 di
Kabupaten Batanghari, BH-9, BH-10, dan BH-11 di Kabupaten Muaro Jambi dengan
rentang nilai pH 5,5 – 5,9. Penurunan nilai pH pada bulan Mei terjadi pada lokasi
pemantauan BH-5 dan BH-6 di Kabupaten Batanghari serta BH-10 di Kabupaten Muaro
Jambi dengan rentang nilai pH 5 – 5,9. Penurunan nilai pH pada bulan Juli terjadi pada
lokasi pemantauan BH-5 dan BH-6 di Kabupaten Batanghari dengan nilai pH 5,5 pada
masing-masing titik sampling. Penurunan nilai pH pada bulan September terjadi pada
lokasi sampling BH-10 di Kabupaten Muaro Jambi dengan nilai pH 5,9. Lokasi sampling
yang selalu mengalami penurunan nilai pH pada kondisi asam yaitu pada titik sampling
BH-5 di Desa Simpang Sungai Rengas, Kecamatan Maro Sebo Ulu, Kabupaten
Batanghari. Pada lokasi ini nilai pH selalu berada pada kondisi asam selama bulan April,
Mei dan Juli. Pada waktu pemantauan bulan September dan Oktober nilai pH hanya
mampu meningkat hingga batas bawah nilai pH.
Gambaran kualitas air Sungai Batang Hari untuk parameter pH tahun 2014
dapat dilihat pada Gambar 2.21. untuk setiap lokasi dan waktu pemantauan.
Gambar 2.21. Grafik Nilai pH Air Sungai Batang Hari Tahun 2014.
10
9
8
7
6
Nilai pH
5
4
3
2
1
0
BH-1 BH-2 BH-3 BH-4 BH-5 BH-6 BH-7 BH-8 BH-9 BH-10BH-11BH-12
Lokasi Pemantauan
Sumber: Data Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015
Konsentrasi TSS pada air Sungai Batang Hari yang tidak memenuhi baku mutu
selama tahun 2014 terjadi pada bulan Mei dan Juli dengan kisaran 6,67 % dari total
pemantauan pada 12 titik sampling lokasi pemantauan. Konsentrasi TSS pada bulan Mei
yang tidak memenuhi baku mutu terdapat pada lokasi pemantauan BH-1 dan BH-2 di
Kabupaten Tebo dengan rentang konsentrasi 55 mg/L – 58 mg/L. Besarnya peningkatan
konsentrasi TSS pada dua titik sampling lokasi pemantauan tidak terlalu jauh berbeda
dari nila baku mutu yang ditetapkan untuk parameter TSS yaitu sebesar 50 mg/L.
Namun peningkatan konsentrasi TSS yang cukup tinggi terjadi pada bulan Juli di lokasi
pemantauan BH-2 di Kabupaten Tebo dengan nilai konsentrasi 70 mg/L dan di lokasi
pemantauan BH-6 di Kabupaten Batanghari dengan nilai konsentrasi 140 mg/L.
Peningkatan konsentrasi TSS ini berkemungkinan disebabkan besarnya padatan
tersuspensi pada perairan akibat erosi dari tanah pertanian, pengikisan pinggiran sungai,
kegiatan pertambangan dan konstruksi dan lain sebagainya yang membawa endapan
lumpur dari aliran sebelumnya.
Gambaran kualitas air Sungai Batang Hari untuk parameter TSS tahun 2014
dapat dilihat pada Gambar 2.22. untuk setiap lokasi dan waktu pemantauan.
Gambar 2.22. Grafik Konsentrasi TSS Air Sungai Batang Hari Tahun 2014.
160
140
Konsentrasi (mg/L)
120
100
80
60
40
20
0
BH-1 BH-2 BH-3 BH-4 BH-5 BH-6 BH-7 BH-8 BH-9 BH-10 BH-11 BH-12
Lokasi Pemantauan
Sumber : Data Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
konsentrasi BOD ini terjadi pada 37 titik dari 60 pemantauan atau sekitar 61,67% dari
total pemantauan. Pemantauan pada bulan April terjadi peningkatan konsentrasi BOD
terdapat pada lokasi pemantauan titik sampling BH-1, BH-2, BH-3 di Kabupaten Tebo
dengan konsentrasi BOD sebesar 3,22 mg/L, di lokasi pemantauan BH-7 sampai
dengan BH-11 di Kabupaten Muaro Jambi dengan konsentrasi BOD sebesar 3,22 mg/L.
Pada bulan Mei, konsentrasi BOD meningkat mencapai 3,22 mg/L di lokasi pemantauan
BH-2, BH-3 dan BH-4 di Kabupaten Tebo, di lokasi pemantauan BH-7 sampai dengan
BH-11 di Kabupaten Muaro Jambi, di lokasi pemantauan BH-12 d Kabupaten Tanjung
Jabung Timur. Pada bulan Mei juga terjad peningkatan konsentrasi BOD mencapai 3,22
mg/L di lokasi pemantauan BH-5 dan BH-6 di Kabupaten Batanghari, di lokasi
pemantauan BH-7 dan BH-8 di Kabupaten Muaro Jambi serta di lokasi pemantauan BH-
12 di Kabupaten tanjung Jabung Timur. Sedangkan pada bulan September, peningkatan
konsentrasi BOD hingga mencapai nilai 3,22 mg/L terjadi pada semua lokasi
pemantauan dari hulu ke ilir Sungai Batang Hari. Dan pada akhir waktu pemantauan
bulan Oktober, peningkatan konsentrasi BOD melebihi baku mutu hingga mencapai 4,83
mg/L terjadi pada lokasi pemantauan BH-7, BH-8 dan BH-9 di Kabupaten Muaro Jambi.
Dari semua lokasi titik sampling yang dilakukan pemantauan, titik sampling BH-
7 dan BH-8 di Kabupaten Muaro Jambi yang selalu mengalami peningkatan konsentrasi
BOD hingga melampaui baku mutu yang ditetapkan hingga mencapai konsentrasi 4,43
mg/L. Hal ini mengindikasikan bahwa lokasi perairan pada titik sampling BH-7 yaitu
Kelurahan Sengeti, Kecamatan Sekernan, Kabupaten Muaro Jambi dan lokasi
pemantauan BH-8 yaitu Desa Penyengat Olak, Kecamatan Jambi Luar Kota, Kabupaten
Muaro Jambi mengandung banyak pencemar organik yang dihasilkan oleh buangan
domestik penduduk baik sampah maupun limbah cair dan limbah industri yang dibuang
ke sungai.
Gambaran kualitas air Sungai Batang Hari untuk parameter BOD tahun 2014
dapat dilihat pada Gambar 2.23. untuk setiap lokasi dan waktu pemantauan.
Klorin bebas (Cl2) di perairan berasal dari limbah industri atau limbah domestik
yang menggunakan khlor baik sebagai desinfektan maupun sebagai pelarut. Fenomena
peningkatan konsentrasi klorin bebas pada air Sungai Batang Hari ini selama tahun
2014 yang tidak memenuhi baku mutu (> 0,03 mg/L) terjadi pada 6 titik sampling atau
berkisar 10 % dari total pemantauan.
Gambar 2.23. Grafik Konsentrasi BOD Air Sungai Batang Hari Tahun
2014.
5
Konsentrasi (mg/L)
0
BH-1 BH-2 BH-3 BH-4 BH-5 BH-6 BH-7 BH-8 BH-9 BH-10BH-11BH-12
Lokasi Pemantauan
Sumber : Data Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
Pada bulan April, peningkatan konsentrasi klorin bebas hingga melampaui baku
mutu terjadi pada titik sampling BH-7 dan BH-8 di Kabupaten Muaro Jambi sebesar 0,07
mg/L dan 0,08 mg/L dan di lokasi pemantauan titik BH-12 di Kabupaten Tanjung Jabung
Timur sebesar 0,04 mg/L. Pemantauan pada bulan Mei, peningkatan konsentrasi klorin
bebas hingga melampaui baku mutu terjadi pada lokasi pemantauan titik sampling BH-7
dan BH-8 di Kabupaten Muaro Jambi sebesar 0,07 mg/L dan 0,09 mg/L serta di lokasi
pemantauan titik sampling BH-12 di Kabupaten Tanjung Jabung Timur sebesar 0,07
mg/L. Sementara pada waktu pemantauan lainnya konsentrasi klorin bebas memenuhi
baku mutu yang dipersyaratkan.
Dari hasil pengukuran, peningkatan konsentrasi klorin bebas hingga melampaui
baku mutu di Sungai Batang Hari selalu terjadi di 3 (tiga) lokasi pemantauan dengan
peningkatan konsentrasi yang cukup tinggi dibandingkan dengan rata-rata hasil
pengukuran pada lokasi dan waktu pemantauan lainnya.
Gambaran kualitas air Sungai Batang Hari untuk parameter Klorin bebas tahun
2014 dapat dilihat pada Gambar 2.24. untuk setiap lokasi dan waktu pemantauan.
Fosfat merupakan senyawa fosfor yang terlarut dalam air. Konsentrasi total
fosfat pada air Sungai Batang Hari yang tidak memenuhi baku mutu yang dtetapkan
terdapat pada 12 titik sampling lokasi pemantauan pada 2 (dua) bulan pemantauan
Gambar 2.24. Grafik Konsentrasi Cl2 Air Sungai Batang Hari Tahun 2014.
0.1
Konsentrasi (mg/L)
0.08
0.06
0.04
0.02
0
BH-1 BH-2 BH-3 BH-4 BH-5 BH-6 BH-7 BH-8 BH-9 BH-10 BH-11 BH-12
Lokasi Pemantauan
Sumber : Data Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
selama tahun 2014 atau berkisar 20 % dari total pemantauan. Pada bulan April,
konsentrasi Total Fosfat yang tidak memenuhi baku mutu terjadi pada lokasi
pemantauan di titik sampling BH-11 di Kabupaten Muaro Jambi sebesar 0,23 mg/L.
Konsentrasi ini tidak terlalu tinggi melampaui baku mutu yang dipersyaratkan sebesar
0,2 mg/L.
Pada bulan Mei, konsentrasi Total Fosfat yang tidak memenuhi baku mutu
terjadi di 11 (sebelas) lokasi pemantauan yaitu titik sampling BH-1 hingga BH-11 dengan
rentang konsentrasi 0,23 mg/L hingga 0,43 mg/L. Peningkatan konsentrasi total fosfat
tertinggi terjadi pada lokasi pemantauan di Desa Mangun Jayo, Kecamatan Tebo
Tengah, Kabupaten Tebo dengan konsentrasi 0,43 mg/L.
Terjadinya peningkatan konsentrasi Total Fosfat terjadi dapat disebabkan oleh
pelapukan batuan mineral dan dekomposisi bahan organik. Dapat juga berasal dari
limbah industri dan limbah domestik yang berada di sekitar perairan berupa limbah
deterjen. Atau berasal dari sektor pertanian akibat dari penggunaan pupuk yang
berlebihan.
Gambaran kualitas air Sungai Batang Hari untuk parameter Total Fosfat tahun
2014 dapat dilihat pada Gambar 2.25. untuk setiap lokasi dan waktu pemantauan.
Gambar 2.25. Grafik Konsentrasi T-P Air Sungai Batang Hari Tahun 2014.
0.5
0.45
0.4
Konsentrasi (mg/L)
0.35
0.3
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0
BH-1 BH-2 BH-3 BH-4 BH-5 BH-6 BH-7 BH-8 BH-9 BH-10 BH-11 BH-12
Lokasi Pemantauan
Sumber : Data Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
konsentrasi 1.300 jml/100 ml – 7.000 jml/100 ml. Dari 47 pemantauan yang dilakukan,
konsentrasi Fecal Coliform tertinggi selalu terjadi pada lokasi pemantauan di titik
sampling BH-11 Desa Gedong Karya, Kecamatan Kumpeh, Kabupaten Muaro Jambi
pada setiap waktu pemantauan.
Sementara untuk kualitas dari parameter Total Coliform peningkatan
konsentrasi melebihi baku mutu pada bulan April terjadi pada lokasi pemantauan di titik
sampling BH-9 di Kabupaten Muaro Jambi hingga titik BH-12 di Kabupaten Tanjung
Jabung Timur dengan rentang konsentrasi 6.300 jml/100 ml – 14.000 jml/100 ml. Pada
bulan Mei peningkatan konsentrasi melebihi baku mutu terjadi pada lokasi pemantauan
di titik sampling BH-9 di Kabupaten Muaro Jambi hingga titik BH-12 di Kabupaten
Tanjung Jabung Timur dengan rentang konsentrasi 7.000 jml/100 ml – 11.000 jml/100
ml. Pada bulan Juli peningkatan konsentrasi melebihi baku mutu terjadi pada lokasi
pemantauan di titik sampling BH-10 di Kabupaten Muaro Jambi hingga titik BH-12 di
Kabupaten Tanjung Jabung Timur dengan rentang konsentrasi 6.300 jml/100 ml – 9.400
jml/100 ml. Pada bulan September peningkatan konsentrasi melebihi baku mutu terjadi
pada lokasi pemantauan di titik sampling BH-9 di Kabupaten Muaro Jambi hingga titik
BH-12 di Kabupaten Tanjung Jabung Timur dengan rentang konsentrasi 6.300 jml/100
ml – 7.900 jml/100 ml. Pada bulan Oktober peningkatan konsentrasi melebihi baku mutu
terjadi pada lokasi pemantauan di titik sampling BH-9 di Kabupaten Muaro Jambi hingga
titik BH-12 di Kabupaten Tanjung Jabung Timur dengan rentang konsentrasi 6.300
jml/100 ml – 7.900 jml/100 ml. Dari 47 pemantauan yang dilakukan, konsentrasi Fecal
Coliform tertinggi selalu terjadi pada lokasi pemantauan di titik sampling BH-11 Desa
Gedong Karya, Kecamatan Kumpeh, Kabupaten Muaro Jambi pada setiap waktu
pemantauan.
Gambaran kualitas air Sungai Batang Hari untuk parameter Fecal Coliform dan
Total Coliform tahun 2014 dapat dilihat pada Gambar 2.26. dan Gambar 2.27. untuk
setiap lokasi dan waktu pemantauan.
Bila dibandingkan dengan tahun 2013, terjadi peningkatan jumlah parameter
yang tidak memenuhi baku mutu yang dipersyaratan. Jika pada tahun 2013 parameter
yang tidak memenuhi baku mutu berjumlah 4 (empat) parameter yaitu pH, BOD, Fecal
Coliform dan Total Coliform, maka pada tahun 2014 terjadi peningkatan menjadi 7
(tujuh) parameter yang tidak memenuhi baku mutu yaitu parameter pH, TSS, BOD,
Klorin bebas, Total Fosfat, Fecal Coliform dan Total Coliform.
Gambar 2.26. Grafik Konsentrasi Fecal Coliform Air Sungai Batang Hari
Tahun 2014.
12000
10000
Konsentrasi (jml/100 ml)
8000
6000
4000
2000
0
BH-1 BH-2 BH-3 BH-4 BH-5 BH-6 BH-7 BH-8 BH-9 BH-10 BH-11 BH-12
Lokasi Pemantauan
Sumber : Data Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun
2014, 2015.
Gambar 2.27. Grafik Konsentrasi Total Coliform Air Sungai Batang Hari
Tahun 2014
16000
Konsentrasi (jml/100 ml)
14000
12000
10000
8000
6000
4000
2000
0
BH-1 BH-2 BH-3 BH-4 BH-5 BH-6 BH-7 BH-8 BH-9 BH-10BH-11BH-12
Lokasi Pemantauan
Sumber : Data Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun
2014, 2015.
Namun jika dilihat dari jumlah pemantauan yang dilakukan, terjadi penurunan
persentase jumlah pemantauan yang tidak memenuhi baku mutu terhadap 60
pemantauan yang dilakukan yaitu pada parameter pH, BOD, Fecal dan Total Coliform.
Berikut perbandingan jumlah pemantauan parameter yang tidak memenuhi baku mutu di
Sungai Batang Hari tahun 2013 dan 2014 seperti yang terlihat pada Tabel 2.14.
% Pemantauan > BM
No. Parameter Status
2013 2014
1. pH 13,33 16,67 menurun
2. TSS/Residu Tersuspensi - 6,67 menurun
3. BOD 96,67 61,67 meningkat
4. Klorin bebas - 10,00 menurun
5. Total Fosfat - 20,00 menurun
6. Fecal Coliform 91,67 78,33 meningkat
7. Total Coliform 56,67 31,67 meningkat
Sumber : Data Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
Konsentrasi
No. Parameter Satuan Status
2013 2014
1. pH 5,5 5 menurun
2. TSS/Residu Tersuspensi mg/L - 140 menurun
3. BOD mg/L 8 4,83 meningkat
4. Klorin bebas mg/L - 0,09 menurun
5. Total Fosfat mg/L - 0,43 menurun
6. Fecal Coliform jml/100 ml 17.000 11.000 meningkat
7. Total Coliform jml/100 ml 24.000 14.000 meningkat
Sumber : Data Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
Sumber : Data Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
Dari Tabel 2.16. terlihat bahwa kualitas air Sungai Batang Merangin mengalami
penurunan akibat pencemaran yang diindikasikan dengan semakin meningkatnya
konsentrasi pencemar pada parameter TSS, BOD, DO dan Fecal Coliform serta
penurunan nilai pH. Penurunan konsentrasi pH terjadi pada setiap waktu pemantauan
masing-masing pada satu titik sampling setiap lokasi pemantauan. Nilai pH berada di
bawah batas minimum rentang yaitu 6 dan ini berindikasi bahwa Sungai Batang
Merangin berada pada kondisi asam. Peningkatan konsentrasi TSS yang melebihi baku
mutu hanya terjadi pada bulan Maret di 2 (dua) titik sampling sementara pemantauan
pada bulan Agustus konsentrasi TSS memenuhi baku mutu yang dipersyaratkan.
Sebaliknya konsentrasi BOD yang meningkat melebihi baku mutu terjadi pada bulan
Agustus waktu pemantauan. Konsentrasi DO tidak memenuhi baku mutu yaitu berada
pada konsentrasi di bawah 4 mg/L terjadi pada bulan Maret waktu pemantauan di 3
(tiga) titik sampling lokasi pemantauan. Sementara konsentrasi Fecal Coliform melebihi
baku mutu di setiap waktu pemantauan yaitu masing-masing pada 2 (dua) titik sampling
lokasi pemantauan.
Pada 3 (tiga) titik sampling pada setiap lokasi pemantauan, dapat dijelaskan
konsentrasi masing-masing parameter yang tidak memenuhi baku mutu sebagai berikut:
a). pH
Nilai pH pada pengukuran tahun 2014 terhadap air Sungai Batang Merangin
berada pada range 5,5 – 6 pada 3 (tiga) titik sampling lokasi pemantauan atau 6
pemantauan dalam setahun. Nilai kisaran pH tersebut tidak jauh dari batas bawah nilai
pH yang dipersyaratkan yaitu 6. Dari 6 pemantauan pada 3 titik sampling, 2 titik berada
pada nilai dibawah 6 atau sekitar 33,33 % dari total pemantauan dengan nilai pH 5,5.
Kondisi ini mengindikasikan bahwa air sungai Batang Merangin masih berada pada
kondisi asam atau mendekati kondisi asam.
Kondisi tersebut berlangsung pada bulan Maret di lokasi pemantauan
BMerangin-2 di Kabupaten Sarolangun dengan nilai pH 5,5. Penurunan nilai pH pada
bulan Agustus terjadi pada lokasi pemantauan BMerangin-3 di Kabupaten Sarolangun
dengan nilai pH 5,5.
Gambaran kualitas air sungai Batang Merangin untuk parameter pH tahun 2014
dapat dilihat pada Gambar 2.28. untuk setiap lokasi dan waktu pemantauan.
Gambar 2.28. Grafik Nilai pH Air Sungai Batang Merangin Tahun 2014.
Maret Agustus pH 6 pH 9
10
9
8
7
6
Nilai pH
5
4
3
2
1
0
BM-1 BM-2 BM-3
Lokasi Pemantauan
Sumber : Data Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
Konsentrasi TSS pada air Sungai Batang Merangin yang tidak memenuhi baku
mutu selama tahun 2014 terjadi pada bulan Maret dengan kisaran 33,33 % dari total
pemantauan pada 3 (tiga) titik sampling lokasi pemantauan. Konsentrasi TSS pada
bulan Maret yang tidak memenuhi baku mutu terdapat pada lokasi pemantauan
BMerangin-1 di Kabupaten Kerinci dengan konsentrasi TSS sebesar 60 mg/L dan pada
lokasi pemantauan di titik sampling BMerangin-2 di Kabupaten Sarolangun Desa Batu
Penyabung Kecamatan Bathin VIII dengan konsentrasi TSS sebesar 105 mg/L dan
merupakan konsentrasi yang paling tinggi sepanjang waktu pemantauan. Sementara
pada lokasi pemantauan di titik sampling BMerangin-3 konsentrasi TSS selalu
memenuhi baku mutu pada setiap waktu pemantauan. Peningkatan konsentrasi TSS ini
berkemungkinan disebabkan besarnya padatan tersuspensi pada perairan akibat erosi
dari tanah pertanian, pengikisan pinggiran sungai, kegiatan pertambangan dan
konstruksi dan lain sebagainya yang membawa endapan lumpur dari aliran sebelumnya.
Gambaran kualitas air Sungai Batang Merangin untuk parameter TSS tahun
2014 dapat dilihat pada Gambar 2.29. untuk setiap lokasi dan waktu pemantauan.
Gambar 2.29. Grafik Konsentrasi TSS Air Sungai Batang Merangin
Tahun 2014.
120
100
Konsentrasi (mg/L)
80
60 105 Maret
Agustus
40
66 Baku Mutu
20 39
23 12
8
0
BM-1 BM-2 BM-3
Lokasi Pemantauan
Sumber : Data Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
Selama tahun 2014, peningkatan konsentrasi BOD terjadi pada 2 (dua) titik dari
6 (enam) pemantauan atau sekitar 33,33 % dari total pemantauan. Peningkatan
konsentrasi BOD yang melebihi baku mutu terjadi pada bulan Agustus di lokasi
3.2
Konsentrasi (mg/L)
3.1
3
Maret
2.9 3.22 3.22
Agustus
2.8 3 3 3 Baku Mutu
2.7 2.82
2.6
BM-1 BM-2 BM-3
Lokasi Pemantauan
Sumber : Data Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
Semakin banyaknya oksigen yang terlarut dalam air maka kualitas air akan
semakin baik. Oleh karenanya ditetapkan batas minimum oksigen terlarut harus ada
pada perairan adalah 4 mg/L. Konsentrasi DO pada air Sungai Batang Merangin yang
tidak memenuhi baku mutu sepanjang tahun 2014 terdapat pada 3 (tiga) titik
pemantauan dari 6 (enam) titik pemantauan atau sekitar 50 % dari total pemantauan.
Konsentrasi DO yang berada di bawah 4 mg/L terjadi pada bulan Maret pada lokasi
pemantauan di titik sampling BMerangin-1 di Kabupaten Kerinci, BMerangin-2 dan
BMerangin-3 di Kabupaten Sarolangun dengan rentang konsentrasi 3,65 mg/L – 3,95
6
Konsentrasi (mg/L)
5
6.63 6.22 6.32
4
Maret
3
Agustus
2 3.95 3.75 3.65 Baku Mutu
0
BM-1 BM-2 BM-3
Lokasi Pemantauan
Sumber : Data Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
2000
1800
Konsentrasi (jml/100 mL) 1600
1700 1800
1400
1200 1500 1700
1000 Maret
800 Agustus
600 Baku Mutu
400
200
200 300
0
BM-1 BM-2 BM-3
Lokasi Pemenatauan
Sumber : Data Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
Konsentrasi
No. Parameter Satuan Status
2013 2014
1. pH 5,31 5,50 meningkat
2. TSS/Residu Tersuspensi mg/L - 105 menurun
3. BOD mg/L 4 3,22 meningkat
4. DO mg/L - 3,65 menurun
5. Fecal Coliform jml/100 mL - 1.800 menurun
Sumber : Data Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
Pemantauan kualitas air Sungai Batang Tebo dilakukan sebanyak 2 (dua) kali
selama tahun 2014 yaitu pada bulan Maret dan Agustus di 3 (tiga) lokasi pemantauan,
yaitu:
BTebo-1 Desa Teluk Pandak, Kecamatan Tanah Sepenggal, Kabupaten Bungo.
BTebo-2 Kelurahan Manggis, Kecamatan Bathin III, Kabupaten Bungo
BTebo-3 Kelurahan Muara Tebo, Kecamatan Tebo Tengah, Kabupaten Tebo.
Hasil pemantauan kualitas air Sungai Batang Tebo oleh BLHD Provinsi Jambi
dapat dilihat pada Buku Data Tabel SD-14. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa
kualitas air sungai Batang Tebo dapat digolongkan ke dalam Kriteria Mutu Air kelas II,
dimana dari 22 (dua puluh dua) parameter yang dipantau, 18 (tujuh belas) parameter
diantaranya memenuhi baku mutu yang dipersyaratkan, sementara 4 (empat) parameter
lainnya berada diatas baku mutu sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2.19.
Tabel 2.19. Parameter Kualitas Air Sungai Batang Tebo Yang Tidak Memenuhi
Baku Mutu Tahun 2014.
Sumber : Data Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
Dari Tabel 2.19. di atas terlihat bahwa kualitas air sungai Batang Tebo
mengalami penurunan akibat pencemaran yang diindikasikan dengan semakin
meningkatnya konsentrasi pencemar pada parameter TSS, Fecal Coliform dan H 2S serta
penurunan nilai pH. Penurunan konsentrasi pH terjadi pada setiap waktu pemantauan
masing-masing 3 (tiga) titik sampling pada bulan Maret dan 2 (dua) titik sampling pada
bulan Agustus. Nilai pH berada di bawah batas minimum rentang yaitu 6 dan ini
berindikasi bahwa Sungai Batang Tebo berada pada kondisi asam. Peningkatan
konsentrasi TSS yang melebihi baku mutu hanya terjadi pada bulan Maret di 2 (dua) titik
sampling sementara pemantauan pada bulan Agustus konsentrasi TSS memenuhi baku
mutu yang dipersyaratkan. Konsentrasi Fecal Coliform yang meningkat melebihi baku
mutu terjadi pada bulan Maret di 2 (dua) titik sampling dan pada bulan Agustus pada 1
(satu) titik sampling. Konsentrasi H2S yang tidak memenuhi baku mutu terjadi setiap
waktu pemantauan pada semua titik sampling.
Pada 3 (tiga) titik sampling pada setiap lokasi pemantauan, dapat dijelaskan
konsentrasi masing-masing parameter yang tidak memenuhi baku mutu sebagai berikut:
a). pH
Nilai pH pada pengukuran tahun 2014 terhadap air Sungai Batang Tebo berada
pada range 5,5 – 6 pada 3 (tiga) titik sampling lokasi pemantauan atau 6 pemantauan
dalam setahun. Nilai kisaran pH tersebut tidak jauh dari batas bawah nilai pH yang
dipersyaratkan yaitu 6. Dari 6 pemantauan pada 3 (tiga) lokasi pemantauan, 5 (lima) titik
berada pada nilai dibawah 6 atau sekitar 83,33 % dari total pemantauan dengan
rentang nilai pH 5,5 – 5,9. Kondisi ini mengindikasikan bahwa air sungai Batang Tebo
masih berada pada kondisi asam atau mendekati kondisi asam.
Kondisi tersebut berlangsung pada bulan Maret di lokasi pemantauan BTebo-1
dan BTebo-2 di Kabupaten Bungo dengan rentang nilai pH 5,6 – 5,9. Penurunan nilai pH
pada bulan Agustus terjadi pada lokasi pemantauan BTebo-2 di Kabupaten Bungo dan
BTebo-3 di Kabupaten Tebo dengan rentang nilai pH 5,5 – 5,8.
Gambaran kualitas air Sungai Batang Tebo untuk parameter pH tahun 2014
dapat dilihat pada Gambar 2.33. untuk setiap lokasi dan waktu pemantauan.
Gambar 2.33. Grafik Nilai pH Air Sungai Batang Tebo Tahun 2014.
