Anda di halaman 1dari 82

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CABG


(CORONARY ARTERY BYPASS GRAFTING)

MIFTACHUL JANNAH

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA
2013
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1


1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Tujuan ........................................................................................................... 1
1.2.1 Tujuan Umum .................................................................................. 1
1.2.2 Tujuan Khusus ................................................................................. 1
BAB II TINJAUAN TEORI ............................................................................. 3
2.1 Konsep CABG (Coronary Artery Bypass Grafting) ..................................... 3
2.1.1 Definisi CABG (Coronary Artery Bypass Grafting) .......................... 3
2.1.2 Tujuan Pembedahan ............................................................................ 3
2.1.3 Indikasi CABG (Coronary Artery Bypass Grafting) .......................... 3
2.1.4 Pasien yang Direkomendasikan Untuk CABG
(Coronary Artery Bypass Grafting) ................................................... 3
2.1.5 Kontraindikasi ..................................................................................... 5
2.1.6 Proses CABG(Coronary Artery Bypass Grafting) ............................. 5
2.1.7 Arteri dan Vena yang digunakan ........................................................ 11
2.1.8 Managemen Pasien CABG ................................................................. 15
2.1.9 Komplikasi .......................................................................................... 25
2.1.10 rognosis ............................................................................................ 30
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Pada CABG
(Coronary Artery Bypass Grafting) .............................................................. 30
2.2.1 Pengkajian ........................................................................................... 31
2.2.2 Diagnosa Keperawatan ....................................................................... 31
2.2.3 Intervensi............................................................................................. 33
BAB III STUDI KASUS ................................................................................... 48
BAB IV PENUTUP ........................................................................................... 76
4.1 Kesimpulan ................................................................................................... 76
4.2 Saran.............................................................................................................. 77
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 78

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan YME karena atas berkat dan
rahmat-Nya yang telah diberikan, penulis dapat menyelesaikan pembuatan
makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan CABG
(Coronary Artery Bypass Grafting)” tepat waktu.
Makalah ini disusun bertujuan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Keperawatan Kardiovaskuler.
Dalam penyusunan makalah ini penulis melewati proses bimbingan
dengan dosen pembimbing. Ucapan terima kasih penulis haturkan kepada bapak
Sriyono,M.Kep.,Ns.Sp.Kep.M.B. selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan masukan serta bimbingan kepada penulis sehingga tersusunnya
makalah ini.
Penulis berusaha menyusun makalah ini dengan sebaik mungkin, tetapi
suatu karya tidaklah lepas dari sebuah kekurangan sehingga penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi penyempurnaan makalah ini.

Surabaya, Oktober 2013

Tim Penulis

iii
1.3 Latar Belakang
B BI
A PENDAHULUAN

Penyakit jantung koroner (CAD/ Coronary Artery Disease) merupakan


penyebab kematian terbesar di seluruh dunia pada bebrrapa dekade terakhir
walaupun kemajuan dalam managemen penatalaksanaan PJK berkembang pesat
(Serryus, 2009).
Menurut WHO (2002) terdapat lebih dari 11.7 juta orang meninggal
karena PJK di seluruh dunia. Pada tahun 2005 WHO mencatat bahwa penderita
PJK meningkat menjadi 17.5 juta orang. Depkes RI menyatakan bahwa untuk
prevalensi angka kejadian PJK di Indonesia tahun ke tahun terus meningkat. Hasil
Riskesdas tahun 2007 menunjukkan bahwa PJK menempati peringkat ke-3
penyebab kematian setelah stroke dan hipertensi (Rahman, 2009).
CAD dapat menimbulkan mortalitas dan morbiditas apabila idak segera
mendapatkan penanganan dan atau mendapat penanganan tetapi tidak efektif.
Sehingga perlu dilakukan upaya pembedahan yaitu salah satunya dengan CABG
(Coronary Artery Bypass Grafting) (Perrin, 2009).
CABG menjadi terapi pilihan, karena peranan CABG dalam
menghilangkan keluhan nyeri dada(angina pektoris) menjadi berkurang dari pada
terapi konservatif (Serryus, 2009).
Pemilihan CABG umumnya berdasaran pada hasil yang diperoleh selama
kateterisasi jantung. Terdapatnya lesi sklerosis yang menyumbat arteri koroner
serta untuk menentukan lokasi dari lesi sebelum dilakukan pembedahan.
Kepatenan dari hasil operasi CABG lebih berlangsung lama (Perrin, 2009).
1.4 Tujuan
1.4.1 Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pada pasien CABG
(Coronary Artery Bypass Grafting)
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu memahami konsep teori tentang CAD (Coronary
Artery Disease).
2. Mahasiswa mampu memahami konsep teori dan penatalaksanaan pada
pasien dengan CABG (Coronary Artery Bypass Grafting).
3. Mahasiswa mampu memahami tentang asuhan keperawatan pada pasien
dengan CABG (Coronary Artery Bypass Grafting).
BAB II TINJAUAN
TEORI

2.1 Konsep CABG (Coronary Artery Bypass Grafting)


2.1.1 Definisi CABG (Coronary Artery Bypass Grafting)
CABG merupakan suatu prosedur yang dilakukan pada pasien dengan
penyakit arteri koroner dengan memotong jaringan vena (saphenous vein) dan
arteri (internal mammary artery) milik pasien sendiri (Perrin, 2009).
CABG adalah prosedur pembedahan dimana daerah yang mengalami
iskemik atau infark direvaskularisasi dengan cara mengimplantasikan arteri
internal mammary atau melewati daerah coroner yang mengalami oklusi dengan
graft vena saphenous (Hartshrn, Jeanette C., et al, 1997).
CABG memberikan saluran baru untuk aliran darah ke arteri koroner
bagian distal ke daerah yang mengalami oklusi atau stenosis. Tindakan ini
menghasilkan adanya peningkatan suplai oksigen ke daerah miokard dan
menunjukkan adanya perbaikan kuslitas hidup dan usia harapan hidup
(mengurangi kematian yang berhubungan dengna kejadian koroner).
Berdasarkan pada beberapa definisi yang telah dikemukakan di atas maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa tindakan CABG (Coronary Artery Bypass
Grafting) merupakan suatu tindakan pembedahan yang dilakukan pada pasien
dengan penyakit arteri koroner dengan cara membuat saluran baru dari graft vena
saphenous dan arteri (internal mammary artery) milik pasien sendiri.
2.1.2 Tujuan Pembedahan
Tindakan pembedahan ini bertujuan untuk untuk merevaskularisaai daerah
yang mengalami iskemi atau infark, sehingga aliran oksigen dapat meningkat.
2.1.3 Indikasi CABG (Coronary Artery Bypass Grafting)
Tindakan pembedahan CABG dilakukan pada pasien yang indikasinya
adalah sebagai berikut:
a. Pasien dengan angina kronis yang sulit untuk diobati dan sudah dilakukan
tindakan PCI (Percutaneous Coronary Intervention) seperti angioplasti
tetapi tidak ada hasilnya atau tidak sukses yang disebabkan oleh daerah
lesi dan morfologi.
b. Pasien dengan stenosis pada left main coronary artery, dengan stenosis
lebih dari 70% yang terdapat pada dua arteri yaitu LAD (Left Anterior
Descending) dan arteri circumflex.
c. Pasien yang mengalami CAD (Coronary Artery Disease) difus atau
tersebar seperti pada three vessel atau lebih.
d. Unstable angina(Hartshrn, Jeanette C., et al, 1997).
e. Miokard Infark
f. Kegagalan ventrikel kiri (Hartshrn, Jeanette C., et al, 1997).
g. Kegagalan PTCA (Hartshrn, Jeanette C., et al, 1997).
h. Pasien memiliki lebih dari dua penyakit arteri koroner yang terdapat blok
yang signifikan (Perrin, 2009).
i. Kegagagalan pengobatan (Perrin, 2009).
2.1.4 Pasien yang Direkomendasikan Untuk CABG (Coronary Artery Bypass
Grafting)
Tabel 2.1 ACC/AHA Guidlines: Class I Recomendation for CABG
No Kondisi Klinis
1 Asimptomatik atau angina ringan

2 Angina stabil

3 Angina tak stabil atau


non ST elevasi MI

4 Emergensi dan urgensi


CABG pada STEMI

5 Fungsi ventrikel kiri


memburuk

6 Disritmia ventrikel

7 Kegagalan PCI

8 Reoperasi setelah
operasi CABG yang pertama

(Sumber: Eagle, K.A., et al, 2002)


