IV. Kewajiban Dan Karir PNS
IV. Kewajiban Dan Karir PNS
A. Latar Belakang
Dalam rangka mewujudkan sistem pemerintahan yang bersih dan
berwibawa (good gavernance) serta mewujudkan pelayanan publik yang
baik, efisien, efektif dan berkualitas tentunya perlu didukung adanya Sumber
Daya Manusia (SDM) aparatur khususnya Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang
profesional, bertanggungjawab, adil, jujur dan kompeten dalam bidangnya.
Dengan kata lain, PNS dalam menjalankan tugas tentunya harus
berdasarkan pada profesionalisme dan kompetensi sesuai kualifikasi bidang
ilmu yang dimilikinya.
Data Badan Kepegawaian Negara (BKN) menunjukkan saat ini
terdapat hampir empat juta pegawai negeri sipil (PNS). Kritik tentang
rendahnya mutu pelayanan PNS selalu dikaitkan dengan profesionalisme
semata. Padahal, tidak memadainya kualitas kerja PNS juga merupakan
akibat tidak berimbangnya rasio antara jumlah PNS dengan para
stakeholders-nya. PNS di Indonesia hanya 1,7 dari total jumlah masyarakat
Indonesia (Sinar Harapan). Terlepas dari pentingnya aspek jumlah,
mengefisienkan jumlah PNS dipandang sebagai formula yang dapat
diterapkan guna memastikan setiap PNS bekerja secara lebih serius
berdasarkan posisi mereka
PNS atau sering disebut birokrat, sesungguhnya adalah public
servant yang wajib memberikan pelayanan publik yang terbaik kepada
masyarakat sebagai pelanggan. Sebagaimana dalam Ketetapan MPR-RI
No.VI/2001 sesungguhnya sudah mengamanatkan agar Presiden
membangun kultur birokrasi Indonesia menjadi birokrasi yang transparan,
akuntabel, bersih dan bertanggung-jawab serta dapat menjadi pelayan
masyarakat dan menjadi teladan masyarakat. Birokrasi harus melaksanakan
pemerintahan yang baik dan bersih (clean and good governance).
Dalam Undang-Undang Nomor 43 tahun 1999 Tentang Pokok-
Pokok Kepegawaian Bab I butir 8 disebutkan secara jelas bahwa
manajemen Pegawai Negeri Sipil adalah keseluruhan upaya untuk
meningkatkan efisiensi, efektifitas dan derajat profesionalisme
penyelenggaraan tugas, fungsi dan kewajiban kepegawaian, yang meliputi
perencanaan, pengadaan, pengembangan kualitas, penempatan, promosi,
penggajian, kesejahteraan dan pemberhentian. Pada intinya manajemen
kepegawaian lebih berorientasi pada profesionalisme SDM aparatur (PNS),
yang bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat secara jujur,
adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan dan
pembangunan, tidak partisan dan netral, keluar dari semua pengaruh
golongan dan partai politik dan tidak diskriminatif dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat, untuk bisa melaksanakan tugas pelayanan
dengan persyaratan yang demikian, SDM aparatur (PNS) dituntut memiliki
profesionalisme dan wawasan global serta memiliki kompetensi yang tinggi.
Permasalahannya adalah SDM aparatur (PNS) yang profesional dan
memiliki kompetensi tinggi seperti yang diamanatkan dalam Undang-
Undang tersebut serta diinginkan oleh semua pihak, hingga saat ini masih
merupakan “ impian” daripada kenyataan. Hasil penelitian PERC (Political
Risk Consultancy, 1999) menyimpulkan bahwa Indonesia menjadi salah
satu negara terburuk dalam bidang birokrasi. Bahkan riset yang sama
dilakukan pada tahun 2000 oleh PERC hasilnya disimpulkan birokrasi di
Indonesia memperoleh skor 8,0 dari kisaran skor 0 untuk yang terbaik dan
10 untuk yang terburuk.
Rendahnya kinerja birokrasi (PNS) mengakibatkan rendahnya
kualitas pelayanan publik, bahkan mengakibatkan pengguna jasa harus
membayar biaya yang mahal (high cost economy). Gambaran buruknya
1
birokrasi (kinerja PNS yang rendah) disebabkan kurangnya atau bahkan
tidak kompetennya sebagian pejabat struktural di lingkungan pemerintah.
