Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Hipospadia merupakan kelainan abnormal dari perkembangan uretra anterior


dimana muara dari uretra terletak ektopik pada bagian ventral dari penis proksimal
hingga glands penis.

Pada abad pertama, ahli bedah dari Yunani Heliodorus dan Antilius, pertama-
tama yang melakukan penanggulangan untuk hipospadia. Dilakukan amputasi dari
bagian penis distal dari meatus. Selanjutnya cara ini diikuti oleh Galen dan Paulus
dari Argentia pada tahun 200 dan tahun 400.

Duplay memulai era modern pada bidang ini pada tahun 1874 dengan
memperkenalkan secara detail rekonstruksi uretra. Sekarang, lebih dari 200 teknik
telah dibuat dan sebagian besar merupakan multi-stage reconstruction yang terdiri
dari first emergency stage untuk mengoreksi stenotic meatus jika diperlukan dan
second stage untuk menghilangkan chordee dan recurvatum, kemudian pada third
stage yaitu uretroplasti.

Beberapa masalah yang berhubungan dengan teknik multi-stage yaitu


membutuhkan operasi yang multiple, sering terjadi meatus tidak mencapai ujung
glans penis, sering terjadi striktur atau fistel uretra, dan dari segi estetika dianggap
kurang baik.

Pada tahun 1960, Hinderer memperkenalkan teknik one-stage repair untuk


mengurangi komplikasi dari teknik multi-stage repair. Cara ini dianggap sebagai
rekonstruksi uretra yang ideal dari segi anatomi dan fungsionalnya, dari segi
estetik dianggap lebih baik, komplikasi minimal, dan mengurangi social cost.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Hipospadia sendiri berasal dari dua kata yaitu “hypo” yang berarti “di
bawah” dan “spadon“ yang berarti keratan yang panjang. Hipospadia adalah
kelainan kongenital dimana muara uretra eksterna (MUE) terletak di ventral
penis dan lebih ke proximal dari tempat normalnya (ujung gland penis). Pada
pasien dengan hipospadia yang berat, kadang tampak seperti ambiguous
genitalia yang mengakibatkan stres emosional dan beban psikologis bagi orang
tua, dan menjadi pertanyaan mengenai jenis kelamin anak mereka.
Tiga tipe anomali yang terkait dengan hipospadia yaitu :
1. Pembukaan ektopik meatus urethra yang letaknya diantara glans dan
pangkal penis
2. Curvatura ventral (chordee)
3. Preputium yang menutup glans dan kelebihan kulit pada bagian dorsal
dan kekurangan kulit pada bagian ventral penis.
Meatus hipospadik juga bisa ditemukan di daerah preputium dan
Chordee sering dikaitkan dengan hipoplasia korpus spongiosum.

B. EPIDEMIOLOGI

Hipospadia terjadi 1:300 kelahiran bayi laki-laki hidup di Amerika Serikat.


Kelainan ini terbatas pada uretra anterior. Pemberian estrogen dan progestin
selama kehamilan diduga meningkatkan insidensinya. Insidensi hipospadia
telah meningkat sejak 15 tahun yang lalu di negara-negara barat dengan angka
kejadian 1 untuk setiap 250 kelahiran bayi laki-laki. Insidensi lebih tinggi
sekiranya terdapat riwayat keluarga dengan hipospadia dengan angka kejadian
1 untuk setiap 100 kelahiran hingga 1 untuk setiap 80 kelahiran bayi laki-laki.
Meskipun ada riwayat familial namun hingga saat ini, belum ditemukan ciri
genetik yang spesifik.

2
C. ANATOMI

Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urin ke luar dari buli-buli


melalui proses miksi. Pada pria organ ini berfungsi juga dalam menyalurkan
cairan mani.

Uretra diperlengkapi dengan sfingter uretra interna yang terletak pada


perbatasan buli-buli dan uretra, dan sfingter uretra eksterna yang terletak pada
perbatasan uretra anterior dan posterior. Secara anatomis uretra dibagi menjadi
dua bagian yaitu:

1. Uretra pars anterior, yaitu uretra yang dibungkus oleh korpus spongiosum
penis, terdiri dari: pars bulbosa, pars pendularis, fossa navikulare, dan
meatus uretra eksterna.
2. Uretra pars posterior, terdiri dari uretra pars prostatika, yaitu bagian uretra
yang dilengkapi oleh kelenjar prostat, dan uretra pars membranasea.

