Apakah Itu Berharga
Apakah Itu Berharga
Dahulu kala, ketika kami tinggal di Eropa, ada seorang Yahudi miskin. Ia sepertinya
tidak bisa hidup dengan layak. Suatu ketika, ia dan keluarga miskinnya tidak
memiliki apa-apa kecuali utang. Mereka menjual ayam penghasil telur satu-satunya
yang mereka miliki untuk mendapatkan uang. Ketika uang mereka hanya bersisa 10
kopek (senilai dengan beberapa dollar), ia memutuskan untuk meminta nasehat
kepada Rabi. Mungkin saja Rabi itu bisa membantunya.
Pria itu berterima kasih kepada Rabi dan meninggalkan rumah rabi itu. Ia menuju
pasar desa. Ada beberapa pedagang yang menjual barang dagangan mereka. Ia
melihat seorang pedagang menjual sebuah perhiasaan yang indah.
"Mungkin ini yang harus aku beli," ia katakan pada dirinya sendiri.
"10 kopek, apakah kau gila?? Untuk 10 kopek, kau hanya bisa mendapatkan
kentang busuk! Perhiasanku bernilai lebih dari itu, bernilai ribuan
rubel!!!"
"Yang kumiliki hanya 10 kopek, dan aku ingin membeli sesuatu darimu," kata
pria itu. "Rabi mengatakan kepadaku untuk membeli suatu barang pertama
yang kutemukan untuk kubeli dan Tuhan akan membantuku dalam semua
masalahku. Apa yang bisa kau jual untukku?" Pedagang itu melihat pria
lugu itu dan memutuskan untuk mempermainkannya. "Kukatakan kepadamu,
teman. Aku merencanakan untuk menjualmasa depanku.
Mungkin kau tertarik?"
Tanpa ragu, pria miskin itu mengeluarkan 10 kopek dari sakunya dan
memberikannya ke pedagang itu. Pedagang itu dengan senang hati mengambil uang
itu dan menuliskan sebuah nota kontan di sebuah kertas kemudian menyerahkan
kepada pria itu.
"Sepakat!" Pedagang itu berkata, dan menjabat tangan pria itu. Pria miskin itu
kemudian berlalu bahagia, dengan menggegam secarik kertas di tangannya.
Pedagang itu tidak bisa menahan kegembiraannya dan mulai tertawa. Sore itu, ia
tidak bisa menunggu untuk mengatakan kepada istrinya mengenai mendapatkan
uang dengan sangat mudah dari orang miskin.
By mufie_mountez
mufie_doank@yahoo.com
Istri pedagang itu, ternyata, melihat suatu yang lain. Ia melihat jauh dari pemikiran
pedagang itu, kemudian ia mulai marah mendengar suaminya menjual bagian dari
dirinya, yaitu masa depannya. "Aku tidak mau tinggal dengan orang yang tidak
memiliki masa depan!" teriaknya kepada suaminya. "Pergi dan jangan pulang sampai
kau mendapatkan secarik kertas yang kau tulis itu!"
"Dengar, aku beri kau 20 kopek, sungguh, aku sangat menyesal melakukan
transaksi ini."
"Tidak, tidak. Tidak apa-apa. Aku belum siap untuk menjualnya. Aku yakin kalau aku
akan mendapatkan uang banyak."
Pedagang itu menyadari bahwa pria itu tidak mungkin menjualnya dengan sangat
murah, maka ia menaikkan tawarannya. "Temanku, bagaimana kalau aku membuat
penawaran yang tidak bisa kau tolak. Aku akan memberikanmu 100 rubel untuk
kertas itu. Sekarang, sepertinya menarik kan? Tolong, jangan tolak penawaranku."
Pria miskin itu tidak tertarik. "Aku membutuhkan 1000 rubel untuk membayar
utang-utangku dan memulai hidup baru. Jika kau bisa memberikan, maka aku akan
menjualnya kepadamu. Jika tidak, aku simpan kertas ini karena aku percaya Tuhan
akan menolongku lewat kertas ini."
Pedagang itu putus asa, 1000 rubel!!! Jumlah yang sangat besar. Tapi di lain pihak,
kemurkaan dan penolakan istrinya untuk tinggal bersama membuatnya menyetujui
tawaran pria miskin itu.
"Rabi", kata wanita itu, "katakan kepadaku, suamiku telah menjual masa
depannya ke seorang miskin yang datang kepadamu untuk meminta nasihat. Ia
menerima 10 kopek untuk itu. Aku memintanya untuk membeli masa depannya
kembali atau aku tidak akan tinggal bersamanya lagi. Hal itu membuat suamiku
mengeluarkan 1000 rubel. Katakan kepadaku, apakah suamiku memiliki masa depan
dan jika iya, apakah itu berharga?"
By mufie_mountez
mufie_doank@yahoo.com
Nilai masa depan kita ditentukan oleh bagaimana kita menilainya.
By mufie_mountez
mufie_doank@yahoo.com