Anda di halaman 1dari 15

Leukemia Limfositik Akut pada Anak-anak

Riama Sihombing

102012185 – D3

Falkutas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jalan Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
riamasihombing7@gmail.com

Pendahuluan

Leukemia merupakan proliferasi abrnormal satu atau lebih sel hemopoietik dalam sumsum
tulang, ditandai akumulasi sel-sel leukemia dalam sumsum tulang. Leukemia limfositik akut
merupakan bentuk leukemia terbanyak pada anak-anak, merupakan 75-80% leukemia pada masa
kanak-kanak. Infiltrasi sumsum tulang oleh sel limfoblastik menyebabkan anemia, memar
(trombositopenia), dan infeksi (neutropenia). Limfoblas biasanya ditemukan dalam darah tepi
dan selalu ada di sumsum tulang. Terjadi limfadenopati, splenomegaly, dan hepatomegali. Tujuh
puluh persen anak dengan leukemia limfositik akut kini bisa disembuhkan.

Skenario

Seorang anak laki-laki berusia 10 tahun dibawa ke puskesmas dengan keluhan utama pucat sejak
1 bulan yang lalu.

Anamnesis

Anamnesis dilakukan dan dicatat secara sistematis. Ia harus mencakup semua hal yang
diperkirakan dapat membantu untuk menegakkan diagnosis.

Ada beberapa point penting yang perlu ditanyakan pada saat anamnesis, antara lain:

 Identitas pasien : nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan


 Lamanya penyakit : akut atau kronis
 Keluhan utama : Pucat. Seringkali terlihat pada pasien anemia. Pucat paling baik dinilai
pada telapak tangan/kaki, kuku, mukosa mulut, dan konjungtiva.

1
 Keluhan penyerta : Biasanya anak lemas, demam, penurunan kadar trombosit, muntah
sehingga menunjukkan gejala seperti serangan demam berdarah bahkan dapat ditemukan
kulit yang tampak kuning pucat seperti penyakit kuning.

Pemeriksaan Fisik

1. Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital


Nilai standar untuk mengetahui batas normal suhu tubuh manusia dibagi menjadi empat
yaitu:
 Hipotermi, bila suhu tubuh kurang dari 36°C
 Normal, bila suhu tubuh berkisar antara 36 - 37,5°C
 Febris / pireksia, bila suhu tubuh antara 37,5 - 40°C
 Hipertermi, bila suhu tubuh lebih dari 40°C

Rata-rata pernapasan normal pada anak :

 <2 bulan : < 60/menit


 2-12 bulan : < 50/menit
 1-5 tahun : < 40/menit
 6-8 tahun : < 30/menit

Tekanan nadi normal pada anak :

 2-12 bulan: <160/menit


 1-2 tahun : < 120/ menit
 2-8 tahun : <110 / menit
2. Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening (KGB)
KGB dan daerah sekitarnya harus diperhatikan. Kelenjar getah bening harus diukur untuk
perbandingan berikutnya. Harus dicatat ada tidaknya nyeri tekan, kemerahan, hangat
pada perabaan, dapat bebas digerakkan atau tidak dapat digerakkan, apakah ada fluktuasi,
konsistensi apakah keras atau kenyal.
 Ukuran  normal bila diameter <1cm (pada epitroclear >0,5cm dan lipat paha
>1,5cm dikatakan abnormal).
 Nyeri tekan  umumnya diakibatkan peradangan atau proses perdarahan.

