Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu prasyarat dari pencapaian Visi Indonesia 2030 adalah harus adanya
penegakan etika bisnis yang konsisten. Hal ini dirasa penting karena penyebab
terpuruknya ekonomi Indonesia salah satunya karena para konglomerat di Indonesia
yang dalam menjalankan bisnisnya tidak mengabdi pada kepentingan nasional dan
mengabaikan etika bisnis.
Reformasi yang tiba di Indonesia seiring dengan datangnya badai krisis,
memang berhasil memaksa sang dictator turun 32 tahun Soeharto turun keprabon, tapi
tak semua masalah langsung bisa dibereskan. Sebagian besar maslah-masalah yang
bersifat fundamental justru tak tersentuh reformasi. Salah satu sebabnya adalah
1
hilangnya kesempatan mereformasi sistem ekonomi dengan kreativitas sendiri .
Sehingga konsep perekonomian hanya tergantung pada beberapa kekuatan besar, dan
karena kekuatannya yang besar itu banyak nilai-nilai etika yang tidak diabaikan,
karena selain mempunyai kekuatan ekonomi dia juga memiliki kekuatan politik. Dan
pada akhirnya negara yang dirugikan.
Konsep etika bisnis, yang didalamnya mengandung prinsip otonomi, prinsip
kejujuran, prinsip tidak berbuat jahat, prinsip keadilan dan hormat kepada diri sendiri,
jelas merupakan suatu konsep yang sifatnya universal bagi manusia yang beradab, dan
sudah seharusnya konsep tersebut dijadikan pemandu didalam pergaulan bisnis sehari-
hari.
Untuk mendukung penegakan etika bisnis, Majelis Permusyawaratan Rakyat
telah mengeluarkan Ketetapan MPR No. VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan
Berbangsa, didalamnya juga mengatur tentang etika ekonomi dan bisnis. Hal ini
dimaksudkan agar prinsip dan perilaku ekonomi baik oleh perseorangan, institusi,
maupun pengambil keputusan dalam bidang ekonomi yang bercirikan persaingan
yang jujur, berkeadilan, mendorong berkembangnya etos kerja ekonomi, daya tahan

1
Ishak Rafick, Catatan Hitam Lima Presiden Indonesia, Ufuk Publishing House, Jakarta, 2008, hlm.
xvii

1
ekonomi dan kemampuan saing, dan terciptanya suasan kondusif untuk pemberdayaan
ekonomi yang berpihak kepada rakyat kecil melalui kebijakan secara
berkesinambungan2.
Dengan pedoman etika ini diharapkan mampu mencegah terjadinya parktik-
praktik monopoli, oligopoli, kebijakan ekonomi yang mengarah kepada perbuatan
korupsi, kolusi dan nepotisme, diskriminasi yang berdampak negatif terhadap
efisiensi, persaingan sehat dan keadilan, serta menghindarkan perilaku menghalalkan
segala cara dalam memperoleh keuntungan. Namun sayangnya, pedoman yang baik
tersebut belum tersosialisasi pada masyarakat, sehingga sampai saat ini masalah etika
bisnis belum penting oleh organisasi pengusaha dan pelaku bisnis Indonesia. 3
Sejak terjadinya krisis moneter yang melanda Indonesia pada akhir tahun 1990
an, masalah corporate governance mendapatkan perhatian yang cukup besar dari
masyarakat dan pemerintah. Hal ini karena adanya anggapan bahwa masalah-masalah
yang dihadapi oleh perusahaan yang ada di Indonesia, yang secara lansung juga
menyebabkan terjadinya krisis moneter tersebut, adalah karena kurang diterapkannya
prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance)
didalam banyak perusahaan di Indonesia.
Selain itu tuntutan atas adanya penerapan good governance itu juga telah
merupakan salah satu isu untuk menarik minat masuknya modal asing kedalam pasar
modal suatu negara. Sehingga makin baik penerapan prinsip-prinsip good governance
juga merupakan indikasi adanya perlakuan yang baik terhadap pemodal. Salah satu
tema utama good governance adalah masalah keterbukaan. Good corporate
governance merupakan konsep yang menekankan pentingnya hak pemegang saham
untuk memperoleh informasi dengan benar, akurat, dan tepat waktu serta kewajiban
perusahaan untuk mengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, dan
transparan mengenai semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan
stakeholder. Prinsip corporate governance diharapkan dapat meningkatkan kualitas
laporan keuangan, yang pada akhirnya meningkatkan kepercayaan pemakai laporan
keuangan, termasuk investor
Peristiwa jatuhnya harga saham Perusahaan dibawah naungan Bakri Group,
telah membuka mata para investor pasar modal dan memberikan pelajaran berharga,

2
Adi Sulistiyono dan Muhammad Rustamaji, Hukum Ekonomi Sebagai Panglima, PT. Masmedia
Buana Pustaka, Surakarta, 2009, hlm. 46
3
Ibid

2
bahwa penerapan Etika Bisnis sangatlah penting untuk menghindari terjadinya
skandal dan berbagai bentuk pelanggaran pada perusahaan. Kejadian tersebut tidak
saja berdampak pada perusahaan, melainkan turut menimbulkan ketidak percayaan
publik terhadap para profesional yang turut menyusun laporan keuangan yang
menyesatkan publik tersebut. Sekali pencipta pasar seperti PT. Bumi Resouces Tbk.
Kehilangan kredibilitasnya dimata pembeli dan penjual potensialnya, maka pembeli
dan penjual tersebut akan secara cepat memindahkan bisnis mereka kepihak lain yang
bisa diandalkan. Menurut Direktorat Pajak, tiga perusahaan milik grup Bakrie diduga
menggelapkan pajak sebesar Rp 2,1 triliun. Rinciannya, PT Bumi Resources sebesar
Rp 376 miliar, PT Kaltim Prima Coal sebesar Rp 1,5 triliun, dan PT Arutmin
Indonesia sebesar US$ 39 juta4.
Sebagai sebuah perusahaan Publik, ketiga perusahaan tersebut haruslah
menjalankan prinsip-prinsip good corporate governance agar tudingan-tudingan
miring seperti adanya dugaan penggelapan pajak bisa teratasi yakni dengan
melakukan tranparasi dan keterbukaan informasi. Bagi perusahaan yang telah
berstatus sebagai perusahaan yang akan dan telah go-public di pasar modal,
transparansi dan akuntabilitas pengelolaan perusahaan merupakan keharusan mutlak
yang telah diatur dalam berbagai regulasi, untuk perlindungan bagi investor di pasar
modal, di samping untuk menunjang keberlangsungan (sustainability) perusahan itu
sendiri.
Laporan keuangan yang berkualitas dan disajikan secara tepat waktu adalah
salah satu pilar dari prinsip transparansi.Tercapainya laporan keuangan yang
transparan dan akuntable di Pasar Modal Indonesia merupakan tanggung jawab semua
pihak terkait, dan bukanlah semata tugas dan tanggungjawab akuntan publik.
Pihak-pihak yang memiliki kemampuan untuk mendorong terciptanya laporan
keuangan yang transparan dan akuntable harus bekerja sama secara sinergis. Pihak-
pihak tersebut antara lain:
1. Regulator, yang secara persisten mendorong pengungkapan informasi
keuangan yang handal.

