Laporan Konservasi Dan Sumber Hayati Laut
Laporan Konservasi Dan Sumber Hayati Laut
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur praktikan panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang mana telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga praktikan dapat menyelesaikan
laporan praktikum ini. Laporan ini disusun sebagai salah satu pelengkap tugas dari
mata kuliah Konservasi Sumberdaya Hayati Laut.
Laporan ini berisi tentang Konservasi Sumberdaya Hayati Laut di perairan
Sungai Dua Laut, Kecamatan Sungai Dua Laut, Kabupaten Tanah Bumbu. Laporan
ini diharapkan nantinya dapat menjadi referensi pada mata kuliah ini. Kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun sangat diperlukan demi tulisan
yang lebih baik.
i
DAFTAR ISI
Halaman
ii
DAFTAR TABEL
Halaman
iii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Peta Lokasi Praktik Lapang Sungai Dua Laut ................... 3
Gambar 2. Sebaran Jenis Mangrove di Sungai Dua Laut .................... 12
Gambar 3. Komposisi Jenis Lamun di Tiap Stasiun ............................ 13
Gambar 4. Tutupan Lamun Stasiun I ................................................... 14
Gambar 5. Tutupan Lamun Stasiun II .................................................. 15
Gambar 6. Tutupan Lamun Stasiun III ................................................ 15
Gambar 7. Rata-rata Tutupan Lamun................................................... 16
Gambar 8. Kondisi Terumbu Karang Stasiun I.................................... 17
Gambar 9. Kondisi Terumbu Karang Stasiun II .................................. 18
Gambar 10. Kondisi Terumbu Karang Stasiun III ............................... 18
Gambar 11. Kondisi Terumbu Karang Stasiun IV ............................... 19
Gambar 12. Bintang Laut ..................................................................... 20
Gambar 13. Landak laut (Echinoidea) ................................................. 21
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
1
seperti kelompok ikan dan biota lainnya. Masyarakat yang berada di sekitar
kawasan ini dapat memanfaatkan ekosistem tersebut serta biota untuk kelangsungan
hidup dan sebagai sumber mata pencarian.
Semakin pesatnya pertambahan penduduk yang menempati wilayah pesisir
menjadi ancaman terhadap keberadaan sumberdaya pesisir itu sendiri akan semakin
besar. Dampak yang terjadi yaitu eksploitasi besar-besaran sumberdaya pesisir,
terutama dalam usaha-usaha ekstensifikasi wilayah peruntukan yang dapat memacu
pertumbuhan ekonomi. Sehingga untuk menghindari kawasan Sungai Dua Laut
agar tidak rusak dan hilang akibat ulah manusia wilayah tersebut harus dijadikan
wilayah konservasi. Demikian, untuk mengetahui kelayakan pantai tersebut
menjadi kawasan konservasi dilihat dari kriteria ekologi, sosial dan budaya serta
ekonomi sesuai yang tercantum dalam buku Pedoman Umum Calon Lokasi
Kawasan Konservasi Perairan .
2
BAB II
METODELOGI
2.2. Alat
Adapun alat yang digunakan praktek lapang konservasi sumber hayati laut
di sajikan pada (Tabel 1.).
Tabel 1. Alat Praktek Lapang
No. Alat Fungsi
1. Scuba Untuk menyelam
2. Rool meter Untuk membentang transek
3. Buku identifikasi Untuk pedoman penentuan jenis
4. Kamera Untuk dokumentasi
5. Transek 1x1 m Untuk pengamatan biota asosiasi
6. Tali Untuk membentang teransek
7. Kapal Untuk transfortasi laut
8. Global Positioning System (GPS) Untuk menentukan posisi
3
2.3. Pengumpulan Data
2.3.1. Mangrove
Metode pengukuran yang digunakan untuk mengetahui kondisi mangrove
adalah dengan menggunakan Metode Transek Garis dan Petak Contoh (Line
Transect Plot). Metode Transek Garis dan Petak Contoh (Transect Line Plot)
adalah metode pencuplikan contoh populasi suatu ekosistem dengan pendekatan
petak contoh yang berada pada garis yang ditarik melewati wilayah ekosistem
tersebut. Metode pengukuran ini merupakan salah satu metode pengukuran yang
paling mudah dilakukan, namun memiliki tingkat akurasi dan ketelitian yang
akurat.