2
 Konsistensi  keras seperti batu mengarahkan kepada keganasan, padat seperti
karet mengarahkan kepada limfoma, lunak mengarahkan kepada proses infeksi,
fluktuatif mengarahkan telah terjadinya abses/pernanahan.
 Penempelan/bergerombol  beberapa KGB yang menempel dan bergerak
bersamaan bila digerakkan. Dapat akibat tuberculosis, sarkoidosis, keganasan.1
3. Pemeriksaan Hepar
Perkusi hepar, digunakan patokan 2 garis, yaitu: garis yang menghubungkan pusar
dengan titik potong garis mid calvicula kanan dengan arcus aorta, dan garis yang
menghubungkan pusar dengan processus kifoideus. Pembesaran hati diproyeksikan pada
kedua garis ini dinyatakan dengan beberapa bagian dari kedua garis tersebut. Harus pula
dicatat konsistensi, tepi, permukaan dan terdapatnya nyeri tekan. Palpasi hepar dengan
meletakkan tangan kiri di belakang pinggang menyangga kosta ke 11 & 12 dengan posisi
sejajar dengan kosta, ajurkan pasien untuk rileks, tangan kanan mendorong hepar ke atas
dan kedalam dengan lembut. Anjurkan pasien inspirasi dalam & rasakan sentuhan hepar
saat inspirasi, jika teraba sedikit kendorkan jari & raba permukaan anterior hepar. Normal
hepar: lunak tegas, tidak berbenjol-benjol.
4. Pemeriksaan Limpa
Pada neonates, normal masih teraba sampai 1-2 cm. Dibedakan dengan hati yaitu dengan
limpa seperti lidah menggantung ke bawah. Ikut bergerak pada pernapasan. Mempunyai
incisura lienalis, serta dapat didorong kearah medial, lateral dan atas. Besarnya limpa
diukur menurut schuffner, yaitu : garis yang menghubungkan titik pada arkus kosta kiri
dengan umbilikus (dibagi 4) dan garis ini diteruskan sampai SIAS kanan yang merupakan
titik VIII. Garis ini digunakan untuk menyatakan pembesaran limpa.

Mengacu pada skenario/kasus, hasil pemeriksaan fisik: suhu 390C, napas 24x/menit, denyut nadi
100x/menit, tekanan darah 90/60, (+) konjungtiva anemis, (+) sklera ikterik, (+) limfadenopati
servikal, aksila dan inguinal, (+) hepatosplenomegaly, (+) petechiae pada ekstremitas atas dan
bawah.

3
Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan pemeriksaan darah tepi dan pemeriksaan
sumsum tulang.

1. Pemeriksaan Darah Tepi


 Anemia: kadar Hb, nilai Ht, jumlah eritrosit menurun.
 Trombositopenia
 Hitung leukosit: meningkat/menurun/normal
 Sediaan hapus darah tepi: Eritrosit normositik normokrom, Eritrosit berinti, Sel
blas bervariasi, +/- pada ANLL, pada sel blas mungkin terdapat Aurer rod.2
2. Pemeriksaan Sumsum Tulang
Dari pemeriksaan sumsum tulang akan ditemukan gambaran yang monoton yaitu hanya
terdiri dari sel limfopoetik patologis sedangkan system lain terdesak (aplasia sekunder).
 Hiperseluler, gambaran monoton, sel blas >30%
 Eritropoesis, trombopoesis tertekan
 Pada LLA  aspirasi sumsum tulang mungkin dry tap (karena serabut retikulin
bertambah)
3. Pemeriksaan Lainnya
 Biopsy limpa
Pemeriksaan ini akan memperlihatkan proliferasi sel leukemia dan sel yang
berasal dari jaringan limpa akan terdesak seperti limfosit normal, RES, granulosit,
pulp cell.
 Cairan serebrospinal
Bila terjadi peninggian jumlah sel (sel patologis) dan protein, maka hal ini berarti
suatu leukemia meningeal. Kelainan ini dapat terjadi pada setiap saat dari
perjalanan penyakit baik pada keadaan remisi maupun pada keadaan kambuh.
Untuk mencegahnya dilakukan pungsi lumbal dan pemberian metotreksat
intratrakeal secara rutin pada setiap penderita baru atau pada mereka yang
menunjukkan gejala tekanan intracranial yang meninggi.

4
Gambar 1. Leukemia Limfositik Akut

Mengacu pada skenario/kasus, hasil pemeriksaan penunjang: Hb 7 g/dL, Ht 22%, leukosit


2000/uL. Pada hitung jenis limfosit blast 85%, neutrophil 15%, trombosit 3000/uL. Aspirasi
sumsum tulang terdapat 60% sel blast, immunophenotyping (+) leukemic cell lymphochytes
type.

Working Diagnosis

Leukemia Limfositik Akut

Leukemia adalah suatu penyakit keganasan pada sistem hematopoiesis yang menyebabkan
proliferasi sel darah yang tidak terkendali. Sel-sel progenitor dapat berkembang pada elemen sel
yang normal, karena peningkatan rasio proliferasi sel dan penurunan rasio apoptosis sel. Hal ini
menyebabkan gangguan dari fungsi sumsum tulang sebagai pembentuk sel darah yang utama
(Kliegman,2007).

