Anda di halaman 1dari 12

Teratoma

Merupakan sel neoplastik yang otonom dalam arti tumbuh dengan kecepatan yang tidak
terkoordinasi dengan kebutuhan hospes dan fungsi yang sangat tidak bergantung pada pengawasan
homeostasis sebagian besar sel tubuh lainnya. Pertumbuhan sel neoplastik biasanya progresif,
yaitu tidak mencapai keseimbangan, tetapi lebih banyak mengakibatkan penambahan massa sel
yang mempunyai sifat-sifat yang sama. Neoplasma tidak melakukan tujuan adaptif yang
menguntungkan hospes, tetapi lebih sering membahayakan.1

Tumor dapat bersifat ganas atau jinak, tumor ganas atau kanker terjadi karena timbul dan
berkembang biaknya sel jaringan sekitarnya (infiltratif) sambil merusaknya (destruktif), dapat
menyebar ke bagian lain tubuh dan umumnya fatal jika dibiarkan. Tumor jinak tumbuh dengan
batas tegas dan tidak menyusup, tidak merusak tetapi membesar dan menekan jaringan sekitarnya
(ekspansif).4

Frekuensi relatif kanker pada beberapa daerah di Indonesia tidak sama, yang banyak
ditemukan ialah karsinoma servik uteri, karsinoma hepatoseluler, karsinoma payudara, karsinoma
paru dan leukemia. Pada dasawarsa terakhir telah terbukti bahwa 80-90% kasus kanker pada
manusia dipromosi oleh faktor lingkungan. Dalam hal ini, lingkungan dalam arti luas yang
meliputi gaya hidup, bahan kimia, fisika, maupun virus.4

Tumor testis merupakan keganasan terbanyak pada pria berusia diantara 15-35 tahun dan
merupakan 1-2% dari semua neoplasma pada pria. Akhir-akhir ini terdapat perbaikan usia harapan
hidup pasien yang mendapatkan terapi jika dibandingkan dengan 30 tahun yang lalu, karena sarana
diagnosis lebih baik, diketemukan petanda tumor, diketemukan regimen kemoterapi dan radiasi,
serta teknik pembedahan yang lebih baik. Angka mortalitas menurun dari 50% (1970) menjadi 5%
(1977).5

Dari semua tumor maligna pada laki-laki 1-2% terlokalisasi di dalam testis. Kira-kira 90%
dari semua tumor testis primer terdiri atas tumor sel embrional, selanjutnya dapat dijumpai tumor
sel Sertoli-Leydig dan limfoma maligna. Insidensi tumor sel embrional maligna di Nederland
adalah kira-kira 4 per 100.000 laki-laki tiap tahun. Ini berarti bahwa tiap tahun kira-kira 300
penderita baru didiagnosis dengan kelainan maligna ini. Tumor-tumor sel embrional maligna testis
merupakan tumor maligna yang paling sering terdapat pada laki-laki usia 20-40 tahun meskipun
pada penderita kurang dari 5 tahun dan lebih dari 70 tahun juga dapat dijumpai tumor testis.7

Definisi

Tumor atau neoplasma secara harfiah berarti “pertumbuhan baru”, adalah massa abnormal
dari sel-sel yang berproliferasi. Semula istilah tumor diartikan sebagai pembengkakan sederhana
atau gumpalan. Sel-sel neoplasma berasal dari sel-sel yang sebelumnya adalah sel-sel normal.
Neoplasam dapat dibedakan berdasarkan sifatnya, ada yang jinak (benigna) dan yang ganas
(maligna).1
Tumor testis berasal dari sel germinal atau jaringan stroma testis. Lebih dari 90% berasal
dari sel germinal. Tumor ini mempunyai derajat keganasan tinggi, tetapi dapat sembuh bila diberi
penanganan adekuat. Tumor ini mempunyai petanda tumor sejati yang sangat berharga untuk
diagnosis, rencana terapi dan kontrol.4

