Anda di halaman 1dari 2

Kini kondisi sungai Cikapundung sudah tercemar berat, secara kasat mata, sepanjang jalur yang dilewati sungai

ini, masyarakat banyak


memanfaatkanya sebagai tempat pembuangan tinja atau limbah rumah tangga. Maka tak heran ada ungkapan bahwa Sungai Cikapundung
merupakan wc terpanjang. Bisa dibayangkan, seperti apa wc terpanjang tersebut, kiri-kanan sungai warga memasang pipa-pipa pembuangan
limbah rumah tangga langsung ke sungai.

Secara umum kondisi bantaran Sungai Cikapundung juga sangat parah, hampir sepanjang 10,57 km bantaran Sungai Cikapundung sudah
dimanfaatkan menjadi bangunan rumah yang membelakangi Sungai, bahkan ada pula yang menjorok hingga ke tengah Sungai. Bangunan
pemukiman yang berada dekat dengan bantaran sungai Cikapundung berjumlah 1.058 rumah.

Berdasarkan data yang diperoleh, Sungai Cikapundung memiliki panjang 28 km dan setengahnya lebih atau 15,5 km melintasi Kota Bandung.
Tersebar di 7 kecamatan dan 13 kelurahan. Sampai saat ini belum ada data pasti apakah 12,5 km sisa panjang Sungai Cikapundung itu berada di
hulu atau di hilir yang berbatasan dengan kota Bandung.
Keberadaan Sungai Cikapundung tidak bisa bisa dilepaskan dari KBU (Kawasan Bandung Utara) di hulunya. Sebagai kawasan resapan KBU
memiliki andil terhadap kualitas dan kuantitas debit air-nya. Itu artinya, mustahil keinginan menata Sungai Cikapundung di hilir tanpa menata
KBU di hulu. Padahal dengan kondisi sekarang, KBU sudah tidak bisa lagi menjamin pasokan air yang memadai dan berkualitas terutama di
musim kemarau.
Jika sisa 12,5 km itu berada di hulu yang berbatasan dengan Kota Bandung maka sebaik apapun penataan Sungai Cikapundung di tengah kota
dan hilir menjadi terasa percuma, mengingat faktor ini menjadi kendala yang paling besar. Bisa kita bayangkan jika air yang mengalir dari hulu
sama sekali tak menunjang penataan hilir Cikapundung.
Jadi masalah penataan Sungai Cikapundung adalah bukan lagi sekedar masalah penanganan sampahnya saja, tapi mencakup keseluruhan
masalah; lingkungan dan sosial budaya masyarakat dari hulu hingga ke hilir. Sedangkan dari sisi birokrasi penataan Sungai Cikapundung harus
memenuhi aspek yuridis, aspek lingkungan, sosial dan ekonomi.

Kini kondisi sungai Cikapundung sudah tercemar berat, secara kasat mata, sepanjang jalur yang dilewati sungai ini, masyarakat banyak
memanfaatkanya sebagai tempat pembuangan tinja atau limbah rumah tangga. Maka tak heran ada ungkapan bahwa Sungai Cikapundung
merupakan wc terpanjang. Bisa dibayangkan, seperti apa wc terpanjang tersebut, kiri-kanan sungai warga memasang pipa-pipa pembuangan
limbah rumah tangga langsung ke sungai.

Secara umum kondisi bantaran Sungai Cikapundung juga sangat parah, hampir sepanjang 10,57 km bantaran Sungai Cikapundung sudah
dimanfaatkan menjadi bangunan rumah yang membelakangi Sungai, bahkan ada pula yang menjorok hingga ke tengah Sungai. Bangunan
pemukiman yang berada dekat dengan bantaran sungai Cikapundung berjumlah 1.058 rumah.

Berdasarkan data yang diperoleh, Sungai Cikapundung memiliki panjang 28 km dan setengahnya lebih atau 15,5 km melintasi Kota Bandung.
Tersebar di 7 kecamatan dan 13 kelurahan. Sampai saat ini belum ada data pasti apakah 12,5 km sisa panjang Sungai Cikapundung itu berada di
hulu atau di hilir yang berbatasan dengan kota Bandung.
Keberadaan Sungai Cikapundung tidak bisa bisa dilepaskan dari KBU (Kawasan Bandung Utara) di hulunya. Sebagai kawasan resapan KBU
memiliki andil terhadap kualitas dan kuantitas debit air-nya. Itu artinya, mustahil keinginan menata Sungai Cikapundung di hilir tanpa menata
KBU di hulu. Padahal dengan kondisi sekarang, KBU sudah tidak bisa lagi menjamin pasokan air yang memadai dan berkualitas terutama di
musim kemarau.
Jika sisa 12,5 km itu berada di hulu yang berbatasan dengan Kota Bandung maka sebaik apapun penataan Sungai Cikapundung di tengah kota
dan hilir menjadi terasa percuma, mengingat faktor ini menjadi kendala yang paling besar. Bisa kita bayangkan jika air yang mengalir dari hulu
sama sekali tak menunjang penataan hilir Cikapundung.
Jadi masalah penataan Sungai Cikapundung adalah bukan lagi sekedar masalah penanganan sampahnya saja, tapi mencakup keseluruhan
masalah; lingkungan dan sosial budaya masyarakat dari hulu hingga ke hilir. Sedangkan dari sisi birokrasi penataan Sungai Cikapundung harus
memenuhi aspek yuridis, aspek lingkungan, sosial dan ekonomi.

DAS Cikapundung yang berada pada ketinggian 650-2.067 m dpl merupakan sub-DAS Citarum,
luasnya 15.386,5 ha. Sungai ini hulunya di Bukit Tunggul dan bermuara di Citarum.
Cikapundung membelah Kota Bandung melewati sembilan kecamatan yang mencakup 13
kelurahan. Seperti fungsi sungai lainnya, Cikapundung pun berfungsi sebagai

1. drainase utama pusat kota,


2. penggelontor kotoran +sampah kota, 
3. objek wisata, Maribaya,htn Juanda.curug dago-htn kota, kbun Binatang dll
4. penyedia air baku PDAM, debit kapasitas terpakai ??? Retribusi yang terserap/terpakai.

PLTA, yang saat ini debit bulanannya telah menurun hingga 30% dari debit normal.Ini
merupakan salah satu ciri yang tampak bahwa bagian hulu-tengah-hilir sungai merupakan satu
kesatuan ekosistem yang saling berhubungan dan berkaitan.
FENOMENA KAWASAN TEPI AIR SUNGAI
CIKAPUNDUNG

Pembangunan bantaran sungai yang mempersempit sungai

Permukiman padat yang didominasisquatters

Kualitas sungai yang semakin menurun karena pencemaran
PERMASALAHAN
Berdasarkan fenomena yang terjadi dapat disimpulkan permasalahan
yang dihadapi KTAS Cikapundung:

Daya tampung sungai yang menurun menyebabkan banjir
dimusim hujan

Kondisi permukiman yang padat dan kumuh, prasarana dan
sarana tidak tertata dan tidak memadai

Pembuangan limbah padat maupun cair ke badan air dan bantaran sungai di berbagai ruas sungai

mencemari air dan menghambat aliran sungai


Orientasi terhadap sungai masih menjadikanriver back

Tingkat kesadaran masyarakat yang rendah akan kebersihan
Lingkungan

Anda mungkin juga menyukai