DISUSUN OLEH :
Batas wilayah :
- Sebelah Utara : Teluk Jakarta
- Sebelah Selatan : Depok dan Tangerang Selatan
- Sebelah Timur : Bekasi
- Sebelah Barat : Tangerang
Banjir Kanal Timur dan Banjir Kanal Barat dibangun dengan tujuan untuk menyalurkan
aliran air hujan dan air dari hulu langsung ke laut, sehingga air tidak menggenangi
Jakarta yang 40% wilayahnya berupa dataran rendah yang memiliki ketinggian di
bawah permukaan laut. Kedua kanal tersebut dapat diibaratkan sebagai jalan tol untuk
air di Jakarta agar dapat cepat sampai ke laut tanpa harus berhenti di tengah perjalanan
dan menyebabkan genangan atau banjir.
Sebelum Banjir Kanal Timur terbangun, air dari hulu akan masuk ke berbagai
saluran-saluran air besar maupun kecil yang ada, dan bila saluran-saluran ini tidak
mampu lagi menampung volume air yang ada, banjir akan terjadi.
Selain membangun Banjir Kanal Timur, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga
berkepentingan untuk meningkatkan kapasitas dan efektivitas Banjir Kanal Barat,
terutama dengan meningkatkan kapasitas air yang dapat ditampung. Sejak Banjir Kanal
Barat dibangun pada tahun 1920 sampai tahun 2006, kanal buatan Pemerintah Kolonial
ini belum pernah dikeruk atau dibersihkan sehingga terjadi pendangkalan. Selama
berpuluh-puluh tahun endapan lumpur yang terbawa air dari hulu terdampar di Banjir
Kanal Barat, demikian pula sampah dan endapan-endapan akibat aktivitas manusia
terbawa dari saluran-saluran lebih kecil yang masuk ke saluran ini.
Pendangkalan Banjir Kanal Barat mengurangi kapasitas air yang dapat
ditampungnya. Sistem pengaliran untuk mengurangi debit puncak banjir, dengan
bangunan seperti bendungan, dan kolam retensi.
Gambar 3.2 Peningkatan Kapasitas Banjir Kanal Barat di bagian Hulu
Pada tahun 2006 pemerintah mengganti tembok di kedua sisi Banjir Kanal Barat dengan
beton, dan tingginya dinaikkan sekitar satu meter. Tembok di kedua tepi Banjir Kanal
Barat tersebut sebelumnya hanya berupa tanah dan belum pernah dirubah semenjak
dibangun pada zaman Belanda.
Hal ini sudah menjadi salah satu perhatian utama Gubernur DKI yang mengatakan
bahwa di kawasan bisnis dan industri tertentu, dalam 20 tahun terakhir terjadi
penurunan permukaan tanah sampai 1,5 meter. Akibatnya, kedepan warga Jakarta
terancam kekurangan air bawah tanah. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah
membangun tanggul Rob Muara Angke, Muara Karang, Pluit, Luar Batang,
Cilincing, Marunda dan Martadinata di bagian Pantai Utara Jakarta pada tahun
2008 dan 2009 untuk melindungi warga dari banjir rob.
Tanggul beton maupun tanggul batu kali yang dibangun panjangnya kurang
lebih 3000 meter dengan ketinggian yang bervariasi antara 1 sampai dengan 3
meter di atas permukaan tanah. Jika terjadi pasang naik, limpahan air laut akan
tertahan tanggul beton dan tidak membanjiri warga.
Gambar 3.10 Peta Pembangunan Tanggul Rob di Clincing dan Marunda Pantai
Utara Jakarta
3.3.4. Penataan Kali dan Saluran
Selain memperbaiki dan meningkatkan kapasitas sungai dan saluran-saluran
air, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga berupaya membuat lokasi-lokasi ini
menjadi lebih nyaman bagi warga. Pinggiran sungai dan saluran yang sebelumnya
terbuat dari tanah dilapisi dengan beton untuk mengukuhkan dinding-dinding
sungai dan saluran air sehingga mampu menahan volume air yang besar. Selain
membangun trotoar yang lebarpemerintah juga dan menanami tepi sungai dan
saluran air dengan pepohonan.
5.4.Metode Non-Struktural
Metode non-struktural adalah metode pengendalian banjir dengan tidak
menggunakan bangunan pengendali banjir. Aktivitas penanganan tanpa bangunan antara
lain berupa pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) untuk mengurangi limpasan air
hujan, penanaman vegetasi untuk mengurangi laju aliran permukaan di DAS, kontrol
terhadap pengembangan di daerah genangan, misalnya dengan peraturan-peraturan
penggunaan lahan, sistem peringatan dini, larangan pembuagan sampah di sungai, serta
partisipasi masyarakat.