Anatomi Testis

Testis adalah organa genitalia pria yang terletak di scrotum. Ukuran testis pada orang
dewasa adalah 4x3x2,5 cm, dengan volume 15-25 ml berbentuk ovoid. Kedua buah testis
terbungkus oleh jaringan Tunika albuginea yang melekat pada testis. Diluar Tunika
albuginea terdapat Tunika vaginalis yang terdiri atas lapisan viseralis dan parietalis, serta Tunika
dartos. Otot kremaster yang berada di sekitar testis memungkinkan testis dapat digerakkan
mendekati rongga abdomen untuk mempertahankan temperatur testis agar tetap stabil.5,8

Testis bagian dalam terbagi atas lobulus yang terdiri dari Tubulus seminiferus, sel-sel
Sertoli dan sel-sel Leydig. Produksi sperma atau spermatogenesis terjadi pada T. seminiferus. Sel-
sel Leydig mensekresi testosteron. Pada bagian posterior tiap-tiap testis terdapat duktus melingkar
yang disebut epididimis, bagian kepalanya berhubungan dengan duktus seminiferus (duktus untuk
aliran keluar) dari testis, dan bagian ekornya terus melanjut ke vas deferens. Vas deferens adalah
duktus ekskretorius testis yang membentang hingga ke duktus vesikula seminalis, kemudian
membentuk duktus ejakulatorius. Duktus ejakulatorius selanjutnya bergabung dengan urethra yang
merupakan saluran keluar bersama baik untuk sperma maupun kemih.2

Secara histopatologis , testis terdiri atas ± 250 lobuli dan tiap lobulus terdiri atasTubuli
seminiferi. Didalam Tubulus seminiferus terdapat sel-sel Spermatogonia dan sel Sertoli, sedang
diantara Tubuli seminiferi terdapat sel-sel Leydig. Sel-sel sperma togonium pada proses
spermatogenesis menjadi sel spermatozoa. Sel-sel sertoli berfungsi memberi makan pada bakal
sperma, sedangkan sel-sel Leydig atau disebut sel-sel interstisial testis berfungsi dalam
menghasilkan hormon testosteron.5

Sel-sel spermatozoa yang diproduksi di Tubuli seminiferi testis disimpan dan mengalami
pematangan/maturasi di epididimis. Setelah mature (dewasa) sel-sel spermatozoa bersama-sama
dengan getah dari epididimis dan vas deferens disalurkan menuju ke ampula vas deferens. Sel-sel
itu setelah bercampur dengan cairan-cairan dari epididimis, vas deferens, vesikula seminalis, serta
cairan prostat membentuk cairan semen atau mani.5

Testis mendapatkan darah dari beberapa cabang arteri, yaitu :

1. Arteri spermatika interna yang merupakan cabang dari aorta.


2. Arteri deferensialis cabang dari A. vesikalis inferior

3. Arteri kremasterika yang merupakan cabang A. Epigastrika

Pembuluh vena yang meninggalkan testis berkumpul membentuk pleksus Pampiniformis.5

Fisiologi Testis

Testis mempunyai fungsi eksokrin dalam spermatogenesis dan fungsi endokrin untuk
mensekresi hormon-hormon seks yang mengendalikan perkembangan dan fungsi seksual. Pusat
pengendalian hormonal dari sistem reproduksi adalah sumbu hipotalamus-hipofisis. Hipotalamus
memproduksi Gonadotropin Hormone Releasing Hormone (GnRH). Hormon-hormon ini
adalah Follicle Stimulating Hormone Releasing Hormone (FSHRH) dan Luteinizing Hormone
Releasing Hormone(LHRH). Hormone-hormon ini dibawa ke hipofisis anterior untuk merangsang
sekresi Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH), yang pada pria lebih
umum dikenal sebagai Interstitial Cell Stimulating Hormone (ICSH).2

Proses pematangan sel-sel Leydig janin dikendalikan oleh kromosom Y dan dirangsang
oleh ICSH. Sel-sel Leydig ini akan menghasilkan testosteron yang menyebabkan proses
diferensiasidari vasa deferens dan vesikula seminalis. Metabolit testosteron yaitu Dihirotestosteron
(DHT), menyebabkan proses diferensiasi dari prostat dan genitalia eksterna.2

