Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

Dermatitis seboroik adalah penyakit papuloskuamosa kronis , penyakit inflamasi dengan


pola karakteristik untuk kelompok usia yang berbeda . Pityrosporum ovale mungkin adalah
faktor penyebab. Sering ditemukan pada bagian tubuh dengan konsentrasi folikel sebaseus yang
tinggi dan aktif termasuk wajah, kulit kepala, telinga, dan badan bagian atas. 6
Perkiraan prevalensi dermatitis seboroik dibatasi oleh tidak adanya kriteria diagnostik
divalidasi serta skala penilaian keparahan. Namun, sebagai salah satu gangguan kulit yang paling
umum, mempengaruhi 11,6% dari populasi umum dan hingga 70% dari bayi dalam tiga bulan
pertama kehidupan memiliki kondisi ini. Orang dewasa, kejadian puncak pada dekade ketiga dan
keempat dari kehidupan.7
Penyebabnya belum diketahui pasti. Diduga spesies dari genus Malassezia furfur yaitu
2
Pityrosporum ovale yang berperan dalam patogenesis dermatitis seborik. Hal ini disebabkan
adanya respon terhadap ketokonazol dan selenium sulfida mengindikasikan adanya jamur yang
patogen.1
Dermatitis seberoik berhubungan erat dengan keaktifan glandula sebasea. Glandula
tersebut aktif pada bayi baru lahir, kemudian menjadi tidak aktif selama 9-12 tahun akibat
stimulasi hormone androgen dari ibu berhenti. Dermatitis seberoik pada bayi terjadi pada bulan-
bulan pertama, kemudian jarang pada usia akil balik dan insidennya mencapai puncak pada usia
18-40 tahun, kadang-kadang pada umur tua. 9
Lesi kulit ditandai dengan perubahan warna menjadi agak kekuningan, kemerahan,
inflamasi infilrat, berminyak, skuama tipis, krusta dan batasnya agak kurang jelas. Pasien dengan
keluhan gatal biasanya terjadi pada daerah kulit kepala dan liang telinga. Dermatitis seboroik
yang ringan hanya mengenai kulit kepala berupa skuama-skuama yang halus, mulai dari bercak
kecil yang kemudian mengenai seluruh kulit kepala dengan skuama-skuama yang halus dan
kasar. 9

Dermatitis seberoik berbeda dengan psoriasis vulgaris dan dan kandidosis. Pada psoriasis
vulgaris skuamanya lebih tebal dan putih seperti mika, sedangkan kandidosis disebabkan oleh
jamur candida yang dapat bersifat akut dan subakut dengan eritema berwarna merah cerah
berbatas tegas dan terdapat satelit-satelit di sekitarnya.

Ada dua pengobatan yang dapat kita berikan pada pasien yang didiagnosis dermatitis
seberoik yaitu pengobatan sistemik dan topical. Pengobatan sistemik dapat diberikan prednisone
20-30 mg sehari, sedangkan obat topikalnya dapat diberikan resorsin 1-3%, sulfur praesipitatum
4-20% dapat digabung dengan asam salisilat 3-6%, dapat diberikan pula lotion keratolitik.

Dermatitis seboroik biasanya bertahan selama beberapa tahun. Lesi terlihat membaik
pada saat musim panas dan kembali meningkat pada musim gugur atau pada saat suhu lebih
dingin. Lesi yang luas dapat terjadi sebagai hasil dari pengobatan topical yang tidak tepat atau
karena paparan sinar matahari. Kekambuhan yang terjadi khususnya pada kulit kepala, dapat
berhubungan dengan alopesia. Pada bayi dan remaja, dermatitis seboroik akan membaik seiring
dengan pertambahan usia, dan dapat sembuh dengan penggunaan terapi yang tepat.1,10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 EPIDEMIOLOGI
Perkiraan prevalensi dermatitis seboroik dibatasi oleh tidak adanya kriteria diagnostik
divalidasi serta skala penilaian keparahan. Namun, sebagai salah satu gangguan kulit yang paling
umum, mempengaruhi sekitar 2 itu 11,6% dari populasi umum dan hingga 70% dari bayi dalam
tiga bulan pertama kehidupan mungkin memiliki kondisi tersebut. Di antara orang dewasa,
kejadian puncak pada dekade ketiga dan keempat dari kehidupan.7