Pengendalian Banjir
Pengelolaan DAS
Bendungan (dam) Sistem jaringan Pengaturan tata guna
Kolam Penampungan sungai lahan
Penangkap Sedimen Perbaikan sungai Pengendalian erosi
Bangunan Pengurang Perlindungan tanggul Pengembangan daerah
banjir
Kemiringan sungai Sudetan (by pass)
Tampungan banjir Pengaturan daerah banjir
Saluran penyalur
sementara ( Retarding banjir (flootway) Penanganan daerah banjir
basin ) Pengendalian Penanganan kondisi
Pembuatan Polder sedimen darurat
Sumur resapan Perbaikan muara Peramalan banjir
Peringatan bahaya banjir
Pengendalian daerah
bantaran
Asuransi
Law enforcement
Keterangan :
1. 1.Aliran air dari hulu DKI dialihkan ke arah pinggir DKI dan mengalir langsung kelaut
2. Bagian Selatan wilayah DKI dengan permukaan yang cukup tinggi dapat mengalir secara
gravitasi
3. 2.Daerah rendah dibagian utara (Pantura) Harus dengan sistem polder yaitu tanggul,
waduk dan pompa.
4. Bagian hulu/ selatan harus dibangun/ dilestarikan situ-situ untuk menampung
sementara aliran air
BAB IV
SISTEM PERINGATAN BANJIR
Sistem Peringatan Dini Banjir di Jakarta menggunakan prinsip Early warning system
(EWS) atau Sistem Peringatan Dini merupakan sebuah tatanan penyampaian informasi
hasil prediksi terhadap sebuah ancaman kepada masyarakat sebelum terjadinya sebuah
peristiwa yang dapat menimbulkan risiko. EWS bertujuan untuk memberikan peringatan
agar penerima informasi dapat segera siap siaga dan bertindak sesuai kondisi, situasi dan
waktu yang tepat. Prinsip utama dalam EWS adalah memberikan informasi cepat, akurat,
tepat sasaran, mudah diterima, mudah dipahami, terpercaya dan berkelanjutan.
Dalam siklus bencana terdapat tahap mitigasi atau upaya pengurangan dampak
negatif kejadian bencana. Di dalamnya terdapat usaha pemetaan daerah rawan dan
pengembangan EWS. Pada tahap ini, sistem komunikasi melibatkan pemantauan kondisi
awal, pembawa berita/informasi dan penerima (pengguna) informasi. Pemantau awal
dalam EWS banjir lebih didominasi oleh petugas pemantau tinggi muka air di pintu air
sungai yang berada di hulu. Petugas tersebut merupakan bagian pekerjaan dari Dinas
Pekerjaan Umum. Selain memantau tinggi muka air, mereka juga memantau kondisi curah
hujan di sekitar daerah tersebut.
Pembawa berita atau informasi adalah orang atau institusi yang menyambungkan
informasi dari pemantau ke penerima/pengguna berita, yaitu masyarakat yang rawan banjir.
Pembawa informasi tersebut antara lain terdiri : Crisis Center (Satkorlak PBP), Petugas
Posko Bencana (Satlak, Satgas), Lurah, Satlinmas Kelurahan, Ketua RW/RT, dan Tokoh
Masyarakat. Media penyampaian informasi tersebut dapat menggunakan alat antara lain
berupa Handphone (SMS), HT, Telepon, Fax, Internet dan Video Conference.
EWS dapat dibedakan dalam dua jenis yakni:
1. Otomatis: Sirine, HT, kamera (CCTV). Pemberian EWS yang berteknologi
kepada masyarakat ini harus disertai edukasi dan pemeliharaan.
2. Kemasyarakatan ; yakni bersifat dirancang sendiri oleh masyarakat.
Komponen dalam EWS adalah:
1. Prediksi : harus dilakukan dengan ketepatan dan diperlukan pengalaman
2. Interpretasi : menerjemahkan hasil pengamatan
3. Respon dan pengambilan keputusan: siapa yang akan bertanggungjawab untuk
mengambil keputusan karena keputusan tersebut akan mempengaruhi dampak.
Pemprov DKI turut berupaya mempersiapkan masyarakata dalam menghadapi
bencana banjir pada musim hujan ini. Mereka telah mempersiapkan teknologi dan metode
penanganan banjir yang lebih canggih di Crisis Center Satuan Koordinasi Pelaksana
Penanganan Banjir dan Pengungsi (CC Satkorlak PBP), yakni dengan pemasangan EWS,
yang merupakan sistem peringatan dini terhadap bencana banjir melalui short message
service (SMS) hingga ke tingkat RT atau RW, yang terintegrasi dengan CC Satkorlak PB.
CC Satkorlak PB inilah yang memegang peranan dalam penanganan banjir di Jakarta.
Petugasnya diberikan kemampuan merespons informasi dan meneruskan laporan itu ke
petugas Satuan Koordinasi (Satlak) Kotamadya serta kabupaten. EWS dilakukan dengan
pencatatan data curah hujan dan pengukuran ketinggian air sungai yang dilakukan secara
manual maupun otomatis. Data radar telah dimanfaatkan untuk peringatan dini banjir,
dengan melihat sebaran awan, volume awan, jumlah potensi uap air dari awan, prediksi
intensitas dan tebal hujan, kecepatan angin, arah angin dan sebagainya.
SARANA PENDUKUNG
Pengeras Suara
Selain EWS, sarana pengeras suara juga dioperasikan sebagai penunjang sistem
untuk menyampaikan himbauan dan pengumuman kepada warga.
