Anda di halaman 1dari 10

Pengobatan Anemia Defisiensi Besi pada Anak: Studi Perbandingan Ferrous

Askorbat dan Besi Koloid


Vijay N. Yewale ● Bhupesh Dewan
Abstrak
Objektif Untuk membandingkan efek ferrous askorbat dan besi koloid dalam
pengobatan anemia defisiensi besi pada anak.
Metode Delapan puluh satu anak, berusia 6 bulan hingga 12 tahun, dilakukan
skrining untuk anemia defisiensi besi (IDA) dan yang didiagnosa dengan IDA secara
acak menerima ferrous askorbat atau besi koloid selama periode 12 minggu, masing-
masing anak mendapat elemen besi 3 mg/kgBB/hari. Peningkatan hemoglobin (Hb)
merupakan pengukuran hasil primer. Penilaian dilakukan pada minggu ke-4, minggu
ke-8 dan minggu ke-12.
Hasil Dari 81 anak yang di skrining, 73 anak diikutsertakan dalam studi. Rata-rata
peningkatan Hb pada akhir minggu ke-12 lebih tinggi secara signifikan pada grup
ferrous askorbat dibandingkan grup besi koloid [3.59±1.67 g/dl vs. 2.43±1.73 g/dl;
P<0.01). Proporsi anak yang tidak anemik lagi secara signifikan lebih tinggi pada anak
yang mendapat ferrous askorbat (64.86% vs. 31.03%; P<0.01) dibandingkan besi
koloid.
Kesimpulan Ferrous askorbat memberikan peningkatan kadar hemoglobin yang
lebih tinggi secara signifikan dibandingkan besi koloid. Studi mendukung penggunaan
ferrous askorbat pada kelompok usia pediatri, menyediakan bukti terhadap perannya
sebagai suplemen besi oral dalam pengobatan anemia defisiensi besi.

