Anda di halaman 1dari 23

fBAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kopi merupakan salah satu hasil perkebunan di kawasan sub tropis dan

tropis yang diyakini berasal dari daerah Pegunungan Etiopia ini tersebar hingga ke

berbagai negara seperti Amerika Selatan, Afrika, Asia Tenggara termasuk wilayah

Indonesia. Budidaya tanaman kopi di Indonesia banyak ditemukan di daerah

Jawa, Sumatera, Sulawesi, Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat.

Terdapat beberapa spesies tanaman kopi yang umum dikembangkan di Indonesia,

yaitu kopi arabika, robusta dan liberika (Rahardjo, 2012).

Selain banyak dan mudah tumbuh di daerah tropis, kopi juga memiliki

nilai ekonomi yang tinggi. Prospek bisnis kopi menarik minat masyarakat untuk

membudidayakan kopi dan diolah menjadi produk yang bernilai tinggi.

Peningkatan kebutuhan kopi akibat kecenderungan konsumsi kopi dunia semakin

meningkat setiap tahun, terlebih jenis kopi spesialti (Specialty Coffee) dari

Indonesia semakin diminati dunia internasional. Data International Coffe

Organization (2010) menunjukkan bahwa angka konsumsi kopi dunia pada tahun

2012 mencapai 142,2 juta bags dan diperkirakan pada tahun 2020 menjadi 166

juta bags (1 bags = 60 kg) . Walaupun konsumsi kopi domestik dalam negeri

masih rendah sekitar 0.9 kg/kapita/tahun bila dibanding negara lain seperti Brasil

yang mencapai angka 6 kg/kapita/tahun, Finlandia 11.4 kg/kapita/tahun dan

Norwegia 10.6 kg/kapita/tahun. Seiring peningkatan jumlah penduduk, perubahan

budaya dan gaya hidup dalam pola minum kopi, pertumbuhan konsumsi kopi

1
olahan dalam negeri mencapai 7.5% per tahun serta pertumbuhan industri

pengolahan kopi yang menyerap sekitar 40 % dari total produksi kopi nasional

maka produksi bahan baku kopi khususnya jenis arabika berpotensi

dikembangkan sekaligus meningkatkan pendapatan petani kopi.

Komoditi kopi merupakan penghasil devisa terbesar sub sektor perkebunan

setelah kelapa sawit dan karet. Total produksi nasional kopi Indonesia pada tahun

2016 sebesar 667.655 ton. Ekspor kopi nasional pada tahun 2015 sebesar 458.694

ton dengan nilai ekspor (US$) 1.191.926. Pencapaian ini mengantarkan Indonesia

menjadi negara eksportir kopi terbesar keempat di dunia setelah Brasil, Vietnam,

dan Kolumbia (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2016).

Luas lahan perkebunan kopi di Indonesia pada tahun 2016 meningkat

menjadi 1.233.294 ha dari tahun sebelumnya yang hanya seluas 1.233.227 ha.

Jumlah produksi pada tahun yang sama sebesar 667.655 ton. Produktivitas

tanaman kopi di Indonesia baru mencapai 700 kg biji kopi/ha/tahun untuk jenis

Robusta dan 800 kg biji kopi/ha/tahun untuk jenis arabika. Produktivitas dan luas

lahan tanaman kopi masih dapat ditingkatkan, mengingat Indonesia merupakan

negara beriklim tropis yang cocok untuk jenis tanaman kopi tersebut (Direktorat

Jenderal Perkebunan, 2016).

Provinsi Sulawesi Selatan sebagai salah satu daerah perkebunan kopi yang

memberikan konstribusi terhadap perkopian di Indonesia. Luasan areal

pertanaman kopi di Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2016 sekitar 74.443 ha

dengan jumlah produksi 31.292 ton (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2016).

2
Penyebaran tanaman kopi arabika Indonesia dibawa seorang

berkebangsaan Belanda sekitar tahun 1646 yang mendapatkan biji arabika mocca

dari Arabia. Sekitar satu abad kopi arabika telah berkembang sebagai tanaman

rakyat. Kopi ini ditanam pada dataran tinggi yang memiliki iklim kering sekitar

1.350 – 1.850 m dpl. Di Indonesia sendiri kopi ini dapat tumbuh dan berproduksi

ketinggian 1.000 – 1.750 m dpl. Jenis kopi arabika tidak tahan Hemilia vastatrix.

Kopi Robusta dimasukkan ke Indonesia pada tahun 1900 dari Afrika,

asalnya dari pantai barat sampai Uganda. Kopi ini ternyata tahan penyakit karat

daun, dan memerlukan syarat tumbuh dan pemeliharaan yang ringan, sedang

produksinya jauh lebih tinggi dari jenis arabika dan liberika.

Jenis kopi liberika berasal dari dataran rendah Monrovia di daerah

Liberika. Pohon kopi liberika tumbuh dengan subur di daerah yang memilki

tingkat kelembapan yang tinggi dan panas. Kopi liberika penyebarannya sangat

cepat. Kopi ini memiliki kualitas yang lebih buruk dari kopi Arabika baik dari segi

buah dan tingkat rendemennya rendah.