Produksi testosteron oleh sel-sel interstitial Leydig pada pria akan sangat meningkat pada
permulaan pubertas. ICSH akan merangsang sel-sel Leydig untuk menghasilkan testosteron, DHT
dan estradiol, FSH akan merangsang sel sertoli untuk mempengaruhi pembentukan sperma. FSH
dalam kadar yang rendah juga akan memperkuat efek perangsangan ICSH. Testosteron harus
dihasilkan dalam kadar yang cukup supaya proses spermatogenesis dapat berlangsung dengan
sempurna. Dengan demikian, baik FSH maupun ICSH harus dilepaskan oleh hipofisis anterior
agar spermatogenesis dapat berlangsung. Selanjutnya testosteron, DHT, estradiol dan zat yang
disekresi oleh tubular-inhibin akan menghambat sekresi ICSH dan FSH oleh hipofisis anterior,
sehingga terjadi sistem umpan balik yang mengatur kadar testosteron dalam sirkulasi darah.2

Teratoma biasanya tumor sel benih jinak yang terdiri paling sedikit atas dua, dan kadang-
kadang tiga lapis benih. Derajat keganasan dinilai secara histologis dengan menggunakan sistem
pentahapan yang berkorelasi dengan potensi keganasan dan kemampuan untuk metastasis. Sekitar
7% dari kanker testis pada pria dewasa dan 40% pada anak laki-laki.

Etiologi
Penyebab tumor testis belum diketahui dengan pasti, tetapi terdapat beberapa faktor yang
erat kaitannya dengan peningkatan kejadian tumor testis, antara lain maldesensus testis, trauma
testis, atrofi atau infeksi testis dan pengaruh hormon.5

Penderita kriptorkismus atau bekas kriptorkismus mempunyai resiko lebih tinggi


terjadinya tumor testis ganas. Walaupun pembedahan kriptorkismus pada usia muda mengurangi
insidens tumor sedikit, resiko terjadinya tumor tetap tinggi. Kriptorkismus merupakan suatu
ekspresi disgenesia gonad yang berhubungan dengan transformasi ganas. Penggunaan hormon
dietilstilbestrol yang terkenal sebagai DES oleh ibu pada kehamilan dini meningkatkan resiko
tumor maligna pada alat kelamin bayi pada usia dewasa muda.4

Patogenesis

Sebagian besar (± 95%) tumor testis primer, berasal dari sel germinal, sedangkan isinya
berasal dari non germinal. Tumor germinal testis terdiri atas seminoma dan non seminoma.
Seminoma berbeda sifatnya dengan non-seminoma, antara lain sifat keganasannya, respon
terhadap radioterapi dan prognosis tumor.5

Tumor-tumor sel embrional testis merupakan satu golongan tumor yang heterogen. Dari
berbagai klasifikasi tumor testis ganas, klasifikasi organisasi kesehatan dunia (WHO) paling sering
dipakai. Disamping seminoma yang memang berasal dari sel germinal terdapat karsinoma
embrional, teratoma dan koriokarsinoma yang digolongkan non seminoma, yang dianggap berasal
dari sel germinal pada tahap perkembangan lain histogenesis. Seminoma meliputi sekitar 40% dari
tumor ganas testis. Koriokarsinoma jarang sekali ditemukan (1%). Metastasis tumor testis kadang
berbeda sekali dari tumor induk, yang berarti tumor primer terdiri dari berbagai jenis jaringan
embrional dengan daya invasi yang berbeda. 4,9

Klasifikasi tumor ganas testis

Seminoma - khas

- spermatositik

- anaplastik

Non seminoma - karsinoma embrional

- teratokarsinoma

- teratom matur dan imatur

Koriokarsinoma
Seminoma merupakan tumor maligna testis yang tersering, diikuti dengan Karsinoma embrional,
teratoma dan khoriokarsinoma. Sekresi Gonadotropin khorionik berhubungan dengan hiperplasia
sel Leydig. Tumor testis sel benigna jarang terjadi.6