Leukemia Limfositik Akut (LLA) adalah suatu penyakit yang berakibat fatal, dimana sel-sel
yang dalam keadaan normal berkembang menjadi limfosit berubah menjadi ganas dan dengan
segera akan menggantikan sel-sel normal di dalam sumsum tulang. Sel kanker ini kemudian
dilepaskan ke dalam aliran darah dan berpindah ke hati, limpa, kelenjar getah bening, otak, ginjal
dan organ reproduksi; dimana mereka melanjutkan pertumbuhannya dan membelah diri.
Diagnosis dibuat berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan darah tepi dan dipastikan oleh
pemeriksaan sumsum tulang atau limpa. Pada stadium ini limpa mungkin tidak membesar,
bahkan gambaran darah tepi masih normal dan hanya terlihat gejala pucat yang mendadak
dengan atau tanpa trombositopenia. Dalam keadaan ini pemeriksaan sumsum tulang dapat

5
memastikan diagnosis. Keluhan panas, pucat, dan perdarahan dapat disebabkan anemia aplastik,
trombositopenia (ITP, ATP, demam berdarah atau infeksi lain). Bila pada pemeriksaan fisik
ditemukan splenomegali, maka diagnosis lebih terarah pada leukemia akut.ATP dan
trombositopenia ‘biasa’ tidak menunjukkan kelainan lain dalam darah tepi, kecuali jumlah
trombosit yang rendah. Bila darah tepi juga menunjukkan granulositopenia dan retikulositopenia
(terdapat pansitopenia), diagnosis lebih condong pada anemia aplastik atau leukemia.3

Proliferasi dari satu jenis sel sering mengganggu produksi normal sel hematopoetik lainya dan
mengarah ke pembelahan sel yang cepat dan sitopenia atau penurunan jumlah, pembelahan dari
sel darah putih meningkatnya kemungkinan terjadi infeksi karena penurunan imun.
Trombositopeni mengakibatkan pendarahan yang dinyatakan oleh ptekie dan ekimosis atau
pendarahan dalam kulit, epistaksis atau pendarahan hidung, hematoma dalam membrane mukosa
serta pendarahan saluran cerna dan saluran kemih. Tulang mungkin sakit dan lunak yang
disebabkan oleh infark tulang. Menurut jenisnya, leukemia dapat dibagi atas leukemia mieloid
dan limfoid. Masing-masing ada yang akut dan kronik. Secara garis besar , pembagian leukemia
adalah sebagai berikut yaitu leukemia limfoid dan leukemia limfoblastik akut (LLA). Kedua
penyakit ini merupakan kanker yang paling sering menyerang anak-anak dibawah umur 15
tahun, dengan puncak insidensi antara umur 3 sampai 4 tahun.

Diagnosis Banding

Leukemia Mielositik Akut

Leukemia mielositik akut disebut juga leukemia mielogenus akut atau leukemia granulositik akut
(LGA) yang dikarakteristikkan oleh produksi berlebihan dari mieloblast. LMA sering terjadi
pada semua usia, tetapi jarang terjadi pada anak-anak. Mieloblast menginfiltrasi sumsum tulang
dan ditemukan dalam darah. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya anemia, perdarahan, dan
infeksi, tetapi jarang disertai keterlibatan organ lain.

Berbeda dengan anggapan umum selama ini, pada pasien LMA tidak selalu dijumpai
leukositosis. Leukositosis terjadi pada sekitar 50% kasus LMA, sedang 15% pasien mempunyai
anggka leukosit yang normal dan sekitar 35% pasien mengalami netropenia. Meskipun demikian
sel-sel blast dalam jumlah yang signifikan di darah tepi akan ditemukan pada 85% kasus LMA.
Oleh karna itu sangat penting untuk memeriksa rincian jenis sel-sel leukosit di darah tepi sebagai

6
pemeriksaan awal, untuk menghindari kesalahan diagnosis pada orang yang diduga menderita
LMA.

