Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA ORGANIK

Acara: V
Spektrofotometri
Disusun oleh:
Nama : Yunisha Febriani

No. Mhs : 140801460

Hari/Tanggal : Selasa, 12 Mei 2015

Asisten : Jacqueline Hayu Sri Lestari

LABORATORIUM TEKNOBIO PANGAN


FAKULTAS TEKNOBIOLOGI
UNIVERSITAS ATMA JAYA
YOGYAKARTA
KREDIT NILAI LAPORAN
PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK
Judul Acara: Analisa Spektrofotometri

NILAI NILAI NILAI


NO KRITERIA
STANDART REVISI I ACC

Cover - - -

Lembar Pengesahan - - -

PENDAHULUAN

JUDUL PERCOBAAN 2

TUJUAN PRAKTIKUM 3

II TINJAUAN PUSTAKA 10

III METODE

ALAT DAN BAHAN 5

CARA KERJA 5

III HASIL DAN PEMBAHASAN 40

IV KESIMPULAN 10

V DAFTAR PUSTAKA 5

*** Lampiran - - -

*** Format - - -

JUMLAH 80

Nama Mahasiswa : Yunisha Febriani


No Mhs : 140801460
Mengetahui,
Asisten
I. PENDAHULUAN

A. Judul
Analisa Spektrofotometri

B. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami prinsip dasar spektrofotometri.
2. Menentukan konsentrasi larutan berwarna.
3. Mengetahui nilai absorbansi dari larutan cuplikan dan larutan standar.
II. TINJAUAN PUSTAKA