Seminoma dapat dianggap sebagai tumor pendahulu sel embrional (gonosit) yang arah
diferensiasinya berlanjut ke arah sel embrional (germ cell). Tumor-tumor non seminoma dapat
dianggap sebagai tumor sel embrional pluripoten. Tumor yang paling tidak terdiferensiasi dalam
golongan ini adalah karsinoma sel embrional yang didalamnya tidak tampak arah diferensiasi
spesifik. Koriokarsinoma berupa produk kehamilan, Teratoma merupakan campuran jaringan-
jaringan somatik, seperti berbagai tipe epitel, tulang rawan, jaringan otot dan saraf dan berasal dari
berbagai lapisan embrional (ektoderm, mesoderm, endoderm). Jika jaringan-jaringan ini
menunjukkan struktur normal (hampir normal) maka ini disebut teratoma matur, jika arah
diferensiasi jaringan dapat dikenal dengan baik, dan jika diferensiasinya tidak seluruhnya
dewasa/matang, maka ini disebut teratoma imatur. Tipe non-seminoma merupakan manifestasi
berbagai arah diferensiasi sel-sel embrional pluripoten, maka tidak mengherankan bahwa suatu
non seminoma hampir selalu tersusun atas bermacam-macam komponen.7,9

II.7. Pertumbuhan dan Penyebaran

Penentuan stadium klinis yang sederhana dikemukakan oleh Boden dan Gibb :

Stadium A atau I : tumor testis terbaas pada testis, tidak ada bukti penyebaran baik

secara klinis maupun radiologis.

Stadium B atau II : tumor telah mengadakan penyebaran ke kelenjar regional (para aorta)

atau nodus limfatikus iliaka. Stadium II A untuk pembesaran

limfonodi para aorta yang belum teraba, stadium II B untuk

pembesaran limfonodi yang telah teraba (>10 cm).

Stadium C atau III : tumor telah menyebar keluar dari kelenjar retroperitoneum atau telah

mengadakan metastasis supradiafragma.5,6

Tumor testis menyebar melalui pembuluh limfe. Kelenjar limfe terletak para aortal kiri setinggi
L2 tepat dibawah hilus ginjal dan di sebelah kanan antara aorta dan v.kava setinggi L3 dan prakava
setinggi L2. Metastasis di kelenjar inguinal hanya terjadi setelah penyusupan tumor ke dalam kulit
skrotum atau setelah dilakukan pembedahan pada funikulus spermatikus. Penyebaran hematogen
luas pada tahap dini merupakan tanda koriokarsinoma.4
Rute penyebaran hematogen primer adalah melalui sirkulasi darah dari testis ke paru, rute kedua
adalah dari metastasis kelenjar retroperitoneal melalui ductus thoracicus dan v.subclavia ke paru.
Kecepatan terjadinya metastasis sering tampak ada hubungan dengan subtipe histologiknya.
Seminoma bermetastasis lambat dan terutama ke kelenjar paralumbal, koriokarsinoma
bermetastasis cepat dan kebanyakan hematogen.7

Untuk klasifikasi tingkat penyebaran, digunakan sistem TNM Karsinoma Testis.

T. Tumor primer

Tis Pra invasif (intratubular)

T1 Testis dan retetestis

T2 Di luar T.albuginea atau epididimis

T3 Funikulus spermatikus

T4 Skrotum

N. Kelenjar limfe

N0 Tidak ditemukan keganasan

N1 Tunggal < 2 cm

N2 Tunggal 2-5 cm ; multiple < 5 cm

N3 Tunggal atau multiple > 5 cm

M. Metastasis jauh

M0 Tidak dapat ditemukan

M1 Terdapat metastasis jauh


Gambaran Klinis

Pasien biasanya mengeluh adanya pembesaran testis yang seringkali tidak nyeri, namun
30% mengeluh nyeri dan terasa berat pada kantung skrotum, sedang 10% mengeluh nyeri akut
pada skrotum. Tidak jarang pasien mengeluh karena merasa ada massa di perut sebelah atas (10%)
karena pembesaran kelenjar para aorta, benjolan pada kelenjar leher dan 5% pasien mengeluh
adanya ginekomastia. Ginekomastia adalah manifestasi dari beredarnya kadar ß HCG didalam
sirkulasi sistemik yang banyak terdapat pada koriokarsinoma.5

Pada pemeriksaan fisis testis terdapat benjolan padat keras, tidak nyeri pada palpasi dan
tidak menunjukkan tanda transiluminasi. Diperhatikan adanya infiltrasi tumor pada funikulus atau
epididimis. Perlu dicari kemungkinan adanya massa di abdomen, benjolan kelenjar
supraklavikuler, ataupun ginekomasti.5

Simtomatologi dari tumor primer :

 Permulaan akut ( gambaran seperti orkitis, epididimitis, torsio testis ).