Tanda dan gejala utama LMA adalah adanya rasa lelah, perdarahan, dan infeksi yang disebabkan
oleh sindrom kegagalan sumsum tulang sebagaimana disebutkan diatas. Perdarahan biasanya
terjadi dalam bentuk purpura atau petekie yang sering dijumpai di ekstremitas bawah atau berupa
epistaksis, perdarahan gusi dan retina.4

Thalasemia

Thalasemia adalah kelompok kelainan hematologik diturunkan akibat defek sintesis satu atau
lebih rantai globin.5

Thalasemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan dan masuk ke dalam kelompok
hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis hemoglobin akibat
mutasi di dalam atau dekat gen globin. Terjadi penurunan kecepatan sintesis atau kemampuan
produksi satu atau lebih rantai globin a atau b, ataupun rantai globin lainnya, dapat menimbulkan
defisiensi produk sebagian atau menyeluruh rantai globin tersebut. Akibatnya, terjadi talasemia
yang jenisnya sesuai dengan rantai globin yang terganggu produksinya. Pada thalasemia terjadi
pengurangan atau tidak ada sama sekali produksi rantai globin satu atau lebih rantai globin.
Penurunan secara bermakna kecepatan sintesis salah satu jenis rantai globin (rantai α atau rantai
β) menyebabkan sintesis rantai globin yang tidak seimbang. Bila pada keadaan normal rantai
globin yang disintesis seimbang yakni berupa α2β2, maka pada thalassemia – β0, di mana tidak
disintesis samas sekali rantai β, maka rantai globin yang diproduksi berupa rantai α yang
berlebihan. Sedangkan pada thalassemia α0, di mana tidak disintesis sama sekali rantai α, maka
rantai globin yang diproduksi berupa rantai β yang berlebihan.

Manifestasi Klinis

Gejala klinis yang terjadi pada leukemia pada anak disebabkan kurangnya sel darah yang normal,
karena berlebihannya sel darah normal yang membentuk sel darah baru pada sumsum tulang
belakang. Akibatnya anak tidak memiliki sel darah merah, sel darah putih, dan platelet yang
cukup. Hal-hal tersebut dapat diketahui pada pemeriksaan darah, namun dapat juga

7
menyebabkan suatu gejala. Adapun beberapa tanda dan gejala yang ditimbulkan pada anak
dengan leukemia adalah: (American Cancer Society, 2012)

 Lemah dan kulit yang pucat: Tanda-tanda ini merupakan tanda anemia(kurangnya
sel darah merah). Hal ini menyebabkan anak merasa lemah, lelah, pusing, dan
nafas yang pendek. Hal ini juga dapat menyebabkan kulit menjadi pucat.
 Infeksi dan demam: Gejala yang sering ditimbulkan leukemia pada anak adalah
demam. Hal ini sering disebabkan infeksi, bahkan hal ini tidak berpengaruh
setelah diberikan antibiotik sekalipun.
 Mudah berdarah: Pada penderita leukemia sering terjadi mimisan,gusi berdarah,
dan bahkan perdarahan besar pada luka gores yang kecil. Pada kulit terlihat
bercak-bercak kemerahan yang disebabkan perdarahan pada pembuluh darah yang
kecil. Hal ini disebabkan karena kurangnya platelet normal yang berfungsi
memberhentikan perdarahan.
 Nyeri pada tulang atau sendi: Nyeri pada tulang dan sendi disebabkan
penumpukan sel-sel darah muda pada tulang ataupun sendi.
 Perut yang membesar: Gejala yang jelas terlihat adalah hepatomegali dan
spleenomegali. Hal ini terjadi karena penumpukan sel-sel leukemia menumpuk
pada limpa dan hati.
 Penurunan selera makan, penurunan berat badan: Gejala penurunan selera makan
dan penurunan berat badan disebabkan pembesaran dari organ pada abdomen
penderita. Sehingga banyaknya makanan yang bisa masukpun juga berkurang.
 Kelenjar limph yang membengkak: Sel-sel leukemia dapat menyebar pada
kelenjar limph. Hal ini menyebabkan terlihat pembengkakan pada leher, ketiak,
atau tempat lainnya. Untuk mengetahui penyebab pasti biasanya dilakukan biopsi.
 Batuk atau gangguan bernafas: Sel T limfosit pada leukemia juga melibatkan
kelenjat timus yang berada di belakang sternum dan di depan trakea. Pembesaran
dari kelenjar limph dapat menyebabkan batuk.
 Pembesaran pada wajah dan tangan: Pada leukemia, terjadi Superior Vena Cava
(SVC) syndrome. Hal ini disebabkan karena pembesaran kelenjar timus yang
dilalui oleh vena cava superior sehingga menyebabkan pembengkakan wajah dan
tangan penderita.

