Anda di halaman 1dari 26

Kasus Suami Isteri Keracunan Gas Monoksida

Riama Sihombing

102012185

Falkutas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510

riamasihombing7@gmail.com

Pendahuluan

Ilmu kedokteran forensik, juga dikenal dengan nama Legal Medicine, adalah salah satu cabang
spesialistik dari ilmu kedokteran, yang mempelajari pemanfaatan ilmu kedokteran untuk
kepentingan penegakan hukum serta keadilan. Dalam hal korban meninggal, dokter diharapkan
dapat menjelaskan penyebab kematian yang bersangkutan, bagaimana mekanisme terjadinya
kematian tersebut, serta membantu dalam perkiraan saat kematian dan perkiraan cara kematian.
Untuk kesemuanya itu, dalam bidang ilmu kedokteran forensik dipelajari tata laksana mediko-
legal, tanatologi, traumatologi, toksikologi, teknik pemeriksaan dan segala sesuatu yang terkait,
agar semua dokter dalam memenuhi kewajibannya membantu penyidik, dapat benar-benar
memanfaatkan segala pengetahuan kedokterannya untuk kepentingan peradilan serta kepentingan
lain yang bermanfaat bagi kehidupan bermasyarakat.

Skenario

Suatu hari anda didatangi penyidik dan diminta untuk membantu mereka dalam memeriksa suatu
tempat kejadian perkara ( TKP ). Menurut penyidik, TKP adalah sebuah rumah yang cukup besar
milik seorang pengusaha perkayuan yang terlihat sukses. Tadi pagi si pengusaha dan isterinya
ditemukan meninggal dunia didalam kamarnya yang terkunci di dalam. Anaknya yang pertama
kali mencurigai hal itu (pukul 08.00) karena si ayah yang biasanya bangun untuk lari pagi, hari
ini belum keluar dari kamarnya. Ia bersama dengan pak ketua RT melaporkannya kepada polisi.

Penyidik telah membuka kamar tersebut dan menemukan kedua orang tersebut tiduran ditempat
tidurnya dan dalam keadaan mati. Tidak ada tanda-tanda perkelahian diruang tersebut, segalanya

1
masih tertata rapi sebagaimana biasa, tutur anaknya. Dari pengamatan sementara tidak
ditemukan luka-luka pada kedua mayat dan tidak ada barang yang hilang. Salah seorang
penyidik ditelpon oleh petugas asuransi bahwa ia telah dihubungi oleh anak si pengusaha
berkaitan dengan kemungkinan klaim asuransi jiwa pengusaha tersebut.

Pembahasan

Aspek Hukum

Pasal 133 KUHAP

(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka,
keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia
berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman
atau dokter atau ahli lainnya.
(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara
tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau
pemeriksaan mayat atau pemeriksaan bedah mayat.
(3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit
harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan
diberi label yang memuat identitas mayat, dilakukan dengan diberi cap jabatan yang
dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.

Pasal 134 KUHAP

(1) Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak
mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga
korban.
(2) Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menrangkan sejelas-jelasnya tentang
maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut.
(3) Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau pihak yang
perlu diberitahu tidak ditemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 133 ayat (3) undang-undang ini.

Pasal 179 KUHAP

2
(1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter
atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
(2) Semua ketentuan tersebut diatas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan
keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan
memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan sebenar – benarnya menurut
pengetahuan dalam bidang keahlianya.

Prosedur Medikolegal

Bentuk Bantuan Dokter Bagi Peradilan dan Manfaatnya

Pasal 183 KUHAP

Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-
kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-
benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.

Pasal 184 KUHAP

Alat bukti yang sah ialah

 Keterangan saksi
 Keterangan ahli
 Surat petunjuk keterangan terdakwa.
 Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.

Pasal 185 KUHAP

(1) Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan.
(2) Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah
terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku apabila disertai dengan
suatu alat bukti yang sah lainnya.
(4) Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri-sendiri tentang suatu kejadian atau
keadaan dapat digunakan sebagai suatu alat bukti yang sah apabila keterangan saksi itu

3
ada hubungannya satu dengan yang lain sedemikian rupa, sehingga dapat membenarkan
adanya suatu kejadian atau keadaan tertentu.
(5) Baik pendapat maupun rekaan, yang diperoleh dari hasil pemikiran saja, bukan
merupakan keterangan saksi.
(6) Dalam menilai kebenaran keterangan seorang saksi, hakim harus dengan sungguh-
sungguh memperhatikan
 persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain
 persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain

alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi keterangan yang tertentu cara
hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat mempengaruhi dapat
tidaknya keterangan itu dipercaya.

(7) Keterangan dari saksi yang tidak disumpah meskipun sesuai satu dengan yang lain tidak
merupakan alat bukti namun apabila keterangan itu sesuai dengan keterangan dari saksi
yang disumpah dapat dipergunakan sebagai tambahan alat bukti sah yang lain.

Pasal 186 KUHAP

Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.

Penjelasan: Keterangan ahli ini dapat juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh
penyidik atau penuntut umum yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan
mengingat sumpah di waktu ia menerima jabatan atau pekerjaan.

Pasal 187 KUHAP

Surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau
dikuatkan dengan sumpah, adalah:

a. berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang
berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang memuat keterangan tentang
kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai
dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu;

4
b. surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang
dibuat oleh pejabat mengenal hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi
tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu
keadaan;
c. surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya
mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dan padanya;
d. surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat
pembuktian yang lain.

Pasal 65 KUHAP

Tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan diri mengajukan saksi dan atau seseorang
yang memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya.

Pasal 2 PP No 18/ 1981

Bedah mayat klinis hanya boleh dilakukan dalam keadaan sebagai berikut:

(1) Dengan persetujuan tertulis penderita dan atau keluarganya yang terdekat setelah
penderita meninggal dunia, apabila sebab kematiannya belum dapat ditentukan dengan
pasti;
(2) Tanpa persetujuan penderita atau keluarganya yang terdekat, apabila diduga penderita
menderita penyakit yang dapat membahayakan orang lain atau masyarakat sekitarnya;
(3) Tanpa persetujuan penderita atau keluarganya yang terdekat, apabila dalam jangka waktu
2x24 jam (dua kali dua puluh empat) jam tidak ada keluarga terdekat dari yang
meninggal dunia datang ke rumah sakit;

Pasal 70 UU Kesehatan

Bedah mayat hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu dan dengan memperhatikan norma yang berlaku dalam masyarakat.