Maret Agustus pH 6 pH 9
10
9
8
7
6
Nilai pH
5
4
3
2
1
0
BTebo-1 BTebo-2 BTebo-3
Lokasi Pemantauan
Sumber : Data Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
Konsentrasi TSS pada air Sungai Batang Tebo yang tidak memenuhi baku
mutu selama tahun 2014 terjadi pada bulan Maret dengan kisaran 33,33 % dari total
pemantauan pada 3 (tiga) titik sampling lokasi pemantauan. Konsentrasi TSS pada
bulan Maret yang tidak memenuhi baku mutu terdapat pada lokasi pemantauan BTebo-2
di Kabupaten Bungo dengan konsentrasi TSS sebesar 60 mg/L dan BTebo-3 di
Kabupaten Tebo dengan konsentrasi TSS sebesar 77 mg/L dan merupakan konsentrasi
yang paling tinggi sepanjang waktu pemantauan. Sementara pada lokasi pemantauan di
titik sampling BTebo-1 di Kabupaten Bungo, konsentrasi TSS selalu memenuhi baku
mutu pada setiap waktu pemantauan. Peningkatan konsentrasi TSS ini berkemungkinan
disebabkan besarnya padatan tersuspensi pada perairan akibat erosi dari tanah
pertanian, pengikisan pinggiran sungai, kegiatan pertambangan dan konstruksi dan lain
sebagainya yang membawa endapan lumpur dari aliran sebelumnya.
Gambaran kualitas air Sungai Batang Tebo untuk parameter TSS tahun 2014
dapat dilihat pada Gambar 2.34. untuk setiap lokasi dan waktu pemantauan.
Gambar 2.34. Grafik Konsentrasi TSS Air Sungai Batang Tebo Tahun
2014.
90
80
70
Konsentrasi (mg/L) 60
50
Maret
40
Agustus
30
60 77 Baku Mutu
20 33
10 27
8 26
0
BTebo-1 BTebo-2 BTebo-3
Lokasi Pemantauan
Sumber : Data Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
d). H2S
Konsentrasi H2S pada air Sungai Batang Tebo yang tidak memenuhi baku
mutu selama tahun 2014 terjadi pada semua waktu pemantauan dan lokasi pemantauan
(100%). Peningkatan konsentrasi H2S yang melebihi baku mutu yang
dipersyaratkan berkisar 0,005 mg/L – 0,03 mg/L. Konsentrasi H2S tertinggi berada pada
1400
1200
Konsentrasi (jml/100 ml)
1000
800
Maret
1200
600 1100 1100 Agustus
1000
900 900
400 Baku Mutu
200
0
BTebo-1 BTebo-2 BTebo-3
Lokasi Pemantauan
Sumber : Data Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
Desa Teluk Pandak, Kecamatan Tanah Sepenggal, Kabupaten Bungo yaitu sebesar
0,03 mg/L.
Gambaran kualitas air Sungai Batang Tebo untuk parameter H2S tahun 2014
dapat dilihat pada Gambar 2.36. untuk setiap lokasi dan waktu pemantauan.
Gambar 2.36. Grafik Konsentrasi H2S Air Sungai Batang Tebo
Tahun 2014.
0.035
0.03
Konsentrasi (mg/L)
0.025
0.02
Maret
0.015 0.03
Agustus
0.01 0.02 Baku Mutu
Sumber : Data Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
Sumber : Data Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
Sumber : Data Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
Pemantauan kualitas air Sungai Batang Bungo dilakukan sebanyak 2 (dua) kali
selama tahun 2014 yaitu pada bulan Maret dan Agustus di 2 (dua) lokasi pemantauan,
yaitu:
BBungo-1 Desa Tanjung Agung, Kecamatan Muko-Muko Batin VII, Kabupaten Bungo.
BBungo-2 Kelurahan Tanjung Gedang, Kecamatan Pasar Muara Bungo, Kab. Bungo.
Hasil pemantauan kualitas air Sungai Batang Bungo oleh BLHD Provinsi Jambi
dapat dilihat pada Buku Data Tabel SD-14. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa
kualitas air sungai Batang Bungo dapat digolongkan ke dalam Kriteria Mutu Air kelas II,
dimana dari 22 (dua puluh dua) parameter yang dipantau, 17 (tujuh belas) parameter
diantaranya memenuhi baku mutu yang dipersyaratkan, sementara 3 (tiga) parameter
lainnya berada diatas baku mutu sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2.22.
Tabel 2.22. Parameter Kualitas Air Sungai Batang Bungo Yang Tidak Memenuhi
Baku Mutu Tahun 2014.
Sumber : Data Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
Dari Tabel 2.22. di atas terlihat bahwa kualitas air Sungai Batang Bungo
mengalami penurunan akibat pencemaran yang diindikasikan dengan semakin
meningkatnya konsentrasi pencemar pada parameter TSS, Fecal Coliform dan H2S serta
penurunan nilai pH. Penurunan konsentrasi pH terjadi pada bulan Agustus di 2 (dua)
lokasi pemantauan sementara pada bulan Maret pH berada pada rentang 6 – 9 sesuai
dengan baku mutu. Nilai pH berada di bawah batas minimum rentang yaitu 6 dan ini
berindikasi bahwa Sungai Batang Bungo berada pada kondisi asam. Konsentrasi Fecal
Coliform yang meningkat melebihi baku mutu terjadi pada bulan Maret dan Agustus
masing-masing di 2 (dua) titik sampling. Sama halnya dengan Fecal Coliform,
konsentrasi H2S yang tidak memenuhi baku mutu juga terjadi setiap waktu pemantauan
pada semua titik sampling.
Pada 2 (dua) titik sampling pada setiap lokasi pemantauan, dapat dijelaskan
konsentrasi masing-masing parameter yang tidak memenuhi baku mutu sebagai berikut:
a). pH
Nilai pH pada pengukuran tahun 2014 terhadap air Sungai Batang Bungo
berada pada range 5,6 – 6,1 pada 2 (dua) titik sampling lokasi pemantauan atau 4
pemantauan dalam setahun. Nilai kisaran pH tersebut tidak jauh dari batas bawah nilai
pH yang dipersyaratkan yaitu 6. Dari 4 pemantauan pada 2 (dua) lokasi pemantauan, 2
(dua) titik berada pada nilai dibawah 6 atau sekitar 50 % dari total pemantauan dengan
nilai pH 5,6. Kondisi ini mengindikasikan bahwa air sungai Batang Bungo masih berada
pada kondisi asam.
Kondisi tersebut berlangsung pada bulan Agustus di lokasi pemantauan
BBungo-1 dan BBungo-2 di Kabupaten Bungo dengan nilai pH 5,6. Sementara pada
bulan Maret, nilai pH berada pada kondisi yang sesuai dengan baku mutu yang
dipersyaratkan.
Gambaran kualitas air sungai Batang Bungo untuk parameter pH tahun 2014
dapat dilihat pada Gambar 2.37. untuk setiap lokasi dan waktu pemantauan.
Gambar 2.37. Grafik Nilai pH Air Sungai Batang Bungo Tahun 2014.
10
9
8
7
6
Nilai pH
Maret
5
Agustus
4
pH 6
3
2 pH 9
1
0
BBungo-1 BBungo-2
Lokasi Pemantauan
Sumber : Data Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
Bungo. Konsentrasi Fecal Coliform melebihi baku mutu yang dipersyaratkan pada
seluruh lokasi dan waktu pemantauan (100 %). Peningkatan konsentrasi Fecal Coliform
tersebut terjadi pada setiap waktu pemantauan sepanjang tahun 2014. Pada bulan
Maret, konsentrasi Fecal Coliform yang melebihi baku mutu terjadi pada lokasi
pemantauan di titik sampling BBungo-1 dan BBungo-2 dengan rentang konsentrasi
1.600 jml/100 ml – 1.800 jml/100 ml. Sedangkan pada bulan Agustus, konsentrasi Fecal
Coliform yang melebihi baku mutu terjadi juga pada 2 (dua) lokasi pemantauan yaitu
BBungo-1 dan BBungo-2 dengan konsentrasi 1.700 jml/100 ml – 1.900 jml/100 ml.
Gambaran kualitas air Sungai Batang Bungo untuk parameter Fecal Coliform
tahun 2014 dapat dilihat pada Gambar 2.38. untuk setiap lokasi dan waktu pemantauan.
Gambar 2.38. Grafik Konsentrasi Fecal Coliform Air Sungai Batang
Bungo Tahun 2014.
2000
1800
1600
Konsentrasi (jml/100 ml)
1400
1700 1900
1200 1800
1600
1000 Maret
800 Agustus
600 Baku Mutu
400
200
0
BBungo-1 BBungo-2
Lokasi Pemantauan
Sumber : Data Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
c). H2S
Konsentrasi H2S pada air Sungai Batang Bungo yang tidak memenuhi baku
mutu selama tahun 2014 terjadi pada semua waktu pemantauan dan lokasi pemantauan
(100 %). Peningkatan konsentrasi H2S yang melebihi baku mutu yang dipersyaratkan
berkisar 0,003 mg/L – 0,01 mg/L. Konsentrasi H2S tertinggi berada pada Kelurahan
Tanjung Gedang, Kecamatan Pasar Muara Bungo, Kabupaten Bungo yaitu sebesar 0,01
mg/L.
Gambaran kualitas air Sungai Batang Bungo untuk parameter H2S tahun 2014
dapat dilihat pada Gambar 2.39. untuk setiap lokasi dan waktu pemantauan.
Gambar 2.39. Grafik Konsentrasi H2S Air Sungai Batang Bungo Tahun
2014.
0.012
0.01
Konsentrasi (mg/L)
0.008
0.006 Maret
0.01 Agustus
0.004
0.005 0.005 Baku Mutu
0.002
0.003
0
BBungo-1 BBungo-2
Lokasi Pemantauan
Sumber : Data Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun
2014, 2015.
% Pemantauan > BM
No. Parameter Status
2013 2014
1. pH - 50 menurun
2. BOD 100 - meningkat
3. Fecal Coliform 100 100 tetap
4. H2S - 100 menurun
Sumber : Data Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
memenuhi baku mutu di Sungai Batang Bungo tahun 2013 dan 2014 seperti yang
terlihat pada Tabel 2.24.
Tabel 2.24. Perbandingan Konsentrasi Parameter Yang Tidak Memenuhi Baku
Mutu Sungai Batang Bungo Tahun 2013 dan 2014.
Konsentrasi
No. Parameter Satuan Status
2013 2014
1. pH - 5,6 menurun
2. BOD mg/L 4 - meningkat
3. Fecal Coliform jml/100 ml 4.800 1.900 meningkat
4. H2S mg/L - 0,01 menurun
Sumber : Data Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
Pemantauan kualitas air Sungai Batang Tabir dilakukan sebanyak 2 (dua) kali
selama tahun 2014 yaitu pada bulan Maret dan Agustus di 2 (dua) lokasi pemantauan,
yaitu:
BTabir-1 Desa Koto Baru, Kecamatan Tabir, Kabupaten Merangin
BTabir-2 Kelurahan Mampun, Kecamatan Tabir, Kabupaten Merangin
Hasil pemantauan kualitas air Sungai Batang Tabir oleh BLHD Provinsi Jambi
dapat dilihat pada Buku Data Tabel SD-14. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa
kualitas air sungai Batang Tabir dapat digolongkan ke dalam Kriteria Mutu Air kelas II,
dimana dari 22 (dua puluh dua) parameter yang dipantau, 18 (delapan belas) parameter
diantaranya memenuhi baku mutu yang dipersyaratkan, sementara 4 (empat) parameter
lainnya berada diatas baku mutu sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2.25.
Tabel 2.25. Parameter Kualitas Air Sungai Batang Tabir Yang Tidak Memenuhi
Baku Mutu Tahun 2014.
Sumber : Data Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
Dari Tabel 2.25. di atas terlihat bahwa kualitas air Sungai Batang Tabir
mengalami penurunan akibat pencemaran yang diindikasikan dengan semakin
meningkatnya konsentrasi pencemar pada parameter DO, Fecal Colifom dan H2S serta
penurunan nilai pH. Penurunan konsentrasi pH terjadi pada bulan Maret pada 2 titik
sampling sedangkan pada bulan Agustus nilai pH berada pada batas normal. Nilai pH
berada di bawah batas minimum rentang yaitu 6 dan ini berindikasi bahwa air Sungai
Batang Tabir berada pada kondisi asam. Konsentrasi DO tidak memenuhi baku mutu
yaitu berada pada konsentrasi di bawah 4 mg/L terjadi pada bulan Maret waktu
pemantauan di 1 (satu) titik sampling lokasi pemantauan. Sementara konsentrasi Fecal
Coliform melebihi baku mutu di setiap waktu pemantauan yaitu masing-masing pada 1
(satu) titik sampling lokasi pemantauan.
Pada 2 (dua) titik sampling pada setiap lokasi pemantauan, dapat dijelaskan
konsentrasi masing-masing parameter yang tidak memenuhi baku mutu sebagai berikut:
a). pH
Nilai pH pada pengukuran tahun 2014 terhadap air Sungai Batang Tabir berada
pada range 5,5 – 6 pada 2 (dua) lokasi pemantauan atau 4 pemantauan dalam setahun.
Nilai kisaran pH tersebut tidak jauh dari batas bawah nilai pH yang dipersyaratkan yaitu
6. Dari 6 pemantauan pada 4 titik sampling, 2 titik berada pada nilai dibawah 6 atau
sekitar 50 % dari total pemantauan dengan nilai pH 5,5. Kondisi ini mengindikasikan
bahwa air sungai Batang Tabir masih berada pada kondisi asam atau mendekati kondisi
asam.
Kondisi tersebut berlangsung pada bulan Maret di lokasi pemantauan BTabir-1
dan BTabir-2 di Kabupaten Merangin dengan nilai pH 5,5. Sementara pada bulan
Agustus nilai pH berada kondisi batas bawah baku mutu yang ditetapkan yaitu 6.
Gambaran kualitas air Sungai Batang Tabir untuk parameter pH tahun 2014
dapat dilihat pada Gambar 2.40. untuk setiap lokasi dan waktu pemantauan.
Gambar 2.40. Grafik Nilai pH Air Sungai Batang Tabir Tahun 2014.
Maret Agustus pH 6 pH 9
10
8
Nilai pH
6
4
2
0
BTabir-1 BTabir-2
Lokasi Pemantauan
Sumber : Data Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
Semakin banyaknya oksigen yang terlarut dalam air maka kualitas air akan
semakin baik. Oleh karenanya ditetapkan batas minimum oksigen terlarut harus ada
pada perairan adalah 4 mg/L. Konsentrasi DO pada air Sungai Batang Tabir yang tidak
memenuhi baku mutu sepanjang tahun 2014 terdapat pada 1 (satu) titik pemantauan
dari 4 (empat) titik pemantauan atau sekitar 25 % dari total pemantauan. Konsentrasi
DO yang berada di bawah 4 mg/L terjadi pada bulan Maret pada lokasi pemantauan di
titik sampling BTabir-2 di Kabupaten Merangin dengan konsentrasi 3,6 mg/L. Sementara
pada waktu pemantauan di bulan Agustus, konsentrasi DO telah memenuhi baku mutu
yang dipersyaratkan.
Gambaran kualitas air Sungai Batang Tabir untuk parameter DO tahun 2014
dapat dilihat pada Gambar 2.41. untuk setiap lokasi dan waktu pemantauan.
Gambar 2.41. Grafik Konsentrasi DO Air Sungai Batang Tabir
Tahun 2014.
7
6
Konsentrasi (mg/L)
4
Maret
3 5.92 5.81
5.4 Agustus
2 Baku Mutu
3.6
1
0
BTabir-1 BTabir-2
Lokasi Pemantauan
Sumber : Data Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
1400
1200
Konsentrasi (jml/100 mL)
1000
800
Maret
600 1200
Agustus
1000
900
400 800 Baku Mutu
200
0
BTabir-1 BTabir-2
Lokasi Pemantauan
Sumber : Data Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
d). H2S
Konsentrasi H2S pada air Sungai Batang Tabir yang tidak memenuhi baku
mutu selama tahun 2014 terjadi pada semua waktu pemantauan dan lokasi pemantauan
(100 %). Peningkatan konsentrasi H2S yang melebihi baku mutu yang dipersyaratkan
berkisar 0,005 mg/L – 0,02 mg/L. Konsentrasi H2S tertinggi berada pada Kelurahan
Mampun, Kecamatan Tabir, Kabupaten Merangin yaitu sebesar 0,02 mg/L.
Gambaran kualitas air Sungai Batang Tabir untuk parameter H 2S tahun 2014
dapat dilihat pada Gambar 2.43. untuk setiap lokasi dan waktu pemantauan.
0.02
Konsentrasi (mg/L)
0.015
Maret
0.01 0.02 Agustus
Baku Mutu
0.005 0.01
0.005 0.005
0
BTabir-1 BTabir-2
Lokasi Pemantauan
Sumber : Data Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
% Pemantauan > BM
No. Parameter Status
2013 2014
1. pH - 50 menurun
2. DO - 25 menurun
3. BOD 50 - meningkat
4. Fecal Coliform 100 50 meningkat
5. H2S - 100 menurun
Sumber : Data Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
Konsentrasi
No. Parameter Satuan Status
2013 2014
1. pH - 5,5 menurun
2. DO mg/L - 3,6 menurun
3. BOD mg/L 5 - meningkat
4. Fecal Coliform jml/100 ml 2.200 1.200 meningkat
5. H2S mg/L - 0,02 menurun
Sumber : Data Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
Tabel 2.28. Parameter Kualitas Air Sungai Batang Tembesi yang Tidak Memenuhi
Baku Mutu Tahun 2014.
Dari Tabel 2.28. di atas terlihat bahwa kualitas air Sungai Batang Tembesi
mengalami penurunan akibat pencemaran yang diindikasikan dengan semakin
meningkatnya konsentrasi pencemar pada parameter TSS, BOD, Fecal Coliform dan
H2S serta penurunan nilai pH. Penurunan konsentrasi pH terjadi pada bulan Agustus di 1
(satu) titik sampling, sedangkan pada bulan Maret nilai pH berada pada rentang normal.
Nilai pH berada di bawah batas minimum rentang yaitu 6 dan ini berindikasi bahwa
Sungai Batang Tembesi berada pada kondisi asam. Peningkatan konsentrasi TSS yang
melebihi baku mutu hanya terjadi pada bulan Maret di 1 (satu) titik sampling sementara
pemantauan pada bulan Agustus konsentrasi TSS memenuhi baku mutu yang
dipersyaratkan. Peningkatan konsentrasi BOD yang melebihi baku mutu hanya terjadi
pada bulan Agustus di 1 (satu) titik sampling sementara pemantauan pada bulan Maret
konsentrasi BOD memenuhi baku mutu yang dipersyaratkan. Konsentrasi Fecal Coliform
yang meningkat melebihi baku mutu terjadi pada semua waktu dan lokasi pemantauan.
Konsentrasi H2S yang tidak memenuhi baku mutu terjadi setiap waktu pemantauan pada
semua titik sampling.
Pada 3 (tiga) titik sampling pada setiap lokasi pemantauan, dapat dijelaskan
konsentrasi masing-masing parameter yang tidak memenuhi baku mutu sebagai berikut:
a). pH
Nilai pH pada pengukuran tahun 2014 terhadap air Sungai Batang Tembesi
berada pada range 5,5 – 6,64 pada 3 (tiga) titik sampling lokasi pemantauan atau 6
pemantauan dalam setahun. Nilai kisaran pH tersebut tidak jauh dari batas bawah nilai
pH yang dipersyaratkan yaitu 6. Dari 6 pemantauan pada 3 (tiga) lokasi pemantauan, 1
(satu) titik berada pada nilai dibawah 6 atau sekitar 16,67 % dari total pemantauan
dengan nilai pH 5,6. Kondisi ini mengindikasikan bahwa air Sungai Batang Tembesi
masih berada pada kondisi asam atau mendekati kondisi asam.
5 Agustus
4 pH 6
3 pH 9
2
1
0
BTembesi-1 BTembesi-2 BTembesi-3
Sumber : Data Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
Konsentrasi TSS pada air Sungai Batang Tembesi yang tidak memenuhi baku
mutu selama tahun 2014 terjadi pada bulan Maret dengan kisaran 16,67 % dari total
pemantauan pada 3 (tiga) titik sampling lokasi pemantauan. Konsentrasi TSS pada
bulan Maret yang tidak memenuhi baku mutu terdapat pada lokasi pemantauan
BTembesi-3 di Kabupaten Batanghari dengan konsentrasi TSS sebesar 104 mg/L dan
merupakan konsentrasi yang paling tinggi sepanjang waktu pemantauan. Peningkatan
konsentrasi TSS ini berkemungkinan disebabkan besarnya padatan tersuspensi pada
perairan akibat erosi dari tanah pertanian, pengikisan pinggiran sungai, kegiatan
pertambangan dan konstruksi dan lain sebagainya yang membawa endapan lumpur dari
aliran sebelumnya.
Gambaran kualitas air Sungai Batang Tembesi untuk parameter TSS tahun
2014 dapat dilihat pada Gambar 2.45. untuk setiap lokasi dan waktu pemantauan.
100
Konsentrasi (mg/L)
80
60 Maret
104
Agustus
40
Baku Mutu
20 44
36
6 7 10
0
BTembesi-1 BTembesi-2 BTembesi-3
Lokasi Pemantauan
Sumber : Data Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
Selama tahun 2014, peningkatan konsentrasi BOD hanya terjadi pada 1 (satu)
titik dari 6 (enam) pemantauan atau sekitar 16,67 % dari total pemantauan. Peningkatan
konsentrasi BOD yang melebihi baku mutu terjadi pada bulan Agustus di lokasi
pemantauan titik sampling Btembesi-2 di Kabupaten Batanghari dengan konsentrasi
BOD 3,22 mg/L. Sedangkan pemantauan pada bulan Maret, semua konsentrasi BOD
pada semua titik sampling lokasi pemantauan berada pada batas minimum konsentrasi
yang dipersyaratkan yaitu 3 mg/L.
Tingginya konsentrasi BOD mengindikasikan bahwa air Sungai Batang
Tembesi mengandung banyak pencemar organik yang dihasilkan oleh buangan
domestik penduduk baik sampah maupun limbah cair dan limbah industri yang dibuang
ke sungai.
Gambaran kualitas air Sungai Batang Tembesi untuk parameter BOD tahun
2014 dapat dilihat pada Gambar 2.46. untuk setiap lokasi dan waktu pemantauan.
Konsentrasi (mg/L)
3.1
3
Maret
2.9 3.22
Agustus
2.8 3 3 3
2.7 2.82 2.82 Baku Mutu
2.6
BTembesi-1 BTembesi-2 BTembesi-3
Lokasi Pemantauan
Sumber : Data Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
1500
1000 Maret
17001600
14001600 15001400 Agustus
500
Baku Mutu
0
BTembesi-1 BTembesi-2 BTembesi-3
Lokasi Pemantauan
Sumber : Data Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
e). H2S
Konsentrasi H2S pada air Sungai Batang Tembesi yang tidak memenuhi baku
mutu selama tahun 2014 terjadi pada semua waktu pemantauan dan lokasi pemantauan
(100 %). Peningkatan konsentrasi H2S yang melebihi baku mutu yang dipersyaratkan
berkisar 0,005 mg/L – 0,02 mg/L. Konsentrasi H2S tertinggi berada pada Desa Batu
Kucing, Kecamatan Pauh, Kabupaten Sarolangun yaitu sebesar 0,02 mg/L.
Gambaran kualitas air Sungai Batang Tembesi untuk parameter H 2S tahun
2014 dapat dilihat pada Gambar 2.48. untuk setiap lokasi dan waktu pemantauan.
Gambar 2.48. Grafik Konsentrasi H2S Air Sungai Batang Tembesi
Tahun 2014
0.025
0.02
Konsentrasi (mg/L)
0.015
Maret
0.01 0.02 Agustus
Baku Mutu
0.005 0.01
0.005 0.005 0.005 0.005
0
BTembesi-1 BTembesi-2 BTembesi-3
Lokasi Pemantauan
Sumber : Data Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
% Pemantauan > BM
No. Parameter Status
2013 2014
1. pH 16,67 16,67 tetap
2. TSS/Residu Tersuspensi - 16,67 menurun
3. BOD 100 16,67 meningkat
4. Fecal Coliform 100 100 tetap
5. Total Coliform 16,67 - meningkat
6. H2S - 100 menurun
Sumber : Data Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
Konsentrasi
No Parameter Satuan Status
2013 2014
1. pH 5,65 5,6 tetap
2. TSS/Residu Tersuspensi mg/L - 104 menurun
3. BOD mg/L 6 3,22 meningkat
4. Fecal Coliform jml/100 8.000 1.700 meningkat
5. Total Coliform jml/100 mL 5.200 - meningkat
6. H2S mg/L - 0,02 menurun
Sumber : Data Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
3. Batang Tebo √ √ - - -
4. Batang Bungo √ - - - -
5. Batang Tabir √ - √ - -
6. Batang Tembesi √ √ - √ -
Jumlah 6 4 2 3 1
Parameter Pencemar
No. Nama Sungai Fecal Total
T-P Coliform Coliform
H2S Jumlah
1. Batang Hari √ √ √ - 7
2. Batang Merangin - √ - - 5
3. Batang Tebo - √ - √ 4
4. Batang Bungo - √ - √ 3
5. Batang Tabir - √ - √ 4
6. Batang Tembesi - √ - √ 5
Jumlah 1 6 1 4
Sumber : Data Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
Dari Tabel 2.31. di atas dapat dsimpulkan bahwa kondisi keenam sungai
tersebut adalah:
a. Jumlah parameter yang tidak memenuhi baku mutu pada pemantauan tahun 2014
adalah sebanyak 9 (sembilan) parameter, lebih banyak bila dibandingkan dengan
jumlah parameter yang tidak memenuhi baku mutu pada tahun 2013 sebanyak 4
(empat) parameter. Kesembilan parameter tersebut adalah (1) pH; (2) TSS; (3) DO;
(4) BOD; (5) Klorin bebas; (6) Total Fosfat; (7) Fecal Coliform; (8) Total Coliform; dan
(9) H2S. Pada tahun 2014 terdapat tambahan 5 (lima) parameter yang tidak
memenuhi baku mutu yang sebelumnya memenuhi baku mutu pada tahun 2013.
Kelima parameter tersebut adalah (1) TSS; (2) DO; (3) Klorin bebas; (4) Total Fosfat;
dan (5) H2S.
b. Dengan semakin banyaknya parameter pencemar yang tidak memenuhi baku mutu
mengindikasikan bahwa kondisi sungai-sungai di Provinsi Jambi semakin tercemar
oleh berbagai sumber pencemaran terutama Sungai Batang Hari yang dicemari oleh
7 (tujuh) parameter pencemar. Diikuti oleh Sungai Batang Merangin dan Sungai
Batang Tembesi yang masing-masing memiliki 5 (lima) parameter pencemar. Pada
tahun 2013, kondisi sungai Batang Merangin masih lebih baik dari sungai Batang
Hari dan Sungai Batang Tembesi.
c. Dari 9 (sembilan) parameter pencemar yang tidak memenuhi baku mutu, parameter
pH dan Fecal Coliform yang paling banyak terdapat pada setiap sungai. Semua
sungai memiliki nilai pH yang berada di atau di bawah rentang minimum (≤ 6) dan
yang mengindikasikan bahwa sungai dalam kondisi asam dan sangat berpengaruh
terhadap kualitas air keenam sungai tersebut. Keberadaan parameter pencemar
Fecal Coliform yang dapat menjadi indikator bahwa sungai tersebut telah
terkontaminasi oleh bakteri patogen.
d. Namun berdasarkan jumlah pemantauan yang dilakukan pada setiap lokasi sampling
dan waktu sampling per parameter yang tidak memenuhi baku mutu justru sungai
Batang Bungo yang memiliki tingkat pencemaran yang lebih tinggi yaitu sekitar
83,33 %. Hal ini disebabkan dari 12 pemantauan yang dilakukan 10 pemantauan
diantaranya tidak memenuhi baku mutu. Kemudian diikuti oleh Sungai Batang Tebo
sebesar 66,67 %, Sungai Batang Tabir sebesar 56,25 %, Sungai Batang Tembesi
sebesar 50,00 %, Sungai Batang Merangin sebesar 43,33 % dan yang paling kecil
Sungai Batang Hari sebesar 31,90 %. Berbeda dengan tahun 2013, Sungai Batang
Hari memiliki jumlah pemantauan yang tidak memenuhi baku mutu lebih tinggi
dibandingkan dengan kelima sungai lainnya. Kondisi keenam sungai di Provinsi
Jambi berdasarkan jumlah pemantauan yang dilakukan pada tahun 2014 dapat
dilihat pada Gambar 2.49. berikut.
Gambar 2.49. Grafik Tingkat Pencemaran Sungai di Provinsi Jambi Berdasarkan
Jumlah Pemantauan yang Tidak Memenuhi Baku Mutu Tahun 2014.
100.00
Pemantauan Tidak
80.00 83,33 %
Memenuhi BM
60.00 66,67 %
56,25 %
50,00 %
40.00 43,33 %
31,90 %
20.00
0.00
BHari BMerangin BTembesi BTabir BTebo BBungo
Sumber : Data Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
2. Danau/Waduk/Situ/Embung
a. Inventarisasi Danau/Waduk/Situ/Embung
Tabel 2.32. Hasil Pemantauan Kualitas Air Danau Sipin Yang Tidak Memenuhi
Baku Mutu Tahun 2014.