2.3.2. Terumbu karag
2.3.2.1. Metode LIT
LIT merupakan metode yang paling sering digunakan, ditujukan untuk
menentukan komunitas bentik sesil di terumbu karang berdasarkan bentuk
pertumbuhan dalam satuan persen, dan mencatat jumlah biota bentik yang ada
sepanjang garis transek. Komunitas dicirikan dengan menggunakan kategori
lifeform yang memberikan gambaran deskriptif morfologi komunitas karang. LIT
juga digunakan untuk melakukan memonitor kondisi terumbu karang secara detail
dengan pembuatan garis transek permanen.
Metode ini memerlukan dua tingkatan kemampuan dari pencatat data.
Pertama, kemampuan pencatat data untuk mengenal biota laut dan bentuk
pertumbuhannya. Kedua, pencatat data harus mampu mengidentifikasi biota hingga
taksa genera atau spesies.
Metode ini dilakukan dengan melakukan penyelaman scuba. Sebelum
melaksanakan metode LIT, dapat didahului dengan manta tow untuk memberi
gambaran umum kondisi lokasi studi. Pada tiap lokasi, minimum pengamatan
dilakukan pada 2 kedalaman yaitu 3 dan 10 meter. Prosedur kerja untuk LIT adalah
sebagai berikut;
1. Pengamat terdiri atas minimal dua orang; satu orang bertugas untuk membuat
transek sedangkan yang lainnya bertugas untuk mencatat kategori lifeform
karang yang dijumpai.
4
2. Panjang transek adalah 10 meter dengan minimum 3 kali replikasi. Garis
transek dibuat dengan membentangkan roll meter yang memiliki skala
sentimeter (cm).
3. Pengamat harus menguasai dan mengenal tipe-tipe bentuk pertumbuhan
karang, baik karang hidup maupun biota lainnya.
4. Pengamat berenang dari titik nol hingga titik 10 meter mengikuti garis transek
yang telah dibuat dan mencatat semua lifeform karang pada area yang dilalui
oleh garis transek. Setiap life form harus dicatat lebarnya (hingga skala
centimeter). Kategori lifeform dapat mengacu pada AIMS (English et al.,
1994) atau COREMAP.
2.3.2.2. Metode PIT
Metode PIT, merupakan salah satu metode yang dikembangkan untuk
memantau kondisi karang hidup dan biota pendukung lainnya di suatu lokasi
terumbu karang dengan cara yang mudah dan dalam waktu yang cepat (Hill &
Wilkinson, 2004). Metode ini dapat digunakan di daerah (Kabupaten) yang ingin
mengetahui kondisi terumbu karang di daerahnya untuk tujuan pengelolaan. Suatu
daerah yang ingin\ mengelola terumbu karangnya tentu ingin mengetahui terumbu
karangnya yang rusak, dan terumbu karangnya yang masih sehat untuk kepentingan
pengelolaannya.
Metode ini dapat memperkirakan kondisi terumbu karang di daerah
berdasarkan persen tutupan karang batu hidup dengan mudah dan cepat. Secara
teknis, metode Point Intercept Transect (PIT) adalah cara menghitung persen
tutupan (% cover) substrat dasar secara acak, dengan menggunakan tali bertanda di
setiap jarak 0,5 meter atau juga dengan pita berskala (roll meter). Di Daerah
Perlindungan Laut (DPL) COREMAP II World Bank, data baseline ekologi
terumbu karang ditentukan dengan metode Point Intercept Transect (PIT), untuk
mengakses kondisi terumbu karang berdasarkan persen tutupan karang batu hidup,
yang dapat dilakukan oleh seorang yang bukan ahli karang dengan mudah dan
cepat. Metode ini digunakan di DPL oleh tim CRIRC–LIPI, kemudian
disosialisasikan ke CRITC daerah, karena untuk pemantauan kondisi terumbu
karang di DPL selanjutnya akan dilakukan oleh tim CRITC daerah yang
bersangkutan.