4
Dikutip dari http://www.tempointeraktif.com dengan judul posting “Mahasiswa Tuntut
Skandal Pajak Bakrie Diusut Tuntas” yang diakses pada tanggal 10 februari 2010

3
2. Dewan Standar Akuntansi, yang menentukan standar yang relevan dan
dapat diandalkan untuk industri, khususnya yang berkaitan dengan
transaksi-transaksi keuangan yang kian kompleks.
3. Direksi dan manajemen perusahaan, yang memiliki pemahaman yang
memadai terhadap Standar Akuntansi Keuangan dan secara konsisten
menerapkan standar tersebut.
4. Organ pengawas perusahaan, yang secara efektif menerapan asas check and
balance sehingga tercapai mekanisme pengawasan internal yang efektif
5. Akuntan publik, yang profesional dalam melakukan audit sesuai dengan
standar audit yang memenuhi kualifikasi global
6. Komitmen semua pihak untuk dapat menjalankan fungsi masing-masing
5
secara jujur .

Kejahatan penggelapan pajak sangat merugikan masyarakat karena


pembiayaan APBN Indonesia sangat bergantung pada pemasukan dari sektor pajak .
pembiayaan APBN yang menentukan penghidupan rakyat Indonesia 80 persennya
diperoleh dari pemasukan pajak, bukan dari minyak atau hasil hutan, sehingga
kejahatan penggelapan atau manipulasi pajak sangat merugikan kepentingan rakyat
luas. Setiap pelaku penggelapan pajak yang dijatuhi putusan penjara tidak serta-merta
bebas dari kewajibannya membayar pajak. Dikatakan bahwa setelah putusan
dijatuhkan, Ditjen Pajak akan mengeluarkan surat penagihan. Jika kewajiban tidak
dipenuhi pelaku, akan dikeluarkan surat penagihan paksa.
Upaya penegakan hukum yang adil dan beribawa mutlak diperlukan
dalam menyelesaikan kasus dugaan penggelapan pajak ini, karena nantinya public
akan mengetahui bagaimana kisah yang sebenarnya dari kasus ini dan public juga
mengetahui bagaimana proses penegakan hukum dibidang pasar modal itu sendiri.
Penyelesaian kasus ini harus dijauhkan dari ketegangan politik yang ada. Mengutip
kata teori dari Lawrence M. freidman, ada tiga faktor penegakan hukum yakni:
- Subtansi hukum terkait dan bersangkut paut dengan peraturan per undang-
undangan.

5
Dikutip dari www. akuntanpublikindonesia.com dengan judul posting Mewujudkan Laporan
Keuangan Emiten Yang Berkualitas yang diakses pada tanggal 11 Februari 2010

4
- Struktur hukum terkait dengan bersangkut-paut dengan aparat penegak
hukum
6
- Budaya hukum terkait dengan kesadaran hukum masyarakat .

B. Masalah Pokok
1. Bagaimana penerapan Good Corporate Governance dalam menyampaikan
keterbukaan informasi yang akurat dalam hal pajak di perusahaan Bakri Group?
2. Bagaimana penegakan hukum terhadap masalah penggelapan Pajak yang terjadi di
Perusahaan Bakri Group?

6
Andi Abu Ayyub Saleh, Tamasya Perenungan Hukum, Yarsif Watampone, Jakarta, 2006,hlm.9

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Penerapan Prinsip Penyampaian Informasi yang Akurat


Globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas merupakan trend dan
perkembangan terpenting saat ini. Bagi negara-negara tertentu, memasuki era
perdagangan bebas memerlukan persiapan, misalnya mengefektifkan dan
mengefisienkan perekonomian adalah suatu prasyarat kondisional.
Belajar dari krisis keuangan dan ekonomi di Asia, lembaga-lembaga keuangan
internasional seperti World Bank, Asian Development Bank (ADB), International
Monetary Fund (IMF), Consultative Group on Indnesia (CGI) berkesimpulan bahwa
penerapan GCG adalah hal yang cukup mendesak untuk segera di implementasikan
oleh kalangan pelaku usaha dan solusi bagi krisis. Secara historis, Corporate
Governance (CG) adalah suatu konsep yang telah lama dirintis dan dijalankan oleh
kalangan pakar hukum bisnis dan pelaku bisnis di negara-negara Anglo-Saxon dan
7
beberapa negara-negara eropa .
Keterbukaan atau transparasi merupakan prinsip dari Good Corporate
Governance yang diakomodasikan kedalam peraturan perundang-undangan dibidang
pasar modal. Pedoman GCG ref. 4.0 memasukkan prinsip keterbukaan yang
mensyaratkan ketepatan waktu dan akurasi informasi. Perseroan mempunyai
kewajiban mengungkapkan informasi penting dalam laporan berkala dan laporan
peristiwa penting perseroan kepada pemegang saham dan instansi pemerintah yang
terkait sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku secara tepat waktu,
akurat, jelas dan secara obyektif. Prinsip wajib mengungkapkan informasi penting
terakomodasi dalam:
- Keharusan melakukan transaksi secara jujur,benar dan demi kepentingan
semua pemegang saham dan larangan melakukan transaksi yang
menguntungkan pihak-pihak tertentu (Peraturan Bapepam No. IX .E.1. tentang
benturan Kepentingan Transaksi Tertentu)

7
M.Irsan Nasarudin dkk. Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, Kencana Prenada Media Group,
Jakarta, 2003, hlm. 95