“Melalui pengeras suara di masjid, warga akan diberi tahu bahwa air sudah makin
meninggi. Karang taruna juga akan door to door untuk mengajak warga
mengungsi. Jadi kita bisa siap-siapnya lebih lama," kata Pak Achmad Payumi, tokoh
masyarakat Kampung Melayu
Workshop
Dalam rangka optimalisasi penerapan sistem peringatan dini banjir, ACF
memfasilitasi beberapa kegiatan bersama masyarakat di antaranya:
1. Workshop Penyusunan Prosedur Tetap EWS Kelurahan Cipinang Besar
diselenggarakan pada tanggal 12 – 13 Desember 2007, bertempat di BUPERTA
Cibubur. Pembuatan Modelling EWS yang merupakan kajian yang dibuat
berdasarkan data-data pengukuran baik itu dari ketinggian muka air, curah hujan
harian, maupun ketinggian pasang-surut. Dari sistem modelling diperoleh
beberapa kesimpulan yang dapat dijadikan masukan untuk penentuan tingkat
siaga dan wilayah yang terpengaruh oleh tingkat siaga. Workshop ini bertujuan:
• Meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bahaya banjir
dengan membenahi sistem peringatan dini yang ada.
• Membuat suatu pedoman atau langkah-langkah sistematis dalam
mengantisipasi datangnya bahaya banjir.
• Menentukan srategi dalam pengambilan keputusan kegiatan peringatan dini
banjir.
2. Workshop EWS Kelurahan Kampung Melayu diselenggarakan pada 4 Februari
2008, dihadiri oleh 33 orang, bertempat di Hotel Alia Matraman. Sebagai
fasilitator adalah bapak Heru Joko Santoso dari Satkorlak PBP DKI Jakarta, yang
menghasilkan modul prosedur tetap (Protap) EWS Kampung Melayu. Dengan
workshop tersebut masyarakat di kelurahan tersebut berhasil menyusun Protap dan
mencoba mengimplementasikannya dalam simulasi banjir.
3. Workshop EWS di Kelurahan Penjaringan diselenggarakan pada 5-6 Februari
2008 bertempat di bumi perkemahan Wiladatika, Cibubur. Diikuti oleh 20 orang,
dalam workshop ini dihasilkan Prosedur Tetap Modul EWS Penjaringan.
Sosialisasi SOP/Prosedur Tetap Sistem Peringatan Dini Banjir di 3 Kelurahan :
1. Sosialisasi SOP atau prosedur tetap EWS di Kelurahan Cipinang Besar
Utara diselenggarakan pada tanggal 5 Maret 2008 bertempat di kantor
Kelurahan Cipinang Besar Utara dan dihadiri oleh 76 orang dari unsur
Satlinmas, staf Kelurahan, Dewan Kelurahan, RW, RT, Karang Taruna,
PKK, Kali Arus dan para tokoh masyarakat di Cipinang Besar Utara.
Sosialisasi berlangsung dengan baik sesuai dengan rencana dan materi
penjelasan mengenai isi prosedur tetap EWS dapat diterima semua
stakeholder di kelurahan.
2 Sosialisasi Prosedur Tetap EWS di Kelurahan Penjaringan diselenggarakan
pada 6 Maret 2008, dengan dihadiri oleh 40 orang dari unsur Kelurahan,
Dewan Kelurahan, PKK, Karang Taruna, RW, RT, Tim Marlina dan para
tokoh masyarakat di Penjaringan. Acara yang terselenggara atas kerjasama
Satlinmas Penjaringan dan ACF tersebut bertempat di kantor Kelurahan
Penjaringan. Dalam workshop tersebut dijelaskan mengenai prosedur tetap
EWS, aktor, peran yang harus dilakukan serta tanggungjawabnya.
3 Sosialisasi Prosedur Tetap EWS Kelurahan Kampung Melayu dilakukan
pada 6 Maret 2008, bertempat di kantor kelurahan dengan dihadiri oleh 26
orang yang terdiri dari ketua RW, Ketua RT, Karang Taruna, PKK, Dewan
Kelurahan, Satlinmas dan FKP Pubers. Metode sosialisasi yang dilakukan
adalah dengan cara diskusi. Selama berlangsungnya sosialisasi, para
perwakilan dari masyarakat menyepakati isi dari prosedur tetap tersebut.
Dari kegiatan-kegiatan di atas akhirnya dihasilkan Panduan berupa Prosedur
Tetap yang dapat dipakai untuk kegiatan antisipasi datangnya bahaya
banjir (Protap EWS). Protap ini merupakan dokumen resmi berisikan
suatu tindakan-tindakan atau langkah- langkah sistematis yang disepakati
bersama antara instansi atau kelompok- kelompok terkait mengenai
tanggung jawab masing-masing dalam suatu kegiatan yang terpadu.
ProTap EWS berisikan tentang langkah-langkah dalam hal penyebaran
informasi EWS dan juga respon setelah informasi tersebut diperoleh.
