Anda di halaman 1dari 10

Struktur dan Mekanisme Kerja pada Os Pedis

Marina Dewi Utami

102014038

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Kampus 2 Ukrida, Jl. ArjunaUtara no. 6 Jakarta 11510

Abstract

Keyword :

Abstrak

Kata kunci :

Rumusan Masalah : Pria berusia 29 tahun mengalami cidera kaki.

Hipotesis : Seorang pria berusia 29 tahun mengalami dislokasi pada pergelangan kaki.

Sasaran Pembelajaran :

1. Memahami struktur tulang dan otot


2. Memahami jenis-jenis otot
3. Memahami mekanisme kerja pada otot rangka
4. Memahami proses kontraksi dan relaksasi pada otot rangka

Tulang dan Otot

Tulang adalah jaringan yang paling keras di antera jaringan ikat lainnya pada tubuh.
Terdiri atas hampir 50 persen air. Bagian padat selebihnya terdiri atas berbagai bahan mineral,
terutama garam kalsium 67 persen, dan bahan seluler 33 persen. Struktur tulang dapat dilihat
dengan mata telanjang adalah struktur kasar, dan dengan pertolongan mikroskop dapat diperiksa
struktur lainnya. Tulang terdiri atas dua jenis jaringan : jaringan kompak (padat) dan jaringan
seperti spons. Jaringan kompak tulang keras dan padat. Dijumpai dalam tulang pipih dan tulang

1
pipa dan sebagai lapisan tipis penutup semua tulang. Jaringan tulang berbentuk jala mempunyai
struktur seperti spons. Dijumpai terutama pada ujing tulang pipa, dalam tulang pendek dan
sebagai lapisan tengah antara dua lapisan kompak pada tulang pipih seperti pada scapula,
cranium, sternum, dan iga-iga.1

 Struktur kasar.

Tulang pipa, seperti tulang anggota badan, memiliki kedua varietas jaringan tulang. Bila
digergaji secara longitudinal (memanjang), dapat dilihat ada jaringan kompak dan
jaringan bentuk jala. Tulang pipa dapat dibagi dalam batang (bagian tengah) dan kedua
ujungnya. Bila batang dipotong melintang, akan tampak jaringan tulang padat dan sebuah
rongga di tengahnya-kanalis medularis-berisi sumsum tulang yang berwarna kuning. Bila
ujung pipa yang dipotong, ruangan dalam jaringan kanselus tampak berisi sumsum tulang
yang merah. Dalam sumsum kuning banyak terdapat sel lemak. Dalam sumsum merah
terdapat sangat banyak sel darah merah. Sumsum tulang yang merah tempat terbentuknya
baik sel darah merah maupun sel darah putih.1

 Struktur halus.
Irisan transversal dalam lapis tulang padat memperlihatkan lingkaran-lingkaran. Dalam
pusat tiap lingkaran terdapat kanan (saluran) Havers. Lempeng-lempeng tulang atau
lamella disusun konsentris sekitar saluran dan di antara lempeng-lempeng itu terdapat
ruangan kecil-kecil yang disebut lacuna. Ruangan-ruangan ini mengandung sel-sel
tulang, saling bersambungan, dan juga disambungkan dengan saluran Harvest di tengah-
tengah atau saluran-saluran kecil bernama kanalikuli. Satu bagian keseluruhan dari
bangunan diatas merupakan satu sistem Harvest yang terdiri atas :
1. Saluran Harvest pusat yang berisi urat saraf, pembuluh darah, dan saluran limfe.
2. Lamella yang tersusun konsentris.
3. Lakuna yang mengandung sel tulang.
4. Kanalikuli yang memancar di antara lakuna dan menggandengkannya dengan
saluran Harvest.1

2
Gambar. 1. Gambaran mikroskopis irisan melintang tulang padat.2

Otot adalah jaringan yang mempunyai kemampuan khusus, yaitu berkontraksi, dengan
demikian gerakan terlaksana. Otot terdiri atas serabut silindris yang mempunyai sifat yang sama
dengan sel jaringan lain. Semua ini diikat menjadi berkas-berkas serabut kecil oleh sejenis
jaringan ikat yang mengandung unsur kontraktil.1

Ada tiga jenis otot :

