Anda di halaman 1dari 32

PRESENTASI JURNAL PENATALAKSANAAN TERKINI

THORAKOSINTESIS TERHADAP EFUSI PLEURA MALIGNA PADA


KLIEN T DI RUANG RAJAWALI VI A RSUP DOKTER KARIADI
SEMARANG

DISUSUN OLEH :
IMANUEL DWIJAYANTO
G3A017029

PROGAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2017-2018
BAB I
PENDAHULUAN
Efusi pleura maligna (EPM) merupakan komplikasi penting pada pasien
keganasan intratorakal dan ekstratorakal. Efusi pleura maligna juga merupakan
maligna komplikasi keganasan stadium lanjut lanjut yang sangat menyulitkan,
dengan lebih dari 150.000 kasus per tahun di Amerika Serikat. Beberapa
penelitian mendapatkan median survival setelah penderita didiagnosis EPM
setelah 4 bulan
Efusi pleura maligna merupakan masalah kesehatan yang komplek bagi
para klinisi. Diagnosis etiologi merupakan permasalahan utama dan sulit untuk
ditentukan mengingat banyaknya kemungkinan etiologi tumor primer dari EPM
tersebut. Median survey yang pendek, tingkat kekambuhan efusi pleura maligna
yang tinggi dan sangat cepat terjadi merupakan masalah-masalah lain yang
semakin mempersulit manajemen efusi pleura maligna.(ngurah rai,2009)

Dalam penatalaksanaan terkini menurut jurnal yang ada bahwa dikatakan


manajemen EPM pada prinsipnya adalah paliatif.sampai saat ini beberapa
penatalaksanaan yang sering dilakukan pada kasus EPM adalah torakosintesis
terapeutik. Beberapa senter menyarankan untuk melakukan intervensi awal sejak
didiagnosis suatu EPM untuk mencegah lokulasi pleural yang akan mempersulit
manajemen selanjutnya. Intervensi ditujukan pada pengeluaran cairan pleura
misalnya thorakosentesis.

Thorakosintesis terapeutik adalah awal manajemen untuk EPM yang


simtomatik. Dengan pendekatan ini akan dapat dinilai respon sesak napas
terhadap pengeluaran cairan. (putu bayu,2017)

Pada kasus ini pasien mempunyai efusi pleura maka dilakukan


thorakosintesis yaitu berupa evakuasi cairan pleura sebanyak 600 cc yang berguna
sebagai terapeutik dan diagnostic. Sebagai terapi terapeutik evakuasi ini bertujuan
mengeluarkan sebanyak mungkin cairan patologis yang tertimbun dalam rongga
pleura( sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc pada setiap kali aspirasi), sehingga
diharapkan paru pada sisi yang sakit dapat mengembang lagi dengan baik, serta
jantung dan mediastinum tidak lagi terdesak kesisi yang sehat, dan penderita dapat
bernapas dengan lega kembali. Sebagai terapi diagnostik dilakukan dengan
mengambil sedikit cairan pleura untuk dilihat secara fisik(warna cairan) dan untuk
pemeriksaan biokimia(uji rivalta), serta sitologi (patologi anatomi).

BAB II
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Secara normal dalam rongga pleura terdapat cairan fisiologis  1 – 20
ml yang berfungsi sebagai sistem transmisi antara paru dan dinding thoraks.
Oleh karena berbagai sebab, diantaranya infeksi, infark paru dan neoplasma /
tumor, jumlah cairan tersebut bisa bertambah dan tertimbun didalam rongga
pleura yang di sebut efusi pleura. (Price dan Wilson, 2010).
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan
cairan dalam rongga pleura (Bahar, dikutip oleh Soeparman dan Waspadji,
2011).
Jadi kesimpulan penulis efusi pleura adalah suatu keadaan dimana
terdapat penumpukan cairan dalam rongga pleura melebihi 20 ml.

