TINJAUAN PUSTAKA
Balita merupakan individu yang berumur 0-5 tahun, dengan tingkat plastisitas
otak yang masih sangat tinggi sehingga akan lebih terbuka untuk proses pembelajaran
dan pengayaan (Departemen Kesehatan RI, 2009). Balita terbagi menjadi dua
golongan yaitu balita dengan usia satu sampai tiga tahun dan balita dengan usia tiga
Balita BGM adalah balita dengan berat badan menurut umur (BB/U) berada di
bawah garis merah pada KMS. Balita BGM tidak selalu berarti menderita gizi kurang
atau gizi buruk. Akan tetapi, itu dapat menjadi indikator awal bahwa balita tersebut
2.2.1. Pengertian
Pola asuh anak berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal
kasih sayang dan sebagainya. Kesemuanya berhubungan dengan keadaan ibu dalam
hal kesehatan ( fisik dan mental), pendidikan umum, pengetahuan dan keterampilan
tentang pengasuhan anak yang baik, peran dalam keluarga atau di masyarakat, dan
Konsep pola asuh sebagi faktor penentu status gizi anak masih baru bagi
banyak orang diluar bidang gizi. Pola asuh adalah kemampuan keluarga dan
baik. Seperti: apa yang dilakukan orang tua ketika anak sakit, ketika anak tidak mau
makan, ketika sedih, ketika menangis, ketika bertindak agresif atau ketika anak
menentukan pola interaksi ibu dan anak. Pengaruh struktur watak ibu yang mengasuh
anak balita mempunyai efek yang sangat besar dalam hubungan ibu dan anak.
c. Dalam satu keluarga yang utuh yaitu terdiri dari ayah dan ibu.
baiknya pola asuh anak, maka proporsi gizi baik pada anak juga akan semakin besar.
Tetapi sebaliknya di negara timur seperti Indonesia, keluarga besar masih lazim
dianut dan peran ibu seringkali dipegang oleh beberapa orang lainnya seperti nenek,
keluarga dekat lainnya dan bukan pembantu. Tetapi tenyata anak yang dididik dalam
penting nilanya adalah suasana damai dan kasih sayang dalam keluarga (Nadesul,
1995).
Pola asuh anak merupakan praktek pengasuhan yang di terapkan kepada anak
balita dan pemeliharaan kesehatan, fungsi pokok ibu adalah sebagai ibu rumah tangga
serta sebagai pelaku penting dalam kehidupan rumah tangga. Di samping ayah ibu
juga sebagai penentu kesejahteraan keluarga melalui kegiatan sehari- hari didalam
rumah tangga dan kegiatan diluar rumah baik mencari nafkah ataupun kegiatan sosial
(Sulystyorini, 2007).
Masalah gizi dipengaruhi oleh salah satunya adalah pola asuh ibu terhadap
anaknya. Lemahnya kemampuan ibu dan keluarga untuk memberikan pola asuh akan
berakibat pada kejadian gizi kurang bahkan gizi buruk pada anak balita. Agar pola
hidup anak bisa sesuai dengan standar kesehatan, di samping harus mengatur pola
makan yang benar, juga tak kalah pentingnya mengatur pola asuh yang benar pula.
Pola asuh yang benar bisa ditempuh dengan memberikan perhatian yang penuh kasih
sayang pada anak, memberinya waktu yang cukup untuk menikmati kebersamaan
waktu, perhatian, dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan
sebaik- baiknya secara fisik, mental dan sosial. Pengasuhan merupakan faktor yang
sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan dan perkembangan anak berusia di bawah
lima tahun. Masa anak usia 1-5 tahun (balita) adalah masa dimana anak masih sangat
membutuhkan suplai makanan dan gizi dalam jumlah yang memadai pada masa ini
Oleh karena itu, pengasuhan kesehatan dan makanan pada tahun pertama kehidupan
Pola asuh permisif adalah jenis pola mengasuh anak yang cuek terhadap anak.
Jadi apa pun yang mau dilakukan anak diperbolehkan seperti tidak sekolah, bandel,
sebagainya. Biasanya pola pengasuhan anak oleh orangtua semacam ini diakibatkan
oleh orangtua yang terlalu sibuk dengan pekerjaan, kesibukan atau urusan lain yang
akhirnya lupa untuk mendidik dan mengasuh anak dengan baik. Dengan begitu anak
hanya diberi materi atau harta saja dan terserah anak itu mau tumbuh dan berkembang
menjadi apa. Anak yang diasuh orangtuanya dengan metode semacam ini nantinya
bisa berkembang menjadi anak yang kurang perhatian, merasa tidak berarti, rendah
diri, nakal, memiliki kemampuan sosialisasi yang buruk, kontrol diri buruk, salah
bergaul, kurang menghargai orang lain, dan lain sebagainya baik ketika kecil maupun
sudah dewasa.