 Otot lurik atau otot skelet membentuk sekitar 40 persen dari berat badan total. Otot ini
berfungsi dalam membentuk gerakan volunteer dan menegakan tubuh.3 Otot bergaris
(otot lurik, otot rangka, atau otot sadar). Setiap serabut otot itu bergaris melintang karena
adanya gambaran selang-seling antara warna muda dan tua. Setiap serabut terbentuk oleh
sejumlah miofibril dan diselubungi membran halus sebagai selaput otot (sarkolema).
Serabut berkumpul membentuk berkas. Berkas diikat menjadi satu oleh jaringan ikat
untuk membentuk otot besar dan otot kecil.1
 Otot polos (otot tidak bergaris, otot licin, otot tidak sadar). Jenis ini dapat berkontraksi
tanpa rangsangan saraf, meskipun di sebagian besar tempat di tubuh kegiatannya berada
di bawah pengendalian saraf otonomik (tak sadar). Dengan pengecualian otot jantung.
Jenis ini berupa sel otot panjang berbentuk kumparan yang masih tampak sebagai sel.
Otot tidak sadar ditemukan pada dinding pembulih darah dan pembuluh limfe, pada
dinding saluran pencernaan dan visera (alat dalam) yang berongga, trakea, dan bronki,
pada iris dan muskulus siliaris mata, serta pada otot tak sadar dalam kulit.1
 Otot jantung ditemukan hanya pada jantung. Otot ini bergaris seperti pada otot sadar.
Perbedaanya terdapat pada serabutnya yang bercabang dan mengadakan anastomose

3
(bersambungan satu sama lain, tersusun memanjang seperti pada otot bergaris, berciri
merah khas, dan tak dapat dikendalikan kemauan). Otot jantung memiliki kemampuan
khusus untuk mengadakan kontraksi otomatis dan ritmis tanpa tergantung pada ada
tidaknya rangsangan saraf.1

Gambar 2. Jenis-jenis otot pada tubuh manusia.4

Tulang dan Otot pada Telapak Kaki

Gambar 3. Ossa pedis.5


4
Tulang kaki atau os pedis terdiri adas os talus, os calcaneus, os naviculare, os cuboideum,
tiga ossa cuneiforme, metatarsalia, dan phalanges.
1. Talus
Talus merupakan tulang berbentuk tidak teratur. Tulang ini menerima berat badan
yang disalurkan oleh tibia. Talus berartikulasi: di atas dengan tibia, di medial
dengan malleolus medialis, di lateral dengan malleolus lateralis, di bawah dengan
calcaneus, di depan dengan os naviculare.
2. Calcaneus
Calcaneus adalah tulang yang kuat, tebal, terbentuk tidak teratur, yang bagian
posteriornya membentuk tumit. Tendon Achilles melekat padanya di bagian
posterior. Tulang ini beratrikulasi: di atas dengan talus, di bahaw dengan os
cuboid.
3. Os naviculare
Merupakan tulang pipih, dengan artikulasi: di belakang dengan talus, di depan
dengan tiga ossa cuneiforme.
4. Os cuboideum
Agak kuboid dan terletak pada sisi luar kaki. Tulang ini berartikulasi : di belakang
dengan talus, di medial dengan os naviculare, dan os cuneiforme lateralis, di
depan dengan metatarsal IV dan V.
5. Tiga ossa cuneiforme
Terletak berjejer di antara os cuboideum pada aspek lateral dan sisi kaki pada
medial. Tulang-tulang ini berartikulasi : di belakang dengan talus, di depan
dengan metatarsal I, II, dan III, os cuneiforme lateralis di sisi lateral, dengaan os
cuboideum.
6. Ossa metatarsalia
Terdapat lima metatarsalia, satu untuk setiap jari kaki. Tiap tulang memiliki basis,
corpus, dan caput. Metatarsal I pendek, tebal dan kuat. Metatarsal I, II, III
berartikulasi dengan os cuneiforme, metatarsal IV dan V dengan os cuboideum.
Tiap metatarsal beratikulasi dengan phalanx proximal yang sesuai.