3
D. EMBRIOLOGI

Pada embrio yang berumur 2 minggu baru terdapat 2 lapisan yaitu


ektoderm dan endoderm. Baru kemudian terbentuk lekukan di tengah-tengah
yaitu mesoderm yang kemudian bermigrasi ke perifer, memisahkan ektoderm
dan endoderm, sedangkan di bagian kaudalnya tetap bersatu membentuk
membran kloaka. Pada permulaan minggu ke-6, terbentuk tonjolan
antara umbilical cord dan tail yang disebut genital tubercle. Di bawahnya pada
garis tengah terbenuk lekukan dimana di bagian lateralnya ada 2 lipatan
memanjang yang disebut genital fold.

Selama minggu ke-7, genital tubercle akan memanjang dan membentuk


glans. Ini adalah bentuk primordial dari penis bila embrio adalah laki-laki, bila
wanita akan menjadi klitoris. Bila terjadi agenesis dari mesoderm, maka
genital tubercle tak terbentuk, sehingga penis juga tak terbentuk.

Bagian anterior dari membrana kloaka, yaitu membrana urogenitalia akan


ruptur dan membentuk sinus. Sementara itu genital fold akan membentuk sisi-
sisi dari sinus urogenitalia. Bila genital fold gagal bersatu di atas sinus
urogenitalia, maka akan terjadi hipospadia.

4
E. ETIOLOGI
Hipospadia hasil dari fusi yang tidak lengkap dari lipatan uretra terjadi
pada usiua kehamilan pada minggu ke 8 dan ke 14. Diferensiasi seksual laki-
laki pada umumnya tergantung pada hormone testosteron, dihydrotestosteron,
dan ekspresi reseptor androgen oleh sel target. Gangguan dalam keseimbangan
sistem endokrin baik faktor-faktor endogen atau eksogen dapat menyebabkan
hipospadia. Indikasi untuk beberapa faktor risiko lain juga telah dilaporkan.
Namun, etiologi hipospadia masih belum diketahui.
a. Metabolisme Androgen
Diferensiasi seksual yang normal tergantung pada testosteron dan
metabolismenya bersamaan dengan kehadiran reseptor androgen
fungsional. Gangguan genetik dalam jalur metabolisme androgen
(misalnya disfungsi 5 -alfa-reduktase II atau gangguan reseptor androgen)
dapat menyebabkan hipospadia. Meskipun kelainan dalam metabolisme
androgen dapat menyebabkan hipospadia yang berat, namun tidak dapat
menjelaskan etiologi terjadinya hipospadia yang sedang dan ringan.
b. Sinyal Seluler Abnormal
Hipotesis lain mengenai hipospadia adalah adanya abnormalitas dari
perantara seluler selama perkembangan alat kelamin. Hipotesis ini
berdasarkan penemuan terjadi perubahan diferensiasi otot halus pada
perkembangan genitalia pria dan wanita.

Teori perkembangan uretra pada penis manusia. Beberapa teori seperti yang
telah dijelaskan dalam sebagian besar buku pelajaran embriologi, kelenjar uretra

5
dibentuk karena perkembangan epidermis pada perkembangan ectodermal. Data
kami mendukung pembentukan uretra secara keseluruhan terjadi hanya melalui
deferensiasi endodermal.

c. Gangguan Endokrin
Salah satu penyebab hipospadia kemungkinan disebabkan adanya
kontaminasi lingkungan, dimana dapat mengintervensi jalur androgen
yang normal dan dapat mengganggu sinyal seluler. Hal ini dapat diketahui
dari beberapa bahan yang seing dikonsumsi oleh manusia yang banyak
mengandung aktivitas estrogen, seperti pada insektisida yang sering
digunakan untuk tanaman, estrogen alami pada tumbuhan, produk-produk
plastic, dan produk farmasi. Selain itu, banyak bahan logam yang
digunakan untuk industry makanan, bagian dalamnya dilapisi oleh bahan
plastic yang mengadung substansi estrogen. Substansi estrogen juga dapat
ditemukan pada air laut dan air segar, namun jumlahnya hanya sedikit.
Ketika estrogen tersebut masuk ke dalam tubuh hewan, jumlah estrogen
paling tinggi berada pada puncak rantai makanan, seperti ikan besar,
burung, mamalia laut dan manusia, sehingga menyebabkan kontaminasi
estrogen yang cukup besar. Pada beberapa spesies, kontaminasi estrogen
dapat mempengaruhi fungsi reproduksi dan kesehatan. Sebagai contoh,
terjadi penipisan kulit telur karena pengaruh estrogen.
d. Faktor Genetik
Usia ibu saat melahirkan dapat menjadikan salah satu factor resiko
terjadinya hipospadia. Sebuah langsung korelasi terlihat antara usia ibu
yang tua dengan meningkatkan kejadian hipospadia, dan lebih ditandai
dengan bentuk parah dari cacat lahir.