Pengembangan kapasitas anggota Satlinmas dalam penerapan EWS
Sejak terbentuk pada akhir 2008 di kelurahan Kampung Melayu dan Penjaringan serta
STPB di Cipinang Besar Utara pada akhir tahun 2008, SATLINMAS PBP sebagai
organisasi berbasis masyarakat yang berperan dalam penanggulangan bencana di tingkat
kelurahan telah menjadikan pengelolaan sistem peringatan dini banjir ini sebagai bagian
penting dari tanggung jawabnya.
Dalam rangka memperkuat kapasitas anggota Satlinmas dalam penerapan EWS yang
efektif, ACF juga memfasilitasi diskusi kelompok terarah/FGD yang diselenggarakan
pada 4 Juni 2009. Melibatkan para anggota Satlinmas dari 3 kelurahan.
Beberapa rekomendasi yang dihasilkan dalam FGD tersebut adalah:
1. Penambahan alat atau daya jangkau sirine di wilayah RW yang rentan.
2. Tindak lanjut sosialisasi EWS kepada masyarakat di tingkat RT-RW
3. Peningkatan kapasitas SDM di tim EWS
4. Perlunya dilakukan simulasi secara reguler.
Pengembangan Sistem Peringatan Dini Banjir di CBU
EWS diterapkan di CBU pada 2008, tepatnya setelah terjadi banjir besar pada
2007 yang menenggelamkan sebagian besar wilayah CBU. Hingga saat ini Kelurahan
CBU sudah memiliki: sirine, megaphone, toa mushola/masjid, HT, kentongan. Dari
peralatan tersebut yang aktif dipergunakan adalah megaphone, toa mushola dan masjid
sedang yang belum efektif adalah sirine, kentongan dan HT.
Sebelumnya, dalam rangka sosialisasi EWS, diadakan lokakarya EWS yang
diikuti oleh lima puluh tiga orang perwakilan masyarakat Cipinang Besar Utara, yang
diselenggarakan pada tanggal 21-22 September 2007. Para peserta berasal dari perwakilan
RT, RW, Karang Taruna, Dewan Kelurahan, PKK, Satlinmas, dan Ormas. Dari lokakarya
ini berhasil diidentifikasikan elemen dan rantai EWS, serta dilakukan simulasi EWS.
Yang dilakukan adalah pemberian Informasi Peringatan Dini kepada RW tentang
ketinggian air dan kondisi cuaca yang kemudian informasi tersebut dilanjutkan kepada
warga.
Di Kelurahan CBU sudah disusun Protap Penanggulangan Banjir yang merupakan
dokumen resmi berisikan suatu tindakan-tindakan atau langkah-langkah sistematis yang
disepakati bersama antara instansi atau kelompok-kelompok terkait mengenai tanggung
jawab masing-masing dalam suatu kegiatan yang terpadu. Jadi
ruang lingkup Protap EWS berisi tentang langkah-langkah dalam hal penyebaran
informasi peringatan dini dan juga respon setelah informasi tersebut diperoleh.
Kendala yang dialami adalah kekurangan peralatan misalnya HT, juga kendala
SDM dalam mengoperasionalkan peralatan. Sosialisasi kepada masyarakat mengenai
EWS juga dirasa masih kurang, misalnya arti beberapa bunyi yang belum jelas. Selama
ini pelatihan baru diberikan pada RW dan RT saja.
Beberapa pembenahan yang telah dan akan dilakukan meliputi :
1. Membuat system yang paralel, sirine ada di Kantor RW namun toanya ada di
tempat-tempat yang strategis.
2. Pelatihan bagi orang-orang yang berfungsi sebagai operator serta adanya
sosialisasi prosedur tetap kepada masyarakat luas
3. Penambahan daya amplifier agar menghasilkan suara yang kuat dan dapat
menjangkau seluruh RW yang rentan banjir.
4. Sosialisasi dan simulasi EWS kepada warga sebelum terjadinya banjir
Kendati penerapan EWS relatif belum lama dan juga belum optimal, warga sangat
merasakan manfaatnya, seperti yang dituturkan oleh salah seorang warga CBU:
“Memang semenjak adanya alat-alat EWS, belum pernah terjadi banjir besar yang
melanda CBU. Hanya banjir-banjir kecil yang cukup bisa dijangkau dengan memberitahu
warga secara langsung. Namun setidaknya kita sudah ada alat yang bisa memberi
informasi sewaktu-waktu air naik dan juga sudah ada simulasi sehingga kita paham
apa yang harus dilakukan jika banjir terjadi,” kata Pak
Darusman, warga CBU
Pengembangan Sistem Peringatan Dini Banjir di Kampung Melayu
EWS di Kampung Melayu mulai diterapkan pada 2008 sebagai bentuk
pembelajaran dari banjir besar 2007 yang nyaris menenggelamkan sebagian besar wilayah
Kampung Melayu. Sirine tanda banjir yang dikomunikasi melalui loud speaker
mushola dipasang. Sejauh ini, sistem peringatan dini di wilayah Kampung Melayu sudah
baik. Beberapa alur penyampaian informasi dari berbagai pihak sehingga informasi
diterima oleh masyarakat secara cepat diterapkan melalui HT. Alat ini dipergunakan
secara aktif melaporkan perkembangan ketinggian air per jamnya. Namun saat ini, HT
yang aktif bekerja hanya ada di beberapa RW saja.