2.2 ETIOLOGI

Penyebabnya belum diketahui pasti. Diduga spesies dari genus Malassezia furfur yaitu
2
Pityrosporum ovale yang berperan dalam patogenesis dermatitis seborik. Hal ini disebabkan
adanya respon terhadap ketokonazol dan selenium sulfida mengindikasikan adanya jamur yang
patogen.1
Stres, kelelahan, cuaca ekstrim, kulit berminyak dan keramas atau pembersihan kulit
yang jarang membuatnya lebih buruk. Dermatitis seboroik adalah salah satu manifestasi kulit
paling umum pada penderita AIDS. Onset biasanya terjadi sebelum perkembangan gejala AIDS.
9
Penyakit medis yang berat, termasuk penyakit parkinson, cedera kepala, dan stroke juga
berhubungan dengan dermatitis seboroik.6,8

2.3 PATOGENESIS

Mekanisme dermatitis seboroik sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun
dermatitis seboroik erat dengan keaktifan glandula sebasea. Banyak penelitian telah dilakukan
untuk menghubungkan penyakit ini dengan infeksi bakteri atau Pitysporum ovale yang
merupakan flora normal manusia. Pertumbuhan Pitysporum ovale yang berlebihan dapat
mengakibatkan reaksi inflamasi, baik akibat produk metabolitnya yang masuk ke dalam
epidermis, maupun karena sel jamur itu sendiri, melalui aktifasi sel limfosit T dan sel
Langerhans.9
Dermatitis seberoik berhubungan erat dengan keaktifan glandula sebasea. Glandula
tersebut aktif pada bayi baru lahir, kemudian menjadi tidak aktif selama 9-12 tahun akibat
stimulasi hormone androgen dari ibu berhenti. Dermatitis seberoik pada bayi terjadi pada bulan-
bulan pertama, kemudian jarang pada usia akil balik dan insidennya mencapai puncak pada usia
18-40 tahun, kadang-kadang pada umur tua. 9

2.4 GAMBARAN KLINIS


Lesi kulit ditandai dengan perubahan warna menjadi agak kekuningan, kemerahan,
inflamasi infilrat, berminyak, skuama tipis, krusta dan batasnya agak kurang jelas. Pasien dengan
keluhan gatal biasanya terjadi pada daerah kulit kepala dan liang telinga. Dermatitis seboroik
yang ringan hanya mengenai kulit kepala berupa skuama-skuama yang halus, mulai dari bercak
kecil yang kemudian mengenai seluruh kulit kepala dengan skuama-skuama yang halus dan
kasar. Kelainan tersebut disebut pitiriasis sikka (ketombe, dandruff).9
Ketombe biasanya merupakan manifestasi awal dari seboroik dermatitis. Pada tahap
selanjutnya, eritema perifollikular dan skuama secara bertahap meluas membentuk bercak yang
berbatas tegas, atau menyatu untuk melibatkan bagian terbesar dari kulit kepala dan melampaui
batas rambut depan sebagai 'korona seborrhoeica'. Dalam kasus-kasus kronis mungkin ada
beberapa derajat rambut rontok, yang reversibel bila peradangan ditekan. Bentuk dermatitis
seboroik biasanya dimulai sekitar 1 minggu setelah lahir dan dapat bertahan selama beberapa
bulan. Awalnya, skuama terlihat berminyak ringan di daerah depan kepala dan vertex, yang
dapat meluas selama peradangan ke seluruh kulit kepala, dan akhirnya bisa menjadi skuama-
skuama dan krusta meliputi sebagian besar kulit kepala (cradle cap). Lesi yang meluas, biasanya
intensitas lebih rendah, mungkin timbul pada wajah, lipatan retroaurikuler, leher, badan dan
ekstremitas proksimal. Dermatitis seboroik dapat bersama-sama dengan akne yang berat. Jika
meluas terjadi eritroderma, pada bayi disebut penyakit Leiner.2,9
Penyakit Leiner (Leiner’s Disease) adalah suatu gangguan pada bayi yang merupakan
komplikasi dari dermatitis seboroik dan biasanya ditemukan eritema universal dan skuama
(eritroderma), biasanya terdapat anemia, diare, dan muntah, sering juga diikuti dengan infeksi
bakteri sekunder. Kelainan pada kulit yang terjadi pada penyakit leiner yaitu berupa eritema
diseluruh tubuh (universalis) disertai skuama kasar.
Gambar 1a Gambar 1b Gambar 1c
Gambar 1a, 1b & 1c. Dermatitis seboroik pada bayi.2,10
Ditelinga dapat terjadi kemerahan dan skuama berminyak, dan krusta sering berkembang
di daerah lipatan. Adanya krusta dan skuama dapat meluas ke dalam kulit kepala yang
berdekatan. Kedua sisi pinna, wilayah periaurikuler dan sisi leher juga terlibat. Otitis eksterna
yang mudah iritasi dapat menyertai dermatitis seboroik di bagian lain, atau dapat terjadi
sendirian. Terdapat skuama di kanal telinga dan lubang telinga, biasanya ditandai dengan rasa
gatal. 3