Kopi arabika spesial terdapat di Kabupaten Enrekang (Kalosi Specialty

Coffee) dan Tana Toraja (Toraja Specialty Coffee), kopi arabika biasa (arabika

kelas I) terdapat di Kabupaten Gowa dan Bantaeng. Jenis kopi robusta banyak

dikembangkan di daerah Kabupaten Bulukumba, Bantaeng, Sinjai, Pinrang,

Luwu, Luwu utara, dan Tana Toraja (Latunra, 2011).

Sebagian besar masyarakat sudah membudidayakan kopi cukup lama

secara turun-temurun, akan tetapi aplikasi teknologi mulai dari teknis

pemeliharaan hingga pengolahan dan pemasaran yang efisien oleh petani masih

3
perlu ditingkatkan. Banyak kendala yang dihadapi petani, terdapat pula potensi

yang tinggi untuk meningkatkan daya saing komoditas kopi yang dihasilkan

petani (Santoso, 2006).

Usaha peningkatan daya saing kopi rakyat, perlu dilakukan sinkronisasi

antara lain dengan program pengembangan dengan sumberdaya setempat dan

kearifan lokal agar dapat tercipta keunggulan komparatif dan kompetitif yang

mendasarkan pada kekayaan alam lokal. Peningkatan daya saing kopi di kawasan

tersebut merupakan upaya strategis untuk memperluas pangsa pasar domestik dan

internasional (Soetriono, 2009).

Kabupaten Bantaeng yang dikenal dengan sebutan “Butta Toa” secara

harfiah berarti tanah yang tua yang terletak di provinsi Sulawesi Selatan.

Kabupaten ini mempunyai luas wilayah 395,83 km 2. Kabupaten Bantaeng secara

geografis terletak ±120 km arah selatan Makassar, Ibukota Provinsi Sulawesi

Selatan dengan posisi 5º21’13’’ - 5º35’26’’ Lintang Selatan dan 119º51’42’’ -

120º05’27’’ Bujur Timur. Kabupaten Bantaeng terletak di daerah pantai yang

memanjang pada bagian barat ke timur kota yang salah satunya berpotensi untuk

perikanan, dan wilayah daratannya mulai dari tepi laut Flores sampai ke

pegunungan sekitar Gunung Lompobattang dengan ketinggian tempat dari

permukaan laut 0-25 m sampai dengan ketinggian lebih dari 1.000 m dpl kondisi

ini menyebabkan Kabupaten Bantaeng merupakan salah satu daerah di Sulawesi

Selatan yang memiliki potensi untuk pengembangan kopi sebab areal penanaman

yang luas serta keadaan lingkungan dan agroklimatologi yang sangat

mendukung (BPS Sulsel, 2014).

4
Produksi tanaman kopi di Kabupaten Bantaeng tidak berbanding lurus

dengan peningkatan luasan areal tanam. Luasan areal tanam pada tahun 2008

adalah 3.783 ha dan terjadi peningkatan tahun 2016 seluas 3.801 ha. Produksi

pada tahun 2008 sebesar 1.626 ton dan mengalami penurunan pada tahun 2016

menjadi 1.609 ton. Berdasarkan data tersebut, produksi dan produktivitas kopi di

Kabupaten Bantaeng menurun. Luasan perkebunan kopi arabika di Desa Labbo

pada tahun 2016 seluas 195 ha (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2016).

Produksi dan produktivitas kopi tidak lepas dari berbagai masalah yang

dijumpai dari sektor hulu hingga hilir. Beberapa masalah di sektor hulu antara lain

faktor lahan, produktivitas bahan tanaman masih rendah, umur tanaman sudah tua

sehingga kurang produktif, hingga masalah pelaksanaan teknis pemeliharaan.

Permasalahan sektor hilir sebagian besar disebabkan metode pengolahan pada

pascapanen yang kurang baik terutama proses fermentasi, pengeringan, dan

penyangraian yang kurang baik sehingga mutu akhir kurang baik.

Pelaksanaan pemeliharaan tanaman kopi yang kurang tepat menyebabkan

produksi tanaman kurang maksimal dan rentan terserang hama dan penyakit.

Untuk merumuskan langkah-langkah pengembangan kopi arabika, dilakukan

penelitian mengenai kondisi pertanaman kopi di lapangan sebagai dasar dalam

merumuskan arah dan rencana kaji tindak. Permasalahan berbagai aspek

pemeliharaan tanaman kopi yang kompleks hendaklah ditangani dengan model

pengembangan yang sesuai. Berdasarkan uraian tersebut maka dilakukan

penelitian tentang teknik pemeliharaan kopi arabika di Desa Labbo Kecamatan

Tompobulu Kabupaten Bantaeng.

5
1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini

adalah apakah teknik pemeliharaan seperti pemupukan (meliputi dosis pupuk

yang digunakan, cara pemupukan, frekuensi pemupukan dan waktu pemupukan),

pemangkasan, sanitasi dan pengendalian hama penyakit mempunyai pengaruh

terhadap produktivitas kopi arabika di Desa Labbo Kecamatan Tompobulu

Kabupaten Bantaeng.

