Anda di halaman 1dari 29

Laporan kasus bangsal Respirologi

Seorang Anak Laki-laki dengan Batuk Kronik Berulang, Ayah dan


Ibu Suspek MDR-TB, Kakak dengan Batuk Kronik Berulang

Oleh:
Sondang HeriksonPanjaitan

Pembimbing:
Prof. dr. M. Sidhartani Zain, MSc, Sp.A(K)
dr. Dwi Wastoro Dadiyanto, Sp.A(K)
dr. M.S. Anam, MSi. Med, Sp.A

PPDS I DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FK UNDIP / RSUP Dr. KARIADI SEMARANG
2014
PENDAHULUAN

Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit yang menimbulkan masalah baik di


negara berkembang maupun negara maju. Penyebarannya yang melalui udara menyebabkan
penyakit ini mudah menular dari satu orang ke orang yang lainnya. Tuberkulosis menjadi
masalah bagi dunia karena mudah menular dan mampu untuk menimbulkan penyakit berat
bahkan mengancam nyawa seperti meningitis TB. Estimasi terjadinya tuberkulosis di negara
Indonesia pada tahun 2000 – 2010 sebesar 189 per 100.000 penduduk sedangkan estimasi
terjadinya tuberkulosis di negara-negara Asia Tenggara mencapai 193 per 100.000 populasi.
Prevalensi TB di Indonesia sebesar 418 per 100.000 penduduk di tahun 2000 dan 286 per
100.000 penduduk di tahun 2009.
Multidrugs Resistance Tuberculosis (MDR-TB) merupakan salah satu penyulit
tatalaksana TB. MDR-TB disebabkan oleh strain Mycobacterium tuberculosis telah resisten
terhadap setidaknya isoniazid dan rifampisin yang merupakan terapi yang digunakan pada
tuberkulosis, sementara itu extensively drug-resistant tuberculosis (XDR-TB) disebabkan
oleh strain yang resisten terhadap fluorkuinolon maupun obat TB injeksi yang digunakan
dalam terapi dengan anti tuberkulosis lini sekunder (misalnya amikasin, capreomisin, dan
kanamisin). MDR-TB dan XDR-TB merupakan ancaman serius bagi pemberantasan TB di
dunia.

1
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. Boy Bagau
Umur/tgl lahir : 9 tahun 5 bulan / 5 Agustus 2004
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl Topo, RT : 002/ RW: 002, Kelurahan Gerbang Sadu, Kecamatan
Nabire, Kabupaten Nabire
Agama : Kristen Protestan
No CM : C461379
Tanggal periksa : 24 Januari 2014

IDENTITAS ORANGTUA
Nama Ibu : Ny. Dena Bagau
Umur : 44 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMA

Nama Ayah : Tn Obed Bagau


Umur : 48 tahun
Pekerjaan : Pendeta
Pendidikan : S1

B. DATA DASAR
1. ANAMNESIS: alloanamnesis dengan ayah dan ibu penderita.
a. Keluhan utama: rujukan dari poli Penyakit Dalam RSDK karena ayah dan ibu
penderita riwayat gagal pengobatan TB dan saat ini suspek MDR-TB.
b. Riwayat penyakit sekarang:
± sejak 2 bulan yang lalu anak mengalami batuk terus menerus, batuk pada
awalnya tidak disertai dahak (batuk kering), namun sejak 1 bulan yang lalu batuk
sering disertai dahak berwarna kekuningan namun tidak terdapat darah. Batuk
tidak dipengaruhi cuaca ataupun waktu siang dan malam. Batuk tidak disertai
sesak. Anak sering mengalami demam yang tidak tinggi dengan sebab yang tidak
jelas, lama demam antara 1-3 hari yang turun sendiri ataupun dengan obat