Kata kunci Anemia – Anak – Hemoglobin - Ferrous askorbat - Besi koloid

Pengantar
Anemia merupakan masalah kesehatan mayor di India, terutama pada wanita dan
anak. Survey Kesehatan Keluarga Nasional ketiga (NFHS-3) [1] (2005-06) menemukan
bahwa prevalensi anemia diantara anak dibawah 5 tahun mencapai 70%. Pada anak,
anemia dapat berakibat kelemahan, pengurangan kapasitas fisik dan mental,
meningkatkan morbiditas dari penyakit infeksi, performa kognitif, perkembangan
motorik, dan pencapaian pembelajaran yang lemah [1]. Beberapa studi menunjukkan
bahwa bahkan anemia sedang (hemoglobin 7 hingga <10 g/dl) berhubungan dengan
penekanan perkembangan mental dan motorik, yang bisa jadi tidak reversibel [2].
Suplementasi besi tetap menjadi strategi penting untuk mencegah maupun
pengobatan anemia defisiensi besi dan dapat menghasilkan perubahan yang besar pada
performa fungsional individu yang kekurangan besi [3]. Garam ferrous konvensional
merupakan subjek oksidasi oleh lingkungan yang bersifat alkali dan kemudian akan
menghasilkan dampak penurunan absorpsi dan meningkatkan efek samping
gastrointestinal (GI) [4]. Ferrous askorbat telah digunakan sebagai besi yang dianjurkan
dalam beberapa studi. Pemberian besi dalam bentuk ferrous askorbat akan
menghantarkan besi ferrous dalam jumlah yang maksimal ke dinding duodenum dan
pada saat yang bersamaan juga menghasilkan efek samping gastrointestinal (GI) yang
minimal [4].
Asam askorbat menunjukkan adanya efek inhibisi fitat, fosfat dan oksalat pada
absorpsi besi. Juga menginhibisi konversi dari ferrous menjadi besi ferric; hal ini akan
menghasilkan peningkatan absorpsi besi. Inhibisi konversi dari ferrous menjadi besi
ferric akan menurunkan jumlah radikal bebas yang dihasilkan, sehingga kemudian akan
meminimalisir efek samping GI. Asam askorbat juga memfasilitasi absorpsi besi dengan
membentuk “kompleks askorbat besi” yang dapat larut, dan dengan menginhibisi
pembentukan khelat [5, 6]. Ferrous askorbat memiliki bioavailabilitas 30.6%-43.7%
pada beberapa studi yang berbeda [4]. Rasio asam askorbat-terhadap-besi (bobot:bobot)
mendekati 6:1 (rasio molar 2:1) telah dilaporkan meningkatkan absorpsi besi 2 hingga
12 kali lipat pada beberapa studi [7].
Terdapat sedikit sekali studi klinis mengenai efek ferrous askorbat sebagai
suplemen besi oral. Studi tersebut secara umum terfokus pada orang dewasa sebagai
populasi studi [4, 6, 8]. Studi ini dilakukan untuk mengevaluasi efek dari ferrous
askorbat dalam pengobatan anak dengan anemia defisiensi besi dan membandingkan
efeknya dengan besi koloid.
Material dan Metode
Studi ini (Studi No: Zuv/Fern/Susp/2/2008) dilakukan pada unit rawat jalan
perawatan tersier rumah sakit pediatri, ‘Dr Yewale’s Hospital & Vashi Criticare’, Navi
Mumbai, India. Studi dilakukan dengan menyesuaikan Deklarasi Helsinki dan
Guideline ICH-GCP (International Conference on Harmonisation-Good Clinical
Practice). Seluruh orang tua pasien memberikan informed consent tertulis sebelum
mengikutsertakan anak mereka dalam studi ini. Protokol telah disetujui oleh ‘Komite
Etik Independen-Jagruti’, Mumbai, India pada Oktober 2008.
Kriteria inklusi yaitu: anak diantara grup usia 6 bulan hingga 12 tahun dipilih jika
mereka mengalami anemia digambarkan dengan hemoglobin (Hb) kurang dari 10 g/dl.
Anemia dengan defisiensi besi didiagnosa berdasarkan Guideline dari Perkumpulan