1.3 Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor dari

aspek teknik pemeliharaan yang mempengaruhi produksi dan produktivitas

tanaman kopi arabika di Desa Labbo Kecamatan Tompobulu Kabupaten

Bantaeng.

Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai acuan dan bahan informasi

tentang teknik pemeliharaan dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan

produktivitas tanaman kopi arabika di Desa Labbo Kecamatan Tompobulu

Kabupaten Bantaeng.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Kopi

Kopi (Coffea sp.) merupakan tanaman yang berasal dari benua Afrika yang

tumbuh di hutan dengan jenis yang beragam. Nama Coffea diambil dari sebuah

nama kota di negara Abessinia atau Ethiopia yaitu kota Coffa. Dalam sejarah kota

ini dikenal sebagai pusat perkopian yang pertama di dunia. Jenis kopi yang

banyak diusahakan di Indonesia yaitu Robusta dan Arabika, meskipun dulu kopi

jenis Liberika di tanam di Indonesia, tetapi sekarang sulit dijumpai jenis tanaman

tersebut (Rahardjo, 2012). Berdasarkan klasifikasi tanaman kopi (Rahardjo, 2012)

adalah :

Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Class : Dicotyledonae
Ordo : Rubiales
Family : Rubiaceae
Genus : Coffea
Species : Coffea arabica L., Coffea canephora L.

2.2 Ekologi Tanaman Kopi


2.2.1 Iklim

Indonesia merupakan salah satu negara yang dilewati oleh garis

khatulistiwa yang artinya Indonesia beriklim tropis. Negara Indonesia sangat

cocok untuk menanam tanaman kopi arabika. Curah hujan yang sesuai akan

mempengaruhi pembentukan bunga menjadi buah. Kopi jenis arabika sesuai pada

7
curah hujan sekitar 1.250 – 2.500 mm pertahun. Daerah yang memiliki bulan

kering (curah hujan < 60 mm / bulan) 1 - 3 bulan.

2.2.2 Suhu

Suhu adalah keadaan panas atau dinginnya udara pada suatu tempat. Suhu

lingkungan untuk kopi arabika rata - rata 15° - 25° C, sementara robusta mampu

beradaptasi dengan suhu udara 21° - 25° C.

2.2.3 Ketinggian / Elevasi

Ketinggian area tidak mempunyai pengaruh pada perkembangan serta

produksi tanaman kopi, namun faktor temperatur berpengaruh terhadap

perkembangan tanaman kopi. Tinggi rendahnya temperatur ditentukan oleh

ketinggian area dari permukaan laut, temperatur serta elevasi. Kopi arabika dapat

tumbuh pada ketinggian 1.000 – 2.000 m dpl (Puslitkoka, 2006).

2.2.4 Topografi

Kondisi topografi wilayah juga harus di perhatikan karena jika terjadi

anomali iklim atau ketidak normalan iklim membuat petani dapat melakukan

beberapa rekayasa. Khusus untuk daerah yang memiliki tiupan angin kencang,

disarankan untuk menanam tanaman pelindung seperti lamtoro, dadap, serta

sengon laut. Tanaman pelindung untuk saat ini yang paling cocok untuk tanaman

kopi adalah lamtoro yang tergolong tanaman legume dan intensitas serapan

cahaya optimal.

2.2.5 Kondisi Tanah

8
Kondisi tanah yang baik untuk penanaman kopi arabika dianjurkan tanah

dengan kemiringan kurang dari 30 % dan memiliki top soil atau kandungan

organik yang tebal. Tanah seperti ini banyak terdapat di dataran tinggi. Tingkat

keasaman (pH) tanah yang dianjurkan untuk tanaman kopi arabika 5,5 – 6,5.

Keadaan tanah yang terlalu asam dapat ditambahkan kapur seperti Ca(PO)2 atau

Ca(PO3)2 (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2014)..

2.3 Morfologi Tanaman Kopi


2.3.1 Akar

Kopi adalah jenis tanaman berbentuk pohon, yang merupakan tanaman

tahunan, tetapi umumnya mempunyai perakaran dangkal, sehingga tanaman ini

mudah mengalamai kekeringan pada kemarau panjang bila daerah perakaran tidak

diberi mulsa. Secara alami, tanaman kopi memiliki akar tunggang sehingga tidak

mudah rebah. Akar tunggang tersebut hanya dimiliki oleh tanaman kopi yang

berasal dari bibit semai atau bibit sambung (okulasi) yang batang bawahnya

berasal dari bibit semai. Tanaman kopi yang berasal dari bibit setek, cangkok, atau

okulasi yang batang bawahnya berasal dari bibit setek tidak memiliki akar

tunggang sehingga relatif mudah rebah (Latunra, 2011).

2.3.2 Batang dan Cabang

Tanaman kopi tumbuh tegak, bercabang, dan bila dibiarkan tumbuh dapat

mencapai tinggi 12 m. Batang dan cabang kopi berkayu, tegak lurus dan

beruas-ruas. Tiap ruas hampir selalu ditumbuhi kuncup. Tanaman ini mempunyai

dua macam pertumbuhan cabang, yaitu cabang Orthrotrop dan Plagiotrop.