2
penurun panas. Tidak didapatkan benjolan pada leher, ketiak, paha, sendi-sendi
ataupun pada bagian tubuh lain. Semenjak sakit anak tidak tampak semakin kurus,
namun berat badan anak tidak naik selama 2 bulan terakhir. Ayah dan ibu
penderita pernah didiagnosis TB paru 5 tahun yang lalu dan menjalani
pengobatan TB paru namun hanya sampai 3 bulan. Saat ini ayah, ibu, dan kakak
penderita mengalami gejala batuk berdahak kuning sejak 3 bulan yang lalu.
Penderita sudah beberapa kali diperiksakan ke dokter namun belum pernah
diperiksa foto rontgen dada, tuberkulin, dan dahak, mendapat pengobatan obat
batuk dan antibiotik. Keluhan batuk berkurang sementara namun kemudian
muncul lagi.
Saat ini orang tua penderita memeriksakan diri ke poli penyakit dalam RSDK atas
keinginan sendiri karena dari pemeriksaan di RSUD Nabire diagnosa belum dapat
ditegakkan, dan anak dirujuk ke poli anak RSDK untuk diagnosis dan
penatalaksanaan.
c. Riwayat penyakit dahulu
Anak belum pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya (batuk lama lebih dari
1 minggu, demam tanpa sebab yang jelas, sulit naik berat badan)
Anak pernah menderita malaria (usia 5 tahun), batuk pilek, dan diare.
d. Riwayat penyakit keluarga
 Ayah penderita pernah didiagnosis tuberkulosis paru 3 kali yaitu:
 Tahun 2001. Didiagnosa TB karena keluhan batuk lama dengan dahak
kekuningan, x-foto dada, dan pemeriksaan dahak BTA +. Mendapat
pengobatan hanya selama 4 bulan dan kemudian terputus karena harus
pergi ke daerah pedalaman berbulan-bulan tidak memiliki fasilitas
kesehatan dan karena pada saat putus obat penderita sudah tidak
mengalami keluhan.
 Tahun 2004. Didiagnosis TB karena keluhan sama seperti
sebelumnya, disertai pemeriksaan foto dada dan dahak BTA +.
Mendapat pengobatan selama 3 bulan dan harus terputus karena alasan
yang sama.
 Tahun 2008. Didiagnosis TB karena keluhan sama seperti sebelumnya
namun sering ditambah keluhan sesak nafas, disertai pemeriksaan foto
dada dan dahak BTA +. Mendapat pengobatan selama 3 bulan dan
harus terputus karena alasan yang sama.
3
 Sejak 3 bulan yang lalu ayah penderita kembali mengeluh batuk terus
menerus disertai dahak kekuningan, kadang disertai sesak nafas. Batuk darah
disangkal. Tidak didapatkan keluhan keringat malam hari, berat badan atau
nafsu makan turun, ataupun benjolan pada leher ketiak ataupun paha. Ayah
penderita telah memeriksakan diri ke RSUD di Nabire, dilakukan
pemeriksaan rontgen dada dan pemeriksaan dahak sewaktu-pagi-sewaktu
dengan hasil BTA (-). Ayah penderita kemudian mendapat pengobatan
antibiotik selama 1 minggu, keluhan membaik sementara namun kemudian
keluhan kembali muncul dan mendapat pengobatan yang sama berulang kali.
 Ayah penderita 2 minggu yang lalu sudah memeriksakan diri ke RS Elizabeth
Semarang, sudah dilakukan x foto thorax dengan hasil suspek TB,
pemeriksaan dahak namun dikatakan menunggu hasil s/d 1 bulan.
 Ibu penderita pernah didiagnosis tuberkulosis paru BTA + tahun 2008,
mendapat pengobatan hanya 3 bulan, dan harus terputus dengan alasan yang
sama dengan ayah penderita.
 Ibu penderita sejak 3 bulan yang lalu kembali mengeluh batuk terus menerus
disertai dahak kekuningan, tidak didapatkan keluhan keringat malam hari,
berat badan atau nafsu makan turun, ataupun benjolan pada leher ketiak
ataupun paha, sudah memeriksakan diri ke dokter namun belum diperiksa x-
foto dada maupun pemeriksaan dahak, mendapat pengobatan antibiotik selama
1 minggu, keluhan membaik sementara namun kemudian keluhan kembali
muncul dan mendapat pengobatan yang sama berulang kali.
 Kakak ketiga penderita (usia 11 tahun ) mengalami keluhan yang sama dengan
penderita sejak 2 bulan yang lalu.
 Kakak pertama dan kedua penderita tidak mengalami sakit seperti penderita.

e. Riwayat sosial ekonomi dan lingkungan


Ayah bekerja sebagai pendeta dengan penghasilan 4-5 juta perbulan. Ibu bekerja
sebagai ibu rumah tangga. Pasien merupakan anak keempat dari empat
bersaudara.
Keluarga ini tinggal di rumah dengan ukuran ± 10x20 m dengan dinding yang
terbuat dari tembok yang diplester dan dicat, dan atap dari genteng dan asbes.
Memiliki 4 buah kamar dimana 1 kamar ditempati oleh ayah dan ibu, 1 kamar

4
ditempati kakak pertama, 1 kamar ditempati kakak kedua, dan 1 kamar ditempati
kakak ketiga dan penderita dengan ukuran kamar ±3x3m. Setiap kamar memiliki
jendela dan sinar matahari dapat masuk. Terdapat 1 ruang tamu, ruang menonton
tv, dapur, dan halaman untuk menjemur pakaian. Pencahayaan menggunakan
listrik PLN, memiliki kamar mandi di rumah dengan kakus dan septic tank,
sumber air berasal dari sumur.
Biaya pengobatan menggunakan biaya sendiri.
Kesan: sosial – ekonomi cukup

f. Riwayat kehamilan dan kelahiran


No Kehamilan dan Kelahiran Umur
1 ♂, aterm, spontan, bidan, BBL:2700 gram 16 tahun
2 ♀, aterm, ,spontan, bidan, BBL:2900 gram 14 tahun
3 ♀, aterm, spontan, bidan, BBL:3100 gram 11 tahun
4 ♂, aterm, spontan, bidan, BBL:2600 gram 9 tahun 5 bulan

 Antenatal : Usia ibu saat melahirkan umur 34 tahun (G4P4A0), ANC di bidan,
dilakukan 4 kali selama kehamilan. Riwayat sakit saat hamil (-), riwayat
minum obat-obatan dan jamu-jamuan selama hamil (-). Ibu penderita hanya
mengkonsumsi obat vitamin dan pil tambah darah dari bidan.
 Natal : Anak lahir saat usia kandungan ibu 9 bulan, di bidan. Lahir normal,
langsung menangis. Berat badan lahir 2600 gram, panjang badan dan lingkar
kepala lupa. Kuning (-), kebiruan (-)
 Postnatal : kejang (-), kuning (-), biru(-)

g. Riwayat imunisasi
BCG : 1 bln Polio 1 : 0 bulan Hepatitis 0 : 0 bulan
DPT 1 : 2 bulan Polio 2 : 2 bulan Hepatitis 1 : 1 bulan
DPT 2 : 3 bulan Polio 3 : 3 bulan Hepatitis 2 : 2 bulan
DPT 3 : 4 bulan Polio 4 : 4 bulan Hepatitis 3 : 3 bulan
Campak : 10 bulan
Booster : (-)
Kesan : imunisasi dasar lengkap.