2.1.5 Kontraindikasi
1. Sumbatan pada arteri urang dari 70%, hal ini dikarenakan apabila
sumbatan pada arteri koroner kurang dari 70% maka aliran darah tersebut
masih cukup banyak. Sehingga dapat mencegah adanya alira darah yang
adekuat pada bypass, yang dapat mengakibatkan terjadinya bekuan pada
graft. Sehingga hasil operasi tidak ada hasilnya (Muttaqin, 2009).
2. Usia >75%
2.1.6 Proses CABG(Coronary Artery Bypass Grafting)
1) Persiapan sebelum dilaksankan operasi CABG
Terdapat 2 persiapan sebelum dilakukan pembedahan pada pasien yaitu
sebagai berikut (Muttaqin, 2009):
a) Persiapan Pasien
1. Memberikan informed content
2. Menyiapkan obat-obat pra operasi seperti aspirin, nifedipin, calcium
channel blockers (diltiazem).
3. Pemeriksaan laboratorium lengkap meliputi hemoglobin, hematokrit,
leukosit, elektrolit serum, faal hemostasis, foto thorak, fungsi paru
(kapasitas vital), ECG.
4. Penyediaan sample darah sesuai dengan golongan darah pasien untuk
persiapan transfusi darah.
5. Puasa mulai malam hari 10 jam
6. Bersihkan daerah yang akan dilakukan operasi.
7. Lepaskan perhiasan, gigi palsu, mata palsu serta kontak lensa kemudian
berikan kepada keluarganya.
8. Pastikan tidak terdapat benda asing yang tertinggal di mulut.
b) Persiapan Alat
1. Bahan-bahan yang habis pakai seperti jarum, benang, spuit, handschone,
masker.
2. Instrumen dasar yang berisikan 1 set dasar bedah jantung dewasa.
3. Instrument tambahan yang berisikan 1 set tambahan bedah jantung.
4. Instrument AV graft 1 set
5. Instrumen microcorner 1 set
6. Instrumen kateter 1 set
2) Tahap Operasi
Teknik cangkok bypass adalah dengan membuat hubunganantara aorta
dengan arteri koroner di daerah distal dari stenosis (Davey, Patric, 2005).
a) On Pump Surgery
Pada proses pembedahan “on pump surgery” menggunakan CPB (Cardio
Pulmonary Bypass). Proses dari CPB (Cardio Pulmonary Bypass) digunakan
untuk sementara waktu. CPB meliputi pengalihan darah vena dari atrium kanan
atau vena cava ke extracorpereal axygenator dan mengembalikan darah yang
beroksigenasi ke sistem atrium pasien. Sirkuit extracorpereal digunakan untuk
CPB berisi cannula untuk memindahkan dan mengembalikan darah, centrifugal
atau roller pump menyediakan aliran nonpulsatile, dan oksigenator digunakan
untuk pertukaran oksigen dan karbondioksida. Selanjutnya heat exchanger
mengontrol temperatur tubuh dengan cara mengahangatkan atau mendinginkan
darah yang melewati daerah perfusi, penyaring berlokasi pad aseluruh daerah
untuk mengalihkan udara dan partikel.
Tahapan pada CPB adalah sebagai berikut:
1) Canulasi
Drainage vena biasanya dicapai oleh lekatan canulasi pada atrium kanan,
dengan distal akhir dari posisi canul ada pada daerah vena cava inferior.
Pengembalian arteri dari bypass pump dicapai dngan menyisipkan sebuah canul
melewati benang jahitan di aorta ascending, proximal ke arteri innominate. Cross
clamp digunakan pada aorta untuk mengisolasi janung dari darah yang kembali
melewati canul arteri. Lubang diletakka pada dasar aorta atau apex ventrikular
untuk dekompresi jantung, mencegah adanya distensi pda ventrikel kiri pada saat
aorta di klem.
2) Kardioplegi
Selama canulasi untuk bypass, satu lagi kateter juga diletakkan untuk infus
cairan cardioplegi yang berisi cairan tinggi kalium yang dialirkan ke sirkulasi
koroner. Cairan cardioplegi yang berisi cairan tinggi kalium ini untuk
menginduksi diastolic arrest secara cepat. Komponen tambahannya bermacam-
macam, tetapi khususnya meliputi substrat yang mengoptimalkan metabolisme sel
dan meminimalkan kerusakan sel. Biasanya darah ditambahkan pada cairan
kardioplegi untuk meningkatkan pengiriman suplai oksigen ke daerah miokard.
0 0
Temperatur dari cairan tersebut dapat 4 C (cold cardioplegia) atau 37 C (warm
cardioplegia) dan mungkin diberikan secara terus menerus atau hanya sementara.
Antegrade cardioplegi disampaikan dibawah tekanan yang melalui kateter yang
terletak di aorta ascending, posisi proksimal ke aortic cross clamp.
Distribusi dari antegrade cardioplegi dibatasi oleh keparahan arteri yang
stenosis, meninggalkan sebagian dari miokar yang berisiko untuk mengalami
injuri iskemi.
Sebagai alternatifnya, retrograde ardioplegi diperbolehkan untuk perfusi melalui
sistem vena jantung (venous system), dan dicapai dengan menggunakan kateter
yang diletakkan pada sinus koroner.
3) Cardiopulmonary Bypass Adjuncts
Adjunct digunakan untuk memperbesar atau menambahkan perfusi
jaringan pada saat dalam keadaan bypass. Pasien diberi antikoagulas denga
heparin untuk meminimalkan bekuan darah/clotting seperti pada saat darah
bertemu dengan kompnen asing pada saat di dalam mesin bypass. Keadekuatan
pemberian heparin dibuktikan dengan memonitor ACT (Activated Clotting Time).
Biasanya ACT dbawah 400 dan 480 detik selama bypass. Setelah dipisah dari
CPB, proamine diberikan untuk memutar atau melawan efek heparin.
Hipotermia yang sistemik juga digunakan selama proses bypass untuk
memperoteksi jaringan tubuh dengan menurunkan kebutuhan metabolik.
Penurunan kebutuhan metabolik dapat memugkinkan jaringan menoleransi aliran
0 0
perfusi yang rendah. Temperatur biasanya turun diantar 28 C-32 C. Hemodilusi
digunakan saat bypass membantu untuk mencegah penngkatan viskositas yang
normalnya dihasilkan oleh hipotermia.
Extracorporeal circuit dilengkapi dengan 1-1.5 liter cairan kristaloid yag
menghasilkan nilai hematokrit (Hct) 20%-25% pada saat bypass. Manitol
(Osmitrol) atau furosemid (Lasix) diberikan untuk meningkatkan diuresis
postoperasi yang dapat membantu menetralkan hemodilusi.
Selama dilakukan CPB darah terkena sejumlah permukaan asing yang
menyebabkan kerusakan elemen darah seperti sel darah putih, sel darah merah,
dan trombosit. Sirkulasi extracorporeal menghasilkan respon inflamasi. Hal ini
menginisiasi adanya perubahan fisiologis meliputi peningkatan permeabilitas
kapiler, peningkatan sirkulasi katekolamin, dan kerusakan koagulasi. Respon
terhadap CPB berkontribusi terhadap masalah klinis yang ditemukan pada periode
awal postoperasi .

Gambar 2.1 Ilustrasi Proses On Pump Surgery


b) Off Pump Surgery
Off pump coronary artery (OPCAB) sekarang digunakan rata-rata 20%-
25% kasus. Pada OPCAB tidak seperti pembedahan pada CPB, pada off pump
membutuhkan jantung pasien untuk menyediakan keadekuatan perfusi jaringan
tubuh. Hemodinamik jantung mungkin masih bisa dikompensasi selama prosedur
kedua untuk posisi jantung, disritmia, atau iskemik. Pasien membutuhkan
monitoring selama operasi, umumnya difasilitasi oleh tranesofageal
echocardiografi (TEE). Kateter arteri pulmonal menyediakan curah jantung yang
berkelanjutan dan mencampur saturasi venous oxygen(SVO2), data dihasilkan
dipergunakan unutk memonitoring.
Cairan, vasopressor, atau agen inotropik dibutuhkan selama operasi untuk
mempertahankan keadekuatan curah jantung dan tekanan darah. Pada waktu yang
bersamaan, intra aortic ballon pump (IABP) juga digunakan untuk mendukung
hemodinamik.
Variasi dari insisi digunakan pada pembedahan off-pump. Pada prosedur
minimally invasive direct coronary artery bypass graft (MIDCABG), insisi kecil
sekitar 2 inchi pada iga ke-4 pada left anterior thoracotomy digunakan untuk
mengambil LIMA (Left Internal Mammary Artery), yang dianastomosiskan di
LAD. Pendekatan standart median sternotomi dengan retraksi cardio dan sistem
stabilisasi pada umumnya dibutuhkan oelh multivessel disease untuk
revaskularisasi. Jaringan arteri koroner distal dapat dibypass dan proksimal
dianastomosiskan dengan partial ascending aortic croos clamping. Karena
partial aortic clamp dibutuhkan untuk pembedahan ini, risiko tromboemboli
berhubungan dengan manipulasi dari aorta.
Pelaksanaan pembedahan bypass pada pendetakaan jantung menemui
beberapa kesulitan teknis. Pertama, perpindahan dari arteri koroner menghambat
penjahitan. Kedua, aliran darah ke segmen arteri dipilih untuk anastomosis untuk
sementara dihentikan, mnggunakan khususnya loops yang mengoklusi jaringan.
Hal-hal ini menghasilkan iskemik, khususnya pada pasien dengan pembatasan
aliran kolateral dan mendepresi fungsi ventrikel.
Beberapa teknik digunakan untuk fasilitas prosedur pembedahan selama
proses beating heart. Perikardium dibuka dan peralatan stabilisasi digunakan
untuk meminimalkan pergerakan dinding pada daerah anastomosis. Peralatan
tersebut dilekatkan untuk menstabilisasi lengan dan bekerja dengan kompresi atau
suction untuk mengimobilisasi daerah tersebut. Obat menurunkan heart rate
secara sementara seperti esmolol atau transient cardiac asystole seperti adenocrat
dapat membatasi pergerakan jantung. Retraksi jahitan diletakkan pada tempat
yang lebih dalam di perikardium untuk elevasi dan rotasi jantung agar jaringan
posterior mungkin bypassed. Jenis lainnya dari posisi aparat menggunakan suction
untuk menarik jantung untuk membuka jaringan lebih baik.
Anastesi dibutuhkan untuk pembedahan off-pump sama dengan
pembedahan konvesional ettapi tipe short acting digunaka untuk memfasilitasi
extubasi . Antikoagulasi dibutuhkan selama pembedahan off-pump untuk
mencegah adanya clotting. Temperatur klien diturunkan pada saat pembedahan
sehingga suhu tubuh membutuhkan untuk dipertahankan dengan air yang hangat.
OPCAB dilakukan dengan cara melewati median sternotomy insisi atau
melalui insisi thoracotomy. OPCAB dikenal juga dengan MIDCAB. Pembedahan
Robotic Assisted Coronary Artery (ROBOCAB) adalah tipe lain dari prosedur off-
pump yang dapat selesai dengan minimal invasif.
Pada OPCAB, pembedah melihat graft pada saat jantung berdetak
menggunakan instrumen untuk menstabilisasi jaringan miokard. Instrumen
tersebut dikenal dengan stabiliser.
d
Gambar 2.2 (a) Alat stabilisasi pada Off Pump Surgery
(b) Stabilisasi LAD (Left Anterior Descending)
(c) Proses Off Pump Surgery
(d) Hasil dari Operasi CABG saluran baru telah dibuat
2.1.7 Arteri dan Vena yang digunakan
Terdapat dua bentuk cangkok bypass yaitu (Davey, Patric, 2005):
a. Cangkok vena
Dari vena safena pada tungkai, mudah dan cepat dilakukan, akan tetapi
tingkat kegagalan ±8% per tahun.
Secara anatomi vena supeficial tungkai bawah adalah vena saphena magna
dan vena spahena parva. Vena yang paling sering digunakan untuk penanaman
saluran baru pada operasi CABG adalah vena saphena magna.
Vena saphena mgna membawa darah dai ujung medial arcus venosus pada
dorsalis pedis dan berjalan naik di depan malleolus medialis. Kemudian vena
saphena naik bersama dalam fasia superficialis di atas sisi medial tungkai bawah.
Vena ini berjalan di belakang lutut, melengkung ke depan dan melalui sisi medial
paha. Berjalan melalui bawah hiatus saphenous pada fasia profunda dan
bergabung dengan vena femoralis kurang lebih 4 centimeter di bawah dan lateral
terhadap Tuberculum pubicum.
Vena saphena memiliki banyak katup. Pada hiatus saphenus di fasia
profunda, vena saphena magna mendapat tiga cabang erbagai ukuran dan susunan
yaitu vena epigastrika superfisialis, vena circumflexa ilium superficialis, dan vena
accesoria.
Vena safena sering digunakan untuk saluran vena. Pengambilan secara
langsung melalui insisi pada tungkai atau secara endoscopi melalui insisi kecil 3-4
cm. Pengambilan dengna cara endoscopic vein harvesting (EVH) menunjukkan
penurunan insiden komplikasi luka di daerah tungkai. Pasien juga mengatakan
tidak merasakan nyeri dengan EVH. Selain tu digunakan juga vena yang lebih
rendah pada vena chepalic dan lebih rendah dari vena safenaPembatasan
penanaman seluruh vena adalah adanya progresifitas aterosklerosis. Kepatenan
rata-rata sedikit ditingkatkan dengan menggunakan agen antilatelet tetapi kira-kira
60% 10 tahun setelah pembedahan.