11
Gambar 2a Gambar 2b 10

Gambar 2a dan 2b memperlihatkan dermatitis pada liang telinga.

Pada wajah khas seboroik, melibatkan bagian medial alis, glabela dan lipatan nasolabial.
Daerah yang mengalami eritem dan skuama, biasanya berhubungan dengan keterlibatan kulit
kepala. Batas dari kelopak memerah ditutupi oleh skuama putih yang kecil. Krusta kuning juga
bisa terbentuk, dan menyebabkan bisul kecil, penyembuhan akan membentuk bekas luka yang
menimbulkan kerusakan folikel bulu mata.
Gambar 3a gambar 3b
Gambar 3a dan 3b menggambarkan letak dermatitis seberoik di bagian wajah.4,12

Pada daerah tubuh, yang paling sering pada daerah dada, hal ini sering terlihat di laki-laki
di dada bagian depan dan interskapuler. Lesi awal kecil merah-coklat papula folikular, ditutupi
oleh skuama berminyak.
Pada daerah lipatan terutama di aksila, lipatan paha, daerah anogenital dan umbilikus,
dermatitis seboroik muncul sebagai intertrigo yang difus, eritema tidak berbatas tegas dan
skuama berminyak. Alat kelamin bisa terlibat, dan lesi menunjukkan eritema minimal dan
skuama untuk dermatitis yang lebih parah.

Gambar 4 a Gambar 4b

Gambar 4a : dermatitis seberoik pada chest dan axilla.


Gambar 4b : dermatitis seberoik di kepala 2,3
2.5 DIAGNOSIS
Diagnosis dermatitis seboroik sebagian besar dapat ditentukan dari anamnesis dan
pemeriksaan klinis. Pada anamnesis penyakit ini lebih sering terkena di daerah kulit kepala, alis,
kelopak mata, lipatan nasolabial, bibir, telinga, daerah sternum, aksila, lipatan di bawah
payudara, umbilikus, lipatan paha, dan sekitar bokong. Kekambuhan seringkali terjadi dan dipicu
oleh kelelahan atau stres.3