5
h. Riwayat makan dan minum:
Anak diberi ASI sejak lahir sampai usia 1 tahun, berhenti ASI karena produksi
ASI berkurang. Anak sudah diberi makan pisang usia 4 bulan, lalu diberi bubur
bayi usia 6 bulan sd 8 bulan, nasi tim usia 9 bulan sd 11 bulan, nasi keluarga
mulai usia 1 tahun.
Saat ini nafsu makan anak seperti biasa. Anak makan 1 piring nasi 3 kali sehari
dengan sayur, tempe, dan ikan kadang-kadang. Anak sudah tidak mau minum
susu sejak usia 2 tahun.

i. Tumbuh kembang anak


 Pertumbuhan
 Berat badan lahir 2600 gram, panjang badan dan lingkar kepala tidak tahu.
 Berat badan saat periksa di poli RSDK 24 kg, TB: 124cm cm, LILA 14
cm.
 Berat badan 2 bulan yang lalu 24 kg.
 Antropometri:
BMIZ : -0,18
WAZ : -0,73 MUAC for age : -1,52
HAZ : -0,99
 Kesan : Gizi baik perawakan normal, flat of growth

 Perkembangan
Motorik kasar:
 Berjalan usia 11 bulan, berlari usia 2 tahun
Motorik halus:
 Mencorat-coret usia 2 tahun
Bahasa :
 Anak dapat berbicara dengan kalimat yang sempurna usia 4 tahun
Personal sosial:
 Anak dapat bermain dengan anak-anak tetangganya.
Saat ini anak sudah sekolah kelas 4 SD, tidak pernah tinggal kelas, dapat
mengikuti pelajaran dan memiliki banyak teman.
Kesan: sesuai dengan usia.

6
2. PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal 24 Januari 2014, pukul 12.00 WIB di poli anak RSDK
Anak ♂, 9 tahun 5 bulan, BB: 24 kg, TB:124 cm
Keadaan umum: Sadar, cukup aktif.
Tanda vital : HR : 94 x/mnt N : reg, isi dan tegangan cukup
RR : 18 x/mnt t : 37,1 °C
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), cekung (-/-)
Hidung : napas cuping (-), sekret (-)
Telinga : discharge (-)
Mulut : sianosis (-), bibir kering (-)
Tenggorokan : tonsil T1-T1, hiperemis (-), faring hiperemis (-)
Leher : pembesaran nnll (-), kaku kuduk (-)
Dada : simetris, retraksi (-), iga gambang (-)
Jantung :
Inspeksi: ictus cordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis teraba di SIC V linea mid clavicula sinistra, tidak kuat
angkat, tidak melebar, thrill (-)
Perkusi : konfigurasi jantung dalam batas normal.
Auskultasi: Bunyi jantung 1-2 normal, tidak ada bising, tidak ada gallop, irama
reguler
Paru :
Inspeksi: simetris statis dan dinamis, retraksi (-)
Palpasi : tidak ada bagian yang tertinggal saat bernapas, stem fremitus kanan=kiri
Perkusi : sonor seluruh lapang paru
Auskultasi: suara dasar vesikuler, suara tambahan: hantaran (+/+), ronkhi (-/-),
wheezing (-/-)
Abdomen:
Inspeksi : datar, venektasi (-)
Auskultasi : bunyi usus (+) normal
Palpasi : supel, turgor kembali cepat, nyeri tekan (-)
Hepar : tidak teraba
Lien : Schuffner 0
Perkusi : timpani, pekak sisi (+) normal, pekak alih (-)
Inguinal : pembesaran kelenjar limfe (-)
Genital : ♂, dalam batas normal.

7
Ekstremitas : Superior Inferior
Kanan / kiri kanan / kiri
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Capp. Refill <2” <2”
Pucat -/- -/-
Muscle wasting -/- -/-
Baggy pants -/-

Status gizi antropometrik WHO antro


Anak ♂, 9 tahun 5 bulan, BB: 24 kg, TB:124 cm, BB ideal: 25kg.
 Antropometri:
BMIZ : -0,39
WAZ : -1,41
HAZ : -1,79
 Kesan : Gizi baik perawakan normal

8
Kurva BMI berdasarkan umur:

Kurva tinggi badan berdasarkan usia:

9
3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Foto Thorak AP/Lateral 24 Januari 2014

 Terdapat identitas dan marker


 Foto tidak simetris
 Inspirasi cukup
 Tidak terdapat artefak
 Double countour (-)
 Tidak ada soft tissue swelling
 Tidak ada diskontinuitas pada
tulang
 Jantung : CTR < 50%
 Deviasi Trakea (-)
 Paru :
o corakan vaskular paru meningkat
o bercak pada parahiler kanan dan
parakardial kanan
o pada foto lateral tampak
pembesaran nnll parahiler ukuran 1-
1,5cm
o sinus costofrenikus kanan dan kiri
lancip
Kesan :
Cor tak membesar
Gambaran bronkopneumonia
Sugestif TB paru

Mantoux test tanggal 24 januari 2014, dibaca saat 56 jam:

Kesan: (-) 0 cm

10
Pemeriksaan sputum BTA sewaktu-pagi-sewaktu 25 Januari 2014
Hasil:
- BTA 1 : Negatif. 0 BTA/100 LP
- BTA 1 : Negatif. 0 BTA/100 LP
- BTA 1 : Negatif. 0 BTA/100 LP
- PewarnaanGram positif: Streptococcus
- Pewarnaan jamur: Yeast (-)
- Lekosit: >25/LPK

Skoring TB anak tanggal 26 April 2013:


1. Kontak TB :2
2. Uji Tuberkulin :0
3. Status gizi :0
4. Demam ≥ 2 minggu :1
5. Batuk ≥ 3 minggu :1
6. Pembesaran kelenjar limfe :0
7. Pembengkakan tulang/sendi :0
8. Foto thoraks :1
Jumlah :5
Kesan: TB anak

C. LAPORAN KUNJUNGAN RUMAH


Kunjungan rumah dilaksanakan pada hari Minggu 26 januari 2014, pukul 16.00, 2 hari
setelah kunjungan ke RSDK.
1. Keadaan Rumah
Saat ini penderita dan keluarga tinggal di rumah kontrakan yang baru ditempati
selama 7 hari. Saat ditemui di rumah ada kedua orang tua penderita, penderita, dan
kakak ketiga penderita. Pada pasien masih hanya didapatkan keluhan batuk kadang
disertai dahak kekuningan. Keadaan umum anak baik, aktif, anak dapat bermain bersama
kakaknya. Demam tidak ada (t = 36,7°C), nadi reguler, isi dan tegangan cukup, laju
nafas 25 x/menit. Nafsu makan anak baik, makan 3 kali sehari sepiring nasi dengan lauk
hewani dan sayuran. Saat kunjungan dilakukan pembacaan pemeriksan mantok tes
dengan hasil negatif, 0mm.