Gambar 2.3 Anatomi Vena Saphena


b. Cangkok arteri
Secara teknik lebih sulit dilakukan, namun mempunyai tingkat ketahanan
jangka panjang yang lebih baik, sehingga berhubungan dengan tingkat
kesembuhan pasien jangka menengah lebih baik.
1) Arteri Radialis
Penggunaan arteri radialis pada CABG meingkat pada beberapa dekade
terakhir, khususnya untuk menghailkan perbaikan cara pengambilan dan
pengobatan untuk mencegah adanya vasospasm.
Arteri ini biasanya diambil dari tangan yang nondominan melalui
pembukaan insisi atau endoscopially, dan digunakan secara bebas pada
penanaman dari aorta ke LIMA. Kepatenan dari penanaman arteri radial ini
dilaporkan lebih dari 90% selama 10 tahun.
Sebelum dilakukan operasi perawat mengkaji riwayat kegiatan
klien, aliran darah kolateral ulnaryang mempengaruhi tangan.
Aliran darah kolateral pada tangan biasanya dikaji dengan
dilakukan Allen test. Allen test digunakan untuk menilai keadekuatan suplai darah
ke tangan yang melalui arteri ulnaris. Terdapat bermacam-macam literatur untuk
mempresentasikan Allen test dalam 5-9 detikdipertimbangkan hasil positif.
Kontraindikasi untuk penanaman arteri radialis adalah adanya test Allen yang
positif (warna merah) lebih dari 6 detik.
Tabel 2.2 Tahapan Untuk Melakukan Allen Test
No Tahapan
1 Langkah 1: palpasi dan tekan daerah radial dan ulnar arteri dengan 3
2 Langkah 2: pertahankan kompresi pada radial dan ulnar arteri, anjur
mengepalkan tangan dan melepaskan kepalan 10 kali
3 Langkah 3: Lepaskan tekanan dari arteri ulnaris dan monitor pada sa
flushing apakah ada pengembalian pada daerah ibu jari, kuku
4 Langkah 4: Apabila waktu pengembalian lebih dari 6 detik, ii berart
terganggu. Maka arteri radial ini tidak diperbolehkan untuk digunak
(Sumber: Hardi, S. R. & Kaplow, Roberta, 2010)
Cara lain yang dapt digunakan untuk menilai aliran darah kolateral melputi
penggunaan pengukuran Doppler, thumb systolic pressure, finger pulse
plethysmography, dan oksimetri nadi.
Gambar 2. 4 Anatomi Arteri Radialis