F. KLASIFIKASI
Pembagian hipospadia berdasarkan anatomi :
a. Anterior
Dimana meatus tampak pada bagian inferior dari glands penis.
b. Coronal
Dimana meatus tampak pada alur batang penis.

6
c. Distal
Dimana meatus tampak pada bagian bawah batang penis.

Pembagian hipospadia berdasarkan kesulitan rekonstruksi :


a. Hipospadia pada bagian distal korpus spongiosum dengan sedikit atau
tidak ada kelengkungan ventral.
b. Hipospadia pada bagian proksimal spongiosum dengan kelengkungan
ventral yang ditandai dengan perkembangan jaringan ventral yang sedikit,
dan kadang-kadang terkait dengan perkembangan asimetris dari corpora
cavernosa.
c. Hipospadia cacat yang sudah menjalani beberapa prosedur dan
meninggalkan jaringan bekas luka.

G. DIAGNOSIS
Ketika pasien pertama kali datang, pertanyaan dibuat mengenai riwayat
obat-obatan di awal kehamilan, riwayat keluarga, arah dan kekuatan aliran
kemih dan adanya penyemprotan pada saat buang air kecil. Pemeriksaan fisik
meliputi kesehatan umum dan perkembangan pertumbuhan dengan perhatian
khusus pada sistem saluran kemih seperti pembesaran salah satu atau kedua
ginjal dan amati adanya cacat lahir lainnya. Khas pada hipospadia adalah
meatus uretra pada bagian ventral dan perselubungan pada daerah dorsal serta
terdapat defisiensi kulit preputium, dengan atau tanpa chordee dan hipospadia
berat berupa suatu skrotum bifida. Ukuran meatus uretra dan kualitas dinding
uretra (corpus spongiosum) pada proksimal meatus juga berbeda. Derajat
hipospadia sering digambarkan sesuai dengan posisi meatus uretra dalam
kaitannya dengan penis dan skrotum. Ini harus dilakukan dengan sangat hati-
hati untuk kemungkinkunan timbul keraguan karena dengan adanya chordee

7
yang signifikan. Sebuah meatus yang berada di wilayah subcoronal mungkin
sebenarnya juga sangat dekat dengan persimpangan penoscrotal dan karena itu
setelah koreksi chordee, meatus akan surut ke daerah proksimal batang penis
memerlukan rekonstruksi uretra yang luas. Sebaliknya, meatus yang terletak
di wilayah subcoronal dalam ketiadaan chordee cocok dengan hipospadia
ringan. Oleh karena itu karena kehadiran chordee yang signifikan, posisi
meatus uretra harus dijelaskan dalam kaitannya dengan persimpangan
penoscrotal dan korona. Tingkat chordee dapat secara akurat dinilai dengan
induksi ereksi dengan mengompresi kavernosum terhadap rami pubis.
Kehadiran satu atau kedua testis di skrotum harus dicatat. Pada sebagian besar
kasus, pasien dengan testis hipospadia ringan sampai sedang dan kedua testis
yang dapat turun secara genotif adalah laki-laki normal. Namun dalam kasus
hipospadia yang berat, terutama bila dikaitkan dengan testis yang tidak turun
baik unilateral atau bilateral, muncul pertanyaan tentang interseks.
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
yaitu urethtroscopy dan cystoscopy untuk memastikan organ-organ seks
internal terbentuk secara normal. Excretory urography dilakukan untuk
mendeteksi ada tidaknya abnormalitas kongenital pada ginjal dan ureter.

H. DIAGNOSA BANDING

Hipospadia yang terkait dengan pemisahan dari kantung skrotum, testis


yang tidak turun (UTD), alat kelamin yang belum jelas (ambiguous genitalia),,
dan hernia inguinalis (mengandung gonad).

