Anda di halaman 1dari 6

Hematotoraks traumatik

Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penatalaksanaan awal

Hematotoraks merupakan keadaan dimana terdapat darah pada rongga


pleura. Sumber perdarahan dapat berasal dari dinding dada, parenkim paru,
jantung, atau pembuluh darah besar. Hematotoraks bisa terjadi karena kasus
trauma maupun non trauma (misalnya pada endometriosis, penyakit
metastasis, pecahnya aneurisma aorta, gangguan pembekuan darah).
Hematotoraks traumatik dapat terjadi pada trauma tumpul atau trauma
tajam pada dinding dada.
Masalah utama pada hematotoraks adalah hemodinamik dan respirasi.
Pada kasus umum, hematotoraks meyebabkan efek desak ruang (space-
occupying effect) yang menyebabkan takipnea. Kemudian, pada kasus
hematotoraks masif (perdarahan > 1500cc) akan terjadi syok hemoragik
dengan perkusi pekak pada sisi dada yang mengalami trauma.

Anatomi toraks

Gambar 1. Anatomi toraks (tampak depan)

blacklecture copyright © 2015


Toraks terdiri atas dinding dan rongga dada. Dinding dada berfungi untuk
melindungi organ vital yang berada dalam rongga dada, yaitu paru dan
jantung. Masing-masing dilindungi oleh lapisan yang berfungsi untuk
menjaga agar tiap organ dapat bergerak sesuai fungsinya, untuk bernafas dan
memompa darah ke seluruh tubuh. Paru, dilindungi oleh lapisan yang disebut
pleura. Pleura ini memiliki dua lapisan, yaitu pleura viseralis (yang
menempel pada bagian luar paru) dan pleura parietalis (yang menempel
pada bagian dalam dinding dada). Di antara kedua lapisan pleura ini terdapat
rongga pleura yang pada keadaan normal hanya berisi cairan pleura,
berfungsi sebagai pelumas agar tidak terjadi gesekan antara paru dan
dinding dada.
Dinding dada tersusun atas tulang dan jaringan lunak. Tulang yang
menyusun dinding dada adalah tulang iga, sternum, klavikula, skapula, dan
kolumna vertebralis torakalis. Sedangkan jaringan lunak yang menopangnya
adalah otot dan pembuluh darah, terutama vasa intrekostalis dan torakalis
interna. Terdapat pula vasa subklavia, vasa aksilaris, fluksus brakhialis ayng
dilindungi oleh klavikula (lihat Gambar 1).
Dasar (bagian bawah) toraks dibentuk oleh diafragma yang dipersarafi
oleh nervus frenikus. Diafragma mempunyai lubang untuk jalan aorta, vena
cava inferior, dan esofagus.

Patofisiologi hematotoraks
Hematotoraks dapat terjadi akibat trauma jaringan lunak dinding dada
maupun akibat trauma yang mengenai organ di dalam rongga dada.
Manifestasi yang mungkin terjadi adalah gangguan hemodinamik dan
respirasi.

Perubahan hemodinamik
Perubahan hemodinamik pada kasus hematotoraks berbeda-beda,
bergantung pada kecepatan hilangnya darah. Kehilangan darah ≤ 750 mL
pada laki-laki dengan berat badan 70 kg, mungkin tidak mengalami
perubahan hemodinamik yang berarti. Kehilangan 750-1500 mL darah pada
orang yang sama akan menunjukkan gejala awal dari syok (seperti takikardia
dan penurunan tekanan nadi).
Gejala syok yang signifikan dapat terjadi pada orang yang sama jika
terjadi kehilangan darah ≥ 30% (1500-2000 mL). Karena rongga pleura pada
orang dengan berat badan 70 kg dapat menampung lebih dari 4 L darah,
kehilangan darah dapat terjadi tanpa adanya bukti eksternal yang jelas.

blacklecture copyright © 2015


Perubahan respirasi
Akumulasi darah dalam jumlah besar pada rongga pleura dapat
menyebabkan gangguan pergerakan paru. Pada kasus trauma toraks, dapat
terjadi ventilasi yang abnormal dan menurunnya saturasi oksigen. Takipnea
dan dispnea terjadi bervariasi pada tiap orang, bergantung pada faktor
resiko; ada tidaknya trauma organ, keparahan trauma, serta kesehatan paru
dan jantung (seperti kebiasaan merokok, yang mempengaruhi kesehatan
paru).

Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik


Nyeri dada dan dispnea merupakan keluhan utama yang dirasakan pasien.
Gejala ini dihubungkan dengan kasus trauma yang dideritanya, dengan berat
ringannya gejala bergantung pada kecepatan perdarahan. Penggalian riwayat
merokok, hipertensi, dan penyakit sistemik lainnya merupakan suatu
kewajiban untuk menyinggirkan faktor resiko yang memperberat gejala.
Pemeriksaan fisik dimulai dengan primary survey, seperti halnya pada
kasus trauma secara umum. Evaluasi ABC (airway, breathing, circulation)
harus dilakukan dengan cepat. Pada kasus hematotoraks, terkadang tidak
ditemukan adanya gangguan airway, walaupun pada kasus yang jarang juga
dapat terjadi trauma laring. Gangguan breathing dan circulation merupakan
fokus utama pada kasus ini. Pemeriksaan tanda vital untuk breathing
(frekuensi nafas) dan circulation (tekanan darah, tekanan nadi, frekuensi
nadi) sangat mempengaruhi pengambilan keputusan untuk tindakan
selanjutnya. Pada pemeriksaan frekuensi nafas, didapatkan adanya dispnea
dan takipnea. Sedangkan pada pemeriksaan tekanan darah, tekanan nadi, dan
frekuensi nadi bergantung pada jumlah perdarahan yang terjadi. Utamanya
adalah untuk menentukan ada tidaknya syok.
Temuan fisik yang positif dapat dideteksi dengan perkusi dan auskultasi
pada posisi tegak, meskipun tanda tersebut samar. Jika perdarahan hanya
sedikit, darah dapat terakumulasi pada ruang sudut kostofrenikus.
Kebanyakan korban trauma hanya diperiksa pada posisi supinasi,
sehingga darah tidak terakumulasi, tetapi menyebar ke sebagian besar ruang
pleura secara merata, sehingga sulit untuk dideteksi dengan pemeriksaan
fisik. Yang harus diperhatikan adalah adanya tanda-tanda perdarahan
abdomen dan medistinum akibat luka tusuk tersebut.

Penatalaksanaan awal
Penatalaksanaan disesuaikan dengan mnemonik ABC pada kegawatdarutan.

blacklecture copyright © 2015


Airway
Pada tahap ini, dianjurkan untuk melihat apakah ada sumbatan jalan nafas
atas, baik itu karena darah maupun lidah (pada pasien dengan penurunan
kesadaran). Sumbatan jalan nafas atas ditandai dengan suara nafas stridor,
gargling (berkumur), atau snoring (mengorok).
Suara nafas stridor khas pada sumbatan benda padat.
Penatalaksanaannya adalah dengan mengeluarkan benda padat baik dengan
tangan, memakai klem, maupun menggunakan manuver heimlich (abdominal
thrusts). Pada suara nafas gurgling, dimana terjadi sumbatan oleh benda cair,
darah atau saliva, dapat dilakukan finger swab atau suction. Sedangkan jika
suara nafas snoring, yang disebabkan lidah jatuh sehingga menyumbat jalan
nafas, dapat dilakukan triple airway manuver.

Breathing
Tahap selanjutnya adalah mengecek respon bernafas. Pada kasus
hematotoraks, terutama yang masif, hampir selalu didapatkan dispnea. Oleh
karena itu, pemberian oksigen kanul 2-4 liter per menit, disesuaikan dengan
keparahan dispnea. Pemeriksaan oksimetri bisa dilakukan untuk penilaian
objektif adanya hipoksia atau tidak. Apabila terdapat hipoksia, langkah awal
adalah dengan meningkatkan pemberian oksigen.