Baku
No. Parameter Satuan Maret Mei Juni September Oktober
Mutu
1. TSS mg/L 50 37 58 16 7 32
Sumber : Data Olahan Tabel SD-15 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
Dari Tabel 2.32. di atas dapat dilihat bahwa parameter yang tidak memenuhi
baku mutu pada setiap waktu pengukuran adalah parameter minyak lemak, fecal
coliform dan H2S. Sementara parameter TSS hanya melebihi baku mutu pada bulan Mei,
parameter DO melebihi baku mutu pada bulan Juni dan September. Sementara
parameter BOD melebihi baku mutu pada bulan Juni, September dan Oktober.
Tercemarnya air Danau Sipin oleh beberapa parameter pencemar disebabkan
oleh beberapa aktivitas masyarakat di sekitar danau yang tidak memperhatikan daya
dukung dan daya tampung danau. Kegiatan masyarakat seperti pembuangan sampah
dan limbah rumah tangga serta pembuatan keramba ikan di sekitar area danau sangat
memberikan pengaruh besar terhadap kualitas air Danau Sipin.
Pemantauan kualitas air Danau Kerinci dilaksanakan di Desa Sanggaran
Agung Kecamatan Danau Kerinci Kabupaten Kerinci pada bulan Maret, Mei, Juni,
September, dan Oktober dengan mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 82
Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Dari
46 (empat puluh enam) buah parameter yang harus dipantau sebagaimana
diamanahkan pada Peraturan Pemerintah tersebut, pada tahun 2014 BLHD Provinsi
Jambi telah berhasil melaksanakan pemantauan terhadap 20 (dua puluh) parameter
diantaranya dengan hasil pemantauan sebagaimana dapat dilihat pada Buku Data Tabel
SD-15.
Pada Buku Data Tabel SD-15. dapat dilihat bahwa kualitas air Danau Kerinci
dapat digolongkan ke dalam Kriteria Mutu Air (KMA) Kelas II, dimana hasil
pemantauannya menunjukkan bahwa 3 (tiga) parameter telah melebihi baku mutu yang
ditetapkan seperti terlihat pada Tabel 2.33.
Tabel 2.33. Hasil Pemantauan Kualitas Air Danau Kerinci Yang Tidak Memenuhi
Baku Mutu Tahun 2014.
Baku
No. Parameter Satuan Maret Mei Juni September Oktober
Mutu
2. Fenol µg/L 2 2 2 3 2 2
Minyak dan
3. µg/L 1000 1.500 1.500 2.000 1.500 1.500
Lemak
Sumber : Data Olahan Tabel SD-15 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
Dari Tabel 2.33. di atas dapat dilihat bahwa parameter yang tidak memenuhi
baku mutu pada setiap waktu pengukuran adalah parameter minyak lemak. Sementara
parameter Fenol hanya melebihi baku mutu pada bulan Juni dan parameter BOD
melebihi baku mutu pada bulan Oktober.
Tercemarnya air Danau Kerinci oleh beberapa parameter pencemar
disebabkan oleh beberapa aktivitas masyarakat di sekitar danau yang tidak
memperhatikan daya dukung dan daya tampung danau. Selain disebabkan oleh
kegiatan industri di sekitar danau, kegiatan masyarakat khususnya pemukiman di
sekeliling danau pada Kecamatan Danau Kerinci dan Kecamatan Keliling Danau seperti
pembuangan sampah dan limbah rumah tangga serta penumpukan sisa pakan (pelet)
dari Keramba Jala Apung dan Keramba Jala Tancap di perairan Danau Kerinci juga
menjadi penyebab tercemarnya air Danau Kerinci.
Salah satu alternatif lain bagi masyarakat dalam memenuhi kebutuhan air
bersihnya adalah dengan menggunakan air tanah sebagai sumber air bersih maupun air
minum. Hal ini disebabkan karena masih terbatasnya penyediaan serta jangkauan
pelayanan dari PDAM. Air sumur merupakan air tanah dangkal yang pada umumnya
tergolong bersih bila dilihat dari segi mikrobiologisnya, karena sewaktu proses
pengalirannya ia mengalami penyaringan alamiah dan dengan demikian kebanyakan
mikroba sudah tidak lagi terdapat didalamnya. Oleh karenanya, Pemerintah menerapkan
persyaratan baik secara kualitas maupun kuantitas dari air sumur/ air tanah yang layak
dikonsumsi oleh masyarakat. Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor : 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Menurut
peraturan tersebut air minum yang aman bagi kesehatan apabila telah memenuhi
persyaratan fisika, mikrobiologis, kimiawi dan radioaktif yang termuat dalam parameter
wajib dan parameter tambahan pada peraturan tersebut.
Nilai pH pH 6 pH 9
10
Nilai pH 8
6
4
2
0
Tebo
Ma. Jambi
Kerinci
S. Penuh
TJB
Bungo
TJT
Batanghari
Kota Jambi
Sarolangun
Merangin
Lokasi Pemantauan
0.0045
0.004
Konsentrasi (mg/L)
0.0035
0.003
0.0025
0.002
0.0015
0.001
0.0005
0
Tebo
Ma. Jambi
Kerinci
S. Penuh
Bungo
TJB
TJT
Batanghari
Sarolangun
Merangin
Kota Jambi
Lokasi Pemantauan
0.8
0.7
Konsentrasi (mg/L)
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
Tebo
Ma. Jambi
Bungo
Kerinci
S. Penuh
TJB
Batanghari
Sarolangun
TJT
Merangin
Kota Jambi
Lokasi Pemantauan
Sumber : Data Olahan Tabel SD-15 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
D. Udara
1. Kualitas Udara
sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Pengendalian Pencemaran Udara.
Berikut dijelaskan kualitas udara ambien per parameter untuk masing-masing
kawasan baik kawasan transportasi, kawasan pemukiman, kawasan perkantoran dan
kawasan industri/RS pada setiap lokasi pemantauan di ibukota kabupaten/kota tahun
2014.
Sulfur dioksida merupakan gas yang tidak berwarna dan berbau tajam pada
konsentrasi tinggi. Sulfur dioksida berasal dari pembakaran bahan bakar fosiln seperti
minyak bumi dan batubara serta industri dan kendaraan umum. Oksidasi lain dari sulfur
biasanya dikatalisis oleh NO2 membentuk H2SO4 yang merupakan hujan asam. Pada
Tabel 2.34., Gambar 2.51. dan Gambar 2.5.2. terlihat konsentrasi SO2 di setiap ibukota
kabupaten/kota di Provinsi Jambi pada kawasan transportasi, perkantoran, pemukiman
dan industri/rumah sakit.
Tabel 2.34. Konsentrasi Sulfur Dioksida (SO2) di Wilayah Provinsi Jambi Tahun
2014.
Lokasi Pemantauan Rata-
No. Kabupaten/Kota Satuan
A B C D rata
3
1. Kabupaten Kerinci µg/Nm 2,049 0,747 0,975 3,384 1,789
3
2. Kabupaten Merangin µg/Nm 1,114 1,082 1,995 1,541 1,433
3
3. Kabupaten Sarolangun µg/Nm 1,631 2,23 1,757 2,637 2,064
3
4. Kabupaten Batanghari µg/Nm 2,289 4,603 0,773 0,491 2,039
3
5. Kabupaten Muaro Jambi µg/Nm 2,197 1,548 2,78 1,522 2,012
3
6. Kabupaten Tanjung Jabung Timur µg/Nm 2,834 1,821 1,116 0,457 1,557
3
7. Kabupaten Tanjung Jabung Barat µg/Nm 0,896 2,4 1,268 2,976 1,885
3
8. Kabupaten Tebo µg/Nm 1,59 2,654 1,014 1,898 1,789
3
9. Kabupaten Bungo µg/Nm 1,855 0,356 1,552 1,128 1,223
3
10. Kota Jambi µg/Nm 0,766 0,969 0,956 0,954 0,911
3
11. Kota Sungai Penuh µg/Nm 1,707 1,216 0,776 24,566 7,066
3
Rata-rata Provinsi µg/Nm 1,721 1,784 1,360 3,778
3
Baku Mutu µg/Nm 60 60 60 60
Sumber : Data Olahan Tabel SD-18 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
Keterangan : A = transportasi; B = perkantoran; C = pemukiman; D = industri/rumah sakit.
S. Penuh 7.066
Sarolangun 2.064
Batanghari 2.039
Ma. Jambi 2.012
Tanjabbar 1.885
Tebo 1.789
Kerinci 1.789
Tanjabtim 1.557
Merangin 1.433
Bungo 1.223
Kota Jambi 0.911
Sumber : Data Olahan Tabel SD-18 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
3.778
4.000
3.500
Konsentrasi SO2 (µg/Nm3)
3.000
2.500
1.721 1.784
2.000
1.360
1.500
1.000
0.500
0.000
Transportasi Perkantoran Pemukiman Industri/RS
Lokasi Pemantauan
Sumber : Data Olahan Tabel SD-18 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
Dari Tabel 2.34. dan Gambar 2.51. dapat dilihat bahwa konsentrasi SO2 pada
setiap ibukota kabupaten/kota di Provinsi Jambi masih memenuhi baku mutu yang
dipersyaratkan. Konsentrasi tertinggi terdapat pada Kota Sungai Penuh dengan nilai
konsentrasi rata-rata 7,066 µg/Nm 3 dan konsentrasi terendah pada Kota Jambi sebesar
0,19 µg/Nm3 . Sedangkan pada Gambar 2.52. terlihat untuk kawasan industri/rumah
sakit merupakan kawasan dengan tingkat konsentrasi SO2 tertinggi yaitu sebesar 3,778
µg/Nm3.
Sumber : Data Olahan Tabel SD-18 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
Keterangan : A = transportasi; B = perkantoran; C = pemukiman; D = industri/rumah sakit.
Dari Tabel 2.35. dan Gambar 2.53. dapat dilihat bahwa konsentrasi NO2 pada
setiap ibukota kabupaten/kota di Provinsi Jambi masih memenuhi baku mutu yang
dipersyaratkan. Konsentrasi tertinggi terdapat pada Kota Sungai Penuh dengan nilai
konsentrasi rata-rata 40,264 µg/Nm 3 dan konsentrasi terendah pada Kabupaten Tanjung
Jabung Timur sebesar 14,242 µg/Nm 3. Sedangkan pada Gambar 2.54. terlihat untuk
kawasan transportasi merupakan kawasan dengan tingkat konsentrasi NO 2 tertinggi
yaitu sebesar 35,011 µg/Nm 3 kemudian baru disusul oleh kawasan industri/RS sebesar
27,306 µg/Nm3.
S. Penuh 40.264
Batanghari 32.854
Merangin 32.113
Kota Jambi 31.094
Sarolangun 27.668
Bungo 23.610
Ma. Jambi 21.377
Tanjabbar 20.970
Kerinci 20.642
Tebo 17.014
Tanjabtim 14.242
Sumber : Data Olahan Tabel SD-18 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
35.011
40.000
Konsentrasi NO2 (µg/Nm3)
35.000 27.306
30.000
21.358
25.000 18.815
20.000
15.000
10.000
5.000
0.000
Transportasi Perkantoran Pemukiman Industri/RS
Lokasi Pemantauan
Sumber : Data Olahan Tabel SD-18 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
Oksidan atau ozon adalah gas yang dikomposisikan oleh tiga atom oksigen.
Pada tingkat dasarnya dibentuk oleh reaksi kimia antara NOx dan senyawa volatil
organic (VOC). Ozon dapat menjadi efek yang baik maupun buruk tergantung pada
lokasi ozon di atmosfir. Emisi kendaraan bermotor dan emisi industri merupakan sumber
ozon yang buruk.
Pada Tabel 2.36., Gambar 2.55., dan Gambar 2.56. terlihat konsentrasi O3 di
setiap ibukota kabupaten/kota di Provinsi Jambi pada kawasan transportasi,
perkantoran, pemukiman dan industri/rumah sakit.
Tabel 2.36. Konsentrasi Nitrogen Dioksida (NO2) di Wilayah Provinsi Jambi Tahun
2014.
Lokasi Pemantauan
No Kabupaten/Kota Satuan Rata-rata
A B C D
3
1 Kabupaten Kerinci µg/Nm 11,574 13,363 11,019 17,107 13,266
3
2 Kabupaten Merangin µg/Nm 9,201 11,867 12,132 11,421 11,155
3
3 Kabupaten Sarolangun µg/Nm 13,342 12,91 12,285 13,962 13,125
3
4 Kabupaten Batanghari µg/Nm 11,421 13,796 16,818 13,486 13,880
3
5 Kabupaten Muaro Jambi µg/Nm 16,457 18,132 14,404 18,407 16,850
3
6 Kabupaten Tanjung Jabung Timur µg/Nm 13,135 15,462 18,85 15,673 15,780
3
7 Kabupaten Tanjung Jabung Barat µg/Nm 13,299 12,075 11,78 12,855 12,502
3
8 Kabupaten Tebo µg/Nm 15,374 15,786 12,825 12,172 14,039
3
9 Kabupaten Bungo µg/Nm 14,1 15,937 14,943 0 14,993
3
10 Kota Jambi µg/Nm 10,209 8,613 13,077 8,201 10,025
3
11 Kota Sungai Penuh µg/Nm 15,13 13,337 13,504 5,333 11,826
3
Rata-rata Provinsi µg/Nm 13,022 13,753 13,785 12,862
3
Baku Mutu µg/Nm 50 50 50 50
Sumber : Data Olahan Tabel SD-18 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
Keterangan : A = transportasi; B = perkantoran; C = pemukiman; D = industri/rumah sakit.
Gambar 2.55. Grafik Konsentrasi O3 di Kabupaten/Kota di Provinsi
Jambi Tahun 2014.
Sumber : Data Olahan Tabel SD-18 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
13.753 13.785
14.000
13.000
12.500
11.692
12.000
11.500
11.000
10.500
Transportasi Perkantoran Pemukiman Industri/RS
Lokasi Pemantauan
Sumber : Data Olahan Tabel SD-18 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
Dari Tabel 2.36. dan Gambar 2.55. dapat dilihat bahwa konsentrasi O3 pada
setiap ibukota kabupaten/kota di Provinsi Jambi masih memenuhi baku mutu yang
dipersyaratkan. Konsentrasi tertinggi terdapat pada Kabupaten Muaro Jambi dengan
nilai konsentrasi rata-rata 16,850 µg/Nm3 dan konsentrasi terendah pada Kota Jambi
sebesar 10,025 µg/Nm3 . Sedangkan pada Gambar 2.56. terlihat untuk kawasan
pemukiman merupakan kawasan dengan tingkat konsentrasi O3 tertinggi yaitu sebesar
13,785 µg/Nm3 kemudian diikuti oleh kawasan perkantoran dengan konsentrasi rata-rata
O3 sebesar 13,753 µg/Nm3 .
diperoleh hasil 0,001 µg/Nm3 pada semua lokasi pemantauan dengan nilai baku
mutunya 2 µg/Nm 3. Tabel 2.37. menunjukkan rata-rata konsentrasi parameter wajib
untuk Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan di 3 (tiga) lokasi pemantauan di wilayah
Provinsi Jambi.
Tabel 2.37. Konsentrasi Parameter Evalauasi Kualitas Udara Perkotaan di Wilayah
Provinsi Jambi.
Sumber : Data Olahan Tabel SD-18 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
Keterangan : 1. Jalan H. Agus Salim, Kota Jambi, Depan Kantor Dinas Kesehatan Kota
Jambi.
2. Jalan Slamet Riyadi, Kota Jambi, Depan Kantor Jamsostek.
3. Jalan HOS Cokroaminoto, Kota Jambi, Areal parkir Kantor Damkar Kota
Jambi.
Pada Tabel 2.37. terlihat bahwa konsentrasi Hidrokarbon (HC) tidak memenuhi
baku mutu sebagaimana yang dipersyaratkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41
Tahun 1999. Konsentrasi HC melewati baku mutu pada ketiga lokasi pemantauan,
dengan konsentrasi paling tinggi pada areal parkir Damkar Kota Jambi di Jalan HOS
Cokroaminoto Kota Jambi. Sementara untuk parameter lainnya memenuhi baku mutu
yang ditetapkan.
Bila dibandingkan dengan konsentrasi parameter pencemar tahun 2013 maka
konsentrasi parameter SO2 dan konsentrasi O3 mengalami peningkatan konsentrasi
pada tahun 2014, namun untuk parameter NO 2 mengalami penurunan konsentrasi.
Namun, secara keseluruhan peningkatan konsentrasi SO 2 dan O3 masih memenuhi baku
mutu. Peningkatan konsentrasi SO2 pada tahun 2014 sebesar 20,056 % dan
konsentrasi O3 sebesar 9,176 % sedangkan penurunan konsentrasi NO 2 pada tahun
2014 sebesar 18, 335 %. Gambaran peningkatan dan penurunan konsentrasi masing-
masing parameter pada tahun 2013 dan 2014 dapat dilihat pada Tabel 2.38., Tabel
2.39., Tabel 2.40., dan Gambar 2.57.
Tabel 2.38. Konsentrasi SO2 di Wilayah Provinsi Jambi Pada Tahun 2013 dan 2014.
Perubahan (%)
No. Kabupaten/Kota Satuan 2013 2014
Peningkatan Penurunan
Sumber : Data Olahan Tabel SD-18 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
Tabel 2.39. Konsentrasi NO2 di Wilayah Provinsi Jambi Pada Tahun 2013 dan 2014.
Perubahan (%)
No. Kabupaten/Kota Satuan 2013 2014
Peningkatan Penurunan
Sumber : Data Olahan Tabel SD-18 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
Tabel 2.40. Konsentrasi O3 di Wilayah Provinsi Jambi Pada Tahun 2013 dan 2014.
Perubahan (%)
No. Kabupaten/Kota Satuan 2013 2014
Peningkatan Penurunan
Sumber : Data Olahan Tabel SD-18 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
2013 2014
35.000
30.000
Konsentrasi (µg/Nm3)
25.000
20.000
15.000
10.000
5.000
0.000
SO2 NO2 O3
Sumber : Data Olahan Tabel SD-18 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
Pemantauan kualitas air hujan di wilayah Provinsi Jambi dilakukan sekali dalam
setahun dan pada tahun 2014 dilaksanakan di Kota Jambi pada bulan Maret. Dari hasil
pemeriksaan laboratorium sebagaimana dapat dilihat pada Buku Data Tabel SD-24
dapat dilihat bahwa kualitas air hujan yang turun di wilayah Provinsi Jambi bila
dibandingkan dengan baku mutu sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor : 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum
menunjukkan bahwa beberapa parameter telah melebihi baku mutu, sementara ada
parameter yang tidak memenuhi baku mutu, yaitu parameter pH dimana nilainya
berkisar 4,25 – 5,70 sementara baku mutu untuk nilai pH adalah 6,5 – 8,5. Kondisi air
hujan dengan kondisi asam ini dapat menjadi indikasi terhadap tingginya kadar sulfur
dioksida (SO2) terpapar ke atmosfer. Konsentrasi SO2 yang tinggi dapat disebabkan
oleh pembakaran bahan bakar fosil, pabrik dan industri serta kendaraan bermotor yang
masih bergantung pada bahan bakar minyak. Sementara untuk parameter lain
konsentrasinya masih memenuhi baku mutu yang ditetapkan.
Bila dibandingkan dengan hasil pemantauan kualitas air hujan di wilayah
Provinsi Jambi pada tahun 2013 lalu, maka hasil pemantauan kualitas air hujan di
wilayah Provinsi Jambi pada tahun 2014 ini dari 9 (sembilan) parameter yang wajib
dilakukan pemantauan, 8 (delapan) diantaranya mengalami peningkatan kualitas air
hujan yang ditandai dengan menurunnya konsentrasi pencemar seperti pH, DHL, NO3,
Cr, NH4, Ca, Na2+dan Mg2+. Namun parameter SO4 mengalami penurunan kualitas
ditandai dengan semakin meningkatnya konsentrasi parameter tersebut dari 2,09 mg/L
menjadi 6,63 mg/L. Perbandingan kualitas air hujan di Provinsi Jambi tahun 2013 dan
2014 dapat dilihat pada Tabel 2.41.
Tabel 2.41. Kualitas Air Hujan Di Wilayah Provinsi Jambi Tahun 2013 dan 2014.
Laut merupakan bagian dari permukaan bumi yang memiliki wilayah air asin
yang sangat luas dan terpisah dengan daratan. Wilayah yang dimulai dari titik terendah
air laut waktu surut hingga ke arah daratan sampai batas paling jauh ombak/gelombang
menjulur ke daratan disebut pantai. Sedangkan pesisir menurut Keputusan Menteri
Kelautan dan Perikanan Nomor: KEP.10/MEN/2002 tentang Pedoman Umum
Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu, Wilayah Pesisir didefinisikan sebagai
wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang saling berinteraksi, dimana ke
arah laut 12 mil dari garis pantai untuk provinsi dan sepertiga dari wilayah laut itu
(kewenangan provinsi) untuk kabupaten/kota dan ke arah darat batas administrasi
kabupaten/kota.
Lebih jauh wilayah pesisir merupakan wilayah yang penting ditinjau dari
berbagai sudut pandang perencanaan dan pengelolaan. Transisi antara daratan dan
lautan di wilayah pesisir telah membentuk ekosistem yang beragam dan sangat produktif
serta memberikan nilai ekonomi yang luar biasa terhadap manusia. Sejalan dengan
pertambahan penduduk dan peningkatan kegiatan pembangunan sosial-ekonomi, ‘nilai’
wilayah pesisir terus bertambah. Konsekuensi dari tekanan terhadap pesisir adalah
masalah pengelolaan yang timbul karena konflik pemanfaatan akibat dari berbagai
kepentingan di wilayah tersebut. Permasalahan yang sangat dominan bagi wilayah
pesisir dan pantai ini adalah pencemaran yang mengakibatkan terjadinya penurunan
kualitas dan kuantitas sumber daya pesisir dan laut, misalnya penurunan kualitas air
laut, berkurang dan rusaknya kondisi terumbu karang dan padang lamun, serta
terdegradasinya hutan mangrove.
Oleh karena itu dibutuhkan kerjasama dari berbagai pihak, pemerintah dan
seluruh lapisan masyarakat terutama masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir dan
pantai untuk bekerja sama dalam melakukan perencanaan dan pengelolaan terhadap
lingkungan wilayah pesisir, pantai dan laut.
Provinsi Jambi memiliki lautan seluas 425,5 km 2 dengan panjang garis pantai
185 km. Potensi ini jika tidak terpantau kualitas dan pengelolaannya akan menimbulkan
masalah dikemudian hari. Oleh sebab itu perlu dilakukan pemantauan kualitas air laut
dengan tujuan untuk mengetahui tingkat pencemaran serta mengidentifikasi penyebab
terjadi perubahan kualitas sehingga dapat diupayakan langkah pengelolaan yang tepat
agar dapat terjaga kualitasnya.
Pada tahun 2014 BLHD Provinsi Jambi telah melakukan pemantauan kualitas
air laut pada dua kabupaten yang memiliki wilayah laut yaitu Kabupaten Tanjung Jabung
Barat dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Adapun lokasi pemantauan sebagai lokasi
sampling adalah (1) Muara Sungai Tungkal di Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan (2)
Muara Sungai Niur di Kabupaten Tanjung Jabung Timur.
Hasil pemantauan BLHD Provinsi Jambi terhadap kualitas air laut di Provinsi
Jambi seperti yang tercantum pada Buku Data Tabel SD-17. Pada tabel tersebut terlihat
bahwa pada masing-masing lokasi pemantauan masih terdapat parameter yang tidak
memenuhi baku mutu yang dipersyaratkan oleh Kepmen LH No. 51 Tahun 2004 tentang
Baku Mutu Air Laut Lampiran III. Adapun parameter yang tidak memenuhi baku mutu
tersebut adalah seperti yang terlihat pada Tabel 2.42.
Tabel 2.42. Parameter Yang Tidak Memenuhi Baku Mutu Air Laut di Provinsi Jambi
Tahun 2014.
Tabel 2.42. menjelaskan bahwa ada 2 (dua) parameter yang sama-sama tidak
memenuhi baku mutu pada masing-masing lokasi pemantauan yaitu parameter PO4-P
(Fosfat) dan Fenol. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa konsentrasi PO4-P dan Fenol
melebihi baku mutu air laut yang dipersayaratkan yaitu 0,015 mg/L untuk PO4-P dan
0,002 mg/L untuk Fenol. Sementara parameter kekeruhan hanya terdapat pada lokasi
pemantauan Muara Sungai Tungkal di Kabupaten Tanjung Jabung Barat dengan
konsentrasi 6,67 mg/L atau > 5 mg/L dari baku mutu.
Sama halnya dengan tahun 2013, konsentrasi parameter Fenol tetap tinggi
melebihi BMAL yang berkisar 0,003 – 0,004 mg/L dimana pada tahun 2014 konsetrasi
Fenol pada kedua lokasi pemantauan sebesar 0,003 mg/L. Pada tahun 2014 ini terjadi
peningkatan jumlah parameter yang tidak memenuhi BMAL dimana pada tahun 2013
hanya parameter Fenol yang tidak memenuhi BMAL.
Peningkatan konsentrasi maupun jumlah parameter yang tidak memenuhi
BMAL antara lain disebabkan oleh limbah industri dan limbah domestik yang dibawa
oleh sungai yang bermuara ke titik sampling. Oleh sebab itu perlu adanya tindakan tegas
bahwa setiap industri wajib melakukan pengolahan air buangannya sebelum dibuang ke
badan air supaya daya dukung sungai dan badan air lainnya dapat melakukan purifikasi
sebelum akhirnya lepas ke laut. Selain itu perlu hendaknya pemerintah daerah perlu
memperbaiki penanganan dan pengelolaan persampahan sehingga masyarakat sekitar
tidak menjadikan laut sebagai tempat sampah yang berakibat pada peningkatan beban
pencemaran air laut.
Wilayah laut Provinsi Jambi yang terletak di kawasan pantai timur Pulau
Sumatera memiliki kawasan pesisir dan pantai yang berlumpur sehingga keberadaan
habitat dari padang lamun belum ditemukan. Pada saat musim penghujan dimana
kondisi curah hujan tinggi, aliran sungai di wilayah Provinsi Jambi membawa
sedimentasi lumpur yang dialirkan sampai ke muara di pantai timur tersebut sehingga
endapan lumpur semakin bertambah ke arah laut dan hal ini diperkirakan menjadi salah
satu penyebab belum adanya habitat padang lamun di wilayah laut Provinsi Jambi
sebagaimana yang terlampir pada Buku Data Tabel SD-20.
Hutan mangrove yang sering juga disebut hutan pantai, hutan pasang surut,
atau hutan payau merupakan tipe hutan tropika yang khas tumbuh di sepanjang pantai
atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut dan memiliki daya
adaptasi yang khas untuk dapat terus hidup di perairan laut dangkal. Daya adaptasi
tersebut meliputi perakaran yang pendek dan melebar luas, dengan akar penyangga
atau tudung akar yang tumbuh dari batang dan dahan sehingga menjamin kokohnya
batang; berdaun kuat dan mengandung banyak air; dan mempunyai jaringan internal
penyimpan air dan konsentrasi garam yang tinggi.
Berdasarkan informasi Dinas Kehutanan Provinsi Jambi penanaman hutan
mangrove sendiri sudah berkembang sejak lama sebelum tahun 2000 dan pada tahun
2005-2006 melalui program GNRHL GERHAN (Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan
dan Lahan) telah dilakukan penanaman jenis tanaman mangrove di wilayah Provinsi
Jambi yaitu di Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Kabupaten Tanjung Jabung Barat.
Kelompok flora mangrove di Provinsi Jambi dibagi menjadi dua kelompok yang
meliputi : Flora mangrove mayor (flora mangrove sebenarnya), yakni flora yang
menunjukkan kesetiaan terhadap habitat mangrove, berkemampuan membentuk
tegakan murni dan secara dominan mencirikan struktur komunitas, secara morfologi
mempunyai bentuk-bentuk adaptif khusus (bentuk akar dan viviparitas) terhadap
lingkungan mangrove, dan mempunyai mekanisme fisiologis dalam mengontrol garam
dan Flora mangrove minor, yakni flora mangrove yang tidak mampu membentuk tegakan
murni, sehingga secara morfologis tidak berperan dominan dalam struktur komunitas.