Pola asuh otoriter adalah pola pengasuhan anak yang bersifat pemaksaan,
keras dan kaku di mana orangtua akan membuat berbagai aturan yang saklek harus
dipatuhi oleh anak-anaknya tanpa mau tahu perasaan sang anak. Orang tua akan
emosi dan marah jika anak melakukan hal yang tidak sesuai dengan yang diinginkan
oleh orang tuanya. Hukuman mental dan fisik akan sering diterima oleh anak-anak
yang telah membesarkannya. Anak yang besar dengan teknik asuhan anak seperti ini
biasanya tidak bahagia, paranoid / selalu berada dalam ketakutan, mudah sedih dan
tertekan, senang berada di luar rumah, benci orangtua, dan lain-lain. Namun di balik
itu biasanya anak hasil didikan ortu otoriter lebih bisa mandiri, bisa menjadi orang
sesuai keinginan orang tua, lebih disiplin dan lebih bertanggung jawab dalam
menjalani hidup.
Pola asuh otoritatif adalah pola asuh orangtua pada anak yang memberi
kebebasan pada anak untuk berkreasi dan mengeksplorasi berbagai hal sesuai dengan
kemampuan anak dengan sensor batasan dan pengawasan yang baik dari orangtua.
Pola asuh ini adalah pola asuh yang cocok dan baik untuk diterapkan para orang tua
kepada anak-anaknya. Anak yang diasuh dengan tehnik asuhan otoritatif akan hidup
ceria, menyenangkan, kreatif, cerdas, percaya diri, terbuka pada orang tua,
menghargai dan menghormati orangtua, tidak mudah stres dan depresi, berprestasi
Pola makan adalah cara seseorang, kelompok orang dan keluarga dalam
memilih jenis dan jumlah bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang
atau lebih dan mempunyai khas untuk satu kelompok tertentu (Lie, 1985).
Penanaman pola makan yang beraneka ragam makanan harus dilakukan sejak bayi,
saat bayi masih makan nasi tim, yaitu ketika usia baru enam bulan ke atas, ibu harus
tahu dan mampu menerapkan pola makan sehat (Widjaja, 2007). Pola asuh makan
Kasus gizi buruk banyak terjadi pada kelompok balita sehingga dikatakan
sebagai kelompok rentan karena pada usia tersebut merupakan masa pertumbuhan
yang pesat di mana memerlukan zat gizi yang optimal. Sampai saat ini masalah
kesehatan dan gizi masih diprioritaskan untuk kelompok balita karena rentan terhadap
masalah kesehatan dan gizi, pada masa tersebut merupakan periode penting dalam
proses tumbuh kembang. Pada masa ini proses tumbuh kembang berlangsung sangat
cepat disebut dengan masa keemasan (golden age), di mana pada masa ini otak
berkembang sangat cepat dan akan berhenti saat anak berusia tiga tahun. Balita yang
makanan relatif lebih banyak dengan kualitas yang lebih baik dan bergizi (Sutomo,
2010).
daya keluarga seperti pendidikan dan pengetahuan ibu, pendapatan keluarga, pola
pengasuhan, sanitasi dan penyehatan rumah, ketersediaan waktu serta dukungan ayah,
sebagai faktor yang memengaruhi status gizi. Pola pengasuhan turut berkontribusi
terhadap status gizi anak, salah satu pola pengasuhan yang berhubungan dengan
perlindungan bagi anaknya. Masa lima tahun pertama merupakan masa yang akan
datang menentukan bentuk, fisik, psikis, maupun intelegensinya sehingga masa ini
perawatan bagi anak dimulai sejak bayi lahir sampai dewasa misalnya sejak bayi lahir
Perawatan adalah kasih sayang yang diberikan ibu kepada anak untuk
aman pada anak akan tumbuh apabila ia selalu berada dengan ibunya dan
memperoleh air susu ibu sesuai dengan kebutuhan dan apabila sakit ibu selalu
menyimpan obat dan membawa ke rumah sakit atau pelayanan kesehatan. Perawatan
yang baik pada anak ibu memberikan penjelasan yang jernih tentang apa yang harus
dilakukan anak, ketentuan yang kokoh tentang apa yang tidak boleh dilakukan dan
memberikan penghargaan, ini merupakan prilaku yang baik dan cara yang efektif
untuk mendorong anak menjadi anggota keluarga dan masyarakat yang produktif,
orangtua dan anggota keluarga yang lain perlu melibatkan dalam perawatan anak.