“Warga sudah tahu bagaimana berkoordinasi dengan pintu air, juga mewaspadai gejala-
gejala alam akan datangnya bencana. Jika banjir datang, maka mereka akan melakukan
kontak telepon ke pintu air dan menulis di signboard. Sekarang di Kampung Melayu
sudah ada jejaring komunikasi peringatan dini banjir. Juga sudah ada Protap, sehingga
alat menjadi lebih efektif,” kata Agus Mustofa, warga Kampung Melayu.
Dahulu EWS ini dilakukan perkelompok saja, namun sekarang tidak. Operasional
EWS telah terstruktur dengan lebih baik. Hasilnya pun lebih maksimal dengan adanya
peralatan yang lebih canggih serta memfungsikan peran organisasi SATLINMAS PBP
yang sudah terbentuk.
Berdasarkan simulasi yang pernah dilakukan di kelurahan Kampung Melayu,
pemakaian sirine tersebut dirasa cukup efektif.
Ketika banjir pada 2008, perawatan EWS telah difungsikan dengan baik.
Informasi kenaikan muka air di hulu dan prediksi tinggi muka air di pintu-pintu
air.lebih awal sehingga evakuasi warga yang tinggal di bantaran kali bisa dilakukan
secepatnya. Hasilnya, kerugian akibat banjir dapat diminimalisir.
Menurut Agus Mustofa, aktivis pemuda dari Kampung Melayu, program EWS di
kelurahannya melibatkan partisipasi warga secara penuh. Perawatan peralatannya pun
menjadi tanggungjawab warga. Tinggi rendah sensor juga disepakati bersama oleh
masyarakat misalnya apakah masuk dalam kategori berbahaya atau belum berbahaya.
Beberapa kendala yang dihadapi adalah jumlah sirine yang tersedia masih terbatas
dibandingkan dengan jangkauan wilayah yang luas, juga daya jangka dari sirine tersebut
pun perlu ditingkatkan. Kampung Melayu memiliki 2 sirine dan 2 alarm sensor air. Saat
ini daya jangkau sirine tersebut sudah ditingkatkan dengan memasang amplifier dan
penambahan jumlah loud speaker, dengan penambahan alat ini diharapkan sudah bisa
menjangkau RW-RW yang paling rentan. Sirine dipasang di unit pemetaan wilayah
yang memiliki risiko tinggi dibandingkan dengan daerah lain. Sedangkan alarm sensor air
dirasakan oleh warga sangat membantu, misalnya jika air naik pada malam
hari.Keterbatasan jangkauan ini memerlukan perhatian dari pihak pemerintah.
Diharapkan agar pemerintah membantu warga untuk meningkatkan sarana dan
parasarana dalam penerapan sistem peringatan dini banjir. Selain itu personil yang kurang
memahami sistem kerja peralatan EWS dan kurang memahami Prosedur Tetap juga
merupakan beberapa kendala yang dialami dalam penerapan EWS di Kampung Melayu
dan hal ini telah menjadi bagian dari tugas Satlinmas untuk terus meningktkan kapasitas
anggotanya.
Pengembangan Sistem Peringatan Dini Banjir di Penjaringan
Masyarakat Penjaringan tinggal dikelilingi tanggul. Mereka rentan terhadap ancaman
banjir. Mereka jelas memerlukan EWS. Sampai kini mereka memiliki EWS berupa sirine,
HT, toa, kentongan, HP, person to person. Dari semua itu yang efektif adalah toa,
kentongan dan person to person.
Sirine diletakkan di wilayah paling rawan terkena dampak banjir rob, seperti RW
17 dan RW 04. Tingkat efektivitas penggunaan sirine bertahap bersamaan dengan
pertambahan jumlahnya. 2 pemasangan Sirine pada awal belum efektif menjangkau
wilayah yang rentan banjir. 1 Sirine kemudian ditambah dan berhasil menjangkau RW 17
yang merupakan wilayah rentan banjir rob. Jangkauan suara sirine juga telah ditingkatkan
dengan trik pemasangan di dekat tanggul yang mengelilingi wilayah pemukiman.
Diharapkan agar fungsi dari keberadaan sirine tersebut bisa lebih efektif.
Selama ini jaringan informasi yang dipergunakan adalah pintu air – lurah (terdapat
informasi ketinggian air) – Satlinmas PBP – RT/RW – PKK – Karang Taruna –
(Melakukan diseminasi informasi melalui masjid) – Ormas.
Selain peralatan yang terbatas, kurangnya kesadaran warga untuk ikut serta dalam
penanggulangan banjir, termasuk dalam perawatan alat-alat EWS juga menjadi
kendala dalam pengembangan sistem peringatan dini banjir di Kelurahan Penjaringan.
