Anda di halaman 1dari 15

GIS FOR MANGROVE

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia adalah salah satu Negara yang memiliki wilayah pesisir yang luas dengan
panjang garis pantai 95.181 km, dan menjadikan Indonesia mempunyai potensi sumber daya alam
pesisir dengan keanekaragaman ekosistem salah satunya yang ada dalam wilayah pesisir Indonesia
adalah ekosistem Mangrove.
Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem dengan peralihan antara darat dan
laut atau dengan perairan dekat muara sungai. Maka dari itu ekosistem Mangrove di pengaruhi
oleh pasang surut air laut, mangrove dapat diartikan sebagai kelompok tumbuhan yang terdiri dari
berbagai jenis suku yang berbeda, tetapi memiliki kesamaan dalam penyusuaian diri terhadap
habitat yang dipengaruhi pasang surutnya air laut dan mangrove bukan vegetasi yang
membutuhkan kadar garam tinggi, tetapi vegetasi mangrove dapat bertahan di wilayah dengan
kadar garam yang tinggi.
Ekosistem mangrove adalah salah satu obyek yang bisa diidentifikasi dengan
menggunakan teknologi penginderaan jauh. Letak geografis ekosistem mangrove yang berada
pada daerah peralihan darat dan laut memberikan efek perekaman yang khas jika dibandingkan
obyek vegetasi darat lainnya. Efek perekaman tersebut sangat erat kaitannya dengan karakteristik
spektral ekosistem mangrove, hingga dalam identifikasi memerlukan suatu transformasi tersendiri.
Pada umumnya untuk deteksi vegetasi digunakan transformasi indeks vegetasi (Danoedoro, 1996).
Penginderaan jauh merupakan teknologi yang cepat dan efisisen untuk pengelolaan
ekosistem mangrove yang banyak terdapat di pesisir, kebanyakan daerah sulit dijangkau,
pengukuran lapangan sulit dilakukan dan biaya yang mahal (Held et al., 2003 in Vaiphasa, 2006).
Hal ini didukung oleh banyaknya aplikasi penginderaan jauh untuk studi mangrove yang berhasil
dilakukan khususnya untuk inventarisasi sumberdaya dan deteksi perubahan mangrove (Vaiphasa,
2006). Ekosistem mangrove adalah salah satu obyek yang bisa diindentifikasi dengan
menggunakan teknologi penginderaan jauh. Letak geografi ekosistem mangrove yang berada pada
daerah peralihan darat dan laut memberikan efek perekaman yang khas jika dibandingkan obyek
vegetasi darat lainnya. Efek perekaman tersebut sangat erat kaitannya dengan karakteritik spektral
ekosistem mangrove, hingga dalam identifikasi memerlukan suatu transformasi tersendiri. Pada
umumnya untuk deteksi vegetasi digunakan transformasi indeks vegetasi. Dalam penelitian ini
akan memetakan spesies mangrove berdasarkan nilai Normalized Difference Vegetation Index
(NDVI) dan dikelompokan nilai piksel.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang didapatkan berdasarkan latar belakang diatas adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana persebaran spesies mangrove dengan menggunakan teknologi pengindraan
jauh?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini berdasarkan latar belakang diatas adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui persebaran spesies mangrove dengan menggunakan teknologi
pengindraan jauh.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang ingin di peroleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mampu mengetahui persebaran setiap spesies mangrove di patasari serta memanfaatkan


hyperspectral data untuk menentukan spesies mangrove.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hutan Mangrove
Mangrove atau hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan sub
tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan
berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Mangrove juga didefinisikan sebagai
formasi tumbuhan daerah litoral yang khas di pantai daerah tropis dan sub tropis yang terlindung
(Saenger 1983 dalam M Khazali 2006).
Kusmana (1997), mengemukakan bahwa mangrove adalah suatu komunitas tumbuhan atau
suatu individu jenis tumbuhan yang membentuk komunitas tersebut di daerah pasang surut. Hutan
mangrove adalah tipe hutan yang secara alami dipengaruhi oleh pasang surut air laut, tergenang
pada saat pasang naik dan bebas dari genangan pada saat pasang rendah. Ekosistem mangrove
adalah suatu sistem yang terdiri atas lingkungan biotik dan abiotik yang saling berinteraksi di
dalam suatu habitat mangrove.