Peran seorang ayah dapat memenuhi kebutuhan anak terhadap cinta kasih sayang dan
dorongan serta menjamin anak untuk memperoleh gizi yang baik dan perawatan
Masa bayi dan balita sangat renta terhadap penyakit, seperti flu, diare, atau penyakit
lainnya. Jika anak sering menderita penyakit dapat menghambat atau mengganggu
proses tumbuh kembangnya. Kesehatan anak harus mendapat perhatian dari pada
orangtua, yaitu dengan cara segera membawa anaknya yang sakit ke tempat
1. Apabila kecukupan gizi terganggu karena anak sulit makan atau nafsu makan
Praktek perawatan kesehatan anak dalam keadaan sakit adalah salah satu
aspek pola asuh yang dapat mempengaruhi status gizi anak, membaik praktek
pengasuhan kesehatan adalah hal-hal yang dilakukan untuk menjaga status kesehatan
pada anak apabila si anak menderita sakit dan tindakan pencegahan terhadap penyakit
sehingga anak tidak sampai terkena suatu penyakit (Zeitlin dkk, 1990).
Praktek perawatan kesehatan anak yang baik dapat ditempuh dengan cara
memperhatikan keadaan gizi anak, kelengkapan imunisasi, kebersihan diri anak dan
lingkungan dimana anak berada serta upaya ibu dalam hal mencari pengobatan
terhadap anak apabila sakit ibu membawa anak ke tempat pelayanan kesehatan seperti
Pelayanan gizi dan kesehatan untuk anak balita dapat dilaksanakan dengan
kesehatan yang baik meliputi posyandu, puskesmas, program kesehatan keluarga dan
fisik maupun ekonomi (sesuai daya beli) oleh setiap 30 keluarga termasuk mereka
Balita perlu diperiksakan kesehatannya dibidan atau dokter bila sakit sebab
mereka masih mempunyai resiko yang tinggi untuk terserang penyakit. Adapun
kesehatannya adalah:
1. Imunisasi
posyandu maka orang tua dapat mengetahui pertumbuhan anaknya (Marimbi, 2010).
Pengetahuan ibu tentang kesehatan dan gizi mempunyai hubungan yang erat
dengan pendidikan. Anak dari ibu dengan latar belakang pendidikan yang tinggi
mungkin akan dapat kesempatan untuk hadir dan tumbuh kembang dengan baik.
Membesarkan anak sehat tidak hanya dengan kasih sayang belaka namun seorang ibu
perlu keterampilan yang baik. Kurangnya pengetahuan tentang gizi akan kemampuan
mempunyai anak dengan status gizi yang baik. Tingkat pengetahuan gizi ibu akan
berpengaruh terhadap sikap perawatan anak serta dalam perawatan memilih makanan.
Menurut Suharjo (1996) suatu hal yang meyakinkan tentang pentingnya pengetahuan
1. Tingkat pengetahuan sangat penting dalam meningkatkan status gizi yang optimal.
2. Pengetahuan gizi seseorang akan mempengaruhi status gizinya jika makanan yang
pertumbuhan tubuh.
3. Dengan adanya ilmu gizi masyarakat dapat belajar menggunakan pangan untuk
perbaikan gizi.
ibu dalam keluarga sebagai pengelola makanan. Ibu yang tidak tau gizi makanan,
akan menghidangkan makanan yang tidak seimbang gizinya. Berbagai faktor yang
secara tidak langsung mendorong terjadinya gangguan gizi terutama pada balita
keterbatasan penghasilan keluarga, dan jarak kelahiran yang rapat (Marimbi, 2010).
asupan gizi pada anak tidak terpenuhi dengan baik maka proses tumbuh kembang
anak akan terhambat, anak bisa mengalami penyakit kurang gizi. Anak yang
mengalami defesiensi gizi pada umur semakin muda, kemungkinan besar akan
(Sediaoetama, 2008).
Gizi balita tergantung penuh oleh ibunya, jika ibu tahu dan memperhatikan
gizi balitanya, ibu akan mencari info tentang gizi yang baik untuk balita dan berusaha
memberi yang terbaik untuk balitanya. Karena pengetahuan ibu berpengaruh pada
perilaku ibu dalam memenuhi gizi balitanya. Semakin baik pengetahuan ibu tentang
perilaku hidup sehat. Tingkat pendidikan gizi yang lebih tinggi akan memudahkan
dan gaya hidup sehari-hari khususnya dalam kesehatan dan gizi (LIPI, 2000).
Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting dalam tumbuh
kembang anak, karena dengan pendidikan yang baik, maka orangtua dapat menerima
segala informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan anak yang baik,
orang tua merupakan salah satu faktor yang penting dalam tumbuh kembang anak,
karena dengan pendidikan yang baik maka orang tua dapat menerima segala
sesuatu yang datang dari luar, seperti sikap atau penerimaan anjuran atau nasehat.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Imam Hadi (2005), menunjukan bahwa
terdapat hubungan bermakna antara pendidikan ibu dengan status gizi balita, dalam
prevalensi berat badan rendah adalah 13% lebih tinggi daripada anak yang ibunya
setingkat SMP atau lebih (23%). Menurut Adisasmito (2007), mengatakan unsur
pelayanan kesehatan, menjaga kebersihan lingkungan bebas dari penyakit. Ibu yang
fasilitas kesehatan pelayanan kesehatan yang ada dari ibu yang tidak memiliki
timbal balik antara kurang gizi dan kemiskinan. Kemiskinan merupakan penyebab
pokok akar masalah gizi buruk, proporsi anak gizi kurang dan gizi buruk berbanding
persentase anak yang kekurangan gizi sebaliknya semakin tinggi pendapatan semakin
dari pengeluaran rumah tangga Indonesia, disamping itu Winarno juga menambahkan
salah satu penyebab malnutrisi (kurang gizi) disebabkan oleh faktor ekonomi dan
sosial budaya yang secara nyata telah memberikan gambaran menyeluruh mengenai
masalah gizi di daerah masyarakat miskin. Hubungan pendapatan dan gizi dalam
untuk perbaikan kesehatan dan gizi. Sebaliknya jika rendahnya pendapatan seseorang
maka daya beli berkurang sehingga kemungkinan kebiasaan makan dan cara-cara lain
perbaikan kesehatan dan keadaan gizi. Sedangkan pendapatan yang rendah akan
Indikator dari masalah gizi dapat diketahui dari taraf ekonomi keluarga dan
ukuran yang dipakai adalah garis kemiskinan. Stabilitas keluarga dengan ukuran
tidak stabil akan sangat rentan terhadap penyakit gizi kurang, dan kurangnya
(Soegeng, 2005).
peroleh dan banyaknya anggota keluarga yang harus diberi makan dengan jumlah
pendapatan yang rendah. Kebanyakan keluarga telah merasa lega kalau mereka telah
dapat mengkonsumsi makanan pokok (nasi, jagung) dua kali sehari dengan lauk
pauknya kerupuk dan ikan asin, bahkan tidak jarang mereka telah lega kalau mereka
telah dapat mengkonsumsi nasi atau jagung cukup dengan sambal dan garam
(Kartasapoetra, 2005).
kondisi yang umum, sehingga perlu mendapat perhatian yang serius karena
akses pada sumber daya dan dalam memperoleh pelayanan serta prasarana untuk
membutuhkan makanan dengan cukup zat gizi demi masa depan mereka sehingga
yang pesat. Anak balita merupakan kelompok umur yang paling sering menderita
Kondisi gizi salah di Indonesia yang terbanyak termasuk berat badan di bawah
garis merah kebanyakan disebabkan oleh konsumsi pangan yang tidak mencukupi
kebutuhan badan. Kondisi gizi salah terutama diderita oleh anak-anak yang sedang
tumbuh dengan pesat yaitu kelompok balita (bawah lima tahun) dimana
kebutuhan makanan apalagi untuk berbagai jenis makanan yang beraneka ragam.
Hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang gizi terlihat nyata pada
akan lebih mudah memenuhi kebutuhan makannya jika yang harus dilayani
dalam keluarga. Keadaan demikian juga dapat mengakibatkan perhatian ibu terhadap
perawatan anak menjadi berkurang, karena perhatian ibu dalam merawat dan
membesarkan anak balita dapat terpengaruh bila banyak anak yang dimiliki. Bila
besar keluarga bertambah maka porsi makanan untuk setiap anak berkurang
(Notoatmodjo, 2007).
berpengaruh terhadap tingkat konsumsi pangan, jumlah anggota keluarga yang besar
dibarengi dengan distribusi pangan yang tidak merata sehingga menyebabkan anak
besarnya tanggungan keluarga akan semakin kecil tingkat konsumsi pangan untuk
keluarga semakin besar pula pangan yang harus tersedia (Suharni, 1995).
menderita oleh karena penghasilan keluarga harus digunakan oleh banyak orang.
dengan pemenuhan kebutuhan gizi yang dipengaruhi oleh konsumsi makanan. Dalam
hal ini faktor selera dari masing-masing anggota keluarga sangat berpengaruh, karena
tidak semua anggota keluarga menyukai jenis makanan yang sama (Suhardjo, 2003).