5
2.3.2.2. Metode Manta Tow
Metode ini digunakan untuk penentuan titik sampling, metode manta tow
adalah pengamatan langsung di atas permukaan air yang ditarik secara perlahan
menggunakan rubber boat yang dilengkapi dengan alat snorkeling (yaitu masker,
snorkel, serta fins). Metode ini digunakan untuk koleksi data dan pengamatan ikan
karang sepanjang jalur transek. Pengamatan secara umum dilakukan untuk
menentukan lokasi yang mewakili kondisi terumbu karang yang sama dalam hal
karateristik secara fisik, kemiringan, serta tutupan karangnya.
2.3.3. Lamun
Pengamatan lamun di lapangan meliputi identifikasi jenis lamun,
menghitung jumlah tegakan, pengukuran persen penutupan lamun dan pengamatan
terhadap vegetasi lamun. Pengamatan lamun ini dibatasi hanya pada transek
kuadrat dan pengamatan dilakukan dengan cara scuba di kolom perairan mengikuti
jalur dari transek garis.
Dari hasil pengukuran dan pengumpulan data pada vegetasi tingkat pancang
dan pohon dilakukan perhitungan Nilai Penting Jenis (NPJ), dimaksudkan untuk
menentukan jenis mana yang paling dominan. Nilai Penting Jenis diperoleh dari
hasil penjumlahan antara Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR) dan
Dominansi Relatif (DR) dari masing-masing jenis. Perhitungan ini dilakukan
dengan rumus yang dikemukakan oleh Mueller- Dombois dan Ellenberg (1974)
sebagai berikut :
- Kerapatan
Jumlah individu suatu jenis
Kerapatan Mutlak = Jumlah individu suatu jenis
6
Luas petak contoh
Jumlah individu suatu jenis
Kerapatan Relatif (%) = Jumlah individu suatu jenis x 100
Jumlah individu seluruh jenis
- Frekuensi
Frekuensi Mutlak = Jumlah petak dari suatu jenis yang hadir
Jumlah kehadiran suatu jenis
7
2.4.2.1. Tutupan Terumbu Karang
Dimana :
L = Persentase penutupan karang (%)
Li = Panjang lifefrom jenis kategori
N = Panjang Transek
Adapun kriteria penelitian kondisi ekosistem terumbu karang berdasarkan
persentase penutupan karang hidup disajikan berikut ini:
- Sangat baik = 75% - 100%
- Baik = 50% - 74,9%
- Sedang = 25% - 49,9%
- Buruk = 0% - 24,9%
2.4.3. Lamun
Keterangan
8
Kerapatan jenis lamun yaitu jumlah total individu suatu jenis lamun dalam
unit area yang diukur. Kerapatan jenis lamun di tentukan berdasarkan rumus
(English et al, 1997)
Keterangan :
9
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
10
Tabel 2. Kerapatan relatif, Frekuensi relatif dan Nilai Indeks Penting pada Tingkat
Pohon di Desa Sungai Dua Laut
Frekuensi Kerapatan
No Jenis Mangrove INP
Relatif/Rfi (%) Relatif/Rdi (%)
1 Avicennia marina 25 34.09 83.71
2 Avicenia alba 12.5 6.82 27.05
3 Sonneratia alba 18.75 11.36 33.9
4 Rhizophora mucronata 6.25 9.09 22.85
5 Avicennia officialis 25 27.27 100.31
6 Rhizophora apiculata 12.5 11.36 27.72
100 100 295.54
Sumber : Hasil Olahan Data Primer 2017
11
temukan 6 jenis mangrove. Kondisi hutan mangrove di lokasi praktek dapat di lihat
pada gambar di bawah ini.