Gambar 5. Tempat predileksi Dermatitis Seboroik.12


Kelainan kulit terdiri atas eritema dan skuama yang berminyak dan agak kekuningan,
batasnya kurang tegas. Penampilan kulit kepala dermatitis seboroik bervariasi dari ringan,
skuama yang luas, tebal atau krusta. Plak jarang terjadi. Dari kulit kepala, dermatitis seboroik
dapat menyebar ke dahi, bagian belakang leher, dan kulit belakang telinga, seperti pada
psoriasis.8,9
Distribusi mengikuti daerah berminyak dan rambut-bantalan kepala dan leher, seperti
kulit kepala, dahi, alis, garis bulu mata, lipatan nasolabial, janggut, dan kulit postaurikuler. Pada
bayi, bagian depan dari kulit kepala ditutupi dengan skuama-skuama kekuningan dan kumpulan
debris-debris epitel disebut cradle cap.9,10
2.6 DIAGNOSIS BANDING

1. PSORIASIS VULGARIS

Psoriasis merupakan penyakit autoimun, bersifat kronis dan residif. Ditandai dengan
adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis dan
transparan; disertai fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner..3,9

Gambar 6: psoriasis vulgaris 2


2. KANDIDOSIS

Kandidosis adalah penyakit jamur, yang bersifat akut atau subakut disebabkan oleh
spesies Candida, biasanya oleh spesies Candida albicans dan dapat mengenai mulut, vagina,
kulit, kuku, bronki, atau paru, kadang – kadang dapat menyebabkan septikemia, endokarditis,
atau meningitis.9

2.7 PENATALAKSANAAN

a. Non Medikamentosa
 Edukasi kebersihan
Pembersihan yang tepat dan keramas cukup untuk mengontrol dermatitis seboroik ringan.
Langkah-langkah sederhana ini yang paling sering diabaikan. Hal ini terutama untuk
pasien wanita lebih tua yang jarang keramas. Pasien perlu diberitahu tentang pola
pembersihan dan perawatan kulit agar mereka mengubah kebiasaannya. Setelah
diberitahu, beberapa pasien suka mengubah perilaku, sementara yang lain ada pula lebih
memilih untuk mempertahankan kebiasaan mereka dan bergantung sepenuhnya pada
obat untuk kontrol.8
b. Medikamentosa
 Pengobatan sistemik
Pengobatan sistemik diindikasikan hanya pada penyakit yang luas atau pada kasus yang
refrakter. Dapat digunakan antijamur sistemik seperti, itrakonazol, ketokonazol, dan
terbinafin dengan mempertimbangkan efek samping dan biayanya. Agen anti jamur dari
golongan azol dapat digunakan sebagai terapi denyut dengan flukonazol dosis 200 mg per
hari sekali seminggu atau itrakonazol 100 mg dua kali sehari selama satu minggu dalam 1
bulan hingga terjadi perbaikan. Ketokonazol sistemik juga efektif tetapi memiliki risiko
yang lebih besar dari efek samping yang serius.8,10
Kortikosteroid sistemik dapat diberikan pada kasus yang berat dengan dosis prednison
20-30 mg sehari yang diturunkan perlahan setelah ada perbaikan. Selain itu dapat pula
diberikan isotretinoin sistemik pada kasus yang rekalsitran dengan dosis 0,1-0,3
mg/kgBB/hari yang memiliki efek untuk mengurangi aktivitas sebasea.9,10
 Pengobatan Topikal
1. Steroid topikal
Steroid secara dramatis dapat meningkatkan pengobatan dermatitis seboroik. Karena
steroid aman, efektif, dan terapi murah bila diresepkan dengan tepat. Produk yang
mengandung hidrokortison, desonid, dan aklometason sangat efektif. Ini tersedia dalam
krim vanishing dan lotion ringan. Komposisi dasar seringkali sama pentingnya dengan
bahan aktif. Pada kulit wajah dan badan diterapi dengan steroid potensi rendah seperti,
hidrokortison, desonid, dan aklometason. Pemberian kortikosteroid jangka panjang yang
tidak terkontrol dapat memicu timbulnya efek samping seperti fenomena rebound, steroid
rosasea, dan dermatitis perioral.8,10
2. Antijamur topikal
Dilaporkan pemberian antijamur topikal khususnya golongan imidazol
memberikan hasil yang baik berkisar antara 63-90% setelah pemberian selama 4 minggu.
Golongan imidazol yang dapat digunakan antara lain itrakonazol, mikonazol, flukonazol,
ekonazol, bifonazol, klimbazol, siklopiroks, dan siklopiroksolamin. Yang paling sering
digunakan adalah ketokonazol krim 2% telah dibuktikan efektif dan telah disetujui untuk
pengobatan dermatitis seboroik.9,10
Pengobatan blefaritis seboroik memiliki pengobatan khusus dan unik, bahkan
dermatitis seboroik yang sering diabaikan. Kelopak mata merah dan bersisik dan sering
ada konjungtivitis terkait, yang sangat simtomatik. Blefaritis ini biasanya merespon
dengan cepat untuk pengobatan singkat sodium sulamid solution 10%. Chlortetracycline
dan tetracycline mata juga efektif.
 Shampo
Ada beberapa jenis shampo yang tersedia dan efektif terhadap dermatitis seboroik.
Kebanyakan produk-produk mengandung zinc pyrithione, selenium sulfida, belerang,
parachlorometaxylenol, atau derivat tar. Shampo ini tersedia tanpa resep dengan berbagai
bahan-bahan umum yang menghambat pertumbuhan Pityrosporum ovale yang
menghasilkan ragi kulit yang terlibat dalam penyebab dermatitis seboroik.8,9
Beberapa contoh shampo pengobatan, yaitu11:
o Shampo keratolitik tar - sulfur atau asam salisil,
o Zinc pyrithione,
o Shampo selenium sulfida 2,5%,
o Shampo ketokonazol 2%.
 Fototerapi
Pasien sering mengalami perbaikan selama musim panas. Efek inhibisi langsung dari
UVA dan UVB pada ragi Malassezia dikultur dari kulit telah secara eksperimen
dikonfirmasi. Dalam sebuah studi prospektif terbuka, 18 pasien dengan dermatitis
seboroik berat diobati dengan Narrow-band UVB 3 kali per minggu sampai sembuh
setelah menyelesaikan 2 bulan terapi.9
Kasus - kasus yang telah mempunyai faktor konstitusi agak sukar disembuhkan,
meskipun penyakitnya dapat terkontrol. Faktor predisposisi hendaknya diperhatikan, misalnya
stres dan kurang tidur.9