I. PENATALAKSANAAN
Bedah rekonstruksi mungkin terapi pilihan untuk hipospadia. Tujuan
utama dari rekonstruksi adalah untuk membuat celah vertikal meatus, untuk
meluruskan penis pada kasus kelengkungan dan menghasilakn bentuk yang
baik secara kosmetik. Aspek penting lainnya untuk rekonstruksi adalah untuk
menghindari penis yang memendek dan penggunaan kulit yang optimal tanpa
menggunakan kulit scrotum untuk menutup penis. Usia optimal untuk koreksi
hypospadia adalah antara usia 6 dan 24 bulan. Adanya dihidrotestosteron

8
memungkinkan untuk mengoptimalkan ukuran penis pada usia awal bila
dilakukan operasi. Dalam sebagian besar kasus, operasi dapat dilakukan dalam
satu langkah. Operasi dua-langkah jarang dilakukan, misalnya dalam kasus,
insufisiensi dari kulit uretra atau hipoplasia kulit seperti yang sering
ditemukan dalam hipospadia pasca operasi. Operasi hipospadia mengikuti
langkah: meluruskan penis (orthoplasty), rekonstruksi dari uretra
(urethroplasty), rekonstruksi meatus (meatoplasty), rekonstruksi kelenjar
(glanuloplasty) dan rekonstruksi kulit penis serta skrotum bila diperlukan.

a. Hipospadia Anterior
Teknik yang dilipih untuk hipospadia anterior tergantung pada posisi
anatomi dari penis yang hipospadia. Teknik yang paling sering digunakan
adalah MAGPI (meatal advance glansplasty), GAP (glans approximation
procedure), metode Mathieu atau disebut flip-flap dan incise pipa
uretroplasti.
1) Teknik MAGPI (meatal advance glansplasty)

Teknik MAGPI dirancang oleh Duckett pada tahun 1981 (20).


Teknik ini akan memberikan hasil yang maksimal jika pasien
mengikuti dengan tepat. Penis dengan hipospadia yang cocok untuk
dilakukan MAGPI adalah dengan jaringan pada punggung dalam

9
glands yang mengalirkan urin baik dari koronal atau sedikit ke meatus
subcoronal. Setelah pasien tertidur, uretra itu sendiri harus memiliki
dinding ventral yang normal, tanpa ada bagian yang tipis atau atresia
uretra spongiosum. Uretra juga harus menjadi mobile sehingga dapat
maju ke glands.
2) Teknik GAP (glans approximation procedure)

Prosedur GAP berlaku pada pasien dengan hipospadia anterior


kecil yang memiliki alur glands luas dan mendalam. Pada pasien ini
tidak memiliki jembatan jaringan kelenjar yang biasanya mngalirkan
aliran kemih, seperti yang terlihat pada pasien yang akan lebih tepat
diobati dengan teknik MAGPI. Dalam teknik GAP, uretra yang
berlubang lebar akan dilakukan tubularisasi primer dengna
mnggunakan stent.

10
3) Incisi Tubularirasi Urethroplasty

Secara historis, jika alur uretra tidak cukup lebar untuk tubularisasi
di situ, seperti pada teknik GAP atau prosedur Thiersch Duplay,
kemudian pendekatan alternatif seperti Mathieu atau untuk penanganan
hipospadia yang lebih parah, flap pedikel dengan vascularisasi bias
dilakukan. Baru-baru ini konsep sayatan di kulit uretra dan
dilakukannya tubularisasi dan penyembuhan sekunder telah
diperkenalkan oleh Snodgrass. Hasil jangka pendek sangat baik dan
prosedur ini memiliki popularitas yang luas. Salah satu aspek yang
menarik adalah adanya celah yang menyerupai meatus, yang dibuat
dengan sayatan pertengahan garis punggung. Baru-baru ini, teknik ini
telah diterapkan untuk bentuk-bentuk hipospadia posterior. Secara
teoritis, ada kekhawatiran tentang kemungkinan stenosis meatus dari
jaringan parut, dimana sering terjadi striktur uretra pada pasien dengan
urethrotomy internal yang sering menyebabkan striktur berulang. Pada
hipospadia, pada jaringan dengan suplai darah yang sangat baik dan
aliran pembuluh darah yang besar, tampaknya dapat merespon baik
terhadap sayatan primer dan sekunder pada penyembuhan tanpa
meninggalkan bekas luka.
Pada perbaikan hipospadia distal, meskipun tingkat morbiditas
relative rendah, hasil kosmetik yang mungkin sulit untuk menilai dan
memuaskan dalam proporsi yang signifikan, terutama setelah
perbaikan Mathieu.