B. Etiologi
Efusi pleura adalah proses penyakit primer yang jarang terjadi tetapi
baiasanya merupakan penyakit sekunder akibat penyakit lain. Jadi, penyebab
efusi pleura merupakan penyebab kelainan patologi pada rongga pleura yang
bermacam- macam, menurut (Soeparman dan Waspadji, 2011) adalah :
1. Efusi pleura karena gangguan sirkulasi
2. Efusi pleura karena virus dan mikroplasma
3. Efusi pleura karena bakteri piogenik
4. Efusi pleura karena tuberkulosa
5. Efusi pleura karena kelainan intra abnominal
6. Efusi pleura karena penyakit kolagen
7. Efusi pleura karena neoplasma
Pembahasan dari ketujuh etiologi efusi pleura adalah sebagai berikut :
1. Efusi pleura karena gangguan sirkulasi
a. Gangguan Kardiovaskuler
Payah jantung (decompentatio cordis) adalah sebab terbanyak
timbulnya efusi pleura. Penyebab lain adalah perikarditis konstriktiva,
dan sindroma vena kava superior. Patogenesisnya adalah akibat terjadi
peningkatan tekanan vena sistemik dan tekanana kapiler dinding dada
sehingga terjadi peningkatan viltrasi pada pleura parietal.
b. Emboli Pulmonal
Efusi pleura dapat terjadi pada sisi paru yang terkena emboli pulmonal,
keadaan ini dapat disertai infark paru ataupun tanpa infark. Emboli
menyebabkan menurunnya aliran darah arteri pulmonalis, sehingga
terjadi iskemia maupun kerusakan parenkim paru dan memberikan
peradangan dengan efusi yang berdarah (warna merah).
c. Hipoalbuminemia
Efusi pleura juga dapat terjadi pada keadaan hipoalbuminemia seperti
pada sindroma nefrotik, malabsorbsi, atau keadaan lain dengan asites
atau anasarka.
2. Efusi pleura karena virus dan mikroplasma
Efusi pleura karena virus atau mikroplasma agak jarang. Bila terjadi
jumlahnyapun tidak banyak dan kejadiannya hanya selintas saja. Jenis-
jenis virusnya adalah : ECHO Virus, Coxsackie group, Chlamydia,
Ricketsia dan Mikroplasma.
3. Efusi pleura karena bakteri piogenik
Permukaan pleura dapat ditempeli oleh bakteri yang berasal dari jaringan
parenkim paru dan menjalar secara hematogen, dan jarang yang melalui
penetrasi diafraghma, dinding dada atau esofagus. Bakteri yang sering
ditemukan adalah bakteri aerob: streptococcus pneumonia, streptococcus
mileri, stafilococcus aureus, hemophillus spp, E. Colli, Klebsiella,
pseudomonas spp. Anaerob: bakteroides spp, peptostreptococcus,
fusobakterium.
4. Efusi pleura karena tuberkulosa
Penyakit kebanyakan terjadi sebagai komplikasi tuberkulosis paru melalui
fokus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening. Diagnosa
utama berdasarkan adanya kuman tuberkulosis dalam cairan efusi (kultur)
atau dengan biopsi jaringan pleura.
5. Efusi pleura karena kelainan intra abnominal
a. Sirosis hati
Efusi pleura dapat terjadi dengan penderita dengan penderita serosis
hati. Biasanya efusi pleura timbulnya bersamaan dengan asites.
b. Sindroma Meigh
Tahun 1937 Meigh dan cass mengemukakan penyakit tumor pada
ovarium (jinak atau ganas) disertai asites dan efusi pleura. Dan
patogenesis terjadinya efusi pleura ini masih belum diketahui betul
terjadinya. Bila tumor ovarium tersebut dibuang efusi pleura dan
asitesnya segera menghilang.
c. Dialisis Peritonial
Efusi pleura dapat terjadi selama dan sesudah dilakukannya dialisis
peritonial. Efusi ini terjadi pada salah satu paru atau bilateral.
6. Efusi pleura karena penyakit kolagen
a. Lupus eritematosus
Pleuritis adalah salah satu gejala yang timbul belakangan pada
penyakit lupus eritematosus sistemik (SLE).
b. Artritis rheumatoid (RA)
c. Skleroderma
7. Efusi pleura karena neoplasma
Neoplasma primer ataupun sekunder (metastasis) dapat menyerang pleura
dan pada umumnya menyebabkan efusi pleura. Efusi pleura karena
neoplasma biasanya unilateral tetapi bisa juga bialteral karena obstruksi
saluran getah bening, adanya metastasis menyebabkan pengaliran cairan
dari rongga peritonial ke rongga pleura via diafraghma.
Jenis- jenis neoplasma yang dapat menyebabkan efusi pleura adalah:
a. Mesotelioma
Adalah tumor primer yang berasal dari pleura.
b. Karsinoma Bronkus
Jenis karsinoma ini adalah yang terbanyak menimbulkan efusui pleura.
c. Neoplasma Metastatik
d. Limfoma Malignum
Selain hal tersebut di atas menurut Amin (2011), penyebab terjadinya
efusi pleura dapat dilihat dari jenis cairan yang tertimbun didalam rongga
pleura:
a. Transudat
Transudat adalah filtrate plasma yang mengalir menembus dinding
kapiler yang utuh.
Terjadinya penimbunan transudat dipleura karena beberapa hal,
misalnya : gagal jantung kiri, sindrom nefrotik, obstruksi vena kava
superior, asites pada sirosis hati.
b. Eksudat
Eksudat adalah ekstravasasi cairan kedalam jaringan, dimana
cairan ini dapat terjadi karena adanya infeksi, infark paru, dan neoplasma/
tumor

C. Manifestasi klinik
Manifestasi klinik efusi pleura akan tergantung dari jumlah cairan yang
ada serta tingkat kompresi paru. Jika jumlah efusinya sedikit (misalnya < 250
ml), mungkin belum menimbulkan manifestasi klinik dan hanya dapat
dideteksi dengan X-ray foto thorakks. Dengan membesarnya efusi akan terjadi
restriksi ekspansi paru dan pasien mungkin mengalami :
- Dispneu bervariasi
- Nyeri pleuritik biasanya mendahului efusi sekunder akibat penyakit pleura
- Trakea bergeser menjauhi sisi yang mengalami efusi
- Ruang interkostal menonjol (efusi yang berat)
- Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang terkena
- Perkusi meredup di atas efusi pleura
- Egofoni di atas paru-paru yang tertekan dekat efusi
- Suara nafas berkurang di atas efusi pleura
- Fremitus vokal dan raba berkurang
D. Patofisiologi
Transudat terjadi apabila hubungan normal antara tekanan kapiler
hidrostatik dan koloid osmotik menjadi terganggu. Sehingga terbentuknya
cairan pada satu sisi pleura akan melebihi absorbsi oleh pleura lainnya.
Biasanya hal ini terjadi oleh karena meningkatnya tekanan kapiler sistemik
(lebih dari 120/80 mmHg), meningkatnya tekanan kapiler pulmoner (lebih dari
25/10 mmHg), menurunnya tekanan koloid osmotik dalam pleura (kurang dari
25 mmHg), menurunnya tekanan intra pleura (Soeparman dan Waspadji,
2001).
Sedangkan eksudat merupakan cairan pleura yang terbentuk melalui
membran kapiler yang permeabel abnormal dan berisi protein yang
berkonsentrasi tinggi. Terjadi perubahan permeabilitas membran adalah
karena adanya peradangan pada pleura. Protein yang terdapat pada cairan
pleura kebanyakan berasal dari cairan getah bening. Kegagalan aliran protein
getah bening ini akan menyebabkan peningkatan konsentrasi protein cairan
pleura sehingga menimbulkan eksudat (Soeparman dan Waspadji, 2001).
Perbedaan antara komposisi cairan eksudat dan transudat dapat dilihat
pada tabel 1.