Untuk mewujudkan SDM aparatur (PNS) yang profesional dan
berkompetensi dengan pembinaan karir PNS yang dilaksanakan atas dasar
perpaduan antara sistem prestasi kerja dan karir, maka Pengembangan
SDM aparatur berbasis kompetensi merupakan suatu keharusan agar
organisasi (birokrasi) dapat mewujudkan kinerja yang lebih baik dan
memberikan pelayanan publik yang terbaik
B. Rumusan Masalah
Guna untuk menyamakan persepsi antara penulis dengan pembaca dengan
demikian akan membuat karya tulis ini lebih bermanfaat oleh sebab itu
penulis akan menghususkan karya tulis ini kedalam beberapa rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Apa sajakah yang termasuk kewajiban PNS Republik Indonesia
2. Bagimanakah Strategi Pengembangan Karir PNS Berbasis
Kompetensi
C. Tujuan
Adapun tujuan dibuatnya karya tulis ini adalah sebagai berikut
1. Untuk mengetahui Kewajiban PNS
2. Untuk mengetahui strategi pengembangan karir PNS
D. Manfaat
Dengan selesainya penulisan makalah ini penulis mempunyai sedikit
harapan pada masa yang akan datang semoga karya tulis yang penulis
susun ini mudah – mudahan bermanfaat sebagai berikut :
1. Menambah ilmu pengetahuan penulis khususnya dalam sistem
pembuatan makalah
2. Dapat menjadi masukan bagi penulis sendiri dan para pembaca
3. Dapat dijadikan referensi bagi mahasiswa lainnya dan para peneliti
lainnya pada masa yang akan datang.
2
BAB II URAIAN TEORITIS
3
BAB III PEMBAHASAN
4
Merupakan kecenderungan seorang PNS untuk me-laksanakan tugas yang
menjadi tanggungjawabnya secara tulus.
Dari teori-teori sebagaimana diuraikan di atas dapat disimpulkan, bahwa
profesionalisme sangat diperlukan dikalangan Pegawai Negeri Sipil, karena
profesionalisme sangat berkaitan dengan kompetensi, yang ditandai oleh
ciri-ciri sebagai berikut :
1. Meningkatkan pengetahuan
2. Komitmen pada kualitas
3. Dedikasi
4. Keinginan untuk membantu.
5
secara umum.
7) Melaksanakan tugas kedinasan dengan sebaik-baiknya dan
dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab.
8) Bekerja dengan jujur, tertib, cermat dan bersemangat untuk
kepentingan Negara.
9) Memelihara dan meningkatkan keutuhan, kekompakan, persatuan,
dan kesatuan Korps Pegawai Negeri Sipil.
10) Segera melaporkan kepada atasannya, apabila mengetahui ada
hal yang dapat membahanyakan atau merugikan Negara / pemerintah,
terutama di bidang keamanan, keuangan dan material.
11) Mentaati ketentuan jam kerja, serta menciptakan dan memelihara
suasana kerja yang baik.
12) Menggunakan dan memelihara barang-barang milik Negara
dengan sebaik-baiknya.
13) Memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada
masyarakat menurut bidang tugasnya masing-masing.
14) Bertindak dan bersikap tegas, tetapi adil dan bijaksana terhadap
bawahannya.
15) Membimbing bawahannya dalam melaksanakan tugasnya.
16) Menjadi dan memberikan contoh serta teladan yang baik terhadap
bawahannya.
17) Mendorong bawahannya untuk meningkatkan prestasi kerjanya.
18) Memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk
mengembangkan kariernya.
19) Mentaati ketentuan peraturan perundang-undangan tentang
perpajakan.
20) Berpakaian rapid an sopan serta bersikap dan bertingkah laku
sopan terhadap masyarakat, sesame pegawai negeri sipil dan terhadap
atasan.
21) Hormat menghormati antara sesame warganegara yang memeluk
agama / kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang berlainan.
22) Menjadi teladan sebagai warganegara yang baik dalam
masyarakat.
23) Mentaati segala peraturan perundang-undangan dan peraturan
kedinasan yang berlaku.
24) Mentaati perintah kedinasan dari atasan yang berwenang.
25) Memperhatikan dan menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
6
untuk menciptakan aparatur yang memiliki semangat pengabdian yang
tinggi dalam melayani masyarakat yang selalu bertindak hemat, efisien,
rasional, transparan, dan akuntabel. Kompetensi yang dimiliki PNS secara
individual harus mampu mendukung pelaksanaan strategi organisasi dan
mampu mendukung setiap perubahan yang dilakukan manajemen.