11
4) Hipospadia Posterior

Kita sudah cukup puas dengan teknik onlay island flap untuk
hipospadia untuk kasus pada hipospadia pada batang penis dan kasus-
kasus yang lebih parah dari hipospadia. Onlay island flap telah
berhasil diuji dengan hasil jangka panjang yang sangat baik. Tidak
membuang kulit uretra pada teknik onlay island flap telah
menyingkirkan striktur anastomosis bagian proksimal dan telah
mengurangi kejadian formasi fistula. Ketika kelengkungan penis
diperlukan, dapat dikoreksi dengan lipatan punggung. Laporan terbaru
telah memperkenalkan teknik standar dan variasi yang lebih halus.
Kadang-kadang operasi yang luas diperlukan dan dalam beberapa
kasus, beberapa operasi menyebabkan hasil yang kurang optimal pada
beberapa anak, pasien kemudian diklasifikasikan sebagai " cacat
hipospadia ". Untuk hipospadia yang sangat parah, kulit preputium
yang dapat dirancang sebagai gaya tapal kuda untuk menjembatani
jarak yang luas.

Operasi hipospadia merupakan salah satu masalah yang paling sering


dibicarakan bagi ahli bedah rekonstruktif, dan ahli bedah urolog, dan pediatrik
karena tingkat komplikasi yang tinggi. Faktanya ada sekitar 250 operasi yang
berbeda untuk mengelola masalah rumit, yang menunjukkan bahwa tidak ada
operasi tunggal yang disukai oleh semua ahli bedah di dunia karena tidak ada
teknik tunggal memberikan hasil baik yang seragam. Satu tahap perbaikan
secara alami disukai karena trauma post operasi berkurang, tidak ada bekas

12
luka pada kulit, menurunkan jumlah rawat inap dan lebih ekonomis. Tapi ahli
bedah tertentu tetap yakin ada keterbatasan dan kelemahan dari operasi satu
langkah dan terus berlatih operasi dua tahap.

Hormon yang terlibat dalam fungsi testis (gonadotropin, androgen)


umumnya tidak terpengaruh baik pada anak-anak atau orang dewasa. Namun,
data menunjukkan faktor epidemiologis, klinis, dan biologis dapat merupakan
factor risiko untuk kesuburan: insiden tinggi gangguan migrasi testis, kelainan
histologis hasil tes seperti hypospermatogenesis, dan insidensi konsentrasi
spermatozoa rendah yang tinggi. Terakhir, belum ada evaluasi kejadian
infertilitas pada populasi pasien dengan hipospadia yang baik dioperasikan
pada anak-anak atau yang tidak menjalani bedah perbaikan.

J. KOMPLIKASI
a. Fistula
Fistula uretrokutan merupakan masalah utama yang sering muncul
pada operasi hipospadia. Fistula jarang menutup spontan dan dapat
diperbaiki dengna penutupan berlapis dari flap kulit lokal. Dilakukan
fistuloraphy.
Pembentukan fistula sebagian besar di persimpangan neourethra
dengan uretra asli, dan frekuensi tinggi di kasus hipospadia proksimal.
b. Stenosis meatus
Stenosis atau menyempitnya meatus uretra dapat terjadi. Adanya aliran
air seni yang mengecil dapat menimbulkan kewaspadaan atas adanya
stenosis meatus.
Masalah teknis seperti pembuatan meatus lumen yang sempit atau
terlalu ketat glanuloplasty dapat menjadi penyebab stenosis meatus.
c. Striktur
Keadaan ini dapat berkembang sebagai komplikasi jangka panjang dari
operasi hipospadia. Keadaan ini dapat diatasi dengan pembedahan, dan
dapat membutuhkan insisi, eksisi atau reanastomosis.
d. Divertikula

13
Divertikula uretra dapat juga terbentuk ditandai dengan adanya
pengembangan uretra saat berkemih. Striktur pada distal dapat
mengakibatkan obstruksi aliran dan berakhir pada divertikula uretra.
Divertikula dapat terbentuk walaupun tidak terdapat obstruksi pada bagian
distal. Hal ini dapat terjadi berhubungan dengan adanya graft atau flap
pada operasi hipospadia, yang disangga dari otot maupun subkutan dari
jaringan uretra asal.
e. Terdapatnya rambut pada uretra
Kulit yang mengandung folikel rambut dihindari digunakan dalam
rekonstruksi hipospadia. Bila kulit ini berhubungan dngan uretra, hal ini
dapat menimbulkan masalah berupa infeksi saluran kemih dan
pembentukan batu saat pubertas. Biasanya untuk mengatasinya digunakan
laser atau kauter, bahkan bila cukup banyak dilakukan eksisi pada kulit
yang mengandung folikel rambut lalu kemudian diulang perbaikan
hipospadia.