 Permulaan yang diskret seperti pembengkakan tanpa nyeri testikal atau pengerasan lokal
atau deformasi testikel.
 Hidrokel simtomatik ( sesudah pungsi palpasi testis ).
 Nyeri lokal, sering menyebar di sisi yang sama ke krista iliaka.
 Kadang-kadang sama sekali tanpa keluhan atau kelainan ; metastasis merupakan
manifestasi pertama penyakitnya.

Simtomatologi mengenai metastasis :

 Nyeri punggung yang samar akibat metastasis kelenjar retroperitoneal.


 Kolik ginjal sebagai akibat bendungan atau penutupan ureter oleh metastasis kelenjar
retroperitoneal.
 Nyeri yang menyebar ke tungkai.
 Tumor yang palpabel di perut sebagai akibat metastasis kelenjar limfe.
 Pembengkakan subklavikular, terutama kiri.
 Dispnoe, hemoptoe, iritasi pleura oleh metastasis paru.
 Malaise umum dengan anemia dan laju enap darah yang tinggi.7

Pada dasarnya, diagnosis karsinoma testis mudah karena merupakan benjolan di dalam testis
yang tidak nyeri dan yang tidak diafan pada uji transiluminasi. Biasanya tumor terbatas di dalam
testis sehingga mudah dibedakan dari epididimis pada palpasi yang dilakukan dengan telunjuk dan
ibu jari. Gejala dan tanda lain seperti nyeri pinggang, kembung, dispnoe atau batuk dan
ginekomasti menunjukkan pada metastasis yang luas. Metastasis paraaorta sering luas dan besar
sekali menyebabkan perut menjadi kembung. Metastasis di paru kadang tertabur luas dan cepat
menjadi besar, sehingga sesak nafas. Gonadotropin yang mungkin disekresi oleh sel tumor dapat
menyebabkan ginekomasti. Kadang keadaan umum merosost cepat dengan penurunan berat
badan.4

Diagnosis

Transiluminasi, ultrasonografi dan pemeriksaan endapan kemih sangat berguna untuk


membedakan tumor dari kelainan lain. kadang tumor testis disertai hidrokel, karena itu
ultrasonografi sangat berguna.4

Sebaiknya diagnostik laboratorium dikerjakan dulu sebelum menjalankan orkidektomi.


Pada penderita dengan non-seminoma zat-zat penanda tumor spesifik dapat ditunjukkan dalam
serum yaitu Human Chorion Gonadotropin (HCG) dan µ-1-fetoprotein (AFP). Pada penderita
dengan seminoma kadar HCG dapat naik sedikit, sering juga terdapat kenaikan Placenta Like
Alkaline Phosphatase (PLAP). Pada semua penderita tumor sel embrional Laktat Dehidrogenase
(LDH) dapat naik.7

Diagnosis ditentukan dengan pemeriksaan histologik sediaan biopsi. Setiap benjolan testis
yang tidak menyurut dan hilang setelah pengobatan adekuat dalam waktu dua minggu harus
dicurigai dan dibiopsi. Biopsi harus dilakukan dari tetis yang didekati melalui sayatan inguinal.
Testis diinspeksi dan dibuat biopsi insisi setelah funikulus ditutup dengan jepitan klem untuk
mencegah penyebaran limfogen atau hematogen. Tidak boleh diadakan biopsi langsung melalui
kulit skrotum karena bahaya pencemaran luka bedah dengan sel tumor dengan implantasi lokal
atau penyebaran ke regio inguinal. Bila ternyata ganas dilakukan orkidektomi, yang disusuli
pemeriksaan luas untuk menentukan jenis tumor, derajat keganasan dan luasnya penyebaran.4