1. Spektrofotometri
Metode pengukuran menggunakan prinsip spektrofotometri adalah
berdasarkan absorpsi cahaya pada panjang gelombang tertentu melalui suatu
larutan yang mengandung kontaminan yang akan ditentukan konsentrasinya.
Proses ini disebut “absorpsi spektrofotometri”, dan jika panjang gelombang
yang digunakan adalah gelombang cahaya tampak, maka disebut sebagai
“kolorimetri”, karena memberikan warna. Selain gelombang cahaya tampak,
spektrofotometri juga menggunakan panjang gelombang pada gelombang
ultraviolet dan infra merah. Prinsip kerja dari metode ini adalah jumlah cahaya
yang diabsorpsi oleh larutan sebanding dengan konsentrasi kontaminan dalam
larutan (Lestari, 2010). Dalam analisis secara spektrofotometri, terdapat tiga
daerah panjang gelombang elektromagnetik yang digunakan, yaitu daerah UV
(200 – 380 nm), daerah visible (380 – 700 nm), daerah inframerah (700 –
3000 nm) (Khopkar, 1990).
2. Prinsip Spektrofotometri
Metode Spektrofotometri Ultra-violet dan Sinar Tampak telah banyak
diterapkan untuk penetapan senyawa-senyawa organik yang umumnya
dipergunakan untuk penentuan senyawa dalam jumlah yang sangat kecil.
Prinsip kerjanya berdasarkan penyerapan cahaya atau energi radiasi yang
diserap memungkinkan pengukuran jumlah zat penyerap dalam larutan secara
kuantitatif. Metode Spektrofotometri Ultra-violet dan Sinar Tampak
berdasarkan pada hukum Lambert-Beer (Triyati, 1985).
3. Spektrofotometer
Menurut Cairns (2009), spektrofotometer adalah alat untuk mengukur
transmitan atau absorban suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang.
Tiap media akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu
tergantung pada senyawaan atau warna terbentuk. Secara garis besar
spektrofotometer terdiri dari 4 bagian penting yaitu:
a. Sumber Cahaya
Sebagai sumber cahaya pada spektrofotometer, haruslah memiliki
pancaran radiasi yang stabil dan intensitasnya tinggi. Sumber energi
cahaya yang biasa untuk daerah tampak, ultraviolet dekat, dan
inframerah dekat adalah sebuah lampu pijar dengan kawat rambut
terbuat dari wolfram (tungsten). Lampu ini mirip dengan bola lampu
pijar biasa, daerah panjang gelombang 350 – 2200 nanometer (nm).
b. Monokromator
Monokromator adalah alat yang berfungsi untuk menguraikan
cahaya polikromatis menjadi beberapa komponen panjang gelombang
tertentu (monokromatis) yang bebeda (terdispersi).
c. Cuvet
Cuvet spektrofotometer adalah suatu alat yang digunakan sebagai
tempat contoh atau cuplikan yang akan dianalisis. Cuvet biasanya
terbuat dari kwars, plexiglass, kaca, plastik dengan bentuk tabung
empat persegi panjang 1 x 1 cm dan tinggi 5 cm. Pada pengukuran di
daerah UV dipakai cuvet kwarsa atau plexiglass, sedangkan cuvet dari
kaca tidak dapat dipakai sebab kaca mengabsorbsi sinar UV. Semua
macam cuvet dapat dipakai untuk pengukuran di daerah sinar tampak
(visible).
d. Detektor
Peranan detektor penerima adalah memberikan respon terhadap
cahaya pada berbagai panjang gelombang. Detektor akan mengubah
cahaya menjadi sinyal listrik yang selanjutnya akan ditampilkan oleh
penampil data dalam bentuk jarum penunjuk atau angka digital.
4. Prinsip Kerja Alat Spektrofotometer
Monokromator menguraikan sinar yang masuk dari sumber cahaya
tersebut menjadi pita-pita panjang gelombang yang diinginkan untuk
pengukuran suatu zat tertentu, dan setiap gugus kromofor mempunyai panjang
gelombang maksimum yang berbeda. Dari monokromator tadi, cahaya atau
energi radiasi diteruskan dan diserap oleh suatu larutan yang akan diperiksa di
dalam kuvet. Jumlah cahaya yang diserap oleh larutan akan menghasilkan
sinyal elektrik pada detektor, yang mana sinyal elektrik ini sebanding dengan
cahaya yang diserap oleh larutan tersebut. Besarnya sinyal elektrik yang
dialirkan ke pencatat dapat dilihat sebagai angka (Triyati, 1985).
Sel absorpsi dipakai dari bahan silika, kuvet dan plastik banyak dipakai
untuk daerah Sinar Tampak. Kualitas data absorbans sangat tergantung pada
cara pemakaian dan pemeliharaan sel. Sidik jari, lemak atau pengendapan zat
