Anda di halaman 1dari 9

Terjadinya Kejang Betis Pada Saat Berenang

Samuel Wosangara Billy

NIM : 102012152, Kelompok: F4

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 2012, Jl. Arjuna Utara No.6
Jakarta 11510, Telp : 021-56942061, Fax : 021-563173, E-mail : samuelwosangara@gmail.com

Skenario

Seorang anak laki-laki berusia 15 tahun tengah berlatih renang untuk perlombaan. Tiba-tiba ia
menjerit minta tolong. Seorang penjaga kolam renang datang dan segera menolong anak tersebut
dan membawanya ke tepi kolam. Ternyata ia mengalami kejang pada betis kanannya. Dengan
sigap penjaga kolam memegang kaki kanan si anak dan mndorong telapak kaki kanannya kea rah
dorsal selama 2 menit.

Pendahuluan

Latar Belakang

Dalam menjalankan aktivitas sehari-hari dalam kehidupan manusia, alat gerak tubuh
yang melibatkan kerja sama dari tulang, sendi, saraf, dan otot merupakan hal yang sangat
dibutuhkan untuk mendukung dan membantu aktivitas. Akan tetapi, dalam menjalankan aktivitas
sehari-hari, gangguang-gangguan ringan terhadap alat gerak tubuh tersebut juga sering terjadi.

Gangguan ringan yang sering ditemui terhadap alat gerak tubuh yang melibatkan otot
adalah kejang atau kram yang terjadi pada otot lurik atau otot seran melintang dan otot somatik.
Kejang atau kram yang sering terjadi pada otot lurik merupakan kontraksi otot yang terjadi
dengan sendirinya atau gagalnya terjadi relaksasi setelah kontraksi. Gangguan kejang terhadap
otot sering terjadi kepada setiap orang yang mengeluarkan banyak tenaga seperti berlari,
berenang, bermain tennis, dan olahraga maupun aktivitas lainnya.

1
Identifikasi Istilah yang Tidak Diketahui

Dorsal : Istilah yang dipakai untuk menyatakan sisi belakang atau punggung dari suatu
bagian tubuh

Kejang : Suatu kontraksi yang hebat dari suatu kelompok otot

Rumusan Masalah

Dalam skenario yang dibahas dalam karya ilmiah ini, terdapat suatu masalah. Masalah
yang terdapat di dalam karya ilmiah ini adalah adanya seorang anak laki-laki yang mengalami
kejang pada betis kanan pada saat berenang.

Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah untuk memberikan evaluasi dan membuat
pembaca karya ilmiah ini mengetahui otot tungkai bawah secara makroskopik dan mikroskopik.
Tujuan lain dari penulisan ini juga memberikan pengertian proses atau mekaniseme terjadinya
kontraksi otot somatik dan sumber energi yang dibutuhkan untuk melakukan kontraksi otot, juga
memberikan evaluasi mengenai faktor pemicu terjadinya kejang pada betis sehingga dapat
dihindari dan ditanggulangi jika terkena gangguan tersebut.

Analisa Masalah Kejang Betis Otot Tungkai Bawah

Makroskopik

Mikroskopik

Mekanisme Kontraksi Otot Somatik

Sumber ATP

Faktor Pemicu Kejang pada Betis

2
Hipotesis

Seorang anak laki-laki mengalami kejang betis, karena kelelahan otot pada saat berenang.

Isi

Otot Tungkai Bawah

Beberapa otot besar yang mengendalikan terjadinya pergelangan kaki dan otot-otot yang
lebih kecil yang menggerakkan kaki merupakan otot yang berada pada tungkai bawah. Otot
tungkai bawah tersebut terdiri dari beberapa otot.1

 Musculus Tibialis Anterior


Origo : condylus lateralis tibiae, facies lateralis tibiae, membrana interossea
cruris, fascia cruris
Insersio : permukaan plantar os cuneiforme
Persarafan : saraf peroneal dalam
 Musculus Extensor Digitorum Longus
Origo : condylus lateralis tibiae, capitulum dan facies medialis fibulae, fascia
cruris
Insersio : aponeurosis dorsalis jari kaki II-V
Persarafan : saraf peroneal dalam
 Musculus Peronaeus Tertius
Origo : bagisnim extensor digitorum longus
Insersio : tuberositas ossis metatarsalis V
Persarafan : saraf peroneal superfisial
 Musculus Extensor Hallucis
Origo : facies medialis fibulae, membrana interessea cruris
Insersio : basis phalanx terakhir ibu jari kaki
Persarafan : saraf peroneal dalam