Jika diagnosis tumor sel embrional telah ditetapkan, perlu dilakukan pemeriksaan
tambahan penetapan stadium. Ini berarti di samping pemeriksaan fisik lengkap juga pemeriksaan
pencitraan terdiri atas CT-scan toraks dan abdomen. Pemeriksaan ini tergantung pada
simtomatologinya.7

Penanda tumor pada karsinoma testis germinal bermanfaat untuk membantu diagnosis,
penentuan stadium tumor, monitoring respons pengobatan dan sebagai indikator prognosis tumor
testis. Penanda tumor yang paling sering diperiksa pada tumor testis adalah :

o µFP (Alfa Feto Protein) adalah suatu glikoprotein yang diproduksi oleh karsinoma embrional,
teratokarsinoma atau tumor yolk sac, tetapi tidak diproduksi oleh koriokarsinoma murni dan
seminoma murni. Penanda tumor ini mempunyai masa paruh 5-7 hari.

o
HCG (Human Chorionic Gonadotropin) adalah suatu glikoprotein yang pada keadaan normal
diproduksi oleh jaringan trofoblas. Penanda tumor ini meningkat pada semua pasien
koriokarsioma, pada 40%-60% pasien karsinoma embrional, dan 5%-10% pasien seminoma
murni. HCG mempunyai waktu paruh 24-36 jam.5
Pemeriksa ultrasonografi yang berpengalaman dapat membedakan dengan jelas lesi intra
atau ekstratestikuler dan masa padat atau kistik, namun ultrasonografi tidak dapat memperlihatkan
tunika albuginea, sehingga tidak dapat dipakai untuk menentukan penderajatan tumor testis.
Berbeda halnya dengan ultrasonografi, MRI dapat mengenali tunika albuginea secara terperinci
sehingga dapat dipakai untuk menentukan luas ekstensi tumor testis. Pemakaian CT scan berguna
untuk menentukan ada tidaknya metastasis pada retroperitoneum. Sayangnya pemeriksaan CT
tidak mampu mendeteksi mikrometastasis pada kelenjar limfe retroperitoneal.5

Semula stadium perluasan tumor sel embrional didasarkan atas lokalisasi metastasis, jika
tidak dapat ditunjukkan metastasis dan zat-zat penanda tumor HCG dan AFP tidak dapat
ditunjukkan dalam serum atau menjadi normal setelah orkidektomi, maka dikatakan stadiumnya
adalah stadium I. Pada stadium II dapat ditetapkan adanya metastasis kelenjar limfe
retroperitoneal, pada stadium III metastasis kelenjar limfe di atas diafragma, pada stadium IV
metastasis di paru, hepar, otak atau tulang.7

Diagnosis Diferensial

Diagnosis diferensial meliputi setiap benjolan didalam skrotum yang berhubungan dengan
testis dan keluhan-keluhan pada daerah testis, seperti epididimitis dan orkitis (nyeri dan gejala-
gejala inflamasi), torsio testis, hidrokel (kemungkinan hidrokel simtomatik terdapat sebagai akibat
tumor testis, diperlukan pungsi dan kemudian palpasi), varikokel, spermatokel, kista epididimis,
hernia skrotalis.4,7

Penatalaksanaan

Pada dugaan tumor testis tidak diperbolehkan melakukan biopsi testis, karena itu untuk
penegakan diagnosis patologi anatomi, bahan jaringan harus diambil dari orkidektomi.
Orkidektomi dilakukan melalui pendekatan inguinal setelah mengangkat testis dan funikulus
spermatikus sampai anulus inguinalis internus. Biopsi atau pendekatan trans-skrotal tidak
diperbolehkan karena ditakutkan akan membuka peluang sel-sel tumor mengadakan penyebaran.
Pada eksplorasi melalui insisi inguinal dalam instansi pertama funikulus spermatikus harus diklem
dulu untuk menghindari penyebaran sel melalui darah atau saluran limfe. Kemudian tetis diluksasi
dari skrotum di dalam luka insisi dan diperiksa. Pungsi atau biopsi skrotum harus dianggap sebagai
satu kesalahan tindakan.5,7

Dari hasil pemeriksaan patologi dapat dikategorikan antara seminoma dan non seminoma.