3.2. Lamun
12
3.2.1. Komposisi jenis
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan dilokasi penelitian Sungai
Dua Laut didapatkan tiga jenis lamun di antaranya yaitu Halophila ovalis, Halodule
Uninervis dan Halodule pinifolia.
(a) (b)
(c)
Gambar 3. komposisi jenis lamun di tiap stasiun
(a) stasiun I (b) stasiun II (c) stasiun III
Ditemukan dua jenis lamun pada Stasiun I, yaitu Halodule Uninervis dan
Halophila ovalis dengan komposisi terbesar adalah jenis lamun Halophila ovalis
mencapai 54% dibandingkan Halodule Uninervis yang hanya 46%. Jenis lamun
Halodule pinifolia tidak ditemukan di Stasiun I dan stasiun III tetapi ditemukan
distasiun II, hal ini diduga karena relatif tingginya TSS di daerah tersebut 13 mg/L
dan kedalaman perairan yang tergolong dangkal sehingga sering tersingkap saat
surut.
13
Berbeda dengan Stasiun I, pada Stasiun II dan Stasiun III didominasi oleh
jenis lamun Halodule Uninervis. Komposisi terbesar ditemukan di Stasiun II
dengan persentase 77% sedangkan pada Stasiun III sebesar 56%. Jenis lamun
Halophila ovalis dan Halodule pinifolia juga ditemukan di stasiun ini tetapi dengan
persentase yang sedikit.
3.2.2. Distribusi Lamun
Padang lamun yang tersebar luas di perairan dangkal merupakan ekosistem
bahari sangat produktif dan berperan penting dalam kehidupan tetapi sering kali
kurang mendapat perhatian. Menurut Fortes (1994) in Warasti (2009), kondisi
ekosistem padang lamun di perairan indonesia telah mengalami kerusakan sekitar
30 – 40%. Adapun kerusakan tersebut antara lain di sebabkan oleh pengembangan
wilayah, penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan dan pencemaran.
Kerusakan akan berdampak pada keanekaragaman dan juga perubahan luasan
(zonasi).
Dari hasil pengamatan di lokasi Sungai Dua Laut di temukan 3 jenis lamun
yang tersebut di 3 stasiun atau lokasi pengamatan, yaitu : Halophila Ovalis,
Halodule Uninervis dan Halodule pinifolia. Adapun jenis yang ditemukan pada
perairan Sungai Dua Laut di dominansi oleh jenis Halodule Uninervis dan
Halophila Ovalis yang tersebar merata hampir di setiap stasiun. Ini
menggambarkan tingkat keanekaragaman di Perairan Desa Sungai Dua Laut rendah
karena (3 dari 13 jenis lamun yang telah di temukan di indonesia) meskipun
memiliki 3 dari 13 jenis lamun yang ada di indonesia, pertumbuhan lamun di
Perairan Sungai Dua Laut juga bagus dan subur.
3.2.3. Persentase Tutupan
Persen penutupan lamun menggambarkan luas daerah yang tertutupi oleh
lamun. Mengukur persen penutupan lamun merupakan suatu metode untuk melihat
statusdan untuk mendeteksi perubahan dari sebuah vegetasi (Humminga dan
Duarte, 2000). Hasil persentase penutupan lamun di berbagai stasiun ditampilkan
seperti pada Gambar 4.
14
Gambar 4. Tutupan Lamun Stasiun I
Berdasarkan hasil penelitian data Lamun di Perairan Sungai Dua Laut di
stasiun I Lamun Penyulingan dapat dilihat pada (Gambar 4) ada dua jenis lamun
yang berbeda yaitu: Halophila Ovalis dan Halodule Uninervis. Persentase dominan
yang didapat oleh jenis lamun Halophila Ovalis dengan persentase 19 % dan
persentase jenis lamun Halodule Uninervis dengan persentase 16% lebih rendah.