11
Dari anamnesis, kondisi rumah penderita Keluarga ini tinggal di rumah dengan
ukuran ± 10x20 m dengan dinding yang terbuat dari tembok yang diplester dan dicat,
dan atap dari genteng dan asbes, dan lantai dari semen. Memiliki 4 buah kamar dimana 1
kamar ditempati oleh ayah dan ibu, 1 kamar ditempati kakak pertama, 1 kamar ditempati
kakak kedua, dan 1 kamar ditempati kakak ketiga dan penderita dengan ukuran kamar
±3x3m. Setiap kamar memiliki jendela dan sinar matahari dapat masuk. Terdapat 1
ruang tamu, ruang menonton tv, dapur, dan halaman untuk menjemur pakaian.
Pencahayaan menggunakan listrik yang PLN, memiliki kamar mandi di rumah dengan
kakus dan septic tank, sumber air berasal dari sumur. Saluran pembuangan air terdapat
selokan disekitar rumah, aliran air lancar.
2. Kebiasaan sehari-hari dan Perilaku Kesehatan
Rumah dihuni oleh 6 orang terdiri dari kepala keluarga atas bapak, ibu dan empat
anaknya. Penderita tidur sekamar kakak ketiga, menggunakan kasur busa diatas tempat
tidur kayu. Ayah dan ibu penderita tidur dikamar lain, kakak pertama dan kedua
penderita tidur di kamar sendiri-sendiri. Sprei kasur diganti tiap minggu, lantai rumah
disapu dan dipel setiap hari. Ventilasi kamar cukup, terdapat jendela yang mengarah ke
bagian luar rumah, dibuka setiap pagi. Ayah penderita tidak merokok. Pakaian kotor
dicuci tiap hari. Makanan dan minuman dimasak sebelum dimakan. Ibu menggunakan
kompor gas.
Pada saat ini kakak pertama dan kedua masih berada di nabire, tidak memiliki gejala
seperti penderita dan orangtua penderita, belum pernah diperiksakan untuk pemeriksaan
TB.
Ayah penderita saat ini sudah diperiksakan ke RS Elizabeth semarang, sudah
dilakukan x-foto dada dengan hasil riwayat TB lama tak jelas aktif, sudah dilakukan
pemeriksaan sputum BTA 1x dengan hasil negatif, dan menunggu hasil kultur sputum.
Ibu penderita saat ini sudah diperiksakan ke RS dr.kariadi semarang, sudah
dilakukan x-foto dada dengan hasil gambaran bronkopneumonia, sudah dilakukan
pemeriksaan sputum BTA 1x dengan hasil negatif, rencana akan dilakukan pemeriksaan
sputum kembali dan kultur sputum.
Kakak ketiga penderita saat ini sudah diperiksakan ke RS dr.Kariadi Semarang,
sudah dilakukan x-foto dada dengan hasil kesan gambaran bronkopneumonia dan
riwayat TB lama, sudah dilakukan pemeriksaan sputum BTA 1x dengan hasil negatif,
rencana akan dilakukan pemeriksaan sputum kembali dan kultur sputum.
Tidak terdapat tetangga yang menderita TB paru atau batuk lama.

12
D. DAFTAR MASALAH
Masalah aktif Masalah pasif
1. Batuk Kronik Berulang 1. Anggota keluarga lain belum
2. Ayah dan ibu dengan suspek MDR-TB diperiksakan TB
3. Kakak dengan batuk kronik berulang

E. ASESSMENT
1. Batuk Kronik Berulang
2. Ayah dan ibu dengan suspek MDR-TB
3. Kakak dengan BKB

F. RENCANA PEMECAHAN MASALAH


1. Assessment: Batuk Kronik Berulang
DD:TB paru, bronkitis viral, bronkitis bakterial
Dx: S: -
O: Pemeriksaan sputum BTA ulang, sputum pengecatan gram dan jamur
Tx:
- Ambroksol syrup 3x1cth (15mg)
Mx:
- Keluhan batuk
Ex:
- Menjelaskan bahwa penyakit anak ini masih dapat diakibatkan karaena berbagai
penyebab yang masih perlu kita cari.
- Perlu dilakukan pemeriksaan sputum ulang untuk menegegakan diagnosis.

2. Assessment: ayah dan ibu dengan suspek MDR-TB


Dx: S: -
O: Pemeriksaan sputum BTA ulang disertai kultur dan sensitivitas
Tx: Menunggu hasil pemeriksaan BTA ulang dan kultur sputum
Azitomisin 1x500mg selama 5 hari
Ambroksol 3x1 tab
Mx: Keluhan batuk, sesak

13
Ex:
- Menjelaskan pada tetangga pasien tersebut bahwa kemungkinan penyebab dari
penyakit masih harus dicari.
- Tidak membuang dahak sembarangan bila batuk, sebaiknya menggunakan tissue
dan dibuang di tempat sampah yang tertutup.
- Menjelaskan pada ayah untuk selalu menggunakan masker saat kontak dengan
orang lain termasuk anggota keluarga.

3. Assessment: Kakak dengan BKB


Dx: S: -
O: sputum BTA ulang, sputum pengecatan gram dan jamur
Tx:
- Ambroksol syrup 3x1cth (15mg)
Mx:
- Kepatuhan minum obat.
- Respon klinis: batuk, penambahan berat badan.
Ex:
- Menjelaskan bahwa penyakit anak ini masih dapat diakibatkan karaena berbagai
penyebab yang masih perlu kita cari.
- Perlu dilakukan pemeriksaan sputum ulang untuk menegegakan diagnosis.