pengotor pada dinding sel akan mengurangi transmisi. Jadi sel-sel itu harus
bersih sekali sebelum dipakai (Skoog dan West, 1971).
5. Jenis Spektrofotometer
Jenis-jenis spektrofotometer berdasarlam pada daerah spektrum yang akan
dieksporasi terdiri dari spektrofotometer sinar tampak (Vis) serta gabungan
spektrofotometer sinar tampak (Vis) dan ultraviolet (UV), sedangkan
berdasarkan teknik optika sinar terdiri dari spektrofotometer optika sinar
tunggal (single beam optic) dan spektrofotometer optika sinar ganda (double
beam optic). Berikut penjabaran masing-masing jenis spektrofotometer:
a. Spektrofotometer Sinar Tampak (Vis)
Sumber cahaya yang digunakan adalah lampu tungsten halogen.
Lampu tungsten halogen menghasilkan cahaya tampak dalam daerah
panjang gelombang 350-800nm. Lampu tersebut terbuat dari tabung
kuarsa yang berisi filament tungsten dan sejumlah kecil iodine.
Spektrofotometer UV-Vis membandingkan cuplikan standar yaitu substrat
gelas preparat. Hasil pengukuran dari spektrofotometer UV-Vis
menunjukkan kurva hubungan transmitan dan panjang gelombang (Basset,
1994).
b. Spektrofotometer Sinar Tampak (Vis) dan Ultraviolet (UV)
Sumber cahaya yang digunakan adalah kombinasi antara lampu
tungsten halogen dan lampu deuterium (D2). Lampu deuterium (D2) dapat
menghasilkan cahaya dalam daerah 160–380nm.
c. Spektrofotometer Optika Sinar Tunggal (Single Beam Optic)
Semua cahaya melewati seluruh sel sampel. Contoh alat
spektrofotometer single beam adalah spektronik 20. Alat ini merupakan
desain paling awal tetapi masih banyak digunakan baik dalam pengajaran
maupun laboratorium industri. Panjang gelombang paling rendah adalah
190 sampai 210 nm dan paling tinggi adalah 800-1000nm.
d. Spektrofotometer Optika Sinar Ganda (Double Beam Optic)
Cahaya terbagi ke dalam dua arah/berkas. Berkas cahaya pertama
melewati sel pembanding, dan cahaya yang lainnya melewati sel sampel/
Berkas cahaya kemudian bergabung kembali, masuk ke detektor, dan
detektor merespon cahaya netto dari kedua arah. Double beam digunakan
pada panjang gelombang 190-750nm.
6. Hukum yang Mendasari Spektrofotometri
Menurut Lestari (2010), prinsip kerja dari metode spektrofotometri ini
adalah jumlah cahaya yang diabsorpsi oleh larutan sebanding dengan
konsentrasi kontaminan dalam larutan. Prinsip ini dijabarkan dalam Hukum
Beer-Lambert, yang menghubungkan antara absorbansi cahaya dengan
konsentrasi pada suatu bahan yang mengabsorpsi, berdasarkan persamaan
berikut:
A = log (Iin / Iout) = (1/T) = a x b x c
Keterangan:
A = Absorbance
Iin = Intensitas cahaya yang masuk
Iout = Intensitas cahaya yang keluar
T = Transmittansi
a = tetapan absorpsivitas molar
b = panjang jalur
c = konsentrasi pada suatu bahan yang mengabsorpsi
7. Larutan Standar, Larutan Blanko, dan Larutan Cuplikan
Larutan yang akan digunakan dalam penggunaan spektrofotometer adalah
larutan blanko. Larutan blanko merupakan larutan yang tidak mengandung
analit untuk dianalisis (Basset, 1994). Larutan standar adalah larutan yang
konsentrasinya sudah diketahui secara pasti (Day dan Underwood, 1999).
Larutan cuplikan atau analit adalah larutan yang akan dianalisis atau
ditentukan konsentrasinya atau strukturnya (Padmaningrum, 2008).
8. Pemilihan Panjang Gelombang
Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah
panjang gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal. Ada beberapa
alasan mengapa harus menggunakan panjang gelombang maksimal, yaitu yang
pertama, pada panjang gelombang maksimal kepekaannya juga maksimal
karena pada panjang gelombang maksimal tersebut, perubahan absorbansi
untuk setiap satuan konsentrasi adalah yang paling besar. Kedua, disekitar
panjang gelombang maksimal bentuk kurva absorbansi datar dan pada kondisi
tersebut hukum Lambert-Beer akan terpenuhi. Ketiga, jika dilakukan
pengukuran ulang maka kesalahan yang disebabkan oleh pemasangan ulang
panjang gelombang akan kecil sekali, ketika digunakan panjang gelombang
maksimal (Gandjar dan Rohman, 2007).
III. METODE