Strategi peningkatan kompetensi aparatur seyogyanya tidak
dilihat secara parsial tetapi holistik. Keseluruhan unsur ini perlu dimanage
melalui pembuatan sistemnya, penerapan sistem tersebut secara
konsisten, dan penyempurnaan yang terus-menerus terhadap sistem yang
ada, guna menghasilkan SDM aparatur yang profesional. Strategi itu
meliputi :
7
konvensional hanya menghasilkan peserta pelatihan memiliki “pengetahuan
mengenai apa”. Sementara pelatihan yang berbasis kompetensi
memungkinkan peserta setelah selesai, tidak sekedar mengerti, akan tetapi
“dapat melakukan sesuatu” yang harus dikerjakan.
Melalui pelatihan berbasis kompetensi , pegawai akan terbantu di
dalam mengerjakan pekerjaan yang ada, dapat meningkatkan tanggung
jawab dan mengembangkan karir. Salah satu upaya strategis yang perlu
dilakukan adalah menciptakan sebuah “proses belajar” yang berlanjut
melalui pelatihan dan pengembangan. Dalam Paradigma Pendidikan
(Proses pembelajaran) versi UNESCO (dalam Mangkuprawira, 2007) yang
terbaru menekankan bahwa sasaran pendidikan diarahkan pada : ( 1)
learning to know; (2) learning to do; (3) learning to be; (4) learning to live
together. Sedangkan tujuan atau maksud utama dari program-program
pelatihan yang berbasis kompetensi meliputi: (1) Memperbaiki kinerja; (2)
Meningkatkan ketrampilan; (3) Menghindari keusangan manjerial; (4)
Menyolusikan masalah; (5) Orientasi karyawan baru; (6) Penyiapan
Promosi; (7) memberikan kepuasan untuk kebutuhan pengembangan
personal. (Carell, M,R 1995)
Sedangkan yang dimaksud dengan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat)
Berbasis Kompetensi –PPKB (competency-based education and or
trainning) merupakan salah satu pendekatan dalam pengembangan SDM
yang berfokus pada hasil akhir (outcome). PPKB merupakan suatu proses
pendidikan dan pelatihan uang dirancang untuk mengembangkan
kemampuan dan ketrampilan secara khusus, untuk mencapai hasil kerja
yang berbasis target kinerja (performance target) yang telah ditetapkan.
(Setyowati , http:// public.brawijaya.co.id).
Lebih lanjut dikatakan bahwa tujuan PPBK adalah : (1) Menghasilkan
kompetensi dalam penggunaan ketrampilan yang ditentukan untuk
pencapaian pekerjaan dan jabatan; (2) Penelusuran (penilaian) kompetensi
yang telah dicapai dan sertifikasi.
Penerapkan diklat berbasis kompetensi. Artinya, penyelenggaraan
diklat diarahkan untuk mengisi kompetensi peserta sesuai yang
dipersyaratkan oleh jabatannya, sehingga PNS bersangkutan wajib
mengikuti diklat yang tujuan pembelajarannya membangun kompetensi
tersebut. Diklat berbasis kompetensi bagi PNS bukan diklat yang sekedar
membentuk kompetensi, tetapi kompetensi tersebut harus relevan
dengan tugas dan jabatannya. Dengan kata lain, kompetensi itu
secara langsung dapat membantu di dalam melaksanakan tugas dan
jabatan.
Penerapan kebijakan ini memang berimplikasi langsung pada keharusan
adanya standar kompetensi untuk setiap jabatan, baik jabatan
struktural, fungsional tertentu, maupun fungsional umum. Karena setiap
PNS adalah pelayan publik, maka sesuai dengan tugas pokoknya sudah
barang tentu kompetensi merupakan keharusan pada setiap standar
jabatan. Dalam prakteknya, tidak semua kompetensi tersebut diperoleh
melalui diklat melainkan diperoleh melalui belajar mandiri, bimbingan di
tempat kerja, dan sebagainya. Kompetensi yang diperoleh melalui diklatlah
yang ditindaklanjuti dalam bentuk program diklat. Dengan demikian,
kebijakan diklat berbasis kompetensi ini diharapkan dapat menjadi
pendorong (trigerting) dalam memberikan pelayanan yang baik.