Sedangkan jenis tumbuhan yang menyusun hutan mangrove di pangkal babu, yaitu :api-
api (Avicennia sp.),Bakau (Rhizophora sp.), Pidada (Sonneratia sp.), Tancang
(Bruguiera sp.), Mentigi (Ceriops sp.), Teruntum (Lumnitzera sp.), Buta-buta (Excoecaria
sp.), Nyirih (Xylocarpus sp.), Perpat kecil (Aegiceros sp.), Perpat (Scyphyphora sp.) dan
Nipah (Nypa sp.) dan lain-lain.
Berdasarkan data Balai Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi Jambi, luas
lokasi hutan mangrove yang terdapat di Provinsi Jambi adalah seluas 4.126,60 Ha
dengan persentase tutupannya pada tahun 2014 sekitar 82,90 % dan kerapatan pohon
1.164 pohon/Ha sebagaimana yang terlihat pada Buku Data Tabel SD-21. Hutan
Mangrove di Provinsi Jambi tersebar di sepanjang pantai Timur meliputi Cagar Alam
Hutan Bakau Pantai Timur di Kabupaten Tanjung Jabung Timur seluas 4.041 Ha dan
Cagar Alam Sungai Betara di Kabupaten Tanjung Jabung Barat seluas 85 Ha. Besarnya
luas tutupan mangrove di Kabupaten Tanjung Jabung Timur sekitar 83 % dengan
kerapatan pohon 1.167 pohon/Ha, sedangkan di Kabupaten Tanjung Jabung Barat
dengan luasan lokasi yang lebih kecil dengan tutupan sekitar 78 % dan kerapatan pohon
1.004 pohon/Ha.
Kondisi hutan mangrove di Provinsi Jambi semakin kritis dan selalu mengalami
penurunan jumlah tutupan vegetasi dari tahun ke tahun sebagaimana terlihat pada Tabel
2.43.
Tabel 2.43. Tutupan Vegetasi Mangrove di Wilayah Provinsi Jambi.
F. Iklim
Iklim adalah jumlah total semua pengaruh atmosfer atau meteorologi terutama
suhu, kelembaban, angin, tekanan, dan penguapan yang bergabung untuk mencirikan
suatu kawasan dan memberinya individualitas dengan jalan mempengaruhi sifat
(keadaan) bentuk tanah (daratan), tanah vegetasi dan pemakaian tanah. Data iklim
meliputi tekanan udara, curah hujan, arah angin dan kecepatan angin serta suhu udara
sangat dibutuhkan dalam melaksanakan evaluasi kualitas udara.
Perubahan iklim adalah berubahnya kondisi fisik atmosfer bumi antara lain
suhu dan distribusi curah hujan yang membawa dampak luas terhadap berbagai sektor
kehidupan manusia (Kementerian Lingkungan Hidup, 2001). Perubahan fisik ini tidak
terjadi hanya sesaat tetapi dalam kurun waktu yang panjang. LAPAN (2002)
mendefinisikan perubahan iklim adalah perubahan rata-rata salah satu atau lebih
elemen cuaca pada suatu daerah tertentu. Sedangkan istilah perubahan iklim skala
global adalah perubahan iklim dengan acuan wilayah bumi secara keseluruhan. Selain
itu juga diperjelas bahwa perubahan iklim mungkin karena proses alam internal maupun
ada kekuatan eksternal, atau ulah manusia yang terus menerus merubah komposisi
atmosfer dan tata guna lahan.
Unsur iklim yang sering dan menarik untuk dikaji adalah curah hujan dan suhu
udara. Karena tidak semua wilayah atau kawasan memiliku suhu udara dan pola hujan
yang sama di setiap daerah. Kondisi cuaca di wilayah Provinsi Jambi dipantau dari
stasiun-stasiun pengamatan BMKG pada bandara yang terdekat dari kabupaten/kota.
Ada 4 (empat) stasiun pengamatan BMKG yang memantau kondisi cuaca di
seluruh wilayah kabupaten/kota di Provinsi Jambi. Stasiun BMKG Bandara Sultan Thaha
mencakup wilayah di Kota Jambi, Kabupaten Muaro Jambi, Kabupaten Batanghari,
Kabupaten Tanjung Jabung Timur, dan Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Stasiun
BMKG Bandara Depati Parbo mencakup wilayah di Kabupaten Kerinci, Kota Sungai
Penuh dan Kabupaten Merangin. Sedangkan wilayah Kabupaten Sarolangun dipantau
oleh stasiun pengamatan BMKG Bandara Padang Kemiling Bengkulu. Sementara untuk
wilayah-wilayah di Kabupaten Bungo dan Kabupaten Tebo yang berdampingan dengan
Provinsi Sumatera Barat dipantau oleh stasiun BMKG Bandara Internasional
Minangkabau Padang.
Berikut ini akan digambarkan unsur iklim yaitu curah hujan dan suhu udara di
wilayah Provinsi Jambi di setiap stasiun pengamatan.
1. Curah Hujan
Pada Buku Data Tabel SD-22 dapat dilihat besarnya curah hujan bulanan
sepanjang tahun 2014 pada masing-masing stasiun pengamatan, yang mewakili kondisi
curah hujan pada masing-masing kabupaten/kota yang diamatinya. Pada tabel tersebut
dapat terlihat bahwa besarnya curah hujan rata-rata pada masing-masing stasiun
pengamatan berkisar antara 120 – 180 mm. Curah hujan rata-rata tertinggi terjadi di
sekitar wilayah Kabupaten Sarolangun dengan besar curah hujan 186 mm. Sedangkan
wilayah di sekitar stasiun pengamatan Bandara Sultan Thaha seperti Kota Jambi,
Kabupaten Muaro Jambi, Kabupaten Batanghari, Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan
Kabupaten Tanjung Jabung Barat mendapat curah hujan dengan besaran rata-rata 123
mm. Besaran curah hujan rata-rata pada masing-masing stasiun pengamatan dapat
dilihat pada Gambar 2.58.
Sumber : Data Olahan Tabel SD-22 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
Jika dijabarkan terhadap besarnya curah hujan rata-rata bulanan pada tahun
2014, curah hujan rata-rata bulanan tertinggi di Provinsi Jambi terjadi pada bulan Maret
dan November dimana hujan turun dengan intensitas yang bervariasi dari ringan,
sedang, lebat dan sangat lebat bahkan dengan intensitas ekstrim pernah terjadi pada
bulan Maret. Curah hujan rata-rata bulanan terendah terjadi pada bulan Februari dan
Juni dengan curah hujan berkisar 165 – 196 mm dimana hujan hanya turun dengan
intensitas ringan dan sedang. Besarnya curah hujan rata-rata bulanan di wilayah
Provinsi Jambi tahun 2014 dapat dilihat pada Gambar 2.59.
Gambar 2.59. Grafik Curah Hujan Rata-Rata Bulanan di Wilayah
Provinsi Jambi Tahun 2014.
1,600
1,383 1,405
1,400
Curah Hujan Bulanan (mm)
1,200
1,000
790
800 673 702 713
Sumber : Data Olahan Tabel SD-22 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
Sumber : Data Olahan Tabel SD-22 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
Pada bulan Februari 2014 sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2.45, curah
hujan di Provinsi Jambi memiliki intensitas ringan dengan rentang curah hujan 0 – 20
mm/hari pada hampir seluruh wilayah di Provinsi Jambi pada seluruh stasiun
pengamatan. Sementara curah hujan dengan kategori sedang dengan rentang curah
hujan 20 – 50 mm/hari pada wilayah yang berada di sekitar stasiun pengamatan
Bandara Padang Kemiling Bengkulu.
Tabel 2.45. Tabel Analisa Curah Hujan Bulan Februari di Wilayah Provinsi Jambi
Tahun 2014.
No. Rentang Curah Hujan Daerah
Kota Jambi, Kab. Muaro Jambi, Kab. Batanghari,
1. 0 – 20 mm Kab. Tanjabbar, Kab. Tanjabtim, Kab. Bungo, Kab.
Tebo
2. 21 – 50 mm Kab. Kerinci, Kab. Merangin, Kota S.Penuh
3. 51 – 100 mm -
4. 101 – 150 mm Kab. Sarolangun
5. 151 – 200 mm -
6. 201 – 300 mm -
7. 301 – 400 mm -
8. 401 – 500 mm -
9. >500 mm -
Sumber : Data Olahan Tabel SD-22 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
Pada bulan Maret 2014 sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2.46, curah
hujan di Provinsi Jambi memiliki intensitas ringan dengan rentang curah hujan 0 – 20
mm/hari pada hampir seluruh wilayah di Provinsi Jambi pada seluruh stasiun
pengamatan. Sementara curah hujan dengan kategori sedang dengan rentang curah
hujan 20 – 50 mm/hari pada wilayah yang berada di sekitar stasiun pengamatan
Bandara Padang Kemiling Bengkulu, Bandara Sultan Thaha dan Bandara Internasional
Minangkabau. Potensi hujan ekstrim >500 mm/hari berada pada wilayah sekitar stasiun
Bandara Depati Parbo Kerinci.
Tabel 2.46. Tabel Analisa Curah Hujan Bulan Maret di Wilayah Provinsi Jambi
Tahun 2014.
6. 201 – 300 mm -
7. 301 – 400 mm -
8. 401 – 500 mm -
9. >500 mm Kab. Kerinci, Kab. Merangin, Kota S.Penuh
Sumber : Data Olahan Tabel SD-22 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
Pada bulan April 2014 sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2.47, curah hujan
di Provinsi Jambi memiliki intensitas ringan dengan rentang curah hujan 0 – 20 mm/hari
pada hampir seluruh wilayah di Provinsi Jambi pada seluruh stasiun pengamatan.
Sementara curah hujan dengan kategori sedang dengan rentang curah hujan 20 – 50
mm/hari pada wilayah yang berada di sekitar stasiun pengamatan Bandara Sultan
Thaha dan Bandara Internasional Minangkabau. Potensi hujan lebat 50 - 100 mm/hari
berada pada wilayah sekitar stasiun Bandara Padang Kemiling Bengkulu.
Tabel 2.47. Tabel Analisa Curah Hujan Bulan April di Wilayah Provinsi Jambi
Tahun 2014.
No. Rentang Curah Hujan Daerah
1. 0 – 20 mm -
2. 21 – 50 mm -
3. 51 – 100 mm -
Kab. Kerinci, Kab. Merangin, Kota S.Penuh, Kab.
4. 101 – 150 mm
Bungo, Kab. Tebo
5. 151 – 200 mm -
Kota Jambi, Kab. Muaro Jambi, Kab. Batanghari,
6. 201 – 300 mm
Kab. Tanjabbar, Kab. Tanjabtim, Kab. Sarolangun
7. 301 – 400 mm -
8. 401 – 500 mm -
9. >500 mm -
Sumber : Data Olahan Tabel SD-22 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
Pada bulan Mei 2014 sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2.48, curah hujan
di Provinsi Jambi memiliki intensitas yang bervariasi mulai dari intensitas ringan hingga
sangat lebat. Curah hujan dengan intensitas ringan meliputi hampir seluruh wilayah di
Provinsi Jambi pada seluruh stasiun pengamatan. Sementara curah hujan dengan
kategori sedang dengan rentang curah hujan 20 – 50 mm/hari pada wilayah yang
berada di sekitar stasiun pengamatan Bandara Depati Parbo. Potensi curah hujan lebat
dan sangat lebat meliputi wilayah sekitar stasiun Bandara Padang Kemiling Bengkulu.
Tabel 2.48. Tabel Analisa Curah Hujan Bulan Mei di Wilayah Provinsi Jambi Tahun
2014.
Pada bulan Juni 2014 sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2.49, curah hujan
di Provinsi Jambi memiliki intensitas ringan dengan rentang curah hujan 0 – 20 mm/hari
pada hampir seluruh wilayah di Provinsi Jambi pada seluruh stasiun pengamatan.
Sementara curah hujan dengan kategori sedang dengan rentang curah hujan 20 – 50
mm/hari pada wilayah yang berada di sekitar stasiun pengamatan Bandara Padang
Kemiling Bengkulu.
Tabel 2.49. Tabel Analisa Curah Hujan Bulan Juni di Wilayah Provinsi Jambi
Tahun 2014.
Sumber : Data Olahan Tabel SD-22 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
Pada bulan Juli 2014 sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2.50, curah hujan
di Provinsi Jambi memiliki intensitas ringan dengan rentang curah hujan 0 – 20 mm/hari
pada hampir seluruh wilayah di Provinsi Jambi pada seluruh stasiun pengamatan.
Sementara curah hujan dengan kategori sedang dengan rentang curah hujan 20 – 50
mm/hari pada wilayah yang berada di sekitar stasiun pengamatan Bandara Sultan
Thaha dan Bandara Internasional Minangkabau Padang.
Tabel 2.50. Tabel Analisa Curah Hujan Bulan Juli di Wilayah Provinsi Jambi
Tahun 2014.
Sumber : Data Olahan Tabel SD-22 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
Pada bulan Agustus 2014 sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2.51, curah
hujan di Provinsi Jambi memiliki intensitas ringan dan sedang pada hampir seluruh
wilayah di Provinsi Jambi pada seluruh stasiun pengamatan. Sementara curah hujan
dengan kategori sangat lebat pada wilayah yang berada di sekitar stasiun pengamatan
Bandara Padang Kemiling Bengkulu.
Tabel 2.51. Tabel Analisa Curah Hujan Bulan Agustus di Wilayah Provinsi Jambi
Tahun 2014.
8. 401 – 500 mm -
9. >500 mm -
Sumber : Data Olahan Tabel SD-22 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
Pada bulan September 2014 sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2.52, curah
hujan di Provinsi Jambi memiliki intensitas ringan dan sedang pada hampir seluruh
wilayah di Provinsi Jambi pada seluruh stasiun pengamatan. Sementara curah hujan
dengan kategori sedang pada wilayah yang berada di sekitar stasiun pengamatan
Bandara Padang Kemiling Bengkulu.
Tabel 2.52. Tabel Analisa Curah Hujan Bulan September di Wilayah Provinsi
Jambi Tahun 2014.
Sumber : Data Olahan Tabel SD-22 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
Pada bulan Oktober 2014 sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2.53, curah
hujan di Provinsi Jambi memiliki intensitas ringan dengan rentang curah hujan 0 – 20
mm/hari pada hampir seluruh wilayah di Provinsi Jambi pada seluruh stasiun
pengamatan. Sementara curah hujan dengan kategori sedang dengan rentang curah
hujan 20 – 50 mm/hari pada wilayah yang berada di sekitar stasiun pengamatan
Bandara Padang Kemiling Bengkulu, Bandara Depati Parbo dan Bandara Padang
Kemiling Bengkulu.
Tabel 2.53. Tabel Analisa Curah Hujan Bulan Oktober di Wilayah Provinsi Jambi
Tahun 2014.
Sumber : Data Olahan Tabel SD-22 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
Pada bulan November 2014 sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2.54, curah
hujan di Provinsi Jambi memiliki intensitas yang bervariasi mulai dari intensitas ringan
hingga sangat lebat. Curah hujan dengan intensitas ringan dan sedang meliputi hampir
seluruh wilayah di Provinsi Jambi pada seluruh stasiun pengamatan. Sementara curah
hujan dengan kategori lebat meliputi wilayah yang berada di sekitar stasiun pengamatan
Bandara Internasional Minangkabau Padang. Potensi curah hujan sangat lebat meliputi
wilayah sekitar stasiun Bandara Depati Parbo dan Bandara Padang Kemiling Bengkulu.
Tabel 2.54. Tabel Analisa Curah Hujan Bulan November di Wilayah Provinsi Jambi
Tahun 2014.
Pada bulan Desember 2014 sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2.55, curah
hujan di Provinsi Jambi memiliki intensitas yang bervariasi mulai dari intensitas ringan
hingga lebat. Curah hujan dengan intensitas ringan meliputi hampir seluruh wilayah di
Provinsi Jambi pada seluruh stasiun pengamatan. Sementara curah hujan dengan
kategori sedang meliputi wilayah yang berada di sekitar stasiun pengamatan Bandara
Sultan Thaha, Bandara Depati Parbo dan Bandara Internasional Minangkabau Padang.
Potensi curah hujan lebat meliputi wilayah sekitar stasiun Bandara Padang Kemiling
Bengkulu.
Tabel 2.55. Tabel Analisa Curah Hujan Bulan Desember di Wilayah Provinsi Jambi
Tahun 2014.
Sumber : Data Olahan Tabel SD-22 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
Curah hujan pada suatu daerah dapat dianalisa berdasarkan sifatnya. Dengan
melakukan perbandingan antara jumlah curah hujan dalam satu bulan dengan nilai rata-
rata curah hujan pada suatu wilayah maka dapat ditentukan sifat hujan pada wilayah
tersebut. Curah hujan berada pada ambang normal jika berada pada rentang 85% -
115%. Jika perbandingan antara jumlah curah hujan pada bulan tersebut dengan nilai
rata-ratanya <85% maka curah hujan pada wilayah tersebut dibawah normal. Begitu
sebaliknya, jika perbandingannya berada pada nilai >115% maka curah hujan pada
wilayah tersebut diatas normal.
Curah hujan di Provinsi Jambi tahun 2014 dapat dianalisa berdasarkan
sifatnya berdasarkan stasiun pemantauannya sebagaimana dapat dilihat pada Tabel
2.56.
Tabel 2.56. Tabel Analisa Sifat Hujan di Wilayah Provinsi Jambi Tahun 2014.
Bulan
No. Stasiun
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1. Bandara Sultan Thaha
2. Bandara Depati Parbo
3. Bandara Padang Kemiling
4. Bandara Intl Minangkabau
Sumber : Data Olahan Tabel SD-22 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
Keterangan: : dibawah normal : diatas normal
: normal
Dari Tabel 2.56. diatas dapat dilihat bahwa curah hujan dihampir seluruh
wilayah di Provinsi Jambi didominasi oleh curah hujan dibawah normal. Ini berarti bahwa
pada bulan-bulan tertentu curah hujan di wilayah Provinsi Jambi lebih sedikit
dibandingkan rata-rata curah hujan bulanannya. Sementara curah hujan dengan nilai
diatas normal terjadi pada bulan-bulan di musim penghujan dengan puncaknya pada
bulan November di seluruh stasiun pengamatan.
Sumber : Data Olahan Tabel SD-22 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
Keterangan : : >20 hari
: 10 – 20 hari
: <10 hari
Pada Tabel 2.57. terlihat bahwa jumlah hari hujan di beberapa wilayah di
Provinsi Jambi berkisar antara 10 – 20 hari setiap bulannya. Namun untuk wilayah Kota
Jambi, Kabupaten Muaro Jambi, Kabupaten Batanghari, Kabupaten Tanjung Jabung
Barat dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur pada bulan November 2014 mengalami
hujan lebih dari 20 hari. Sementara pada bulan Februari dan September pada seluruh
kabupaten/kota di Provinsi Jambi hujan hanya terjadi kurang dari 10 hari bahkan ada
kabupaten/kota yang tidak mendapat hujan pada bulan tersebut.
Pada Tabel 2.58. terlihat bahwa stasiun pengamatan Bandara Padang Kemiling
mencatat daerah-daerah di sekitar Kabupaten Sarolangun sering mengalami curah
hujan dengan intensitas yang sangat besar sepanjang tahun 2014.
Bila dibandingkan dengan kondisi curah hujan tahun 2013, secara keseluruhan
besarnya curah hujan rata-rata pada tahun 2014 mengalami penurunan kuantitas yaitu
155 mm dimana tahun 2013 berkisar 203 mm. Namun, jika ditinjau dari data pada
masing-masing stasiun pengamatan, hanya pada stasiun Bandara Departi Parbo yang
mengalami peningkatan kuantitas curah hujan pada tahun 2014, sementara untuk
wilayah yang berada pada stasiun pengamatan lainnya yaitu stasiun Bandara Sultan
Thaha, stasiun Bandara Padang Kemiling dan stasiun Bandara Internasional
Minangkabau mengalami penurunan kuantitas curah hujan. Perbandingan besarnya
curah hujan rata-rata bulanan tahun 2013 dan 2014 dapat dilihat pada Gambar 2.60.
Gambar 2.60. Grafik Perbandingan Curah Hujan di Wilayah
Provinsi Jambi Tahun 2013 dan 2014.
400 365
Curah Hujan Rata-rata (mm)
350
300
250 213 186
181
200 155 130
123
150
77
100
50
-
Sultan Thaha Depati Parbo Padang BIM Padang
Jambi Kerinci Kemiling
Bengkulu
Sumber : Data Olahan Tabel SD-22 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
2. Suhu Udara
Dari hasil pengamatan 4 (empat) stasiun BMKG, suhu udara rata-rata bulanan
di wilayah Provinsi Jambi sebagaimana yang terlihat pada Buku Data Tabel SD-23 dan
Tabel 2.59. Secara keseluruhan wilayah Provinsi Jambi memiliki suhu udara yang yang
seragam, kecuali pada wilayah stasiun pengamatan Bandara Depati Parbo Kerinci yaitu
Kabupaten Kerinci, Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Merangin. Hal ini disebabkan
karena pengaruh topografi wilayah tersebut yang berada di daerah dataran tinggi.
Namun, tidak ada perbedaan yang terlalu mencolok antara suhu terendah dan
suhu tertinggi ataupun pada musim hujan dan musim kemarau pada setiap wilayah pada
masing-masing stasiun pengamatan. Suhu udara rata-rata bulanan tertinggi berkisar
pada nilai 26,75oC pada bulan Juni dan suhu udara rata-rata terendah berkisar nilai
25,65oC pada bulan Januari. Suhu udara rata-rata Provinsi Jambi tahun 2014 dapat
dilihat pada Tabel 2.59. dan Gambar 2.61.
Tabel 2.59. Suhu Udara Rata-Rata Bulanan di Wilayah Provinsi Jambi Tahun 2014.
Gambar 2.61. Grafik Suhu Udara Rata-Rata Provinsi Jambi Tahun 2014.
27.00
maks = 26,75°C
26.50
26.00
25.00
Jan Feb Mar April Mei Juni Juli Agus Sept Okt Nov Des
Sumber : Data Olahan Tabel SD-23 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun
2014, 2015.
Tahun
No. Bulan
2013 2014 Rata-rata
1. Januari 27,20 26,10 26,65
2. Februari 27,10 27,30 27,20
3. Maret 27,50 27,60 27,55
4. April 27,80 27,40 27,60
5. Mei 27,70 27,70 27,70
6. Juni 28,10 27,70 27,90
7. Juli 26,30 27,40 26,85
8. Agustus 26,90 26,80 26,85
9. September 27,20 27,50 27,35
Sumber : Data Olahan Tabel SD-23 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014,
2015.
27.50
27.00
min = 26,65°C
26.50
26.00
Jan Feb Mar April Mei Juni Juli Agus Sept Okt Nov Des
Sumber : Data Olahan Tabel SD-23 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
Tabel 2.61. Suhu Udara Rata-Rata Bulanan Stasiun Depati Parbo Tahun 2013 dan
2014.
Tahun
No. Bulan
2013 2014 Rata-rata
1. Januari 23,40 22,80 23,10
2. Februari 22,70 22,80 22,75
3. Maret 23,60 23,00 23,30
4. April 23,80 23,60 23,70
5. Mei 23,90 23,90 23,90
6. Juni 23,90 23,80 23,85
7. Juli 22,70 23,13 22,92
8. Agustus 22,60 23,20 22,90
9. September 22,90 22,80 22,85
10. Oktober 23,50 23,10 23,30
11. November 22,70 23,80 23,25
12. Desember 23,20 23,40 23,30
Rata-rata 23,24 23,28
Sumber : Data Olahan Tabel SD-23 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014,
2015.
23.50
23.00
min = 22,75°C
22.50
22.00
Jan Feb Mar April Mei Juni Juli Agus Sept Okt Nov Des
Sumber : Data Olahan Tabel SD-23 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
Untuk wilayah Kabupaten Sarolangun data suhu udara didapatkan dari stasiun
terdekat yaitu stasiun bandara Padang Kemiling Bengkulu. Suhu udara rata-rata bulanan
di wilayah ini pada tahun 2013 dan 2014 sebagaimana terlihat pada Tabel 2.62. dan
Gambar 2.64. Suhu udara di Kabupaten Sarolangun berada di kisaran suhu 26 o C
sampai dengan 27oC, begitu juga dengan suhu udara rata-rata bulanan setiap tahunnya
juga berkisar pada suhu 26o C sampai dengan 27oC. Suhu udara rata-rata paling tinggi
berkisar 27,65oC terjadi pada bulan Maret dimana sedang berlangsung musim kemarau
dan suhu udara rata-rata paling rendah berkisar 26,45 oC terjadi pada bulan Juli dimana
sedang berlangsung musim penghujan.
Tabel 2.62. Suhu Udara Rata-Rata Bulanan Stasiun Bandara Padang Kemiling
Tahun 2013 dan 2014.
Tahun
No. Bulan
2013 2014 Rata-rata
1. Januari 26,30 26,70 26,50
2. Februari 26,40 27,50 26,95
3. Maret 27,60 27,70 27,65
4. April 27,40 27,20 27,30
5. Mei 27,50 27,60 27,55
6. Juni 27,10 27,70 27,40
7. Juli 26,20 26,70 26,45
8. Agustus 26,60 26,60 26,60
9. September 26,60 27,20 26,90
10. Oktober 26,80 27,40 27,10
11. November 26,40 26,90 26,65
12. Desember 26,90 26,50 26,70
Rata-rata 26,82 27,14
Sumber : Data Olahan Tabel SD-23 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014,
2015.
28.00
maks = 27,65°C
27.50
27.00
26.50
min = 26,45°C
26.00
25.50
Jan Feb Mar April Mei Juni Juli Agus Sept Okt Nov Des
Sumber : Data Olahan Tabel SD-23 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
Untuk wilayah Kabupaten Bungo dan Kabupaten Tebo, data suhu udara dapat
dipantau dari stasiun pengamat terdekat yaitu stasiun Bandara Internasional
Minangkabau Padang. Suhu udara rata-rata bulanan di wilayah ini pada tahun 2013 dan
2014 sebagaimana terlihat pada Tabel 2.63. dan Gambar 2.65. Suhu udara di
Kabupaten Bungo dan Kabupaten Tebo berada di kisaran suhu 26o C sampai dengan
27oC, begitu juga dengan suhu udara rata-rata bulanan setiap tahunnya juga berkisar
pada suhu 27oC. Suhu udara rata-rata paling tinggi berkisar 27,70oC terjadi pada bulan
Maret dimana sedang berlangsung musim kemarau dan suhu udara rata-rata paling
rendah berkisar 26,70oC terjadi pada bulan Juli dimana sedang berlangsung musim
penghujan.
Tabel 2.63. Suhu Udara Rata-Rata Bulanan Stasiun Bandara Internasional
Minangkabau Tahun 2013 dan 2014.
Tahun
No. Bulan
2013 2014 Rata-rata
1. Januari 27,50 27,00 27,25
2. Februari 27,00 27,30 27,15
3. Maret 27,90 27,50 27,70
4. April 27,50 27,10 27,30
5. Mei 27,80 27,50 27,65
6. Juni 27,30 27,80 27,55
28.00
maks = 27,70°C
27.50
27.00
min = 26,70°C
26.50
26.00
Jan Feb Mar April Mei Juni Juli Agus Sept Okt Nov Des
Sumber : Data Olahan Tabel SD-23 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
G. Bencana Alam
terjadinya bencana alam. Dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya bencana tentu saja
secara langsung terhadap masyarakat dan lingkungan alam di Provinsi Jambi.
Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana, yang dimaksud dengan bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh
peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa
gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan dan tanah
longsor. Bencana alam yang pernah terjadi di Provinsi Jambi berupa banjir, kebakaran
lahan dan hutan, tanah longsor, dan gempa bumi.
Selama tahun 2014, bencana alam yang terjadi di Provinsi Jambi masih
didominasi oleh banjir dan kebakaran hutan dan lahan. Selain itu bencana alam seperti
tanah longsor mengalami penurunan frekuensi kejadian. Begitu juga halnya dengan
gempa bumi, tidak ada kejadian gempa bumi yang dapat dikategorikan kedalam
bencana alam walaupun Provinsi Jambi memiliki potensi terhadap bencana tersebut.
Dan bencana alam yang juga cukup sering terjadi akhir-akhir di wilayah Provinsi Jambi
adalah angin puting beliung dengan total 4 kejadian terjadi selama tahun 2014. Berikut
pada Buku Data Tabel BA-1 sampai dengan Tabel BA-4 dapat dilihat jenis bencana
alam yang terjadi di Provinsi Jambi berikut dengan luas area terkena dampak, jumlah
korban dan perkiraan kerugian yang ditimbulkan oleh bencana tersebut. Tabel 2.64.
menggambarkan kejadian bencana alam secara umum yang terjadi di wilayah Provinsi
Jambi pada tahun 2013 dan 2014.