2) Arteri Mammary Internal


Cangkok arteri yang sering dipakai adalah arteri mammaria interna, yang
bisanya dihubungkan dengna arteri descenden anterior sinistra (Davey, Patric,
2005).
Secara anatomi arteri mammary internal brasal dari dinding bawah dari
arteri subclavia, belakang bawah dari vena subclavia yang melewati bagian atas
pleura dan kemudian turun secara tegak lurus di belakang cartilage iga 1-7 tepat
lateral terhadap sternum (Seeley, 2002).
LIMA (left internal mammary artery) merupakan saluran yang dipilih
pada kebanyakan kasus. LIMA memperlihatkan kepatenan lebih dari 90% selama
10 tahun, meningkatkan pertahanan pasien dengan risiko yang sedikit unutk
mengalami infark miokard atau reoperasi.
Secara anatomi LIMA diletakkan pada lesi bypass di left anterior
descending artery (LAD). Arteri mammari kanan dapat digunakan secara in situ
graft untuk bypass ke jaringan ynag lain. Karena pada superior memiliki keaenan
yang lebih maka operator menyarankan untuk menggunakan bilateral arteri
mammari meskipun menghabiskan waktu yang lama untuk operasinya.
Gambar 2.5 Anatomi Internal Mammary Artery
3) Arteri gastroepiploic dan arteri epigastrik inferior
Pilihan lain untuk pemilihan saluran arteri adalah arteri gastroepiploic dan
arteri epigastrik inferior.
Digunakan pada pasien yang umunya masih muda dan tujuan dari bypass
adalah untuk arterial revaskularisasi total atau pada pasien yang tidak memiliki
saluran lain misalnya pada pasien yang menjalani reoperasi.
2.1.8 Managemen Pasien CABG
1. Tahap Preoperasi
Pada saat sebelum dilakukan operasi hal-hal yang diedukasikan meliputi
masa pemulihan, penurunan komplikasi postoperasi.
Prosedur pembedahan menimbulkan kecemasan pada pasien sehingga
perawat perlu mengkaji kebutuhan pasien dan memberikan informasi untuk
menurunkan tingkat kecemasan.
Informasi yang diberikan adalah medikai atau pengobatan yang dilakukan
sebelum operasi dilaksanakan, dan antisipasi selama operasi. Perawat harus
memberikan nformasi tentang pelatihan yang akan diikuti pasien setelah operasi
selesai. Ajarkan juga tentang bagaimana tekhnik yang tepat untuk mencegah
komplikasi pada pernapasan seperti cara batuk dan nafas dalam yang efektif.
Perawat juga menjelaskan tentang hal-hal ynag mungkin muncul pada
pasien pada saat postoperasi seperti pucat, dingin yang disebabkan oleh
kehilangan darah dan tubuh yang didinginkan selama operasi. Perawat juga harus
menjelaskan peralatan yang dijumpai pada saat pasien di ICU seperti chst tube,
ventilator, IV line, urine kateter.
2. Tahap Intra Operasi
Sebelum dilakukan anastesi pada pasien yang akan menjalani operasi
bedah jantung maka dipasang infus dengan ukuran jarum besar, kateter triple
lumen subclavia pada jalur arteri dan kateter arteri pulmonal. Semua ini butuhkan
untuk memonitor dan stabilisasi dari keseimbangan cairan dan hemodinamik.
Standart dari pembedahan adalah menggunakan pendekatan melalui
median sternotomi. Sumber dari penanaman adalah artery internal mammary,
arteri radialis, dan atau vena saphena.
Heparin diberikan selama pembedahan dan antikoaguasi diberikan pada
spesifikasi interval untuk menilai dan mendamping pemberian heparin. Pasien
berada pada CPB (cardio pulmonary bypass) dan dilakukan cardioplegi.
Kardioplegi merupakan cairan yang dingin dengan konsentrasi tinggi kalium.
Rewarming terjadi setelah dilakukan pembedahan untuk mengimbangi
induksi dari hipotermia pada saat pembedahan. Ritme jantung intrinsik secara
spontan muncul kembali pada saat rewarming dimulai dan lintasan klem
dihilangkan dari pasien. Pasien memiliki pengembalian tekanan darah dan nadi
yang baik, cardiopulmonary bypass dilepas dan protamin sulfat diberikan untuk
menetralkan efek dari heparin saat dilakukan operasi. Epicardial atrial dan alat
pacu ventrikel disisipkan pada saat ini. Mediastinal dan pleural chest tubes juga
disisipkan. Sternum kemudian dijahit dan pasien dikirm ke ICU (Perrin, 2009).
3. Tahap Postoperasi
Managemen pasien awal postoperasi bedah jantung adalah sama, tanpa
memperhatikan prosedur yang spesifik. Tujuan utama dari penatalaksanaan adalah
untuk mencegah terjadinya komplikasi yang berhubungan dengan pembedahan
seperti hipotermia, perdarahan, dan disritmia serta bertujuan untuk
mengoptimalkan fungsi jantung dan paru pasien.
Pada awal posoperasi pasien berisiko untuk terjadinya ketidakstabilan
hemodinamik, oksigenasi, dan ventilasi.
Peran perawat pada saat pasien dalam kondisi kritis adalah memonitor
jantung dan hemodinamik. Terapi respiratory meyakinkan bahwa stabilisasi
ventilator sudah sesuai dengan kebutuhan dan aturan.
Chest tube diberi suction, memastikan fungsi infus pump sudah tepat,
meyakinkan bahwa pacemaker terpasang(apabila menggunakan).
Perawat mendapatkan laporan pasien selama operasi berlangsung. Perawat
juga mendapatkan data yang diperoleh pada pengkajian awal meliputi data
hemodinamik, pengkajian fisik, dan test diagnosis.
1. Hipotermia
0
Walaupun pasien pada umumnya dilakukan rewamed hingga 37 C sebelum
kembali dari bypass, mereka masih mengalami hipotermia ringan pada saat datang
ke perawatan kritis. Keadaan ini terjadi hasil dari panas yang hilang secara terus-
menerus pada saat pembukaan dada, vasokonstriksi menghambat penyebaran
panas. Efek negatif pada fisilogis dari hipotermia meliputi adanya gangguan
pembekuan darah, cenderung meningkatkan disritmia, meningkatkan tahanan
vaskular perifer/ systemic vascular resistance (SVR). Hipotermi mempercepat
terjadinya gemetar yang diakibatkan oleh peningkatan kebutuhan oksigen dan
produksi karbondioksida. Hipoksia juga berhubungan dengan semakin lamanya
waktu ekstubasi.
Tahapan untuk memperbaiki hipotermia meliputi rewarming dengan
konvensional atau forced air blanket, untuk mencegah adanya overwarm selimut
0
harus dilepaskan ketika pasien mencapai suhu 36.5 C. Cairan yang hangat juga
dapat membantu, khususnya ika kuantitas dari produk darah dierikan. Apabila
terjad gemetar maka pengobatan yang efektif adalah dengan meperidine
(Demerol) yang diberikan secara intravena dengan dosis 12.5-25 mg.
Dalam pemberian transfusi darah ada bermacam-macam pada setiap
praktisi, khususnya sel darah merah tidak diganti sampai Hct pasien kurang dari
24%-26%. Hct pasien postoperasi sering menurun sekunder dari hemodilusi pada
pasien yang menerima infus bukan darah (seperti koloid, kristaloid, FFP).
Keputusan untuk memberikan tranfusi darah berdasarkan pada kondisi dan tanda
gangguan oksigenasi jaringan disamping tingkat Hct. Pada pasien yang terjadi
perdarahan aktif, sel darah merah perlu diganti untuk mempertahankan
hemoglobin sehingga dapat mempertahankan oksigenasi jaringan.
Autotransfusi yang shed mediastinal blood dapat digunakan untuk
mengembalikan sel darah merah. Auto transfusi dapat memproduksi koagulopati
karena shed blood memiliki tingkat faktor pembekuan, trombosit lebih rendah
serta meningkatkan kecepatan produksi fibrin darah bawah. Ketika muncul
biasanya dibatasi pada 6 jam pertama postoperasi untuk meminimalkan risiko
infeksi.
Pasien dipantau dari tanda terjadinya tamponade jantung yang mungkin
terjadi jika darah tidak dievakuasi secara efektif dari ruang mediastinum. Tanda
dari tamponade meliputi penurunan curah jantung yang sulit diatasi . Darah yang
terakumulasi pada ruang perikardium meningkatkan tekanan pada seitar jantung
begitu juga pada daerah atrium anan, pulmonary wedge pressure (PAWP), dan
atrium kiri juga menyeimbangkan. Pemeriksaan fisik menghasilkan peningkatan
JVP, nadi yang kecil, pulsus parodoxus, suara jatung teredam.
Tampnade biasanya terjadi pada pasien yang banyak perdarahan
mediastinal dalam jumlah banyak yang sering kali ditandai oleh terhentinya aliran
drainage secara tiba-tiba.
2. Disritmia
Disritmia sering terjadi mengikuti tindakan pembedahan jantung, meliputi
ritme supraventrikular dan ventrikular. Gangguan ritme pada pasien mungkin
terjadi karena pasien dalam keadaan ada penyakit jantung yang diakibatkan oleh
sequele dari pembedahan (seperti edema dari sistem konduksi, ketidakseimbangan
elektrolit, hipoksemia, atau hipertermia).
Pada pasien yang sudah mendapatkan beta bloker pada saat preoperasi
heart rate yang inadekuat pada saat postoperasi.
Strategi unutk memanagemen adanya disritmia pada postoperasi meliputi
pencegahan dan pengobatan. Kaliun serum dan magnesium harus dimonitor
dengan sering, khususnya selama pasien menggunakan diuresis, Kelanjutan dari
analisis ST harus dilakukan sehingga episode dai iskemia akan dapat terdeteksi
dan tertangani.
BGA juga dimonitor dan ventilator setting disesuaikan dengan kebutuhan
untuk memperbaiki hipoksemia dan asidosis. Hemmodinamic yang berkompromi
dengan disritmia dilakukan pengobatan dengan segera mengguakan pacing untuk
sementara, agen antidisritmia, kardioversi, atau defibrilator serta advanced
cardiac life support protocols.
Atrial fibrilasi meruakan disritmia yang sering trejadi pada kebanyakan
kasus disritmia yang menikuti dari pembedahan jantung, terjadi pada 25% hingga
40% kasus.
3. Depresi Miokard
Depresi miokard pada umumnya terjadi pada 6-8 jam pertama mengikuti
pembedahan, pada saat jantung pemulihan dari periode iskemi. Fungsi sel jantung
terganggu oleh hipotermia, edema selular, atau proteksi miokard yang inadekuat
selama prosedur operasi. Intervensi awal adalah bertujuan untuk mengoptimalkan
preload dan afterload untuk meningkatkan kontraktilitas jantung, untuk
2
mempertahankan cardiac index (CI) lebih dari atau sama dengan 2.1L/menit/m
dan Svo2 lebih dari 65%. Pasien dapat mempertahankan graft secara paten untuk
meyakinkan keadekuatan perfusi miokard. Akhirnya, apabila pengobatan secara
farmakologi iadekuat, maka pasien harus didukung dengan alat bantu sirkulator
mekanik.
a. Preload
Walaupun pada pasien biasanya jumlah caian tubuh total overload pada
saat CPB, mereka masih membutuhkan cairan untuk mempertahankan
keadekuatan volume cairan intravaskular. Hal ini terjadi karena kebocoran kapiler
diinduksi oleh respons inflamasi sistemic leh karena bypass. Pasien relatif
hipovolemia dialami oleh pasien selama rewarming atau keadaan ini merupakan
akibat dari pengobatan. Pada pasien yang memiliki fungsi ventrikel normal pada
saat preoperasi maka unutk preload dapat dikaji hanya dengan CVC (central
venous chateter). Untuk pasien yang mengalami masalah lebih kompleks, kateter
arteri pulmonal membantu untuk mengevaluasi masalah postoperasi.
Tujuan utama dari intervensi hemodinamik adalah menyiapkan oksigenasi
jaringan yang adekuat.
Pada daerah atrium kiri jarang digunakan untuk memonitor left side filling
pressure pada pasien dengan hipertensi pulmonal berat atau pasien dengan
ventrivular assist device (VAD). Pada garis ini membutuhkan ketilitian dalam
menangani untuk meminimalkan adanya resiko emboli udara meliputi aspirai dari
gelembung, dan penggunaan penyaring udara in line.
Cairan yang digunakan untuk mengatasi hipovolemia bervariasi pada
masing-masing institusi dan referensi dokter. Cairan kristaloid seperti normal
saline atau ringer laktat digunakan pertama dan diikuti oleh koloid apabila
kristaloid tidak mampu untuk meningkatkan tekanan pengisian sesuai yang
dibutuhkan.
Point akhir dari resusitasi cairan harus berdasarkan pada keadekuatan
curah jantung. Cairan yagberlebihan yang diberikan mungkin akan meningkatkan
cairan dalam paru dan delay extubasi, mencairkan faktor pembekuan darah dan
Hct.
b. Afterload
Afterload seringkali meningkat setelah pembedahan jantung sekunder
untuk vasokonstriksi oleh hipotermia dan pelepasan katekolamin yang menjadi
bagian dari respon sistem saraf simpatis untuk pembedahan. Pada pasien yag
memiliki riwayat darah tinggi pada saat preoperasi maka akan mempercepat
adanya kenaikan tekanan darah postoperasi.
Pengobatan yang diberikan adalah biasanya untuk mencegah efek yang
berlawanan dari penignkatan afterlad, meliputi ditingkatkan kerja miokard dan
risiko perdarahan pada sisi yang dibedah.
Tujuan dari penatalaksanan ini adalah untuk menjaga tekanan sistolik
pasien diantara 100-130 mmHg dan mean artery pressure (MAP) diantara 65-90
mmHg. Sejumlah intervensi yang digunakan pada pasien postoperasi adalah untuk
managemen vasokonstriksi dan hipertensi. Pada pasien yang mengalami
hipotermia dilakukan penghatan sebagai upaya untuk menurunkan vasokonstriksi
perifer. Analgesik dan sedative diberikan untuk meminimalkan pelepasan
katekolamin yang berhubungan dengan rasa tidak nyaman dan stress emosional.
Variasi dari vasodilator diberikan untuk mempertahankan tekanan darah dan
resistensi tahanan perifer. Agen ini mungkin diberikan tunggal atau dikombinasi
dengan agen inotropik pada pasien dengan curah jantung yang kecil. Agen yang
lebih mengutamakan vasodilatasi pada arteri lebih menguntungkan daripada yang
campuran memvasodilatasi pada arteri dan vena, khususnya yang berujuan
hipovolemia.
Pasien yang menunjukkan adanya hipotensi dan SVR dan disertai dengan
tanda penurunan perfusi seperti asidosis lakat dan penurunan urine output. Terapi
biasanya meliputi resusitasi volume dirangkai dengan alfa adrenergik seperti
norepineprin. Vasopresin yang menginduksi vasokonstriksi melalui stimulasi dari
reseptor V1 pada pemulu darah halus, akan tampak lebih efektif apabila diberikan
secara terus menerus dengan infus pada dosis 0.001-1 unit/menit.
c. Inotropes
Pada saat dilakukan pembedahan fungsi ventrikel mengalami depresi,
sehingga untuk mengoptimalkan preload dan afterload kurang mencukupi untuk
keadekuatan oksigen yang dikirimkan ke jaringan. Kontraktilitas ventrikel serng
membutuhkan tambahan agen inotropik. Inotropik dapat dimulai di ruang operasi
untuk menyapih psien dari bypass atau di ICU untuk mempertahankan CI
(cardiac index) lebih dari 2.1 L/menit dan Svo2 lebih dari 65%. Garis utama
inotropoik adalah katekolamin seperti epineprin, dopamin, dan dobutamin.
Apabila obat tersebut gagal untuk meningkatkan curah jantung maka mengunakan
phosphodiesterase inhibitors seperti milrinone atau primacor.
d. Graft Patency
Iskemia merupakan penyebab dari kegagalam fungsi miokard segera
postoperasi. Pasien yang terdeteksi memiliki elevasi segmen ST maka
menindikasikan bahwa ada vasospasme dan tertutupnya graft. Nitrogliserin yang
diberikan intravena terbukti dapat mendilatasi arteri koroner, meningkatkan aliran
darah kolateral koroner dan merelaksasi daerah arteri koroner yang mengalami
spasme. Penggunaan obat ini juga dapat menjadikan hipotensi semakin buruk dan
penurunan curah jantung sehingga pada pasien yang mengalami iskemi aktif harus
berhati-hati dalam pemberian obat ini. Penggunaan nitrogliserin tidak terbukti
pada studi bahwa efektif digunakan untuk mencegah iskemi miokard pada pasie
postoperasi. Apabila graft arteri radial digunakan atau ada spasme pada saluran
arteri yang lain, maka dietetapkan untuk menggunakan calcium channel blockers
(nicardipine) atau diltiazem.
Aspirin mneghambat agregasi trombosit dan menunjukkan bahwa
memperbaiki graft patency. Guidline yang terakhir merekomendasikan 75-160 mg
aspirin diberikan 6 jam setelah pembedahan atau segera setelah perdarahan
mediastinal berkurang dan dilanjutkan tanpa batas.Studi terbaru menunjukka
bahwa penggunaan aspirin pada awal (dalam 48 jam) pada pembedahan tidak
hanya menurnkan angka kematian akan tetapi juga mencegah adanya komplikasi
iskemi pada sistem organ (seperti otak, ginjal, saluran pencernaan).
e. Cardiac Assist Devices
Apabila tahapan untuk meningkatkan curah jantung gagal, IABP atau
VAD mungkin disisipkan. Peralatan tersebut menyediakan dukungan mekanis
untuk memperbaiki perfusi jaringan tanpa menambah kebutuhan pada miokard
yang mengalami injuri. Pemilihan alat disesuaikan dengan kondisi pasien,
kemmapuan dari peralatan tertentu, dan ketersediaan peralatan dalam perawatan.
IABP (Intra Aortic Ballon Pump) kebanyakan digunakan sebagai alat
bantu pada pembedahan jantung. Peralatan ini berisi 40-50 ml polyurethane
ballon yang diletakkan pada aorta descenden dan sebuah console ynag mengontrol
inlasi, deflasi dari sinkronisasi balon, tetapi diluar fase dengan siklus jantung.
Inflasi balon selama diastol meningkatkan perfusi koroner, sedangkap pada saat
deflasi sebelum ejeksi sistolik menurunkan afterload. Indikasi terdapat pada tabel.
IABP biasanya disisipkan secara perkutaneous pada arteri femoral, tetapi untuk
pasien dengan penyakit vaskular yang berat mungkin dengan pembedahan.
Asuhan keperawatan termasuk pengkajian fungsi IABP untuk mencapai
hemodinamik sesuai dengan efek yang diinginkan serta memonitor pasien yang
berpotensi untuk terjadinya risiko komplikasi.
Tabel 2.3 Indikasi Untuk IABP Pada Pasien Bedah Jantung
No Indikasi untuk IABP Pada Pasien Bedah Jantung
1 Preoperasi
Komplikas
papillary m
Iskemi yan
Syok cardio
Kegagalan
2 Intraopera
Pasien yan
artery bypa
Kegagalan
3 Postoperas
Curah jantu
Iskemi mio