Perubahan melalui diklat dapat dilakukan dengan melakukan berbagai
kursus, pendidikan formal maupun non formal atau pendidikan lainnya yang
berkaitan dengan peningkatan kemampuan atau kompetensi teknis maupun
perubahan pola pikir, moral, dan perilaku SDM aparatur. Meskipun merubah
pola pikir, moral dan perilaku SDM aparatur melalui diklat memang tidak
mudah, akan tetapi tetap perlu dilakukan. Sementara peningkatan
kemampuan atau kompetensi melalui non diklat dapat dilakukan dengan
8
menciptakan situasi dan kondisi kerja yang kondusif untuk terjadinya
peningkatan kemampuan, melakukan mutasi secara berkala, menciptakan
hubungan antar personal yang harmonis dan lain sebagainya.
9
sumberdaya manusia yang dimilikin organisasi, melalui audit mengenai
kompetensi karyawannya. Dari sudut pandang karyawan, proses
assessment center membuka wawasan mengenai peluang dan pilihan jalur
karir serta mendorong pemikiran mengenai minat dan aspirasi mereka.
Dengan demikian organisasi dapat merencanakan kesesuaian kompetensi
dan minat dengan persyaratan dan karakteristik atau posisi tertentu (Prihadi,
ibid.31)
Tujuan umum dari asssesment center adalah agar oraganisasi
mempunyai orang-orang yang siap menjalankan pekerjaannya hingga level
kompetensi tertinggi, dengan kata lain tujuan dari tujuan assesment center
adalah terciptanya ksesesuaian antara apa yang dibutuhkan dan dapat
ditawarkan organisasi dengan apa yang dibutuhkan dan ditawarkan
karyawannya.
Lebih lanjut Douglas W. Bray menyatakan bahwa “Penggunaan
assessment center berbeda menurut tingkat dari karyawan yang dievaluasi
jenis pekerjaan di mana peserta dievaluasi, dan tujuan umum dari
penilaian.” Lebih lanjut, Bray menyebutkan beberapa tujuan tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Perekrutan pegawai
Beberapa organisasi telah mempergunakan proses assessment
center sebagai alat pembantu dalam pengambilan keputusan perekrutan
pegawai. Perlunya pelaksanaan proses ini dalam prakteknya adalah
kenyataan bahwa para calon untuk perekrutan pegawai bukan saja bersedia
untuk mengikuti proses penilaian tetapi sering kali terkesan dengan
besamya perhatian yang dicurahkan oleh perusahaan untuk progranl
perekrutan pegawainya.
2. Identifikasi awal
Walaupun poin ini merupakan aplikasinya yang terbaru, fungsi
assessment center untuk melakukan identifikasi logis dipertimbangkan pada
urutan ke-2, karena hal ini akan mempengaruhi karyawan yang baru saja
direkrut sebelumnya. Tujuan dari identifikasi awal, sampai sejauh ini, adalah
untuk mengetahui potensi pelaksanaan pekerjaan manajerial dari pegawai-
pegawai non-managemen. Tujuan dari penilaian ini bukan untuk
menghambat keputusan promosi akhir para calon ke tingkat manajemen,
tetapi lebih untuk mengidentifikasikan pegawai-pegawai yang memiliki
harapan di masa yang akan datang. Maksud yang terkandung ialah untuk
memberikan kesempatan pengembangan khusus dan tindakan rangsangan
bagi mereka. dengan potensi yang besar, sehingga dapat posisi yang
ditargetkan lebih cepat dari yang diperkirakan. Dalam jenis aplikasi ini,
semua teknik assessment center dilaksanakan secara perorangan. Tidak
dipergunakan latihan secara kelompok.
3. Penempatan
Salah satu sasaran yang jarang ingin dicapai melalui proses
assessment center adalah penempatan. Hal ini adalah wajar karena
biasanya proses assessment center lebih dijalankan untuk model
manajemen umum daripada untuk pekerjaan-pekerjaan yang bersifat
spesifik. Walaupun demikian, assessment center juga mempengaruhi
keputusan penempatan pegawai dalam beberapa kasus.
4. Promosi
Penggunaan yang cukup sering dari assessment center ialah sebagai
bagian dari proses promosi. Tipe assessment ini dilakukan untuk berbagai
level manajemen yang berbeda. Mungkin assessment center lebih umum
dilaksanakan untuk tingkat manajemen bawah, namun banyak organisasi
yang membatasi penggunaan assessment center hingga kepada tingkat
manajemen menengah. Beberapa organisasi bahkan menggunakannya
untuk jabatan yang hampir setara dengan wakil presiden.
5. Pengembangan
10
Rekomendasi untuk pengembangan hampir selalu merupakan salah
satu hasil dari proses assessment center. Namun assessment center yang
dilaksanakan semata-mata untuk tujuan pengembangan adalah jarang.