A. Alat B. Bahan
1. Tabung reaksi 1. Larutan CuSO4 0,1N
2. Rak tabung reaksi 2. CuSO4 0,798gr
3. Pro pipet 3. Aquades
4. Pipet ukur 4. Larutan cuplikan A
5. Labu ukur 5. Larutan cuplikan B
6. Spektrofotometer
7. Kuvet plastik
8. Vortex
9. Neraca analitik
C. Cara Kerja
1. Pembuatan Larutan CuSO4
Sebanyak 0,798gr CuSO4 dimasukkan ke dalam labu ukur
berukuran 50ml. Setelah itu, ditambahkan dengan aquades hingga
mencapai tanda batas, kemudian terbentuklah larutan CuSO4 0,1M.
2. Pembuatan Larutan Standar
Larutan CuSO4 0,1N dilakukan pengenceran dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:
V1 x N1 = V2 x N2
Percobaan diulangi hingga mendapatkan larutan dengan konsentrasi
0,02 N, 0,04N, 0,06N, 0,08N, dan 0,1N. Setiap larutan tersebut
kemudian dimasukkan ke dalam 5 tabung reaksi yang berbeda dan
divortex.
3. Pengukuran Absorbansi
Sebanyak 10ml aquades dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan
berfungsi sebagai larutan blanko. Spektrofotometer dinyalakan lebih
kurang selama 10 menit. Kuvet lalu diisi dengan larutan blanko,
larutan standar, 4ml larutan cuplikan A, dan 4ml larutan cuplikan B
masing-masing sampai ¾ bagian dari kuvet. Panjang gelombang dari
spektrofotometer kemudian diatur hingga 590nm. Nilai konsentrasi
dari larutan cuplikan lalu dihitung dengan cara sebagai berikut:
y = a + bx
a = ∑y – b ∑x
n
b = n ∑xy – ∑x ∑y
(n(∑x2)) – (∑x) 2
Keterangan:
y = absorbansi
x = konsentrasi
n = jumlah larutan standar
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, berikut adalah tabel hasil
absorbansi larutan CuSO4 pada tabel 1, dan tabel hasil absorbansi larutan
cuplikan pada tabel 2:
Tabel 1. Tabel Hasil Absorbansi Larutan CuSO4
X Y X2 XY
0,02 0,005 A 0,0004 0,0001
0,04 0,022 A 0,0016 0,00088
0,06 0,027 A 0,0036 0,00162
0,08 0,041 A 0,0064 0,00328
0,1 0,051 A 0,01 0,0051
∑ = 0,3 ∑ = 0,146 ∑ = 0,022 ∑ = 0,01098