Pasal 267 tentang keterangan palsu

5
Seorang dokter yang dengan sengaja memberikan surat keterangan palsu tentang ada atau
tidaknya penyakit, kelemahan atau cacat, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun;

Jika keterangan diberikan dengan maksud untuk memasukkan seseorang ke dalam rumah sakit
jiwa atau untuk menahannya di situ, dijatuhkan pidana penjara paling lama delapan tahun enam
bulan;

Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat keterangan
palsu itu seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran;

Identifikasi Jenazah

Dalam mengidentifikasi jenazah, beberapa metode forensik kedoteran seperti tanatologi,


traumatologi diterapkan guna membantu mendapatkan hasil temuan yang baik dan benar serta
akurat.

 Tanatologi
Tanatologi berasal dari kata thanos (yang berhubungan dengan kematian) dan logos
(ilmu). Tanatologi adalah bagian dari ilmu kedokteran forensik yang mempelajari
kematian dan perubahan yang terjadi setelah kematian serta faktor yang mempengaruhi
perubahan tersebut.1
Pengetahuan ini berguna untuk:
1. Menentukan seseorang benar-benar telah meninggal atau belum.
2. Menentukan kapan seseorang telah meninggal.
3. Membedakan perubahan-perubahan post mortal dengan kelainan-kelainan yang
terjadi pada waktu korban masih hidup.
 Traumatologi Forensik
Traumatology adalah ilmu yang mempelajari tentang luka dan cedera serta hubungannya
dengan berbagai kekerasan (rudapaksa), sedangkan yang dimaksudkan dengan luka
adalah suatu keadaan ke-tidak-sinambungan jaringan tubuh akibat kekerasan.
Berdasarkan sifat serta penyebabnya, kekerasan dapat dibedakan atas kekerasan yang
bersifat:
1. Mekanik

6
Kekerasan oleh benda tajam
Kekerasan oleh benda tumpul
Tembakan senjata api
2. Fisika
Suhu
Listri dan petir
Perubahan tekanan udara
Akustik
Radiasi
3. Kimia
Asam atau basa kuat

Pemeriksaan Kedokteran Forensik

Bila dibandingkan dengan kelainan atau penyakit yang ditimbulkan oleh bakteri, kuman, virus
atapun trauma; maka keracunan kasusnya relatif sedikit, sehingga tidak jarang terjadi kekeliruan
dalam penanganan pasien. Oleh karena itu, perlu diketahui pada keadaan apa saja pemeriksaan
toksikologi diperlukan.2

 pada kasus kematian mendadak


 pada kematian mendadak yang terjadi pada sekelompok orang
 pada kematian yang dikaitkan dengan tindakan abortus
 pada kasus perkosaan atau kejahatan seksual lainnya
 pada kecelakaan transportasi, khususnya pada pengemudi dan pilot
 pada kasus penganiyaan atau pembunuhan (selektif)
 pada kasus yang memang diketahui atau patut diduga menelan racun
 pada kematian setelah tindakan medis, penyuntikan, operasi dan lain sebagainya

Korban mati akibat keracunan umumnya dapat dibagi menjadi 2 golongan, yang sejak semula
sudah dicurigai kematian akibat keracunan dan kasus yang sampai saat sebelum diautopsi
dilakukan, belum ada kecurigaan terhadap kemungkinan keracunan.3

Harus dipikirkan kemungkinan kematian akibat keracunan bila pada pemeriksaan setempat
(scene investigation) terdapat kecurigaan akan keracunan, bila pada autopsi ditemukan kelainan

7
yang lazim ditemukan pada keracunan dengan zat tertentu, misalnya lebam mayat yang tidak
biasa, luka bekas suntikan sepanjang vena dan keluarnya buih dari mulut dan hidung serta bila
pada autopsi tidak ditemukan penyebab kematian.

Dalam menangani kasus kematian akibat keracunan perlu dilakukan beberapa pemeriksaan
penting, yaitu:

1. Pemeriksaan di tempat kejadian


Perlu dilakukan untuk membantu penentuan penyebab kematian dan menentukan cara
kematian, mengumpulkan keterangan sebanyak mungkin tentang saat kematian,
mengumpulkan barang bukti.
2. Pemeriksaan luar
 Bau. Dari bau yang tercium dapat diperoleh petunjuk racun apa yang kiranya
ditelan oleh korban. Segera setelah pemeriksa berada di samping mayat ia harus
menekan dada mayat untuk menentukan apakah ada suatu bau yang tidak biasa
keluar dari lubang-lubang hidung dan mulut.
 Pakaian. Pada pakaian dapat ditemukan bercak-barcak yang disebabkan oleh
tercecernya racun yang ditelan atau oleh muntahan. Misalnya bercak berwarna
coklat karena asam sulfat atau kuning karena asam nitrat. Pada pembunuhan
biasanya bercak tidak beraturan karena telah disiram.
 Lebam mayat. Warna lebam mayat yang tidak biasa juga mempunyai makna,
karena warna lebam mayat pada dasarnya adalah manifestasi warna darah yang
tampak pada kulit. Pada keracunan sianida, berwarna merah terang, pada
keracunan CO berwarna cherry-red, pada keracunan aniline, nitrobenzene, kina,
potassium-chlorate dan acetanilide, berwarna coklat kebiruan.
 Bercak disekitar mulut. Pada keracunan yodium, kulit menjadi hitam, pada
keracunan nitrat, kulit menjadi kuning, dan pada keracunan zat korosif, terdapat
luka bakar berwarna merah.
 Perubahan warna kulit. Pada hiperpigmentasi atau melanosis dan keratosis pada
telapak tangan dan kaki pada keracunan arsen kronik. Kulit berwarna kelabu
kebiru-biruan akibat keraunan perak (Ag) kronik (deposisi perak dalam jaringan
ikat dan korium kulit). Kulit akan berwarna kuning pada keracunan tembaga (Cu)