G. PROGNOSIS
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad sanam : dubia ad bonam
- Quo ad fungsional : dubia ad bonam

14
PEMBAHASAN

Kasus seorang anak laki-laki usia 9 tahun 5 bulan, berat badan 24 kg, anak keempat
dari empat bersaudara. Penderita didiagnosis dengan TB anak. Dari anamnesis didapatkan
batuk kadang disertai dahak purulen sejak 2 bulan yang lalu, keluhan berat badan tidak
bertambah, demam-demam ngelemeng sejak 2 bulan yang lalu, sementara keluhan TB
lainnya tidak didapatkan. Didapatkan kontak (+) yaitu ayah dan ibu penderita dengan suspek
MDR-TB. Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, tak tampak kurus,
Pemeriksaan fisik paru hanya didapatkan hantaran. Dari pemeriksaan penunjang didapatkan x
foto thorax AP/Lateral sugestif TB.

Tuberkulosis
Menurut WHO tuberkulosis menyerang sekitar 8,8 juta orang dan menyebabkan 1,4
juta kematian secara global pada tahun 2010, termasuk setengah juta perempuan dan
setidaknya 64.000 anak-anak. Hal ini juga menghasilkan hampir 10 juta anak yatim akibat
kematian orangtua. Layanan pencegahan TB, diagnosis, dan pengobatan harus dimasukkan
sebagai intervensi kunci dalam pengelolaan terpadu kehamilan dan kesehatan anak.1

Tabel insiden TB anak apada berbagai negara

Sumber: Getahun H, Sculier D, Sismanidis C, Grzemska M, Raviglione M. 1

15
Pembagian definisi TB berdasarkan kriteria diagnostik klinis adalah confirmed TB,
probable TB, possible TB, TB unlikely, dan not TB.2

Sumber: Graham SM, Ahmed T, Amanullah F, Browning R, Cardenas V, Casenghi M, et al.2

16
Tuberkulosis Anak
Perkiraan yang akurat dari penderita tuberkulosis pada anak secara global sulit
didapatkan terutama karena tantangan dalam pemastian kasus, diagnosis, dan sistem
pengawasan yang lemah di banyak negara dengan penderita tuberkulosis yang tinggi. Karena
alasan ini, anak-anak sering dikecualikan dari survei prevalensi tuberkulosis, yang akan
menghambat lebih lanjut acuan informasi yang dapat diandalkan. Diperkirakan bahwa anak-
anak usia kurang dari 15 tahun memberikan kontribusi 15% -20% dari total penderita TB
secara global.1
Resiko infeksi Mycobacterium tuberculosis pada anak bergantung pada probabilitas,
durasi, dan juga kedekatan maupun tingkat kemudahan penularan dari sumbernya, yang lebih
seringnya adalah orang dewasa. Risiko perkembangan penyakit setelah infeksi primer pada
anak-anak sangat bervariasi tergantung pada usia dan sistem imunitas. Anak –anak
imunokompeten yang berusia kurang dari 2 tahun, akan berkembang menjadi penderita TB
aktif dimana dalam 1 tahun pertamanya mengalami infeksi primer tanpa gejala yang
signifikan.1

Diagnosis Tuberkulosis pada Anak


Tuberkulosis merupakan penyakit yang menjadi masalah dunia karena mudah untuk
menular dan mampu menyebabkan akibat yang berat pada pasien. Diagnosis TB pada anak
sulit sehingga sering terjadi misdiagnosis, baik overdiagnosis maupun underdiagnosis. Pada
anak, batuk bukan merupakan gejala utama. Karena pada anak-anak, terutama anak-anak
dibawah usia 5 tahun, tidak bisa meludah dahak, maka aspirasi lambung, induksi sputum,
laring swab, dan aspirasi nasofaring adalah metode yang digunakan untuk mendapatkan
sampel dari anak-anak, dengan hasil BTA positif berkisar antara 1% sampai 17% dan
pertumbuhan kultur berkisar antara 15% sampai 92%.3
Pertimbangkan Tuberkulosis pada anak jika:
Anamnesis:
 Berkurangnya berat badan 2 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas atau gagal
tumbuh.
 Demam tanpa sebab jelas, terutama jika berlanjut sampai 2 minggu.
 Batuk kronik ≥ 3 minggu, dengan atau tanpa wheeze.
 Riwayat kontak dengan pasien TB paru dewasa.
Pemeriksaan fisis
 Pembesaran kelenjar limfe leher, aksila, inguinal.

17
 Pembengkakan progresif atau deformitas tulang, sendi, lutut, falang.
 Uji tuberkulin. Biasanya positif pada anak dengan TB paru, tetapi bisa negatif pada
anak dengan TB milier atau yang juga menderita HIV/AIDS, gizi buruk atau baru
menderita campak.
 Pengukuran berat badan menurut umur atau lebih baik pengukuran berat menurut
panjang/tinggi badan.3

Diagnosis TB pada anak tidak mudah, oleh karena itu oleh UKK Respirologi IDAI dibuat
sistem skoring sebagai berikut:
Parameter 0 1 2 3
1 Kontak TB Tidak Laporan keluarga BTA (+)
jelas (BTA negatif atau
tidak jelas)
2 Uji Tuberkulin Negatif Positif (≥10mm atau
≥5mm pada keadaan
imunosupresi
3 Berat badan / status BB/TB<90% atau Klinis gizi buruk
gizi BB/U<80% Atau BB/TB
<70% atau BB/U
< 60%
4 Demam tanpa sebab ≥ 2 minggu
yang jelas

5 Batuk ≥ 3 minggu

6 Pembesaran kelenjar ≥ 1 cm, jumlah


kolli, aksila, inguinal >1, tidak nyeri

7 Pembengkakkan Ada
tulang / sendi panggul, pembengkakan
lutut, falang

8 Foto thoraks Normal / Gambaran


tidak sugestif TB*
jelas

Catatan:
 Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter.
 Jika dijumpai skrofuloderma, langsung didiagnosis tuberkulosis.
 Berat badan dinilai saat datang (moment opname).
 Demam dan batuk tidak ada respon terhadap terapi sesuai baku.