5
7. Phalanges
Ibu jari yang besar memiliki dua phalanges, sedangkan jari lain memiliki tiga.
Tiap phalanx memiliki corpus dan dua ujung; tetapi phalanx medial pendek dan
phalanx distal kecil.3

Otot pada kaki dibagi atas dua bagian yaitu otot-otot dorsum pedis pada bagian punggung
kaki dan otot-otot planta pedis pada bagian telapak kaki. Otot-otot dorsum pedis berperan
dalam peristiwa ekstensi. Otot dorsum pedis terdiri atas:

1. Musculus extensor digitorum brevis


2. Tendo musculi extensoris digitorum longi
3. Tendo musculi tibialis anterioris
4. Musculus extensor hallucis brevis
5. Tendo musculi extensoris hallucis longi

Otot-otot planta pedis terdiri atas :

1. Musculus abductor hallucis


2. Musculus flexor hallucis brevis
3. Tendo musculi flexoris hallucis longi
4. Musculus flexor digitorum longus
5. Musculus flexor digitorum brevis
6. Musculus lumbricalis
7. Musculus flexor digiti minimi brevis
8. Musculus perinei longus
9. Musculus abductor digiti minimi

Mekanisme Kerja pada Otot Rangka


Otot merupakan alat gerak aktif dimana dapat terjadi kontraksi dan relaksasi. Kontraksi
merupakan keadaan dimana otot menjadi memendek. Sedangkan relaksasi merupakan
kemampuan otot untuk kembali kekeadaan semula.
Secara umum, timbul dan berakhirnya kontraksi otot terjadi dalam tahap-tahap sebagai
berikut, yaitu dimana suatu potensial aksi berjalan di sepanjang sebuah saraf motorik sampai ke

6
ujungnya pada serat otot. Pada setiap ujung saraf mensekresi substansi neurotransmitter, yaitu
asetilkolin, dalam jumlah sedikit.7 Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 11.
Jakarta: EGC. 2006.h.74-93.

Asetilkolin bekerja pada area setempat pada membran serat otot untuk membuka banyak
saluran bergerbang Asetilkolin melalui molekul-molekul protein dalam membran serat otot.
Terbukanya saluran asetilkolin memungkinkan sejumlah besar ion Na untuk mengalir ke bagian
dalam membran serat otot pada titik terminal saraf. Peristiwa ini akan menimbulkan suatu
potensial aksi dalam serat otot. Potensial aksi akan berjalan di sepanjang membran serat otot.
Dalam cara yang sama seperti potensial aksi berjalan di sepanjang membran saraf.7

Potensial aksi akan menimbulkan depolarisasi membran serat otot, dan juga berjalan
secara dalam di dalam serat otot, pada tempat dimana potensial aksi menyebabkan retikulum
sarkoplasma melepaskan sejumlah besar ion kalsium, yang telah disimpan dalam retikulum, ke
dalam miofibril. Ion-ion kalsium menimbulkan kekuatan menarik antara filamen aktin dan
miosin, yang menyebabkannya bergerak bersama-sama, dan menghasilkan proses yang disebut
kontraksi.7

Setelah kurang dari 1 detik, ion kalsium dipompa kembali ke dalam retikulum
sarkoplasma, tempat ion-ion ini disimpan sampai potensial aksi otot yang baru datang lagi;
pengeluaran ion kalsium dari miofibril akan menyebabkan kontraksi otot terhenti. Bila ion
kalsium kembali ke retikulum sarkoplasma maka akan terjadi proses relaksasi.7

Metabolisme Kerja Otot Rangka

Sewaktu kontraksi, filamen tipis di kedua sisi sarkomer bergeser ke arah dalam terhadap
filamen tebal yang diam menuju ke pusat pita A. Sewaktu bergeser ke dalam, filamen tipis
menarik garis-garis Z tempat filamen tersebut melekat saling mendekat sehingga sarkomer
memendek. Karena semua sarkomer di keseluruhan panjang otot memendek bersamaan maka
seluruh serat otot memendek. Ini adalah mekanisme pergeseran filamen pada kontraksi otot.8

Zona H, di tengah pita A yang tidak dicapai oleh filamen tipis, menjadi lebih kecil karena
filamen-filamen tipis saling mendekati ketika mereka bergeser semakin ke arah dalam. Pita I,
yang terdiri dari bagian filamen tipis yang tidak bertumpang tindih dengan filamen tebal,

7
menyempit ketika filamen-filamen tipis semakin bertumpang tindih dengan filamen tebal
sewaktu pergeseran tersebut.8

9.Sherwood L. Fisiologi manusia. Jakarta: EGC. 2007.h.294-5.