8
dan fosfor akibat hemolisis juga pada keracunan insektisida hidrokarbon dan
arsen karena terjadi gangguan fungsi hati.
 Kuku. Keracunan arsen kronik dapat ditemukan kuku yang menebal yang tidak
teratur. Pada keracunan Talium kronik ditemukan kelainan trofik pada kuku.
 Rambut. Kebotakan (alopesia) dapat ditemukan pada keracunan talium, arsen, air
raksa dan boraks.
 Sklera. Tampak ikterik pada keracunan dengan zat hepatotoksik seperti fosfor,
karbon tetraklorida. Perdarahan pada pemakaian dicoumarol atau akibat bisa ular.
3. Percobaan binatang
 Ikan mas (insektisida)
 Anak ayam yang baru menetas (gas cyanida)
 Kodok (strichnin)

Pemeriksaan TKP

Salah satu kewajiban dokter ahli forensik atau ahli toksologi forensik adalah melakukan
pemeriksaan TKP pada kematian-kematian tidak wajar, karena pemeriksaan TKP sangat
membantu dalam penentuan proses lebih lanjut. Demikian pula pada peristiwa keracunan gas
karbon monoksida, dalam hal ini tugas seorang dokter ahli adalah:

1. Menentukan korban masih hidup atau sudah meninggal.


2. Apabila didapati korban dalam keadaan masih hidup segera beri pertolongan.
Pertolongan yang dapat diberikan pada korban keracunan CO antara lain:
 Segera korban dipindahkan dari sumber keracunan (penolong memakai masker
gas oksigen).
 Berikan pernafasan buatan dengan pemberian oksigen atau campuran oksigen
dengan 5 – 7 % CO2 untuk merangsang pernafasan.
 Terapi simptomatis lain seperti:
- Transfusi darah
- Infus glukosa untuk mengatasi koma atau pemberian infus i.v.500 ml
mannitol 20 % dalam waktu 15 menit diikuti dengan 500 ml dextrose 5 %
selama kurang lebih 4 jam berikutnya untuk mengatasi cerebral odema.
- Analgetika, antibiotika, antikonvulsi.

9
3. Mencari sumber-sumber gas karbon monoksida (bila memungkinkan diambil contoh
udara untuk test isolasi gas).
4. Membantu mengumpulkan barang bukti (untuk pemeriksaan toksologi melalui analisis
bahan yang terbakar).
5. Membuat catatan tentang lingkungan di TKP, mencari informasi dari orang-orang
terdekat korban atau yang berada di sekitar TKP.
6. Menentukan apakah keracunan tersebut sesuatu yang wajar atau tidak.
7. Apabila korban telah meninggal dan ada permintaan visum et repertum (SPVR), maka
jenasah segera diangkut ke rumah sakit untuk dilakukan otopsi.

Dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas, diharapkan pemeriksaan di TKP dapat


membantu dalam pemeriksaan toksikologi yang akan dilakukan.

Pembedahan Jenasah

Segera setelah rongga dada dan perut dibuka, tentukan apakah terdapat bau yang tidak biasa (bau
racun). Bila pada pemeriksaan luar tidak tercium "bau racun" maka sebaiknya rongga tengkorak
dibuka terlebih dahulu agar bau visera perut tidak menyelubungi bau tersebut.

Diagnosis keracunan CO pada korban hidup biasanya berdasarkan anamnesis adanya kontak dan
di temukannya gejala keracunan CO. Pada keracunan CO dapat terjadi kulit yang berwarna
merah muda, sering disebut sebagai cherry pink, yang tampak jelas bila kadar
carboxyhaemoglobin (COHb) mencapai 30% atau lebih. Bantalan kuku dan bibir dapat
menunjukkan warna yang khas terutama pada kadar saturasi yang tinggi. Selanjutnya tidak
ditemukan tanda khas lain. Kadang-kadang dapat ditemukan tanda asfiksia dan hiperemia visera.
Pada otak besar dapat ditemukan petekiae di substansia alba bila korban dapat bertahan hidup
lebih dari ½ jam. Pada area hipostatik dari tubuh yang telah mati, pewarnaan merah muda
biasanya terlihat, kecuali pada daerah yang anemis dimana pengurangan dari kandungan
hemoglobin dapat mengurangi intensitas dari pewarnaan. Pada pemeriksaan dalam seluruh organ
dapat berwarna merah muda akibat carboxyhaemoglobin dan carboxymyoglobin. Edema
pulmonal sering ditemukan namun tidak ada perubahan organ spesifik, kecuali pada otak dari
korban yang telah bertahan selama beberapa waktu mengikuti episode keracunan CO, pada
beberapa kasus dapat terjadi degenerasi kistik yang bilateral dari ganglia basal. Individu dengan

10
paparan CO yang lama dapat mengalami parkinsonian syndrome atau dapat terjadi perburukan
status neurologis. Trauma psikologis dapat disebabkan oleh keracunan CO akibat adanya
hipoksia serebral.

Pada analisa toksikologik darah akan di temukan adanya COHb pada korban keracunan CO yang
tertunda kematiannya sampai 72 jam maka seluruh CO telah di eksresi dan darah tidak
mengandung COHb lagi, sehingga ditemukan lebam mayat berwarna livid seperti biasa demikian
juga jaringan otot, visera dan darah.

Otak, pada substansia alba dan korteks kedua belah otak, globus palidus dapat di temukan
petekiae. Kelainan ini tidak patognomonik untuk keracunan CO, karena setiap keadaan hipoksia
otak yang cukup lama dapat menimbulkan petekiae.

Pemeriksaan mikroskopik pada otak memberi gambaran:

 Pembuluh-pembuluh halus yang mengandung trombohialin


 Nekrosis halus dengan di tengahnya terdapat pembuluh darah yang mengandung
trombohialin dengan pendarahan di sekitarnya, lazimnya di sebut ring hemorrhage
 Nekrosis halus yang di kelilingi oleh pembuluh-pembuluh darah yang mengandung
trombi
 Ball hemorrgae yang terjadi karena dinding arterior menjadi nekrotik akibat hipoksia dan
memecah.

Pada miokardium di temukan perdarahan dan nekrosis, paling sering di muskulus papilaris
ventrikal kiri. Pada penampang memanjangnya, tampak bagian ujung muskulus papilaris
berbercak-bercak perdarahan atau bergaris-garis seperti kipas berjalan dari tempat insersio
tendinosa ke dalam otak. Ditemukan eritema dan vesikal/ bula pada kulit dada, perut, luka, atau
anggota gerak badan, baik di tempat yang tertekan maupun yang tidak tertekan. Kelainan
tersebut di sebabkan oleh hipoksia pada kapiler-kapiler bawah kulit.