Gastroenterologi Inggris [9] yang menyertakan kombinasi dari sedikitnya dua dari
kriteria berikut sebagai tambahan Hb <10 g/dl: Mean Cell Volume (MCV) kurang dari
normal (80-100 fl), peningkatan distribusi volume sel darah merah (RDW) dari rentang
normal (11-15%) atau kadar ferritin serum yang rendah (<12 ng/ml namun tidak >100
ng/ml. Kriteria eksklusi utama adalah: Anemia akibat penyebab lain selain anemia
defisiensi besi, penyakit berat yang terjadi bersamaan (kardiovaskular, ginjal dan
hepar), diketahui hipersensitivitas terhadap ferrous askorbat atau preparat besi lainnya,
berbagai jenis keganasan, anak dengan thalassemia mayor/anemia aplastik atau
hipoplastik, anemia sickle cell, anemia hemolitik atau hemoglobinopati dan berbagai
kondisi lain yang menurut pendapat peneliti yang tidak membenarkan pasien untuk
diikutsertakan.
Studi ini bersifat open-label, acak, dan komparatif. Pengobatan ditentukan ketika
tiap computer menghasilkan rangkaian acak, menggunakan software statistik bernama
WINPEPI Versi 8.6. Masing-masing pasien diberikan obat-obatan (ferrous askorbat dan
besi koloid) yang cukup selama 12 minggu penelitian. Pasien ditaksir untuk perubahan
indeks besi dan kejadian yang merugikan pada saat dilakukan penelitian dan pada saat
akhir minggu ke-4, minggu ke-8 dan minggu ke-12. Selama masing-masing kunjungan,
peneliti melakukan pemeriksaan klinis kepada anak, diikuti oleh pengumpulan darah
melalui tusukan vena perifer dengan menggunakan semprit disposable oleh asisten
peneliti yang sudah terlatih. Eliminasi cacing pada anak dilakukan sebagai bagian dari
prosedur rutin sebelum mengikutsertakan anak ke dalam studi. Hitung darah lengkap
rutin (CBC) meliputi hemoglobin, hematokrit, indeks sel darah merah: rata-rata volume
sel (MCV), rata-rata sel hemoglobin (MCH) dan rata-rata konsentrasi hemoglobin per
volume sel darah merah (MCHC), lebar distribusi sel darah merah (RDW) dan hitung
retikulosit ditentukan dengan menggunakan penghitung sel Sysmex KX-21 pada
baseline (Hari 0), minggu ke-4, minggu ke-8, dan minggu ke-12. Ferritin serum diukur
dengan menggunakan kemiluminens immunoassay (CLIA) pada baseline dan minggu
ke-12. Studi HPLC darah dilakukan untuk menyingkirkan hemoglobinopati saat
baseline. Follow up dipastikan dengan cara mengingatkan orang tua mengenai follow
up anak berikutnya via telepon.
Dosis dihitung bahwa masing-masing anak mendapat elemen besi 3
mg/kgBB/hari. Dosis yang diberikan pada masing-masing anak dihitung berdasarkan
berat badan anak yang diukur pada hari pertama pengumpulan sampel darah.
Obat-obatan yang digunakan dalam studi ini: Suspensi ferrous askorbat, tiap 5 ml
mengandung elemen besi 30 mg dan asam folat 500 g; Suspensi besi koloid, tiap 5 ml
mengandung elemen besi 80 mg, asam folat 200 g, dan vitamin B12 2g. Orangtua
diminta untuk mengembalikan botol obat tiap saat visit yang digunakan untuk
mengevaluasi sisa obat dengan tujuan untuk menilai pemenuhan dosis. Jumlah dari
sirup yang digunakan kira-kira dengan jumlah yang diperlukan oleh anak selama
periode studi.
Hasil studi primer adalah peningkatan kadar hemoglobin pada akhir tiap kali visit.
Hasil sekunder meliputi perubahan indeks besi lainnya, angka responder digambarkan
sebagai proporsi anak yang tidak lagi mengalami anemia (Hb ≥11 g/dl untuk anak usia
≤5 tahun dan Hb ≥11.5 g/dl untuk anak diatas usia 5 tahun) [10] pada akhir studi dan
evaluasi keamanan.