Berangkat dari proses pengembangan sistem peringatan dini banjir yang sudah ada di tiga
kelurahan, maka EWS merupakan salah satu solusi wajib dalam mengurangi risiko
bencana. Dengan adanya penerapan EWS di 3 kelurahan, warga menjadi lebih siap
berhadapan dengan bencana. Risiko kehilangan harta benda dan jiwa bisa diminimalisir.
Membangun Jaringan Komunitas Bantaran Sungai Ciliwung dan Cipinang
Pada dasarnya sistem peringatan dini banjir dalam kerangka pengurangan risiko bencana
di Kampung Melayu dan CBU akan dapat berjalan lebih optimal dengan melibatkan warga
di kelurahan lain yang termasuk dalam satu kawasan bantaran sungai. Kebutuhan sistem
peringatan dini yang menyeluruh dan efektif perlu dibangun melalui sebuah kerjasama
antar masyarakat, pemerintah dengan masyarakat, pemerintah pusat dengan daerah, para
ilmuwan dengan pengambil kebijakan, serta pihak-pihak lain yang berkepentingan.
Berangkat dari pemikiran tersebut, ACF bersama dengan SATLINMAS dan STPB
menyelenggarakan pertemuan jaringan antar warga masyarakat yang berdomisili di
bantaran Sungai Ciliwung dan Cipinang pada tanggal 10 September 2009. Kegiatan
ini dirasakan penting untuk membangun dasar pemikiran tentang pentingnya sebuah
jaringan komunitas di bantaran sungai untuk meminimalkan risiko banjir dengan
meningkatkan kapasitas masyarakat. Pertemuan jaringan ini mengundang
perwakilan warga dari 9 Kelurahan di bantaran Sungai Ciliwung yang meliputi Kelurahan
Cililitan, Balekambang, Rawajati, Cawang, Kebon Baru, Bidara Cina, Bukit Duri,
Kampung Melayu dan Kebon Manggis, 6 kelurahan dari bantaran Sungai Cipinang, yaitu
Kelurahan Pinang Ranti, Cipinang Besar Utara, Cipinang Besar Selatan, Cipinang
Muara, Kebon Pala dan Makasar, serta para petugas pintu air Cipinang hulu, Pulogadung,
Katulampa, Depok dan Manggarai.
Hasil pertemuan ini adalah sebagai berikut:
1. Terbangunnya jejaring komunikasi antar warga kelurahan di bantaran sungai
Cipinang dan antara warga kelurahan di bantaran sungai Ciliwung yang mencakup
kesepahaman dalam mengoptimalkan sistem peringatan dini banjir.
2. Terbukanya kesempatan mengakses informasi langsung dari petugas pintu air mengenai
mekanisme penyampaian informasi ketinggian air sebagai upaya memberikan peringatan
dini kepada masyarakat.
3. Pertukaran pikiran dalam upaya identifikasi permasalahan ancaman banjir, seperti
kurangnya perhatian pemerintah propinsi DKI Jakarta dalam pengelolaan sungai yang
terpadu dari hulu ke hilir secara langsung dapat meningkatkan risiko banjir di Jakarta.
Oleh karena itu diharapkan dengan adanya jaringan komunitas bantaran sungai dapat
berperan positif dalam mendorong kebijakan pemerintah terkait dengan pengelolaan
sungai dan pengurangan risiko banjir.
Pertemuan I melahirkan pertemuan kedua dimana perwakilan warga dari beberapa
kelurahan di bantaran sungai Ciliwung bersepakat membentuk Forum Masyarakat
Bantaran Kali Ciliwung. Forum ini akan dikoordinir oleh Satlinmas PBP Kampung
Melayu. Hal yang sama juga terjadi pada warga bantaran Sungai Cipinang yang
bersepakat membentuk Forum Komunikasi Masyarakat Bantaran Kali Cipinang yang akan
dikoordinir oleh STPB.
Membangun Kesepahaman Skema Peringatan Dini Banjir bersama Masyarakat
Peringatan dini merupakan sebuah elemen dasar dari kegiatan pengurangan risiko banjir.
Peringatan dini banjir mencakup tindakan memberikan informasi dengan bahasa yang
mudah dicerna dan dipahami oleh masyarakat awam. Penguatan dan penyebarluasan
skema atau jejaring peringatan dini banjir kepada semua unsur masyarakat di tingkat
kelurahan menjadi suatu kebutuhan penting, hal inilah yang melatarbelakangi rangkaian
kegiatan pertemuan dan sosialisasi yang menyepakati skema peringatan dini ancaman
banjir dilakukan di tiga kelurahan (Cipinang Besar Utara, Kampung Melayu dan
Penjaringan). Kegiatan ini merupakan sebuah kebutuhan hasil rekomendasi FGD anggota
SATLINMAS/STPB pada tanggal 4 Juni
2009 untuk meningkatkan efektifitas sistem peringatan dini banjir.
Sosialiasi jejaring informasi peringatan dini dilakukan oleh relawan dari
SATLINMAS/STPB di masing-masing kelurahan. Dalam proses pelaksanaannya
relawan dituntut mampu memfasilitasi masyarakat dan menjaring ide-ide serta
merumuskannya dalam satu kesepakatan bersama. Sebelum terjun ke masyarakat, sebuah
pelatihan sehari pada tanggal 20 Oktober 2009 telah diberikan kepada relawan untuk
meningkatkan kemampuan dalam hal teknik fasilitasi, pengetahuan EWS dan
pengorganisasian masyarakat. Para relawan bertanggungjawab di wilayah kelurahannya
masing-masing yang meliputi Kelurahan CBU, Kampung Melayu dan Penjaringan.