Cabang Orthrotrop merupakan cabang yang tumbuh tegak seperti batang, disebut

9
juga tunas air atau wiwilan atau cabang air. Cabang ini tidak menghasilkan bunga

atau buah. Cabang Plagiotrop merupakan cabang yang tumbuh ke samping,

cabang ini menghasilkan bunga dan buah.

2.3.3 Daun

Daun kopi berbentuk bulat, ujungnya agak meruncing sampai bulat

dengan bagian pinggir yang bergelombang. Daun tumbuh pada batang, cabang

dan ranting. Pada cabang Orthrotrop letak daun berselang seling, sedangkan pada

cabang Plagiotrop terletak pada satu bidang. Daun kopi robusta ukurannya lebih

besar dari arabika (Wachjar, 1998).

2.3.4 Bunga

Tanaman kopi umumnya akan mulai berbuah pada umur ± 2 tahun. Mula-

mula bunga keluar dari ketiak daun yang terletak pada batang utama atau cabang

reproduksi, biasanya tidak berkembang menjadi buah, jumlahnya terbatas, dan

hanya dihasilkan oleh tanaman yang masih muda. Bunga yang jumlahnya banyak

akan keluar dari ketiak daun yang terletak pada cabang primer. Bunga ini berasal

dari kuncup sekunder dan reproduktif yang berubah fungsinya menjadi kuncup

bunga lalu berkembang menjadi bunga secara serempak dan bergerombol.

Jumlah kuncup bunga pada setiap ketiak daun terbatas, sehingga setiap

ketiak daun yang sudah menghasilkan bunga dengan jumlah tertentu tidak akan

pernah menghasilkan bunga lagi. Cabang primer dapat terus tumbuh memanjang

membentuk daun baru, batang pun dapat terus menghasilkan cabang primer

sehingga bunga dapat terus dihasilkan oleh tanaman. Tanaman kopi yang sudah

cukup dewasa dan dipelihara dengan baik dapat menghasilkan ribuan bunga

10
dalam satu saat. Bunga tersebut tersusun dalam kelompok masing-masing terdiri

dari 4 - 6 kuntum bunga. Pada setiap ketiak daun dapat menghasilkan 8 - 18

kuntum bunga, atau setiap buku menghasilkan 16 - 36 kuntum bunga. Bunga

tanaman kopi berukuran kecil, mahkotanya berwarna putih dan beraroma harum

semerbak. Kelopak bunga berwarna hijau, pangkalnya menutupi bakal buah yang

mengandung dua bakal biji. Benang sarinya terdiri dari 5 - 7 tangkai yang

berukuran pendek. Bila bunga sudah dewasa, kelopak dan mahkotanya akan

membuka dan segera mengadakan penyerbukan (peristiwa bertemunya tepung sari

dan kepala putik). Setelah terjadi penyerbukan bunga akan perlahan-lahan

menjadi buah. Mula-mula mahkota bunga tampak mengering dan berguguran,

kemudian kulit buah yang berwana hijau makin lama makin membesar. Buah

yang sudah tua kulitnya akan menguning dan akhirnya menjadi merah tua. Waktu

yang diperlukan sejak terbentuknya bunga hingga buah menjadi matang ± 6 – 11

bulan, tergantung dari jenis dan faktor-faktor lingkungannya. Kopi arabika

membutuhkan waktu 6 - 8 bulan saja sedangkan kopi robusta 8 - 11 bulan .

Bunga tanaman kopi biasanya akan mekar pada permulaan musim

kemarau sehingga pada akhir musim kemarau telah berkembang menjadi buah

yang siap dipetik. Pada awal hujan, cabang primer akan memanjang dan

membentuk daun-daun baru yang siap mengeluarkan bunga pada awal musim

kemarau mendatang. Menurut cara penyerbukannya, kopi dibedakan menjadi 2

(dua) jenis, yaitu kopi self steril dan kopi self fertile. Kopi self steril adalah jenis

kopi yang tidak akan menghasilkan buah jika bunganya mengadakan penyerbukan

sendiri (tepung sari berasal dari jenis kopi yang sama). Kopi self steril ini baru

11
menghasilkan buah bila bunganya mengadakan serbuk silang (tepung sari berasal

dari kopi jenis lainnya). Tanaman ini harus ditanam bersamaan dengan jenis kopi

lainnya sehingga penyerbukan silang bisa terjadi. Kopi self fertile adalah kopi

yang mampu menghasilkan buah bila mengadakan penyerbukan sendiri sehingga

tidak harus ditanam bersamaan jenis kopi lainnya (Wachjar, 1998).

2.3.5 Buah dan Biji

Buah tanaman kopi terdiri dari daging buah dan biji. Daging buah terdiri

dari 3 (tiga) bagian, yaitu : bagian lapisan kulit luar (eksokarp), lapisan daging

(mesokarp), dan lapisan kulit tanduk (endokarp) yang tipis tetapi keras. Buah kopi

pada umumnya mengandung dua butir biji, tapi kadang-kadang hanya

mengandung 1 (satu) butir saja atau bahkan tidak berbiji (hampa) sama sekali. Biji

kopi terdiri dari kulit biji dan lembaga. Lembaga atau endosperm merupakan

bagian yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan minuman kopi (Latunra, 2011).