Analisis Statistik
Semua data yang dianalisa secara statistik ditampilkan sebagai rata-rata ± standar
deviasi (SD), kecuali dinyatakan sebaliknya. Proporsi pasien dilaporkan dalam
persentase. Tes Fisher’s exact digunakan untuk membandingkan proporsi, dan tes t
student digunakan untuk membandingkan rata-rata. P value kurang dari 0.05
dipertimbangkan sebagai signifikan. Perhitungan ukuran sampel dilakukan berdasarkan
desain parallel superior. Mempertimbangkan adanya 90% kekuatan yang diinginkan,
rasio alokasi 1:1, kemungkinan error tipe I 5%, SD biasa saat baseline 2g/dl dan
perbedaan relevan klinis yang diharapkan 2 g/dl, ditemukan bahwa sampel minimal dari
23 subyek pada masing-masing lengan cukup untuk memberikan hasil yang signifikan
secara statistik.

Hasil
Data Demografik
Anak diikutsertakan dari November 2008 hingga Desember 2009. Dari 81 pasien
yang di skrining, 72 dipilih secara acak. Gambar 1 menunjukkan grafik aliran pasien
sepanjang studi. Data demografik baseline ditunjukkan pada Tabel 1. Distribusi usia
anak yaitu- kurang dari 2 tahun: 72.5% (29/40) dengan ferrous askorbat dan 54.54%
(18/33) dengan besi koloid, antara usia 2 dan 5 tahun: 20.0% (8/40) dengan ferrous
askorbat dan 33.33% (11/33) dengan besi koloid, serta diatas usia 5 tahun: 7.5% (3/40)
dengan ferrous askorbat dan 12.12% (4/33) dengan besi koloid.
Evaluasi Efek
Hemoglobin
Kadar hemoglobin sebelum dan setelah intervensi ditampilkan pada Tabel 2. Pada
akhir minggu ke-12, rata-rata peningkatan Hb adalah 3.59±1.67 g/dl (7.78±1.62 g/dl
hingga 11.38±0.83 g/dl) pada grup ferrous askorbat dan 2.43±1.73 g/dl (7.49±1.88 g/dl
hingga 9.92±1.83 g/dl) pada grup besi koloid; P<0.01 diantara kedua grup. Pada grup
ferrous askorbat, 64.86% anak tidak lagi mengalami anemia (Hb ≥11 g/dl untuk anak
usia ≤5 tahun dan Hb ≥11.5 g/dl untuk anak diatas usia 5 tahun) pada akhir minggu ke-
12 sedangkan pada grup besi koloid hanya 31.03% (Tabel 3). Dengan menerapkan tes
Fisher’s Exact, perbedaan antara rata-rata responder dari kedua grup ditemukan
signifikan secara statistik dengan P<0.01.
Analisis sub gup berdasarkan keparahan anemia ditunjukkan pada Tabel 3. Pada
anak dengan anemia berat (Hb <7 g/dl) saat baseline, rata-rata kenaikan Hb pada akhir
minggu ke-12 lebih tinggi secara signifikan pada grup ferrous askorbat (5.43±1.12 g/dl
vs. 3.14±2.29 g/dl; P<0.01). Pada anak dengan anemia sedang saat baseline, kenaikan
Hb pada grup ferrous askorbat lebih tinggi dibandingkan pada grup besi koloid, namun
tidak mencapai signifikansi secara statistik. Bagaimanapun, ditemukan bahwa proporsi
anak yang tidak lagi mengalami anemia (Hb >11 g/dl) pada grup ini didapatkan bahwa
ferrous askorbat (76.0%, 19/25) secara signifikan lebih tinggi dibandingkan pada anak
yang mendapat besi koloid (42.86%, 9/21); P<0.05 (Tabel 3).

Hematokrit
Saat baseline, 92.5% (37/40) pasien pada grup ferrous askorbat memiliki kadar
hematokrit <36% sedangkan 7.5% (3/40) masih dalam rentang normal (36-44%),
sementara pada grup besi koloid adalah 87.10% (27/31) dan 12.99% (4/31) berturut-
turut. Pada akhir minggu ke-12 , 43.24% (16/37) pasien dari grup ferrous askorbat dan
41.28% (12/29) pasien dari grup besi koloid berada dalam rentang normal.

Mean Corpuscular Volume (MCV)


Saat baseline, seluruh pasien (40/40) dalam grup ferrous askorbat dan 87.10%
(27/31) dari grup besi koloid memiliki MCV kurang dari 80 fL sedangkan 4 pasien
sisanya normositik (80-100 fL). Pada minggu ke-4, peningkatan MCV lebih besar pada
grup ferrous askorbat dengan kenaikan 21.95% dari baseline dibandingkan 6.13% pada
grup besi koloid (Tabel 2)
Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC)
Pada grup ferrous askorbat 97.5% (39/40) pasien memiliki kadar MCHC <32.0
g/dL pada awal pemeriksaan. Satu pasien memiliki kadar MCHC dalam rentang normal
(32.22-35.9 g/dL). Pada grup besi koloid, 93.55% (29/31) pasien memiliki kadar
MCHC <32.0 g/dL sedangkan 6.45% (2/31) berada dalam rentang normal. Pada akhir
minggu ke-12, 75.68% (28/37) dan 50.0% (14/28) pasien pada grup ferrous askorbat
dan besi koloid berada dalam rentang normal.
Ferritin Serum
Saat baseline, 95% (38/40) anak pada grup ferrous askorbat dan 85.29% (29/34)
pada grup besi koloid memiliki kadar ferritin serum dibawah nilai normal. Setelah 12
minggu terapi, peningkatan yang signifikan ditemukan pada kedua grup, dari 7.71±6.79
ng/ml menjadi 98.3±119.2 pada grup ferrous askorbat dan dari 19.6±19.35 menjadi
60.51±78.39 ng/ml pada grup besi koloid. Pada akhir studi, 96.96% (32/33) anak pada
grup ferrous askorbat berada dalam nilai normal sedangkan pada grup besi koloid
sebanyak 53.85% (14/25).