Pemeriksan Tambahan Korban Mati

Tujuan yang terpenting dari dilakukannya pemeriksaan tambahan (toksikologi) pada kasus
keracunan adlaah untuk menegakkan diagnosa dari keracuan, sehingga dapat segera dilakukan
terapi yang tepat (pada korban hidup) dan dapat memberikan kesimpulan yang pasti dari sebab

11
kematian korban akibat keracunan. Untuk itu pada setiap kasus keracunan atau diduga akibat
keracunan mutlak dilaksanakan pemeriksaan toksikologi:

Beberapa langkah pemeriksaan toksikologi yaitu:

 Pengambilan sample darah


 Pada korban hidup sample darah diambil dari vena secepat mungkinkarena ikatan CO-Hb
cepat terurai kembali menjadi CO dan keluar tubuh.
 Pada korban yang meninggal, dapat diambil setiap saat sebelum menjadi proses
pembusukan sebab:
- Post mortem tidak termasuk ikatan CO-Hb yang baru.
- Post mortem tidak akan terjadi peruraian terhadap ikatan CO-Hb yang telah
terjadi.

Jenis pemeriksaan tambahan lain pada korban mati diantaranya:

a. Darah lengkap
Leukositosis ringan
b. Serum elektrolit
Laktoasidosis, hipokalemia
c. Gula darah
Hiperglikemia
d. Tes fungsi ginjal
Terjadi GGA (gagal ginjal akut) oleh karena mioglobinuria
e. Tes fungsi liver
Terjadi peningkatan enzim-enzim hati pada gagal hati fulminant
f. Urinalisis
Albumin dan glukosa positif pada intoksikasi kronis
g. Methemoglobin
Sebagai diagnosis banding dengan saturasi O2 rendah dan Pa O2 normal.
h. Etanol
Etanol adalah faktor yang mengacaukan, apakah keracunan tersebut disengaja ataukah
tidak.

12
i. Kadar sianida
Jika diduga ada keracunan sianida (misalnya pada kebakaran pabrik), paparan terhadap
sianida ditandai dengan adanya asisodis metabolik yang tidak diketahui sebabnya.
j. Histopatologis
Pemeriksaan PA menunjukkan adanya area nekrotik dan perdarahan mikrokospis di
seluruh tubuh juga terjadi edema dan kongesti hebat pada otak, hati, ginjal dan limpa.

Keracunan Karbon Monoksida (CO)4

Gas CO adalah gas yang tidak berwarna, tidak berbau bila murni, namun sering terkontaminasi
sehingga tidak murni dan memiliki bau, tidak merangsang selaput lendir, sedikit lebih ringan dari
udara sehingga mudah menyebar.

Sejak penggantian batu bara dengan gas alam, insidensi kematian akibat karbon monoksida telah
berkurang. Kandungan CO dihasilkan juga oleh bensin sekitar 4-8%, mesin diesel menghasilkan
kadar CO yang lebih rendah. Walaupun gas pembuangan kendaraan bermotor akan terbawa ke
udara sampai ke atmosfer, tetapi kadar CO yang rendah tersebut tetap berbahaya. Terlebih lagi
polisi dan petugas lalu lintas yang bekerja di jalan raya. Kadar saturasi CO pada hemoglobin
orang-orang tersebut dapat mencapai 10 persen. Keracunan CO dipengaruhi dengan keadaan
lingkungan seperti ventilasi yang minimal, ruangan yang tertutup sehingga gas CO dapat
terhirup. Pada kasus bunuh diri, cara yang sering dilakukan adalah korban duduk di mobil
dengan jendela terbuka pada garasi yang tertutup, sehingga mereka dapat mengirup gas
pembuangan tersebut.

Pada kasus kebakaran banyak korban meninggal bukan karena api , melainkan karena menghisap
asap yang sebagian besar kandungan asap tersebut adalah CO. Banyak proses industrial yang
menyebabkan keracunan CO khususnya pembuatan besi dan baja.

Gas CO memiliki afinitas yang tinggi terhadap hemoglobin dalam darah. Kekuatan kombinasi ini
250x lebih kuat dibandingkan ikatan hemoglobin dengan oksigen. Hal ini mengakibatkan
walaupun konsentrasi CO yang rendah dapat menggantikan oksigen dari sel darah merah dan
secara progresif mengurangi kemampuan sel darah dalam transportasi oksigen ke jaringan.
Konsentrasi CO yang kuat dapat membunuh. Kadar saturasi carboxyhaemoglobin (ikatan CO
dengan hemoglobin) di atas 50-60% berakibat fatal pada orang dewasa yang sehat. Orang yang

13
berusia lanjut, memiliki penyakit paru-paru atau penyakit jantung dapat meninggal pada kadar
CO yang rendah, bahkan pada kadar saturasi 25%. Gejala dari keracunan CO bersifat progresif
sehingga korban tidak mendapat tanda apapun kecuali sakit kepala, hingga mereka pingsan
hingga koma. Pada kadar sekitar 30-40% dapat terjadi nausea, dapat disertai vomit, pingsan,
kehilangan ketajaman penglihatan, lemah, dan dapat jatuh ke dalam tahap stupor dan dapat
terjadi koma. Pada kadar sekitar 40-50% terjadi sickness, lemah, inkoordinasi, convulsions, dan
koma dapat terus berjalan hingga terjadi kegagalan kardiorespirasi dan kematian. Beberapa orang
dewasa yang sehat dapat mencapai kadar 70% atau lebih sebelum meninggal.