2.4 Teknik Pemeliharaan Tanaman Kopi

Kopi merupakan tanaman tahunan yang bisa mencapai umur produktif

selama 20 tahun. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan budidaya kopi

diantaranya jenis tanaman, faktor lahan, teknik pemeliharaan, penanganan pasca

panen dan pemasaran produk akhir. Memilih jenis tanaman untuk pemeliharaan

kopi harus disesuaikan dengan tempat atau lokasi lahan. Perbanyakan bibit pohon

kopi bisa dilakukan dengan teknik generatif dan vegetatif. Perbanyakan generatif

dari biji biasanya digunakan untuk budidaya kopi arabika, sedangkan kopi robusta

lebih sering menggunakan perbanyakan vegetatif dengan setek (Puslitkoka, 2006).

12
Sebelum memulai budidaya kopi, hal yang harus disiapkan adalah

menanam pohon peneduh. Pohon peneduh berguna untuk mengatur intensitas

cahaya matahari yang masuk. Tanaman kopi termasuk tumbuhan yang

menghendaki intensitas cahaya matahari tidak penuh. Jenis pohon peneduh yang

sering digunakan adalah dadap, lamtoro dan sengon. Pohon pelindung jenis

sengon harus ditanam 4 tahun sebelum budidaya kopi, sedangkan jenis

lamtoro ditanam 2 tahun sebelumnya (Yahmadi dan Mudrig, 2007).

Jarak tanam budidaya kopi yang dianjurkan adalah 2,5 × 2,5 m untuk

arabika. Jarak tanam ini divariasikan dengan ketinggian tempat. Semakin tinggi

tempat semakin jarang dan semakin rendah semakin rapat jarak tanamnya. Lubang

tanam dibuat dengan ukuran 60 x 60 x 60 cm, pembuatan lubang dilakukan 3 - 6

bulan sebelum penanaman. Tanah galian dipisahkan antara bagian atas dan galian

bagian bawah. Lubang tanam biarkan terbuka. satu bulan sebelum bibit ditanam,

dicampur 20 kg pupuk kompos dengan tanah top soil dan dimasukkan ke lubang

tanam. Bibit kopi yang telah siap ditanam sebaiknya daunnya dipapas hingga

tersisa ⅓ bagian untuk mengurangi penguapan (Yahmadi dan Mudrig, 2007).

Pemberian pupuk untuk tanaman kopi bisa menggunakan pupuk organik

atau pupuk buatan. Tujuan pemupukan adalah untuk menjaga daya tahan tanaman,

meningkatkan produksi dan mutu hasil. Pemupukan pada tanaman kopi harus

tepat waktu, dosis dan jenis pupuk serta cara pemberiannya. Kegutuhan pupuk

dapat berbeda-beda antar lokasi, jenis tanah, iklim, varietas dan umur tanaman.

Pemberian pupuk organik dilakukan setahun dua kali dengan dosis pupuk organik

yaitu 10 - 20 kg / pohon / tahun (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2014).

13
Pedoman dosis pemupukan kopi secara ringkas adalah pada tabel berikut:
Tabel 1. Pedoman Dosis Pemupukan Tanaman Kopi
Umur Awal Musim Hujan Akhir Musim Hujan
Tanaman (gram/tahun) (gram/tahun)
(tahun) Urea SP36 KCL Kieserit Urea SP36 KCL Kieserit
1 20 25 15 10 20 25 15 10
2 50 40 40 15 50 40 40 15
3 75 50 50 25 75 50 50 25
4 100 50 70 35 100 50 70 35
5 - 10 150 80 100 50 150 80 100 50
> 10 200 100 125 70 200 100 125 70
Sumber : Pusat Penelitan Kopi dan Kakao, 2010
Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi produksi tanaman kopi

adalah aspek pemangkasan. Menurut Pusat Penelitian dan Pengembangan

Perkebunan (2010), manfaat dan fungsi pemangkasan tanaman kopi pada

umumnya adalah agar pohon tetap rendah sehingga mudah perawatannya,

membentuk cabang-cabang produksi yang baru, mempermudah masuknya cahaya

dan mempermudah pengendalian hama dan penyakit. Pangkasan juga dapat

dilakukan selama panen sambil menghilangkan cabang-cabang yang tidak

produktif, cabang liar maupun yang sudah tua. Cabang yang kurang produktif

dipangkas agar unsur hara yang diberikan dapat tersalur kepada batang-batang

yang lebih produktif. Buah kopi akan muncul pada percabangan, oleh karena itu

perlu diperoleh cabang yang banyak. Pangkasan dilakukan bukan hanya untuk

menghasilkan cabang-cabang saja (pertumbuhan vegetatif) tetapi juga untuk

menghasilkan banyak buah.

Terdapat dua tipe pemangkasan dalam pemeliharaan kopi, yaitu

pemangkasan berbatang tunggal dan pemangkasan berbatang ganda.

Pemangkasan berbatang tunggal lebih cocok untuk jenis tanaman kopi yang

mempunyai banyak cabang sekunder seperti arabika (Wachjar, 1998).