Diantara semua anggota keluarga, anak yang paling kecil biasanya yang
paling terpengaruh jika terdapat kekurangan pangan. Dan situasi seperti ini terjadi
jika besar keluarga bertambah. Menurut penelitia terdahulu yang dilakukan oleh Mia
Sarah, (2008) menemukan bahwa jumlah anggota keluarga yang banyak dapat
mengakibatkan status gizi anggota keluarga terutama anak menjadi buruk. Jumlah
sementara jumlah anak banyak, maka diperlukan pembagian makan yang merata
didalam keluarga tersebut. Dalam acara makan misalnya anak- anak yang lebih kecil
kakaknya yang makannya lebih cepat dan dengan porsi tiap suapan yang lebih besar.
Masyarakat sebagai satu kelompok yang secara relatif terpisah dari kelompok
organisasi suatu masyarakat dan cara peraturan ini menjadi suatu simbol yang
disebarkan yang merupakan bagian yang menjadi isi kandungan budaya sebuah
kepercayaan, seni, moral, hukum, adat dan kesanggupan serta serta kebiasaan yang
diperoleh oleh manusia sebagai anggota sebuah masyarakat. Atau dengan kata lain
konsep dari suatu sistem serta peraturan dan makna, yang pernyataannya tergambar
bahasa tubuh. Konsep tentang kehidupan, dan sikap terhadap kehidupan, sakit dan
bentuk kemalangan lain, yang mempunyai implikasi yang penting terhadap kesehatan
gunakan oleh masyarakat. Misalnya, budaya tidak pernah homogen, dan dengan itu
pula seseorang selalu mengelak dari pada menggunakan kenyataan umum untuk
peranan yang senantiasa dilihat berdasarkan konteksnya. Konteks itu terdiri dari
beberapa unsur-unsur sejarah, ekonomi, sosial, politik, geografi. Ini berarti budaya
faktor-faktor lain. Maka kepercayaan budaya dan perilaku budaya yang asli dapat
dipisahkan dari kontek ekonomi. Misalnya seseorang bertindak seperti makan hanya
separoh dari makanan, tinggal di rumah yang sempit, dan tidak berobat ke dokter
pada pada saat sakit. Kegiatan budaya suatu keluarga pada kelompok masyarakat
mempunyai pengaruh yang kuat dan lestari terhadap apa, kapan, dan bagaimana
penduduk makan. Kebanyakan tidak hanya menentukan jenis pangan saja, tetapi
untuk siapa dan dalam keadaan bagaimana pangan tersebut dimakan (Sunarti, 1990).
yang diajarkan secara turun temurun kepada seluruh anggota keluarganya padahal
keadaan lingkungan,agama, adat dan kebiasaan masyarakat. Sampai saat ini aspek
(Suhardjo, 2003).
dianggap tabu untuk dikonsumsi karena alasan-alasan tertentu, sementara itu ada
pangan yang dinilai sangat tinggi baik dari segi sosial karena mempunyai peranan
yang penting dalam hidangan makanan pada suatu perayaan yang berkaitan dengan
agama atau kepercayaan. Banyak budaya yang kadang kala merugikan kesehatan
masyarakat, contohnya pada beberapa kasus yang terjadi yang pernah dijumpai.
defisiensi vitamin A yang prevalensinya cukup tinggi, keadaan ini timbul akibat
larangan anak-anak untuk mengkonsumsi papaya dan sayuran hijau karena pangan
tersebut dianggap bersifat dingin, padahal bahan makanan tersebut tersedia cukup
kepercayaan yang diturunkan oleh nenek moyangnya dan pengalaman yang dimiliki.
dijelaskan diatas, ada yang memberikan dampak positif dan ada juga yang negatif.
Dampak negatif berupa masukan zat gizi yang tidak sesuai dengan kebutuhan tubuh
serta kualitas konsumsi yang juga masih tergolong rendah (Suhardjo, 1998).
Pengetahuan Ibu
Pendidikan Ibu
Pendapatan Keluarga
Jumlah anggota keluarga
Budaya/ tradisi
Balita BGM
Pola asuh
ibu, pendapatan keluarga dan jumlah anggota keluarga dan budaya akan
mempengaruhi pola asuh. Pola asuh yang meliputi pola asuh makan, pola asuh
kesehatan dan pelayanan kesehatan akan mempengaruhi status gizi balita. Status gizi
karakteristik keluarga baik dan pola asuh balita BGM baik, maka status gizi balita.
Namun, apabila pola asuh balita BGM dan karakteristiknya rendah, maka status gizi