Sementara pelaksanaan kegiatan telah dilakukan dimulai pada tanggal
25 Oktober – 9 November 2009 dibagi menjadi tiga tahap, tahap I pertemuan besar di
tingkat kelurahan, tahap II dilakukan diskusi kelompok terarah di RW-RW yang rentan
banjir, dan tahap III pertemuan besar untuk menghasilkan kesepakatan akhir skema
peringatan dini banjir. Tahapan ini pada kenyataannya disesuaikan dengan kebutuhan dan
situasi di masing-masing kelurahan. Berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun dari
para relawan di tiga kelurahan bahwa secara umum pelaksanaan kegiatan sosialisasi
sistem peringatan dini di tiga Kelurahan mendapat sambutan hangat dari masyarakat.
Warga menjadi tahu bagaimana alur peringatan dini banjir bekerja yang menjangkau
semua lapisan masyarakat. Di samping itu ruang lingkup ancaman banjir di masing-
masing kelurahan yang karakteristiknya berbeda juga menjadi poin penting yang
didiskusikan bersama warga masyarakat. Peran dan fungsi SATLINMAS/STPB di
masing-masing kelurahan juga tak luput dari pertanyaan kritis warga, hal ini tentu akan
menegaskan eksistensi, komitmen dan keberlanjutan organisasi tersebut di tingkat
kelurahan. Sedangkan bagi para relawan sendiri proses kegiatan ini telah banyak
memberikan pembelajaran baik itu bagi individu maupun bagi organisasi
SATLINMAS/STPB. ‘Bekal teknik fasililitasi dan pengorganisasian kegiatan dalam
pelatihan relawan sangat membantu kami dalam kegiatan sosialisasi EWS kepada
masyarakat’, ungkap Darwis di Penjaringan, salah seorang relawan dari Kelurahan
Penjaringan. Selain itu dengan dilakukannya sosialisasi EWS ini, peran SATLINMAS
PBP dalam penanggulangan bencana di Penjaringan semakin dikenal oleh masyarakat.
Selanjutnya, Pak Idris, relawan dari CBU, menyampaikan bahwa pada awalnya susah
sekali memberikan pemahaman kepada warga tentang cara-cara penanggulangan bencana
yang mencakup EWS, namun dengan kesabaran menggunakan berbagai cara dan
ilustrasi, sedikit demi sedikit masyarakat bisa mengerti apa yang harus diperbuat
sebelum, saat dan sesudah banjir terjadi.
Hal penting lain mengemuka dalam forum diskusi yang disampaikan warga Kampung
Melayu tentang perlunya komitmen dari individu yang masuk dalam skema peringatan
dini agar bergerak cepat dalam menyebarluaskan informasi yang menjangkau seluas-
luasnya warga masyarakat di sekitarnya.
Hasil akhir dari proses kegiatan ini merupakan skema/jejaring peringatan dini banjir yang
disepakati warga dan seluruh stakeholder di tingkat kelurahan. Skema ini kemudian
akan dicetak dan disebarluaskan kepada warga agar pemahaman masyarakat terhadap hal
ini semakin meningkat dan dapat menjangkau warga lebih banyak lagi.
Pembelajaran dari proses pengembangan EWS Banjir bersama masyarakat
EWS yang efektif harus bisa dipahami oleh masyarakat hingga kemudian dapat
tertanam kesadaran yang kuat untuk menjadikannya sebagai kebutuhan bersama. EWS
yang dibuat bersama masyarakat merupakan hal yang realistis dan dapat dipercaya, karena
masyarakatlah yang lebih mengetahui karateristik wilayah serta kebutuhannya. Oleh
karenanya, masyarakat perlu didorong untuk terus terlibat aktif dan bertanggungjawab
dalam penerapan EWS termasuk dalam pemeliharaanya.
Sosialisasi EWS kepada masyarakat dan pihak-pihak yang terkait juga sangat
penting, agar warga dapat memahami informasi bencana yang datang dan segera bisa
mengantisipasi dampak yang ditimbulkan. Dengan sosialisasi tersebut, warga tidak akan
merasa ditakut-takuti, melainkan ditekankan kewaspadaannya.
Pemahaman masyarakat bahwa wilayahnya rawan banjir, sehingga menjadi
penting pengetahuan tentang kesiapsiagaan bencana juga harus terus ditingkatkan.
Masyarakat harus disiapkan menghadapi banjir dan meminimalisasi risiko dan
dampaknya.
Dengan adanya EWS sangat membantu warga untuk lebih cepat mengantisipasi
ancaman banjir. Di wilayah yang rentan banjir seperti DKI Jakarta, EWS merupakan
salah satu solusi wajib dalam mengurangi dampak banjir. EWS yang telah diajarkan,
harus terus diterapkan dan selalu mengakomodasikan informasi yang diberikan.