14
Menurut Wachjar, (1998) berdasarkan tujuannya, pemangkasan dalam

pemeliharaan kopi dibagi menjadi tiga macam yaitu:

1. Pemangkasan pembentukan, bertujuan membentuk kerangka tanaman

seperti bentuk tajuk, tinggi tanaman dan tipe percabangan.

2. Pemangkasan produksi, bertujuan memangkas cabang-cabang yang tidak

produktif atau cabang tua. Hal ini dilakukan agar tanaman lebih fokus

menumbuhkan cabang yang produktif. Selain itu, pemangkasan ini juga untuk

membuang cabang-cabang yang terkena penyakit atau hama.

3. Pemangkasan peremajaan, dilakukan pada tanaman yang telah mengalami

penurunan produksi, hasil kuranng dari 400 kg / ha / tahun atau bentuk tajuk

yang sudah tak beraturan. Pemangkasan dilakukan setelah pemupukan untuk

menjaga ketersediaan nutrisi.

Tanaman kopi harus selalu bersih dari gulma, terutama saat tanaman masih

muda. Pengendalian gulma juga berperan penting dalam mengurangi hama dan

penyakit. Gulma meliputi rumput, tumbuhan berdaun lebar, tumbuhan merambat,

tumbuhan lain yang tidak dikehendaki dan tumbuh. Gulma di bawah pohon kopi

akan menjadi pesaing unsur hara, sinar matahari, air dan ruang, serta membantu

penyebaran hama dan penyakit.

Hama yang sering menyerang tanaman kopi seperti nematoda parasit

(Pratylenchus coffea, Radopholus similis), hama penggerek buah, kutu dompalan

atau kutu putih Planococcus citri, kutu hijau Coccus viridis, penggerek cabang,

dan penggerek batang merah Zeuzera coffeae, serta hama tikus. Penyakit yang

sering ditemukan pada tanaman kopi adalah penyakit karat daun Hemileia

15
vastatrix, bercak daun, jamur upas, busuk buah dan busuk cabang, jamur akar

coklat, dan penyakit rebah batang. Pertanaman kopi juga rentan diserang oleh

nematoda Radopholus similis Cobb. dan nematode Pratylencus coffeae. Metode

pengendalian hama dan penyakit dapat dilakukan dengan perbaikan kultur teknis,

melakukan sanitasi, pengendalian secara mekanis dan biologis, pemangkasan

perangkap, maupun pengendalian kimiawi.

Tanaman yang dibudidayakan secara intensif sudah bisa berbuah pada

umur 2,5 - 3 tahun untuk jenis robusta dan 3 - 4 tahun untuk arabika. Hasil panen

pertama biasanya tidak terlalu banyak, produktivitas tanaman kopi akan mencapai

puncaknya pada umur 7 - 9 tahun. Panen tanaman kopi dilakukan secara bertahap,

panen raya bisa terjadi dalam 4 - 5 bulan dengan interval waktu pemetikan setiap

10 - 14 hari. Pemanenan dan pengolahan pasca panen akan menentukan mutu

produk akhir (Wachjar, 1998).

16
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Labbo Kecamatan Tompobulu

Kabupaten Bantaeng Provinsi Sulawesi Selatan. Berlangsung dari bulan Agustus

hingga November 2017.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner, data

penunjang dari instansi terkait. Sedangkan alat yang digunakan dalam penelitian

ini adalah perangkat computer (laptop), alat tulis-menulis, kamera, printer dan alat

perekam.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini berbentuk Survei (study literature, observasi lapang, dan

wawancara). Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive

sampling) berdasarkan pertimbangan bahwa lokasi tersebut berada di Kabupaten

Bantaeng yang merupakan salah satu sentra pengembangan kopi.

3.3.1 Jenis Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh melalui survei lapang di kawasan penelitian,

pengisian kuesioner (daftar pertanyaan) dan in depth interview (wawancara

mendalam) ke masyarakat / petani kopi di Desa Labbo dan pihak terkait. Data

sekunder diperoleh dari BPS / dinas / lembaga terkait, hasil penelitian sebelumnya

yang relevan, UU / PP / Kepmen / PERDA yang relevan dan sumber kepustakaan.

17
3.3.2 Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, peneliti memperoleh data dengan menggunakan atau

menggabungkan beberapa metode antara lain :

1. Metode survei digunakan untuk mengumpulkan data atau informasi

tentang populasi. Menurut Irawan (2007), metode survei merupakan

metode penelitian yang menggunakan kuesioner sebagai instrumen utama

untuk mengumpulkan data.


2. Observasi yaitu mengamati secara langsung kondisi lapangan/objek

penelitian sehingga kondisi rill dapat diperoleh. Dilakukan pada kondisi

kebun-kebun kopi dan di cross chek mengenai teknik pemeliharaan pada

tanaman kopi yang di budidayakan oleh petani yang meliputi : dosis

pupuk yang digunakan, cara pemupukan yang dilakukan, frekuensi

pemupukan, waktu pemupukan, sanitasi yang dilakukan, pemangkasan dan

pengendalian hama penyakit tanaman kopi serta hal-hal penting yang

dianggap relevan sehingga dapat memberikan data tambahan terhadap

hasil wawancara.
3. Teknik Kuesioner / Wawancara adalah bentuk pertanyaan terstruktur yang

diberikan kepada responden sesuai dengan masalah penelitian. Dilakukan

terhadap responden (petani) untuk memperoleh data dan informasi yang

diinginkan.
4. Studi kepustakaan yaitu mengumpulkan informasi dari referensi atau

pengetahuan yang telah ada dengan mempelajari atau membaca literatur-

literatur yang berkaitan dengan pokok penelitian.