2.2 Kondisi Fisik Hutan Mangrove


Vegetasi mangrove secara khas memperlihatkan adanya pola zonasi . Beberapa ahli
(seperti Chapman, 1977 & Bunt dalam M Khazali 2006) menyatakan bahwa hal tersebut berkaitan
erat dengan tipe tanah (lumpur, pasir atau gambut), keterbukaan terhadap hempasan gelombang,
salinitas serta pengaruh pasang surut. Sebagian besar jenis-jenis mangrove tumbuh dengan baik
pada tanah berlumpur, terutama di daerah dimana endapan lumpur terakumulasi. Di Indonesia,
substrat berlumpur ini sangat baik untuk tegakan Rhizophora mucronata and Avicennia marina
(Kint, 1934 dalam M Khazali 2006). Jenis-jenis lain seperti Rhizopora stylosa tumbuh dengan baik
pada substrat berpasir, bahkan pada pulau karang yang memiliki substrat berupa pecahan karang,
kerang dan bagian-bagian dari Halimeda (Ding Hou, 1958 dalam M Khazali 2006. (Kint 1934
dalam M Khazali 2006) melaporkan bahwa di Indonesia, R. stylosa dan Sonneratia alba tumbuh
pada pantai yang berpasir, atau bahkan pada pantai berbatu.
2.3 Penginderaan Jauh
Penginderaan jauh merupakan ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu
objek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan menggunakan suatu alat
tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau fenomena yang dikaji (Lillesand and Kiefer,
1979 dalam Solichia, 2011). Lo (1986) mendefinisikan inderaja sebagai suatu teknik untuk
mengumpulkan informasi mengenai objek dan lingkungannya dari jarak jauh tanpa sentuhan fisik.
Paine (1992) mendefinisikan inderaja sebagai identifikasi dan pengkajian obyek pada daerah jauh
dengan menggunakan energi elektromagnetik yang dipantulkan atau dipancarkan obyek.

1.4 Indeks Vegetasi NDVI


Indeks Vegetasi (NDVI) Indeks vegetasi (NDVI) dapat merepresentasikan kerapatan
(biomassa) atau tingkat kehijauan dihitung sebagai rasio antara pantulan terukur dari band merah
(R) dan band infra merah dekat (NIR) pada spektrum gelombang elektromagnetik. Kedua band ini
dipilih karena hasil ukurannya paling dipengaruhi oleh penyerapan klorofil daun. Sinar merah (R)
sangat sedikit dipantulkan sedangkan sinar inframerah dekat (NIR) dipantulkan dengan kuat.
Secara teoritis nilai NDVI berkisar antara -1 hingga +1 namun nilai indek vegetasi bakau secara
umum berada pada kisaran antara +0,1 hingga +0,7. Nilai NDVI yang lebih besar dari kisaran ini
diasosiasikan sebagai representasi dari tingkat kesehatan vegetasi yang lebih baik (Soenarmo,
2009).

1.5 Hyperspectral Data


Keuntungan dari data hyperspectral adalah bahwa fitur spektral yang sempit dapat
digunakan untuk memberi lebih banyak informasi dari target daripada yang dimungkinkan dengan
pita lebar yang digunakan oleh saluran multispectral. Karakteristik yang paling penting dari data
adalah bahwa ia berisi sejumlah besar saluran spektral sempit dari rentang panjang gelombang
optik. Jumlah saluran dapat bervariasi dari beberapa puluh saluran hingga ratusan saluran. Lebar
satu saluran dalam rentang cahaya tampak adalah dari mungkin satu nanometer sampai 20
nanometer. Lebar saluran mungkin lebih besar pada rentang SWIR (ShortWave InfraRed) dan
panjang gelombang termal. Sensor hiperspektral juga dapat membantu pendeteksian target secara
otomatis dalam menyerap dan memantulkan radiasi pada panjang gelombang yang berbeda.
(Udayton.Edu, 2017)
2.6 Karakteristik Sentinel-2
Sentinel-2 adalah salah satu satelit penginderaan jauh dengan sensor pasif buatan Eropa
multispektal yang mempunyai 13 band, 4 band beresolusi 10 m, 6 band beresolusi 20 m, dan 3
band bereolusi spasial 60 m dengan area sapuan 290 km. Resolusi spasial yang dibilang tinggi
,cakupan spektrum yang luas merupakan langkah maju yang besar dibandingkan dengan
multispektral lainnya. Tujuan dari Sentinel-2 untuk menyajikan data untuk kepentingan
monitoring lahan, dan merupakan data dasar untuk penggunaan pada beragam aplikasi, mulai dari
pertanian sampai perhutanan, dari monitoring lingkungan sampai dengan perencanaan perkotaan,
deteksi perubahan tutupan lahan, penggunaan lahan, pemetaan risiko bencana serta beragam
aplikasi lainnya. (Esa, 2017)

Tabel 1. Karakteristik citra Sentinel 2a (sumber: Esa, 2017)