Biomolekuler CO

Karbon dan oksigen dapat bergabung membentuk senyawa karbon monoksida (CO) sebagai hasil
pembakaran senyawa organik yang tidak sempurna dan karbon dioksida (CO2) sebagai hasil
pembakaran sempurna. Karbon monoksida merupakan senyawa yang tidak berbau, tidak berasa
dan pada suhu udara normal berbentuk gas yang tidak berwarna. Karbon monoksida terdiri dari
satu atom karbon yang secara kovalen berikatan dengan satu atom oksigen. Dalam ikatan ini,
terdapat dua ikatan kovalen dan satu ikatan kovalen koordinasi antara atom karbon dan oksigen.5

Karbon monoksida terbentuk apabila terdapat kekurangan oksigen dalam proses pembakaran.
Gas karbon monoksida mempunyai potensi bersifat racun yang berbahaya karena mampu
membentuk ikatan yang kuat dengan pigmen darah yaitu hemoglobin:

Hemoglobin + CO ↔ COHb (karboksihemoglobin)5,6

Gambar 1. Oksihemoglobin dan Karboksihemoglobin

14
Sumber dan Distribusi CO

Karbon monoksida di lingkungan dapat terbentuk secara alamiah, tetapi sumber utamanya adalah
dari kegiatan manusia. Karbon monoksida yang berasal dari alam termasuk dari lautan, oksidasi
metal di atmosfir, pegunungan, kebakaran hutan dan badai listrik alam.

Sumber CO buatan antara lain kendaraan bermotor, terutama yang menggunakan bahan bakar
bensin. Berdasarkan estimasi, jumlah CO dari sumber buatan diperkirakan mendekati 60 juta ton
per tahun. Separuh dari jumlah ini berasal dari kendaraan bermotor yang menggunakan bahan
bakar bensin dan sepertiganya berasal dari sumber tidak bergerak seperti pembakaran batubara
dan minyak dari industri dan pembakaran sampah domestik. Didalam laporan WHO (1992)
dinyatakan paling tidak 90% dari CO diudara perkotaan berasal dari emisi kendaraan bermotor.
Selain itu asap rokok juga mengandung CO, sehingga para perokok dapat memajan dirinya
sendiri dan asap rokok yang sedang dihisapnya.

Sumber CO dari dalam ruang (indoor) termasuk dari tungku dapur rumah tangga dan tungku
pemanas ruang. Dalam beberapa penelitian ditemukan kadar CO yang cukup tinggi didalam
kendaraan sedan maupun bus.

Kadar CO diperkotaan cukup bervariasi tergantung dari kepadatan kendaraan bermotor yang
menggunakan bahan bakar bensin dan umumnya ditemukan kadar CO yang bersamaan dengan
jam-jam sibuk pada pagi dan malam hari. Selain cuaca, variasi dari kadar CO juga dipengaruhi
oleh topografi jalan dan bangunan disekitarnya. Pemajanan CO dari udara ambien dapat
direfleksikan dalam bentuk kadar karboksi-harmoglobin (HbCO) dalam darah yang berbentuk
dengan sangat pelahan karena butuh waktu 4-12 jam untuk tercapainya keseimbangan antara
kadar CO diudaran dan HbCO dalam darah. Oleh karena itu kadar CO didalam lingkungan,
cenderung dinyatakan sebagai kadar rata-rata dalam 8 jam pengukuran sepanjang hari (moving 8
hour average concentration) adalah lebih baik dibandingkan dari data CO yang dinyatakan dalam
rata-rata dari 3 kali pengukuran pada periode waktu 8 jam yang berbeda dalam sehari.
Perhitungan tersebut akan lebih mendekati gambaran dari respons tubuh manusia terhadap
keracunan CO dari udara.

Karbon monoksida yang bersumber dari dalam ruang (indoor) terutama berasal dari alat pemanas
ruang yang menggunakan bahan bakar fosil dan tungku masak. Kadar nya akan lebih tinggi bila

15
ruangan tempat alat tersebut bekerja, tidak memadai ventilasinya. Namun umumnya pemajanan
yang berasal dari dalam ruangan kadarnya lebih kecil dibandingkan dari kadar CO hasil
pemajanan asap rokok.

Berbeda individu juga dapat terpajan oleh CO karena lingkungan kerjanya. Kelompok
masyarakat yang paling terpajan oleh CO termasuk polisi lalu lintas atau tukang parkir, pekerja
bengkel mobil, petugas industri logam, industri bahan bakar bensin, industri gas kimia dan
pemadam kebakaran.

Pemajanan CO dari lingkungan kerja seperti yang tersebut diatas perlu mendapat perhatian.
Misalnya kadar CO di bengkel kendaraan bermotor ditemukan mencapai setinggi 600mg/m3 dan
didalam darah para pekerja bengkel tersebut bisa mengandung HbCO sampai lima kali lebih
tinggi dari kadar normal. Para petugas yang bekerja dijalan raya diketahui mengandung HbCO
dengan kadar 4-7,6 % (perokok) dan 1,4-3,8% (bukan perokok) selama sehari bekerja.
Sebaliknya kadar HbCO pada masyarakat umum jarang yang melampaui 1% walaupun studi
yang dilakukan di 18 kota besar di Amerika Utara menunjukkan bahwa 45% dari masyarakat
bukan perokok yang terpajan oleh CO udara, didalam darahnya terkandung HbCO melampaui
1,5%. Perlu juga diketahui bahwa manusia sendiri dapat memproduksi CO akibat proses
metabolisme yang normal. Produksi CO didalam tubuh sendiri ini (endogenous) bisa sekitar
0,1+1% dari total HbCO dalam darah.

Beberapa sumber di bawah ini menunjukkan konsentrasi CO:

 Hasil pembakaran mesin 3-7%


 Gas penerangan dari pabrik 20-30%
 Polusi udara bisa mencapai 52%
 Asap rokok 5-10%
 Kebakaran mobil bisa mencapai 8-40%

Sedang dengan kadar COHb di atas 60% dalam darah cepat menimbulkan kematian (parameter
pencemar udara dan dampaknya terjadap kesehatan).7

16
Sumber Karbonmonoksida di Rumah9

Waktu Kelangsungan Hidup

Semakin tinggi konsentrasi CO di udara maka semakin cepat waktu yang dibutuhkan untuk
menghasilkan saturasi CO yang tinggi di darah. Berikut ini waktu yang dibutuhkan oleh karbon
monoksida pada konsentrasi yang berbeda-beda untuk mencapai kadar CO-Hb tertentu dalam
darah.

Jumlah karbon monoksida yang diproduksi oleh mesin berbahan bakar bensin tergantung pada
sejumlah faktor termasuk kecepatan pemanasan mesin, rasio udara dan bahan bakar, rasio
kompresi dan adanya pengubah katalitik. Sebelum pengenalan pengubah katalitik, sebuah mesin
akan lebih efisien, sehingga karbon monoksida diproduksi kurang dari 0,5%. Mesin diesel
menghasilkan karbon monoksida dengan jumlah yang lebih kecil dibandingkan mesin berbahan
bakar bensin.