5. Dokumentasi yaitu data pendukung yang diperoleh melalui instansi terkait

sebagai pelengkap penelitian.

18
6. Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan purposive sampling,

berdasarkan umur tanaman. Menurut (Sugiyono, 2010) purposive

sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan

pertimbangan tertentu (seperti: lokasi, responden penyuluh, pakar dan

petani). Kemudian disesuaikan jumlah kepala keluarga yang terlibat dalam

usaha tani kopi maka dapat ditentukan jumlah responden dengan

menggunakan metode Slovin (Gay dan Diehl, 1996) berdasarkan:

Dimana :
n : Ukuran sampel
N : Ukuran Populasi
a : Toleransi ketidaktelitian (%)

Tabel 2. Data petani pada lokasi penelitian di Desa Labbo :


Tahun Jumlah Potensi
No. Nama Kelompok Ketua Sekretaris
Pembentukan Anggota Lahan (Ha)
1 Mattiro deceng H. Ahmad Muh Basri 2005 30 73,5
2 Tunas Harapan H. Namang Syarfuddin 2005 29 22,89
3 Baji Ati I H. abd. Rasyid H.Sanneng 2005 25 33,8
4 A`bulo Sibatang H. Salasing Sahlan 2005 25 40,2
5 Baji Pa`mae Sampara Sulaeman 2005 27 36,5
6 Sipakainga Umar Muhamadin 2005 30 19,33
7 Sipakalabbiri H. Kr Tahir, SPd Sannuang 2005 27 35,75
8 Baji Ati II Juma` Saba` 2005 25 40,05
9 Baji Ampe Ruddin H.Radda 2005 30 20,05
Jumlah 248 322,07

3.4 Metode Analisis Data

Analisis yang digunakan adalah analisis data regresi linier berganda

dilakukan dengan software SPSS. Analisis ini digunakan untuk melihat faktor-

19
faktor teknik pemeliharaan yang mempengaruhi produktivitas. Bentuk fungsi

produksi tipe linier berganda dapat dinyatakan sebagai :

Y = a + bX1 + cX2 + dX3 + eX4 + fX5 + gX6 + hX7 + iX8 + jX9

Dimana :
Y = Produktivitas Tanaman (output quantity)
X1 = Dosis Pupuk
X2 = Frekuensi Pemupukan
X3 = Cara Pemupukan
X4 = Waktu Pemupukan
X5 = Pemangkasan Bentuk
X6 = Pemangkasan Produksi
X7 = Pemangkasan Peremajaan
X8 = Sanitasi
X9 = Pengendalian Hama Penyakit
a = Intersep (intercept)
b = Koefisien regresi untuk Dosis Pupuk
c = Koefisien regresi untuk Frekuensi Pemupukan
d = Koefisien regresi untuk Cara Pemupukan
e = Koefisien regresi untuk Waktu Pemupukan
f = Koefisien regresi untuk Pemangkasan Bentuk
g = Koefisien regresi untuk Pemangkasan Produksi
h = Koefisien regresi untuk Pemangkasan Peremajaan
i = Koefisien regresi untuk Sanitasi
j = Koefisien regresi untuk Pengendalian Hama Penyakit.

3.5 Penetapan Skoring

Data yang diperoleh dari lapangan secara umum bersifat kualitatif,

sebelum dianalisis dengan analisis regresi linier berganda melalui software SPSS

20
maka dilakukan skoring terhadap faktor -faktor teknik pemeliharaan pada tanaman

kopi tersebut. Skor yang diberikan pada masing-masing faktor-faktor

pemeliharaan tanaman kopi berdasarkan hasil wawancara, studi pustaka serta

pengamatan yang disajikan dalam bentuk tabel.

Teknik pemeliharaan pada tanaman kopi meliputi beberapa tahapan

diantaranya pemupukan (dosis pupuk, frekuensi pemupukan cara pemupukan dan

waktu pemupukan), pemangkasan, sanitasi serta pengendalian hama penyakit

tanaman. Penanganan teknik pemeliharaan tanaman kopi sangat perlu

diperhatikan karena dapat mempengaruhi peningkatan produktivitas kopi di

daerah penelitian. Berikut penetapan skoring pada masing - masing teknis

pemeliharaan :

Tabel 3. Pembobotan Kriteria Teknik Pemeliharaan Tanaman kopi arabika :


No. Metode Kriteria Pelaksanaan Bobot
1 Pemupukan Dosis 1 Urea (200 g) 76 - 100
(g/pohon) SP36 (100 g)