18
 Foto thoraks bukan merupakan alat diagnostik utama pada TB anak.
 *Gambaran sugestif TB berupa: pembesaran kelenjar hilus atau paratrakheal dengan
atau tanpa infiltrat, konsolidasi segmental / lobar, kalsifikasi dengan infiltrat,
konsolidasi segmental / lobar, kalsifikasi dengan infiltrat, ateletaksis, tuberkuloma.
Gambaran milier tidak dihitung dalam skor karena diperlakukan khusus.
 Mengingat pentingnya peranan uji tuberkulin dalam mendiagnosis TB anak, maka
sebaiknya disediakan uji tuberkulin di tempat pelayanan kesehatan.
 Pada anak yang diberi imunisasi BCG, bila terjadi reaksi cepat BCG (<7hari) harus
dievaluasi dengan sistem skoring TB anak, BCG bukan merupakan alat diagnostik.
 Diagnosis kerja TB dapat ditegakkan bila jumlah skor >6 (skor maksimum 14).4

Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang, maka


dilakukan pembobotan dengan sistem skoring. Pasien dengan jumlah skor ≥ 6 (sama atau
lebih dari 6), harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat pengobatan dengan obat
anti tuberkulosis (OAT). Bila skor kurang dari 6 tetapi secara klinis kecurigaan ke arah TB
kuat maka perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik lainnya sesuai indikasi, seperti bilasan
lambung, patologi anatomi, pungsi lumbal, pungsi pleura, foto tulang dan sendi, funduskopi,
CT-Scan dan lain-lainnya (yang mungkin tidak dapat dilakukan di rumah sakit ini).
Perlu perhatian khusus jika ditemukan salah satu keadaan di bawah ini:
 Tanda bahaya:
o Kejang, kaku kuduk
o Penurunan kesadaran
o Kegawatan lain, misalnya sesak napas
 Foto dada menunjukkan gambaran milier, kavitas, efusi pleura.
 Gibus, koksitis.4

19
Berikut ini adalah contoh tool untuk pembacaan radiologis TB pada anak.2

Hasil pemeriksaan x-foto thorax dikatakan konsisten terhadap TB apabila terdapat 1 dari
delapan gambaran radiologis yang diperiksa oleh 2 orang ahli radiologi.2

20
Pengobatan Tuberkulosis pada Anak
Alur tatalaksana pasien TB anak dapat dilihat pada skema di bawah ini.3

Prinsip-prinsip pengobatan dan rejimen obat yang direkomendasikan untuk setiap kategori
penyakit tuberkulosis umumnya sama antara orang dewasa dan anak-anak.

Pada sebagian besar kasus TB anak pengobatan selama 6 bulan cukup adekuat. Setelah
pemberian obat 6 bulan, lakukan evaluasi baik klinis maupun pemeriksaan penunjang.
Evaluasi klinis pada TB anak merupakan parameter terbaik untuk menilai keberhasilan
pengobatan. Bila dijumpai perbaikan klinis yang nyata walaupun gambaran radiologik tidak
menunjukkan perubahan yang berarti, OAT tetap dihentikan.3

21
Pengobatan TB dibagi dalam 2 tahap yaitu tahap awal/intensif (2 bulan pertama) dan
sisanya sebagai tahap lanjutan. Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 3 macam obat
pada fase awal/intensif (2 bulan pertama) dan dilanjutkan dengan 2 macam obat pada
fase lanjutan (4 bulan, kecuali pada TB berat). OAT pada anak diberikan setiap hari, baik
pada tahap intensif maupun tahap lanjutan.3
Untuk menjamin ketersediaan OAT untuk setiap pasien, OAT disediakan dalam
bentuk paket. Satu paket dibuat untuk satu pasien untuk satu masa pengobatan. Paket OAT
anak berisi obat untuk tahap intensif, yaitu Rifampisin (R), Isoniazid (H), Pirazinamid (Z);
sedangkan untuk tahap lanjutan, yaitu Rifampisin (R) dan Isoniasid (H).3
Dosis
 INH: 5-15 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 300 mg/hari
 Rifampisin: 10-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 600 mg/hari
 Pirazinamid: 15-30 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 2 000 mg/hari
 Etambutol: 15-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 1 250 mg/hari
 Streptomisin: 15–40 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 1 000 mg/hari
Untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan yang relatif lama dengan
jumlah obat yang banyak, paduan OAT disediakan dalam bentuk Kombinasi Dosis Tetap =
KDT (Fixed Dose Combination = FDC). Tablet KDT untuk anak tersedia dalam 2 macam
tablet, yaitu:
 Tablet RHZ yang merupakan tablet kombinasi dari R (Rifampisin), H (Isoniazid) dan
Z (Pirazinamid) yang digunakan pada tahap intensif.
 Tablet RH yang merupakan tablet kombinasi dari R (Rifampisin) dan H (Isoniazid)
yang digunakan pada tahap lanjutan.
Tablet FDC untuk anak-anak terdiri dari tablet 3FDC dan 2FDC. Kedua jenis tablet diberikan
kepada pasien TB anak yang berusia 0 – 14 tahun. Tablet 3FDC mengandung 3 macam obat
antara lain: 30 mg INH, 60 mg Rifampisin, dan 150 mg Pirazinamid. Tablet ini digunakan
untuk pengobatan setiap hari dalam tahap intensif. Tablet 2FDC mengandung 2 macam obat
yaitu: 30 mg INH dan 600 mg Rifampisin. Tablet ini digunakan untuk pengobatan setiap hari
dalam tahap lanjutan. Sama halnya dengan pemberian pada pasien dewasa, pemberian jumlah
FDC pada pasien anak juga disesuaikan dengan berat badan anak. Jumlah tablet KDT yang
diberikan harus disesuaikan dengan berat badan anak dan komposisi dari tablet KDT
tersebut.3