Kadar Fetal Karbonmonoksida

17
Kadar karboksihemoglobin pada seseorang yang meninggal karena keracunan CO dapat sangat
bervariasi, tergantung pada sumber CO, keadaan sekitar tempat kematian, dan kesehatan atau
penyakit paru obstruktif kronik, saturasi serendah 20-30% dapat bersifat fatal. Kadar
karboksihemoglobin dalam rumah yang terbakar rata-rata 57%, pada umumnya dengan kadar
karbon monoksida 30-40%. Sebaliknya, seseorang yang meninggal karena menghirup gas
knalpot kadarnya kebanyakan melebihi 70% rata-rata 79%.

Kadar rendah pada seseorang yang meninggal karena menghrirup gas knalpot dapat ditemukan
jika mobil berhenti setelah korban berada dalam kondisi koma ireversibel tetapi masih terus
bernapas, dimana hal ini secara perlahan akan menurunkan konsentrasi karboksihemoglobin
mereka meskipun terjadi cedera hipoksia ireversibel di otak.

Waktu paruh karbon monoksida, jika menghirup udara ruangan yang rata dengan air laut, yaitu
sekitar 4-6 jam. Tetapi oksigen mengurangi eliminasi waktu paruh, tergantung pada konsentrasi
oksigennya. Eliminasi waktu paruh dengan terapi oksigen dipendekkan menjadi 40-80 menit
dengan menghirup oksigen 100% pada 1 atm, dan menjadi 15-30 menit dengan menghirup
oksigen hiperbarik. Jika seseorang masih bertahan hidup saat sampai di ruang gawat darurat,
penggunaan oksimeter nadi tidak dapat dipercaya untuk menentukan secara akurat kadar
oksigenasi. Alat ini tidak dapat membedakan antara karboksihemoglobin dengan oksihemoglobin
pada panjang gelombang yang biasa digunakan.8

Gejala dan Tanda Keracunan Karbonmonoksida

Keracunan gas karbon monoksida gejala didahului dengan sakit kepala, mual, muntah, rasa lelah,
berkeringat banyak, pyrexia, pernafasan meningkat, confusion, gangguan penglihatan,
kebingungan, hipotensi, takikardi, kehilangan kesadaran dan sakit dada mendadak juga dapat
muncul pada orang yang menderita nyeri dada.

Studi oleh Haldane dn Kilick mungkin memberikan penjelasan paling baik dari efek
keterpaparan karbon monoksida (CO). Gejalanya, pada saat muncul biasanya bersifat progesif
dan kira-kira sebanding dengan kadar CO darah. Pada awalnya, tanda dan gelaja seringkali sulit
dipisahkan. Pada kadar saturasi karbolsihemoglobin 0-10%, umumnya tanpa gejala. Pada
seseorang yang istirahat, kadar CO dari 10 sampai 20% sering tidak bergelaja, kecuali sakit
kepala, akan tetapi, jika diuji orang ini akan menunjukkan pelemahan dalam melakukan tugas-

18
tugas kompleks. Haldane mengamati tidak ada efek nyeri pada kadar 18-23%. Gelaja Kellick
dapat diabaikan pada kadar di bawah 30%, meskipun demikian kadar antara 30-35%, dia
menunjukan sakit kepala disertai denyutan dan perasaaan penuh di kepala.

Kadar Co antara 30-40%, ada sakit kepala berdenyut, mual, muntah, pingsan, dan rasa
mengantuk pada saat istirahat. Pada saat kadarnya mencapai 40%, pengunaan tenaga sedikit pun
menyebabkan pingsan. Denyut nadi dan pernafasan menjadi cepat, tekanan darah turun. Kadar
antara 40-60%, ada suatu kebingungan mental, kelemahan, dan hilangnya koordinasi. Haldane
pada kadar 56% tidak mampu berjalan sendiri tanpa bantuan. Pada kadar CO 60% dan
seterusnya, seseorang akan hilang kesadaran, pernapasan menjadi Cheyne-Stokes, terdapat
kejang intermitten, penekanan kerja jantung dan kegagalan pernafasan, dan kematian, dapat
disertai peningkatan suhu tubuh.

%COHb Gejala-gejala
0-10 Tidak ada keluhan maupun gejala
10-20 Rasa berat di kepala, sedikit sakit kepala, pelebaran pembuluh darah kulit
20-30 Sakit kepala menusuk-nusuk pada pelipis
30-40 Sakit kepala hebat, lemah, dizziness, padangan jadi kabur, mausea, muntah -
muntah
40-50 Sinkope, nadi dan pernafasan menjadi cepat
50-60 Sinkope, nadi dan pernafasan menjadi cepat, koma, kejang yang intermetten
60-70 Koma, kejang yang intermitten, depresi jantung dan pernafasan
70-80 Nadi lemah, pernafasan lambat, kegagalan pernafasan dan meninggal dalam
beberapa jam
80-90 Meninggal dalam waktu kurang dari satu jam
> 90 Meninggal dalam beberapa menit
Hubungan antara Gejala dengan kadar COHb dalam darah

Akan tetapi perlu diketahui untuk beberapa kasus, kadar COHb tidak berkorelasi dengan tingkat
keparahan gejala. Pada orang tua dan pada mereka yang menderita penyakit berat seperti
penyakit arteri koroner atau penyakit paru obstruktif kronik, kadar COHb 20-30% sudah dapat
bersifat fatal. Selain itu, pada studi yang dilakukan terhadap binatang, tranfusi darah dengan
kadar COHb yang tinggi namun dengan kadar CO bebas yang minimal tidak menghasilkan
gejala klinis atau gejalanya minimal. Hal ini mengidikasikan bahwa adanya CO bebas yang
terlarut dalam plasma berperan penting dalam menimbulkan gejala pada intoksikasi karbon
monoksida.

19
Walaupun keracunan gas CO tersebut dapat diatasi, namun keterlambatan penanganan masalah
ini dapat berakibat fatal karena otak dan jantung manusia organ tubuh sangat vital yang paling
peka terhadap kekurangan oksigen dalam darah.