6
- Kewajiban untuk menyampaikan penggunaan dana yang diperoleh dari
penawaran umum kepada public ( Peraturan Bapepam No. X.K.4. Tentang
Laporan Realisasi Penggunaan Dana Hasil Penawaran Umum)
- Keharusan menyampaikan informasi kepada otoritas pasar modal, bursa dan
publik yang berkaitan dengan proses pengambilalihan oleh pihak pengambil
alih ( Peraturan Bapepam No. IX.H.1. tentang Pengambilalihan Perusahaan
Terbuka)
- Kewajiban pihak penawar untuk menyampaikan informasi kepada otoritas
pasar modal, bursa dan publik sehubungan dengan upaya pembelian saham
perusahaan terbuka ( Peraturan Bapepam No. IX.F.1. tentang penwaran
umum)
- Prinsip kecepatan penyampaian informasi atau fakta material atau peristiwa
yang mungkin berpengaruh kepada harga efek kepada publik ( Peraturan
Bapepam No. X. K.1. Tentang Keterbukaan Informasi yang Harus Segera di
Umumkan kepada Publik)
- Surat Keputusan Ketua Bapepam No. S-456/PM/1991 perihal Pembelian
Saham atau Penyertaan pada perusahaan lain.
- Prinsip ketepatan waktu dan akurasi termaktub dalam peraturan Bapepam No.
VIII.G.7. Tentang Pedoman Penyajian Laporan keuangan.
- Kewajiban menyampaikan laporan keuangan (Peraturan Bapepam No.X.K.2.
tentang Kewajiban Penyampaian Laporan Berkala.
- Surat Keputusan Ketua Bapepam No. S-298/PM/1993 perihal kewajiban
Menyampaikan Laporan Keuangan Konsolidasi.
- Prinsip keseragaman informasi untuk rencana RUPS (Peraturan Bapepam No.
IX.1.1. tentang rencana dan pelaksanaan rapat umum Pemegang Saham.
Peraturan Bapepam No.IX.C.3. tentang Pedoman mengenai bentuk dan isi
propektus dalam rangka penerbitan hak memesan efek terlebih dahulu
(HMTED).
- Surat Edaran Bapepam No. SE-05/PM/19968

Operasional dari prinsip full disclosure dapat dikategorikan kedalam dua fase,
yaitu masa pra-listing dan masa pasca-listing. Fase pra-listing dimulai pada saat

8
Ibid, hlm.237

7
perusahaan ingin melakukan go public. Proses go publik itu sendiri sudah
mengharuskan emiten terbuka, dan siap untuk diacak-acak oleh yang berkepentingan.
Keterbukaan pada masa pra listing,umumnya terefleksi dari prospektusnya.
Sedangkan keterbukaan setelah listing, tercermin dalam laporan berkala yang
wajib disampaikan oleh perusahaan publik kepada Bapepam dan mengumumkan
laporan tersebut kepada masyarakat, vide Pasal 86 ayat (1) sub a Undang-Undang
Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995. Disamping itu, perusahaan public juga wajib
menyampaikan laporan secara insedentil, case by case kepada Bapepam dan
mengumumkannya kepada masyarakat tentang adanya peristiwa material yang dapat
mempengaruhi harga efek selambat-lambatnya pada hari akhir kerja kedua setelah
terjadinya peristiwa tersebut. Jadi, setiap perusahaan public memang harus membuat
laporannya dan ini telah merupakan aturan yang berlaku dimana-mana. Beberapa
karakteristik dari doktrin transparasi adalah:
a. Prinsip ketinggian derajat akurasi informasi
b. Prinsip kelengkapan informasi
c. Prinsip keseimbangan antara faktor positif dan faktor negatif.
Organization for Economic Cooporation and Develpoment merumuskan
paling sedikit empat unsur penting dalam prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan
yang baik (good corporate governance), yang semuanya bermuara pada prinsip
keterbukaan (disclosure). Keempat prinsip tersebut adalah:
a. fairness (keadilan). Menjamin perlindungan hak-hak para pemegang
saham. Termasuk hak-hak pemegang saham minoritas dan para
pemegang saham asing, serta menjamin terlaksananya komitmen
dengan para investor.
b. Tranparency (transparasi). Mewajibkan adanya suatu informasi yang
terbuka, tepat waktu serta jelas, dan dapat diperbandingkan yang
menyangkut keadaan keuangan, pengelolaan perusahaan dan
kepemilikan perusahaan.
c. Accountability (akuntabilitas). Menjelaskan peran dan tanggung
jawab, serta mendukung usaha untuk menjamin penyeimbangan
kepentingan manajemen dan pemegang saham, sebagaimana yang
diawasi oleh Dewan Komisaris.

8
d. Responsibility (pertanggung jawaban). Memastikan dipatuhinya
peraturan serta ketentuan yang berlaku sebagai cerminan
9
dipatuhinya nilai-nilai sosial.
Dengan adanya dugaan skandal penggelapan pajak yang cukup besar, maka
dari sini kita bisa melihat bahwa emiten tidak memberikan informasi yang benar
mengenai berapa besar yang belum dibayarkan kepada negara. Terlihat dengan jelas
bahwa prinsip tersebut belum mendapatkan komitmen yang tegas dari Bapepam,
sehingga muncul peluang untuk diselewengkan oleh emiten. Misalnya, upaya
merekayasa laporan financial melalui akuntan publik khususnya masalah pajak. Untuk
yaitu perlu dibuat aturan yang tegas mengenai aturan main dalam pembuatan laporan
keuangan oleh akuntan dalam bidang go public. Sehingga ketiga prinsip dari doktrin
transparasi tersebut dapat terwujud.
Adanya perbedaan data-data mengenai pajak didalam propektus perusahaan-
perusahaan dibawah naungan bakri group dengan Ditjen Pajak merupakan bukan
rahasia umum lagi. Propektus bukan lagi merupakan sarana transparasi, tetapi lebih
merupakan ajang promosi, yang memoles lipstick di bibir. Ditambah lagi seperti yang
termuat didalam Undang-Undang Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995, dalam mengatur
isi prospectus, tampaknya pemerintah lebih berkepentingan dengan klausula cuci
tangan Bapepam berbunyi “ Bapepam tidak memberikan pernyataan menyetujui, dan
10
seterusnya” .

1. Sekilas Tentang Penggelapan Pajak

Pajak adalah beban bagi perusahaan, sehingga wajar jika tidak satupun
perusahaan (wajib pajak) yang dengan senang hati dan suka rela membayar pajak.
Karena pajak adalah iuran yang sifatnya dipaksakan, maka negara juga tidak
membutuhkan ‘kerelaan wajib pajak’. Yang dibutuhkan oleh negara adalah ketaatan.
Suka tidak suka, rela tidak rela, yang penting bagi negara adalah perusahaan tersebut
telah membayar pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Lain halnya dengan

9
Hamud M. Balfas, Hukum Pasar Modal, PT. Tatanusa, Jakarta, 2006, hlm. 232
10
Munir Fuady, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hlm.
83

9
sumbangan, infak maupun zakat, kesadaran dan kerelaan pembayar diperlukan dalam
hal ini.

