2.1. Klasifikasi
Udang vannamei digolongkan kedalam genus Penaeus pada filum
Arthropoda. Ada ribuan spesies di filum ini namun, yang mendominasi
perairan berasal dari subfilum crustacea. Ciri-ciri subfilum crustacea yaitu
memiliki 3 pasang kaki berjalan yang berfungsi untuk mencapit, terutama
dari ordo Decapoda, seperti Litopenaeus chinensis, L. Indicus, L.
Japonicus, L. Monodon, L. Stylirostris dan Litopenaeus vannmei. Menurut
Haliman dan Adijaya (2005), klasifikasi udang vannamei (Litopenaeus
vannamei) sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Sub kingdom : Metazoa
Filum : Arthopoda
Sub filum : Crustacea
Kelas : Malascostraca
Sub kelas : Eumalacostraca
Super ordo : Eucarida
Ordo : Decapoda
Sub ordo : Dendrobrachiata
Infra ordo : Penaeidea
Super famili : Penaeioidea
Famili : Penaeidae
Genus : Litopenaeus
Spesies : Litopenaeus vannamei
2.2. Morfologi
Haliman dan Adijaya (2005), menyatakan tubuh udang vannamei dibentuk
oleh dua cabang (biramous), yaitu exopodite dan endopodite. Vannamei
memiliki tubuh berbuku-buku dan aktivitas berganti kulit luar atau
eksoskeleton secara periodik (moulting). Bentuk tubuh yaitu terbagi
menjadi tiga bagian antara lain : bagian kepala dan dada (cephalothorax),
badan (abdomen) dan ekor. Bagian-bagian tubuh lain terdiri dari rostrum,
sepasang mata, sepasang antenna, sepasang antennele bagian dalam dan
luar, tiga buah maxliped, lima pasang kaki jalan (periopodas) lima pasang
kaki renang (pleopoda), sepasang telson dan uropoda. Bagian tubuh udang
vannamei sudah mengalami modifikasi, sehingga dapat digunakan untuk
keperluan yakni: (1). Makan, bergerak, dan membenamkan diri ke dalam
lumpur (burrowing); (2). Menopang insang karena struktur insang udang
mirip bulu unggas; dan (3). Organ sensor, seperti pada antena dan
antenula.
Kepala (thorax) udang vannamei terdiri dari antenula, antena, mandibula,
dan dua pasang maxillae. Kepala udang vannamei juga dilengkapi dengan
tiga pasang maxillipied dan lima pasang kaki berjalan (periopoda) atau
kaki sepuluh (decapoda). Maxillipied sudah mengalami modifikasi dan
berfungsi sebagai organ untuk makan. Endopodite kaki berjalan menempel
pada chepalothorax yang dihubugka oleh coxa. Bentuk periopoda beruas-
ruas yang berujung di bagian dactylus. Dactylus ada yang berbentuk capit
(kaki ke-1, ke-2, dan ke-3) dan tanpa capit (kaki ke-4 dan ke-5). Di antara
coxa dan dactylus, terdapat ruang berturut-turut disebut basis, ischium,
merus, carpus, dan cropus. Pada bagian ischium terdapat duri yang bisa
digunakan untuk mengidentifikasi beberapa spesies penaeid dalam
taksonomi (Haliman dan Adijaya, 2005).
2.5.3. Ablasi
Teknik ablasi cukup efektif dalam merangsang perkembangan gonad,
tetapi penghilangan organ penghasil hormon akan mengganggu sistem
endokrin dalam tubuh udang. Pemotongan salah satu tangkai mata
menyebabkan kerusakan permanen pada mata dan menurunkan 50%
sintesis neurohormon oleh kelenjar sinus. Hal ini menyebabkan
kemampuan udang untuk mengatur berbagai proses fisiologis tidak
berjalan dengan baik (Huberman, 2000). Selain itu, ablasi dapat
mempengaruhi metabolisme lipid, metabolisme protein, metabolisme
karbohidrat (Cooke dan Sullivan, 1985) serta mempengaruhi respon
kekebalan pada udang vannamei (Hernández et al., 2008).
Pemijahan udang vannamei (Litopenaeus vannamei) dapat dilakukan
setelah udang mengalami matang gonad atau matang telur. Ablasi salah
satu mata udang yang bertujuan untuk mempercepat proses pematangan
gonad pada induk udang. Ablasi mata bertujuan untuk menghilangkan
hormon penghambat perkembangan gonad. Proses ini dilaksanakan
dengan cara merusak atau memotong tangkai mata. Induk yang akan
diablasi harus sehat, tidak sedang ganti kulit atau keropos, organ lengkap
dan tidak ada gejala infeksi penyakit bakteri pada insang dan induk telah
dinyatakan bebas virus (Nurdjana, 1985).
DAFTAR PUSTAKA
Arce, S.M., S.M. Moss, and B.J. Argue. 2000. Artificial Insemination and
Spawning of Pacific White Shrimp (Litopenaeus vannamei): Implication
for a Selective Breeding Program. The Oceanic Institute, USA, pp. 4-6.
Baso dan Kordi. 2007. Pengelolaan Kualitas Air dalam Budidaya Perairan.
Rineka Cipta. Jakarta, 135: 139-146.
Heryadi, D. dan Sutadi. 1993. Back Yard Usaha Pembenihan Skala Rumah
Tangga. Penebar Swadaya, Jakarta, pp. 31-32, 40-43.
Kungvankij P., L.B. Tiro, J.R. Pudadera, I.O. Potesta, K.G.E. Borlongan,
G.A. Talaen, L.F. Bustilo, E.T. Tech, A. Unggui, dan T.E. Chua. 1987.
Shrimp Hatchery Design Operasional and Management (Desain
Pengoperasiandan Pengelolaan). Terjemahan Suyanto, R. dan Harjono.
NACA Training.
Suyanto, S., Rachmatun dan P.T. Enny. 2009. Panduan Budidaya Udang
vaname. Penebar Swadaya. Jakarta,143 hlm.