Tabel 1 : perbedaan antara komposisi cairan transudat dan eksudat

Pembeda Transudat Eksudat

- Kadar protein dalam efusi (gr/dl) <3 >3

- Kadar protein dalam efusi < 0,5 > 0,5

Kadar protein dalam serum

- Kadar LDH dalam efusi < 0,6 > 0,6

Kadar LDH dalam serum


- Berat jenis cairan efusi < 1,016 > 1,016

- Rivalta Negatif Positif


Sumber : (Bahar, dikutip oleh Soeparman dan Waspadji, 2001).

E. Pemeriksaan Diagnostik (Penunjang)


Diagnosis kadang-kadang dapat ditegakkan secara anamnesis dan
pemeriksaan fisik saja. Tapi kadang-kadang perlu pemeriksaan tambahan
seperti sinar tembus dada (MSCT atauu rontgent Thorak) Untuk diagnosis
yang pasti perlu dilakukan tindakan thorakosentesis dan pada beberapa kasus
dilakukan biopsi pleura.
F. Penatalaksanaan Medis
 Thorako centesis
Jarum ditusukkan ke rongga interkostal sekitar permukaan atas dari iga
bawah. Cairan yang dialirkan tidak lebih dari 100 ml atau kurang jika
pasien menunjukkan tanda-tanda respiratori disstres.
 Water seal drainage (WSD)
G. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat Keperawatan
Keluhan utama : Adanya sesak napas yang dirasakan semakin berat
disamping itu disertai nyeri dada yang semakin berat saat inspirasi dan
saat miring ke sisi yang sakit.
b. Riwayat Penyakit sekarang.
Adanya demam yang menyerupai influenza yang timbulnya berulang,
batuk lebih dari 2 minggu yang sifatnya non produktif, Nafsu makan
menurun, meriang, sesak napas dan nyeri dada.
c. Riwayat penyakit dahulu.
Perlu dikaji adanya riwat penyakit TBC paru, kegagalan jantung
kongestif, pneumonia, infark paru, tumor paru.

2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi : Didapatkan penggunaan otot bantu pernapasan, cuping
hidung melebar, iga melebar, rongga dada asimetris, cemmbung pada
sisi yang sakit, pergerakan dada tertinggal pada sisi yang sakit.
b. Palpasi : Pergerakan dada asimetris, fremitus raba melemah.
c. Perkusi : Suara redup pada posisi yang sakit dan nyeri ketok
d. Auskultasi : Adanya suara tambahan,suara egofoni, suara pernapasan
melemah pada posisi yang sakit.
3. Kebutuhan sehari – hari
a. Kebutuhan Nutrisi :
Pada pola nutrisi akan ditemukan : nafsu makan menurun yang
diakibatkan oleh toksemia dan pada observasi ditemukan klien kurus,
berat badan tidak ideal, jaringan lemak tipis dan iga kelihatan.
b. Kebutuhan istirahat dan tidur :
Klien dengan sesak dan nyeri kemungkinan akan mengalami gangguan
dalam pola tidur dan istirahat. Oleh karena itu perlu dikaji lamanya
istirahat dan tidur, kebiasaan sebelum tidur, posisi tidur, sclera mata,
apatis, kurang perhatian dan kurang respon.
c. Kebutuhan aktivitas :
Klien dengan nyeri dada dan sesak mengalami gangguan aktivitas /
keterbatasan dalam aktivitas. Terutama dalam memenuhi kebutuhan
sehari – hari ( ADL)
d. Pola Persepsi :
Perlu di kaji tentang pandangan klien terhadap dirinyaserta pandangan
klien terhadap penyakit yang diderita.
H. Diagnosa Keperawatan
Penentuan diagnosa keperawatan harus berdasarkan analisa data sari hasil
pengkajian, maka diagnosa keperawatan yang ditemukan di kelompokkan
menjadi diagnosa aktual, potensial dan kemungkinan. (Budianna Keliat, 2011)
Beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan
effusi pleura antara lain :

1. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya


ekspansi paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga
pleura (Susan Martin Tucleer, dkk, 1998).
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Sehubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh, pencernaan nafsu
makan akibat sesak nafas sekunder terhadap penekanan struktur abdomen
(Barbara Engram, 1993).
3. Cemas sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan
(ketidakmampuan untuk bernafas).
4. Gangguan pola tidur dan istirahat sehubungan dengan batuk yang menetap
dan sesak nafas serta perubahan suasana lingkungan Barbara Engram).
5. Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari sehubungan dengan
keletihan (keadaan fisik yang lemah) (Susan Martin Tucleer, dkk, 1998).
6. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan sehubungan
dengan kurang terpajang informasi (Barbara Engram, 1993)
I. Intervensi
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, dibuat rencana tindakan untuk
mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah klien.(Budianna Keliat,2001)
Diagnosa Keperawatan Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan
menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga
pleura.
Tujuan : Pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara normal
Kriteria hasil :
1. Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal, pada
pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, bunyi
nafas terdengar jelas.
Rencana tindakan :
a. Identifikasi faktor penyebab.
Rasional : Dengan mengidentifikasikan penyebab, kita dapat menentukan
jenis effusi pleura sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat.
b. Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap
perubahan yang terjadi.
Rasional : Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan,
kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien.
c. Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan
kepala tempat tidur ditinggikan 60 – 90 derajat.
Rasional : Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi
paru bisa maksimal.
d. Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon
pasien).
Rasional : Peningkatan RR dan tachcardi merupakan indikasi adanya
penurunan fungsi paru.
e. Lakukan auskultasi suara nafas tiap 2-4 jam.
Rasional : Auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada bagian
paru-paru.
f. Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif.
Rasional : Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam.
Penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif.