Tabel 2.64. Bencana Alam Yang Terjadi di Wilayah Provinsi Jambi Tahun
2013 dan 2014.
1. Banjir
Pada Buku Data Tabel BA-1 dan Lampiran 10 terlihat bahwa di sepanjang
tahun 2014 berdasarkan data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi
Jambi banjir telah terjadi di wilayah 9 (sembilan) kabupaten/kota di Provinsi Jambi
dengan luas areal yang terendam 1.300,72 Ha. Luasan ini terdiri dari 497,72 Ha daerah
pemukiman dan 803 Ha merupakan areal persawahan. Wilayah yang paling luas
terendam akibat banjir pada tahun 2014 ini adalah di Kabupaten Batanghari dengan luas
total area terendam 408,24 Ha. Sementara wilayah yang paling kecil terkena dampak
adalah Kota Jambi dengan total area terendam seluas 13,24 Ha. Sedangkan Kabupaten
Tanjung Jabung Timur dan Kabupaten Tanjung Jabung Barat tidak mengalami bencana
banjir pada tahun ini.
Akibat bencana ini total kerugian yang dialami oleh korban bencana
diperkirakan sebanyak Rp. 6.557.500.000,- dan telah menelan korban sebanyak 4
(empat) orang meninggal dunia dan 4.329 jiwa terpaksa mengungsi. Jenis kerusakan
yang telah ditimbulkan akibat terjadinya bencana ini berupa rusaknya rumah penduduk
sebanyak 12.419 unit, rusaknya jembatan sebanyak 4 unit, rusaknya sarana ibadah
sebanyak 17 unit dan rusaknya sarana pendidikan sebanyak 26 unit. Belum lagi jumlah
hewan peliharaan dan ternak penduduk yang hilang dan mati akibat bencana ini.
Dibandingkan dengan tahun 2013, banjir pada tahun ini memang tidak separah
banjir tahun 2013 yang terjadi di 10 kabupaten/kota yang ada di Provinsi Jambi dengan
luas total area terendam lebih besar dari luas total area terendam banjir tahun 2014,
yaitu sebesar 93.948,09 Ha dengan perkiraan kerugian juga lebih sedikit dibandingkan
dengan kejadian pada tahun 2013.
2. Kekeringan
3. Kebakaran Lahan/Hutan
Tahun
No. Bulan
2011 2012 2013 2014
1. Januari 31 154 20 11
2. Februari 40 12 55 124
3. Maret 34 141 136 171
4. April 42 46 42 14
5. Mei 85 146 37 38
6. Juni 69 428 209 111
7. Juli 159 257 113 227
8. Agustus 379 412 322 97
9. September 483 596 165 293
10. Oktober 52 70 28 92
11. November 9 10 6 43
12. Desember 44 7 2 5
Jumlah 1.427 2.279 1.135 1.226
2500
Jumlah Titik Api (titik)
2.279
2000
1500 1.427
1.135 1.226
1000
500
0
2010 2011 2012 2013 2014 2015
Gambar 2.69. Jumlah Titik Api per Bulan di Wilayah Provinsi Jambi Tahun
2014.
350
300 293
Jumlah titik api (titik)
250
227
200
171
150
124
111
100 97 92
50 43
38
11 14 5
0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sept Okt Nov Des
bulan April. Namun pada bulan sebelumnya (Februari dan Maret) jumlah titik api yang
terjadi di Provinsi Jambi juga cukup banyak terjadi. Setelah memasuki musim
penghujan pada bulan Oktober jumlah titik api perlahan mulai berkurang hingga pada
bulan Desember titik api yang tercata hanya 5 titik api.
Secara lebih rinci, lokasi kebakaran lahan dan hutan pada setiap
kabupaten/kota di wilayah Provinsi Jambi pada tahun 2014 dapat dilihat pada Gambar
2.70. Kabupaten/kota yang sangat perlu mendapat perhatian adalah Kabupaten Tebo,
dimana 33,12 % dari total titik api yang ada di wilayah Provinsi Jambi terjadi di
Kabupaten Tebo, yaitu sebanyak 406 buah titik api. Menyusul setelah itu Kabupaten
Muaro Jambi dengan jumlah titik api sebanyak 173 buah, Kabupaten Saolangun dengan
143 buah dan Kabupaten Tanjabtim dengan 135 buah titik api.
Gambar 2.70. Jumlah Titik Api di Kabupaten/Kota di Wilayah Provinsi
Jambi Tahun 2014.
S. Penuh 0
Kota Jambi 0
52
Bungo
Tebo 406
Tanjabbar 128
Tanjabtim 135
Merangin 64
Kerinci 7
Sementara luasan kebakaran hutan yang paling sedikit terjadi di Kabupaten Bungo
seluas 6 Ha yang terjadi di daerah non kawasan hutan.
Menjalarnya api dalam skala besar dengan waktu relatif singkat dapat dengan
mudah ditimbulkan juga dari musim kemarau berkepanjangan. Pada musim panas,
termasuk pada hutan, sumber air menjadi kering akibat proses evaporasi-transpirasi.
Sedikit saja api timbul dari gesekan antar batang, ranting, dan daun di saat musim
kemarau, dapat menimbulkan kebakaran hebat yang cepat meluas. Intensitas angin,
curah hujan, suhu, dan kelembaban merupakan komponen cuaca yang dapat
mengindikasikan suatu musim. Kebakaran hutan diduga kuat juga akibat aktivitas lahan
gambut pada musim kemarau. Penelitian juga menunjukkan bahwa secara signifikan
kebakaran hutan terjadi di siang hari.
4. Tanah Longsor
Longsor atau gerakan tanah dimana dapat terjadi apabila dipicu oleh beberapa
kejadian seperti erosi, gempa bumi, gunung berapi, getaran mesin atau beban yang
terlalu berlebihan. Kawasan rawan bencana longsor yang berpotensi tinggi di wilayah
Provinsi Jambi tidak ada sedangkan kawasan yang memiliki tingkat risiko longsor
sedang adalah Kabupaten Kerinci, Kota Sungai Penuh, Kabupaten Merangin, Kota
Jambi dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Sementara kawasan yang memiliki tingkat
risiko bencana tanah longsor yang rendah adalah Kabupaten Sarolangun, Kabupaten
Bungo, Kabupaten Tebo, Kabupaten Batanghari, Kabupaten Muaro Jambi, dan
Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Peta indeks risiko bencana tanah longsor di Provinsi
Jambi dapat dilihat pada Gambar 2.71.
Gambar 2.71. Peta Indeks Resiko Bencana Tanah
Longsor di Provinsi Jambi.
Pada tahun 2014, bencana tanah longsor hanya terdapat 1 (satu) kejadian
yaitu terjadi di Kabupaten Kerinci, di Desa Bedeng VII, Kecamatan Batang Merangin
pada tanggal 30 November 2014. Bencana tanah longsor disebabkan karena curah
hujan yang cukup tinggi terjadi di wilayah tersebut selama seminggu terakhir, sehingga
menyebabkan tergerusnya dinding tebing di ruas jalan raya Kerinci-Merangin tersebut.
Kejadian ini mengakibatkan terganggunya jalur lalu lintas namun tidak sampai terputus
dan tidak ada korban jiwa dan materil akibat dari bencana ini.
Jika dibandingkan dengan tahun 2013, bencana longsor pada tahun 2014 tidak
separah dan sebanyak pada tahun 2013 dimana pada tahun 2013 terjadi 4 kejadian dan
banyak menimbulkan kerugian baik materil maupun korban jiwa.
5. Gempa Bumi
Angin puting beliung merupakan angin yang berputar dengan kecepatan lebih
dari 63 km/jam yang bergerak secara garis lurus dengan lama kejadian maksimum 5
menit. Angin puting beliung sering terjadi pada siang hari atau sore hari pada musim
pancaroba. Angin ini dapat menghancurkan apa saja yang diterjangnya, karena dengan
pusarannya benda yang terlewati terangkat dan terlempar.
Pada tahun 2014 telah terjadi bencana angin puting beliung di wilayah Provinsi
Jambi sebanyak 4 kejadian meliputi 1 (satu) kejadian di Kabupaten Muaro Jambi di Desa
Mendalo Darat, Kecamatan Jambi Luar Kota, 2 (dua) kejadian di Kabupaten Tanjung
Jabung Timur yaitu di Kelurahan Kampung Laut dan Kelurahan Tanjung Solok
Kecamatan Kuala Jambi dan di Desa Simbur Naik Kecamatan Muara Sabak Timur, dan
1 (satu) kejadian di Kabupaten Tebo di Kelurahan Wirotho Agung Kecamatan Rimbo
Bujang. Kejadian ini menimpa rumah dan banguna warga serta beberapa fasilitas umum
yang pada umumnya rusak sedang hingga rusak berat. Total kerugian yang disebabkan
oleh bencana alam tersebut diperkirakan sebesar Rp. 468.500.000,-.
BAB III
TEKANAN TERHADAP LINGKUNGAN
A. Kependudukan
Penduduk secara umum adalah masyarakat yang tinggal atau mendiami suatu
wilayah tertentu. Penduduk merupakan modal dasar dalam pembangunan, tapi dari sisi
lain juga bisa menjadi beban bagi negara untuk memacu pertumbuhan ekonomi
sehingga secara kuantitas dan kualitas akan menimbulkan masalah kependudukan.
Masalah kependudukan merupakan masalah sosial, karena masalah itu terjadi di
lingkungan sosial atau masyakarat. Masalah tersebut bisa terjadi kapan saja dan dimana
saja, termasuk di Provinsi Jambi sebagai salah satu provinsi yang sedang pesatnya
membangun.
Masalah penduduk dan kependudukan dapat kita soroti dengan pendekatan
sistem yang terdiri dari berbagai sub komponen yang saling berkaitan, saling tergantung,
berinteraksi, saling menentukan sehingga membentuk suatu kesatuan yang terpadu dan
harus diperhitungkan dalam setiap mengambil keputusan. Kebijaksanaan kependudukan
nasional pada hakikatnya bertujuan mempengaruhi sistem demografi baik secara
langsung maupun tidak langsung melalui sistem-sistem yang lain dalam makrosistem
kependudukan.
Salah satu komponen yang mendapat tekanan dari permasalahan
kependudukan ini adalah lingkungan yang nantinya akan berkembang menjadi
permasalahan lingkungan. Hal ini disebabkan karena salah satu yang menjadi
penyebab utama kerusakan lingkungan adalah ulah manusia.
1. Jumlah Penduduk
Berdasarkan data dari Ditjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri dan Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten/Kota se-Provinsi Jambi, jumlah penduduk
Provinsi Jambi pada tahun 2014 tercatat sebanyak 3.701.034 jiwa atau bertambah 2,27
% dari jumlah penduduk tahun 2013 sebagaimana terlihat pada Buku Data Tabel DE-1.
Gambar 3.1. menunjukkan jumlah penduduk pada setiap kabupaten/kota di Provinsi
Jambi.
Terjadinya penambahan jumlah penduduk pada tahun 2014 terdiri dari
kelahiran sebanyak 65.052 jiwa, kematian sebanyak 10.844 jiwa, imigrasi sebanyak
40.125 jiwa dan emigrasi sebanyak 12.031 jiwa (Buku Data Tabel Tambahan DE-1A).
Imigrasi dan emigrasi yang terjadi di Provinsi Jambi disebabkan oleh faktor pendidikan
dan pekerjaan.
Jumlah penduduk di kabupaten/kota di wilayah Provinsi Jambi tersebar tidak
merata. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk terbanyak di Kota Jambi sebanyak
712.937 jiwa. Jumlah penduduk Kota Jambi ini jauh lebih banyak dibandingkan dengan
kabupaten/kota lain disekitarnya. Hal ini disebabkan karena Kota Jambi merupakan
ibukota Provinsi dimana pembangunan dan pergerakan ekonomi meningkat dengan
cepat. Sementara Kota Sungai Penuh sebagai kabupaten/kota dengan jumlah penduduk
paling sedikit yaitu sebanyak 105.724 jiwa. Sedikitnya jumlah penduduk di Kota Sungai
Penuh disebabkan karena pemekaran Kota Sungai Penuh dari Kabupaten Kerinci.
Sumber : Data Olahan Tabel DE-1 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun
2014, 2015.
2. Pertumbuhan Penduduk
3. Kepadatan Penduduk
3 3.07
2 2.05 2.03
1.82
1.33 1.5 1.43
1 0.86 1.01
0 0.22
Tebo
Tanjabtim
Tanjabbar
Muaro Jambi
Kerinci
Sungai Penuh
Bungo
Merangin
Sarolangun
Batanghari
Kota Jambi
Sumber : Data Olahan Tabel DE-1 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
Pada Gambar 3.3. terlihat bahwa Kota Jambi memiliki tingkat kepadatan
penduduk paling besar dan mendominasi diantara kabupaten/kota lainnya di Provinsi
Jambi. Dengan luas wilayah yang kecil dan jumlah penduduk yang banyak, hal ini akan
menyebabkan terjadinya berbagai macam permasalahan terutama masalah terhadap
lingkungan.
Gambar 3.3. Grafik Kepadatan Penduduk Provinsi Jambi Tahun
2014.
Kerinci
81.07% Merangin
Sarolangun
Batanghari
Muaro Jambi
6.31% Tanjabtim
Tanjabbar
1.70% Tebo
1.24% 1.65% 1.73% Bungo
1.61% 1.10% 1.06% Kota Jambi
1.28% 1.25%
Sungai Penuh
Sumber : Data Olahan Tabel DE-1 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
laki-laki perempuan
48.61% 51.39%
Sumber : Data Olahan Tabel DE-2 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
muka bumi tetap sementara kualitas air semakin menurun karena pencemaran
terhadap badan air baik oleh limbah domestik maupun limbah industri.
6. Pendidikan
Pada tahun 2014, jumlah penduduk Provinsi Jambi yang berdasarkan tingkat
pendidikannya seperti yang terlihat pada Buku Data Tabel DS-1 adalah sebanyak
2.628.165 orang atau sekitar 71% dari jumlah penduduk Provinsi Jambi. Sementara
jumlah penduduk yang tidak sekolah dalam pengertian penduduk yang belum memasuki
usia sekolah dan penduduk yang pernah sekolah tapi tidak menamatkan Sekolah Dasar
berjumlah 1.072.870 orang atau sekitar 29% dari jumlah penduduk Provinsi Jambi.
Jumlah penduduk di Provinsi Jambi berdasarkan tingkat pendidikannya pada tahun 2014
dapat dilihat pada Tabel 3.2.
Pada Tabel 3.2. terlihat bahwa Kota Jambi memiliki jumlah penduduk yang
paling banyak mengecap pendidikan dari jenjang sekolah dasar (SD) sampai dengan
jenjang pendidikan S3. Sedangkan Kota Sungai Penuh memiliki jumlah penduduk yang
paling sedikit menurut tingkat pendidikannya. Hal ini bukan berarti bahwa Kota Sungai
Penuh memiliki tingkat pendidikan yang rendah, namun jumlah penduduk Kota Sungai
Penuh yang masih sedikit dbandingkan dengan kabupaten/kota lainnya.
Tabel 3.2. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Provinsi Jambi Tahun
2014.
Kabupaten
1. 74.705 44.154 45.058 11.614 357 18 175.906
Kerinci
Kabupaten
2. 105.287 62.332 63.729 16.359 503 27 248.237
Merangin
Kabupaten
3. 99.814 59.065 60.357 15.512 477 25 235.250
Sarolangun
Kabupaten
4. 96.122 56.919 58.209 14.935 459 25 226.669
Batanghari
Kabupaten Muaro
5. 113.542 67.302 68.907 17.635 542 29 267.957
Jambi
Kabupaten
6. Tanjung Jabung 77.046 45.639 46.693 11.969 368 19 181.734
Timur
Kabupaten
7. Tanjung Jabung 96.372 57.064 58.355 14.973 460 24 227.248
Barat
8. Kabupaten Tebo 103.102 61.039 62.408 16.020 492 26 243.087
Sumber : Data Olahan Tabel DS-1 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
dapat semakin berkurang. Karena mereka telah dapat menganalisa dengan baik apa
kerugian yang ditimbulkan jika tekanan terhadap lingkungan semakin tinggi.
Gambar 3.5. Perbandingan Tingkat Pendidikan di Provinsi
Jambi Tahun 2014.
1,200,000 1,114,668
1,000,000
800,000
659,936 674,763
600,000
400,000
173,195
200,000 5,324 280
-
SD SLTP SLTA S1 S2 S3
Wilayah pesisir di Provinsi Jambi terdapat pada 2 (dua) kabupaten yang berada
pada pantai timur Pulau Sumatera yaitu Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan
Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Semakin berkembangnya wilayah pesisir di Provinsi
Jambi diisyaratkan dengan semakin padat dan bertambahnya jumlah penduduk yang
mendiami wilayah tersebut, dimana terjadi peningkatan jumlah penduduk sekitar 1,81 %
bila dibandingkan dengan tahun 2013. Pada tahun 2014, jumlah penduduk yang
mendiami wilayah pesisir berjumlah 71.683 orang yang tersebar pada 27 desa pada 2
(dua) kabupaten tersebut.
Pada Buku Data Tabel DE-3 dan Tabel 3.3. terlihat bahwa Kabupaten Tanjung
Jabung Timur memiliki wilayah pesisir yang lebih luas dibandingkan Kabupaten Tanjung
Jabung Barat. Kabupaten Tanjung Jabung Timur memiliki jumlah penduduk di wilayah
pesisir sebanyak 55.022 orang dengan jumlah rumah tangga sebanyak 13.447 KK pada
24 desa. Sementara Kabupaten Tanjung Jabung Barat memiliki jumlah penduduk di
wilayah pesisir sebanyak 16.661 orang dengan jumlah rumah tangga sebanyak 4.031
KK pada 3 desa.
Tabel 3.3. Penduduk di Wilayah Pesisir dan Laut Provinsi Jambi Tahun 2014.
B. Pemukiman
minum dan sebagainya. Sehingga pada akhirnya akan menimbulkan masalah dan
tekanan terhadap lingkungan.
Sumber : Data Olahan Tabel SE-1 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
Meningkatnya jumlah rumah tangga miskin pada tahun 2014 hingga mencapai
angka 64.824 KK disebabkan karena tidak sejalannya pertumbuhan penduduk yang
tinggi dengan jumlah lapangan pekerjaan yang ada. Peningkatan ini terlihat di Kota
Jambi sebagai ibukota provinsi dimana Kota Jambi merupakan daerah urbanisasi bagi
penduduk dari wilayah kabupaten. Hal ini tentu saja menyebabkan terjadinya tekanan
terhadap lingkungan yang semakin meningkat di Kota Jambi yaitu:
a. Kemiskinan membuat mereka melakukan apa saja untuk bertahan hidup di daerah
perkotaan. Merusak sumber daya alam dan melakukan pencemaran lingkungan
menjadi hal yang biasa. Tekanan yang seperti ini bukan saja menjadi permasalahan
lingkungan namun juga menjadi permasalah sosial bagi Pemerintah Kota Jambi
maupun Pemerintah Provinsi Jambi.
Gambar 3.6. Grafik Perbandingan Jumlah Rumah Tangga Miskin di
Wilayah Provinsi Jambi Tahun 2013 dan 2014.
824,000.00 65,000.00
822,000.00 64.824
64,500.00
64,000.00
818,000.00
63.274
816,000.00 822.099 63,500.00
814,000.00
63,000.00
812,000.00
813.812 62,500.00
810,000.00
808,000.00 62,000.00
2013 2014
Jumlah RT miskin 63,274.00 64,824.00
Jumlah RT 813,812.00 822,099.00
Sumber : Data Olahan Tabel SE-1 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
Berdasarkan data pada Buku Data Tabel SE-2 dapat dilihat mengenai
konsumsi air minum penduduk di wilayah Provinsi Jambi pada tahun 2014 yang berasal
dari berbagai sumber seperti air ledeng (PDAM), air sumur, sungai, air hujan, air
kemasan (air kemasan dan air isi ulang) dan lainnya seperti air mata air (mata air
terlindung dan tidak terlindung) dan air pompa (air sumur artesis).
Pada Gambar 3.7. menunjukkan bahwa konsumsi air lainnya seperti air mata
air dan air sumur artesis (pompa) merupakan sumber yang paling banyak dikonsumsi
oleh penduduk di wilayah Provinsi Jambi yaitu sebesar 76,29 % atau sebanyak 627.219
KK. Untuk sumber air PDAM atau ledeng hanya menjangkau 15,87 % dari jumlah
seluruh kepala keluarga. Hal ini menunjukkan masih rendahnya minat masyarakat dan
jangkauan pelayanan dari PDAM sebagai sumber air minum. Sementara penduduk
yang memanfaatkan air sumur sebanyak 33.028 KK atau sekitar 4,02 %, air sungai
sebanyak 24.339 KK atau 2,96 %. Selanjutnya dengan persentase yang kecil penduduk
di wilayah Provinsi Jambi masih memanfaatkan air hujan sebagai sumber air minum
sebanyak 4.276 KK atau sekitar 0,33 % serta air kemasan dan air isi ulang sebesar
0.33% atau sebanyak 2.736 KK.
Gambar 3.7. Sumber Air Minum Penduduk di Wilayah Provinsi
Jambi Tahun 2014.
ledeng
76.29%
sumur 15.87%
sungai
hujan
kemasan 4.02%
lainnya
2.96%
0.33%
0.52%
Sumber : Data Olahan Tabel SE-2 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
Terjadinya peningkatan jumlah KK pada tahun 2014 tentu saja kebutuhan air
minum juga meningkat. Berikut pada Tabel 3.5. dapat dilihat perbandingan penggunaan
sumber air minum pada tahun 2013 dan 2014.
Tabel 3.5. Perbandingan Penggunaan Sumber Air Minum Penduduk Provinsi
Jambi Tahun 2013 dan 2014.
Semakin banyaknya lahan dan hutan yang dibuka untuk dijadikan sebagai
areal pemukiman memberikan pengaruh dan tekanan terhadap daerah tangkapan
terhadap air hujan (catchment area) yang semakin berkurang. Sehingga pada musim
kemarau sekitar 33.028 KK yang masih menggunakan air sumur sebagai sumber air
minumnya mengalami kekeringan. Sebaliknya, jika hujan berturut-turut terjadi dalam
beberapa hari di musim penghujan akan menyebabkan terjadinya banjir di beberapa
kabupaten/kota di wilayah Provinsi Jambi.
Menurut data Dinas Kesehatan Provinsi Jambi, pada tahun 2014 fasilitas
tempat buang air besar rumah tangga di wilayah Provinsi Jambi sebagian besar yaitu
72,95 % telah memiliki sendiri fasilitas tempat buang air besar. Sementara sebagian
rumah tangga lainnya, 13,73 % rumah tangga masih menggunakan fasilitas secara
bersama, 4,71 % rumah tangga masih menggunakan fasilitas umum dan 8,61 % rumah
tangga tidak memiliki fasilitas tempat buang air besar sebagaimana dapat dilihat pada
Buku Data Tabel SP-8 dan Gambar 3.8.
Gambar 3.8. Fasilitas Tempat Buang Air Besar Penduduk Provinsi
Jambi Tahun 2014.
72.95%
13.73%
8.61%
4.71%
Sumber : Data Olahan Tabel SP-8 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
Dari 813.812 jumlah rumah tangga yang ada di wilayah Provinsi Jambi, sekitar
72,95 % penduduk yang telah memiliki fasilitas tempat buang air besar dan wilayah yang
paling banyak memiliki fasilitas sendiri adalah Kabupaten Batanghari yaitu sekitar 77,13
Tahun (dalam %)
No. Fasilitas
2013 2014 Perubahan
1 Sendiri 72,51 72,95 + 0,44
2 Bersama 13,29 13,73 + 0,47
3 Umum 4,46 4,71 + 0,25
4 Tidak Ada 9,74 8,61 -1,13
Sumber : Data Olahan Tabel SP-8 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
Pada Tabel 3.6. terlihat terjadinya peningkatan terhadap jumlah fasilitas yang
dimiliki sendiri pada setiap rumah tangga dan berkurangnya jumlah rumah tangga yang
tidak memiliki fasilitas tempat buang air besar pada tahun 2014. Hal ini menunjukkan
bahwa kepedulian masyarakat sudah mulai terbangun terhadap pentingnya sarana
sanitasi di rumah mereka. Dengan semakin pedulinya masyarakat terhadap fasilitas
sanitasi di lingkungan mereka diharapkan dapat semakin meningkatnya kualitas
kesehatan dan lingkungan di wilayah Provinsi Jambi. Dan kebiasaan masyarakat yang
biasanya membuang limbah tinja ke sungai atau kolam di sebagian masyarakat di
Provinsi Jambi dapat berkurang sehingga beban lingkungan terhadap pencemaran
sungai dapat diatasi.
Pada tahun 2014, volume timbulan sampah yang dihasilkan per jumlah
penduduk di wilayah Provinsi Jambi adalah 10,612 m3/hari dengan rata-rata setiap
penduduk menghasilkan 0,0029 m 3/hari. Rata-rata setiap kabupaten/kota menghasilkan
sampah dengan timbulan sebesar 0,02 m 3/hari/kapita sampai dengan 0,04
m3/hari/kapita. Berdasarkan Buku Data Tabel SP-9 dan Gambar 3.9. menunjukkan
bahwa timbulan sampah yang paling banyak dihasilkan oleh Kota Jambi yaitu sebesar
1.761,84 m3/hari, sedangkan kabupaten/kota yang menghasilkan timbulan sampah
paling sedikit yaitu Kota Sungai Penuh yaitu sebesar 316,71 m 3/hari. Besarnya jumlah
timbulan sampah yang dihasilkan pada masing-masing kabupaten/kota tergantung pada
jumlah penduduk yang mendiami daerah tersebut. Kota Jambi dengan jumlah penduduk
yang paling banyak di Provinsi Jambi menghasilkan jumlah timbulan sampah lebih besar
dibandingkan kabupaten/kota lainnya. Seperti halnya dengan Kota Sungai Penuh yang
memiliki jumlah penduduk paling sedikit di Provinsi Jambi dan menghasilkan jumlah
timbulan sampah yang sedikit pula.
Namun jika dihitung per kapitanya Kabupaten Kerinci menghasilkan timbulan
sampah paling banyak yaitu sebesar 0,004 m 3/hari/kapita. Begitu juga dengan
Kabupaten Sarolangun dan Kota Jambi menghasilkan timbulan sampah yang paling
sedikit yaitu 0,02 m 3/hari. Ini dapat menjadi acuan terhadap pemerintah daerah untuk
menekan laju timbulan sampah per kapitanya dengan mengurangi, menggunakan
kembali dan mendaur ulang sampah yang dihasilkan oleh penduduknya.
Gambar 3.9. Perkiraan Timbulan Sampah Per Hari Per Jumlah Penduduk Tahun
2014.
0.0040
0.0035
Jumlah Timbulan (m3/hari)
0.0030
0.0025 0.0035
0.0020 0.0033
0.0030 0.0030 0.0030
0.0015 0.0024 0.0033
0.0010 0.0027 0.0030 0.0025
0.0025
0.0005
0.0000
Tebo
Ma. Jambi
Kerinci
Tanjabtim
Tanjabbar
S. Penuh
Merangin
Sarolangun
Batanghari
Bungo
Kota Jambi
Sumber : Data Olahan Tabel SP-9 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
Bila dibandingkan dengan data tahun 2013, jumlah timbulan rata-rata per
penduduk di wilayah Provinsi Jambi sama dengan jumlah timbulan rata-rata per
penduduk pada tahun 2014, yaitu sebesar 0,0029 m 3/hari. Jumlah timbulan rata-rata per
kabupaten/kota pun tidak jauh berbeda. Namun jumlah timbulan secara keseluruhan
sedikit mengalami peningkatan sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 3.10.