Sentinel-2 Band Centra Wavelength Resolution

Band 1 - Coastal aerosol 0,443 60

Band 2 – Blue 0,49 10

Band 3 – Green 0,56 10

Band 4 – Red 0,665 10

Band 5 - Vegetation Red Edge 0,705 20

Band 6 - Vegetation Red Edge 0,74 20

Band 7 - Vegetation Red Edge 0,783 20

Band 8 – NIR 0,842 10

Band 8A - Vegetation Red Edge 0,865 20

Band 9 - Water vapour 0,945 60

Band 10 - SWIR – Cirrus 1,375 60

Band 11 – SWIR 1,61 20

Band 12 – SWIR 2,19 20


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Gambar 1. Peta lokasi Mangrove Patasari


Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober sampai dengan November 2017. Lokasi
penelitian di Hutan Mangrove Patasari. Secara geografis Hutan Mangrove Patasari termasuk dalam
wilayah Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung, Provinsi Bali.

3.2 Alat dan Bahan


2.2.1 Alat di Lapangan
Alat Kegunaan

GPS `Untuk mengambil titik lokasi mangrove

Alat tulis `Untuk mencatat jenis mangrove

Buku Identifikasi Mangrove Untuk mengidentifikasi mangrove pada saat


pengambilan kordinat
1.2.2 Alat Pengolahan Citra
Alat Kegunaan

ArcGis 10.3 `Untuk Mengolah Peta Sebaran NDVI


`Mangrove

ENVI 5.1 Untuk Koreksi Geometrik Citra

Qgis 2.14 `Untuk Membuat Peta Lokasi Penelitian

Microsoft word 2013 `Untuk Menyusun Hasil Penelitan

Microsoft Excel 2013 `Untuk Menyusun Nilai NDVI dan Nilai


`Kerapatan lapangan

Kamputer/Laptop `Untuk Menyusun data hasil penelitan

2.2.3 Bahan
Bahan Kegunaan

Citra Satelit Sentinel 2a `Sebagai Bahan dasar untuk mengolah data


3.3 Tahapan Penelitian

Citra satelit Penentuan titik sampel


sentinel 2a dan Ground Check
Point

Koreksi Geometrik Data kordinat GCP Survei lapangan

RMS
<1
piksel

Ya

Citra Pemotongan Citra


Terkoreksi Analisis NDVI

Klasifikasi nilai
piksel NDVI per
spesies

Overlay

Peta NDVI Peta Sebaran


Mangrove Spesies
Mangrove
Penjelasan diagram alir sebagai berikut:

1. Pengambilan titik-titik sampel dan GCP kemudian pembetulan citra secara geometric
sehingga proyeksi peta dan sistem koordinat yang digunakan sesuai dengan dunia nyata.
Koreksi geometric pada citra dengan bantuan pengambilan titik Ground Control Point
(GCP) di lapangan menggunakan GPS. Dan apabila nilai Root Mean Square lebih dari 1
maka koreksi geometric harus diulangi sampai mendapatkan citra yang georeferensi.
2. Data citra Sentinel 2A tahun 2016 dilakukan pemotongan sesuai dengan batasan wilayah
mangrove patasari.
3. Melakukan pengolahan indek vegetasi NDVI dengan cara memasukan algoritma indeks
vegetasi NDVI.
4. Pengelompokan indeks vegetasi atau pengklasifikasian nilai NDVI di setiap piksel pada
titik-titik di lapangan.
5. Kemudian yang terakhir di overlay dan didapatkan peta sebaran spesies mangrove.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