Filamen tipis itu sendiri tidak mengalami perubahan panjang sewaktu serat otot
memendek. Lebar pita A tidak berubah selama kontraksi, karena lebarnya ditempatkan oleh
panjang filamen tebal, dan filamen tebal tinggal mengalami perubahan panjang selama proses
pemendekan otot. Panjang filamen tebal dan filamen tipis tidak berkurang untuk memperpendek
sarkomer. Kontraksi dicapai oleh pergeseran saling mendekat filamen-filamen tipis di sisi
sarkomer yang berlawanan di antara filamen-filamen tebal.8

Gambar 3. Keadaan kontraksi dan relaksasi.5

http://biologigonz.blogspot.com/2010/07/beda-otot-polos-lurik-dan-jantung.html

Proses-proses biokimia utama selama selama satu siklus kontraksi dan relaksasi otot
dapat disajikan dalam 5 tahap sebagai berikut, dalam fase relaksasi otot, kepala S-1 pada miosin
menghidrolisis ATP menjadi ADP dan P, tetapi produk-produk ini tetap terikat. Kompleks ADP-
P-miosin yang terbentuk telah mengalami penguatan dan disebut konformasi berenergi tinggi.9

8
Ketika kontraksi otot distimulasi (melalui proses-proses yang melibatkan ion Ca,
troponin, tropomiosin, dan aktin), aktin dapat diakses dan kepala S-1 miosin menemukannya,
mengikatnya, dan membentuk kompleks aktin-miosin-ADP-P. Pembentukan kompleks ini
mendorong pembebasan fosfat, yang memicu power stroke. hal ini diikuti oleh pembebasan ADP
dan disertai oleh perubahan konformasi yang mencolok di kepala miosin dalam kaitannya
dengan ekornya, yang menarik aktin sekitrar 10 nanometer ke arah pusat sarkomer. Ini adalah
power stroke (kayuhan bertenaga). Miosin sekarang dikatakan dalam keadaan berenergi rendah,
yang ditunjukkan sebagai aktin-miosin.9

10.Murray RK, Granner DK, Rodwell VW. Biokimia Harper. Edisi 27. Jakarta: EGC.
2009. h.586-7.

Pada tahap ini terjadi pergeseran (sliding) dari filamen tebal dan tipis. Hal ini yang di
sebut dengan kontraksi. Kemudian molekul ATP lain mengikat kepala S-1, dan membentuk
kompleks aktin-miosin-ATP. Miosin-ATP memiliki afinitas yang rendah terhadap aktin sehingga
aktin terlepas. Langkah terakhir ini adalah komponen kunci pada relaksasi dan bergantung pada
pengikatan ATP dengan kompleks aktin-miosin.9

Pada otot skelet, kontraksi dan relaksasi terjadi berdasarkan aktin. Dimana bila kondisi
ion kalsium dalam sarkoplasma rendah, umumnya adalah relaksasi. Kadarnya rendah karena
sisanya di simpan di dalam retikulum sarkoplasma. Namun, bila ada rangsangan, ion kalsium
akan dilepas dari retikulum sarkoplasma dan akan ke sarkoplama. Ini mengakibatkan kondisi ion
kalsium dalam sarkoplasma meningkat.4

Kemudian ion kalsium akan terikat oleh troponin C. Hal ini hanya terjadi bila kadar ion
kalsium dalam sarkoplasma meningkat. Bila troponin C telah mengikat ion kalsium, maka ia
akan berinteraksi dengan troponin lainnya dan tropomiosin. Interaksi ini menyebabkan aktin dan
miosin jadi berikatan. Ini disebut dengan peristiwa kontraksi.4

Bila ion kalsium dalam sarkoplasma di pompa kembali ke retikulum sarkoplasma, maka
interaksi tersebut akan putus, sehingga tidak terjadi lagi interaksi antara aktin dan miosin.
Peristiwa ini disebut dengan peristiwa relaksasi.4

9
Simpulan

Daftar pustaka

1. Pearce EC. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama. 2009. h. 25-7
2. Diunduh dari (http://www.sentra-edukasi.com/2011/06/jaringanikat.html#.VReRjtLB_bc)
27 maret 2015
3. Gibson J. Fisiologi & Anatomi Modern Untuk Perawat
Oleh John Gibson 58-59

4. Diunduh dari (http://www.bukupr.com/2014/03/jaringan-otot.html) 27 maret 2015


5. Diunduh dari (http://axonblogg.se/wp-content/uploads/2012/09/resizedfot99107-004-
b9666996_132876400.jpg) 27 maret 2015
6. miologi
7. Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC. 2006.h.74-
93.
8. Sherwood L. Fisiologi manusia. Jakarta: EGC. 2007.h.294-5.
9. Murray RK, Granner DK, Rodwell VW. Biokimia Harper. Edisi 27. Jakarta: EGC. 2009.
h.586-7.

10

Anda mungkin juga menyukai