Evaluasi Keamanan
Secara keseluruhan masing-masing formulasi dapat ditoleransi dengan baik. Tidak
ada kejadian merugikan yang serius yang dilaporkan oleh pasien selama pengobatan
anak mereka dengan salah satu dari kedua formulasi besi.
Diskusi
Ferrous askorbat telah digunakan sebagai formulasi besi yang dianjurkan pada
beberapa studi bioavailabilitas besi dan fortifikasi makanan [11-14]. Pada pasien dengan
pembedahan ortopedi dan autotranfusi, mendapatkan terapi besi selama 2 bulan setelah
operasi untuk mencapai hasil yang lebih baik dengan pemberian ferrous askorbat dan
dapat ditoleransi dengan lebih baik dibandingkan dengan pemberian ferrous sulfat [8].
Pada studi perbandingan antara ferrous askorbat dan besi karbonil pada pasien pria dan
pasien wanita yang tidak sedang hamil (usia: 18-60 tahun) yang didiagnosa dengan
IDA, menghasilkan ferrous askorbat memberi kenaikan Hb yang lebih tinggi secara
signifikan dibandingkan besi karbonil (5.03±1.81 g/dL vs. 2.82±1.43 g/dL) setelah 60
hari pemberian [4]. Pada uji coba HERS , 1461 wanita(wanita hamil dan tidak hamil),
diberikan kombinasi ferrous askorbat-asam folat selama 45 hari menunjukkan kenaikan
Hb yang signifikan dari 8.53±1.46 g/dL menjadi 10.90±1.41 g/dL [6].
Fase ke-IV studi ini (post-marketing) dilakukan untuk mengevaluasi dan
membandingkan efek dan keamanan dari dua suplemen besi oral, sebagai pengobatan
anemia defisiensi besi pada populasi pediatri. Masing-masing garam besi yang
digunakan sebagai obat dalam studi ini dipasarkan di India dalam bentuk tablet, sirup
atau drops untuk memfasilitasi keperluannya pada seluruh grup usia. Studi ini
mengikuti desain acak open-label. Dengan demikian, bias oleh peneliti terhadap
pemberian obat dapat dihindari. Lebih lanjut, hasil studi ini berdasarkan pada penilaian
penyelidikan laboratorium (CBC, kadar ferritin dalam darah). Teknisi labor tidak
mengetahui mengenai obat-obatan yang dikonsumsi oleh pasien.
Dosis yang dianjurkan untuk suplemen didasarkan pada berbagai rentang dalam
guideline dari 1 hingga 6 mg elemen besi/kg/hari berdasarkan usia dan berat lahir anak
[15-17]. Dosis 3 mg/kg/hari elemen besi yang digunakan dalam studi ini berdasarkan
The CDC (Centers of Disease Control and Prevention) dan Institut Kedokteran yang
merekomendasikan konseling diet parental, pengobatan dengan garam ferrous oral
dengan dosis 3 mg/kg/hari selama 3 bulan untuk mengembalikan simpanan besi, dan
monitoring hemoglobin atau hematokrit untuk menilai respon [18].
Tingginya drop out pada kunjungan follow up dapat berkontribusi pada kelompok
usia dari populasi studi, pengambilan ulang darah setiap kali visit; durasi studi yang
lama (3 bulan) dan fakta bahwa anemia defisiensi besi ringan atau sedang bisa jadi tidak
menunjukkan gejala alarm yang memerlukan pengobatan segera, mengakibatkan orang
tua tidak terlalu menganggap serius keadaan yang dialami. Studi ini memiliki
keterbatasan pada terminologi ukuran sampel yang lebih kecil, dan luasnya rentang
kelompok usia yang diselidiki. Studi yang akan datang harus mengevaluasi parameter
ini pada kelompok umur yang terpilih. Tidak ada efek samping yang dilaporkan oleh
orang tua pada salah satu dari kedua grup pengobatan. Pada percobaan klinis terkontrol,
insidensi kejadian yang tidak menyenangkan dilaporkan 11% atau kurang [6, 8].
Kesimpulan
Ferrous askorbat lebih efektif dibandingkan besi koloid dalam mengobati anemia
defisiensi besi pada anak ketika masing-masing tersebut diberikan elemen besi dengan
dosis 3 mg/kg tiap hari.
Studi ini menyediakan bukti bahwa ferrous askorbat efektif dan merupakan agen
terapetik yang dapat ditoleransi dengan baik pada kelompok usia pediatri.

Anda mungkin juga menyukai