22
Dosis dan aturan pakai FDC untuk anak-anak yaitu:

Berat Badan Tahap Intensif tiap hari Tahap Lanjutan tiap hari

selama 2 bulan selama 4 bulan


≤ 7 kg 1 tablet 3FDC 1 tablet 2FDC
8 – 9 kg 1,5 tablet 3FDC 1,5 tablet 2FDC
10 – 14 kg 2 tablet 3FDC 2 tablet 2FDC
15 – 19 kg 3 tablet 3FDC 3 tablet 2FDC
20 – 24 kg 4 tablet 3FDC 4 tablet 2FDC
25 – 29 kg 5 tablet 3FDC 5 tablet 2FDC
Keterangan:

 Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg dirujuk ke rumah sakit


 Anak dengan BB ≥ 33 kg , disesuaikan dengan dosis dewasa
 Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah
OAT KDT dapat diberikan dengan cara: ditelan secara utuh atau digerus sesaat sebelum
diminum.3

Kasus
Pada kasus ini anak telah dilakukan skoring TB. Berdasarkan Skoring anak saat
diperiksa di RSDK yaitu 5.
Parameter 0 1 2 3
1 Kontak TB Tidak Laporan keluarga BTA (+)
jelas (BTA negatif atau
tidak jelas)
2 Uji Tuberkulin Negatif Positif (≥10mm atau
≥5mm pada keadaan
imunosupresi
3 Berat badan / status BB/TB<90% atau Klinis gizi buruk
gizi BB/U<80% Atau BB/TB
<70% atau BB/U
< 60%
4 Demam tanpa sebab ≥ 2 minggu
yang jelas

5 Batuk ≥ 3 minggu

6 Pembesaran kelenjar ≥ 1 cm, jumlah


kolli, aksila, inguinal >1, tidak nyeri

23
7 Pembengkakkan Ada
tulang / sendi panggul, pembengkakan
lutut, falang

8 Foto thoraks Normal / Gambaran


tidak sugestif TB*
jelas

Pada anak saat ini mendapatkan terapi Simptomatik dengan ambroksol, dan dilakukan
pemeriksaan sputum ulang untuk BTA, pengecatan gam, dam jamur.

MDR-TB
Multi Drug Resistance Tuberculosis (MDR-TB) didefinisikan sebagai penyakit TB
yang disebabkan oleh strain dari Mycobacterium tuberculosis yang resisten terhadap
isoniazid dan rifampisin sehingga pengobatannya menggunakan ZEQ (pirazinamid –
etambuthol – quinolon) sedangkan XDR-TB adalah penyakit TB yang disebabkan oleh strain
yang juga resisten terhadap obat TB lini kedua seperti amikasin, capreomisin, dan
kanamisin.5
Multi drugs resistant tuberculosis (MDR-TB) dan extended drugs resistant
tuberculosis (XDR-TB) merupakan masalah penting yang dihadapi dalam pemberantasan
tuberkulosis di dunia. Data dari penelitian di 83 negara yang diambil mulai tahun 1994
menunjukkan bahwa median dari prevalensi resistensi OAT pada kasus tuberkulosis baru
sebesar 11,1% (7-22,3). Baik MDR-TB maupun XDR-TB merupakan fenomena yang
disebabkan oleh manusia sebagai akibat dari pengobatan yang tidak adekuat. Faktor
penyebab resistensi obat anti tuberkulosis (OAT) terhadap bakteri Mycobacterium
tuberculosis meliputi faktor mikrobiologik, faktor klinik, faktor program, faktor HIV-AIDS,
dan faktor kuman.5, 6
Faktor mikrobiologik terdiri dari: resistensi yang natural, resistensi yang didapat,
amplifier effect, virulensi kuman, dan tertular galur kuman yang sudah MDR atau XDR.
Faktor klinik terdiri dari penyelenggara kesehatan, obat, dan pasien. Keterlambatan diagnosis,
pengobatan tanpa mengikuti pedoman, penggunaan OAT yang tidak adekuat, tidak adanya
pedoman pengobatan, kurangnya pelatihan TB, tidak adanya pemantauan pengobatan,
fenomena addition syndrome yaitu penambahan suatu obat pada satu panduan yang telah
gagal karena panduan tersebut telah resisten, maka penambahan obat tersebut akan
menambah jumlah obat yang resisten, serta organisasi program nasional yang kurang baik