6. Affirmative Action
Tujuan baru yang ingin dicapai melalui assessment center ialah
untuk program ‘Affirmative Action’, yang ingin mempercepat promosi bagi
kelompok minoritas dan pegawai wanita dalam organisasi tersebut. Program
identifikasi awal adalah sejalan dengan tujuan ini. Banyak perusahaan yang
memperkerjakan lebih banyak pegawai dari kelompok minoritas. Proses
identifikasi, pengembangan, dan promosi sering kali sangat panjang, dan
adalah perlu untuk mengidentifikasi anggota kelompok minoritas dengan
potensi yang lebih tinggi agar dapat maju lebih cepat.
11
menggambarkan kriteria spesifik sesuai yang dituntut oleh persyaratan
jabatan yang ada. Metoda ini lebih lazim digunakan untuk menilai
kemampuan calon yang akan diproyeksikan untuk menduduki posisi
manajerial, baik calon dari luar perusahaan, maupun untuk kepentingan
promosi jabatan.
12
BAB IV KESIMPULAN
Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan pelayanan publik
yang berkualitas yang kian hari kian kompleks serta menghadapi pada
persaingan global, maka dibutuhkan SDM aparatur (PNS) yang profesional
serta sadar akan kewajiban dan tanggung jawab. Idealnya, kebutuhan
tersebut dilakukan secara komprehensif mulai dari perencanaan,
pengadaan, penempatan, pengembangan pegawai, penilaian kinerja,
promosi, pendidikan dan pelatihan, kompensasi, renumerasi, terminasi
dan penerapan peraturan disiplin pegawai.
Sejalan dengan transformasi peran SDM dari professional manjadi
strategik menuntut adanya pengembangan SDM berbasis kompentensi agar
kontribusi kinerja SDM terhadap organisasi menjadi jelas dan terukur.
Mengingat program pengembangan SDM adalah program yang
berkesinambungan maka dalam pelaksanaannya diperlukan proses
pembelajaran yang berkelanjutan agar dapat mendukung keberhasilan
peningkatan kinerja organisasi. Kompetensi merupakan salah satu unsur
penentu upaya peningkatan kinerja organisasi dan penyediaan tenaga kerja
yang memberikan perspektif yang lebih tajam dan spesifik terhadap pekerja
dan pekerjaannya, karena kompetensi merujuk kepada karakteristik yang
mendasari perilaku yang menggambarkan motif, karakteristik pribadi (ciri
khas), konsep diri, nilai-nilai, pengetahuan atau keahlian yang dibawa
seseorang yang berkinerja unggul (superior performer).
Berbagai strategi pengembangan SDM aparatur (PNS) yang
berbasis kompetensi dapat dilakukan, antara lain: (1) Strategi CBHRM
merupakan salah satu strategi atau pendekatan baru dalam memetakan
kinerja SDM yang mengarah pada profesionalisme dengan mendasarkan
pada kompetensi, yang tersusun dalam direktori kompetensi serta profil
kompetensi per posisi; (2) Strategi Pendidikan dan Pelatihan Berbasis
Kompetensi (PPBK) adalah sistem pendidikan dan pelatihan yang
menawarkan upaya peningkatan kinerja SDM dan organisasi melalui
kompetensi yang dapat menciptakan karyawan dengan kemampuan yang
sesuai dengan kebutuhan dan persyaratan pekerjaan; (3) Strategi yang
menggunakan Metode assessment center yaitu sebuah proses, prosedur
atau metode pendekatan untuk menilai dan mengukur kompetensi orang.
Strategi/ metode ini merupakan salah satu sarana/ alat pengambilan
keputusan yang berkaitan dengan SDM seperti rekruitmen, promosi, mutasi
dan pengembangan karir pegawai.
Sekalipun strategi pengembangan SDN aparatur ( PNS) yang
berbasis kompetensi sudah ada, dan beberapa kebijakan pemerintah untuk
pembinaan dan pengembangan karisr PNS sudah dibuat, sebagai acuan
dan dasar penerapan pengembangan karir PNS berbasis kompetensi,
namun pada pada kenyataannya aplikasi pada pemerintah daerah belum
sepenuhnya di diterapkan.
13
DAFTAR PUSTAKA
http://demak.kemenag.go.id/berita/read/kewajiban-pns-menurut-peraturan-
pemerintah-nomor-53-tahun-2010
http://indraachmadi.blogspot.co.id/2013/05/pengembangan-karir-pegawai-
negeri-sipil.html?m=1
14