Seminoma

Seminoma merupakan tumor yang sangat sensitif terhadap sinar. Karena itu sesudah orkidektomi
pada seminoma kebanyakan dilakukan radioterapi pada stasiun-stasiun kelenjar limfe regional,
juga jika tidak dapat ditunjukkan adanya metastasis kelenjar limfe dibaeah diafragma. Lapangan
penyinaran juga harus meliputi sikatriks di daerah inguinal dan terapinya terdiri atas paling sedikit
30 Gy dalam 3-4 minggu.7

Penderita dengan stadium I, IIA, dan IIB, setelah orkidektomi diradiasi pada regio paraaorta dan
regio panggul ipsilateral. Karena kurang lebih separuh penderita dengan stadium IIC mendapat
kekambuhan dengan terapi penyinaran, pada penderita ini dilakukan kemoterapi. Kepada penderita
stadium III diberikan skema kemoterapi yang berlaku untuk penderita non seminoma. Bila
penanganan bedah sempurna serta kemoterapi dan penyinaran lengkap prognosis baik sekali.4

Sejak beberapa tahun pada seminoma, jika tidak dapat ditunjukkan metastasis (stadium I), dalam
beberapa pusat yang terspesialisasi cukup dikerjakan kontrol penderita yang frekuen tanpa
radioterapi. Dalam hal ada metastasis kelenjar retroperitoneal dengan diameter lebih dari 5 cm dan
atau metastasis kelenjar di atas diafragma dan atau metastasis hematogen maka ini terindikasi
untuk kemoterapi. Kebanyakan hal ini digunakan empat siklus masing-masing 3 minggu yang
terdiri atas sisplatin dan etoposid (Mencel dkk., 1994). Dalam pusat tertentu nilai kombinasi
kemoterapi ini dibandingkan dengan karboplatin, sendirian atau dalam kombinasi.7

Non-seminoma

Penderita dengan tumor non seminoma stadium I tidak membutuhkan terapi tambahan setelah
pembedahan. Penderita stadium IIA dapat diobservasi saja, kadang diberikan kemoterapi dua seri.
Pada stadium IIB biasanya diberikan empat seri kemoterapi. Penderita stadium IIC dan III
diberikan kemoterapi yang terdiri dari sisplatin, beomisin dan vinblastin. Bila respon tidak
sempurna diberikan seri tambahan dengan sediaan kemoterapi lain. Bila masih terdapat sisa
jaringan di regio retroperitoneal dilakukan laparatomi eksplorasi. Pada kebanyakan penderita
ternyata hanya ditemukan jaringan nekrotik atau jaringan matur. Jaringan matur merupakan
jaringan yang berdiferensiasi baik dan tidak bersifat ganas lagi.4

Jika tidak dapat ditunjukkan metastasis dan tumor terbatas pada testis maka ini disebut stadium I.
Sesudah orkidektomi cukup pemantauan yang sering terhadap penderita (wait and see policy).
Dalam hal ini harus diperhatikan kenyataan bahwa kira-kira 25% penderita selama follow
up menunjukkan pertumbuhan tumor. Dengan kontrol yang sering, dengan menetapkan zat-zat
penanda, pertumbuhan tumor dapat cepat didiagnosis, dan karena kecilnya massa tumor dapat
diterapi kuratif dengan kemoterapi. Jika dibuktikan adanya metastasis, pertama-tama dinilai
dengan polikemoterapi. Semula kemoterapi ini terdiri atas kombinasi sisplatin, vinblastin, dan
bleomisisn, sesudah itu vinblastin diganti dengan etoposid. Kombinasi ini sama efektifnya tetapi
cukup ringan toksisitasnya.7