10
g. Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan serta
foto thorax.
Rasional : Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan
mencegah terjadinya sianosis akibat hiponia. Dengan foto thorax dapat
dimonitor kemajuan dari berkurangnya cairan dan kembalinya daya
kembang paru.
1. Diagnosa Keperawatan Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan metabolisme
tubuh, penurunan nafsu makan akibat sesak nafas.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil :
- Konsumsi lebih 40 % jumlah makanan, berat badan normal dan hasil
laboratorium dalam batas normal.
Rencana tindakan :
a. Beri motivasi tentang pentingnya nutrisi.
Rasional : Kebiasaan makan seseorang dipengaruhi oleh kesukaannya,
kebiasaannya, agama, ekonomi dan pengetahuannya tentang
pentingnya nutrisi bagi tubuh.
b. Auskultasi suara bising usus.
Rasional : Bising usus yang menurun atau meningkat menunjukkan
adanya gangguan pada fungsi pencernaan.
c. Lakukan oral hygiene setiap hari.
Rasional : Bau mulut yang kurang sedap dapat mengurangi nafsu
makan.
d. Sajikan makanan semenarik mungkin.
Rasional : Penyajian makanan yang menarik dapat meningkatkan
nafsu makan.
e. Beri makanan dalam porsi kecil tapi sering.
Rasional : Makanan dalam porsi kecil tidak membutuhkan energi,
banyak selingan memudahkan reflek.

11
f. Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian di’it TKTP
Rasional : Diit TKTP sangat baik untuk kebutuhan metabolisme dan
pembentukan antibody karena diet TKTP menyediakan kalori dan
semua asam amino esensial.
g. Kolaborasi dengan dokter atau konsultasi untuk melakukan
pemeriksaan laboratorium alabumin dan pemberian vitamin dan
suplemen nutrisi lainnya (zevity, ensure, socal, putmocare) jika intake
diet terus menurun lebih 30 % dari kebutuhan.
Rasional : Peningkatan intake protein, vitamin dan mineral dapat
menambah asam lemak dalam tubuh.
2. Diagnosa Keperawatan Cemas atau ketakutan berhubungan dengan
adanya ancaman kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan untuk
bernafas).
Tujuan : Pasien mampu memahami dan menerima keadaannya
sehingga tidak terjadi kecemasan.
Kriteria hasil :
Pasien mampu bernafas secara normal, pasien mampu beradaptasi
dengan keadaannya. Respon non verbal klien tampak lebih rileks dan
santai, nafas teratur dengan frekuensi 16-24 kali permenit, nadi 80-90
kali permenit.
Rencana tindakan :
a. Berikan posisi yang menyenangkan bagi pasien. Biasanya
dengan semi fowler.
b. Jelaskan mengenai penyakit dan diagnosanya.
Rasional : pasien mampu menerima keadaan dan mengerti sehingga
dapat diajak kerjasama dalam perawatan.
c. Ajarkan teknik relaksasi
Rasional : Mengurangi ketegangan otot dan kecemasan
d. Bantu dalam menggala sumber koping yang ada.
Rasional : Pemanfaatan sumber koping yang ada secara konstruktif
sangat bermanfaat dalam mengatasi stress.
e. Pertahankan hubungan saling percaya antara perawat dan pasien.
Rasional : Hubungan saling percaya membantu proses terapeutik

12
f. Kaji faktor yang menyebabkan timbulnya rasa cemas.
Rasional : Tindakan yang tepat diperlukan dalam mengatasi masalah
yang dihadapi klien dan membangun kepercayaan dalam mengurangi
kecemasan.
g. Bantu pasien mengenali dan mengakui rasa cemasnya.
Rasional : Rasa cemas merupakan efek emosi sehingga apabila sudah
teridentifikasi dengan baik, perasaan yang mengganggu dapat
diketahui.
3. Diagnosa Keperawatan Gangguan pola tidur dan istirahat berhubungan
dengan batuk yang menetap dan nyeri pleuritik.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan pola tidur dan kebutuhan
istirahat terpenuhi.
Kriteria hasil :
- Pasien tidak sesak nafas, pasien dapat tidur dengan nyaman tanpa
mengalami gangguan, pasien dapat tertidur dengan mudah dalam
waktu 30-40 menit dan pasien beristirahat atau tidur dalam waktu 3-8
jam per hari.
Rencana tindakan :
a. Beri posisi senyaman mungkin bagi pasien.
Rasonal : Posisi semi fowler atau posisi yang menyenangkan akan
memperlancar peredaran O2 dan CO2.
b. Tentukan kebiasaan motivasi sebelum tidur malam sesuai dengan
kebiasaan pasien sebelum dirawat.
Rasional : Mengubah pola yang sudah menjadi kebiasaan sebelum
tidur akan mengganggu proses tidur.
c.Anjurkan pasien untuk latihan relaksasi sebelum tidur.
Rasional : Relaksasi dapat membantu mengatasi gangguan tidur.
d. Observasi gejala kardinal dan keadaan umum pasien.
Rasional : Observasi gejala kardinal guna mengetahui perubahan
terhadap kondisi pasien.
4. Diagnosa Keperawatan Ketidakmampuan melaksanakan aktivitas sehari-
hari berhubungan dengan keletihan (keadaan fisik yang lemah).
Tujuan : Pasien mampu melaksanakan aktivitas seoptimal mungkin.

13
Kriteria hasil :
- Terpenuhinya aktivitas secara optimal, pasien kelihatan segar dan
bersemangat, personel hygiene pasien cukup.
Rencana tindakan :
a. Evaluasi respon pasien saat beraktivitas, catat keluhan dan
tingkat aktivitas serta adanya perubahan tanda-tanda vital.
Rasional : Mengetahui sejauh mana kemampuan pasien dalam
melakukan aktivitas.
b. Bantu Px memenuhi kebutuhannya.
Rasional : Memacu pasien untuk berlatih secara aktif dan mandiri.
c. Awasi Px saat melakukan aktivitas.
Rasional : Memberi pendidikan pada Px dan keluarga dalam perawatan
selanjutnya.
d. Libatkan keluarga dalam perawatan pasien.
Rasional : Kelemahan suatu tanda Px belum mampu beraktivitas secara
penuh.
e. Jelaskan pada pasien tentang perlunya keseimbangan antara aktivitas
dan istirahat.
Rasional : Istirahat perlu untuk menurunkan kebutuhan metabolisme.
f. Motivasi dan awasi pasien untuk melakukan aktivitas secara bertahap.
Rasional : Aktivitas yang teratur dan bertahap akan membantu
mengembalikan pasien pada kondisi normal.
5. Diagnosa Keperawatan Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Pasien dan keluarga tahu mengenai kondisi dan aturan
pengobatan.
Kriteria hasil :
- Px dan keluarga menyatakan pemahaman penyebab masalah.
- PX dan keluarga mampu mengidentifikasi tanda dan gejala yang
memerlukan evaluasi medik.
- Px dan keluarga mengikuti program pengobatan dan menunjukkan
perubahan pola hidup yang perlu untuk mencegah terulangnya
masalah.
Rencana tindakan :
14
a. Kaji patologi masalah individu.
Rasional : Informasi menurunkan takut karena ketidaktahuan.
Memberikan pengetahuan dasar untuk pemahaman kondisi dinamik
dan pentingnya intervensi terapeutik.
b. Identifikasi kemungkinan kambuh atau komplikasi jangka panjang.
Rasional : Penyakit paru yang ada seperti PPOM berat, penyakit paru
infeksi dan keganasan dapat meningkatkan insiden kambuh.
c. Kaji ulang tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat
(contoh, nyeri dada tiba-tiba, dispena, distress pernafasan).
Rasional : Berulangnya effusi pleura memerlukan intervensi medik
untuk mencegah, menurunkan potensial komplikasi.
d. Kaji ulang praktik kesehatan yang baik (contoh, nutrisi baik, istirahat,
latihan).
Rasional : Mempertahankan kesehatan umum meningkatkan
penyembuhan dan dapat mencegah kekambuhan.
J. Pelaksanaan
Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat
terhadap pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan
rencana keperawatan diantaranya :
Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi ;
ketrampilan interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat dan
efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi
serta dokumentasi intervensi dan respon pasien.
Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari rencana
intervensi yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan perawatan
yang muncul pada pasien (Budianna Keliat, 1994,4).
K. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana
evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan
pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya.
Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana
keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian
ulang (US. Midar H, dkk, 2011).

15
Kriteria dalam menentukan tercapainya suatu tujuan, pasien :
a. Mampu mempertahankan fungsi paru secara normal.
b. Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
c. Tidak terjadi gangguan pola tidur dan kebutuhan istirahat terpenuhi.
d. Dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri sehari-hari untuk mengembalikan
aktivitas seperti biasanya.
e. Menunjukkan pengetahuan dan gejala-gejala gangguan pernafasan seperti
sesak nafas, nyeri dada sehingga dapat melaporkan segera ke dokter atau
perawat yang merawatnya.
f. Mampu menerima keadaan sehingga tidak terjadi kecemasan.
g. Menunjukkan pengetahuan tentang tindakan pencegahan yang berhubungan
dengan penatalaksanaan kesehatan, meliputi kebiasaan yang tidak
menguntungkan bagi kesehatan seperti merokok, minum minuman beralkohol
dan pasien juga menunjukkan pengetahuan tentang kondisi penyakitny

16
DAFTAR PUSTAKA

Price dan Wilson. A, Dasar – Dasar Ilmu Penyakit Paru, Airlangga University Press, Surabaya ; 2010
Suparman dan Waspadji, Keperawatan medical bedah, Jakrta, EGC, 2011.
Carpenito, Lynda Juall, Diagnosa keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik Edisi 6, Penerbit Buku Kedokteran EGC,;2011
Carpenito, Lynda Juall, Rencana Asuhan dan Dokumentasi keperawatan Edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2010Engram,
Barbara, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume I, Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2011
Ganong F. William, Midar, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 17, Jakarta EGC ; 2011
Gibson, John, MD, Anatomi Dan Fisiologi Modern Untuk Perawat, Jakarta EGC ; 2010
Keliat, Budi Amin. Proses Keperawatan, Arcan Jakarta ; 2011
Laboratorium Ilmu Penyakit Paru FK UNAIR, Dasar – Dasar Diagnostik Fisik Paru, Surabaya; 2011

17
Pathways Penyakit dasar efusi

- peningkatan tekanan hidrostatik - peningkatan permeabilitas kapiler


- penurunan tekanan koloid osmotik

transudat eksudat

Ketidakseimbangan tekanan pleura

Akumulasi cairan dalam pleura

abdomen tertekan pasang WSD Tidak pasang WSD volume tidal < difusi O2 < darah
kaya CO2

mual Resiko onfeksi Kolaps paru difusi O2 dalam sel <

hipoksia
resiko perubahan Resiko trauma/ Inspirasi tidak maksimal
nutrisi penghentian nafas intoleransi aktifitas metabolisme anaerob