3
 Musculus Gastrocnimius
Origo : caput mediale: epicondylus medialis femoris, caput laterale: epicondylus
lateralis femoris
Insersio : tuber calcanei dengan perantaraan tendo calcanei (achillei)
Persarafan : saraf tibial
 Musculus Soleus
Origo : capitulum dan facies posterior fibulae, linea poplitea tibiae, arcus
tendineus m. solei
Insersio : tuber calcanei dengan perantaraan tendo calcanei
Persarafan : saraf tibial
 Musculus Plantaris
Origo : condylus lateralis femoris
Insersio : tuber calcanei
Persarafan : saraf tibial
 Musculus Popliterus
Origo : Condylus lateralis femoris, lig. Popliteum arcuatum
Insersio : planum popliteum tibiae
Persarafan : saraf tibial
 Musculus Flexor Digitorum Longus
Origo : facies posterior tibiae, facies cruris lembar dalam
Insersio : phalanx terakhir ibu jari kaki
Persarafan : saraf tibial
 Musculus Flexor Hallucis longus
Origo : facies posterior fibulae, fascia cruris lembar dalam, membrane interossea
cruris
Insersio : phalanx terakhir ibu jari kaki
Persarafan : saraf tibial
 Musculus Tibialis Posterior
Origo : facies posterior fibulae, facies posterior tibiae
Insersio : tuberositas ossis navicularis, ossa cuneiformia I-III
Persarafan : saraf tibial

4
 Musculus Peronaeus Longus
Origo : capitulum fibulae, facies lateralis fibulae
Insersio : os cuneiforme I, basis ossis metatarsalis I
Persarafan : saraf peroneal superfisial
 Musculus Peronaeus Brevis
Origo : facies lateralis fibulae
Insersio : basis ossis metatarsalis
Persarafan : saraf superfisial peroneal

Betis yang merupakan bagian belakang bawah dari tungkai yang terdiri dari musculus
gastrocnimius dan musculus soleus. Gastrocnimius dan soleus bersama-sama membentuk daging
betis. Letak dari gastrocnimius berada di belakang sedangkan soleus berada di depannya.
Gastroknemius muncul dengan dua kepala dari femur dan membentuk batas ruang popliteal
bawah, dimana hamstring terletak di atas lutus. Sedangkan soleus muncul dari tibia dan tidak
menyilang sendi lutut sehingga tidak mempengaruhi gerakannya. Kedua otot tersebut bersatu di
bawah untuk membentuk tendon yang umum dan kuat (tendon kalkaneus) yang diinsersi ke
dalam kalkaneum. Otot betis juga memunculkan tumit sehingga menyebabkan plantar menjadi
fleksi atau ekstensi pada sendi pergelangan kaki yang penting untuk daya gerak.2

Sedangkan otot betis yang terdiri dari musculus gastrocnimius dan musculus soleus
merupakan otot lurik. Sel daripada otot lurik berbentuk bergaris-garis melintang dan memiliki
banyak inti yang terletak pada bagi tepi sel. Otot lurik ini memiliki garis melintang yang gelap
dan disebut sebagai pita anisotrop dan garis yang terang dan disebut sebagai pita isotrop. Dengan
adanya garis adanya bagian-bagian yang gelap dan terang, otot lurik nampak seperti lurik.3

Mekanisme Kontraksi Otot Somatik

Otot yang membantu menjalankan aktivitas sehari-hari merupakan otot yang disebut
sebagai otot somatik atau otot lurik. Otot lurik atau somatik, merupakan otot yang melekat pada
rangka atau tulang, sehingga dapat disebut juga sebagai otot jangka. Jaringan dari otot lurik atau
somatik terdapat pada tubuh dan anggota gerak. Ujung dari otot lurik atau somatik yang melekat

5
pada tulang disebut sebagai urat otot atau tendon. Tendon sendiri merupakan jaringan ikat yang
kuat dan melekat pada tulang yang dapat digerakan disebut sebagai insersi, sedangkan pada
tulang yang tidak dapat digerakan disebut sebagai origo. Akan tetapi, ada pula otot lurik yang
ujungnya tidak melekat pada tulang, tetapi pada kulit. Otot lurik atau somatik sendiri berbentuk
panjang dan silindris yang disusun atas serabut-serabut otot yang disebut sebagai miofibril.4