2.8 KOMPLIKASI

Eritroderma eksfoliatif (eritrodermaseboroik) dengan lesi generalisata dapat terjadi.


Onikodistrofi, ketidak seimbangan elektrolit, dan disregulasi thermal merupakan beberapa tanda
yang dapat ditemukan pada pasien tersebut. Eritroderma seboroik dengan diare dan gagal
tumbuh pada bayi( penyakitLeiner ) di kaitkan dengan berbagai gangguan immunodefisiensi
termasuk, defisiensi C3 , imunodefisiensi gabungan yang berat , hypogammaglobulinemia , dan
hyperimmunoglobulinemia.1,10

2.9 PROGNOSIS

Dermatitis seboroik biasanya bertahan selama beberapa tahun. Lesi terlihat membaik
pada saat musim panas dan kembali meningkat pada musim gugur atau pada saat suhu lebih
dingin. Lesi yang luas dapat terjadi sebagai hasil dari pengobatan topical yang tidak tepat atau
karena paparan sinar matahari. Kekambuhan yang terjadi khususnya pada kulit kepala, dapat
berhubungan dengan alopesia. Pada bayi dan remaja, dermatitis seboroik akan membaik seiring
dengan pertambahan usia, dan dapat sembuh dengan penggunaan terapi yang tepat.1,10
BAB III

KESIMPULAN

Dermatitis seboroik merupakan sebuah penyakit kronik yang sangat umum terjadi,
ditandai dengan adanya eritema dan skuama pada daerah yang memiliki kelenjar minyak aktif,
seperti pada wajah, kulit kepala, dada dan pada daerah lipatan.