24
termasuk dalam faktor klinik dari sisi penyelenggara kesehatan. Dari sisi obat, hal-hal yang
memungkinkan terjadinya MDR-TB antara lain: pengobatan dalam jangka waktu lama,
toksisitas obat, penyerapan kurang baik, kualitas kurang baik, regimen yang tidak tepat, harga
obat yang tidak terjangkau, serta pengadaan obat yang terputus. Dari faktor pasien dapat
diperoleh kurang baiknya kinerja PMO, kurangnya informasi untuk pasien, kurangnya dana,
efek samping obat, sarana dan prasarana yang kurang, gangguan sosial, dan gangguan
penyerapan obat. Faktor program yang dapat menyumbangkan risiko terjadinya MDR-TB
antara lain: tidak adanya fasilitas untuk biakan dan uji kepekaan, amplifier effect, tidak
adanya program DOTS-PLUS, program DOTS yang belum berjalan dengan baik, dan
program ini memerlukan biaya yang besar.5
HIV-AIDS menyumbang peranan penting dalam terjadinya MDR-TB dikarenakan
terjadi gangguan penyerapan sehingga dosis obat kurang dan memungkinkan MDR-TB.
Selain itu, pada pasien dengan HIV-AIDS kemungkinan terjadi efek samping obat juga lebih
besar daripada kelompok dengan imunitas baik.5
Bakteri Mycobacterium tuberculosis strain super bersifat sangat virulen dengan daya
tahan hidup yang lebih tinggi dan berhubungan dengan MDR-TB.6
Tren peningkatan resistensi kuman Mycobacterium tuberculosis di negara-negara
Asia antara tahun 2002 sampai 2007. Kita mencurigai suatu MDR-TB jika kegagalan
pengobatan kategori 2, diobati di fasilitas non DOTS, gagal pengobatan kategori 1,
pemeriksaan dahak tetap positif setelah sisipan dengan kategori 1, TB paru kasus kambuh,
pasien TB yang kembali setelah lalai, suspek TB dengan keluhan yang tinggal dekat dengan
pasien MDR-TB konfirmasi, dan TB-HIV. Penegakan diagnosis dipastikan berdasar uji
kepekaan sehingga semua suspek MDR-TB diperiksa dahaknya untuk selanjutanya dilakukan
pemeriksaan biakan dan uji kepekaan.5
Diagnosis MDR-TB ditegakkan berdasarkan kultur dan uji kepekaan. Jika hasil uji
kepekaan Mycobacterium tuberculosis didapatkan resisten minimal terhadap rifampisin dan
INH, dapat ditegakkan diagnosis MDR-TB.5
Pemeriksaan biakan Mycobacterium tuberculosis dengan menggunkaan media
berbasis telur (Lowenstein-Jensen, Ogawa, Kudoh), media berbasis agar (Middle brook),
Mycobacteria growth indicator tube test (MGITT), dan BACTEC. Lowenstein-Jensen
merupakan media padat yang menggunakan media basa telur. Media ini dibuat oleh
Lowenstein dan disempurnakan oleh Jensen. Pemeriksaan identifikasi M. tuberculosis dengan
media Lowenstein-Jensen memberikan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi dan dipakai
sebagai alat diagnostik pada program penanggulangan TB. Mycobacteria growth indicator

25
tube test (MGITT) adalah metode yang relatif baru dalam identifikasi kuman M.tuberculosis.
Metode ini menggunakan sensor fluorescent yang ditanam dalam bahan dasar silikon sebagai
indikator pertumbuhan Mycobacterium sp. Tabung tersebut mengandung 4 ml kaldu 7H9
Middlebrook yang ditambah 0,5 ml suplemen nutrisi dan 0,1 ml campuran antibiotika untuk
menekan pertumbuhan kuman kontaminan. Mycobacterium sp yang tumbuh akan
mengkonsumsi oksigen sehingga sensor akan menyala. Sensor tersebut dilihat menggunakan
lampu ultra violet dengan panjang 365 nm. Didapatkan rerata waktu yang diperlukan untuk
mendeteksi pertumbuhan kuman dengan metode MGIT sebesar 21,2 hari (4-53 hari)
sedangkan dengan metode Lowenstein-Jensen diperlukan rerata waktu 40,4 hari (30-56
hari).5
Sedangkan untuk identifikasi Mycobacterium tuberculosis dan uji kepekaan dapat
dilakukan: tes Hain (uji kepekaan untuk R dan H), molecular beacon testing (uji kepekaan
untuk R), dan gene X-pert (uji kepekaan untuk R)5
Untuk pengobatan MDR-TB disesuaikan dengan kultur kuman, karenanya diperlukan
sputum ulang untuk kultur pada pasien dengan suspek MDR-TB. Regimen standar MDR-TB
di Indonesia adalah 6Z-E-Kn-Lfx-Eto-Cs/18Z-E-Lfx-Eto-Cs. Regimen ini hanya boleh
digunakan untuk pasien yang telah terbukti MDR-TB.5, 6
Tabel Perhitungan dosis OAT pada pasien MDR-TB

Pada kasus ini ayah dan ibu penderita diduga mengalami MDR-TB. Ayah penderita
dicurigai MDR-TB karena telah 3 kali mendapat pengobatan TB namun tidak pernah sampai
selesai 6 bulan. Ibu penderita juga dicurigai MDR-TB karena telah 1 kali mendapat
pengobatan TB namun tidak sampai selesai 6 bulan. Saat ini kedua orang tua penderita
kembali mengalami gejala serupa, dan diperiksakan ke RSDK dan telah diperiksakan x-foto
thorax, pemeriksaan BTA mikroskopis, serta pemeriksaan kultur dan sensitifitas sputum.

26
Hal yang penting untuk diperhatikan pada MDR-TB adalah pencegahan penularan,
perbaikan lingkungan, dan pendataan kasus. Seluruhnya memerlukan kerjasama lintas
sektoral. Pada kasus ini, pencegahan penularan sulit dilakukan.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Getahun H, Sculier D, Sismanidis C, Grzemska M, Raviglione M. Prevention,


diagnosis, and treatment of tuberculosis in children and mothers: evidence for action
for maternal, neonatal, and child health services. The Journal of infectious diseases.
2012;205 Suppl 2:S216-27. Epub 2012/03/27.
2. Graham SM, Ahmed T, Amanullah F, Browning R, Cardenas V, Casenghi M, et al.
Evaluation of tuberculosis diagnostics in children: 1. Proposed clinical case
definitions for classification of intrathoracic tuberculosis disease. Consensus from an
expert panel. The Journal of infectious diseases. 2012;205 Suppl 2:S199-208. Epub
2012/03/27.
3. International Child Health RC. Tuberkulosis. 2012 [cited 2014 24 januari 2014].
4. Rahayou NN SL. Tatalaksana TB. . In: Rahayou NN SB, Setyanto DB, editor. Buku
Ajar Respirologi Anak Edisi ke-1 Badan Penerbit IDAI; 2012 H 218 - 22. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI; 2012. H. 218 - 22.
5. Treatment of tuberculosis: guidelines – 4th ed. WHO/HTM/TB/2009.420.
6. Management of MDR-TB : a field guide : a companion document to guidelines for
programmatic management of drug-resistant tuberculosis : integrated management of
adolescent and adultillness (IMAI). WHO/HTM/TB/2008.402a.

28

Anda mungkin juga menyukai