VADs digunakan pada pasien yang tidak sukses dalam enyapihan dari
CPB meskipun secara maksimal dukungan dengan obat dan IABP. IABP hanya
menignkatkan curah jantung 1%-2%.
VAD dapat diletakkan pada ventrikel kiri (LVAD) atau ventrikel kanan (RVAD),
atau keduanya tergantung dimana kegagalan ventrikel terjadi . Pada keadaan
seperti ini pasien membutuhkan perawatan yang intensive trmasuk dalam
mempertahankan keadekuatan preload untuk pengisian VAD dan pemberian
heparin untuk mencegah adaya pembekuan darah pada alat. Komplikasi yang
ditimbulkan oleh VAD adalah perdarahan, infeksi, dan kegagalan alat.
4. Pulmonary Support
Semua pasien memiliki derajat disfungsi pulmonal sebagai hasil dari efek
anastesi, CPB, dan metode pembedahan (diseksi pada internal mammary, medial
sternotomi). Postoperasi pasien mengalami derajat ventlasi/perfusi yang
bermacam-macam intrapulmonary shunting. Walaupun ada perubahan ekstubasi
secepatnya (di ruang operasi atau selama 4-6 jam) dapat dicapai pada sebagian
besar kasus.
Awal setting ventilator pada pasien kritis meliputi tidal volume 8-10
ml/kg, respiratory rate 8-10 nafas/menit, fraction of inspired oxygen (FiO2) 1, dan
PEEP (Positive end-Expiratory Pressure). ABG diperoleh pada 20 menit pertama
setelah datang di ICU, untuk melihat keseimbangan setelah dipasang ventilator.
Penggunaan ventilator pada pasien dengan hipotermia harus
dipertimbangkan karena peningkatan PaCO2 pada pasien rewarmed yang dapat
memicu adanya asidosis.
Kriteria untuk penyapihan dari ventilator meliputi respon terhadap
stimulasi yang minimal, hasil ABG memuaskan, hemodinamik stabil,
normothermia, dan pengontrolan terhadap perdarahan. Setelah dilakukan extubasi
perlu diperhatikan dan dikaji fungsi respirasi klien.
Tabel 2.4 Tanda Kegagalan Penyapihan Ventilator
No Tanda Kegagalan Penyapihan Ventilator
1 Perubahan status neurologis (somnolen)
2 Diaporesis
3 Perubahan heart rate atau tekanan darah yang signnifikan
4 Peningkatan RR >35 kali/menit
5 Penurunan PaO2 <60 mmHg atau Sao2<90% (pada Fio2 0.5)
6 Peningkatann Paco2 >50 mHg pada satu rangkaian dengan asidosis
respiratori

5. Sedasi/Analgesik
Adequate analgesik atau sedasi dibutuhkan untuk meminimalkan masalah
psikologis dan fisiologis. Pasien yang datang dari ruang operasi ke ICU biasanya
masih di bawah sedasi. . Pada beberapa institusi tetap mempertahankan pemberian
infus propofol (Diprivan) dalam periode postoperasi. Apabila pasien sudah
dipisahkan engna obat sedatif maka pasien akan terbangu.
Penggunaan analgesik secara berkelanjutan secara infus memiliki
keuntungan dalam memproduksi kontrol nyeri dan mngurangi depresi sistem
pernapasan.
Obat analgesik yang adekuat sangat penting untuk meningkatkann tingkat
aktivitas dan melatih paru-paru (seperti nafas dalam dan batuk efektif).
6. Pencegahan Infeksi
Sejumlah strategi pencegahan digunakan untuk mengurangi risiko infeksi
pada pasien bedah jantung. Intervensi preoperasi yatu memberikan antiseptik pada
kulit dan memotong rambut. Antibiotik profilaksis diberikan pada 24 jam
pertama, diawali sebelum dilakukan insisi pembedahan. Pemberian antibiotik
dalam jangka waktu yang lama tidak diperbolehkan karena meningkatkan
kejadian resisten.
Tindakan itervensi pencegahan infeksi yang kedua yaitu dalam pelepasan
urine kateter dan IV line, dan awal ekstubasi. Pada semua daerah insisi dikaji
setiap hari untuk tanda-tanda infksinya seperti adanya eritema, drainage. Pada
pasen dengan median sternotomy juga harus dikaji untuk stabilitas sternum.
Pengontrolan glukosa yang diawali pada preoperasi dan dilanjutkan
minimal 48 jam postoperasi, yang bertujuan untuk mempertahankan
euglikemia(gula darah kurang dari atau sama dengan 110 mg/dl) . Pada kondisi
hiperglikemia dan diabetes yang tidak terdiagnosa memperlihatkan risiko untuk
berkembangnya infeksi. Studi mengataka bahwa dengan pengontrolan glukosa
akan menurunkan kejadian infeksi. Sejumlah standart protocol dikembangkan
untuk memperbaiki pengontrolan glikemik, menggunakan insulin yang
berkelanjutan. Titrasi dari insulin berdasarkan pengkajian dari tingkat glukosa
serta intervensi untuk hipoglikemia juga harus diperhatikan.
Pada asuhan keperawatan juga termasuk di dalamnya yaitu monitoring
gula darah ketika terjadi perubahan pada metabolisme harus diantisipasi.
7. Program Rehabilitasi Jantung
Tujuan utama dari rehabilitasi jantung adalah untuk mempercepat
perubahan gaya hidup dan pencegahan CHD (chronic heart disease). Program ini
bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas kehidupan dengan
mengurangi risiko, memanage gejala, dan pasien rajin untuk melakukan kontrol.
Program berisi tetang monitor terhadap latihan dan edukasi tentang
perubahan gaya hidup. Lamanya program bervariasi antara program yang satu
dengan yang lainnya. Mnitor program latihan adalah yang biasanya disupervisi
oleh fisioterapis dan perawat untuk memantau HR, tekanan darah, ECG, dan
tanda-tanda serangan jantung (Perrin, 2009).
2.1.9 Komplikasi
Komplikasi yang mungin mucul setelah dilakukan tindakan pembedahan
CABG (Coronary Artery Bypass Grafting) adalah sebagai berikut (Perrin, 2009):
a. Stroke
Stroke dapat terjadi karena adanya hipoperfusi atau emboi selama
atau sesudah pembedahan (Perrin, 2009).
b. Infeksi luka
Infeksi pada daerah permukaan kaki yang merupakan tempat
pengambilan dari vena saphenous graft, berisiko tinggi terjadi pada orang
yang obesitas, diabetes. Risiko infeksi dengan pengambila vena
endovaskular lebih sedikit.
Pada pasien yang memiliki selulitis pada daerah insisi memungkikan
untuk terjadinya drainage yang purulen. Terapi yang diberikan berisikan
antibiotik, debridemen, drainage untuk luka.
Tanda dan gejala yang umum terjadi adalah adanya leukositosis,
demam, bakteriemia. Tanda gejala lain yang muncul yaitu:
a. Luka superficial eritema, tenderness, serous drainage ,sternum
masih stabi.
b. Luka dalam terdapat purulen drainage, nyeri, sternal tidak stabil.
Infeksi luka sternal mungkin di bagian seperfisil atau lebih dalam,
kebanyakan pasien munsul pada 2-4 minggu dari pembedahan. Infeksi
luka sternal yang dalam seperti mediastinitis dan sternal osteomielitis yang
berhubungan dengan kematian. Faktor risiko meliputi obesitas, diabetes
mellitus, chronic obstructive lug disease, CPB terlalu lama, dan
menggunakan kedua arteri mammary. Antibiotik digunakan dalam 2
minggu sebelum pembedahan, reexplorasi, dan autotransfusi yang terlalu
lama durasinya dapat meningkatkan risiko terjadinya mediastinitis.
Penatalaksanaan pada mediastinitis yaitu membuka insisi untuk
membiarkan drainage dan irigasi dari luka, dan sternal debridemen apabila
diperlukan. Terapi luka tekanan negatif dengan sistem vaccum assisted
closure (VAC) digunakan untuk mempercepat penyembuhan luka. Setelah
infeksi bersih kemudian ditutup dengan penutup primaer atau rekonstruksi
tutup dari otot oatau omentum.
c. Disritmia
Disritmia sering terjadi mengikuti tindakan pembedahan jantung,
meliputi ritme supraventrikular dan ventrikular. Gangguan ritme pada
pasien mungkin terjadi karena pasien dalam keadaan ada penyakit jantung
yang diakibatkan oleh sequele dari pembedahan (seperti edema dari sistem
konduksi, ketidakseimbangan elektrolit, hipoksemia, atau hipertermia)
d. Infark miokard
Penyebab yang berpotensi adalah ketidakadekuatan proteksi
miokard, spasme graft arteri atau native arteri, hipotensi yang berlangsung
lama pada periode perioperatif. Untuk penegakkan diagnosa berbeda
karena pembedahan jantung selalu berhubungan dengan gelombang T
yang spesifik dan perubahan ST postoperasi serta elevasi pada miokard,
enzim CK-MB dan troponin, akan tetapi untuk penegakkan diagnosa
sering kali berdasarkan pada perubahan ECG dan keabnormalan daerah
dinding pada saat dilakukan echocardiogram.
Pada pasien dengan risiko tinggi mendapatkan management medis
yang ketat postoperasi meliputi pemberian antiplatelet, beta blokers, ACE
inhibitors (Angiostensin Converting Enzim Inhibitors), dan statins.
e. Disfungsi gatroinstestinal
Komplikasi pada gastrontestinal jarang terjadi pada pembedahan
jantung (kurang dari 2%) tetapi sangat berhubungan dengan kematian
apabila terjadi. Iskemi yang terjadi pada intesstinal atau infark terjadi
sekuner untuk kompensasi aliran darah ke arteri mesenterika. Secara khas
pasien menunjukkan adanya asidosis yang persisten walaupun dilakukan
koreksi pada curah jantung. Tanda lain yan menunjukkan yaitu adanya
peningkatan sel darah putih, tenderness abdominal, serta adanya tanda dari
sepsis.
Biasanya yang terjadi aalah perdarahan pada gastroduodenal. Profilaksis
yang digunakan H2 bloker, proton pump inhibitors, atau sucralfat yang
dapat diberikan oleh dokter.
f. Gagal ginjal
Faktor risiko yang menyebabkan adanya gagal ginjal adalah
penyakit gagal ginjal yang suda ada sebelumnya, terjadinya hipotensi yang
berlangsung lama atau rendahnya curah jantung saat perioperatif, serta
terpapar ole agent-agent nefrotoksik.
g. Neurologi
Risiko terjadinya perubahan perfusi jaringan serebral yang
diakibatkan oleh kalsifikasi pada aorta, proses bypass terlalu lama, atrial
fibrilasi.
Komplikasi tipe 1 meliputi komplikasi stroke fatal dan tidak fatal
dan serangan iskemi sementara.
Komplikasi tipe 2 yang dijabarkan dengan kerusakan fungsi
kognitif seperti konsentrasi, ingatan jangka pendek, kecepatan dari respon
motorik.
h. Disfungsi pulmonal
Untuk komplikasi pada daerah paru yag menyertai pembedahan
jantung jarang terjadi dan umumnya terjadi pada pasien yang memang
sudah menderita penyakit paru. Pada pasien yang menderita penyakit paru
membutuhkan ventilator lebih lama (lebih dari 48 jam) postoperasi. Acute
lung injury progresnya dapat ke adanya ARDS (Acute Respiratory
Distress Syndrome) yang dapat menyebabkan kematian.
Efusi pleura biasanya terjadi tetapi dapat sembuh sendiri tanpa
dilakukan pengobatan. Terdapatnya Blake (small silatic) drain untuk
beberapa hari yang menyertai pembedahan menunjukkan bahwa dapat
megurangi insiden efusi pleura.
i. Tamponade jantung
Tamponade jantung merupakan terdapatnya akumulasi cairan pada
daerah kanung perikardial posterior atau pada ruang medisatinum. Darah
kembali dari pembuluh darah besar ke jantung dan ejeksi (penyemburan)
darah dari ventrikel mengalami obstruksi oleh akumulasi cairan yang
terdapat pada rongga/sac tersebut. Tanda dari amponade jantung adalah
penurunan cardia output, peningkatan PCWP, penurunan drainage, pada
hasil X-ray terdapat pelebaran mediastinum, tekanan nadi menyempit,
suara jantung jauh, dan penurunan volatage ECG (Hartshrn, Jeanette C., et
al, 1997).
j. Perubahan cairan
Setelah dilakukan bypass volume tubuh meningkat. Hal ini
diakibatkan leh adanya hemodilusi. Adanya peningkatan vassopresin dan
perfusi ginjal mengaktifkan mekanisme RAA (renin-angiostensin-
aldosteron).
k. Perdarahan
1) Perdarahan pada arteri
Perdarahan pada aretri jarang terjadi akan tetapi dapat mengancam
nyawa apabila terjadi. Perdarahan arteri biasanya disebabkan oleh adanya
kebocoran atau rupturnya jahitan pada satu dari 3 sisi pada anastomosis
proksimal graft vena ke aorta, anastomosis distal graft vena ke arteri
koroner atau kanulasi ke daerah aorta.
2) Perdarahan vena
Perdarahan pada vena umum terjadi disebabkan oleh masalah
pembedahan atau koagulopati, kesalah dari hemostasis pada satu atau lebih
pembuluh darah yang mengakibatkan adanya abnormalitas pendarahan.
Tindakan penanganan ditujukkan untuk menurunkan perdarahan dan
memperbaiki penyebab dasarnya.
l. Ketidakseimbangn elektrolit
Kadar kalsium pada pasien pasca operasi abnormal. Terjadinya
hipokalemia diakibatkan oleh adanya hemodilusi, penggunaan diuretik
serta efek dari aldosteron yang dapat meyebabkan sekresi klaium ke dalam
urine pada tubulus distal ginjal pada saat natrium diserap. Kadar kalium
yang meningkat dapat disebabkan oleh pemberian kaium dalam jumlah
yang besar pada saat kardioplegi. Keadaan hiperglikemi dapat disebabkan
juga oleh gagal ginjal akut.
m. Depresi miokard
n. Hipotermia
o. Risiko terjadinya blok pada atrioventrikular
p. SIRS (Systemic Inflammatory Response Syndrome) (Gabriel, 2013)
q. Emboli (udara, plak, atau denaturasi protein)
r. Kematian
2.1.10 Prognosis
Bedah koroner efektif dalam memperbaiki dan mengurangi gejala angina
dan memperbaiki prognosis yang buruk pada iskemi (Davey, Patric, 2005).