Dari proses pengembangan EWS banjir di atas, pada akhirnya yang diperlukan adalah
kemauan dan keseriusan masyarakat dan pemerintah dalam meminimalisasi risiko banjir
dalam setiap kebijakan dan praktek pengelolaan sumberdaya. Hal tersebut baru bisa
diwujudkan apabila masyarakat dan pemerintah memahami prinsip dan tujuan
penerapan sistem peringatan dini.
Oleh karena itu, upaya strategis penguatan kapasitas masyarakat serta membangun
kerjasama antar semua pihak dalam meminimalkan dampak/risiko banjir masih perlu
dilakukan secara berkesinambungan.
Keberhasilan dan Kegagalan
keberhasilan perencanaan program EWS terletak pada perencanaan yang di lakukan
bersama masyarakat. Sudah semustinya kebutuhan akan EWS juga berdasarkan
kebutuhan dari masyarakat sehingga program menjadi efektif memenuhi kebutuhan
bukan menciptakan pemenuhan dari penciptaan kebutuhan. Pelaksanaan program pun
dapat akan menjadi sangat efektif.
Alat-alat yang diusulkan untuk sistem peringatan dini juga berdasarkan kebutuhan
dan partisipasi masyarakat sehingga mereka bisa menggunakan dengan mudah dan tidak
terlalu menelan biaya.
Pembelajaran pada kekurangan pekaan pada kebutuhan masyarakat terjadi pada
instalasi monika I. Akibatnya, sistem MONIKA sulit dimengerti dan masyarakat tidak
memiliki kapasitas dalam mengoperasikannya. Pelajaran yang bisa diambil dari kegiatan
ini adalah jangan pernah meninggalkan masyarakat didalam perencanaan kegiatan apapun
karena mereka yang tahu kebutuhan mereka dan mereka yang tahu lokasi mereka.
Arifan lokal harus menjadi pertimbangan dalam pengurangan
risiko bencana.
Gambar 4.2. Tingkat Siaga dan Tingkat Wewenang Siaga Banjir
BAB V
PENUTUP
5.1.Kesimpulan
Berdasarkan analisis yang diuraikan dalam makalah ini maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
• Permasalahan banjir adalah masalah yang komplek, yang memiliki kendala –
kendala dalam pengendaliannya mulai dari masalah Penduduk, Tata guna lahan, dan
pembangunan bangunan pengendali banjir yang membutuhkan waktu dan dana yang
besar.
• Pengendalian banjir di Jakarta yaitu Pembangunan Banjir Kanal Barat dan Timur,
Normalisasi Sungai dan Saluran termasuk di dalamnya Pemeliharaan sungai,
Pembuatan Tanggul, Penataan kali dan Saluran, dan pembangunan pompa di dataran
rendah. Sehingga banjir yang terjadi di Jakarta sekarang berkurang meskipun masih
ada beberapa kejadian.
• Saat ini yang diperlukan adalah kepedulian penduduknya sendiri tentang bagaimana
mereka dapat menjaga lingkungannya dengan baik dan menjaga supaya bangunan
pengendali banjir tidak rusak sehingga dapat beroperasi dengan baik dan tidak
menimbulkan banjir lagi.
5.2.Saran
Penjajakan program penting dilakukan sebelum pengimplementasian tujuan utama
adalah untuk mengerti ragam konteks permasalahan mulai dari kebutuhan, kondisi
sampai pengharapan komunitas yang didampingi. Keterlibatan masyarakat dalam
perencanaan kegiatan menjadi sangat penting karena dari merekalah kebutuhan
sebenarnya dapat teridentifikasikan. Perlu juga dicatat bahwa kearifan lokal sangatlah
penting untuk tidak diabaikan. Identifikasi bersama terhadap sistem peringatan dini
seringkali menghasilkan pemilihan alat yang sesuai tidak harus selalu canggih.
Melainkan, alat sederhana yang mudah dioperasikan dan terjangkau biaya
operasionalnya akan menjadi sangat efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Esther B. 2007. Kajian Upaya Pengendalian Banjir di DKI Jakarta. Universitas Indonesia, Jakarta.
Eriyatno. 1989. Analisis Sistem Industri Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Direktorat Jenderal pendidikan Tinggi. PAU Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.
Suriadi, A.B. 2002. Analisis Sederhana dari Kompleksitas Masalah Banjir Jakarta. Bakosurtanal
https://id.wikipedia.org/wiki/Daerah_Khusus_Ibukota_Jakarta
https://www.google.co.id/maps/place/Daerah+Khusus+Ibukota+Jakarta/@-
6.2661311,106.7672142,11z/data=!4m5!3m4!1s0x2e69f3e945e34b9d:0x100c5e82dd4b820!
8m2!3d-6.17511!4d106.8650395
https://www.academia.edu/people/search?utf8=%E2%9C%93&q=pengendalian+banjir+sura
baya
https://drracfjkteng.files.wordpress.com/2010/03/ews-documentation1.pdf
http://www.serverjakarta.com/wewenang_siaga.aspx