10,650 0.0035
(m3/hari/kapita)
0.0025
10,500
0.002
10,450
0.0015
10,400
10,350 0.001
10,300 0.0005
10,250 0
2013 2014
jumlah timbulan 10,387 10,612
jumlah timbulan perkapita 0.0029 0.0029
Sumber : Data Olahan Tabel SP-9 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
Salah satu masalah pemukiman yang biasanya selalu melekat dengan masalah
kependudukan adalah masalah sampah yang memberikan beberapa tekanan terhadap
lingkungan yaitu :
a. Semakin bertambahnya jumlah penduduk maka jumlah timbulan sampah akan
semakin meningkat pula apalagi di daerah pemukiman padat di perkotaaan seperti
Kota Jambi yang jumlah timbulannya terbesar di wilayah Provinsi Jambi.
b. Jumlah timbulan sampah yang semakin meningkat menuntut pengelolaan yang lebih
serius. Untuk daerah pedesaan, karena lahan terdegradasi semakin meningkat
sehingga masyarakat lebih memilih membuang sampah ke kali atau dengan cara
membakar dan menimbun. Cara seperti ini dapat saja menyebabkan terjadinya
pencemaran lingkungan baik terhadap air, udara dan tanah. Sedangkan pada
masyarakat perkotaan, pengelolaan persampahan lebih di dominasi dengan sistem
pengangkutan ke TPA. Namun, hal ini membutuhkan kesiapan pemerintah dalam
menyediakan sarana dan prasarana sanitasi yang tidak menyebabkan terjadinya
permasalahan lingkungan baru.
c. Semakin meningkatnya jumlah timbulan yang dihasilkan oleh masyarakat setiap
tahunnya seiring dengan pertambahan jumlah penduduk menuntut kita untuk
melakukan pengelolaan terhadap sampah yang dihasilkan baik sampah organik
maupun anorganik. Kesadaran masyarakat terhadap bagaimana melakukan
pengelolaan sampah masih sangat kurang. Masyarakat kurang peduli dengan
dampak yang ditimbulkan oleh menumpuknya timbulan sampah.
C. Kesehatan
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Jambi, selama tahun 2014
jumlah penduduk yang terjangkit sepuluh jenis penyakit utama sebanyak 636.252
orang atau sebesar 17,19 % dari jumlah penduduk Provinsi Jambi. Adapun jenis sepuluh
penyakit utama yang diderita penduduk di Provinsi Jambi selama tahun 2014
sebagaimana terlihat pada Buku Data Tabel DS-2. Penyakit infeksi akut lain pada
saluran pernafasan bagian atas (ISPA) masih menempati urutan pertama yang paling
banyak di derita penduduk, sebagaimana halnya pada tahun 2013. Sekitar 93.348 jiwa
atau 5,22 % penduduk yang terjangkit penyakit ini. ISPA adalah singkatan dari Infeksi
Saluran Pernafasan Akut merupakan penyakit infeksi akut yang melibatkan salah satu
atau lebih dari organ saluran pernafasan, hidung, sinus, faring dan laring. ISPA dapat
disebabkan oleh bakteri maupun virus namun kebanyakan disebabkan oleh virus dan
pada kondisi tertentu disebabkan oleh jamur. Selain ISPA, penyakit lain pada saluran
pernafasan juga diderita oleh 2,24 % penduduk atau sekitar 82.732 jiwa penduduk.
Tingginya jumlah penderita penyakit saluran pernafasan di Provinsi Jambi
disebabkan pada tahun 2014, Provinsi Jambi didera oleh kabut asap dari kebakaran
lahan dan hutan baik yang terjadi di Provinsi Jambi maupun kabut asap kiriman dari
Provinsi Riau dan Provinsi Sumatera Selatan. Kebakaran hutan yang terjadi di Provinsi
Sumber : Data Olahan Tabel DS-2 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
900,000 25.00
800,000
Jumlah penderita (jiwa)
20.00
Jumlah penderita (%)
700,000
600,000
15.00
500,000
400,000
10.00
300,000
200,000 5.00
100,000
0 -
2013 2014
persentase thdp jml
23.06 17.19
penduduk
jumlah penderita 834,372 636,252
Sumber : Data Olahan Tabel DS-2 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
Sumber : Data Olahan Tabel SP-10 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
Bila dibandingkan dengan data tahun 2013, terjadi peningkatan jumlah limbah
yang dihasilkan pada tahun 2014 begitupun dengan jumlah limbah B3. Peningkatan
jumlah limbah yang dihasilkan ini disebabkan karena bertambahnya jumlah rumah sakit
pada tahun 2014 di wilayah Provinsi Jambi. Untuk limbah padat terjadi kenaikan
sebesar 5,58 % sedangkan limbah padat B3 terjadi kenaikan sebesar 9,88 %.
Sedangkan untuk jumlah limbah cair dan limbah cair B3 tidak dapat dibandingkan
karena adanya perbedaan konsep perhitungan yang dilakukan. Pada Tabel 3.8 terlihat
bahwa besaran peningkatan jumlah limbah yang dihasilkan rumah sakit di Provinsi
Jambi pada tahun 2013 dan 2014.
Tabel 3.8. Perbandingan Jumlah Limbah Yang Dihasilkan Rumah Sakit di Provinsi
Jambi Tahun 2013 dan 2014.
Sumber : Data Olahan Tabel SP-10 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
dilakukan pengelolaan yang baik terhadap limbah B3 yang dihasilkan oleh rumah sakit
dapat menyebabkan terjadinya kasus lingkungan yang lebih parah.
D. Pertanian
1. Lahan Perkebunan
Luas lahan perkebunan di Provinsi Jambi pada tahun 2014 adalah 1.487.116
Ha meliputi perkebunan besar dengan komoditi kelapa sawit dan perkebunan rakyat
dengan komoditi karet, kelapa, kopi, coklat, teh, cengkeh, tebu, tembakau, kapuk, kayu
manis, lada, pinang, kemiri, aren, vanili dan nilam, sebagaimana dapat dilihat pada Buku
Data Tabel SE-3. Dari luasan lahan perkebunan di Provinsi Jambi, sekitar 44,53 % luas
lahan di dominasi oleh perkebunan karet atau seluas 662.213 Ha, diikuti oleh
perkebunan kelapa sawit seluas 593.422 Ha atau berkisar 39,90 % dari total lahan
perkebunan di Provinsi Jambi. Lahan perkebunan yang paling sedikit luasannya adalah
perkebunan vanili seluas 13 Ha.
Dengan luas areal perkebunan yang cukup luas di Provinsi Jambi
menghasilkan komoditi perkebunan dengan total produksi pada tahun 2014 sebanyak
2.093.462 ton. Komoditi terbanyak dihasilkan dari perkebunan kelapa sawit dengan total
produksi sebanyak 1.555.697 ton. Diikuti oleh perkebunan karet dengan besaran
komoditi sebanyak 323.231 ton. Komoditi kelapa sawit dan karet ini mendominasi hasil
perkebunan di Provinsi Jambi dan merupakan komoditi andalan Provinsi Jambi.
Perkebunan sawit dan karet terus digalakkan karena telah mampu menggerakkan
perekonomian rakyat dan mampu menyerap tenaga kerja yang banyak. Sementara
perkebunan vanili menghasilkan komoditi yang paling sedikit hanya berkisar 2 ton
selama tahun 2014. Total hasil produksi dari setiap tanaman dapat dilihat pada Gambar
3.14.
Gambar 3.14. Total Produksi dari Lahan Perkebunan di Wilayah Provinsi
Jambi Tahun 2014.
Sumber : Data Olahan Tabel SE-3 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun
2014, 2015.
Bila dibandingkan dengan tahun 2013, luas areal perkebunan dan total
produksi dari areal perkebunan meningkat pada tahun 2014. Peningkatan hasil produksi
ini selain disebabkan oleh penambahan areal lahan juga disebabkan karena pemakaian
pupuk untuk meningkatkan produktifitas tanaman. Pemupukan hendaknya dilakukan
secara berimbang sesuai dengan dosis yang dianjurkan. Setiap jenis tanaman
membutuhkan jenis pupuk yang berbeda dan dosis yang berbeda pula. Seperti dapat
dilihat pada Buku Data Tabel SE-3 dan Gambar 3.15. menunjukkan bahwa pemakaian
pupuk kimia seperti urea, SP36, ZA dan NPK lebih banyak digunakan daripada pupuk
organik. Sekitar 59,91 % lahan perkebunan di Provinsi Jambi menggunakan pupuk kimia
untuk meningkatkan produktifitas produksinya sementara 40,09 % lainnya menggunakan
pupuk organik. Pupuk organik yang digunakan dapat berupa pupuk kandang maupun
pupuk hasil pengomposan.
40.09%
59.91%
Sumber : Data Olahan Tabel SE-3 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
Penggunaan pupuk urea dan kimia lain tentu akan memberikan dampak dan
tekanan terhadap lingkungan, terutama menjadi salah satu penyebab berkurangnya
ketahanan tanah atau daya dukung tanah akibat tidak berjalannya proses regenerasi
humus karena zat hara yang terkandung di dalam tanah diikat oleh molekul-molekul
kimia pupuk. Efek lain dari penggunaan pupuk kimia adalah mengurangi dan menekan
populasi mikroorganisme tanah yang bermanfaat bagi kesuburan tanah serta
penggunaan pupuk kimia secara terus menerus akan menjadikan hama resisten
terhadap pestisida. Jika tanah dan tanaman yang diberi pupuk terutama yang
mengandung nitrat jika terbilas air hujan dapat mencemari air tanah dan perairan.
Selain pengaruhnya terhadap kualitas tanah, perairan dan mikroorganisme di
dalamnya, pemakaian pupuk sangat memberikan efek yang cukup besar sebagai
penyumbang emisi gas CO2 di atmosfer terutama pupuk urea. Pupuk urea yang tersusun
dari senyawa amonia yang mengandung nitrogen serta senyawa karbondioksida
merupakan senyawa gas rumah kaca yang apabila terpapar di udara berkontribusi besar
terhadap perubahan iklim.
Pemakaian pupuk urea pada areal perkebunan di wilayah Provinsi Jambi pada
Buku Data Tabel SE-3 yaitu sebanyak 333.596,42 ton memberikan kontribusi emisi CO2
sebesar 66.719,28 ton CO2/ton konsumsi pupuk urea. Emisi CO2 terbesar diberikan oleh
perkebunan karet yaitu sebesar 155.620,06 ton CO 2/ton pupuk urea karena untuk 1 Ha
areal perkebunan karet membutuhkan 0,235 ton pupuk urea. Memang jika dihitung per
hektar luas areal perkebunan, konsumsi pupuk urea untuk perkebunan karet lebih kecil
dibandingkan perkebunan kelapa sawit, kopi, coklat dan cengkeh. Namun, karena luas
areal perkebunan karet yang sangat luas dibandingkan areal perkebunan lainnya
sehingga menghasilkan emisi CO2 lebih banyak. Perhitungan emisi total CO 2 untuk
masing-masing tanaman perkebunan dapat dilihat pada Tabel 3.10.
Tabel 3.10. Perhitungan Emisi CO2 dari Tanaman Perkebunan di Wilayah Provinsi
Jambi Tahun 2014.
Luas Lahan Pemakaian Urea Pemakaian Emisi Emisi
No. Jenis Tanaman
(Ha) (ton) Urea/Ha CO2/Ha CO2 total
1. Karet 662.213,00 155.620,06 0,235 0,05 31.124,01
2. Kelapa 118.665,00 14.358,47 0,121 0,02 2.871,69
3. Kelapa Sawit 593.422,00 145.981,81 0,246 0,05 29.196,36
4. Kopi 25.935,00 6.224,40 0,240 0,05 1.244,88
5. Coklat 2.082,00 925,24 0,444 0,09 185,05
6. Teh 2.625,00 525,00 0,200 0,04 105,00
7. Cengkeh 163,00 101,71 0,624 0,12 20,34
8. Tebu 12.873,00 4.119,36 0,320 0,06 823,87
9. Tembakau 556,00 55,60 0,100 0,02 11,12
10. Kapuk 69,00 21,53 0,312 0,06 4,31
11. Kayu Manis 46.741,00 0,00 0,00 0,00 0,00
12. Lada 151,00 0,00 0,00 0,00 0,00
13. Pinang 18.715,00 5.352,49 0,286 0,06 1.070,50
14. Kemiri 811,00 32,44 0,040 0,01 6,49
15. Aren 341,00 17,05 0,050 0,01 3,41
16. Vanili 13,00 0,11 0,008 0,00 0,02
17. Nilam 1.741,00 261,15 0,150 0,03 52,23
Total 1.487.116,00 333.596,42 66.719,28
Sumber : Data Olahan Tabel SE-3 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
2. Lahan Sawah
Pada Tabel 3.11. menunjukkan bahwa pemakaian pupuk kimia seperti urea, SP
36, dan ZA lebih banyak dibandingkan dengan pemakaian pupuk organik. Pemakaian
pupuk kimia mendominasi 97,57 % dari total pemakaian pupuk untuk padi dan palawija,
sedangkan pemakaian pupuk organik hanya pada tanaman kedelai dengan persentase
2,43 % dari total pemakaian pupuk seperti yang tergambar pada Gambar 3.16.
Bila dibandingkan dengan tahun 2013, pemakaian pupuk untuk tanaman padi
dan palawija pada tahun 2014 meningkat sebanyak 2,56 % yaitu dari 333.445,09 ton
pada tahun 2013 menjadi 341.982,01 ton pada tahun 2014 atau meningkat sebanyak
8.536,92 ton. Namun, tidak semua pemakaian pupuk pada tanaman palawija mengalami
peningkatan, tapi pada tanaman jagung, kedelai, kacang tanah, ubi kayu dan ubi jalar
pemakaian pupuk justru mengalami penurunan pemakaian seperti yang dapat dilihat
pada Tabel 3.12.
97.57%
pupuk kimia
pupuk organik
2.43%
Sumber : Data Olahan Tabel SE-4 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
Tabel 3.12. Pemakaian Pupuk Pada Tanaman Padi dan Palawija di Wilayah
Provinsi Jambi pada Tahun 2013 dan 2014.
Sama halnya penggunaan pupuk urea dan kimia lainnya pada areal
perkebunan, pada areal sawah dan penanaman palawija juga akan memberikan dampak
dan tekanan terhadap lingkungan, terutama menjadi salah satu penyebab berkurangnya
ketahanan tanah atau daya dukung tanah akibat tidak berjalannya proses regenerasi
humus karena zat hara yang terkandung di dalam tanah diikat oleh molekul-molekul
kimia pupuk. Efek lain dari penggunaan pupuk kimia adalah mengurangi dan menekan
populasi mikroorganisme tanah yang bermanfaat bagi kesuburan tanah serta
penggunaan pupuk kimia secara terus menerus akan menjadikan hama resisten
terhadap pestisida. Jika tanah dan tanaman yang diberi pupuk terutama yang
mengandung nitrat jika terbilas air hujan dapat mencemari air tanah dan perairan.
Selain pengaruhnya terhadap kualitas tanah, perairan dan mikroorganisme di
dalamnya, pemakaian pupuk sangat memberikan efek yang cukup besar sebagai
penyumbang emisi gas CO2 di atmosfer terutama pupuk urea. Pupuk urea yang tersusun
dari senyawa amonia yang mengandung nitrogen serta senyawa karbondioksida
merupakan senyawa gas rumah kaca yang apabila terpapar di udara berkontribusi besar
terhadap perubahan iklim.
Pemakaian pupuk urea pada tanaman padi dan palawija di wilayah Provinsi
Jambi pada Buku Data Tabel SE-4 yaitu sebanyak 172.668,31 ton memberikan
kontribusi emisi CO2 sebesar 34.533,66 ton CO2/ton konsumsi pupuk urea. Emisi CO2
terbesar diberikan oleh tanaman padi yaitu sebesar 29.903,97 ton CO 2/ton pupuk urea
sehingga setiap 1 ton pupuk urea akan menghasilkan emisi CO2 sebesar 0,2 ton. Karena
pemakaian pupuk urea lebih banyak pada tanaman padi maka juga akan menghasilkan
emisi CO2 lebih besar dibandingkan dengan tanaman palawija seperti jagung, kedelai,
kacang tanah, ubi kayu dan ubi jalar. Perhitungan emisi total CO2 untuk masing-masing
tanaman padi dan palawija dapat dilihat pada Tabel 3.13.
Tabel 3.13. Perhitungan Emisi CO2 dari Tanaman Padi dan Palawija di Wilayah
Provinsi Jambi Tahun 2014.
Pemakaian Pupuk Urea
No. Jenis Tanaman Emisi CO2
(Ton)
1. Padi 149.519,86 29.903,97
2. Jagung 9.633,73 1.926,75
3. Kedelai 177,90 35,58
4. Kacang Tanah 113,48 22,70
5. Ubi Kayu 2.996,27 599,25
6. Ubi Jalar 10.227,06 2.045,41
Total 172.668,31 34.533,66
Sumber : Data Olahan Tabel SE-4 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
Selain emisi CO2, pada lahan sawah juga menghasilkan emisi gas metan
(CH4). Besarnya emisi gas metan dari lahan sawah tergantung pada frekuensi
penanaman atau luas panen dalam setahun. Dengan asumsi bahwa satu kali masa
tanam padi adalah 90 hari, maka dapat diperkirakan total emisi CH 4 dari lahan sawah
dalam setahun. Pada Buku Data Tabel Tambahan SE-7A terlihat luasan lahan sawah
dan total emisi CH4 yang dihasilkan dari lahan sawah pada tahun 2014 sebesar
200.248,10 ton CH4/Ha lahan sawah. Daerah dengan tingkat emisi CH4 paling tinggi
adalah Kabupaten Tanjung Jabung Timur yaitu sebanyak 38.821,90 ton CH4/Ha lahan
sawah karena secara luasan Kabupaten Tanjung Jabung Timur memiliki lahan sawah
paling luas dibandingkan dari pada kabupaten/kota yang lainnya terutama Kota Jambi
yang memiliki luas lahan paling kecil sehingga juga menghasilkan emisi CH4 yang paling
kecil yaitu sebesar 3.146 ton CH4/Ha lahan sebagaimana dapat dilihat pada Gambar
3.17.
Gambar 3.17. Perkiraan Emisi CH4 dari Lahan Sawah di Wilayah Provinsi
Jambi Tahun 2014.
S. Penuh 10,385.70
Kota Jambi 3,146.00
Bungo 9,721.40
Tebo 6,661.20
Tanjabbar 28,654.60
Tanjabtim 38,821.90
Muaro Jambi 14,614.60
Batanghari 11,532.30
Sarolangun 11,150.10
Merangin 17,322.50
Kerinci 48,237.80
Sumber : Data Olahan Tabel SE-4 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014,
2015.
luas dibandingkan pada tahun 2013 karena luasan sawah pada tahun 2013 hanya
berdasarkan frekuensi penanaman saja sementara luasan sawah pada tahun 2014
meliputi luasan sawah terhadap frekwensi pemanenan dan luasan sawah lainnya berupa
sawah irigasi, sawah tadah hujan, sawah pasang surut dan sawah rawa lebak.
3. Peternakan
Pemanfaatan lahan pertanian tidak saja sebagai areal untuk perkebunan dan
lahan sawah, namun juga dijadikan sebagai tempat pemeliharaan hewan ternak dan
unggas.
a. Hewan Ternak
56.53%
10.87%
8.13%
0.01%
0.03%
18.73%
5.70%
Sumber : Data Olahan Tabel SE-8 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
S. Penuh 20,735
Kota Jambi 93,949
Bungo 82,610
Tebo 47,768
Tanjabbar 58,189
Tanjabtim 76,601
Ma. Jambi 87,410
Batanghari 73,639
Sarolangun 62,086
Merangin 87,369
Kerinci 47,388
Sumber : Data Olahan Tabel SE-8 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
Bila dibandingkan dengan tahun 2013, jumlah hewan ternak di Provinsi Jambi
mengalami penurunan dalam penyebarannya. Pada tahun 2013 jumlah hewan ternak di
Provinsi Jambi sebanyak 860.488 ekor sedangkan pada tahun 2014 sebanyak 737.744
ekor, sehingga mengalami penurunan sebesar 16,64%. Pemerintah Provinsi Jambi
melalui Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jambi telah melakukan
beberapa program dan kegiatan dalam mewujudkan peningkatan produksi dan
Tabel 3.14. Jumlah Emisi Gas Metan (CH4) Hewan Ternak di Provinsi Jambi Tahun
2014.
Fermentasi Pupuk Total Emisi CH4
No. Kabupaten/Kota Pencernaan Kandang
(ton CH4 )
(ton CH4) (ton CH4)
1. Kab. Kerinci 1.056,57 31,23 1.087,79
2. Kab. Merangin 1.310,24 36,77 1.347,01
3. Kab. Sarolangun 1.162,20 36,81 1.199,01
4. Kab. Batanghari 923,68 50,20 973,88
5. Kab. Muaro Jambi 1.098,36 219,72 1.318,08
6. Kab. Tanjung Jabung Timur 800,80 20,35 821,15
7. Kab. Tanjung Jabung Barat 608,88 23,53 632,42
8. Kab. Tebo 1.826,55 52,38 1.878,93
9. Kab. Bungo 1.861,54 55,17 1.916,71
10. Kota Jambi 457,96 212,21 670,17
11. Kota Sungai Penuh 256,38 7,55 263,93
Jumlah 11.363,15 745,93 12.109,08
Sumber : Data Olahan Tabel SE-8 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
Tabel 3.15. Jumlah Emisi Gas Metan (CH 4) dari Kegiatan Peternakan Tahun 2013
dan 2014.
b. Hewan Unggas
masyarakat terhadap ayam kampung lebih tinggi dibandingkan dengan jenis ayam dan
hewan unggas lainnya. Gambar 3.20. menunjukkan jumlah hewan unggas yang ada di
Provinsi Jambi tahun 2014.
Gambar 3.20. Jumlah Hewan Unggas di Wilayah Provinsi Jambi
Tahun 2014.
2.27%
45.80%
Ayam Kampung
Ayam Petelur
Ayam Pedaging
Itik
46.66%
5.26%
Sumber : Data Olahan Tabel SE-9 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
4.55% 4.55%
3.98% Batanghari
Kerinci
Bungo
Merangin
6.30%
12.75% Kerinci
Sarolangun
Merangin
Batanghari
12.86%
24.08% Muaro Jambi
Muaro Jambi
Sarolangun
Tanjabtim
Tanjabbarat
Tanjabbar
8.63%
14.89%
Tanjabtim
Tebo
3.53% Tebo
Bungo
Jambi
Kota Jambi
3.89%
Sungai
Sungai Penuh
Penuh
Sumber : Data Olahan Tabel SE-9 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
Tabel 3.16. Jumlah Emisi Gas Metan (CH4) Hewan Unggas di Provinsi Jambi Tahun
2014.
Pada Tabel 3.16. terlihat bahwa Kabupaten Batanghari menghasilkan gas emisi
CH4 terbesar pada sektor peternakan unggas karena memang kabupaten Batanghari
merupakan wilayah yang menghasilkan ternak unggas paling banyak di Provinsi Jambi
terutama jenis ayam kampung dan ayam pedaging. Sementara Kabupaten Tebo
menghasilkan gas metan (CH4) paling sedikit diantara kabupaten/kota lainnya.
Jika dibandingkan dengan tahun 2013, seiring dengan meningkatnya produksi
ternak unggas di Provinsi Jambi pada tahun 2014 tentunya juga akan meningkatkan
besarnya emisi gas metan (CH4) yang terpapar ke udara. Peningkatan emisi gas metan
pada tahun 2014 adalah sebesar 21,54 ton/tahun atau 3,24% dari gas metan yang
dihasilkan pada tahun 2013 seperti yang terlihat pada Tabel 3.17.
Tabel 3.17. Jumlah Emisi Gas Metan (CH 4) dari Kegiatan Peternakan Unggas
Tahun 2013 dan 2014.
=
Sumber : Data Olahan Tabel SE-9 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
E. Industri
Berdasarkan hasil Kajian Ekonomi Regional (KER) Bank Indonesia tahun 2014,
pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jambi tercatat sebagai provinsi dengan pertumbuhan
ekonomi tertinggi di Sumatera sejak tahun 2013 yang lalu dan mampu melampaui
pertumbuhan ekonomi nasional. Besarnya pertumbuhan ekonomi Provinsi Jambi tahun
2014 mencapai angka 7,24 %, sedangkan pertumbuhan ekonomi nasional tercatat pada
angka 5,11 %. Angka pertumbuhan ekonomi tahun 2014 ini menurun jika dibandingkan
dengan tahun 2013 yaitu sebesar 7,59 %, namun hal terjadi karena adanya perubahan
besaran PDRB pada masing-masing sektor, pendapatan asli daerah (PAD) serta
besarnya investasi yang ada di Provinsi Jambi.
Sektor industri merupakan salah satu sektor yang menyebabkan terjadinya
peningkatan pertumbuhan ekonomi. Semakin berkembangnya kawasan industri di
Provinsi Jambi semakin memberikan kontribusi terhadap sumber pendapatan daerah
sehingga sektor industri merupakan sektor penting dalam meningkatkan pertumbuhan
dan percepatan ekonomi. Selain itu, sektor industri dapat menyerap tenaga kerja yang
banyak sehingga angka pengangguran dan tingkat kemiskinan dapat dikurangi.
Namun, selain memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi daerah,
sektor industri dalam operasionalnya juga akan berdampak terhadap pencemaran dan
kerusakan lingkungan. Selain menghasilkan produk, setiap proses produksinya akan
selalu menghasilkan limbah. Oleh karena pelaku industri harus melkukan pengelolaan
terhadap limbah yang dihasilkan secara benar dan tepat.
Pada tahun 2014, jumlah industri skala menengah dan besar yang ada di
Provinsi Jambi tercatat sebanyak 78 buah industri yang terdiri dari 7 (tujuh)
kelompok/jenis industri yaitu industri sawit (CPO) terdiri dari 50 industri, industri karet
(CRF) terdiri dari 11 industri, industri migas dan panas bumi terdiri dari 7 (tujuh) industri,
industri plywood (kayu lapis dan veneer) terdiri dari 7 (tujuh) industri, industri mie instan
terdiri dari 1 (satu) industri, industri pulp dan paper terdiri dari 1 (satu) industri dan
industri teh terdiri dari 1 (satu) industri. Namun dari 78 industri tersebut 6 (enam) industri
diantaranya tidak beroperasi lagi sehingga jumlah industri yang aktif beroperasi pada
tahun 2014 adalah sebanyak 72 buah industri. Total produksi yang dihasilkan dari
ketujuh jenis industri tadi adalah sebesar 3.332.378,81 ton/tahun seperti dapat dilihat
pada Buku Data Tabel SP-1.
Tabel 3.18. Jumlah Produksi Industri di Provinsi Jambi Tahun 2014.
Produksi Jumlah Rata-Rata Produksi
No. Jenis Industri
(Ton/Tahun) Industri (Ton/Tahun)
1. Palm Oil Mill/CPO 1.654.894,00 49 33.773,35
2. Crumb Rubber Factory 225.540,00 9 25.060,00
3. Minyak dan Gas 936.467,81 6 156.077,97
4. Plywood 428.000,00 5 85.600,00
5. Mie instan 204,00 1 204,00
6. Teh 6.973,00 1 6.973,00
7. Pulp dan Paper 80.300,00 1 80.300,00
Sumber : Data Olahan Tabel SP-1 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
Pada Tabel 3.18. dapat dilihat bahwa industri migas memiliki rata-rata produksi
yang paling tinggi yaitu setiap satu industri migas akan menghasilkan produksi sebesar
156.077,97 ton/tahun. Sedangkan industri yang rata-rata produksinya paling sedikit
adalah industri mie instan yaitu 204 ton/tahun.
Dalam operasionalnya, limbah yang dihasilkan oleh 7 (tujuh) kelompok industri
diatas yang apabila tidak ditangani dengan baik akan memberikan masalah bagi
lingkungan, baik limbah cair, limbah padat, emisi udara dan yang paling berisiko adalah
limbah B3.
Untuk penghitungan beban limbah cair dari masing-masing industri memiliki
parameter yang berbeda untuk setiap jenis/kelompok industri. Secara keseluruhan
beban limbah pencemaran dari industri-industri yang ada di Provinsi Jambi adalah
sebesar 709.097,886 ton/tahun yang terdiri dari beberapa parameter seperti BOD, COD,
TSS, N-total, Amonia, Minyak dan Lemak, Cd, Cu, Pb, Zn, Fenol Total, H2S, TDS dan
TOC. Lebih rincinya jumlah beban pencemaran limbah cair untuk masing-masing jenis
industri dapat dilihat pada Buku Data Tabel Tambahan SP-1A dan Gambar 3.22.
Gambar 3.22. Beban Pencemaran Limbah Cair Berdasarkan Jenis
Industri di Provinsi Jambi Tahun 2014.
Sumber : Data Olahan Tabel SP-1 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
Karena tidak beroperasinya beberapa pabrik karet pada tahun 2014, maka
produksi yang dihasilkan oleh indusri karet berkurang 9,14 % dari tahun 2013. Beban
limbah pencemaran yang dihasilkan juga mengalami penurunan dari 5.576,01 ton/tahun
pada tahun 2013 menjadi 4.084,381 ton/tahun pada tahun 2014.