Penyakit ini dapat dialami oleh bayi, remaja, dan kebanyakan dialami oleh orang yang
berusia antara 20 hingga 50 tahun. Lebih banyak ditemukan pada pria di banding wanita dan
dialami oleh 2-5% populasi.

Penyebabnya belum diketahui pasti. Diduga spesies dari genus Malassezia furfur yaitu
Pityrosporum ovale yang berperan dalam patogenesis dermatitis seboroik.

Lesi pada kulit ditandai dengan perubahan warna kulit menjadi kemerahan ataupun putih
keabuan, dapat disertai dengan skuama berminyak, papul dengan ukuran bervariasi, atau macula
yang berbatas tegas. Pasien dengan keluhan gatal biasanya terjadi pada daerah kulit kepala dan
liang telinga. Dermatitis seboroik yang ringan hanya mengenai kulit kepala berupa skuama-
skuama yang halus, mulai dari bercak kecil yang kemudian mengenai seluruh kulit kepala
dengan skuama-skuama yang halus dan kasar.Kelainan tersebut disebut pitiriasis sikka (ketombe,
dandruff).

Pembersihan yang tepat dan keramas cukup untuk mengontrol dermatitis seboroik ringan.
Pengobatan sistemik diindikasikan hanya pada penyakit yang luas atau pada kasus yang
refrakter. Dapat digunakan antijamur sistemik seperti, itrakonazol, ketokonazol, dan terbinafin
dengan mempertimbangkan efek samping dan biayanya. Antijamur topical paling sering
digunakan adalah ketokonazol krim 2%. Kortikosteroid sistemik dapat diberikan pada kasus
yang berat. Kortikosteroid topical seperti hidrokortison,desonid, danaklometason juga sangate
fektif.

Dermatitis seboroik merupakan penyakit kronik dan banyak dialami, dengan terapi yang
tepat, dermatitis seboroik dapat membaik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Wolff K, Johnson RA. Seborrheic dermatitis. Fitzpatrick’s color atlas & synopsis of clinical
dermatology 7th ed. Massachuets: The McGraw-Hill Companies. 2009. p. 48-51.
2. Fritsch PO, Reider N. Seborrheic dermatitis. In: Bolognia JM, Jorizzo JL, Rapini RP, editors.
Dermatology 2nd ed. USA: Mosby Elsevier. 2008. p. 1-6
3. James WD. Seborrheic dermatitis. Andrew’s disease of the skin: clinical dermatology 10th ed.
Pennsylvania: Saunders Elsevier. 2006. p. 191-3.
4. Goldman. Ausiello. Cecil Medicine 23rd Edicition. Saunders (USA) 2017. Chapter 398. p.1-7
5. Hadiyani, M. Widiyahningrum,I. Wibiayu,A. Info POM Berkenalan Dengan Produk Darah.
Jakarta: Ged. Pusat Informasi Obat dan Makanan. 2014.
6. Habif TF. Seborrheic dermatitis. Clinical dermatology a color guide to diagnosis and
therapy 4th ed. USA: Mosby Elsevier. 2004. p. 242-5.
7. Berk T, Scheinfeld N. Dermatitis seborrheic. June 2010. [online]. [cited 2012
February17]:[5screens]. Available from URL: http://www.ncbi.nlm.nih .gov/pmc/articles
8. Trozak DJ, Tennenhouse DJ, Russel JJ. Seborrheic dermatitis. Dermatology skills for
primary care. New Jersey: Humana Press. 2006. p. 67-75.
9. Djuanda A. Dermatosis eritroskuamosa. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editor.
Ilmu penyakit kulit dan kelamin edisi 6. Jakarta: FKUI. 2010. hal. 200-3.
10. Plewig G, Jansen T. Seborrheic dermatitis. In: Wolff K, Katz LAGS, et all editors.
Fitzpatrick’s dermatology in general medicine 8th ed. USA: McGraw-Hill. 2008. p. 219-25
11. John C, H. Seborrheic Dermatitis, Acne, and Rosacea. Sauer’s Manual of skin Diseases, 9th
ed. 2006.

Anda mungkin juga menyukai