Pola pernafasan tak efektif timbunan asam laktat >


Perubahan kenyamanan : nyeri kurang pengetahuan
Mengenai penyakit derisit perawatan diri fatique

18
CATATAN :

19
BAB III
RESUME ASKEP

A. Pengkajian fokus
1. Identitas
Nama : Ny. T
Tempat & tanggal lahir : Kendal, 01 Januari 1947
Pendidikan terakhir : tidak sekolah
Agama : Islam
Suku : Jawa
Status perkawinan : janda
Pekerjaan : ibu rumah tangga
Alamat : pucak wangi pager puyung Kendal
Diagnosa medis : Efusi Pleura
2. Status kesehatan
a. Status kesehatan saat ini
Sekitar 2 bulan yang lalu klien mengatakan nyeri dada sebelah kiri,
nyeri hilang timbul. Sesak napas kadang kadang, pasien mengatakan
batuk juga. Pasien dilakukan MSCT dikatakan efusi pleura dan
suspek tumor paru kemudian dirujuk ke RSDK. Keluhan saat ini
pasien sesak napas kadang kadang, batuk terus menerus tetapi tidak
keluar dahak.
b. Status kesehatan masa lalu
Pasien merupakan rujukan dari RS Soewondo Kendal. Pasien masuk
dengan keluhan sesak napas hilang timbul, batuk batuk tidak
berdahak. Pasien tidak mempunyai riwayat penyakit hipertensi, DM
maupun asma.
3. Pengkajian pola fungsi dan perubahan fisik
a. Pernapasan, aktivitas, dan latihan pernapasan
Gejala : pasien mengatakan kadang sesak napas dan mengeluhkan
batuk dan tidak bisa keluar dahak. Sesak berkurang ketika istirahat
dengan posisi semi fowler/fowler. Batuk dirasakan terus menerus.
Penggunaan alat bantu oksigen 2 lt/menit.
Tanda : pasien tampak batuk batuk, kadang sesak napas. Frekuensi
26x/menit, terpasang o2 kanul 2 lt/menit, batuk terus menerus
sputum tidak keluar, redup pada perkusi paru kiri, fremitus lemah,
auskultasi vesikuler, tidak ada sianosis
b. Neurosensori dan kognitif

20
Gejala : ada nyeri ( P bila dipakai bergerak/aktifitas, Q rasanya cekot
cekot, R di dada, S : 2, T hilang timbul ), nyeri dada hilang timbul,
Tanda : composmentis, GCS E4M6V5, pasien tampak meringis
kesakitan, TD= 140/80, HR:95x per menit, RR: 26x/menit, SpO2:
99%
4. Data penunjang
a. Vital Sign
TD 140/70 mmHg, N 70 x/mnt, S 36,6 oC, RR 20 x/mnt
b. Laboratorium
Tanggal 11/12/2017
Hemoglobin 9.2 g/dl (12.00-15.00)
Hematokrit 28.2 % (35 – 47)
Leukosit 64000/ul (3.6– 11)
Trombosit 282000/ul (150-400)
Glukosa sewaktu 103 mg/dl (80 – 160)
SGOT 23 u/l (15 – 34)
SGPT 11 u/l (15-60)
Albumin 3.3g/dl (3.4-5.0)
Ureum 24 mg/dl (15-39)
Kreatinin 0.8 mg/dl (0.60-1.30)
Natrium 136 mmol/L (136 – 145)
Kalium 4,2 mmol/L (3,5 – 5,1)
Chlorida 112 mmol/L (98 – 107)

c. Radiologi
Tanggal 10/10/2017 di RSUP Dr. Kariadi Semarang
1) MSCT abdomen dengan kontras
Kesan :
Efusi pleura kiri minimal
2) MSCT thorak dengan kontras
Kesan :
Efusi pleura kiri
Curiga massa paru kanan TNM staging (T4, N3, M1b)
DD/ - Massa paru kanan dengan multiple nodul paru kanan kiri,
curiga metastasis
d. Obat – obatan
N- asetyl sistein 200 mg/8 jam PO
Vitamin B complex 1 tablet/24 jam PO
Paracetamol 500 mg/8 jam PO

B. Analisa data
Data subjektif dan objektif Masalah Etiologi
DS : Ketidakefektifan menurunnya
1. Pasien mengeluh kadang

21
sesak, batuk-batuk dan tidak
bisa keluar sputumnya. ekspansi paru
sekunder
DO : terhadap
1. TD 140/80 mmHg, N 70 penumpukan
pola pernafasan
x/mnt, S 36,6 oC, RR 20 x/mnt cairan dalam
2. Terpasang oksigen 2lt/menit
3. Gambaran MSCT Thorak dg rongga

kontras . pleura.
Kesan
Efusi pleura kiri

DS :
1. P saat bergerak/aktifitas, Q
cekot – cekot, R dada, S 2, T
hilang timbul
2. Pasien mengatakan nyeri dada
Penumpukan
kadang kadang
Nyeri akut cairan pada
DO :
rongga pleura
1. TD 140/80 mmHg, N 96x/mnt,
S 36,6 oC, RR 26 x/mnt
2. MSCT thorak dg kontras kesan
: efusi pleura

22
C. Pathways keperawatan kasus

Penyakit dasar efusi

Peningkatan tekanan hidrostatik


Penurunan tekanan koloid osmotic
Peningkatan permeabilitas kapiler

Transudat eksudat

Ketidakseimbangan tekanan pleura

Akumulasi cairan dalam pleura nyeri akut

tidak Thorakosentesis

Kolaps paru

Inspirasi tidak maksimal

Pola pernapasan tidak efektif

D. Diagnosa keperawatan

1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan menurunnya


ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga
pleura
2. Nyeri akut berhubungan dengan penumpukan cairan pada rongga pleura

E. Fokus intervensi

23
Tujuan dan kriteria Intervensi
Diagnosa keperawatan
hasil keperawatan
Ketidakefektifan pola NOC NIC
Pasien mampu 1. Identifikasi factor
pernafasan b.d
mempertahankan fungsi penyebab
menurunnya ekspansi
2. Kaji kualitas,
paru secara normal
paru sekunder terhadap
frekuensi, dan
Kriteria hasil:
penumpukan cairan
kedalaman
1. Irama, frekuensi
dalam rongga pleura.
pernapasan,
dan kedalaman
laporkan setiap
pernafasan dalam
perubahan yg
batas normal.
terjadi.
2. pada pemeriksaan
3. Berikan pasien
pasien tidak
dalam posisi yg
mengalami sesak
nyaman, dalam
napas, batuk atau
posisi duduk,
gangguan pernapasan
dengan kepala
yang lain
tempat tidur
ditinggikan 60-90
derajat.
4. Observasi TTV
5. Bantu dan ajarkan
pasien untuk batuk
dan napas dalam
efektif
6. Kolaborasi dg tim
medis lain utk
pemberian oksigen
dan obat-obatan.
Nyeri akut berhubungan NOC : NIC
a. Pain level Fall Prevention
dengan penumpukan
b. Pain control a. Lakukan pengkajian
cairan pada rongga c. Comfort level
nyeri
Kriteria Hasil
pleura. b. Observasi non
a. Mampu mengontrol

24
Tujuan dan kriteria Intervensi
Diagnosa keperawatan
hasil keperawatan
nyeri verbal dari rasa
b. Melaporkan bahwa
keridaknyamanan
nyeri berkurang c. Gunakan
c. Menyatakan rasa
komunikasi
nyaman nyeri
terapeutik untuk
berkurang
mengetahui
pengalaman nyeri
pasien
d. Konrol lingkungan
yang dapat
mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruang,
pencahayaan,
kebisingan.
e. Ajarkan teknik
nonfarmakologi
(nafas dalam dan
distraksi)
f. Kolaborasi
pemberian analgetik
untuk mengurangi
nyeri.
g. Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri.

25
BAB IV
APLIKASI JURNAL EVIDENCE BASED NURSING RISET

A. Identitas klien
1. Nama : Ny. T
2. Tempat & tanggal lahir : Kendal, 01 Januari 1947
3. Pendidikan terakhir : tidak sekolah
4. Agama : Islam
5. Suku : Jawa
6. Status perkawinan : janda
7. Pekerjaan : ibu rumah tangga
8. Alamat : pucak wangi pager puyung Kendal
9. Diagnosa medis : Efusi Pleura

B. Data fokus pasien

Data subjektif dan objektif Masalah Etiologi


DS : Ketidakefektifan menurunnya
Pasien mengatakan sesak napas
pola pernapasan ekspansi paru
kadang kadang, batuk terus menerus
sekunder
tetapi tidak bisa keluar dahaknya.
terhadap
DO :
penumpukan
1. TD 140/80 mmHg, N 90 x/mnt,
cairan dalam
S 36,6 oC, RR 26 x/mnt, Spo2

26
99%, terpasang kanul 2 lt/mnt,
tamapak pasien batuk terus
2. MSCT thorak dan abdomen rongga
dengan kontras pleura.
Kesan
Efusi pleura. Dan curiga massa
paru.

C. Diagnosa keperawatan yang berhubungan dengan jurnal evidence based


Efusi pleura
nursing practice
Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi
Akumulasi cairan berlebih dalam rongga
pleura pleura.
paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam

D. Evidence based nursing practiceyang diterapkan


Kolaps paru
Penatalaksanaan Terkini Thorakosintesis Terhadap Efusi Pleura Maligna Pada
Klien T Di Ruang Rajawali VI A RSUP Dokter Kariadi Semarang
E. Analisa sintesa justifikasi / alasan penerapan evidence based nursing
Ketidakefektifan pola napas
practice

THORAKOSINTESIS

Paru dapat mengembang dengan baik

Jantung &mediastinum tdk terdesak ke sisi sehat

napas menjadi lega

27

Nyeri berkurang
F. Landasan teori terkait penerapan evidence based nursing practice
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya cairan yang
berlebih jumlahnya di dalam cavum pleura, yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara pembentukan dan reabsorbsi (penyerapan) cairan pleura
ataupun adanya cairan di cavum pleura yang volumenya melebihi normal. Dalam
keaadaan normal, jumlah cairan dalam rongga pleura sekitar 10-20ml. jika tidak
segera ditangani maka klien akan mengalami sesak napas, rasa berat pada dada,
dan nyeri yg bisa timbul karena akibat efusi yang banyak.(ngurah rai, 2009)
Oleh karena itu perlu dilakukan penatalaksanaan segera untuk mengatasi
keluhan klien tersebut. Penatalaksanaan yang sering dilakukan pada kasus efusi
pleura adalah torakosintesis terapeutik. Beberapa senter menyarankan untuk
melakukan intervensi awal sejak didiagnosis suatu Efusi pleura untuk mencegah
lokulasi pleural yang akan mempersulit manajemen selanjutnya. Intervensi
ditujukan pada pengeluaran cairan pleura dengan thorakosentesis. Hal ini dapat
diterapkan untuk mengatasi sesak napas atau gangguan pola napas pasa klien.
Thorakosintesis yaitu berupa evakuasi cairan pleura sebanyak 600 cc yang
berguna sebagai terapeutik dan diagnostic. Sebagai terapi terapeutik evakuasi ini
bertujuan mengeluarkan sebanyak mungkin cairan patologis yang tertimbun
dalam rongga pleura( sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc pada setiap kali
aspirasi), sehingga diharapkan paru pada sisi yang sakit dapat mengembang lagi
dengan baik, serta jantung dan mediastinum tidak lagi terdesak kesisi yang sehat,
dan penderita dapat bernapas dengan lega kembali. Sebagai terapi diagnostic
dilakukan dengan mengambil sedikit cairan pleura untuk dilihat secaa fisik(warna
cairan) dan untuk pemeriksaan biokimia(uji rivalta), serta sitologi.(putu bayu,
2017)