Total produksi industri migas pada tahun 2014 sebesar 936.467,81 ton/tahun
dengan besarnya beban limbah pencemaran yang dihasilkan sebesar 147,062
ton/tahun yang terdiri dari 5,766 ton/tahun COD; 0,006 ton/tahun amoniak; 0,929
ton/tahun minyak dan lemak; 0,129 ton/tahun Fenol total; 0,009 ton/tahun H2S; 139,162
ton/tahun TDS, dan 1,061 ton/tahun TOC.
Dengan tidak beroperasinya 1 (satu) perusahaan migas menyebabkan
terjadinya penurunan jumlah produksi migas sebesar 0,289 % dari tahun 2013. Beban
limbah pencemaran yang dihasilkan juga mengalami penurunan yang cukup besar dari
245,01 ton/tahun pada tahun 2013 menjadi 147,062 ton/tahun pada tahun 2014.
4. Industri Plywood
Industri plywood yang ada di Provinsi Jambi berupa industri kayu lapis dan
veneer. Dengan total produksi industri plywood sebesar 428.000 ton/tahun besarnya
beban limbah pencemaran yang dihasilkan selama tahun 2014 adalah sebesar 9,505
ton/tahun yang terdiri dari 1,926 ton/tahun BOD; 4,622 ton/tahun COD; 2,696 ton/tahun
TSS; 0,056 ton/tahun N-Total; 0,164 ton/tahun amoniak, dan 0,040 ton/tahun fenol total.
Tidak beroperasi beberapa perusahan kayu lapis pada tahun 2014
menyebabkan terjadinya penurunan jumlah produksi kayu lapis sebesar 35,85 % dari
tahun 2013. Beban limbah pencemaran yang dihasilkan juga mengalami penurunan dari
14,71 ton/tahun pada tahun 2013 menjadi 9,505 ton/tahun pada tahun 2014.
Hanya ada satu industri mie instan yang ada di Provinsi Jambi dengan jumlah
total produksi sebesar 204 ton/tahun. Besarnya beban pencemaran limbah cair yang
dihasilkan selama tahun 2014 adalah sebesar 0,054 ton/tahun yang terdiri dari 0,006
ton/tahun BOD; 0,017 ton/tahun COD; 0,028 ton/tahun TSS; 0,003 ton/tahun minyak
dan lemak.
Tidak ada peningkatan jumlah produksi yang dihasilkan oleh industri mie instan
pada tahun 2014, namun jumlah beban limbah pencemaran yang dihasilkannya
meningkat dari 0,03 ton/tahun pada tahun 2013 menjadi 0,054 ton/tahun pada tahun
2014.
6. Industri Teh
Produksi dari industri perkebunan teh di Provinsi Jambi selama tahun 2014
adalah sebanyak 6.973 ton/tahun dengan beban pencemaran limbah cair yang
dihasilkan sebesar 14,479 ton/tahun yang terdiri dari 3,235 ton/tahun BOD; 3,235
ton/tahun COD; 6,875 ton/tahun TSS; 1,132 ton/tahun minyak dan lemak.
Tidak ada peningkatan jumlah produksi yang dihasilkan oleh industri teh pada
tahun 2014, namun jumlah beban limbah pencemaran yang dihasilkan menurun dari
15,07 ton/tahun pada tahun 2013 menjadi 14,479 ton/tahun pada tahun 2014.
Produksi dari industri pulp dan paper di Provinsi Jambi selama tahun 2014
adalah sebanyak 80.300 ton/tahun dengan beban pencemaran limbah cair yang
dihasilkan sebesar 490,260 ton/tahun yang terdiri dari 57,816 ton/tahun BOD; 156,585
ton/tahun COD; 69,861 ton/tahun TSS; 4,288 ton/tahun amoniak; 0,012 ton/tahun Cd;
0,077 ton/tahun Cu; 0,048 ton/tahun Pb; 1,573 ton/tahun Zn.
Tidak ada peningkatan jumlah produksi yang dihasilkan oleh industri pulp dan
paper pada tahun 2014, namun jumlah beban limbah pencemaran yang dihasilkan
menurun dari 499,84 ton/tahun pada tahun 2013 menjadi 490,260 ton/tahun pada tahun
2014.
Selain limbah cair sektor industri juga menghasilkan limbah padat dan gas.
Limbah padat yang dapat memberikan tekanan kepada lingkungan paling besar adalah
limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Sedangkan konsentrasi limbah B3 cair
volumenya lebih sedikit yaitu sebesar 0,1 % dari total volume limbah cair. Pembahasan
mengenai limbah B3 serta pengaruhnya terhadap lingkungan dijelaskan pada sub bab J
pada bab ini. Sementara untuk limbah/emisi udara yang dihasilkan oleh industri terutama
industri menengah dan besar telah dapat dikelola dengan baik. Pada umumnya tiap
industri telah memiliki alat pengendali pencemaran udara dalam melakukan pengelolaan
pencemaran udara. Pemanfaatan cerobong asap sesuai dengan ketinggian yang
dipersyaratkan oleh Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor 205 Tahun 1996 tentang
F. Pertambangan
masing-masing kelompoknya sebagaimana dapat dilihat pada Buku Data Tabel SE-6.
Secara keseluruhan luas areal pertambangan di wilayah Provinsi Jambi dari 6 (enam)
kelompok usaha pertambangan tersebut adalah seluas 73.272,12 Ha dengan total
produksi dari sektor pertambangan diperkirakan sebesar 12.725.009,78 ton/tahun.
Untuk pertambangan minyak bumi diusahakan oleh 8 (delapan) perusahaan
dengan luas areal yang baru terdata seluas 5.582,02 Ha dengan total produksi pada
tahun 2014 diperkirakan sebesar 936.282,71 ton/tahun. Dari 8 (delapan) perusahaan
pertambangan minyak bumi tersebut, terdapat 1 (satu) perusahaan yang tidak
beroperasi lagi yaitu PT Conoco Philips Indonesia (South Jambi) di wilayah Kecamatan
Maro Sebo Ulu dikarenakan berkurangnya cadangan minyak bumi di wilayah tersebut.
Sementara pertambangan gas bumi dihasilkan oleh sebuah kelompok Usaha Tambang
Gas yang besar luasannya belum teridentifikasi namun dapat diperkirakan menghasilkan
total produksi sebanyak 185,09 ton/tahun.
Pertambangan batubara diusahakan oleh 85 perusahaan yang terdata oleh
Dinas ESDM Provinsi Jambi dengan total luasan areal pertambangan sebesar 56.004,1
Ha. Namun dari 85 perusahaan tambang batubara tersebut hanya 44 perusahaan yang
dapat diketahui jumlah total produksinya pada tahun 2014 yaitu sebesar 11.788.541,97
ton/tahun. Selain itu juga tidak beroperasinya beberapa perusahaan pertambangan
batubara terutama perusahaan yang terdapat di wilayah Kabupaten Bungo terkait
dengan adanya kebijakan pemerintah Provinsi Jambi dalam membatasi jalur transportasi
truk-truk pengangkut batubara melewati jalan negara. Pembatasan jalur pengangkutan
batubara tersebut dituangkan dalam Peraturan Gubernur Jambi Nomor 18 Tahun 2013
tentang Tata Cara Pelaksanaan Pengangkutan Batubara. Hal ini dilakukan oleh
Pemerintah Provinsi Jambi dikarenakan tingginya intensitas pengangkutan batubara di
jalan umum yang mengganggu kelancaran distribusi barang dan jasa, angkutan orang
serta keselamatan pengguna jalan ataupun potensi timbulnya konflik antar masyarakat
dengan pelaku usaha.
Selain itu di wilayah Provinsi Jambi juga terdapat pertambangan mangan, emas
dan biji besi yang masing-masing terdata oleh Dinas ESDM Provinsi Jambi terdiri dari 1
(satu) perusahaan pertambangan mangan, 3 (tiga) perusahaan pertambangan emas dan
2 (dua) perusahaan pertambangan biji besi. Secara luasan tercatat bahwa areal
pertambangan untuk pertambangan mangan di Provinsi Jambi seluas 176 Ha,
pertambangan emas seluas 11.254 Ha dan pertambangan biji besi seluas 256 Ha.
Namun sangat disayangkan total produksi yang dihasilkan oleh masing-masing usaha
pertambangan tersebut belum terdata. Data yang dapat disimpulkan dari masing-masing
kelompok pertambangan di Provinsi Jambi dapat dilihat pada Tabel 3.19.
Tabel 3.19. Pertambangan di Wilayah Provinsi Jambi Tahun 2013 dan 2014.
Jumlah
Jenis Perusahaan Luas Areal (Ha) Total Produksi Yang Terdata (ton/tahun)
No. Terdata
Pertambangan
2013 2014 2013 2014 2013 2014 Perubahan
1. Minyak bumi 7 8 5.582,02 5.582,02 887.684,57 936.282,71 + 48.598,14
2. Gas Bumi 2 1 * * 175,48 185,09 + 9,61
3. Batu Bara 58 85 20.596,10 56.004,1 2.801.875,06 2.801.875,06 0
4. Mangan 1 1 176,00 176,00 * * *
5. Emas 3 3 11.254,00 11.254,00 * * *
6. Biji Besi 2 2 256,00 256,00 438,182.31 * *
Jumlah 73 100 37.864,12 73.272,12
Sumber : Data Olahan Tabel SE-6 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
Keterangan : * tidak terdata.
G. Energi
Saat ini segala aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat sangat bergantung
pada ketersediaan energi. Padahal sektor energi merupakan penyumbang terbesar gas
rumah kaca (GRK) yang diperoleh dari bahan bakar. Bahan bakar adalah suatu materi
yang bisa diubah dari bentuk yang satu ke bentuk yang lain yang kita sebut sebagai
energi. Bahan bakar memiliki suatu energi yang berpotensi untuk dilepaskan, diubah dan
di manipulasi menjadi bentuk energi yang lain demi keperluan tertentu. Berdasarkan
bentuknya, bahan bakar dibagi dalam tiga kelompok, yaitu (1) bahan bakar padat,
contohnya batubara dan kayu, (2) bahan bakar cair, contohnya bahan bakar minyak
(BBM), dan (3) bahan bakar gas, contohnya LPG atau LNG.
Permasalahan bahan bakar selalu menjadi perbincangan hangat di negara kita
dan seluruh dunia. Krisis bahan bakar minyak dan berbagai pencemaran lingkungan
yang ditimbulkannya menjadi tugas berat pemerintah, karena pada kenyataannya
kehidupan manusia sangat bergantung pada bahan bakar tersebut dalam mencukupi
kebutuhan hidupnya.
bensin
solar
91.66%
8.34%
Sumber : Data Olahan Tabel SP-2 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
1,438,442
Roda Dua
925
Roda Tiga
34,926
Truk Kecil
32,920
Truk Besar
32,758
Bus Kecil Umum
6,667
Bus Kecil Pribadi
15,633
Bus Besar Umum
11,278
Bus Besar Pribadi
16,386
Penumpang Umum
44,264
Penumpang Pribadi
35,632
Beban
Sumber : Data Olahan Tabel SP-2 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014,
2015.
dengan tahun 2013. Perbandingan pemakaian bahan bakar minyak tahun 2013 dan
2014 dapat dilihat pada Tabel 3.20.
Tabel 3.20. Pemakaian Bahan Bakar Minyak (BBM) di Wilayah Provinsi Jambi
Tahun 2013 dan 2014.
Jumlah Konsumsi BBM (liter)
No. Jenis Bahan Bakar
2013 2014 Perubahan
1. Premium 426.806.160,00 412.200.000,00 - 14.606.160,00
2. Solar 298.488.000,00 307.800.000,00 + 9.312.000,00
Sumber : Data Olahan Tabel SP-2 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014,
2015.
Sumber : Data Olahan Tabel SP-3 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
Jumlah pemakaian bahan bakar untuk industri pada masing-masing jenis bahan
bakar mengalami peningkatan pada tahun 2014 jika dibandingan dengan tahun 2013.
Peningkatan pemakaian ini disebabkan karena semakin berkembangnya jumlah industri
yang ada di Provinsi Jambi. Peningkatan jumlah pemakaian bahan bakar industri pada
tahun 2013 dan 2014 dapat dilihat pada Tabel 3.21.
Tabel 3.21. Pemakaian Bahan Bakar Untuk Industri di Wilayah Provinsi Jambi
Tahun 2013 dan 2014.
Jumlah Konsumsi BBM (ton)
No. Jenis Bahan Bakar
2013 2014 Perubahan
1. Solar 837.423,195 851.316,315 + 13.893,120
2. Cangkang 25.680,36 27.161,057 + 1.480,697
3. Serabut 119.282,00 125.107,388 + 5.825,388
Sumber : Data Olahan Tabel SP-3 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014,
2015.
Bahan bakar yang banyak digunakan dahulunya pada setiap rumah tangga
untuk kebutuhan memasak adalah minyak tanah dan kayu bakar. Seiring dengan
perkembangan zaman dan teknologi, dua jenis bahan bakar tersebut sudah mulai
ditinggalkan seiring dengan kebijakan pemerintah berupa program pengalihan atau
konversi bahan bakar dari jenis minyak tanah menjadi LPG yang telah dimulai sejak
tahun 2010.
80.23%
15.61%
3.78%
0.39%
Sumber : Data Olahan Tabel SP-4 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
lebih banyak dibandingkan dengan pemakaian bahan bakar lainnya, padahal jumlah
rumah tangga yang menggunakannya jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah
rumah tangga yang menggunakan LPG. Ini menunjukkan bahwa pemakaian LPG lebih
hemat daripada pemakaian kayu bakar sehingga jumlah gas pencemar yang dihasilkan
oleh LPG lebih kecil dibandingkan kayu bakar.
Mengingat besarnya beban pencemaran yang dihasilkan oleh setiap bahan
bakar yang digunakan, perlu dilakukan terobosan terhadap jenis bahan bakar yang
digunakan supaya emisi yang dihasilkan tidak terlalu besar. LPG dan biogas merupakan
salah satu bahan bakar alternatif yang dapat digunakan untuk mengatasi hal tersebut.
Besarnya jumlah penggunaan bahan bakar pada setiap rumah tangga di Provinsi Jambi
semakin mengarah ke bahan bakar alternatif yang lebih ramah lingkungan. Hal ini dapat
dilihat dengan semakin meningkatnya jumlah pengguna bahan bakar LPG dan biogas
dan berkurangnya jumlah pengguna bahan bakar fosil/biomasa setiap tahunnya.
Besarnya jumlah penggunaan masing-masing jenis bahan bakar pada tahun 2013 dan
2014 dapat dilihat pada Tabel 3.22.
Tabel 3.22. Pemakaian Bahan Bakar Untuk Rumah Tangga di Provinsi Jambi
Tahun 2013 dan 2014.
Sektor energi dari penggunaan bahan bakar menghasilkan emisi gas rumah
kaca melalui gas CO2. Penggunaan bahan bakar dari sektor transportasi, industri dan
rumah tangga serta emisi CO2 yang dihasilkannya dapat dilihat pada Buku Data Tabel
Tambahan SP-2B, SP-3A, dan SP-4B. Emisi CO2 dari sektor transportasi dihasilkan
sebesar 1.923.596,08 ton/tahun, sektor industri menghasilkan emisi CO2 sebesar
511.149,78 ton/tahun dan rumah tangga menghasilkan emisi CO 2 sebesar 385.241,01
ton/tahun.
Terjadi peningkatan perkiraan emisi CO 2 yang dihasilkan dari sektor industri
dan rumah tangga, sementara untuk sektor transportasi terjadi penurunan emisi yang
dihasilkan dari tahun sebelum-sebelumnya. Peningkatan jumlah emisi dari sektor industri
dan rumah tangga tentu saja disebabkan oleh semakin meningkatnya jumlah
penggunaan bahan bakar yang dikonsumsi di sektor industri maupun rumah tangga.
Sumber : Data Olahan Buku Data Tabel Tambahan SP-2B, SP-3A, dan SP-4B SLHD
Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
Terlihat pada Tabel 3.23. bahwa sektor industri yang mengalami peningkatan
jumlah emisi yang paling tinggi dibandingkan sektor transportasi dan rumah tangga. Dan
dari sektor transportasi, bahan bakar yang menyumbangkan emisi CO 2 terbesar adalah
solar. Begitu juga pada sektor industri, bahan bakar solar menyumbangkan emisi CO2
yang sangat besar bila dibandingkan dengan bahan bakar lainnya. Sementara untuk
rumah tangga bahan bakar yang paling banyak menghasilkan emisi CO 2 adalah kayu
bakar. Maka diharapkan kedepannya, dapat dilakukan pengurangan pemakaian bahan
bakar fosil dan biomassa di Provinsi Jambi. Pemanfaatan sumber daya alam lainnya
seperti penggunaan gas LPG dan pemanfaatan kotoran ternak menjadi biogas
merupakan upaya untuk mengkonversi penggunaan bahan bakar fosil menjadi bahan
bakar yang lebih ramah lingkungan.
H. Transportasi
2013 2014
16.698
9.309 9.73
13.96
8.74 8.876
Sumber : Data Olahan Tabel SP-5 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
Sumber : Data Olahan Tabel SP-5 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014,
2015.
Sarana dan prasarana transportasi yang ada di Provinsi Jambi baik sarana
transportasi darat (terminal), transportasi laut (pelabuhan) dan transportasi udara
(bandara) juga memberikan tekanan dan beban terhadap lingkungan seperti:
a. Terminal bus, pelabuhan dan bandara merupakan tempat yang paling ramai
dikunjungi baik oleh mereka yang akan menggunakan transportasi tersebut maupun
mereka yang bekerja di area tersebut, bahkan oleh mereka yang hanya
mengantarkan calon penumpang. Seluruh pengguna sarana tersebut akan
menghasilkan limbah padat baik berupa sampah makanan, kemasan plastik, dan
sebagainya. Limbah tersebut apabila tidak dikelola dengan baik oleh pihak terkait
akan menyebabkan kondisi yang tidak nyaman, kumuh dan tentu saja akan
memberikan pengaruh pencemaran terhadap lingkungan. Begitu juga dengan kondisi
terminal, pelabuhan dan bandara yang ada di wilayah Provinsi Jambi, belum
semuanya mampu menerapkan dan menjaga kebersihan lingkungan di sekitar area
tersebut.
I. Pariwisata
1. Obyek Wisata
Pada tahun 2014 Provinsi Jambi memiliki 29 obyek wisata yang tersebar dari
wilayah perbukitan di Kabupaten Kerinci hingga daerah pesisir pantai Kabupaten
Tanjung Jabung Barat dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Total jumlah luasan lokasi
obyek wisata d Provinsi Jambi mencapai 903.474,59 Ha. Jenis obyek wisata yang dapat
dinikmati oleh wisatawan berupa obyek wisata alam, wisata agro dan wisata bahari
dengan rata-rata jumlah pengunjung 917.221 orang selama tahun 2014 sebagaimana
dapat terlihat pada Buku Data Tabel SP-6 dan Tabel 3.25. menyajikan lokasi obyek
wisata di Provinsi Jambi berdasarkan wilayah kabupaten/kota dengan rata-rata jumlah
pengunjung per tahunnya.
Tabel 3.25. Lokasi Obyek Wisata, Jumlah Pengunjung dan Luas Kawasan di
Provinsi Jambi Tahun 2014.
Jumlah Jenis Jumlah Luas
No. Kabupaten/Kota Obyek Obyek Pengunjung/ Kawasan
Wisata Wisata Tahun (Ha)
1. Kabupaten Kerinci 16 alam, agro 275.150 624.444,34
2. Kabupaten Sarolangun 1 alam 1.000 60.500,00
3. Kabupaten Batanghari 1 alam 500 15.830,00
4. Kabupaten Tanjung Jabung Timur 5 alam, bahari 1.104 169.218,00
5. Kabupaten Tebo 2 alam 1.200 33.435,00
6. Kota Jambi 4 alam 635.270 47,25
Jumlah 29 914.224 903.474,59
Sumber : Data Olahan Tabel SP-6 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014,
2015.
Dari Tabel 3.25. terlihat bahwa Kabupaten Kerinci memiliki obyek wisata paling
banyak dibandingkan kabupaten/kota lainnya. Wisata alam dan wisata agro di
kabupaten Kerinci didukung oleh potensi keindahan alam yang dimilikinya. Wisata alam
di Kabupaten Kerinci dapat dinikmati oleh wisatawan melalui keindahan potensi danau,
hutan adat, taman nasional, gunung, air terjun serta air panas. Sedangkan wisata agro di
Kabupaten Kerinci dapat berkunjung ke perkebunan teh Kayu Aro.
Kabupaten Tanjung Jabung Timur yang merupakan wilayah pesisir pantai
memiliki tujuan wisata bahari. Hutan bakau di sepanjang pantai timur dan Taman
Nasional Berbak berada di kabupaten ini. Sementara Kota Jambi memiliki obyek wisata
yang paling banyak dikunjungi oleh wisatawan. Obyek wisata di Kota Jambi meliputi
obyek wisata alam berupa hutan kota dan kebun binatang. Kabupaten Tebo, Kabupaten
Sarolangun dan Kabupaten Batanghari memiliki obyek wisata berupa Taman Nasional
dan Kebun Raya yang luasannya juga mencakup kabupaten lainnya di Provinsi Jambi
namun pengelolaannya berada di Kabupaten Tebo, Kabupaten Sarolangun dan
Kabupaten Batanghari.
Semakin ramainya pengunjung suatu obyek wisata, selain akan meningkatkan
pendapatan daerah di sektor pariwisata juga akan menimbulkan permasalahan
lingkungan yang apabila tidak ditangani akan mempengaruhi potensi obyek wisata
tersebut. Masalah sampah adalah contoh nyata yang harus diperhatikan oleh pengelola
obyek wisata. Ramainya jumlah pengunjung yang datang tentu akan menyebabkan akan
semakin meningkatnya timbulan sampah yang dihasilkan.
Pada tahun 2014, pengunjung obyek wisata di Provinsi Jambi menghasilkan
limbah padat sebanyak 14,271 m 3/hari. Kota Jambi sebagai daerah tujuan wisata yang
menghasilkan sampah sebanyak 10,06 m 3/hari. Diikuti oleh Kabupaten Tebo sebanyak
2,10 m3/hari dan Kabupaten Kerinci sebanyak 2,07 m 3/hari. Sementara daerah tujuan
wisata yang paling sedikit menghasilkan limbah padat adalah Kabupaten Batanghari
yang hanya menghasilkan sampah sebanyak 0,004 m 3/hari. Hal ini disebabkan karena
jumlah pengunjung obyek wisata Taman Hutan Raya Senami hanya memiliki
pengunjung sebanyak < 500 orang. Besarnya volume limbah padat yang dihasilkan oleh
masing-masing daerah tujuan wisata di Provinsi Jambi pada masing-masing
Kabupaten/Kota dapat dilihat pada Gambar 3.28.
Bila dibandingkan dengan tahun 2013, jumlah pengunjung obyek wisata di
wilayah Provinsi Jambi menurun 12,92 % pada tahun 2014. Penurunan ini juga
mengakibatkan berkurang jumlah timbulan limbah padat yang dihasilkan berkurang dari
tahun 2013.
Provinsi Jambi memiliki obyek wisata alam yang cukup banyak. Jika
pengelolaan terhadap obyek wisata ini tidak dikelola dengan baik maka akan
menimbulkan dampak yang berkepanjangan bagi lingkungan berupa hancurnya sumber
daya lingkungan, perubahan ekosistem, hilangnya keanekaragaman hayati serta
pencemaran terhadap air dan tanah. Terutama yang berasal dari limbah padat yang
dihasilkan oleh pengunjung obyek wisata.
Kota Jambi
70.63%
Tebo
14.74% Kerinci
14.53%
Batanghari
Tanjabtim Sarolangun 0.03%
0.02% 0.05%
Sumber : Data Olahan Tabel SP-6 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
Sumber : Data Olahan Tabel SP-7 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
Dari total jumlah hotel sebanyak 177 buah tersebut tersedia kamar yang
berjumlah 4.599 kamar dengan tingkat hunian 46,01%. Dibandingkan dengan tahun
2013, terjadi penambahan jumlah hotel yang terdata di Provinsi Jambi sebanyak 31
hotel. Penambahan jumlah hotel tersebut dapat berupa penambahan karena
pembangunan hotel baru maupun karena hotel lama yang baru terdata. Namun, tingkat
hunian hotel menurun dari 47,13 % pada tahun 2013 menjadi 46,01 % pada tahun 2014.
Untuk sarana hotel, volume limbah padat yang dihasilkan oleh semua hotel
yang ada di Provinsi Jambi adalah sebanyak 21,284 m3/hari dan limbah cair untuk
parameter BOD sebesar 1,943 ton/tahun dan untuk parameter COD sebesar 4,371
ton/tahun. Jika dilihat dari kelas hotelnya, hotel melati yang paling banyak menghasilkan
limbah baik limbah padat maupun limbah cair. Untuk limbah padat, hotel melati
menghasilkan limbah sebesar 14,398 m3/hari dan limbah cair untuk parameter BOD
sebesar 1,314 ton/tahun dan parameter COD 2,956 ton/tahun. Disamping jumlah hotel
melati lebih banyak dari pada hotel berbintang lainnya, hotel melati belum melakukan
upaya pengelolaan limbah sebagaimana halnya hotel berbintang yang hanya
menghasilkan limbah yang sedikit.
Tabel 3.27 menunjukkan bahwa limbah padat dari sarana hotel paling banyak
dihasilkan oleh Kota Jambi sebesar 13,018 m3/hari. Banyaknya jumlah limbah padat
yang dihasilkan oleh Kota Jambi dikarenakan banyaknya jumlah hotel yang ada di Kota
Jambi, sementara kabupaten/kota yang memiliki hotel yang sedikit juga menghasilkan
limbah padat yang sedikit, seperti halnya di Kabupaten Muaro Jambi yaitu sebesar 0,085
m3/hari. Sementara untuk limbah cair, parameter yang menjadi patokan untuk kedua
jenis sarana ini adalah parameter BOD dan COD karena limbah yang dihasilkan dari
kedua sarana tersebut kebanyakan adalah limbah organik. Beban limbah cair yang
dihasilkan baik untuk parameter BOD dan COD berbanding lurus dengan jumlah limbah
padat yang dihasilkan dan tingkat hunian serta jumlah hotel yang dimiliki oleh
kabupaten/kota.
Tabel 3.27. Perkiraan Volume Limbah Padat dan Beban Limbah Cair Hotel di
Wilayah Provinsi Jambi Tahun 2014.
Tingkat Limbah Beban Limbah Cair
No. Kabupaten/Kota Hunian Padat (Ton/Tahun)
(%) (m3/hari) BOD COD
1. Kabupaten Kerinci 45,260 0,437 0,040 0,090
Sumber : Data Olahan Tabel SP-7 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
I. Limbah B3
lampu TL bekas dan fly ash, button ash. Sementara untuk limbah B3 rumah sakit berupa
limbah infeksius/limbah medis berupa jarum suntik bekas, perban bekas, obat
kadaluarsa, darah dan limbah jaringan tubuh.
Limbah B3 harus ditangani dan dikelola dengan benar. Pengelolaan Limbah B3
ini bertujuan untuk mencegah, menanggulangi pencemaran dan kerusakan lingkungan,
memulihkan kualitas lingkungan tercemar, dan meningkatan kemampuan dan fungsi
kualitas lingkungan. Pengelolaan Limbah B3 adalah rangkaian kegiatan yang mencakup
reduksi, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan
penimbunan limbah B3.
Dari 178 perusahaan industri dan pertambangan ditambah dengan 40 rumah
sakit yang ada, Provinsi Jambi menghasilkan limbah B3 yang cukup besar. Pada tahun
2014 diperkirakan terjadi peningkatan volume limbah B3 dibandingkan dengan tahun
2013. Oleh sebab itu diperlukan penanganan terhadap limbah B3 yang dihasilkan oleh
perusahaan-perusahaan tersebut terutama terhadap penyimpanan, pengumpulan dan
pengangkutannya. Tercatat pada tahun 2014, di Provinsi Jambi telah beroperasi 26
perusahaan yang mengelola limbah B3 dan mengantongi izin dari Kementerian
Lingkungan Hidup RI baik yang sudah berupa Surat Keputusan Izin maupun
Rekomendasi Izin. Izin tersebut berupa izin pengumpulan, pengangkutan, pemusnahan
dan insenarator limbah B3 untuk rumah sakit. Perusahaan-perusahaan pengelola limbah
B3 di wilayah Provinsi Jambi dapat dilihat pada Buku Data Tabel SP-11.