Aspek Asuransi Jiwa

Asuransi adalah suatu sistem perlindungan terhadap suatu risiko kerugian pada individu dengan
cara mendistribusikan atau membagi beban kerugian tersebut kepada individu-individu lain
dalam jumlah besar sesuai dengan law of averages. Peserta asuransi tersebut berkewajiban
membayar sejumlah premi dan konsekuensinya ia berhak memperoleh kompensasi sejumlah
tertentu yang diperjanjikan dalam polis apabila ia terkena risiko yang dipertanggungkan. Klaim
asuransi, baik asuransi jiwa ataupun asuransi kerugian, dapat saja merupakan hasil dari fraud
ataupun abuse, sedemikian rupa sehingga memerlukan penyelidikan forensik terlebih dahulu
sebelum ditentukan claimabilitynya. Fraud dalam asuransi adalah klaim asuransi dengan niat
untuk menipu atau mengambil keuntungan dari perusahaan asuransi. Pada asuransi kematian,
calon peserta diminta untuk memasukkan data kesehatannya, dengan atau tanpa pemeriksaan
kesehatan sebelumnya, yang akan dijadikan data awal kesehatan peserta. Polis suatu asuransi
jiwa umumnya memberlakukan ketentuan tertentu sebagai persyaratan, pembatasan dan
pengecualian pertanggungan.

Peserta asuransi kematian yang memiliki data kesehatan yang normal atau memiliki jumlah
pertanggungan yang besar dan kemudian mendadak meninggal dunia tidak lama setelah
penutupan asuransi biasanya merupakan kasus yang layak diteliti (suspicious death or
contestable death claim). Kecurigaan adanya fraud atau abuse semakin menguat apabila sebab
kematiannya ternyata adalah penyakit fatal yang telah menahun atau sebab kematiannya
menjurus ke arah kesengajaan. Kedokteran forensik harus dilibatkan dalam kasus yang
meragukan seperti kematian yang dicurigai akibat unsur kesengajaan meskipun ditutupi seolah
suatu kecelakaan, identitas korban yang meragukan, jumlah pertanggungan yang sangat besar,
hubungan yang tidak jelas antara peserta asuransi dengan pembayar premi, dan kejanggalan
lainnya. Kejahatan di bidang asuransi kematian dapat saja dibarengi dengan kejahatan lain,
seperti pemalsuan identitas, pembunuhan atau bunuh diri.

20
Dalam penyelesaian klaim asuransi kematian terdapat 3 hal penting yang harus diperhatikan,
yaitu:

1. Adanya penutupan polis asuransi kematian bagi tertanggung.


2. Meninggalnya si tertanggung.
3. Bukti bahwa benar tertanggung telah meninggal.

Umumnya isu utama yang muncul adalah identitas jenasah serta sebab kematian dan cara
kematiannya. Fakta menunjukkan bahwa sertifikat kematian cukup mudah diperoleh oleh karena
tidak adanya ketentuan di Indonesia yang mengatur tentang kewajiban pemeriksaan jenasah
untuk kepentingan sertifikasi kematian dan tidak adanya lembaga khusus yang berwenang
menerbitkan sertifikat kematian. Dengan demikian, sertifikat kematian dapat diperoleh tanpa
harus melalui pemeriksaan jenasah, bahkan tanpa harus diketahui penyebab kematiannya
ataupun pemastian identitas si mati. Peraturan hanya mengatur tentang formalitas sertifikasi
kematian yang memiliki banyak celah untuk dilanggar.

Pemeriksaan autopsi forensik harus dilakukan untuk memperoleh sebab kematian yang pasti,
yang kemudian dapat membawa ke kesimpulan tentang cara kematiannya, apakah terdapat unsur
kesengajaan. Pemeriksaan forensik juga dapat digunakan untuk memastikan identitas korban
apabila identitas korban memang menjadi isu utama. Pemeriksaan autopsi dan identifikasi
seringkali masih dapat dilakukan dan memberikan hasil meskipun peristiwa telah lama terjadi
atau korban telah dimakamkan. Pemeriksaan forensik terhadap tempat kejadian perkara juga
dapat membantu mengungkap peristiwa yang melatar-belakangi kematian seseorang.

Visum Et Repertum

Dalam tugas sehari-hari, selain melakukan pemeriksaan diagnostik, memberikan pengobatan dan
perawatan kepada pasien, dokter juga mempunyai tugas melakukan pemeriksaan medik untuk
tujuan membantu penegakan hukum, baik untuk korban hidup maupun korban mati. Visum et
repertum terdiri dari 5 bagian yang tetap, yaitu:

1. Kata Pro justita – menjelaskan bahwa visum et repertum khusus dibuat untuk tujuan
peradilan. Visum et repertum tidak membutuhkan materai untuk dapat dijadikan sebagai
alat bukti di depan sidang pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum.

21
2. Bagian Pendahuluan – bagian ini menerangkan nama dokter pembuat visum et repertum
dan istitusi kesehatannya, instansi penyidik pemintanya berikut nomor dan tanggal surat
permintaannya, tempat dan waktu pemeriksaan, serta identitas korban yang diperiksa.
Dokter tidak dibebani pemastian identitas korban, maka uraian identitas korban adalah
sesuai dengan urainan identitas yang ditulis dalam dalam surat permintaan visum et
repertum. Bila tidak terdapat ketidaksesuaian identiras korban antara surat permintaan
dengan catatan medik atau pasien yang diperiksa, dokter dapat meminta kejelasannya dari
penyidik.
3. Bagian Pemberitaan – bagian ini berjudul “Hasil Pemeriksaaan” dan berisi hasil
pemeriksaan medik tentang keadaan kesehatan atau sakit atau luka korban yang berkaitan
dengan perkaranya, tindakan medik yang dilakukan serta keadaan selesai pengobatan
atau perawatan. Bila korban meninggal dan dilakukan autopsi, maka diuraikan keadaan
seluruh alat dalam yang berkaitan dengan perkara dan matinya orang tersebut. Yang
diuraikan dalam bagian ini merupakan pengganti barang bukti, berupa perlukaan/keadaan
kesehatan / sebab kematian yang berkaitan dengan perkaranya. Temuan hasil
pemeriksaan medik yang bersifat rahasia dan tidak berhubungan dengan perkaranya tidak
dituangkan ke dalam bagian pemberitaan dan dianggap tetap sebagai rahasia kedokteran.
4. Bagian Kesimpulan – bagian ini berjudul “Kesimpulan” dan berisi pendapat dokter
berdasarkan keilmuannya, mengenai jenis perlukaan/cidera yang ditemukan dan jenis
kekerasan atau zat penyebabnya, serta derajat perlukaan atau sebab kematiannya.