Berdasarkan hasil penelitian yang didapat di Perairan Sungai Dua Laut pada
stasiun Lamun katoang (Gambar 4), dapat diketahui bahwa persentasi dominan
jenis lamun Halodule Uninervis memiliki persentase lebih besar 17% dibandingkan
persentase jenis lamun Halodule pinifolia rendah 5%.
15
Gambar 6. Tutupan Lamun Stasiun III
16
3.3. Terumbu Karang
3.3.1. Kondisi Tutupan
Terumbu karang yang terdapat di perairan Sungai Dua Laut hingga Tanjung
Kandang Haur termasuk tipe karang gosong/taka (patch reef). Terumbu karang tipe
ini tumbuh dan berkembang terpisah dari pantai. Beberapa diantaranya ada yang
muncul ke permukaan berupa paparang karang atau juga gosong pasir pada saat
kondisi surut terendah, sementara yang lainnya tenggelam atau tidak terlihat pada
saat surut terendah tersebut.
Terumbu karang di perairan ini sangat dipengaruhi oleh masukan air tawar
dari muara sungai yang berada di pesisir Tanah Bumbu, hal ini dapat mudah
diamati dari atas kapal ketika musim teduh yaitu pada saat musim peralihan. Secara
umum terumbu karang di perairan ini sudah mampu beradaptasi terhadap
perubahan salinitas dan kekeruhan.
Berdasarkan hasil pengamatan menggunakkan metode manta taw dengan
cara snorkeling di rataan karang di sekitar Tanjung Kandang Haur diketahui
tutupan karang hidup sebesar 60%. Secara umum kondisi terumbu karangnya
tergolong buruk menurut UNEP 1993. Umumnya penyebab kerusakan terumbu
karang di perairan tersebut disebabkan oleh sedimentasi. Hal ini di indikasikan
dengan adanya permukaan karang yang tertutup sedimen dan tumbunya alga bentik
di permukaan karang yang mati. Selain itu, ditemukan permukaan karang yang
mengalami pemutihan khususnya pada karang bercabang, karang bentuk
bongkahan dan menghampar atau merayap. Peningkatan suhu permukaan laut
dalam waktu lama berdampak pada simbiosis alga karang, yaitu alga zooxanthella.
Untuk bertahan hidup hewan karang melepaskan zooxanthella dalam jumlah
banyak sehingga karang kehilangan warnanya.
Berikut ini hasil dan pembahasan mengenai kondisi terumbu karang di
perairan Sungai Dua Laut adalah sebagai berikut :
17
Gambar 8. Kondisi Terumbu Karang Stasiun I
Berdasarkan hasil dari penelitian (Gambar 8) ditemukan kelompok karang
yang termasuk golongan acropora sebesar 16%. Sedangkan untuk kelompok non
acropora ditemukan sebesar 11%. Hal ini mengindikasikan relatif besar tekanan
fisik perairan seperti arus dan gelombang di daerah ini. Perbedaan stasiun
pengambilan data sangat memungkinkan terjadinya perbedaan yang di dapat,
karena berbeda stasiun terkadang juga ada faktor-faktor tersendiri yang
mempengaruhi kondisi lingkungan tersebut seperti jenis substrat, salinitas,
pergerakan arus, pasang surut, dan kekeruhan. Adanya perbedaan tersebut juga
akan menyebabkan variasi life form yang muncul juga akan berbeda-beda,
perbedaan tersebut akan mengakibatkan perbedaan kedominanan suatu jenis life
form di suatu stasiun.
18
Berdasarkan hasil dari (gambar 9) di temukan kelompok karang yang
termasuk golongan acropora sebesar 42%. Sedangkan untuk golongan non acropora
di temukan sebesar 30% dan dead coralnya ada 19%. Hal ini di sebabkan selain
pengaruh sedimentasi, pengaruh aktivitas manusia juga ikut menyumbang tingkat
kekeruhan di perairan tersebut.