Circulation
Pemeriksaan tanda-tanda syok sirkulasi merupakan hal yang penting dalam
kasus hematotoraks. Kehilangan darah yang banyak dapat menyebabkan
syok yang mempengaruhi suplai darah ke otak sehingga terjadi hipoksi
jaringan otak. Mengantuk sampai penurunan kesadaran merupakan tanda
dari kejadian tersebut. Harus diwaspadai adanya tanda-tanda presyok:
kesadaran menurun (meskipun pada beberapa kasus tidak terjadi penurunan
kesadaran, pastikan dengan pemeriksaan klinis lainnya), akral dingin, nadi
cepat dan lemah, dan hipotensi (tekanan sistol > 100 mmHg dan/atau diastol
> 70 mmHg). Apabila adanya tanda-tanda presyok atau syok (kesadaran
sangat menurun sampai koma, nadi tidak teraba, akral dingin dan pucat),
cepat lakukan resusitasi cairan. Tetapi, sekali lagi, intuisi seorang dokter
sangat diperlukan dalam kasus ini. Akan lebih aman jika pasien dengan
hematotoraks dilakukan pemasangan julur IV meskipun tidak ada tanda-
tanda presyok maupun syok, untuk mencegah terjadinya sesuatu yang fatal.
Apalagi di saat pasien syok kita akan sulit untuk mendapatkan akses IV.

blacklecture copyright © 2015


Torakosintesis
Torakosintesis termasuk penatalaksanaan pada tahap breathing. Namun,
akan lebih baik jika dilakukan bersamaan dengan pemasangan jalur IV,
karena pada kasus kegawatdaruratan kita selalu berkejaran dengan waktu.
Teknik ini merupakan terapi paliatif, karena hanya dilakukan ketika
melakukan WSD tidak memungkinkan sedangkan keadaan pasien sudah
sangat parah (mungkin apnea). Terutama di daerah terpencil, terkadang
akan sangat sulit untuk melakukan WSD, karena keterbatasan sarana.
Torakosentesis dilakukan pada posisi duduk, untuk menentukan batas
atas dari efusi dapat diketahui dengan pemeriksaan fisik. Torakosentesis
dilakukan di sela iga di linea aksilaris, linea aksilaris posterior ujung tulang
belikat dan linea aksilaris anterior di bawah permukaan cairan, dan
permukaan kulit tempat tusukan harus bebas dari segala penyakit dan jarum
tusukan sedalam 5 – 10 cm ke arah vertebra.

Gambar 2. Teknik torakosintesis

blacklecture copyright © 2015


Water sealed drainage (WSD)
Water seal drainage (WSD) adalah suatu sistem drainage yang menggunakan
water seal untuk mengalirkan udara atau cairan dari cavum pleura (rongga
pleura). Cara pemasangan WSD adalah sebagai berikut.
1. Tentukan tempat pemasangan, biasanya pada sela iga ke IV dan V, di linea
aksillaris anterior dan media.
2. Lakukan analgesia/anestesia pada tempat yang telah ditentukan.
3. Buat insisi kulit dan sub kutis searah dengan pinggir iga, perdalam sampai
muskulus interkostalis.
4. Masukkan klem Kelly melalui pleura parietalis kemudian dilebarkan.
Masukkan jari melalui lubang tersebut untuk memastikan sudah sampai
rongga pleura/menyentuh paru.
5. Masukkan selang (chest tube) melalui lubang yang telah dibuat dengan
menggunakan forcep Kelly.
6. Selang (chest tube) yang telah terpasang, difiksasi dengan jahitan ke
dinding dada.
7. Selang (chest tube) disambung ke WSD yang telah disiapkan.
8. Foto X-rays dada untuk menilai posisi selang yang telah dimasukkan.

Perlu diperhatikan bahwa pemasangan WSD harus dievaluasi dengan


melakukan foto X-rays dada, sehingga tidak bisa dilakukan pada fasilitas
pelayanan kesehatan yang tidak mempunya sarana tersebut. Oleh karena itu,
penanganan ABC merupakan tatalaksana utama pada kasus ini. Selanjutnya
pasien akan harus dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan yang setidaknya
punya sarana X-rays. Torakosintesis hanya dilakukan pada keadaan yang
sangat gawatdarurat, dimana tujuannya hanya untuk mengurangi darah yang
ada di rongga pleura sehingga keadaan pasien stabil dan bisa dirujuk ke
fasilitas pelayanan kesehatan lanjutan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Mancini MC. 2014. Hemothorax. Medscape: emedicine.medscape.com. Diakses pada 22
April 2015.
2. Acker JE, Ali J, Aprahamian C, et al. 2004. Advaced trauma life support for doctors:
student course manual. 7th Ed. Chicago: American College of Surgeons.
3. Brauner ME. 2013. Thoracentesis. Medscape: emedicine.medscape.com. Diakses pada 22
April 2015.

blacklecture copyright © 2015

Anda mungkin juga menyukai