8
 Nyeri kepala, kejang, muntah: Pada leukemia, terjadi penyebaran ke seluruh
tubuh. Nyeri kepala yang di timbulkan karena sel-sel leukemia telah menyebar
hingga otak. Selain itu pandangan kabur juga menjadi gejala leukemia yang
menyebar hingga sistem saraf pusat.
 Ruam, masalah gusi: Pada penderita leukemia mieloblastik akut terjadi
pembesaran gusi karena sel-sel leukemia menyebar pada gusi.
 Kelemahan pada alat gerak: Gangguan ini jarang ditemukan. Namun hal ini
terjadi karena penumpukan sel-sel leukemia yang sangat banyak pada extremitas.

Etiologi dan Faktor Resiko Leukemia

Etiologi dari leukemia akut masih tidak diketahui. Namun diketahui ada beberapa faktor yang
diduga mempengaruhi, yaitu:

a. Radiasi dan zat ionisasi


b. Bahan-bahan kimia (contohnya, benzene penyebab LMA)
c. Obat-obatan (contohnya, penggunaan bahan-bahan bergugus alkil pada terapi kombinasi
radiasi dapat menyebabkan LMA) (Lanzkowsky P, 2011).

Berdasarkan genetika seseorang, ada beberapa faktor yang diduga mempengaruhi:

a. Kembar identik- apabila anak kembar yang pertama didiagnosa leukemia pada 5 tahun
pertama, maka risiko untuk anak kembar kedua meningkat menjadi 20% didiagnosa
leukemia.
b. Kejadian leukemia pada saudara yang didiagnosa leukemia akan meningkat sebanyak 4
kali lipat dibandingkan pada populasi umum.
c. Gangguan pada kromosom: Trisomy 21 (Down Syndrome) memiliki risiko 95% untuk
mengalami leukemia. Bloom syndrome memiliki risiko 8% untuk mengalami leukemia.
Anemia fanconi memiliki risiko 12% untuk mengalami leukemia.

Berdasarkan penelitian Buffler P.A,et al, 2005, faktor risiko dari penyakit leukemia terdiri atas:

a. Paparan dari pekerjaan orang tua


Setelah sekitar lebih kurang 3 dekade penelitian yang dilakukan, maka hubungan paparan
dari pekerjaan orang tua masih belum jelas. Awalnya hal ini diduga dari paparan

9
hidrokarbon yang ada dalam pekerjaan orang tua, contohnya adalah pegawai pom bensin
yang sering terpapar langsung dengan asap kendaraan tanpa menggunakan masker.
b. Polusi udara
Polusi udara yang dapat menjadi pemicu terjadinya leukemia ada beberapa seperti anak
perokok pasif dari orang tua yang merokok. Hal ini masih menjadi perdebatan apakah
memiliki hubungan sebab-akibat yang jelas atau tidak. Kemudian bahan dari turunan
benzena. Benzena telah terbukti menjadi suatu faktor risiko yang besar untuk terjadi
leukemia. Benzena dapat kita temukan pada makanan, pabrik perindustrian, dan kosmetik
yang digunakan.
c. Pestisida
Pestisida merupakan suatu bahan yang digunakan untuk membunuh hama, serangga,
jamur, dan lain-lain. Pada penelitian ditemukan terdapat hubungan terhirupnya pestisida
melalui udara pada saluran nafas anak dapat menyebabkan leukemia pada anak.
d. Radiasi
Radiasi merupakan suatu bahan yang di gunakan sebagai proses imaging dari seorang ibu
yang hamil. Pada penelitian ini ditemukan hubungan sebab akibat paparan radiasi dari
alat prosedur diagnostik menyebabkan leukemia.
e. Pasien anak yang immunocompromise
Pada pasien yang mengalami transplantasi organ, maka akan terjadi penurunan dari
sistem imunitas tubuh. Hal ini telah terbukti meningkatkan risiko terjadinya leukemia
pada anak.