19
sebesar 18% dan kelas non acropora sebesar 34%. Hasil pengamatan yang telah
diperoleh ternyata yang dominan kelas non-acropora lebih dominan dibanding kelas
acropora, ini mengindikasikan relatif besar tekanan fisik perairan seperti arus dan
gelombang di daerah ini. Karang memiliki bentuk pertumbuhan koloni yang
berbeda-beda. Variasi tersebut bisa dipengaruhi oleh sifat karang itu sendiri,
maupun kondisi lingkungan tempat dia tinggal. Beberapa pengaruh yang berasal
dari kondisi habitat diantaranya adalah intensitas cahaya matahari, pergerarakan
gelombang dan arus, ketersediaan nutrien, serta sedimentasi.
3.3.2. Jenis Karang
Terumbu karang (coral reef) merupakan organisme yang hidup di dasar Lut
dangkal terutama di daerah tropis. Terumbu adalah endapan-endapan masif yang
penting dan kalsium karbonat yang terutama dihasilkan oleh karang (filum cnidaria,
kelas anthozoa, ordo madreporia = scleractinia) dengan sedikit tambahan dari
algae berkapur dan organisme–organisme lain yang mengeluarkan kalsium
karbonat, yang mana termasuk hermatypic coral atau kerangka karang dari kalsium
karbonat (Nybakken, 1992). Dari hasil pengamatan terumbu karang di Perairan
Desa Sungai Dua Laut di dapat 7 spesies terumbu karang yaitu : Digitate,
Branching, Tabulate, Mushroom, Sofe coral, non acropora branching dan Spoonge.
20
ragam, baik yang berupa tumbuh-tumbuhan maupun biota, berikut adalah biota
yang berada di terumbu karang di Perairan Sungai Dua Laut :
21
untuk tinggal di terumbu karang dan daerah yang lebih rentan terhadap gelombang
pasang.
22
BAB IV. UPAYA PELESTARIAN EKOSISTEM
23
mangrove. Ketersediaan air tawar tergantung pada (a) frekuensi dan volume air dari
system sungai dan irigasi dari darat, (b) frekuensi dan volume air pertukaran pasang
surut, dan (c) tingkat evaporasi ke atmosfer.
2) Pasokan nutrien: pasokan nutrient bagi ekosistem mangrove ditentukan oleh
berbagai proses yang saling terkait, meliputi input dari ion-ion mineral an-organik
dan bahan organik serta pendaur ulangan nutrien. Secara internal melalui jaringan-
jaringan makanan berbasis detritus (detrital food web).
24
BAB V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat di ambil dari praktikum kali ini adalah
sebagai berikut :
1. Kawasan konservasi mempunyai peran yang sangat besar terhadap
perlindungan keanekaragaman hayati. Kawasan konservasi juga merupakan
pilar dari hampir semua strategi konservasi nasional dan internasional yang
berfungsi sebagai penyedia jasa ekosistem, melindungi spesies yang terancam
dan mitigasi perubahan iklim.
2. Sungai Dua Laut memiliki keragaman ekosistem yang menciptakan variasi
habitat dan relung kehidupan bagi beragam biota laut seperti kelompok ikan dan
biota lainnya termasuk ekosiste mangrove, lamun dan terumbu karang.
Masyarakat yang berada di sekitar kawasan ini memanfaatkan ekosistem
tersebut serta biota untuk kelangsungan hidup dan sebagai sumber mata
pencarian.
5.2. Saran
1. Perlu ada tinjauan khusus kepada masyarakat tentang pemahaman pengelolaan
kawasan konservasi sumberdaya hayati laut oleh Dinas terkait.
2. Untuk menjaga keseimbangan ekosistem perlu ada sosialisasi-sosialisasi kepada
masyarakat hak wilayah oleh Dinas bersangkutan.
25