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Pada CABG (Coronary Artery Bypass


Grafting)
2.2.1 Pengkajian
1. Dasar demografi
Data demografi meliputi biodata (nama, jenis elamim, umur, suku, gama,
status perkawinan, pekerjaan, pendidikan), tanggal MRS, No. Register, diagnosa
medis.
2. Riwayat
Adanya gejala pasin mengenai nyeri dada, hipertensi, berdebar-debar,
sianosis, dispneu, edema, penggunaan oba, alkohol, merokok.
Aktivitas : tidak toleran terhadap latihan, kelemahan umum, kelelahan,
kecepatan jantung abnormal, dispnea, perubahan ECG
Sirkulasi : riwayat infark miokard saat ini, peyakit arteri koroner tiga atau
lebih, disritmia, bunyi jantung abnormal (S3/S4), pucat, sianosis,
kulit dingin, edema, krekels
3. Pengkajian Post Operasi
a) B1 (Breath)
Adanya penurunan pada ekspansi dada, peningkatan usaha untuk benapas,
penggunaan otot-otot pernapasan, kelemahan, dispnea, penurunan atau tidak
adanya bunyi nafas, kaji BGA arteri, nadi oksimetri, pemakaian ventilator.
b) B2 (Blood)
Tekanan darah rendah atau tekanan darah tinggi, disritmia (disritmia
vntrikular, disritmia supraventrikular), perubahan hemoglobin dan hematokrit,
tanda-tanda tamponade jantung (berkurangnya produksi drainage, tekanan darah
turun, nadi kecil, peningkatan HR, distensi vena jugularis, peningkatan CVP,
suara jantung terdengar jauh), sianosis, suhu tubuh menurun.
c) B3 (Brain)
Pengkajian neurologis meliputi reaksi dan ukuran pupil, kemampuan
pasien untuk mengikuti perintah, kekuatan ekstremitas dan kemampuan untuk
memindahkan ekstremitas, perubahan orientasi (waktu, tempat, orang), gelisah.
Parastesis nervus ulnaris pada CABG arteri mammaria interna pada sisi
yang sama dengan yang diambil.
d) B4 (Bladder)
Perubahan frekuensi dan jumlah haluaran urine
e) B5 (Bowel)
Penurunan bising usus, warna drainage produksi NGT, peningkatan dan
penurunan berat badan, hilangnya nafsu makan, nyeri abdomen, turgor kulit
buruk.
f) B6 (Bone)
Gerakan pada ekstremitas serta kekuatan genggaman tangan.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan trauma intraoperasi
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan volume sekuncup
3. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah atau
perubahan fakor pembekuan darah
4. Risiko penurunan curah jantung: disritmia berhubungan dengan iskemi,
iritasi mekanik, jahitan pada daerah konduksi, iritasi sekunder pemberian
kanul
5. Penurunan curah jantung: tamponade jantung berhubungan kompresi
jantung
6. Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan perpindahan
cairan
7. Risiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan retraksi kompresi
paru selama pembedahan, kongesti vaskular paru
8. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan jantung berhubungan dengan
spasme native coronary atau arteri internal mammari graft, penurunan
aliran atau trombosis vena graft, emboli koroner, perioperatif iskemia
9. Intoleran aktivitas berhubungan nyeri iskemik, post pembedahan insisi,
kelemahan umum atau fatigue , ketautan atau kecemasan
10. Ketakutan berhubungan dengan tidak familiar dengan perawatan
postoperatif, ancaman kematian.
2.2.3 Intervensi
No Diagnosa Keperawatan
1 Nyeri berhubungan dengan trauma
intraoperasi

2 Penurunan curah jantung berhubungan


dengan perubahan volume sekuncup
3 Defisit volume cairan
Faktor yang berhubungan:
- Kebocoran cairan kedalam ekstravaskular
- Diuresis
- Kehilangan darah atau perubahan faktor pembekuan darah
4 Risiko penurunan curah jantung: Disritmia
Faktor yang berhubungan: Disritmia disebabkan oleh faktor :
- Ectopy(iskemi, keidakseimbangan elektrolit,d dan iritasi mekanik)
- Heart block dan bradidisrimia (edema atau jahitan pada daerah sistem konduksi)
- Supraventricular tachydysritmia
(tegangan atrium, iritasi mekanik sekunder dari pemberian canul)
5 Penurunan curah jantung: Tamponade
jantung
Faktor yang berhubungan: Tamponade jantung megakibatkan kompresi eksternal struktur jantung, menyebabkan kurangnya pengisian diastolik.
6 Risiko ketidakseimbangan elektrolit
Faktor yang berhubungan:
 Perpindahan cairan
 Diuretik
7 Risiko gangguan pertukaran gas
Faktor yang berhubungan:
 Retraksi dan kompresi paru selama pembedahan
 Insisi pembedahan membuat sulit batuk
 Sekret
 Kongesti vaskular paru
8 Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan
miokard
Faktor yang berhubungan
Spasme native coronary atau arteri internal
mammari graft
Penurunan aliran atau trombosis vena graft
Emboli koroner Perioperatif iskemia Infark miokard kronik
9 Intoleran aktivitas
Faktor yang berhubungan:
Nyeri (iskemik, postpembedahan insisi, berhubungn dengan masalah kesehatan) Kelemahan umm atau fatigue (sedentary
lifestyle sebelum ada kejadian, penurunan intake glukosa setelah pembedahan, kurang tidur)
Mengurangi curah jantung (dirimia,
postural hipotensi)
Ketakutan atau kecemasan (nyeri insisi, pengalaman angina)
10 Ketakutan
Faktor yang berhubungan
Lingkungan ICU
Tidak familiar dengna perawatan postoperatif
Perubahan komunikasi sekunder dari
intubasi
Ketergantungan pada peralatan mekanik Ancaman nyeri berhubungan dengan pembedahan besar
Ancaman kematian
(Sumber: Gulanick, 2011; Herdman, 2012; Wilkinson, 2009; Wilson, Karen, 2008 )
BAB III STUDI KASUS

3.1 Biodata

Nama : Tn.M Umur : 58 Tahun

Dx preoperasi : Three Vessel Disease dengan oklusi LAD 90%


proksimal, LCX 100% proksimal, dan RCA 99% Proksimal.
3.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Klien megatakan kontrol ke Poli jantung pasca operasi CABG hari ke 20, pasien mengeluh kalau digunakan jalan- jalan ringan disekitar rumah terasa
berdebar dan sedikit sesak. Pasien mengatakan selama ini tidak pernah mengikuti rehabilitasi jantung. Kadang masih terasa nyeri didaerah luka operasi
3.3 Pemeriksaan
Tekanan darah : 110/ 90 mmHg Nadi : 98 x/menit CRT : < 3 detik
RR : 20 x/mnt
TB : 160 cm

BB : 80 kg

BB (Kg ) TB (m )2
IMT=
80 kg (1,6 m )2
IMT=
80 kg
IMT= 2,56 m 2

IMT= 31,25

Kesimpulan pasien obesitas


3.4 Jawaban Soal Case Study
1. Fisiologi terjadinya
a. Sesak
Sesak napas atau dispneu terjadi dari beberapa mekanisme yaitu seperti
apabila ruang fisiologis meningkat maka akan menyebabkan gangguan pertukaran
gas oksigen dan karbondioksida sehingga menyebabkan ventilasi meningkat
sehingga terjadi sesak napas.
Apabila terjadi peningkatan tahanan jalan nafas maka akan terjadi dispneu.
Dispneu dapat terjadi pada orang yang mengalami penurunan compliance paru.
Apabila kemampuan compliance paru semakin rendah maka gradien tekanan
gradien tansmural semakin besar agar pada saat inspirasi pengembangan paru
normal.
Penyebab penurunan compliance paru dapat bermacam-macam dapat
disebabkan oleh gangguan jantung, gangguan pada paru, dan penyakit lain.
Pada dispneu yang disebabkan oleh penyakit jantung yaitu muncul pada
saat melakukan aktifitas jasmani yang agak berat dan keadaan ini terus berlanjut.
Pada Tn.M terjadi sesak napas bisa dikarenakan adanya CAD kembali
setelah postoperasi. Hal ini dapat disebabkan oleh karena Tn.M tidak mengikuti
rehabilitasi.
Reference:
Kasper, et al.(2005). Harrison’s Principles of Internal Medicine Vol. 2 16th
Edition. USA: Mc Graw Hill.
b. Berdebar
Palpitasi dapa disebabkan oleh adanya ekstrasistol. Kontraksi prematur
dan denyut pasca prematur sering diluiskan dengan bunyi pukulan”plok”. Pause
menyusul kontraksi prematur dapat dirasakan sebagai suatu penghentian denyut
jantung yang sesungguhnya. Kontraksi ventrikel pertama setelah pause dirasakan
sebagai denyut yang luar biasanya.
Palpitasi dapat disebabkan oleh:
1. Ekstrasistol
Apabila eksrasistol banyak, dapat dideferensiasi klinis dai fibrilasi atrial.
Pada orang yang tidak mempunyai penyakit jantung serius, frekuensi
ekstra sistol akan berkurang dan kemudian menghilang ketika frekuensi
jantung meningkat sedangkan ireguaritas ventrikuler dari fibrilasi atrial
bertambah.
2. Takikardia
Takikardia merupakan penyebab palpitasi yang umum. Takikardia
ventrikuler merupakan salah satu aritmia yang paling serius dan jarang
bermanifestasi menjadi palpitasi.
3. Penyebab lain
Penyebab lain palpitasi adalah tirotoksik, hipoglikemia, demam dan obat.
4. Cemas
Palpitasi juga dapat menggambarkan keadaan cemas. Palpitasi biasanya
berhubungan dengan takikardia sinus.
5. Fibrilasi Atrium
Palpitasi dapat terjadi karena adanya fibrilasi atrium yang terjadi ketika
atrium tidak berkontraksi secara sistematis dan terkoordinasi. Keadaan ini
diduga terjadi karena adanya peningkatan regangan atrium dan terdapatnya
sirkuit reentrant multiple dalam miokardium atrium sehingga timbul pola
detak jantung ynag tidak teratur dan berubah-ubah (Chang, Ester, et al,
2006).
Pada Tn.M terjadi berdebar bisa dikarenakan adanya disritmia yang
merupakan komplikasi post operasi CABG.
References:
Chang, Ester, et al. (2006). Paofisiologi Aplikasi Pada Praktik Keperawatan.
Jakarta: EGC.
Isselbacher, et al.(1996).Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 1
Edisi 13. Jakarta: EGC.
Skema Fisiologi Terjadinya Sesak dan Berdebar
Post CABG