Prognosis
Prognosis umumnya memuaskan, kecuali pada penderita dengan metastasis banyak di paru atau
bila terdapat kekambuhan dengan kadar petanda tumor yang tinggi. Prognosis tumor testis bukan
hanya bergantung kepada sifat histologiknya, melainkan terutama pada stadium tumor. Ketahanan
hidup 5 tahun adalah sebagai berikut 4,7 :

o Seminoma, stadium I dan II : 95%

o Seminoma, stadium III-IV : 70-90%

o Non-seminoma, stadium I : 99%

o Non-seminoma, tumor sedikit : 70-90%

o Non-seminoma, tumor banyak : 40-70%

Pada tumor testis follow up harus dijalankan sebagai berikut : tahun ke-1 tiap 1 bulan ; tanuh ke-2
tiap 2 bulan ; tahun ke-3 tiap 3 bulan ; tahun ke-4 dan 5 tiap 6 bulan ; tahun ke-6 hingga 10 tiap
tahun. Pada waktu kontrol harus diperhatikan khusus zat-zat penanda tumor, pemeriksaan
abdomen (CT scan retroperitoneum), dan testis sisi lainnya, deteksi limfoma supraklavikuler,
pemeriksaan paru (foto thorak dan CT) dan keadaan umum penderita.7

KESIMPULAN

 Tumor testis merupakan keganasan terbanyak pada pria berusia diantara 15-35 tahun dan
merupakan 1-2% dari semua neoplasma pada pria.
 Tumor testis berasal dari sel germinal atau jaringan stroma testis. Lebih dari 90% berasal
dari sel germinal. Tumor ini mempunyai derajat keganasan tinggi, tetapi dapat sembuh bila
diberi penanganan adekuat.
 Penyebab tumor testis belum diketahui dengan pasti, tetapi terdapat beberapa faktor yang
erat kaitannya dengan peningkatan kejadian tumor testis, antara lain maldesensus testis,
trauma testis, atrofi atau infeksi testis dan pengaruh hormon.
 Seminoma merupakan tumor maligna testis yang tersering, diikuti dengan Karsinoma
embrional, teratoma dan khoriokarsinoma.
 Seminoma bermetastasis lambat dan terutama ke kelenjar paralumbal, koriokarsinoma
bermetastasis cepat dan kebanyakan hematogen.
 Penanda tumor yang paling sering diperiksa pada tumor testis adalah µFP dan HCG,
penanda tumor pada karsinoma testis germinal bermanfaat untuk membantu diagnosis,
penentuan stadium tumor, monitoring respons pengobatan dan sebagai indikator prognosis
tumor testis.
 Seminoma atau non-seminoma sangat sensitif terhadap kemoterapi. Seminoma juga sangat
radiosensitif, non-seminoma jauh kurang sensitif.
 Prognosis umumnya memuaskan, kecuali pada penderita dengan metastasis banyak di paru
atau bila terdapat kekambuhan dengan kadar petanda tumor yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Price, Wilson M. Lorraine, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Gangguan


Pertumbuhan, Proliferasi dan Diferensiasi Sel, Buku 1, Edisi 4, EGC, Jakarta, 1995, Hlm 111 –
126.

2. Price, Wilson M. Lorraine, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Gangguan


Sistem Reproduksi Pria, Buku 2, Edisi 4, EGC, Jakarta, 1995, Hlm 1146.

3. Frontiers in Bioscience, 2002, Teratoma of the Testis,www.bioscience.org.

4. Sjamsjulhidayat R., Jong W.D., Buku Ajar Ilmu Bedah, Tumor Ganas Testis, Edisi Revisi, EGC,
Jakarta, 1997, Hlm 1070-1073.

5. Purnomo B., Dasar-dasar Urologi, Tumor Urogenitalia, Edisi kedua, CV. Sagung Seto,
Jakarta, 2003, Hlm 181-185.

6. Schrock R. Thedore, Handbook of Surgery, Urologi, Edisi 7, EGC, Jakarta, Hlm 324-341.

7. Van de Velde C.J.H., Bosman F.T., Wagener D.J., Onkologi,Tumor Testis, Edisi 5 Revisi,
Panitia Kanker RSUP Sardjito Yogyakarta, Alih Bahasa : Arjono, 1996, Hlm 556-563.

8. Anonym, 2002, Anatomy of the Testis (2), www.trainingseer.cancer.gov.

9. Anonym, 2004, Sertoli Cell Tumor of the Testis, www.gfmer.ch.

Anda mungkin juga menyukai