PERSENTASE SPESIES DOMINAN


DI MANGROVE PATASARI

20%

5% 44%

31%

1. Rhizopora Mucronata 2. Rhizopora Apiculata


3. Bruguiera Gymnorhiza 4. Sonneratia Alba

4.2 Pembahasan

Pentingnya hutan mangrove berkembang dari skala lokal sampai global, di mana berbagai
tujuan pemangku kepentingan berusaha untuk menentukan masa depannya. Karena aktivitas
antropogenik yang tidak direncanakan dan ilegal, perubahan iklim dan kejadian cuaca ekstrem,
ekosistem mangrove penting ini telah terpengaruh selama 250 tahun terakhir. Dalam situasi ini,
informasi berkala tentang komposisi spesies mangrove, distribusi spasial dan perubahan yang
terjadi seiring waktu sangat penting untuk pemahaman menyeluruh tentang keanekaragaman
hayati mangrove dan pengelolaan mangrove secara berkelanjutan. Penekanan pada pembuatan
database yang terkait dengan komposisi spesies mangrove dan dinamika tingkat spesies hutan
mangrove patasari untuk mengelola keseluruhan ekosistem dapat membantu mempertahankan
sumber daya berharga ini dengan baik ke masa depan. Untuk melakukan ini, diperlukan metode
hemat, menghemat waktu, efisien dan biaya rendah. Dalam penelitian ini, saya menggunakan data
Sentinel 2A resolusi menengah konvensional dan metode klasifikasi dan perubahan deteksi
konvensional untuk mengidentifikasi komposisi spesies mangrove. Hasil yang didapatkan
menunjukkan potensi menghasilkan komposisi spesies mangrove yang relatif akurat. Dengan
spesies yang mendominasi yaitu Rhizopora mucronata sebanyak 44% menutupi area, Rhizopora
apiculata 31%, Sonneratia alba 20%, Bruguiera gymnorhiza 5%. Pengaruh alam dan
antropogenik yang berbeda-beda, peningkatan salinitas, pencemaran sampah dan perubahan iklim,
telah memainkan peran penting dalam mewujudkan perubahan spesies mangrove yang diamati.
Pemantauan terus menerus penting untuk mengembangkan rencana pengelolaan yang lebih baik
untuk mangrove di patasari dan mangrove lainya. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini dapat
memberikan informasi kuantitatif yang tak ternilai untuk pengelolaan ekosistem mangrove
patasari yang lebih baik dan berkelanjutan. Hasil ini juga dapat dibagi dengan perencana
pengelolaan hutan, pemangku kepentingan terkait dan pembuat kebijakan untuk digunakan dalam
pengambilan keputusan mengenai isu-isu seperti perencanaan pengelolaan hutan dan identifikasi
metode biaya rendah, yang dapat digunakan dalam konteks pengelolaan hutan terpadu.

Dominansi relatif mangrove di Patasari untuk jenis, Rhizophora mucronata, Rhizophora


apiculata, Sonneratia alba dan Bruguiera gymnorhiza memiliki persentase dominansi sangat
relatif. Rhizophora mucronata bisa banyak dijumpai hidup pada pinggiran hutan mangrove dengan
substrat lumpur. Rhizophora mucronata banyak dijumpai di daerah sungai atau muara yang
memiliki lumpur, dan mudah beradaptasi pada kemiringan yang bervariasi. Rhizophora mucronata
juga toleran terhadap substrat yang lebih keras dan pasir, jarang hidup di area jauh dari pasang
surut air laut. Menurut Noor et al., (1999), tingkat dominansi dapat mencapai 99 % dari vegetasi
yang tumbuh di suatu lokasi yang sama dalam satu areal.

Pada Hasil yang didapatkan menunjukkan potensi menghasilkan komposisi dominasi


spesies mangrove yang relatif akurat. Dengan spesies yang mendominasi yaitu Rhizopora
mucronata sebanyak 44% menutupi kawasan area, Rhizopora apiculata 31%, Sonneratia alba
20%, Bruguiera gymnorhiza 5%. Pengaruh alam dan antropogenik yang berbeda-beda,
pencemaran sampah dan perubahan iklim, telah memainkan peran penting dalam mewujudkan
perubahan spesies mangrove yang diamati

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Yang mendominasi spesies mangrove di patasari yaitu Rhizopora mucronata sebanyak
44% menutupi kawasan area, Rhizopora apiculata 31%, Sonneratia alba 20%, Bruguiera
gymnorhiza 5%.
DAFTAR PUSTAKA

Danoedoro. P, 1996. Pengolahan Citra Digital, Teori dan Aplikasinya dalam Penginderaan
Jauh. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada
ESA. http://sentinel.esa.int Diakses pada tanggal 4 Oktober 2017

http://endeleo.vgt.vito.be/dataproducts.html. Diakses pada tanggal 4 oktober 2017

https://udayton.edu/engineering/centers/vision_lab/was_data_analysis_and_processing/hyperspe
ctral_data_processing.php. Diakses pada tanggal 4 oktober 2017

Khazali M, 2006. Panduan pengenalan mangrove PHKA/WI-IP, Bogor.

Kusmana, C. 1997. Metoda Survey Vegetasi.IPB Press, Bogor

Lillesand, TM dan Kiefer, RW. 1979. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra (Alih Bahasa:
Dulbahri, dkk). Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Lo, C.P, 1986. Penginderan Jauh Terapan, UI- Press, Jakarta.

Nybakken, J. W., 1992. Biologi Suatu Pendekatan Ekologi. Gramedia. Jakarta.

Paine, D.P. 1992. Fotografi udara dan Penafsiran Citra untuk Pengelolaan Sumberdaya. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta.

Soenarmo, S.H., (2009), Penginderaan Jauh Dan Pengenalan Sistem Informasi Geografi Untuk
Bidang Ilmu Kebumian, Institut Teknologi Bandung (ITB).

Vaiphasa, C. 2006. Remote Sensing Techniques for Mangrove Mapping, International Institute for
Geo-information Science & Earth Observation. Enschede. ITC. The Netherlands.

Anda mungkin juga menyukai