Gerakan yang bersangkutan dengan otot lurik, dipengaruhi oleh kehendak dan bekerja
dibawah kesadaran kita melalui perintah yang diatur oleh otak, pusat saraf sadar dan dapat
disebut sebagai otot sadar.4

Gerakan dari otot lurik atau somatik memiliki reaksi terhadap rangsang cepat, namun
mudah untuk lelah dan tidak teratur.4

Didalam miofibril atau serabut-serabut otot, terdapat tiga macam protein yakni:5

 Miogen, protein yang mudah larut


 Miosin, protein yang tidak mudah larut
 Aktin, protein yang tidak mudah larut

Untuk melakukan kontraksi, otot membutuhkan energi. Energi yang dibutuhkan untuk
melakukan kontraksi tersebut berasal dari energi yang tersimpan di dalam sel-sel otot.6 Energi
yang yang digunakan digunakan dalam bentuk energi kimia, yaitu dengan menguraikan ATP dari
glikogen.

 ATP : ADP + P + Energi


 ADP : AMP + P + Energi

Namun ATP yang tersimpan dalam otot dapat habis setelah beberapa kali kontraksi dan
berada dalam keadaan ADP. Oleh karena itu, ATP dibentuk melalui sumber lain seperti:7

 Kreatin fosfat : Senyawa berenergi yang memperbarui ATP dari ADP


 Reaksi anaerob : Menggunakan ATP yang dihasilkan melalui glikolisis
anaerob
 Reaksi aerob : Dengan adanya oksigen, glukosa dapat terurai menjadi
ATP

6
Kontraksi otot merupakan salah satu penyebab agar tulang-tulang dapat digerakan.
Bagian otot yang berkontraksi adalah sel-sel otot. Otot dapat berkontraksi, karena adanya
pengaruh dari suatu rangsangan terhadap sel otot yang mempengaruhi asetilkolin yang peka
terhadap rangsangan. Asetilkolin sendiri merupakan zat pemindah ransangan yang dihasil pada
bagian ujung saraf. Dengan adanya asetilkolin, ion Ca2+ yang berada pada sel otot dibebaskan.
Dengan bebasnya ion Ca2+, protein regulator topomiosin dan troponin berubah bentuk, sehingga
terjadinya ikatan terhadap filamen miosin dan aktin. Ikatan yang terjadi antara filamen miosin
dan aktin berlangsung ketika aktin meluncur dan tertarik mendekati miosin di tengah sarkomer,
sehingga otot menjadi memendek atau berkontraksi. Pada saat filamen meluncur, kepala miosin
akan membentuk ikatan dengan sebuah bonggol pada filamen aktin, sehingga dapat berikatan.
Dalam pengikatan tersebut, energi yang diperoleh lewah pemecahan ATP menjadi ADP
dibutuhkan.2,8

Faktor Pemicu Kejang Betis

Pada saat otot melakukan kontraksi, otot menjadi lebih pendek dan menebal sehingga
keadaan tersebut disebut sebagai tonus. Akan tetapi, tonus atau kontraksi otot yang maksimal
yang seharusnya diikuti oleh relaksasi namun tidak diikuti oleh relaksasi akan mengalami
kontraksi secara terus menerus dan mengakibatkan kejang otot dan disebut sebagai spasme atau
kram.6

Spasme sendiri merupakan kejang otot yang terjadi pada atau beberapa sekelompok otot
dan timbul secara involunter atau tidak dibawah kehendak dan diluar kesadaran. Ketika
terjadinya spasme atau kejang otot, kelompok otot menjadi keras dan tegang sehingga
menimbulkan rasa nyeri dikarenakan kontraksi yang terus menerus. Spasme atau kram otot dapat
terjadi pada betis, pada, bokong, dan kelompok otot lainnya.9-11

Pada betis, kram yang terjadi disebut sebagai kram muskulorum. Kram muskulorum
biasanya sering terjadi pada saat olahraga yang mengeluarkan banyak tenaga seperti berenang,
berlari, bermain tenis, bermain badminton, dan sebagainya. Kram muskulorum sering kali terjadi
karena kurangnya pemanasan sebelum berolahraga yang mengeluarkan banyak tenaga, sehingga
otot betis menjadi kram oleh karena gerakan yang mendadak. Kram muskulorum juga bisa

7
terjadi pada saat kondisi otot yang sedang letih, tetapi tetap memaksakan aktivitas sehingga
pemakaian otot yang berlebihan dan juga dapat terjadi karena adanya kekurangan zat kalsium di
dalam tubuh.10,12