21
No. Metode Kriteria Pelaksanaan Bobot
KCL (125 g)
Kieserit (70 g)
Pupuk Organik (4.000 g)
Urea (125 g - 199 g)
SP36 (75 g - 99 g)
2 KCL (75 g - 124 g) 51 - 75
Kieserit (45 g - 70 g)
Pupuk Organik (2.600 g - 3.999 g)
Urea (75 g - 124 g)
*Umur > 10 tahun
SP36 (50 g - 74 g)
3 KCL (50 g - 74 g) 26 - 50
Kieserit (20 g - 44 g)
Pupuk Organik (1.300 g - 2.599 g)
Urea (1 g - 74 g)
SP36 (1 g - 49 g)
4 KCL (1 g - 49 g) 1 - 25
Kieserit (1 g - 19 g)
Pupuk Organik (1 g – 1.299 g)
5 Tidak Melakukan Pemupukan 0
1 2 Kali Setahun 76 - 100
2 3 Kali Setahun 51 - 75
Frekuensi 3 1 atau 4 Kali Setahun 26 - 50
4 > 4 Kali Setahun 1 - 25
5 Tidak Melakukan Pemupukan 0
Bokoran (Menggali lingkaran di sekeliling batang
1 76 - 100
kemudian diberi pupuk dan ditimbun)
Tugal (Membuat lubang-lubang disekitar perakaran
2 51 - 75
tanaman kemudian diberi pupuk dan timbun)
Cara 3
Larikan (Membuat larikan di sela tanaman kemudian
26 - 50
diberi pupuk dan ditimbun)
Tabur (Menabur pupuk di sekitar tanaman tanpa
4 1 - 25
penimbunan)
5 Tidak Melakukan Pemupukan 0
1 Awal Musim Hujan dan Akhir Musim Hujan 76 - 100
Awal Musim Hujan, Pertengahan Musim Hujan dan
2 51 - 75
Akhir Musim Hujan
Waktu 3
Awal Musim Hujan atau Pertengahan Musim Hujan
26 - 50
atau Akhir Musim Hujan
4 Musim Kemarau 1 - 25
5 Tidak Melakukan Kegiatan Pemupukan 0
2 Pemangkasan Bentuk Saat tanaman belum berbuah (TBM), pangkas
1 76 - 100
bentuk batang tunggal dan batang ganda
2 Saat tanaman belum berbuah (TBM), pangkas 51 - 75
bentuk batang tunggal atau batang ganda

22
No. Metode Kriteria Pelaksanaan Bobot
Saat tanaman berbuah (TM), pangkas bentuk
3
batang tunggal dan batang ganda
26 - 50
Saat tanaman berbuah (TM), pangkas bentuk
4
batang tunggal atau batang ganda
1 - 25
5 Tidak Melakukan Pemangkasan Bentuk 0
Awal musim hujan, sebelum pemupukan dan
1 sebelum berbunga ; pangkas (cabang balik, 76 - 100
cabang saling tindih, tunas air)
Awal musim hujan atau sebelum pemupukan
2 atau sebelum berbunga ; pangkas (cabang balik, 51 - 75
cabang saling tindih, tunas air)
Produksi Musim Kemarau atau sesudah pemupukan atau
3 saat berbunga ; pangkas (cabang balik, cabang 26 - 50
saling tindih, tunas air)
Musim Kemarau, sesudah pemupukan dan saat
4 berbunga ; pangkas (cabang balik, cabang 1 - 25
saling tindih, tunas air)
5 Tidak Melakukan Pemangkasan Produksi 0
Saat usia tanaman tidak produktif; melakukan
sambung pucuk, mengurangi Percabangan,
1 76 - 100
memiringkan batang tanaman pada Awal
musim hujan dan sebelum pemupukan
Melakukan Sambung Pucuk, Mengurangi
2 Percabangan, Memiringkan Batang Tanaman Pada 51 - 75
Awal musim hujan atau sebelum pemupukan
Peremajaan Melakukan Sambung Pucuk, Mengurangi
3 Percabangan, Memiringkan Batang Tanaman 26 - 50
Pada Musim Kemarau atau sesudah Pemupukan
Melakukan Sambung Pucuk, Mengurangi
4 Percabangan, Memiringkan Batang Tanaman 1 - 25
Pada Musim Kemarau dan sesudah Pemupukan
5 Tidak Melakukan Pemangkasan Peremajaan 0
Mengumpulkan sampah daun, kulit buah kopi
1
serta gulma dan menyimpannya pada lubang
76 - 100
Mengumpulkan sampah daun, kulit buah kopi,
2
gulma dan menumpuknya di satu tempat
51 - 75
3 Sanitasi Mengumpulkan sampah daun, kulit buah kopi
3
serta gulma kemudian membakarnya
26 - 50
4 Kulit buah dan daun disebar 1 - 25
5 Tidak Melakukan Sanitasi 0
1 Pengendalian secara mekanik dan biologi 76 - 100
2 Pengendalian secara mekanik terhadap HPT 51 - 75
Kombinasi pengendalian secara kimiawi dan
4 Pengendalian HPT 3
mekanik terhadap hama HPT
26 - 50
4 Pengendalian secara kimiawi terhadap hama HPT 1 - 25
5 Tidak Melakukan Pengendalian HPT 0

23

Anda mungkin juga menyukai