Pada tahun 2014 ini perusahaan PT. Lontar Papyrus Pulp & Paper Industry
(LPPI) telah mengantongi izin penimbunan limbah B3 dimana sebelumnya PT. LPPI
hanya mengantongi izin pemusnahan limbah B3. Untuk pengangkutan dan
pengumpulan limbah B3 di Provinsi Jambi masih banyak dikelola oleh perusahaan
pengelola limbah B3 berskala nasional. Untuk izin pengangkutan, perusahaan
pengangkut limbah B3 juga harus mendapatkan izin dari Kementerian Perhubungan.
Sehingga belum ada perusahaan lokal di Provinsi Jambi yang mampu melakukan
pengangkutan dan saat ini masih diserahkan kepada perusahaan nasional.
Bila dibandingkan dengan tahun 2014, belum ada kemajuan yang berarti dalam
penanganan terhadap limbah B3 di Provinsi Jambi terutama masalah pengelolaan di
lokasi perusahaan itu sendiri. Ini perlu menjadi perhatian bagi perusahaan sebagai
penghasil limbah B3 dan lembaga pengawas pengelolaan lingkungan di wilayah Provinsi
Jambi mengingat potensi bahaya yang diakibatkan oleh limbah B3 tersebut jika terpapar
ke lingkungan.
BAB IV
UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN
A. Rehabilitasi Lingkungan
Batang Hari (POKDURI) dalam kegiatan Batang Hari Bersih. Sementara BLHD
Kabupaten/Kota seperti BLHD Kabupaten Sarolangun melakukan kegiatan
reklamasi hutan bekas tambang yang ada di Kabupaten Sarolangun.
b. Dinas Kehutanan Provinsi Jambi dengan Manggala Agni melakukan kegiatan patroli
pengendalian kebakaran lahan dan hutan, pemadaman kebakaran lahan dan hutan,
pembuatan hutan rakyat, penanaman pohon penghijauan dan reboisasi. Dinas
Kehutanan Kabupaten/Kota telah melakukan kegiatan pengembangan pohon
trembesu dan pembuatan hutan kota.
c. Dinas PU Provinsi Jambi telah mekakukan kegiatan pengerukan sungai/kali/
embung/dam.
d. Polisi dan Pol PP Kabupaten/Kota telah melakukan penertiban pertambangan emas
tanpa izin (PETI).
e. BPDAS Batanghari Provinsi Jambi telah melakukan kegiatan pembuatan Kebun Bibit
rakyat (KBR), pembuatan unit percontohan/Unit Pelestarian Sumber Daya Alam (UP-
UPSA), pembuatan unit percontohan/Unit Pertanian Menetap (UP-UPM).
f. Dari pihak swasta dan BUMN, PT Perkebunan Nusantara VI telah melakukan
pemberian bantuan pembangunan WC dan sarana air bersih untuk masyarakat yang
berdomisili di sepanjang Sungai Batang Hari.
g. Kegiatan-kegiatan lainnya yang dilakukan oleh kelompok masyarakat seperti lubuk
larangan, kegiatan kelompok tani dan hutan adat. Sementara ada juga kegiatan yang
dilakukan oleh individu dan tokoh masyarakat terhadap pelestarian lingkungan
sehingga pemerintah menganugrahi penghargaan kalpataru seperti Bapak Timan, Ir.
Dede Martino, MP, Rahmat Arifin dan Kelompok Tani Sumber Makmur.
Pada tahun 2014 ada beberapa kegiatan-kegiatan pengendalian dan perbaikan
kondisi lingkungan yang dilakukan oleh instansi pemerintah baik pemerintah provinsi
maupun kabupaten/kota, pihak swasta, LSM dan masyarakat, berupa kegiatan:
a. Badan Lingkungan Hidup (BLHD) Provinsi Jambi telah melakukan kegiatan uji emisi
kendaraan bermotor bekerjasama dengan MENLH RI. Selain itu BLHD Provinsi
Jambi telah melaksanakan berbagai lomba d bidang lingkungan hidup pada
peringatan Hari Lingkungan Hidup se-Dunia tahun 2014, seperti lomba fotografi dan
lomba kreasi produk 3R. BLH di tingkat kabupaten/kota juga berpartisipasi dalam
pelaksanaan kegiatan penanaman pohon di lingkungan sekolah seperti yang
dilakukan oleh BLH Kota Jambi dan SMPN 24 Kota Jambi. BLH Kabupaten Merangin
melakukan kegiatan reklamasi bekas lahan tambang biji besi di Desa Nalo Baru,
Kecamatan Nalo Tantang Kabupaten Merangin.
Karya dan Hutan Adat Dusun Mengkadai di Desa Temenggung yang keduanya
berada di Kecamatan Limun Kabupaten Sarolangun.
Penilaian dokumen izin lingkungan yang dilakukan oleh Komisi Penilai AMDAL
Provinsi Jambi dilakukan pada dokumen AMDAL yang pada wilayah operasionalnya
belum memiliki Komisi AMDAL Kabupaten/Kota. Saat ini belum semua kabupaten/kota
di Provinsi Jambi yang memiliki komisi penilai AMDAL, sehingga penilaian dokumen
AMDAL masih dilakukan oleh komisi penilai AMDAL Provinsi. Berbeda dengan
pemeriksaan dokumen UKL-UPL yang telah dilakukan di Kabupaten/Kota kecuali
pemeriksaan dokumen UKL-UPL yang wilayah operasionalnya lintas kabupaten/kota
dalam Provinsi Jambi.
Pada tahun 2014, Komisi Penilai AMDAL Provinsi telah melakukan penilaian
terhadap 13 (tiga belas) kegiatan dan/atau usaha. Dari 13 (tiga belas) kegiatan dan/atau
usaha tersebut, 10 (sepuluh) diantaranya telah diterbitkan SK Kelayakan Lingkungan
Hidup dan Izin Lingkungannya, sedangkan 3 (tiga) kegiatan dan/atau usaha lainnya baru
tidak taat pada ketentuan pengukuran. Tetapi ada juga perusahaan yang telah
menjalankan kegiatannya sesuai dengan dokumen yang dimiliki. Secara lengkap
pelaksanaan pengawasan AMDAL/UKL/UPL di Provinsi Jambi pada tahun 2014 dapat
dilihat pada Buku Data Tabel UP-4.
C. Penegakan Hukum
Pos Pengaduan BLHD Provinsi Jambi selama tahun 2014 telah menerima 16
pengaduan kasus lingkungan. Tindak lanjut terhadap kasus-kasus yang dilaporkan
berdasarkan laporan dari masyarakat, kelompok masyarakat dan LSM, pemberitaan di
media masa, perintah pejabat serta surat dari Kementerian Lingkungan Hidup terhadap
penilaian PROPER. Permasalahan kasus-kasus lingkungan tersebut diantaranya dari
perusahaan agro sebanyak 6 (enam) perusahaan, perusahaan migas sebanyak 2 (dua)
perusahaan, perusahaan tambang sebanyak 1 (satu) perusahaan, rumah sakit sebanyak
5 (lima) perusahaan, dan lainnya sebanyak 2 (dua) perusahaan.
Kasus-kasus lingkungan yang diadukan tersebut sebagian besar tersangkut
berupa permasalahan pencemaran lingkungan sebanyak 8 (delapan) kasus,
permasalahan kerusakan lingkungan sebanyak 2 (dua) kasus, permasalahan dokumen
dan kelengkapan izin lingkungan sebanyak 2 (dua) kasus, dan kasus limpahan
pencemaran lingkungan
25 %
12,5 %
kerusakan lingkungan
12,5 % 50 %
dokumen dan izin
lingkungan
limpahan PROPER
Sumber : Data Olahan Tabel UP-5 Buku Data SLHD Provinsi Jambi,
Tahun 2014, 2015 .
Jika dibandingkan dengan tahun 2013, jumlah kasus lingkungan yang berasal
dari pengaduan yang diterima oleh BLHD Provinsi Jambi mengalami penurunan, dimana
pada tahun 2013 jumlah kasus yang diadukan sebanyak 23 kasus sedangkan tahun
2014 sebanyak 16 kasus. Penurunan jumlah kasus lingkungan ini dikarenakan semakin
seringnya instansi pengendali dampak lingkungan melakukan pembinaan dan
pengawasan terhadap setiap kegiatan/usaha yang berdampak terhadap lingkungan.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang peduli dan terlibat langsung dalam
pengelolaan lingkungan di Provinsi Jambi pada tahun 2014 berjumlah 25 buah yang
bidang keterlibatannya di bidang lingkungan hidup mencakup konservasi lingkungan,
advokasi lingkungan dan edukasi lingkungan. Wilayah kerja dari masing-masing
lembaga swadaya masyarakat yang ada di Provinsi Jambi pada umumnya mencakup
kawasan hutan dan kawasan konservasi yang ada di kabupaten/kota di Provinsi Jambi.
Selain lembaga swadaya masyarakat itu berdiri atas inisiatif dari warga masyarakat di
Provinsi Jambi tapi juga merupakan perwakilan dari Non Governmental Organisation
(NGO) dari luar negeri maupun LSM bertaraf nasional. Secara lengkap jumlah lembaga
swadaya masyarakat di Provinsi Jambi pada tahun 2014 dapat dilihat pada Buku Data
Tabel UP-6.
Adapun profil dari beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat yang ada di
Provinsi Jambi adalah sebagai berikut:
Organisasi ini dibentuk pada tanggal 13 April 2009 dan dikukuhkan dengan
Akta Notaris No. 44 oleh Notaris Novita, SH. Organisasi ini didirikan dilatarbelakangi
oleh kepedulian terhadap tingginya persoalan kerusakan sumber daya alam yang terjadi
saat ini dan berkeinginan untuk memperkuat inisiatif serta kerja lembaga dalam rangka
mendukung upaya konservasi sumber daya alam dan keterlibatan masyarakat lokal
dalam pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan.
Ruang lingkup program walestra adalah: (a) mendorong upaya-upaya
pelestarian fungsi hutan sesuai denga yang diamanatkan didalam perundang-undangan
serta peraturan-peraturan terkait lainnya di sektor kehutanan; (b) meningkatkan
kapasitas dan kapabilitas masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam secara
berkelanjutan menuju masyarakat yang kritis dan mandiri; (c) meningkatkan upaya
penyadartahuan masyarakat terhadap upaya konservasi dan hak-hak mereka terhadap
pengelolaan sumber daya alam yang secara berkelanjutan dan berkeadilan; (d)
mendorong dan memperkuat pelaksanaan prinsip-prinsip good forestry governance
dalam rangka mendukung perwujudan pengelolaan sumber daya alam yang
berkelanjutan dan berkeadilan; (e) memfasilitasi upaya resolusi konflik terkait sengketa
sumber daya alam dan lingkungan hidup; (f) melakukan advokasi kebijakan terkait
pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan, berkeadilan, serta
mengarusutamakan kepentingan masyarakat marginal; (g) melakukan studi dan
penelitian terkait aspek-aspek kebijakan, hak kelola, serta upaya konservasi dalam
rangka mewujudkan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan dan berkeadilan
(h) mengembangkan kelembagaan Walestra yang demokratis menuju profesionalitas
yang mandiri; (h) sebagai wadah informasi dan komunikasi dalam upaya mewujudkan
pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan dan demokratis. Informasi lebih
lanjut mengenai organisasi Walestra dapat diakses http://www.walestra.or.id.
FZL adalah lembaga nirlaba yang berlokasi kerja di areal perkebunan dan
hutan di sekitar landskap Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT), Kabupaten Tebo,
Provinsi Jambi. Organisasi ini bergiat dalam Program Reintroduksi Orangutan Sumatera
di Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) sejak tahun 2002. Kegiatan program ini
bertujuan untuk melakukan konservasi alam terutama konservasi orang utan di wilayah
Provinsi Jambi. Informasi lebih lanjut mengenai organisasi Frankfurt Zoologi Society
dapat diakses http://www.fzs.org.
d. Yayasan Setara
Setara Jambi adalah sebuah lembaga non pemerintah yang lahir dari
keprihatinan terhadap semakin rusaknya sumber daya alam, dan semakin
terpinggirkannya masyarakat lokal/adat dalam pengelolaan sumber daya alam serta
semakin lajunya ekspansi perkebunan kelapa sawit skala besar yang ternyata tidak
hanya mengancam keberadaan hutan, tapi juga mengancam keberadaan manusia dan
makhluk hidup lainnya. Semakin merosotnya jumlah luasan dan tegakan hutan,
hilangnya hak-hak masyarakat lokal yang diakibatkan oleh pembukaan perkebunan
mengundang lembaga ini untuk mencoba melakukan kerja-kerja advokasi. Informasi
lebih lanjut mengenai organisasi Setara dapat diakses http://www.setarajambi.org.
Organisasi ini didirikan dan dibentuk pada tanggal 1 Februari 2007 dengan akta
notaris No. C-1526. HT. 01. 02. TH. 2007. Yayasan ini bertujuan untuk melanjutkan
program dan kegiatan yang telah dilakukan oleh lembaga konservasi sebelumnya yaitu
Program Konservasi Harimau Sumatera. Lokasi kerja Penyelamatan dan Konservasi
Harimau Sumatera adalah: (a) Taman Nasional Way Kambas, Provinsi Lampung; (b)
Taman Nasional Bukit Tigapuluh, Provinsi Jambi; (c) Kawasan Konservasi Harimau
Sumatera Senepis, Provinsi Riau; (d) dan lokasi lain yang memiliki konflik manusia dan
harimau di Pulau Sumatera.
Kegiatan yang dilakukan oleh PKHS selama tiga tahun terakhir adalah: (a)
pemantauan harimau sumatera jangka pajang di Taman Nasional Way Kambas; (b)
pemantauan dan perlindungan harimau Sumatera di Taman Nasional Bukit Tigapuluh
dan Taman Nasional Way Kambas; (c) pemberdayaan masyarakat Suku Talang Mamak
dan Melayu Tua yang bermukim di dalam Taman Nasional Bukit Tigapuluh; (d)
pendidikan konservasi bagi pelajar, mahasiswa dan masyarakat umum di Taman
Nasional Way Kambas dan Taman Nasional Bukit Tigapuluh; dan (e) penanganan
konflik manusia dan harimau Sumatera di Provinsi Jambi, Riau, Sumatera Barat dan
Nangroe Aceh Darussalam serta provinsi-provinsi lain di Sumatera.
g. Gita Buana
Organisasi ini berbadan hukum menjadi perkumpulan sejak tahun 2007 dengan
akte notaris No. 305 pada notaris PPAT Syahrit Tanzil, SH. Progran dan kegiatan utama
dari organisasi ini adalah riset, konservasi, advokasi da pemberdayaan masyarakat.
Kegiatan yang telah dilakukan oleh Gita Buana selama 3 tahun terakhir adalah:
(a) penyelamatan ekosistem lahan basah dan mangrove pesisir berbasis masyarakat
lokal penyangga Taman Nasional Berbak yang bekerjasama dengan Ecosystem Alliens
IUCN NC-Netherlands & Samdhana Institute; (b) Asistensi masyarakat desa Lamban
Sigatal untuk pengembangan hasil hutan non kayu berupa getah jernang; (c)
pengembangan dan penyebarluasan informasi teknis budidaya dan pengolahan buah
rotan jernang sebagai inisiatif penyelamatan hutan dataran rendah Sumatera.
ZSL mulai ada di Indonesia pada tahun 2001 dan memulai kegiatan
pengelolaan konservasi hutan Berbak. ZSL memiliki kemampuan khusus dalam bidang
perubahan iklim dan konservasi satwa liar.
Kegiatan-kegiatan yang telah dlakukan oleh ZSL selama pelaksanaan Proyek
Karbon Berbak yang didukung oleh Balai Taman Nasional Berbak adalah: (a)
penghitungan data dasar (baseline) karbon untuk menentukan berapa besar karbon
yang hilang dan yang mungkin dapat disimpan; (b) mengembangkan baseline
keanekaragaman hayati dan masyarakat untuk menentukan bagaimana mereka akan
diuntungkan melalui efek dari pengurangan emisi karbon; (c) memperkuat kerangka
kerja penegakan hukum lingkungan yang diperlukan untuk melaksanakan pengurangan
emisi karbon; (d) membangun kerangka kerja institusi yang menangani masalah
perdagangan karbon di Berbak yang tetap mengikuti peraturan/hukum di Indonesia dan
pasar karbon; (e) mendapatkan sertifikasi untuk dokumen akhir rancangan proyek bagi
kelancaran tahap implementasi proyek. Informasi lebih lanjut mengenai organisasi ZSL
dapat diakses melalui http://www.zsl.org.
Pada Buku Data Tabel UP-7 dapat dilihat bahwa selama tahun 2014,
Pemerintah Provinsi Jambi melalui institusi/orang/kelompok masyarakat telah menerima
penghargaan dari Presiden RI dan Menteri Negara Lingkungan Hidup berupa:
a. Penghargaan Penyusunan Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) Tingkat
Nasional, diperoleh oleh:
1). Provinsi Jambi sebagai Peringkat Kedua Penyusunan SLHD Provinsi Tahun
2013.
2). Kota Sungai Penuh sebagai Peringkat Ketiga Penyusunan SLHD Kabupaten/Kota
Tahun 2013.
3). Kabupaten Sarolangun memperoleh sertifikat Penyusunan SLHD Kabupaten/Kota
Tahun 2013.
b. Piala dan Sertifikat Adipura Tingkat Nasional, diperoleh oleh:
1). Kota Jambi memperoleh piala Adipura dan plakat Adipura untuk Taman Kota
Terbaik.
2). Kota Muara Bungo memperoleh sertifikat Adipura.
E. Kelembagaan
Jenis produk hukum yang dikeluarkan oleh Biro Hukum Setda Provinsi Jambi
dibidang lingkungan hidup terdiri dari Peraturan Daerah (Perda), Peraturan Gubernur
(Pergub) dan Keputusan Gubernur (Kepgub). Berdasarkan seperti yang dijabarkan pada
Buku Data Tabel UP-9 Perda Provinsi Jambi terhitung sejak tahun 1962 telah diterbitkan
sebanyak 27 buah. Sementara Pergub Jambi diterbitkan sebanyak 34 buah terhitung
dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2014. Sedangkan untuk tiga tahun terakhir, dari
tahun 2011 sampai 2014 Kepgub diterbitkan sebanyak 110 buah.
Pada tahun 2014, produk hukum bidang lingkungan hidup yang diterbitkan
adalah berupa 1 (satu) buah Perda dan 2 (dua) buah Pergub. Sementara Kepgub pada
tahun 2014 yang diterbitkan adalah sebanyak 25 buah. Produk hukum yang diterbitkan
Biro Hukum Setda Provinsi Jambi ini merupakan salah satu upaya pemerintah Provinsi
Jambi dalam menerapkan kebijakan terhadap pengelolaan lingkungan. Salah satunya
dengan menerbitkan Perda Nomor 1 Tahun 2014 tentang Jasa Lingkungan. Perda ini
diterbitkan mengingat Provinsi Jambi merupakan daerah yang memiliki sumber daya
alam dengan kandungan jasa lingkungan yang melimpah. Oleh karena itu perlu dikelola
secara optimal dan lestari dalam rangka meningkatkan pembangunan daerah dan
kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan. Selain itu juga bertujuan untuk
meningkatkan potensi sumber daya alam Provinsi Jambi dan kekayaan yang terkandung
di dalamnya sehingga perlu dilakukan pengelolaan potensi ekonomi jasa lingkungan
hidup secara bijaksana selaras dengan kepentingan perlindungan lingkungan hidup dan
karakteristik sosial budaya masyarakat Provinsi Jambi. Peraturan daerah ini dapat
menjadi acuan bagi pihak yang berkepentingan dalam memanfaatkan sumber daya alam
dan menjaga keseimbangan kondisi lingkungan di Provinsi Jambi.
S3 S2 S1 Diploma SLTA
54.55%
14.77%
15.91%
13.64%
1.14%
Sumber : Data Olahan Tabel UP-11 Buku Data SLHD Provinsi Jambi
Tahun 2014, 2015.
Dengan jumlah pegawai yang cukup memadai dan tingkat pendidikan yang
menunjang dengan persentase jumlah pegawai sesuai dengan Gambar 4.2. diharapkan
BLHD Provinsi Jambi dapat melakukan pembinaan, pengawasan dan pengelolaan
terhadap lingkungan dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan di wilayah Provinsi Jambi.
BLHD Provinsi Jambi selaku instansi pengelola lingkungan hidup di lingkup
pemerintah Provinsi Jambi dalam menjalankan tugas dan fungsinya didukung oleh staf
fungsional bidang lingkungan hidup. Jabatan fungsional yang menjadi tugas Badan
Lingkungan Hidup terdiri dari fungsional pengendali dampak lingkungan, Pejabat
Pengawas Lingkungan Hidup Daerah (PPLHD), Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).
Secara keseluruhan terjadi peningkatan staf fungsional yang dilantik pada tahun 2014 ini
sementara jumlah staf fungsional yang mengikuti diklat tetap sebanyak 20 orang.
Berbeda dengan instansi lainnya di lingkup Pemerintah Provinsi Jambi yang
juga memiliki tugas dan fungsi berkaitan dengan pengelolaan dan pelestarian lingkungan
hidup. Adapun instansi terkait adalah Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, Dinas
Kelautan dan Perikanan, Badan Koordinasi Penyuluhan, Dinas Kehutanan, Dinas
Pertanian Tanaman Pangan, Dinas Perkebunan dan Dinas Perhubungan. Rincian
jumlah staf fungsional untuk masing-masing jabatan secara lebih rinci sebagaimana
terlampir dalam Buku Data Tabel UP-12 dan Gambar 4.3.
Gambar 4.3. Jumlah Staf Fungsional di Lingkup Pemerintah Provinsi Jambi Tahun
2013.
1749 1749
1800
1600
1400
1200
1000
800
600 423
408
400
92
200 14 20 15 20 7 9 67 14 26 11 15
0
BLHD Disnak DKP Bakorluh Dishut Distan Disbun Dishub
Sumber : Data Olahan Tabel UP-12 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014,
2015.
Secara keseluruhan, jumlah staf fungsional baik yang dilantik maupun yang
telah mengikuti diklat meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan ini sebagian besar
disebabkan oleh semakin meningkatnya jumlah pegawai yang bermutasi di dan ke
lingkup Pemerintah Provinsi Jambi sehingga terjadi penambahan dan pengurangan staf
fungsional di masing-masing instansi. Hal ini juga sesuai dengan kebutuhan akan
jabatan fungsional di lapangan sehingga terjadi peningkatan jumlah staf fungsional.
Seperti pada Badan Koordinasi Penyuluh Provinsi Jambi terjadinya peningkatan jumlah
penyuluh pertanian terutama penyuluh pertanian swadaya dan penyuluh tenaga harian
lepas.
Sumber : Data Olahan Tabel UP-12 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014,
2015.
Jumlah Anggaran
No. Sumber Anggaran
Tahun 2013 Tahun 2014 Penurunan (%)
1 APBD 9.596.137.900 9.458.789.200 1,43
2 APBN 5.765.650.000 3.700.000.000 35,83
Jumlah 15.361.787.900 13.158.789.200 14,34
Sumber: Data Olahan Tabel UP-10 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
DAFTAR PUSTAKA
BAB I. PENDAHULUAN
Bank Indonesia Cabang jambi, 2015. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Jambi
2014.
Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jambi, 2015. Laporan Tahunan.
Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, 2015. Laporan Konflik Lahan dan Hutan Di Provinsi Jambi.
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten/Kota Provinsi Jambi, 2015. Data Penduduk
Kabupaten/Kota Provinsi Jambi.
Dinas Perkebunan Provinsi Jambi, 2015. Laporan Luas Lahan Perkebunan di Provinsi Jambi
Tahun 2014.
Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil, Kementerian Dalam Negeri RI, 2015. Data Penduduk
Provinsi Jambi.
Ditjen Planologi Kehutanan Kementerian Kehutanan RI, 2015. Buku Basis Data Spasial
Kehutanan 2014.
Ngebi Sutho Dilago Priyayi Rajo Sari, 1937. Undang-Undang Piagam Pencacahan Kisah Negeri
Jambi.
Peraturan Daerah Provinsi Jambi Nomor 4 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas
Peraturan Daerah Provinsi Jambi Nomor 15 Tahun 2008 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Bappeda dan Lembaga Teknis Daerah
Provinsi Jambi.
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kota Sungai Penuh di Provinsi
Jambi.
Balai Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi Jambi, 2015. Flora dan Fauna yang Diketahui dan
Dilindungi Di Provinsi Jambi.
Balai Wilayah Sungai Sumatera VI, 2015. Daftar Danau/Waduk/Situ/Embung Yang Terdapat Di
Provinsi Jambi.
BLHD Kabupaten Sarolangun, 2015. Laporan Pemeriksaan Kerusakan Tanah di Lahan Kering
Akibat Erosi Air di Kabupaten Sarolangun.
BLHD Provinsi Jambi, 2015. Laporan Hasil Pemantauan Kualitas Air Danau Di Wilayah Provinsi
Jambi.
BLHKP Kota Sungai Penuh, 2015. Laporan Pemeriksaan Kerusakan Tanah di Lahan Kering di
Kota Sungai Penuh.
BMKG Bandara Depati Parbo Kerinci, 2015. Curah Hujan Rata-Rata Bulanan Di Wilayah Kota
Sungai Penuh, Kabupaten Kerinci, dan Kabupaten Merangin Provinsi Jambi.
BMKG Bandara Internasional Minangkabau Padang, 2015. Curah Hujan Rata-Rata Bulanan Di
Wilayah Kabupaten Tebo dan Kabupaten Bungo Provinsi Jambi.
BMKG Bandara Padang Kemiling Bengkulu, 2015. Curah Hujan Rata-Rata Bulanan Di Wilayah
Kabupaten Sarolangun Provinsi Jambi.
BMKG Bandara Sultan Thaha Jambi, 2015. Curah Hujan Rata-Rata Bulanan Di Wilayah Kota
Jambi, Kabupaten Muaro Jambi, Kabupaten Batanghari, Kabupaten Tanjung Jabung
Timur, dan Kabupaten Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi.
Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, 2015. Laporan Kerusakan Hutan Di Provinsi Jambi Tahun
2014.
Dinas Perkebunan Provinsi Jambi, 2015. Laporan Luas Lahan Perkebunan di Provinsi Jambi
Tahun 2014.
Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jambi, 2015. Laporan Luas Lahan Pertanian di
Provinsi Jambi Tahun 2014.
Ditjen Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial Kementerian Kehutanan RI, 2015. Laporan
Luas Lahan Kritis di Indonesia Tahun 2014.
Ditjen Planologi Kehutanan Kementerian Kehutanan RI, 2015. Buku Basis Data Spasial
Kehutanan 2014.
Ditjen Sumber Daya Air Kementerian PU dan PR, 2015. Profil Sungai di Wilayah Provinsi Jambi.
Perda Provinsi Jambi Nomor 10 Tahun 2013 tentang RTRW Provinsi Jambi Tahun 2013-2033.
Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi, 2015. Jumlah Rumah Tangga Provinsi Jambi..
BLHD Provinsi Jambi, 2015. Laporan Hasil Pemantauan Kualitas Air Industri Di Wilayah Provinsi
Jambi.
Deputi Bidang Pengelolaan B3, Limbah B3 dan Sampah, Kementerian Lingkungan Hidup RI,
2015. Perusahaan Yang Mendapat Izin Mengelola Limbah B3.
Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jambi, 2015. Laporan Tahunan.
Dinas Kesehatan Provinsi Jambi, 2015. Fasilitas Sanitasi Penduduk Provinsi Jambi.
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten/Kota Provinsi Jambi, 2015. Data Penduduk
Kabupaten/Kota Provinsi Jambi.
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Tanjung Jabung Timur, 2015. Profil Desa
Pesisir Di Wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Timur.
Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil, Kementerian Dalam Negeri RI, 2015. Data Penduduk
Provinsi Jambi.
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Tanjung Jabung Barat, 2015. Profil Desa
Pesisir Di Wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Barat.
Dinas Perkebunan Provinsi Jambi, 2015. Laporan Luas Lahan Perkebunan di Provinsi Jambi
Tahun 2014.
Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jambi, 2015. Laporan Luas Lahan Pertanian di
Provinsi Jambi Tahun 2014.
Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jambi, 2015. Laporan Tahunan.
Badan Koordinasi Penyuluhan Provinsi Jambi, 2015. Tenaga Fungsional Bidang Lingkungan.
Biro Hukum Setda Provinsi Jambi, 2015. Produk Hulum Bidang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jambi, 2015. Tenaga Fungsional Bidang Lingkungan.
Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jambi, 2015. Tenaga Fungsional Bidang Lingkungan.
Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jambi, 2015. Tenaga Fungsional Bidang
Lingkungan.
LAMPIRAN 1.
LAMPIRAN 2.
LAMPIRAN 3.
LAMPIRAN 4.
LAMPIRAN 5.
LAMPIRAN 6.