Kram muskulorum juga terjadi karena keletihan otot yang disebabkan oleh asam laktat
atau asam susu yang menumpuk. Asam laktat merupakan zat sisa hasil dari uraian laktosidogen
yang sebelum dilarutkan berupa glikogen yang dibutuhkan dalam pembentukan kembali ATP.
Secara normal, asam laktat seharusnya dibawa oleh darah untuk dibuang keluar tubuh dengan
cara diuraikan dengan oksigen yang cukup banyak dan menyebabkan nafas terengah-engah.
Namun asam laktat juga dapat menimbun dalam otot sehingga menimbulkan rasa kelelahan otot
dan pegal-pegal yang menjadi faktor terjadinya kram.6

Penutup

Kesimpulan

Betis merupakan bagian belakang bawah dari tungkai yang terdiri dari musculus
gastrocnimius dan musculus soleus yang bersama-sama membentuk daging betis. Keduanya
bersatu untuk membuat tendan yang kuat bernama kalkaneus yang diinsersi ke dalam kalkaneum
sehingga memunculkan tumit yang menyebabkan plantar menjadi fleksi dan pergelangan kaki
menjadi ekstensi yang penting untuk daya gerak. Dalam melaksanakan gerakan atau daya gerak,
otot lurik atau somatik membutuhkan energi yang digunakan dalam bentuk ATP yang berasal
dari glikogen. Dengan adanya ATP yang tersedia, kontraksi dapat berjalan dengan adanya
pengaruh dari rangsangan terhadap sel otot yang mempengaruhi asetilkolin sehingga
membebaskan ion Ca2+ sehingga terjadinya ikatan terhadap filament miosin dan aktin yang
dimana aktinnya tertarik menuju miosin sehingga otot menjadi memendek dan berkontraksi.
Ketika sedang berkontraksi, gangguan seperti kram atau kejang otot sering terjadi. Kram atau
kejang otot terjadi karena kontraksi otot maksimal yang seharusnya diikuti oleh relaksasi gagal
berelaksasi secara involunter sehingga otot menjadi keras dan tegang sehingga menimbulkan
rasa sakit dan nyeri. Kram yang terjadi pada betis dinamakan sebagai kram muskulorum yang
boasanya terjadi pada saat melakukan olahraga yang mengeluarkan banyak energi. Kram
muskulorum juga dapat terjadi karena keletihan otot yang disebabkan oleh asam laktat yang

8
menumpuk dan berasal dari hasil dari uraian laktosidogen yang sebelum dilarutkan berupa
glokogen yang dibutuhkan dalam pembentukan kembali ATP.

Daftar Pustaka

1. Sloane E. Sistem muskular. Widyastuti P. Anatomi dan Fisiologi. Jakarta: Buku


Kedokteran EGC; 2004.h.121-4, 149-50
2. Watson R. Otot utama tubuh. Komalasari. Anatomi dan Fisiologi untuk Perawat. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC; 2002.h.219-25
3. Setiowati T, Furqonita D. Struktur dan fungsi jaringan hewan. Sururiyah. Biologi
Interaktif. Jakarta: Azka Press; 2007.h.57
4. Abdullah M, Saktiyono, Lutfi. Sistem gerak. Wijayanti E, Widijanto E, Prasetya B. IPA
Terpadu SMP dan MTs Jilid 2A. Jakarta: Erlangga; 2006.h. 49-54
5. Karmana O. Otot sebagai alat gerak aktif. Nurdiansyah A. Biologi. Jakarta: Grafindo
Media Pratama; 2008.h.105
6. Saktiyono. Sistem gerak. Wijayanti E. IPA Biologi SMP dan MTs Jilid 2. Jakarta:
Erlangga; 2006.h. 51-3
7. Sloane E. Sistem muskular. Widyastuti P. Anatomi dan Fisiologi. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC; 2004.h.121-4, 149-50
8. Ariebowo M, Ferdinand F. Sistem gerak. Biologi. Jakarta: Visindo Media Persada;
2007.h.62-9
9. Tambayong J. Gangguan fungsi muskoskeletal. Ester M. Patofisiologi Untuk
Keperawatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2000.h. 123
10. Muttaqin A. Pemeriksaan fisik neurologis. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika; 2008.h. 131
11. Mohamad K. Kejang-kejang. Pertolongan Pertama. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama;
2008.h.45
12. Djing OG. Penyakit otot, tulang, dan persendian. Terapi Pijat Telinga. Jakarta: Penebar
Swadaya; 2006.h. 98

Anda mungkin juga menyukai