Epidemiologi

Organisasi kesehatan dunia (WHO) memperkirakan bahwa di Indonesia tiap tahun ada seratus
penderita kanker baru dari 100.000 penduduk dan 2% di antaranya atau 4.100 kasus merupakan
kanker anak. Angka ini terus meningkat lantaran kurangnya pemahaman orang tua mengenai
penyakit kanker dan bahayanya. Leukemia merupakan jenis kanker yang paling banyak terjadi
pada anak (30-40 persen) disusul tumor otak (10-15 persen) dan kanker mata/retinoblastoma (10-
12 persen). Sisanya kanker jenis lain seperti kanker kelenjar getah bening, kanker saraf, dan
kanker ginjal. Data lain menyatakan bahwa di Indonesia terdapat sekitar 80 juta anak dengan
usia dibawah 15 tahun. Sebagian dari anak tersebut merupakan populasi berisiko terkena

10
leukemia. Dari penelitian yang telah dilakukandidapatkan insiden leukemia jenis LLA sebesar
2,5-4,0 per 100.000 anak. Dengan kata lain dapat diestimasi bahwa terdapat 2000-3200 kasus
baru jenis LLA tiap tahunnya. Selain itu juga didapatkan sebanyak 30-40 leukemia anak jenis
LLA ditangani setiap tahun di institusi tersebut di atas.

Patofisiologi

Penyakit leukemia ditandai oleh adanya proliferasi tak terkendali dari satu atau beberapa jenis sel
darah. Hal ini terjadi karena adanya perubahan pada kromosom sel induk sistem hemopoetik
sehingga terjadi hambatan diferensiasi dan sel limfoblas yang neoplastik memperlihatkan waktu
generasi yang memanjang, bukan memendek. Oleh karena itu, akumulasi sel blas terjadi akibat
ekspansi klonal dan kegagalan pematangan progeni menjadi sel matur fungsional.

Leukemia limfoid, atau limfositik akut (acute lymphoid, lymphocytic, leukemia, LLA) adalah
kanker jaringan yang menghasilkan sel darah putih yang imatur atau abnormal dalam jumlah
berlebihan, dan leukosit-leukosit tersebut melakukan invasi ke berbagai organ tubuh. Sel-sel
leukemik berinfiltrasi ke dalam sumsum tulang, mengganti unsur-unsur sel yang normal.
Akumulasi sel blas menghambat produksi normal granulosit, eritrosit, dan trombosit. Akibatnya,
timbul anemia, karena sel darah merah yang dihasilkan tidak mencukupi. Timbul perdarahan
akibat menurunnya jumlah trombosit yang bersirkulasi. Infeksi juga terjadi lebih sering karena
berkurangnya jumlah leukosit normal. Invasi sel-sel leukemik ke dalam organ-organ vital
menimbulkan hepatomegali, splenomegali, dan limfadenopati.

Penatalaksanaan

1. Transfusi darah biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 g%. Pada trombositopenia
yang berat dan perdarahan massif, dapat diberikan transfusi trombosit dan bila terdapat
tanda-tanda DIC dapat diberikan heparin.
2. Kortikosteroid (prednisone, kortison, deksametason, dsb). Setelah dicapai remisi dosis
dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.
3. Sitostatika. Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp, metotreksat atau
MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti vinkristin (Oncovin),
rubidomisin (daunorubicin), sitosin, arabinosid, L-asparaginase, siklofosfamid atau CPA,
adriamisin, dsb. Umumnya sitostatika diberikan dalam kombinasi bersama-sama dengan

11
prednisone. Pada pemberian obat-obatan ini sering terdapat akibat samping berupa alopesia,
stomatitis, leucopenia, infeksi sekunder atau kandidiasis. Hendaknya lebih berhati-hati bila
jumlah leukosit kurang dari 2.000/mm3.
4. Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam kamar yang suci
hama).
5. Imunoterapi merupakan cara pengobatan yang terbaru, setelah tercapai remisi dan jumlah sel
leukemia cukup rendah (105 – 106), imunoterapi mulai diberikan. Pengobatan yang aspesifik
dilakukan dengan pemberian imunisasi BCG atau dengan Corynae bacterium dan
dimaksudkan agar terbentuk antibody yang dapat memperkuat daya tahan tubuh. Pengobatan
spesifik dikerjakan dengan penyuntikan sel leukemia yang telah diradiasi. Gangguan
hematologi pada pasien leukemia dapat disebabkan oleh penyakitnya.
Cara pengobatan

Cara pengobatan yang dilakukan di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI terhadap leukemia
limfositik akut ialah dengan menggunakan protocol sebagai berikut:

 Induksi
Sistemik:
a. VCR (vinkristin): 2 mg/m2/minggu, intravena diberikan 6 kali.
b. ADR (adriamisin): 40mg/m2/2 minggu intravena diberikan 3 kali dimulai pada hari
ketiga pengobatan
c. Prednisone 50mg/m2/hari peroral diberikan selama 5 minggu kemudian tapering off
selama 1 minggu.