Mengingat pajak adalah beban –yang akan mengurangi laba bersih


perusahaan- maka perusahaan akan berupaya semaksimal mungkin agar dapat
membayar pajak sekecil mungkin dan berupaya untuk menghindari pajak. Namun
demikian penghindaran pajak harus dilakukan dengan cara-cara yang legal agar tidak
merugikan perusahaan di kemudian hari. Penghindaran pajak dengan cara illegal
adalah penggelapan pajak. Hal ini perbuatan kriminal, karena menyalahi aturan yang
berlaku. Contoh kasus penggelapan pajak :

 Melaporkan penjualan lebih kecil dari yang seharusnya, omzet 10 milyar


hanya dilaporkan dalam laporan keuangan perusahaan sebesar 5 milyar
misalnya.
 Menggelembungkan biaya perusahaan dengan membebankan biaya fiktif;
 Transaksi export fiktif,

11
 Pemalsuan dokumen keuangan perusahaan

Jika dianalogikan pajak dengan karcis tol, Jika melewati jalan tol namun tidak
membayar karcis tol, maka itulah penggelapan pajak. Sedangkan jika kita
menghindari untuk membayar karcis tol dengan cara memilih lewat jalan biasa, maka
itulah penghindaran pajak. Menghindari membayar tol (pajak) dengan cara tidak
lewat jalan tol adalah cara yang legal.

Dalam ketentuan perpajakan, masih terdapat berbagai celah –loophole- yang dapat
dimanfaatkan oleh perusahaan agar jumlah pajak yang dibayar oleh perusahaan
optimal dan minimum (secara keseluruhan). Optimal disini diartikan sebagai,
perusahaan tidak membayar sesuatu (pajak) yang semestinya tidak harus dibayar,
membayar pajak dengan jumlah yang ‘paling sedikit’ namun tetap dilakukan dengan
cara yang elegan dan tidak menyalahi ketentuan yang berlaku.

11
Dikutip dari www. triyani.wordpress.com, dengan judul Posting Penghindaran Pajak Vs
Penggelapan Pajak yang diakses pada tanggal 11 Februari 2010

10
Selain menghindari transaksi yang merupakan obyek pajak, langkah-langkah
penghematan pajak yang dapat dilakukan oleh perusahaan antara lain :

 Memilih Bentuk usaha yang memiliki tarif Pajak terendah


 Memaksimalkan biaya yang telah dikeluarkan agar dapat dibebankan sebagai
pengurang penghasilan,
 Memilih berbagai alternatif transaksi yang memberikan efek beban pajak
terendah.

12
 Memaksimalkan kredit pajak yang telah dibayar

Pada dasarnya kewajiban pajak perusahaan dihitung berdasarkan laba bersih yang
diperoleh selama satu periode (satu tahun pajak). Laba bersih perusahaan dihitung
berdasarkan laporan keuangan yang disusun oleh perusahaan. sebagai gambaran,
laporan laba rugi yang disusun oleh perusahaan :

Uraian Jumlah (Rp)


Penjualan 10.000.000
Harga Pokok Penjualan 6.000.000
Laba Bruto 4.000.000
Biaya Operasional :
- Biaya Pemasaran (Promosi, sponsorship dll) 1.000.000
- Biaya Gaji karyawan 900.000
- Biaya Operasional lainnya 1.500.000
Sub total Biaya Operasional 3.400.000

Laba Bersih 600.000


PPh terutang – 30% 180.000
Laba Bersih setelah Pajak 420.000

Dalam contoh tersebut laba bersih perusahaan sebelum pajak sebesar Rp


600.000. PPh yang terutang sebesar Rp 180.000 sehingga laba bersih setelah pajak –
yang dapat diinvestasikan kembali- atau dibagikan kepada pemilik sebagai dividen
sebesar Rp 420.000

Dalam ilustrasi perhitungan PPh di atas, diasumsikan bahwa seluruh biaya


operasional perusahaan dapat dibebankan/ diperhitungkan sebagai pengurang
penghasilan. Sehingga pajak yang terutang dihitung berdasarkan laba bersih.
12
Ibid

11
Sayangnya, sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku terdapat
berbagai macam biaya yang –meskipun secara akuntansi komersial dan bisnis-
memang dikeluarkan oleh perusahaan untuk keperluan usaha; namun tidak dapat
dibebankan sebagai pengurang penghasilan dalam menghitung PPh terutang atau
menjadi non deductable expenses.

Secara umum, pengeluaran yang dapat dibebankan sebagai pengurang


penghasilan secara fiskal (deductable expenses) adalah pengeluaran yang
berhubungan langsung dengan kegiatan usaha. Pengeluaran biaya tersebut dilakukan
dalam rangka mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan serta didukung
dengan bukti yang memadai (valid & reliable).

Meskipun pengeluaran yang dilakukan perusahaan benar-benar berhubungan


langsung dengan kegiatan usaha, secara internal-pun sudah diakui kebenaran transaksi
tersebut, sepanjang pengeluaran tersebut tidak didukung adanya bukti transaksi yang
memadai, bukti transaksi yang valid dan reliable maka sesuai dengan ketentuan
perpajakan, pengeluaran tersebut menjadi non deductable expenses.

Berbicara mengenai bukti kebenaran suatu transaksi, akuntansi mencatat suatu


transaki yang telah lewat kejadiannya (historical data), satu-satunya alat yang dapat
membuktikan bahwa transaksi tersebut benar adanya, yaitu dengan adanya dokumen
yang valid dan reliable. Selain dokumen, tentu saja adanya internal kontrol yang kuat
yang dapat mencegah terjadinya transaksi-transaksi yang tidak benar juga diperlukan.
Meskipun secara akuntansi komersial, suatu transaksi telah dapat dibuktikan
kebenarannya –berdasarkan dokumen- yang ada, ketentuan perpajakan belum tentu
menerima hal tsb.

Dalam ilustrasi perhitungan PPh di atas, diasumsikan bahwa semua biaya


operasional dapat diakui sebagai pengurang penghasilan seluruhnya sehingga PPh
terutang dihitung berdasarkan laba bersih. Apabila atas biaya operasional perusahaan
tidak dapat dibebankan sebagai biaya secara fiskal –menjadi non deductable
expenses-, maka perhitungan pajak dilakukan berdasarkan laba bersih setelah
ditambah dengan pengeluaran yang merupakan kelompok non deductable expenses.

12
Jika dalam ilustrasi perhitungan di atas, komponen biaya pemasaran tidak
didukung bukti pengeluaran yang valid misalnya, selain itu juga terdapat biaya
entertainment yang tidak didukung daftar nominatif, sehingga seluruhnya tidak dapat
dibebankan sebagai biaya (dikoreksi menjadi non deductable expenses), maka
ilustrasi perhitungan PPh-nya menjadi sebagai berikut :

Uraian Jumlah (Rp)


Penjualan 10.000.000

Harga Pokok Penjualan 6.000.000

Laba Bruto 4.000.000


Biaya Operasional :
- Biaya Pemasaran (Promosi, sponsorship dll) 1.000.000
- Biaya Gaji karyawan 900.000
- Biaya Operasional lainnya 1.500.000
Sub total Biaya Operasional 3.400.000

Laba Bersih – komersial 600.000


Ditambah :
Biaya pemasaran yang merupakan non deductable
1.000.000
expenses
Laba yang menjadi dasari perhitungan Pajak 1.600.000
8
0
,
PPh terutang – 30% 480.000
0
0
%
Laba Bersih setelah Pajak 120.000

Dari ilustrasi perhitungan ini, dapat terlihat bahwa pengeluaran yang nyata-
nyata sudah menjadi beban perusahaan untuk keperluan memasarkan produk –biaya
promosi dan sponsorship- namun karena biaya tersebut tidak didukung bukti yang
valid, perusahaan memiliki kewajiban pajak yang jauh lebih tinggi dibanding
seharusnya. Dalam contoh tersebut tarif efektif PPh mencapai 80% dari laba bersih.
Membayar 30% saja sudah menjadi beban apalagi harus membayar sampai 80%, tentu
menjadi beban yang sangat berat bagi perusahaan.