Contoh Visum et Repertum

VISUM ET REPERTUM – Tuan X

Bagian Ilmu Kedokteran Forensik

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Selatan No.6 Jakarta Barat.

Jakarta, 14 Desember 2017

Nomor : 5678-SK.II/1234/2-90.

22
Lampiran: Satu sampul tersegel-------------------------------------------------------------------------------

Perihal : Hasil pemeriksaan pembedahan-----------------------------------------------------

Atas jenazah Tn. X ------------------------------------------------------------------------------

PROJUSTITIA

VISUM ET REPERTUM

Yang bertanda tangan dibawah ini, Riama Sihombing, dokter ahli kedokteran forensik pada
Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jakarta, menerangkan bahwa atas permintaan tertulis dari kepolisian Resort Polisi Jakarta Barat
No.Pol.:B/1243/VER/III/10 Serse tertanggal 14 desember 2017, maka pada tanggal empat belas
desember dua ribu tujuh belas, pukul dua belas lewat dua puluh menit Waktu Indonesia Bagian
Barat, bertempat di ruang bedah jenazah Bagian Forensik Fakultas Kedokteran Universitas
Kristen Krida Wacana telah melakukan pemeriksaan atas jenazah yang menurut surat permintaan
tersebut adalah:

Nama: Tuan X.-----------------------------------------------------------------------------------------

Jenis Kelamin: Laki laki.-----------------------------------------------------------------------------

Umur: 50 tahun.----------------------------------------------------------------------------------------

Kebangsaan: Indonesia.-------------------------------------------------------------------------------

Agama: Katholik.------------------------------------------------------------------------------------------

Pekerjaan: Pengusaha perkayuan .--------------------------------------------------

Alamat: jalan duren no 4.-----------------------------------------------------------------------------

Mayat telah diidentifikasikan dengan sehelai label berwarna merah muda, dengan materai merah,
terikat pada ibu jari kaki kanan

Hasil pemeriksaan

I. Pemeriksaan Luar.

23
1. Mayat tidak terbungkus.---------------------------------------------------------------------
2. Mayat berpakaian sebagai berikut:---------------------------------------------------------
a. Memakai baju pajama polos putih.----------------------------------------------------
b. Celana dalam boxer merek Calvin Klein.--------------------------------------------
3. Kaku mayat sudah muncul. Lebam mayat terdapat pada bagian punggung,
berwarna merah terang, tidak hilang pada penekanan.----------------------------------
4. Suhu sudah menurun menjadi dua puluh enam derajat Celsius.-----------------------
5. Pembusukan tidak terlihat.------------------------------------------------------------------
6. Mayat adalah seorang laki – laki bangsa Indonesia, umur 50 tahun, kulit gelap,
gizi cukup, panjang badan seratus tujuh puluh empat sentimeter dan berat tujuh
puluh kilogram dan penis disirkumsisi.----------------------------------------------------
7. Rambut botak, bulu mata hitam, alis putih kehitaman.----------------------------------
8. Pada tubuh tidak terdapat luka.-------------------------------------------------------------
II. Pemeriksaan dalam (bedah jenazah)
9. Tidak tercium bau pada otak, jantung, usus, hati, ginjal, dan paru-paru.------------
10. Organ-organ tubuh, otot, dan darah berwarna merah terang.---------------------------
11. Ditemukan eritema dan vesikel/bula pada kulit dada, perut, muka dan anggota
gerak badan.-----------------------------------------------------------------------------------
12. Tiada perbendungan pada hati.--------------------------------------------------------------
13. Tiada pembesaran pada paru-paru.--------------------------------------------------------
14. Terlihat adanya bintik-bintik perdarahan pada jantung, otak, kelopak mata.--------
15. Lambung tiada kelainan.---------------------------------------------------------------------

KESIMPULAN

Telah dilakukan pemeriksaan luar dan dalam terhadap mayat seorang laki-laki dewasa
berumur sekitar enam puluh tahun, bangsa Indonesia, warna kulit gelap, gizi cukup, panjang
badan seratus tujuh puluh empat sentimeter.-----------------------------------------------------

Kematian orang tersebut di atas disebabkan keracunan CO.---------------------------------------------

Lebam mayat berwarna merah terang serta pada pemeriksaan kulit untuk kedua mangsa ini
ditemukan eritema dan vesikel/bula pada kulit dada, perut, muka dan anggota gerak badan.-------

24
Demikianlah saya uraikan dengan sebenar – benarnya berdasarkan keilmuan saya yang sebaik –
baiknya mengingat sumpah sesuai dengan KUHP.----------------------------------------------

Dokter yang memeriksa,

dr. Riama Sihombing, SpF

25
Daftar Pustaka

1. Staf Pengajar Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.


Peraturan perundnga-undangan bidang kedokteran. Ed.1. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 1994.
2. Abdul Mun’im Idries. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Ed 1. Binarupa Aksara; 1997.
3. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Ilmu
Kedokteran Forensik, Ed 2. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1997.
4. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Ilmu
Kedokteran Forensik, Ed 1 Cetakan ke 2. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 1997.
5. Ernst Armin. Zibrak D Joseph, Carbon Monoxide Poisonin. New England Journal of
Medicine Vol 339:1603-1608 (online).
6. Wichaksana A, Astono S, Hanum K, Dampak Keracunan Gas Karbon Monoksida bagi
Kesehatan Pekerja. In Cermin dunia Kedokteran No. 136 2002. p. 24-28.
7. McBeth C. Carbon Monoxide Poisoning. Utox Update Utah Poison Control Center Vol.
6, 2004.
8. Guy N. Shochat, MD. Toxicity, Carbon Monoxide: Follow-Up,
http://emedicine.medscape.com/article/819987-followup. Di akses tanggal 14 Desember
2017.
9. http://www.inspectapedia.com/hazmat/CarbonMonoxideDetector10DFs.jpg
10. Budi Sampurna, Peran Ilmu Forensik dalam kasus-kasus Asuransi, Indonesian Journal
of Legal and Forensic Sciences 2008; 1(1):17-20, Jakarta.

26

Anda mungkin juga menyukai