SSP: Profilaksis: MTX (metotreksat) 10mg/m2/minggu intratrakeal, diberikan 5 kali


dimulai bersamaan dengan atau setelah VCR pertama.
Radiasi cranial: dosis total 2.400 rad dimulai setelah konsolidasi terakhir
(siklofosfamid)
 Konsolidasi
a. MTX: 15 mg/m2/hari intravena diberikan 3 kali dimulai satu minggu setelah VCR
keenam, kemudian dilanjutkan dengan:
b. 6-MP (6-merkaptopurin): 500 mg/m2/hari peroral diberikan 3 kali

12
c. CPA (siklofosfamid) 800mg/m2/kali diberikan pada akhir minggu kedua dari
konsolidasi
 Rumat
Dimulai satu minggu setelah konsolidasi terakhir (CPA) dengan:
a. 6-MP: 65 mg/m2/hari peroral
b. MTX: 20 mg/m2/minggu peroral dibagi dalam 2 dosis (misalnya Senin dan Kamis)
 Reinduksi
Diberikan tiap 3 bulan sejak VCR terakhir. Selama reinduksi obat-obat rumat dihentikan.
Sistemik:
a. VCR: dosis sama dengan dosis induksi, diberikan 2 kali
b. Prednison dosis sama dengan dosis induksi diberikan 1 minggu penuh dan 1 minggu
kemudian tapering off.

SSP: MTX intratrakeal, dosis sama dengan profilaksis, diberikan 2 kaliSSP: MTX
intratrakeal, dosis sama dengan profilaksis, diberikan 2 kali.

 Imunoterapi
BCG diberikan 2 minggu setelah VCR kedua pada reinduksi pertama. Dosis 0,6 ml
intrakutan, diberikan pada 3 tempat masing – masing 0,2 ml. Suntikan BCG diberikan 3
kali dengan interval 4 minggu. Selama pengobatan ini, obat – obat rumat diteruskan.
 Pengobatan seluruhnya dihentikan setelah 3 tahun remisi terus menerus.
Pungsi sumsum tulang ulangan rutin dilakukan setelah induksi pengobatan (setelah 6
minggu).

Komplikasi

 Kematian mungkin terjadi karena infeksi (sepsis) atau perdarahan yang tidak terkontrol
 Komplikasi yang paling sering terjadi adalah kegagalan leukemia untuk berrespon
terhadap kemoterapi.

13
Prognosis

Gambar 2. Faktor Prognostik Untuk Lamanya Remisi LLA Dewasa

Kesimpulan

Leukemia merupakan penyakit kanker darah yang dapat menyerang orang dewasa maupun
anak-anak, dimana pada anak yang paling sering adalah Leukemia Limfosit Akut (LLA). Pada
leukemia akut, sel darah sangat tidak normal, tidak dapat berfungsi seperti sel normal dan
jumlahnya meningkat secara cepat. Tatalaksananya secara bertahap dan terdiri dari tahapan
induksi (awal), konsolidasi dan pemeliharaan.

14
Daftar Pustaka

1. Burnside, John W.Diagnosis fisik. Edisi 17. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC,
2004. h.172-175, 282-285.
2. Sudiono. Herawati, et al. Leukemia penuntun patologi klinik hematologi, cetakan ketiga.
Jakarta: Biro publikasi fakultas kedokteran ukrida, 2009.
3. Gunadi, Hartono. Leukemia akut. Dasar-dasar pediatri. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 2008.h.209-10.
4. http://ojs.unud.ac.id/index.php/jfu/article/download/7377/5632 . diunduh Senin, 3 Mei
2017, 12:09 AM
5. Chris Tanto, Frans L, Sonia H, Eka AP. Kapita selekta kedokteran. Edisi ke 4. Jakarta:
Media Aesculapius, 2014. h. 59

15

Anda mungkin juga menyukai