13
Selain wajib membayar pajak atas penghasilan yang diperoleh, perusahaan
juga memiliki kewajiban untuk memotong pajak yang terutang atas penghasilan yang
dibayarkan kepada pihak lainnya, baik kepada karyawan maupun kepada pihak ketiga.
Atas pembayaran gaji dan tunjangan kepada karyawan perusahaan wajib memotong
dan menyetor PPh 21 yang terutang. Pembahasan mengenai PPh 21 akan dilanjutkan
pada kesempatan lain.

Sedangkan atas pembayaran kepada pihak ketiga, atas imbalan jasa/ kegiatan,
perusahaan juga memiliki kewajiban memotong PPh 23 yang terutang dan
menyetorkannya ke kas negara. Dalam kondisi yang ideal, PPh pasal 23 yang harus
dipotong dari pembayaran kepada pihak ke-3 (vendor) tidaklah menjadi pengurang
penghasilan (biaya) bagi perusahaan, karena perusahaan hanya mengurangi jumlah
uang yang akan dibayarkan kepada vendor sebesar tarif PPh 23 yang berlaku dan
menyetorkannya ke kas negara.

Sayangnya, dunia –apalagi dunia pajak- tidak selalu indah. Ada saat dimana
perusahaan harus melakukan transaksi dengan vendor yang lebih superior dan tidak
bersedia dipotong pajak atas fee yang akan diterimanya. Ada saat dimana perusahaan
dalam posisi sangat membutuhkan jasa ‘pihak ketiga tersebut’ karena otoritas yang
dimilikinya. Dalam kondisi seperti ini, perusahaan lagi-lagi akan memperhitungkan
alternatif mana yang harus dipilih agar pajak tidak semakin menjadi beban bagi
perusahaan. Kadang perusahaan terpaksa memilih untuk melakukan gross up atas fee
yang akan dibayarkan kepada vendor / pihak ketiga yang jasanya sangat dibutuhkan
perusahaan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Adakalanya perusahaan memilih
untuk menanggung pajak yang seharusnya menjadi beban pihak lain, meskipun beban
pajak tersebut pada akhirnya menjadi komponen non deductable item.

Salah satu tujuan sebuah perusahaan didirikan adalah untuk tujuan ekonomi.
salah satu tolok ukur keberhasilan sebuah perusahaan secara ekonomi adalah
pencapaian laba bersih –setelah pajak- yang tinggi. Laba bersih yang tinggi tentu
diawali dengan pencapaian target penjualan yang tinggi, kemudian diikuti dengan
pengeluaran biaya-biaya yang efisien, dan pembayaran pajak yang optimal, sehingga
akan dicapai laba bersih setelah pajak yang maksimal.

14
Ketika penjualan mencapai target, namun biaya yang dikeluarkan jauh lebih
tinggi –misalnya- maka secara ekonomi hal tsb hanya akan menjadi sebuah
pencapaian yang “sia-sia”. Demikian pula ketika laba bersih –secara komersial-
sudah mencapai angka yang optimal, karena didukung dengan pencapaian target
penjualan yang maksimal dan pengeluaran yang minimal, bisa jadi akan menjadi sia-
sia ketika ternyata laba habis tergerus beban pajak yang tidak seharusnya. Misalnya
karena banyaknya biaya yang merupakan kriteria non deductable expenses.

2. Dugaan Penggelapan Pajak oleh Perusahaan Bakri Gruop

Ada ungkapan big is beautiful. Tapi sepertinya ungkapan itu tidak


seluruhnya benar. Hal ini seperti yang dialami PT Bumi Resources Tbk. Salah satu
produsen tambang batu bara terbesar di Indonesia ini sedang pusing lantaran dituding
menggelapkan pajak sebesar Rp2,1 triliun. LSM Indonesian Corruption Watch (ICW)
menilai, jumlah itu membengkak menjadi Rp11,426 triliun setelah perusahaan diduga
13
kurang membayar royalti pada periode 2003-2008 .

Seperti diketahui, dugaan penggelapan pajak PT Bumi Resources Tbk,


termasuk anak usahanya PT Arutmin Indonesia, dan PT Kaltim Prima Coal (KPC)
sebesar Rp2,1 triliun pada tahun 2007 itu tengah diproses oleh Polda Kalimantan
Timur dan Kalimantan Selatan. Bedanya, untuk dugaan penggelapan pajak KPC
tengah disidik Polda Kaltim. Lalu Polda Kalsel menyelidiki dugaan penggelapan
pajak Arutmin.

Koordinator Monitoring dan Analisa Anggaran ICW, Firdaus Ilyas


mengatakan pembengkakan utang perusahaan tambang milik Aburizal Bakrie itu
didapat setelah ICW menelaah data-data primer seperti laporan keuangan perusahaan,
prospektus, laporan pada pemegang saham, data produksi serta penjualan batu bara
perseroan. Data itu juga kami dapat dari hasil audit BPK. Lalu, setelah sejumlah
dokumen tersebut diteliti, ditemukan dua kenakalan yang dilakukan perseroan.
Pertama, ditemukan kekurangan setoran Dana Hasil Penjualan Batubara (DHPB) pada

13
Dikutip dari www.hukumonline.com dengan judul posting Utang Pajak BUMI Melangit yang
diakses pada tanggal 10 Februari 2010

15
2003-2008, mencapai AS$143,189 juta. “Tetapi, angka itu belum disesuaikan dengan
14
laporan keuangan persero 2008 yaitu AS$608,178 juta.

Kedua, emiten berkode saham BUMI itu kurang membayar royalti periode
2003-2008 yang jumlahnya mencapai AS$477,299 juta. Alhasil, total kewajiban Bumi
pada negara mencapai AS$1,228 miliar. Apabila menggunakan kurs Rp9.300, maka
kewajiban BUMI mencapai Rp11,426 triliun. Atas dasar itu, ICW mendesak
Departemen Keuangan memanggil dan memeriksa kantor akuntan publik yang
mengaudit laporan keuangan BUMI. Selain itu, Departemen Keuangan juga harus
memanggil Direktur Jenderal Mineral Batu Bara dan Panas Bumi Departemen ESDM.
Soalnya, dari Direktur Jenderal ini, bisa diketahui berbagai hal yang mempengaruhi
penerimaan BUMI seperti harga batu bara.

Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak sendiri tidak tinggal diam. Institusi yang
bernaung di bawah Departemen Keuangan ini terus melakukan penyelidikan dan
penyidikan terhadap tunggakan pajak tiga perusahaan Grup Bakrie tersebut. Dirjen
Pajak Mochamad Tjiptardjo menegaskan, jika ingin penyidikan dihentikan maka Grup
Bakrie harus membayar kewajiban lima kali lipat dari total tunggakan. “Jadi, harus
bayar denda 400 persen. Kalau ditambah pokok tunggakan, jadi 500 persen,” ujarnya.

Selain harus melunasi kewajibannya, ada prosedur lain yang harus ditempuh
Grup Bakrie jika ingin penyidikan kasus ini dihentikan. “Mereka harus mengajukan
permohonan ke Menkeu, kemudian dari Menkeu ke Kejagung untuk minta
penghentian penyidikan”. Langkah ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan
(PMK) No. 130/PMK.03/2009 tentang Tata Cara Penghentian Penyidikan Tindak
Pidana Di Bidang Perpajakan Untuk Kepentingan Penerimaan Negara.

PMK yang berlaku sejak 18 Agustus 2009 itu menyatakan, proses penyidikan
kasus tindak pidana bidang perpajakan dapat dihentikan melalui izin dari Menkeu,
setelah wajib pajak (WP) melunasi pajak yang tidak atau kurang dibayarkan atau yang
seharusnya tidak dikembalikan serta setelah membayar sanksi administrasi berupa
denda sebesar empat kali dari pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang
seharusnya tidak dikembalikan.

14
Ibid

16
Kejaksaan Agung (Kejagung) dapat menghentikan penyidikan kasus pidana
bidang perpajakan maksimal selama enam bulan sejak tanggal surat permintaan yang
dibuat Menkeu. Sebelumnya, Dirjen Pajak diminta Menkeu meneliti dan memberi
pendapat sebagai bahan pertimbangan. Surat yang diajukan WP kepada Menkeu harus
dilengkapi pernyataan berisi pengakuan bersalah dan kesanggupan pelunasan
pembayaran pajak dan sanksi.

Ditjen Pajak yang mengetahui kasus ini mengatakan kemungkinan


penambahan nilai kerugian negara terjadi karena dalam proses penyidikan yang
dilaksanakan, penyidik menemukan komponen biaya pada PT Bumi Resources Tbk
(BUMI) yang tidak sesuai dengan seharusnya, sehingga menyebabkan besaran pajak
yang dibayarkan menjadi kecil. Itu salah satunya dari biaya bunga pinjaman. Kami
sedang menelusuri, nilainya bisa mencapai ratusan miliar rupiah. Komponen biaya
merupakan salah satu komponen yang bisa dikurangkan dari penghasilan bruto dalam
rangka penentuan penghasilan kena pajak (PKP). Namun, berdasarkan ketentuan
perpajakan, tidak semua komponen biaya bisa dikurangkan dari penghasilan bruto.
Saat meminta penjelasan lebih lanjut mengenai komponen biaya apa saja yang
dimaksud, dia enggan menjelaskannya. Pelaksana tugas (Plt) Direktur Intelijen dan
Penyidikan Direktorat Jenderal Pajak Pontas Pane ketika dikonfirmasi enggan
berkomentar banyak soal perkembangan penyidikan ketiga kasus tersebut. Namun,
menurut dia, Ditjen Pajak terus melaksanakan proses penyidikan meski terjadi
resistensi dari pihak saksi maupun tersangka. “Kami akan jalan terus,” katanya.
Direktorat Jenderal Pajak saat ini mengusut kasus dugaan pidana pajak oleh
tiga perusahaan Grup Bakrie, yakni PT Kaltim Prima Coal (KPC), Bumi, dan PT
Arutmin Indonesia. Ketiganya diduga menyampaikan surat pemberitahuan (SPT)
tahunan tahun pajak 2007 secara tidak benar. Untuk KPC dan Bumi, Ditjen Pajak
telah melakukan penyidikan sementara untuk Arutmin masih dalam proses
pemeriksaan bukti permulaan. Terkait pelaksanaan penyidikan tersebut,
mengungkapkan tim penyidik Ditjen Pajak mengalami kesulitan memanggil saksi.
Tidak tahu kenapa, tapi memang informasi yang kami dapat menyebutkan di dalam
mereka (Grup Bakrie) sudah ada tekanan.” Menurut dia, pemanggilan terhadap
tersangka juga mengalami hambatan karena yang bersangkutan tidak pernah
memenuhi panggilan pemeriksaan yang dilayangkan penyidik pajak dengan alasan
sedang sakit. “Kami sudah panggil sekali, nanti tak lama lagi akan kami panggil

17
kedua kali. Kalau juga tak dipenuhi akan kami panggil paksa dibantu Kepolisian,”
tegasnya.
Dengan adanya masalah ini, kita bisa melihat bahwa sebagai perusahaan yang
telah Go Publik masih adanya indikasi bahwa perusahaan-perusahaan tersebut masih
belum menerapkan prinsip-prinsip good corporat governance, walaupun masih
sebatas dugaan tetapi asumsi-asumsi negative telah mengarah kesana. Untuk bisa
memastikannya lebih jauh maka harus dilakukan penyidikan lebih lanjut, tetapi untuk
dampak sementara akibat adanya dugaan ini, investor sudah mulai ragu untuk
menanamkan modalnya pada perusahaan-perusahaan tersebut.
Didalam konsep good governance setiap informasi yang hendakkan
disampaikan harus terbuka dan akurat, jauh dari manipulasi dan hal-hal yang
menyesatkan, sebab dengan diterapkannya Prinsip corporate governance diharapkan
dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan, yang pada akhirnya meningkatkan
kepercayaan pemakai laporan keuangan, termasuk investor.

B. Upaya Penegakan Hukum Terhadap Dugaan Penggelapan Pajak


Hukum merupakan cermin yang memantulkan kepentingan masyaraat. Karena
kepentingan masyarakat selalu berubah, maka secara operasional hukum juga dituntut
untuk selalu mengubah dirinya. Dewasa ini, dunia hukum di Indonesia sedang dalam
masa disintegrated. Disatu satu pihak, tatanan hukum lama yang berasal dari hukum
kolonial dan hukum adat, bahkan hukum yang telah dibentuk setelah kemerdekaan
banyak yang telah usang. Dan dilain pihak, tatanan alternatif dari hukum baru belum
juga terbentuk. Bahkan platform yang jelas belumpun diketahui, ditambah dengan
sector pengetahuan ekonomi yang semangatnya digenjot menggebu-gebu, tercipalah
distorsi kedalam sektor bisnis dan ekonomi itu sendiri15.