Tidak mengikuti rehabilitasi jantung

Trombosis
Revaskularisasi tidak
maksimal

Oklusi
Cardiac Output Menurun

Suplai Oksigen ke perifer Menyumbat daerah arteri


kurang
Aktivitas
Acute coronary
Meningkatkan kebutuhan sindrome
Oksigen

Mengganggu distribusi
Metabolisme Oksigen
anaerob

Suplai oksigen ke
Asam laktat 2 mol ATP jantung berkurang

Asam piruvat
Ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen
Peningkatan
denyut jantug
Kompensasi paru untuk
memenuhi kebutuhan
Takikardi

Klien merasa
Klien merasa jantung sesak
berdebar
c. Nyeri
Pada Tn.M telah dilakukan operasi CABG, pada saat pelaksanaan CABG
prosesnya adalah sebagai berikut:
Sternotomi

Transduksi (Luka)

Nociceptors melepaskan neurotransmitter (melepaskan zat


kimia antara lain prostaglandin, histamin, serotonin,
bradikinin, substanti P, leukotrien)

Neurotransmitter mengaktifkan potensial


aksi dari lebih banyak nocireceptors

Transmisi/ Pengiriman
Informasi dikirikim melalui serabut saraf A delta
dan C ke dorsal horn dari saraf tulang belakang

Saraf tulang belakang mengirimkan impuls lain ke


sentral yang lebih tinggi melalui saluran
spinotalamik dan spinoretikular ke thalamus

Persepsi nyeri
Talamus mengirimkan ke daerah kortikal dari
otak untuk proses informasi

Modulasi
Menghambat atau meningkatkan oleh hipotalamus, pons, dan korteks
somatosensori untuk memproses dan mengirimkan stimulus nyeri

Respon refleks suprasegmental dan kortikal

Peningkatan tonus otot lurik dan spasme

Peningkatan konsumsi oksigen dan


produksi asam laktat

Peningkatan tonus simpatis dan


stimulasi hipotalamus
Reference:

Stimulasi saraf simpatis menyebabkan takikardia, peningkatan curah jantung


sekuncup, kerja jantung serta konsumsi oksigen miokard
Hardin, Sonya R. Dan Roberta Kaplow.(2010).Cardiac Surgery Essential For
Critical Care Nursing. USA: Jones and bartlett Publisser.
d. Three Vessels Disease
Three vessels disease terjadi apabila terdapat sumbatan pada arteri koroner
sebanyak 3 sumbatan. Sumbatan ini dapat disebabkan oleh adanya atrosklerosis.
Obesitas

Adiponektin Disfungsi endotel


menurun

Antiinflamasi Antiaterogenik Molekul adhesi


menurun meurun keluar

Makrofag keluar sepanjang


dinding arteri Menarik
monosit
Proses inflamasi
Migrasi
T-cell keluar

T-cell interaksi
dengan antigen
dan makrofag

Aktivasi dan Peningkatan


Mengeluarkan serat kolagen
Sitokin

Meningkatkan Penipisan
aterogenesis fibrous cap

Ruptur

Aktifasi koagulasi

Menyumbat daerah arteri

LCX LAD RCA

Three Vessels Disease


2. Fisiologi Operasi CABG

CABG diindikasikan untuk pasien dengan angina yang sulit disembuhkan


dengan intervensi coronary percutaneous seperti tindakan anfioplasty, stenting
karena tidak berhasil, atau lokasi serta morfologi lesi.
Selanjutnya, dapat dijumpai pasien dengan CAD (Coronary Artery
Disease) menunjukkan hasil yang lebih baik setelah melakukan operasi
revasularisasi. CABG merupakan pilihan pengobatan untuk pasien dengan
stenosis pada arteri koroner besar kiri yang menimbulkan stenosis lebih dari 70%
pada Proximal left anterior descending dan arteri circumflex. CABG juga
direkomendasikan untuk pasien yang mengalami penyakit arteri korone difus
(three atau more vessels), khususnya apabila terdapat disfungsi ventrikel,
diinduksi iskemia, atau pasien dengan diabetes. Pembedahan juga
direkomendasikan untuk pasien dengan two vessels disease yang melibatkan
proximal LAD (Left Anterior Descending).
Teknik cangkok bypass adalah dengan membuat hubunganantara aorta
dengan arteri koroner di daerah distal dari stenosis (Davey, Patric, 2005).
b) On Pump Surgery
Pada proses pembedahan “on pump surgery” menggunakan CPB (Cardio
Pulmonary Bypass). Proses dari CPB (Cardio Pulmonary Bypass) digunakan
untuk sementara waktu. CPB meliputi pengalihan darah vena dari atrium kanan
atau vena cava ke extracorpereal axygenator dan mengembalikan darah yang
beroksigenasi ke sistem atrium pasien. Sirkuit extracorpereal digunakan untuk
CPB berisi cannula untuk memindahkan dan mengembalikan darah, centrifugal
atau roller pump menyediakan aliran nonpulsatile, dan oksigenator digunakan
untuk pertukaran oksigen dan karbondioksida. Selanjutnya heat exchanger
mengontrol temperatur tubuh dengan cara mengahangatkan atau mendinginkan
darah yang melewati daerah perfusi, penyaring berlokasi pad aseluruh daerah
untuk mengalihkan udara dan partikel.
Tahapan pada CPB adalah sebagai berikut:
4) Canulasi
Drainage vena biasanya dicapai oleh lekatan canulasi pada atrium kanan,
dengan distal akhir dari posisi canul ada pada daerah vena cava inferior.
Pengembalian arteri dari bypass pump dicapai dngan menyisipkan sebuah canul
melewati benang jahitan di aorta ascending, proximal ke arteri innominate. Cross
clamp digunakan pada aorta untuk mengisolasi janung dari darah yang kembali
melewati canul arteri. Lubang diletakka pada dasar aorta atau apex ventrikular
untuk dekompresi jantung, mencegah adanya distensi pda ventrikel kiri pada saat
aorta di klem.
5) Kardioplegi
Selama canulasi untuk bypass, satu lagi kateter juga diletakkan untuk infus
cairan cardioplegi yang berisi cairan tinggi kalium yang dialirkan ke sirkulasi
koroner. Cairan cardioplegi yang berisi cairan tinggi kalium ini untuk
menginduksi diastolic arrest secara cepat. Komponen tambahannya bermacam-
macam, tetapi khususnya meliputi substrat yang mengoptimalkan metabolisme sel
dan meminimalkan kerusakan sel. Biasanya darah ditambahkan pada cairan
kardioplegi untuk meningkatkan pengiriman suplai oksigen ke daerah miokard.
0 0
Temperatur dari cairan tersebut dapat 4 C (cold cardioplegia) atau 37 C (warm
cardioplegia) dan mungkin diberikan secara terus menerus atau hanya sementara.
Antegrade cardioplegi disampaikan dibawah tekanan yang melalui kateter yang
terletak di aorta ascending, posisi proksimal ke aortic cross clamp.
Distribusi dari antegrade cardioplegi dibatasi oleh keparahan arteri yang
stenosis, meninggalkan sebagian dari miokar yang berisiko untuk mengalami
injuri iskemi.
Sebagai alternatifnya, retrograde ardioplegi diperbolehkan untuk perfusi melalui
sistem vena jantung (venous system), dan dicapai dengan menggunakan kateter
yang diletakkan pada sinus koroner.
6) Cardiopulmonary Bypass Adjuncts
Adjunct digunakan untuk memperbesar atau menambahkan perfusi
jaringan pada saat dalam keadaan bypass. Pasien diberi antikoagulas denga
heparin untuk meminimalkan bekuan darah/clotting seperti pada saat darah
bertemu dengan kompnen asing pada saat di dalam mesin bypass. Keadekuatan
pemberian heparin dibuktikan dengan memonitor ACT (Activated Clotting Time).
Biasanya ACT dbawah 400 dan 480 detik selama bypass. Setelah dipisah dari
CPB, proamine diberikan untuk memutar atau melawan efek heparin.
Hipotermia yang sistemik juga digunakan selama proses bypass untuk
memperoteksi jaringan tubuh dengan menurunkan kebutuhan metabolik.
Penurunan kebutuhan metabolik dapat memugkinkan jaringan menoleransi aliran
0 0
perfusi yang rendah. Temperatur biasanya turun diantar 28 C-32 C. Hemodilusi
digunakan saat bypass membantu untuk mencegah penngkatan viskositas yang
normalnya dihasilkan oleh hipotermia.
Extracorporeal circuit dilengkapi dengan 1-1.5 liter cairan kristaloid yag
menghasilkan nilai hematokrit (Hct) 20%-25% pada saat bypass. Manitol
(Osmitrol) atau furosemid (Lasix) diberikan untuk meningkatkan diuresis
postoperasi yang dapat membantu menetralkan hemodilusi.
Selama dilakukan CPB darah terkena sejumlah permukaan asing yang
menyebabkan kerusakan elemen darah seperti sel darah putih, sel darah merah,
dan trombosit. Sirkulasi extracorporeal menghasilkan respon inflamasi. Hal ini
menginisiasi adanya perubahan fisiologis meliputi peningkatan permeabilitas
kapiler, peningkatan sirkulasi katekolamin, dan kerusakan koagulasi. Respon
terhadap CPB berkontribusi terhadap masalah klinis yang ditemukan pada periode
awal postoperasi .
Gambar 3.1 Ilustrasi Proses On Pump Surgery
c) Off Pump Surgery
Off pump coronary artery (OPCAB) sekarang digunakan rata-rata 20%-
25% kasus. Pada OPCAB tidak seperti pembedahan pada CPB, pada off pump
membutuhkan jantung pasien untuk menyediakan keadekuatan perfusi jaringan
tubuh. Hemodinamik jantung mungkin masih bisa dikompensasi selama prosedur
kedua untuk posisi jantung, disritmia, atau iskemik. Pasien membutuhkan
monitoring selama operasi, umumnya difasilitasi oleh tranesofageal
echocardiografi (TEE). Kateter arteri pulmonal menyediakan curah jantung yang
berkelanjutan dan mencampur saturasi venous oxygen(SVO2), data dihasilkan
dipergunakan unutk memonitoring.
Cairan, vasopressor, atau agen inotropik dibutuhkan selama operasi untuk
mempertahankan keadekuatan curah jantung dan tekanan darah. Pada waktu yang
bersamaan, intra aortic ballon pump (IABP) juga digunakan untuk mendukung
hemodinamik.
Variasi dari insisi digunakan pada pembedahan off-pump. Pada prosedur
minimally invasive direct coronary artery bypass graft (MIDCABG), insisi kecil
sekitar 2 inchi pada iga ke-4 pada left anterior thoracotomy digunakan untuk
mengambil LIMA (Left Internal Mammary Artery), yang dianastomosiskan di
LAD. Pendekatan standart median sternotomi dengan retraksi cardio dan sistem
stabilisasi pada umumnya dibutuhkan oelh multivessel disease untuk
revaskularisasi. Jaringan arteri koroner distal dapat dibypass dan proksimal
dianastomosiskan dengan partial ascending aortic croos clamping. Karena
partial aortic clamp dibutuhkan untuk pembedahan ini, risiko tromboemboli
berhubungan dengan manipulasi dari aorta.
Pelaksanaan pembedahan bypass pada pendetakaan jantung menemui
beberapa kesulitan teknis. Pertama, perpindahan dari arteri koroner menghambat
penjahitan. Kedua, aliran darah ke segmen arteri dipilih untuk anastomosis untuk
sementara dihentikan, mnggunakan khususnya loops yang mengoklusi jaringan.
Hal-hal ini menghasilkan iskemik, khususnya pada pasien dengan pembatasan
aliran kolateral dan mendepresi fungsi ventrikel.
Beberapa teknik digunakan untuk fasilitas prosedur pembedahan selama
proses beating heart. Perikardium dibuka dan peralatan stabilisasi digunakan
untuk meminimalkan pergerakan dinding pada daerah anastomosis. Peralatan
tersebut dilekatkan untuk menstabilisasi lengan dan bekerja dengan kompresi atau
suction untuk mengimobilisasi daerah tersebut. Obat menurunkan heart rate
secara sementara seperti esmolol atau transient cardiac asystole seperti adenocrat
dapat membatasi pergerakan jantung. Retraksi jahitan diletakkan pada tempat
yang lebih dalam di perikardium untuk elevasi dan rotasi jantung agar jaringan
posterior mungkin bypassed. Jenis lainnya dari posisi aparat menggunakan suction
untuk menarik jantung untuk membuka jaringan lebih baik.
Anastesi dibutuhkan untuk pembedahan off-pump sama dengan
pembedahan konvesional ettapi tipe short acting digunaka untuk memfasilitasi
extubasi . Antikoagulasi dibutuhkan selama pembedahan off-pump untuk
mencegah adanya clotting. Temperatur klien diturunkan pada saat pembedahan
sehingga suhu tubuh membutuhkan untuk dipertahankan dengan air yang hangat.
OPCAB dilakukan dengan cara melewati median sternotomy insisi atau
melalui insisi thoracotomy. OPCAB dikenal juga dengan MIDCAB. Pembedahan
Robotic Assisted Coronary Artery (ROBOCAB) adalah tipe lain dari prosedur off-
pump yang dapat selesai dengan minimal invasif.
Pada OPCAB, pembedah melihat graft pada saat jantung berdetak
menggunakan instrumen untuk menstabilisasi jaringan miokard. Instrumen
tersebut dikenal dengan stabiliser.
d
Gambar 3.2 (a) Alat stabilisasi pada Off Pump Surgery
(b) Stabilisasi LAD (Left Anterior Descending)
(c) Proses Off Pump Surgery
(d) Hasil dari Operasi CABG saluran baru telah dibuat
3. WOC Pada Tn.M