K. PROGNOSIS

Secara umum hasil fungsional dari one-stage procedure lebih baik


dibandingkan dengan multi-stage procedures karena insidens terjadinya fistula
atau stenosis lebih sedikit, dan lamanya perawatan di rumah sakit lebih singkat,
dan prognosisnya baik.

BAB III

14
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS
Nama : An. A
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 14 tahun

A. ANAMNESIS
Keluhan Utama : kencing keluar tidak dari ujung penis
Riwayat Penyakit Sekarang :
Sejak lahir pasien buang air kecil tidak dari ujung penis tetapi dari lubang
di bagian bawah penis dan penderita tidak memiliki lubang kencing di ujung
penis seperti laki-laki pada umumnya. Bila penis penderita ereksi, penis
membengkok ke arah bawah. Buang air kecil tidak ada keluhan. Buang air
kencing selalu lancar. Tidak pernah anyang-anyangan, tidak pernah kencing
berwarna kemerahan atau keruh, tidak pernah keluar batu, tidak pernah terasa
panas saat kencing. Penderita masih bisa menahan kencing. Kedua buah pelir
ada di kantong pelir.

Riwayat Perawatan Kehamilan :


Penderita lahir cukup bulan, lahir di rumah ditolong oleh bidan.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Riwayat ibu demam tinggi saat kehamilan : disangkal
Riwayat mengkonsumsi antibiotik : disangkal
Riwayat paparan sinar X : disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :


Riwayat sakit serupa : disangkal
Riwayat sakit jantung : disangkal
Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal

B. PEMERIKSAAN FISIK

15
Keadaan Umum : Baik,
Kesadaran : komposmentis
Tanda Vital : Nadi : 80 x/menit TD: 110/60 mmHg
RR : 18 x/menit Suhu : 36,5 0C
Kulit : sawo matang, kulit kering (-)
Kepala : mesosefal
Mata : konjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor
 3 mm / 3 mm, reflek cahaya (+/+)
Telinga : discharge (-/-)
Hidung : napas cuping (-), discharge (-/-)
Mulut : bibir kering (-), sianosis (-)
Tenggorok : T1-1, faring hiperemis (-)
Leher : simetris, trakea di tengah, pembesaran nnl (-/-)
Thorak : Jantung : I : Ictus cordis tidak terlihat
Pa: Ictus cordis tidak teraba
Pe: Batas atas : RIC II linea parasternal sinistra
Batas kanan : linea parasternal dekstra
Batas kiri : di RIC V 2 cm medial LMCS
Au: bunyi jantung I-II murni, bising (-), gallop (-)
Paru : I : simetris statis dinamis
Pa: taktil fremitus kanan = kiri
Pe: Sonor seluruh lapangan paru
Au: Suara dasar vesikuler, wheezing (-), ronki (-)
Abdomen : I : datar, venektasi (-), jejas (-)
Au: bising usus (+) normal
Pe : timpani, pekak sisi (+) normal, pekak alih (-)
Pa : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : superior inferior
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Oedem -/- -/-
Cap. Refill <2”/<2” <2 “/<2”

16
Polidaktili -/- -/-
Sindaktili -/- -/-
Kelainan Vertebra : (-)
Anus : (+) dbn

C. STATUS LOKALIS
Status Urologi :
A. Regio costovertebra Dextra

Inspeksi : Tampak alignment tulang baik, gibbus tidak ada, skoliosis


tidak ada, edema dan hematom tidak ada

Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, massa tumor tidak ada, tidak teraba
ballottement

Perkusi : Nyeri ketok tidakada

B. Regio Costovertebra Sinistra

Inspeksi : Tampak alignment tulang baik, gibbus tidak ada, skoliosis


tidak ada, edema dan hematom tidak ada

Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, massa tumor tidak ada, tidak teraba
ballottement

Perkusi : Nyeri ketok tidak ada

C. Regio Suprapubik

Inspeksi : tidak tampak massa tumor, warna kulit sama dengan


sekitarnya,hematomtidak ada, jejas tidak ada

Palpasi : Tidak Teraba benjolan, nyeri tekan tidak ada

Genetalia Eksterna

a. Penis:

17
Inspeksi : Tampak sudah disirkumsisi,warna kulit lebih gelap dari
sekitarnya, OUE berada di corona penis bagian inferior,
udem tidak ada, hematom tidak ada.

Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, massa tumor tidak ada.

b. Scrotum:
Inspeksi : Tampak menggantung, warna lebih gelap dari warna kulit
sekitarnya, udem tidak ada, hematom tidak ada
Palpasi : Teraba 2 buah testis dengan bentuk dan ukuran kesan
normal.Nyeri tekan tidak ada.
c. Perineum

Inspeksi : Warna kulit lebih gelap dari sekitarnya, massa tumor tidak
tampak, edema dan hematoma tidak ada

Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, massa tumor tidak teraba

D. DIAGNOSIS KERJA
Hipospadia subcorona

E. PENATALAKSANAAN
Rencana Urethroplasty

DAFTAR PUSTAKA

18
1. Baskin, L. 2000. HYPOSPADIAS. ANATOMY, EMBRYOLOGY, AND
RECONSTRUCTIVE TECHNIQUES. Brazilian Journal of Urology. Vol.
26 (6): 621-629, November - December, 2000.

2. Rey, RA., Codner, E. 2005. Low Risk of Impaired Testicular Sertoli and
Leydig Cell : Functions in Boys with Isolated Hypospadias. J Clin
Endocrinol Metab, November 2005, 90(11):6035–6040.

3. Djacovic, N., Nyarangi-Dix, J. 2008. Hypospadias. Advances in Urology.


Volume 2008, Article ID 650135, 7 pages.

4. Arap, S., Mitre, AI. 2000. PENOSCROTAL HYPOSPADIAS. Brazilian


Journal of Urology. Vol. 26 (3): 304-314, May - June, 2000.

5. Man, DW. 1985. An Approach to Hypospadias Management. Journal of


the Hong Kong Medical Association, Vol. 37, No. 2, 1985.

6. Brouwers, MM., Feitz, WFJ. 2006. Hypospadias: a transgenerational effect


of diethylstilbestrol?. Society of Human Reproduction and Embryology.
Human Reproduction Vol.21, No.3 pp. 666–669, 2006.

7. Fisch, H., Golden, RJ. 2001. MATERNAL AGE AS A RISK FACTOR


FOR HYPOSPADIAS. The Journal Of Urology® Vol. 165, 934–936,
March 2001.

8. Snodgrass, W., Macedo, A. 2010. Hypospadias dilemmas: A round table.


Journal of Pediatric Urology Company. Journal of Pediatric Urology
(2011) xx, 1-13.

9. Ismail, KA. 2009. Proximal Hypospadias: Is Still There a Place for Two
Stage Urethroplasty?. Annals of Pediatric Surgery. Vol 5, No 4, October
2009, PP 274-281.

19
10. Mieusset, R., Soulie, M. 2005. Hypospadias: Psychosocial, Sexual, and
Minireview Reproductive Consequences in Adult Life. Journal of
Andrology, Vol. 26, No. 2, March/April 2005.

11. Ahmed, J. 2010. TRANSVERSE PREPUTIAL ISLAND FLAP FOR


HYPOSPADIAS REPAIR. Journal of Surgery Pakistan (International) 15
(3) July - September 2010.

12. Castagnetti, M., Scarpa, MG. 2006. Evaluation of cosmetic results in


uncomplicated distal hypospadias repairs. Journal of Andrological
Sciences 2009;16:121-124.

13. Wang, M. 2008. Endocrine Disruptors, Genital Review Development, and


Hypospadias. Journal of Andrology, Vol. 29, No. 5, September/October
2008.

14. Pai, W., Tseng H. 2007. Ambiguous Genitalia during Neonatal Period : A
15-Year Experience at a Medical Center. Clinical Neonatology 2007 Vol.
14 No.2.

15. Cafici, D., Iglesias, A. 2002. Prenatal Diagnosis of Severe Hypospadias


With Two- and Three-dimensional Sonography. American Institute of
Ultrasound in Medicine • J Ultrasound Med 21:1423–1426, 2002.

20

Anda mungkin juga menyukai