Konsekuensi logisnya, tidak terlalu mengherankan jika dewasa ini sangat


merajalela terjadinya praktek bisnis yang tidak fair. Seperti persaingan curang,
monopoli, ologopoli, kartel, pemberian fasilitas dan akumulasi sumber daya ekonomi
di tangan satu atau dua konglomerat, bisnis dan perizinan yang dilandasi pada
koneksi, suap menyuap dan lobi yang kental, birokrasi dan prosedur yang berbelit-
belit dan termasuk juga adanya dugaan skandal penggelapan pajak yang dilakukan

15
Op Cit, Munir Fuady,, hlm.4

18
oleh perusahaan-perusahaan dibawah naungan Bakri Group. Hal ini menandakan
hukum bisnis tidak berperan, baik karena kevakuman, kebobrokan atau ketidak
jelasan aturan main, atau karena Law Enforcement nya yang kurang sigap kalaupun
tidak dibilang lumpuh total.
Bila terdapat pelanggaran, konsekuensinya akan berhadapan dengan sanksi
hukum sesuai dengan jenis dan kualitas pelanggaran. Upaya untuk melakukan
penegakan hukum harus berlangsung secara konsisten dengan tetap memperhatikan
kepentingan perkembangan Pasar Modal. Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam)
berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal memiliki kewenangan
yang sangat besar untuk melakukan pembinaan, pengaturan dan pengawasan kepada
industri pasar modal diharapkan mampu menjalankan fungsinya sesuai dengan yang
diamanatkan UU tersebut.
Disamping itu, untuk menjalankan pengawasan secara represif, Bapepam
diberi kewenangan melakukan pemeriksaan, penyelidikan dan penyidikan seperti
diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1995 tentang tata cara
pemeriksaan di Pasar Modal. Dalam rangka itulah maka sesuai dengan amanah yang
digariskan dalam Undang-Undang Pasar Modal, bahwa dalam rangka
menyempurnakan pengaturan pasar modal telah dikeluarkan serangkaian peraturan
yang memberikan kepastian dan jaminan hukum bagi para pelaku pasar modal.
Dilihat dari format disclosure, yang seharusnya dilarang secara tegas adalah:
a. keterangan yang salah
b. keterangan setengah benar
c. sama sekali diam terhadap fakta material16
sedangkan didalam Undang-Undang Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995 pada
umumnya adalah pemalsuan dan penipuan, pernyataan tidak benar atau
menyembunyikan fakta, manipulasi pasar, insider trading, dan larangan yang
bersangkutan dengan Reksa dana.
Mengenai tingkat kesalahan yang disyaratkan adalah berupa
“kesengajaan”(mengetahui), dan “kelalaian” (kurang hati-hati). Ini berarti sebagai
General Law dapat dikatakan bahwa setiap pihak yang terlibat di pasar modal dapat
dimintakan pertanggung jawab hukum, apabila padanya terdapat unsur kesalahan.

16
Ibid, hlm. 83

19
Dalam hukum pidana kesalahan dapat terwujud kejahatan dan pelanggaran,
sedangkan dalam hukum perdata, jika tanggung jawab tersebut berasal dari perbuatan
melawan hukum (in casu Pasal 1365 BW) atau malpraktek, maka wujudnya dapat
berupa perbuatan dengan unsur kesengajaan (on purpose), atau kurang hati-hati
(negligence). Jika perbuatan tersebut bersumber dari suatu perjanjian (vide buku ke-
III BW), maka kesalahan tersebut akan berwujud ingkar janji (on default). Disamping
itu kesalahan dapat pula dalam bentuk kesalahan moral, sehingga mereka harus
tunduk pada masing-masing kode etik profesi, ataupun kesalahan yang ancamannya
hanya berupak sanksi administrasi.
Bersalah tidaknya para pelaku di Perusahaan-perusahaan bakri Group juga
dapat dikukur dengan kriteria dalam bidang apakah akibat dari kesalahan itu terjadi.
Kalau terjadi kekeliruan dalam bidang keuangan, maka akuntan public ikut
bertanggung jawab, dan kalau dalam bidang hukum, konsultan hukumnya dan layak
diminta tanggung jawab.
Tanggung jawab profesi penunjang juga terbatas mengingat mereka pada
prinsipnya hanya mempunyai tanggung jawab “berasumsi” atau tanggung jawab “di
atas kertas”. Artinya, tanggung jawab mereka hanya beralaskan asumsi bahwa seluruh
dokumen yag tersedia adalah benar. Misalnya jika ada diantara dokumen tersebut
yang tidak benar isinya atau palsu sehingga analisis mereka menjadi tidak akurat,
maka hal tersebut berada diluar tanggung jawab mereka. Pihak yang memalsukan
dokumenlah yang lebih bertanggung jawab.
Pihak penjamin emisi juga penyandang tanggung jawab yang berat, mengingat
dialah yang sangat jauh terlibat dalam proses emisi saham, dan dia pulalah yang
memegang komando dan menentukan policy. Disamping itu, Bapepam, sebagai badan
pengawas juga tidak bisa dilepaskan tanggung jawab hukumnya. Dalam ilmu hukum
dikenal prinsip siapa yang bersalah harus dihukum. Kalau Bapepam yang besalah,
yaitu adanya unsur kesengajaan atau keteledoran, maka tidak reasonable jika
Bapepam dilepaskan dari tanggung jawabnya, sungguhpun ada kewajiban
menempatkan kalimat dalam prospectus yang berbunyi Bapepam tidak memberikan
pernyataan menyetuju dan seterusnya.
Pada saat ini upaya berkesinambungan dilakukan oleh
Pemerintah dan masyarakat agar hukum dapat mengayomi dan
menjadi landasan bagi kegiatan masyarakat dan pembangunan.

20
Adanya kepastian hukum merupakan wahana untuk timbulnya
kepercayaan kepada pasar. Salah satu syarat agar pasar modal
mampu mengembangkan perekonomian Indonesia adalah kejahatan
di pasar modal khususnya penggelapan pajak harus dapat
ditemukan dan diselesaikan melalui hukum yang berlaku baik itu
kebiasaan maupun karena telah diatur dalam aturan di pasar modal.

Walaupun media sedang gencar-gencarnya memberitakan skandal


penggelapan dana pajak yang paling besar dalam sejarah yang ada, namun perlawanan
dari pihak Bakri Group terhadap hal tersebut tetap ada, yakni upaya PT Kaltim Prima
Coal (KPC) untuk menghentikan penyidikan yang dilakukan Ditjen Pajak, harus
kandas setelah PN Jakarta Selatan menyatakan permohonan praperadilan KPC tak
dapat diterima. Hakim tunggal sidang praperadilan Prasetyo tersebut menyatakan
permohonan praperadilan KPC tak masuk obyek praperadilan sebagaimana diatur
dalam Pasal 77 KUHAP.

Seperti diketahui, KPC mengajukan permohonan praperadilan untuk


menghentikan penyidikan Ditjen Pajak atas dugaan penggelapan pajak yang
dilakukan KPC sebesar Rp1,5 trilyun. Dalam putusannya, hakim menyebutkan Pasal
77 KUHAP telah mengatur tegas bahwa obyek praperadilan terbatas pada sah
tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, penghentian penuntutan,
serta permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarga atau
17
pihak lain . Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Departemen Keuangan ternyata telah
meningkatkan status kasus pajak perusahaan Bakrie menjadi penyidikan. Dugaannya
adalah penggelapan pajak. Kalau sudah masuk penyidikan berarti sudah pidana.
Pihaknya belum memutuskan kapan akan mengirimkan berkas perkara ini ke
18
Kepolisian atau Kejaksaan .

Dirjen Pajak dan Departemen Keuangan harus segera menyelesaikan kasus


dugaan penggelapan pajak yang terjadi dalam kurun waktu 2003-2008 oleh PT Bumi
Resources Tbk. Jika berlarut-larut justru menimbulkan kecurigaan proses

17
Dikutip dari www.hukumonline.com dengan judul posting Penggelapan Pajak di Perusahaan
Bakri Group yang diakses pada 12 Februari 2010
18
Ibid

21
penyelesaiannya telah disusupi oleh mafia hukum. Selain itu BEI (Bursa Efek
Indonesia) harus aktif melakukan penyelidikan dugaan penggelapan pajak, karena ini
menyangkut perusahaan publik, yang seharusnya semua laporan keuangannya
terbuka. Kalau benar ada penggelapan pajak, berarti ada yang disembunyikan dari
publik.

BAB III

PENUTUP

22
A. Kesimpulan

Dengan adanya isu dugaan penggelapan dana pajak yang cukup besar pada
sebuah perusahaan publik, menjadi sebuah tanda bahwasanya walaupun perusahaan
besar tetapi masih lemah dalam menerapkan prinsip-prinsip good corporate
governance terutama dalam hal menyampaikan berita yang akurat serta prinsip
responsibility berupa kurang dipatuhinya peraturan serta ketentuan yang berlaku. Hal
ini juga merupakan bukti bahwa kurangnya pengawasan dari pihak-pihak yang terkait
di pasar modal sehingga menyebabkan kerugian negara yang cukup besar. Walaupun
hanya sebatas dugaan, ini sudah menjadi bukti awal bahwa dalam menjalankan bisnis
itikad baik dalam menjalankan bisnis tidak ada.
Upaya penegakan hukum yang adil dan beribawa mutlak diperlukan dalam
menyelesaikan kasus dugaan penggelapan pajak ini, karena nantinya public akan
mengetahui bagaimana kisah yang sebenarnya dari kasus ini dan public juga
mengetahui bagaimana proses penegakan hukum dibidang pasar modal itu sendiri.
Penyelesaian kasus ini harus dijauhkan dari ketegangan politik yang ada.
Pasar modal merupakan salah satu sumber pendanaan yang sangat penting
dalam era globalisasi ini, dan oleh karena itu harus dipupuk terus. Pasar modal harus
menarik bagi emiten maupun investor. Oleh karena itu, pemerintah, pengawas pasar
modal, bursa, dan para pialang mempunyai tugas masing-masing yang berkaitan guna
menciptakan pasar modal yang sehat, bersih, dan memiliki daya saing yang tinggi.
Pasar modal yang demikian akan menjadi sumber pencarian dana yang menarik bagi
perusahaan. Pada saat yang bersamaan menyediakan alternatif investasi yang
menjanjikan bagi para investor.
Bapepam yang merupakan pengawas pasar modal mempunyai peranan penting
dalam menjaga keterbukaan informasi dalam rangka transparansi dan perlindungan
investor minoritas. Bapepam harus menjaga serta meningkatkan fungsi pengawasan
secara efektif dan efisien. Bersama dengan pemerintah, Bapepam perlu
mengembangkan instrumen pasar modal, seperti opsi saham guna meningkatkan
efisiensi pasar. Di samping itu, Bapepam dapat memberikan masukan guna
mempercepat regulasi pajak yang berpihak pada perusahaan terbuka. Yang tidak kalah
pentingnya adalah Bapepam perlu mendukung kesinambungan pendidikan bagi
investor ritel maupun institusi lokal. Serta lebih ketat dalam mengawasi perusahaan-
perusahaan yang tidak menerapkan prinsip-prinsip good corporate governance.

23
DAFTAR PUSTAKA
Buku-Buku

24
Adi Sulistiyono dan Muhammad Rustamaji, Hukum Ekonomi Sebagai Panglima, PT.
Masmedia Buana Pustaka, Surakarta, 2009

Andi Abu Ayyub Saleh, Tamasya Perenungan Hukum, Yarsif Watampone, Jakarta,
2006

Hamud M. Balfas, Hukum Pasar Modal, PT. Tatanusa, Jakarta, 2006

H.R. Daeng Naja, Pengantar Hukum Bisnis Indonesia, Pustaka Yusticia, Jakarta, 2009

Ishak Rafick, Catatan Hitam Lima Presiden Indonesia, Ufuk Publishing House,
Jakarta, 2008

Munir Fuady, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2002

M.Irsan Nasarudin dkk. Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, Kencana Prenada
Media Group, Jakarta, 2003

Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum, Genta Publishing, Yogyakarta, 2009

Internet

Dikutip dari http://www.tempointeraktif.com dengan judul posting “Mahasiswa


Tuntut Skandal Pajak Bakrie Diusut Tuntas” yang diakses pada tanggal 10
februari 2010

Dikutip dari http://www.tempointeraktif.com dengan judul posting “Mahasiswa


Tuntut Skandal Pajak Bakrie Diusut Tuntas” yang diakses pada tanggal 10
februari 2010

Dikutip dari www. akuntanpublikindonesia.com dengan judul posting Mewujudkan


Laporan Keuangan Emiten Yang Berkualitas yang diakses pada tanggal 11
Februari 2010

Dikutip dari www. triyani.wordpress.com, dengan judul Posting Penghindaran Pajak


Vs Penggelapan Pajak yang diakses pada tanggal 11 Februari 2010

Dikutip dari www.hukumonline.com dengan judul posting Utang Pajak BUMI


Melangit yang diakses pada tanggal 10 Februari 2010

25

Anda mungkin juga menyukai