,
Obesitas

Adiponektin Disfungsi endotel


menurun

Antiinflamasi Antiaterogenik Molekul adhesi


menurun meurun keluar

Makrofag keluar sepanjang


dinding arteri Menarik
monosit
Proses inflamasi
Migrasi
T-cell keluar

T-cell interaksi
dengan antigen
dan makrofag

Aktivasi dan Peningkatan


Mengeluarkan serat kolagen
Sitokin

Meningkatkan Penipisan fibrous cap


aterogenesis

Ruptur

Aktifasi koagulasi

Menyumbat daerah arteri

CAD (Coronary Artery Disease)

Dilakukan kateterisasi jantung

Terdapat sumbatan pada arteri koroner >70%


LCX 100% LAD 90% RCA 99%
proximal proksimal proksimal

Three Vessels Disease


Komplikasi :
Infark miokard Luka sternotomi
Emboli Operasi CABG
Disritmia

MK: Nyeri
Post operasi

MK: Cemas
Tidak mengikuti Komplikasi
rehabilitasi jantung
Trombosis Pada Graft

Revaskularisasi tidak optimal

Oklusi
Cardiac Output Menurun

Suplai Oksigen ke perifer Menyumbat daerah arteri


kurang

Aktivitas
Acute coronary
Meningkatkan kebutuhan sindrome
MK: Ketidakefektifan Perfusi
Oksigen
Jaringan Perifer
Mengganggu distribusi
Metabolisme Oksigen
MK: Gangguan Pertukaran Gas
anaerob

MK: Penurunan Suplai oksigen ke


perfusi jaringan
jantung berkurang
jantung Asam laktat 2 mol ATP

Asam piruvat
Ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen

PK: Disritmia Takikardia

Kompensasi paru untuk


MK: Perubahan Pola
memenuhi kebutuhan
4. Masalah Psikologi yang Muncul Pada Tn.M
Masalah psikologis yang dapat muncul pada Tn.M adalah cemas dan takut
(Perrin, 2009).
5. Diagnosa Keperawatan, Tujuan, Intervensi, dan Rasional Pada Tn.M
No Diagnosa Keperawatan
1 Penurunan curah jantung berhubungan
dengan perubahan volume sekuncup
2 Ketidakefektifan perfusi jaringan
jantung berhubungan dengan penurunan aliran atau trombosis vena graft, emboli koroner, perioperatif iskemia
3 Gangguan pertukaran gas
Berhubungan dengan kongesti vaskular paru
5 Risiko penurunan curah jantung:
Disritmiaberhubungan dengan iskemi
6 Intoleran aktivitas berhubungan dengan
curah jantung yang berkurang
6 Takut berhubungan ancaman kematian
BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Tindakan CABG (Coronary Artery Bypass Grafting) merupakan suatu tindakan pembedahan yang dilakukan pada pasien dengan penyakit arteri
koroner dengan cara membuat saluran baru dari graft vena saphenous dan arteri (internal mammary artery) milik pasien sendiri.
Tindakan pembedahan ini bertujuan untuk untuk merevaskularisaai daerah yang mengalami iskemi atau infark, sehingga aliran oksigen dapat
meningkat.
Tindakan CABG dilakukan pada pasien dengan indikasi angina kronis yang sulit untuk diobati, stenosis >70% pada left main coronary artery,
CAD (coronary artery disesae), MI, kegagalan ventrikel kiri, kegagalan pengobatan, kegagagalan PTCA, lebih dari 2 vessels diseases, kegagalan pengobatan,
serta kriteria yang sesuai dengan rekomendasi AHA.
Kontraindikasi pada CABG yaitu adanya sumbatan pada arteri urang dari
70%, hal ini dikarenakan apabila sumbatan pada arteri koroner kurang dari 70% maka aliran darah tersebut masih cukup banyak. Sehingga dapat mencegah
adanya alira darah yang adekuat pada bypass, yang dapat mengakibatkan terjadinya bekuan pada graft. Sehingga hasil operasi tidak ada hasilnya.
Pemilihan arteri dan vena yang digunakan yaitu vena saphena, arteri radialis, arteri mammaria interna, arteri gastroepiploic dan arteri epigastrik
inferior.
Pada ahap operasi ada 2 cara melakukan CABG yaitu dengna on-pump sugery, dan off-pump surgery. Pada proses pembedahan “on pump surgery”
menggunakan CPB (Cardio Pulmonary Bypass). Off pump coronary artery (OPCAB) menggunakan minimally invasive direct coronary artery bypass graft
(MIDCABG), insisi kecil sekitar 2 inchi pada iga ke-4 pada left anterior thoracotomy digunakan untuk mengambil LIMA (Left Internal Mammary Artery),
yang dianastomosiskan di LAD.
Managemen penatalaksanaan pasien dengan post operasi CABG bertujuan untuk meminimalkan serta mencegah adanya komplikasi yang dapat
muncul
mengurangi gejala angina dan memperbaiki prognosis yang buruk pada iskemi.
4.2 Saran
Setelah mahasiswa serta pembaca membaca makalah ini diharapkan
mahasiswa lebih memahami tentang CABG. Serta dapat mengaplikasikan asuhan
keperawatan pada pasien post operasi CABG secara komprehensif.
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria M., et al (Editor).(2008). Nursing Interventions Classification


(NIC), Fifth Edition. United States of America: Mosby Elsevier.
Doengoes, A. Marylin. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk
Perencanaan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Feriyawati, Lita. (2005).Coronary Artery Bypass Grafting (CABG) dengan
Menggunakan Vena Saphenous, Arteri Mammaria Interna, dan Arteri
Radialis. Sumatera: USU Repository.
Gulanick, Meg dan Yudith Myers. (2011). Nursing Care Plans 7th Edition
Diagnoses, Interventions, and Outcome. USA: Elsevier Mosby.
Herdman, T. Heather (Editor), Alih bahasa Made Sumarwati, et al.(2012).
Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC.
Hardin, S. R. dan Roberta Kaplow. (2010). Cardiac Surgery Essentials For
Critical Care Nursing. USA: Jones and Bartlett Publisher.
Hartshrn, Jeanette C., et al. (1997). Introduction to Critical Care Nursing Second
Edition. Philadelpia: Saunders Company.
Muttaqin, A. (2009). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.
Perrin, Kathleen Ouimet. (2009). Understanding The Essentials of Critical Care
Nursing. USA: Pearson Prentice Hall.
Price, Sylvia A., dan Lorraine M. W. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Seeley, R. R., et al. (2002). Essentials of Anatomy and Physiology Fourth Edition.
USA: Mc. Graw Hill Higher Education.
Sheree. (2005). Delmar’s Critical Care Nursing Care Plans. USA: Delmar
Learning.
Smeltzer, Suzanne C. dan Brenda G. B. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8. Jakarta: EGC.
Wilkinson, Judith M. dan Nancy R. Ahern, Alih bahasa Esty Wahyuningsih.
(2009). Buku saku diagnosis keperawatan edisi 9: diagnosis NANDA,
intervensi NIC, kriteria Hasil NOC edisi 9. Jakarta: EGC.
United States of America: Mosby Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai