BALE LUMBUNG
A. Latar Belakang
Suku Sasak adalah penduduk asli dan suku mayoritas di Lombok, NTB. Sebagai
penduduk asli, suku Sasak telah mempunyai sistem budaya sebagaimana terekam dalam kitab
Nagara Kartha Gama karangan Empu Nala dari Majapahit.
Dalam kitab tersebut, suku Sasak disebut “Lomboq Mirah Sak-Sak Adhi.” Jika saat
kitab tersebut dikarang suku Sasak telah mempunyai sistem budaya yang mapan, maka
kemampuannya untuk tetap eksis sampai saat ini merupakan salah satu bukti bahwa suku ini
mampu menjaga dan melestarikan tradisinya.
Salah satu bentuk dari bukti kebudayaan Sasak adalah bentuk bangunan rumah
adatnya. Rumah bukan sekadar tempat hunian yang multifungsi, melainkan juga punya nilai
estetika bagi penghuninya, baik arsitektur maupun tata ruangnya.
B. Deskripsi Bangunan
Bale Lumbung adalah sebuah bangunan asli suku sasak yang sudah ada sejak
pemerintahan Kerajaan Karang Asem (abad 17). Yang berfungsi sebagai rumah tinggal dan
tempat menyimpan harta benda. Memiliki fasilitas yang dibagi menjadi tiga bagian yakni
ruang induk dapur, dan ruang tidur.
Ruangan bale dalem dilengkapi amben, dapur, dan sempare (tempat menyimpan
makanan dan peralatan rumah tangga lainnya) terbuat dari bambu ukuran 2 x 2 meter persegi
atau bisa empat persegi panjang. Selain itu ada sesangkok (ruang tamu) dan pintu masuk
dengan sistem geser. Di antara bale luar dan bale dalem ada pintu dan tangga (tiga anak
tangga) dan lantainya berupa tanah Undak-undak (tangga), digunakan sebagai penghubung
antara bale luar dan bale dalem.
C. Bentuk Bangunan
D. Pola Penataan Ruang
Hal yang cukup menarik diperhatikan dari rumah adat Sasak adalah pola
pembangunannya. Dalam membangun rumah, orang Sasak menyesuaikan dengan kebutuhan
keluarga maupun kelompoknya. Artinya, pembangunan tidak semata-mata untuk
mememenuhi kebutuhan keluarga tetapi juga kebutuhan kelompok.
Karena konsep itulah, maka komplek perumahan adat Sasak tampak teratur seperti
menggambarkan kehidupan harmoni penduduk setempat.Ruangan pada bale lumbung dibagi
menjadi beberapa bagian diantaranya adalah inan bale (ruang induk) yang meliputi bale luar
(ruang tidur) dan bale dalem berupa tempat menyimpan harta benda, ruang ibu melahirkan
sekaligus ruang disemayamkannya jenazah sebelum dimakamkan.
Selain tempat berlindung, rumah juga memiliki nilai estetika, dan kehidupan
sederhana para penduduk di masa lampau yang mengandalkan sumber daya alam sebagai
tambang nafkah harian, sekaligus sebagai bahan pembangunan rumah. Lantai rumah itu
adalah dari tanah, getah pohon kayu banten dan bajur (istilah lokal), dicampur batu bara yang
ada dalam batu bateri.
Konstruksi rumah tradisional Sasak agaknya terkait pula dengan perspektif Islam.
Anak tangga sebanyak tiga buah tadi adalah simbol daur hidup manusia: lahir, berkembang,
dan mati.
Juga sebagai keluarga batih (ayah, ibu, dan anak), atau berugak bertiang empat simbol syariat
Islam: Al Quran, Hadis, Ijma’, Qiyas). Anak yang yunior dan senior dalam usia ditentukan
lokasi rumahnya.
Rumah orangtua berada di tingkat paling tinggi, disusul anak sulung dan anak bungsu
berada di tingkat paling bawah. Ini sebuah ajaran budi pekerti bahwa kakak dalam bersikap
dan berperilaku hendaknya menjadi panutan sang adik.
F. Material Bangunan