28
BAB V
PEMBAHASAN

A. Justifikasi pemilihan tindakan berdasarkan evidence based nursing


practice
Penatalaksanaan Thorakosintesis lebih aman karena tidak menggunakan
anestesi General tetapi cukup menggunakan anestesi local. Prosedur dan
alatnya juga lebih mudah dengan menggunakan jarum abocath no 14 atau 16
dan diaspirasi di bagian bawah paru di sela iga IX garis aksilaris posterior.
Bisa sebagai penatalaksanaan terapi maupun diagnostic, lebih cepat
penatalaksanaannya, luka minimal karena hanya jarum saja yang digunakan
untuk melakukan aspirasi.
B. Mekanisme penerapan evidence based nursing practice
Sebelum dilakukan intervensi pasien dilakukan inform consent tindakan
thorakosintesis dan verifikasi klien. Setelah setuju pasien dipersiapkan untuk
penatalaksanaan thorakosintesis dengan local anestesi. Pasien dimnta untuk
duduk. Kemudian dilakukan desenfektan area yang akan di intervensi. Setelah
itu jarum dimasukkan ke dalam sel iga ke dalam rongga dada di bawah
pengaruh pembiusan local. Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru di
sela iga IX garis aksilaris posterior dengan memakai jarum abocath no 14
atau 16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc
pada setiap kali aspirasi. Aspirasi lebih baik dikerjakan berulang-ulang
daripada satu kali aspirasi.
C. Hasil yang dicapai
Pasien respon fisiologisnya meningkat, yang semula sesak, sering batuk
batuk, oksigen kanul 2 lt/menit. Tampak terengah engah. RR 27x per menit,
N: 96x per menit. Setelah dilakukan thorakosintesis pasien tidak mengalami
sesak napas, tidak mengeluh batuk lagi dan tidak membutuhkan nasal kanul
lagi. RR: 20x per menit. N: 80X/menit. pasien tampak tenang dan semangat.

Berdasarkan hasil yang dicapai yang dilakukan Abouzgheib, dkk dalam jurnal
Ngurah Rai (2009) dengan intervensi thorakosintesis bisa mendapatkan
diagnosis yang tepat dan sitologi yang tepat. Berdasarkan jurnal ngurah

29
Rai(2009) dikatakan bahwa dengan thorakosintesis. Keluhan sesak memang
menjadi lebih baik tetapi sekitar 98%-100% pasien dengan efusi pleura
maligna akan mengalami reakumulasi cairan dan sesak napas berulang dalam
30 hari.
D. Kelebihan dan kekurangan atau hambatan yang ditemui selama aplikasi
evidence based nursing practice
1. Kelebihan : Penatalaksanaan Thorakosintesis lebih aman
karena tidak menggunakan anestesi General tetapi cukup menggunakan
anestesi lokal. Prosedur dan alatnya juga lebih mudah dengan
menggunakan jarum abocath no 14 atau 16 dan diaspirasi di bagian bawah
paru di sela iga IX garis aksilaris posterior. Bisa sebagai penatalaksanaan
terapi maupun diagnostic, lebih cepat penatalaksanaannya, luka minimal
karena hanya jarum saja yang digunakan untuk melakukan aspirasi.
2. Kekurangan : setelah dilakukan thorakosintesis pasien tidak dilakukan
rontgen thorak ulang untuk membandingkan pre thorakosintesis dengan
post thorakosintesis.
3. Hambatan : perawat ruangan tidak bisa melakukan penatalaksanaan
thorakosintesis itu secara langsung karena dalam penatalaksanaanya
membutuhkan dokter dan tim perawat khusus yg ahli di bidang
penatalaksanaanya tersebut.

BAB VI
PENUTUP

A. Simpulan
Thorakosintesis merupakan penatalaksanaan yang mudah, aman dan cepat
serta cepat dalam mengatasi efusi pleura. Klien Ny. T yang semula sesak
napas dan batuk setelah dilakukan thorakosintesis tidak mengalami sesak

30
napas dan batuk kembali. Selain itu thorakosintesis digunakan dalam
pemeriksaan diagnostik.
B. Saran
dalam pemeriksaan diagnostic (patologi Anatomi) dalam penatalaksanaan
thorakosintesis supaya tidak terlalu lama menunggu kesimpulan hasil PA
sampel yang diperiksakan. Sebaiknya pemeriksaan foto rontgen ulang
dilakukan untuk membandingkan hasil sebelum dan setelah tindakan
thorakosintesis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Rai, Ngurah. (2009). Efusi pleura maligna: diagnosis dan penatalaksanaan


terkini. Journal penyakit dalam, volume 10 Nomor 3 September 2009.
2. Bayu, Putu. Efusi pleura massif:sebuah laporan kasus.Jurnal fakultas
kedokteran universitas udayana.

31

Anda mungkin juga menyukai