Tabel 2. Tabel Hasil Larutan Cuplikan


Larutan Cuplikan Absorbansi Y Konsentrasi X
Cuplikan A 0,0048 0,19467
Cuplikan B 0,0028 0,0514

B. Pembahasan
Metode pengukuran menggunakan prinsip spektrofotometri adalah
berdasarkan absorpsi cahaya pada panjang gelombang tertentu melalui suatu
larutan yang mengandung kontaminan yang akan ditentukan konsentrasinya.
Proses ini disebut “absorpsi spektrofotometri”, dan jika panjang gelombang
yang digunakan adalah gelombang cahaya tampak, maka disebut sebagai
“kolorimetri”, karena memberikan warna. Selain gelombang cahaya tampak,
spektrofotometri juga menggunakan panjang gelombang pada gelombang
ultraviolet dan infra merah. Prinsip kerja dari metode ini adalah jumlah cahaya
yang diabsorpsi oleh larutan sebanding dengan konsentrasi kontaminan dalam
larutan (Lestari, 2010). Dalam analisis secara spektrofotometri, terdapat tiga
daerah panjang gelombang elektromagnetik yang digunakan, yaitu daerah UV
(200 – 380 nm), daerah visible (380 – 700 nm), daerah inframerah (700 –
3000 nm) (Khopkar, 1990).
Menurut Cairns (2009), spektrofotometer adalah alat untuk mengukur
transmitan atau absorban suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang.
Tiap media akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu
tergantung pada senyawaan atau warna terbentuk. Secara garis besar
spektrofotometer terdiri dari 4 bagian penting yaitu sumber cahaya,
monokromator, cuvet, dan detektor.
Pengenceran larutan pada saat percobaan dilakukan dengan tujuan agar
mengurangi kepekatan dan untuk mengetahui nilai absorbansi dari larutan.
Pembersihan kuvet dilakukan agar tidak mengurangi transmisi cahaya dan
nilai absorbansinya menjadi akurat. Sidik jari, lemak atau pengendapan zat
pengotor pada dinding sel akan mengurangi transmisi. Jadi sel-sel itu harus
bersih sekali sebelum dipakai (Skoog dan West, 1971).
Larutan blanko digunakan sebagai kontrol dalam suatu percobaan sebagai
nilai 100% transmittans. Kurva standar merupakan standar dari sampel
tertentu yang dapat digunakan sebagai pedoman ataupun acuan untuk sampel
tersebut pada percobaan. Pembuatan kurva standar bertujuan untuk
mengetahui hubungan antara konsentrasi larutan dengan nilai absorbansinya
sehingga konsentrasi sampel dapat diketahui. Terdapat dua metode untuk
membuat kurva standar yakni dengan metode grafik dan metode least square
(Day dan Underwood, 1999).
Pada pengukuran blanko ini nilai absorbansi yang diperoleh harus 0 (nol)
pada spektrofotometer karena yang diukur adalah serapan larutan cuplikan dan
larutan standar. Larutan divortex dengan tujuan agar larutan CuSO4 menjadi
homogen. Metode spektrofotometri memerlukan larutan standar yang telah
diketahui konsentrasinya. Larutan standarnya terdiri dari beberapa tingkat
konsentrasi mulai yang rendah sampai konsentrasi tinggi (Khopkar, 1990).
Larutan standar dibuat dengan tujuan agar dapat membuat kurva standar atau
kurva kalibrasi.
Berdasarkan percobaan, digunakan larutan standar dengan konsentrasi
0,02N, 0,04N, 0,06N, 0,08N, dan 0,1N. Nilai absorbansi pada konsentrasi
0,02N adalah sebesar 0,005A, pada konsentrasi 0,04N sebesar 0,022A, pada
konsentrasi 0,06N sebesar 0,027A, pada konsentrasi 0,08N sebesar 0,041A,
dan pada konsentrasi 0,1N sebesar 0,051A. Nilai absorbansi cuplikan A
sebesar 0,048A dan nilai absorbansi cuplikan B sebesar 0,028A. Nilai
konsentrasi A sebesar 0,19467M dan nilai konsentrasi larutan cuplikan B
sebesar 0,0514M. Data percobaan sesuai dengan Hukum Lambert-Beer yang
berarti semakin tinggi konsentrasi larutan standar maka semakin tinggi pula
nilai absorbansinya.
Pada pembuatan kurva standar, garis X didapatkan dari konsentrasi larutan
standar, dan garis Y didapatkan dari nilai absorbansi larutan standar.
Hubungan antara X dan Y ini membentuk garis linier dalam grafik yang
menunjukan bahwa absorbansi adalah fungsi dari konsentrasi. Hasilnya
menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi, semakin tinggi pula nilai
absorbansinya.
Terdapat sedikit perbedaan pada perhitungan dan kurva standar. Hal ini
dapat disebabkan karena pada saat memegang kuvet, pada bagian kaca tidak
bersih atau terkena sidik jari. Maka dari itu, nilai absorbansinya jadi tidak
sama dengan perhitungan.
V. KESIMPULAN

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan


sebagai berikut:

1. Prinsip kerjanya berdasarkan penyerapan cahaya atau energi radiasi yang


diserap memungkinkan pengukuran jumlah zat penyerap dalam larutan
secara kuantitatif.
2. Konsentrasi dari larutan cuplikan A sebesar 0,19467M dan larutan
cuplikan B sebesar 0,028M.
3. Nilai absorbansi dari larutan cuplikan A sebesar 0,048A, larutan cuplikan
B sebesar 0,028A, larutan standar 0,02N sebesar 0,005A, larutan standar
0,04N sebesar 0,022A, larutan standar 0,06N sebesar 0,027A, larutan
standar 0,08N sebesar 0,041A, larutan standar 0,1N sebesar 0,051A.
DAFTAR PUSTAKA

Basset, J. 1994. Buku Ajar Vogel: Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Cairns, D. 2009. Intisari Kimia Farmasi Edisi Kedua. Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.
Day, R.A. dan Underwood, A.L. 1999. Kimia Analisis Kuantitatif. Erlangga,
Jakarta.
Gandjar, I.B. dan Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.
Khopkar, S. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI-Press, Jakarta.
Lestari, F. 2010. Bahaya Kimia: Sampling & Pengukuran Kontaminan Kimia di
Udara. Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Padmaningrum, R.T. 2008. Titrasi Iodometri.
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/regina-tutik-
padmaningrum-dra-msi/c8titrasiiodometrireginatutikuny.pdf. Diakses
tanggal 9 Mei 2015.
Permanasari, A. 2011. Spektrofotometri Serapan UV-Vis. http://anna-
permanasari.staf.upi.edu/files/2011/03/Spektro-UV-Vis.pdf. Diakses
tanggal 9 Mei 2015.
Skoog, D.A. dan West, D.M. 1971. Principles of Instrumental Analysis. Holt,
Rinehart and Winston, New York.
Triyati, E. 1985. Spektrofotometer Ultra-Violet dan Sinar Tampak Serta
Aplikasinya dalam Oseanologi. Jurnal Oseanografi. (1): 39-47.
LAMPIRAN

A. Pembuatan Larutan Standar


1. Larutan CuSO4 0,02 M
V1 . NI = V2 . N2
V1 . 0,1 = 0,02 . 5
V1 = 1 ml
Vaq = 4 ml
2. Larutan CuSO4 0,04 M
V1 . NI = V2 . N2
V1 . 0,1 = 0,04 . 5
V1 = 2 ml
Vaq = 3 ml
3. Larutan CuSO4 0,06 M
V1 . NI = V2 . N2
V1 . 0,1 = 0,06 . 5
V1 = 3 ml
Vaq =2 ml
4. Larutan CuSO4 0,08 M
V1 . NI = V2 . N2
V1 . 0,1 = 0,08 . 5
V1 = 4 ml
Vaq = 1 ml
5. Larutan CuSO4 0,1 M
V1 . NI = V2 . N2
V1 . 0,1 = 0,1 . 5
V1 = 5 ml
Vaq = 0 ml

B. Menentukan Konsentrasi Larutan Cuplikan (rumus hitungan)


y = a + bx (y = absorbansi)
∑ 𝑦 −𝑏 ∑ 𝑥
a= 𝑛
𝑛 ∑ 𝑥𝑦−∑ 𝑥 .∑ 𝑦
b = (𝑛 (∑ 𝑥 2 ))− (∑ 𝑥)2

∑ 𝑦 –𝑏 ∑ 𝑥
Mencari a : a= 𝑛
0.146 – 0,1396 . 0.3
a= 5

a = 0,020824

𝑛 ∑ 𝑥𝑦−∑ 𝑥 .∑ 𝑦
Mencari b : b= (𝑛 (∑ 𝑥 2 ))− (∑ 𝑥)2
5 . 0,01098 −0.3 . 0,146
b= (5 . 0,02)− (0.3)2
0,0549 − 0,0438
b= 0,11 −0,09
0,041
b= 0,101

b = 0,1396

Larutan Cuplikan A : y = a . bx
0,048 = 0,020824 + 0,1396.x
0,027176 = 0,1396.x
x = 0,19467

Larutan Cuplikan B : y = a . bx
0.028 = 0,020824 + 0,1396.x
0,007176 = 0,1396.x
x = 0,0514

Anda mungkin juga menyukai