Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kehamilan serviks adalah kehamilan dimana nidasi terjadi pada
kanalis servikalis, sehingga dinding serviks menjadi tipis dan membesar.
Kehamilan servisk merupakan bagian dari salah satu jenis kehamilan
ektopik. Kehamilan serviks merupakan kehamilan serviks yang langka.
Dees (1966) memperkirakan insidennya adalah 1:18.000 kehamilan.
Kehamilan ektopik didefinisikan sebagai setiap kehamilan yang
terjadi di luar kavum uteri. Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang
berbahaya bagi wanita yang bersangkutan berhubung dengan besarnya
kemungkinan terjadi keadaan yang gawat. Keadaan gawat dapat terjadi
apabila kehamilan ektopik terganggu. Kehamilan ektopik merupakan
keadaan emergensi yang menjadi penyebab kematian maternal selama
kehamilan trimester pertama, karena janin pada kehamilan ektopik
secara nyata bertanggung.
Frekuensi dari kehamilan ektopik dan kehamilan intrauteri dalam
satu konsepsi yang spontan terjadi dalam 1 dalam 30.000 atau kurang.
Angka kehamilan ektopik per 1000 diagnosis konsepsi, kehamilan atau
kelahiran hidup telah dilaporkan berkisar antara 2,7 hingga 12,9. Angka
kejadian kehamilan ektopik dari tahun ke tahun cenderung meningkat.
Diantara faktor-faktor yang terlibat adalah meningkatnya pemakaian
alat kontrasepsi dalam rahim, penyakit radang panggul, usia ibu yang
lanjut, pembedahan pada tuba, dan pengobatan infertilitas dengan terapi
induksi superovulasi.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kehamilan Normal
Pada kehamilan normal, telur yang sudah dibuahi akan melalui
tuba falopi menuju ke uterus. Dalam beberapa jam setelah pembuahan
terjadi, mulailah pembelahan zigot. Dalam 3 hari terbentuk kelompok sel
yang sama besarnya dan disebut stadium morula. Dalam ukuran yang
sama ini hasil konsepsi disalurkan terus ke pars ismika dan pars
interstitialis tuba (bagian-bagian tuba yang sempit) dan terus ke arah
kavum uteri oleh arus serta getaran silia pada permukaan sel-sel tuba dan
kontraksi tuba. Dalam kavum uteri, hasil konsepsi mencapai stadium
blastula. Blastula dilindungi oleh simpai yang disebut trofoblas, yang
mampu menghancurkan dan mencairkan jaringan. Ketika blastula
mencapai rongga rahim, jaringan endometrium dalam keadaan sekresi.
Jaringan endometrium ini banyak mengandung sel-sel desidua.
Blastula dengan bagian yang berisi massa sel dalam (inner-cell
mass) akan masuk ke dalam desidua, menyebabkan luka kecil yang
kemudian sembuh dan menutup lagi. Pada saat nidasi terkadang
terjadi sedikit perdarahan akibat luka desidua (tanda Hartman).
Nidasi terjadi pada dinding depan atau belakang uterus (korpus), dekat
pada fundus uteri. Blastula yang berimplantasi pada rahim akan
mulai tumbuh menjadi janin.

Gambar 1. Proses implantasi normal di endometrium uterus

2
2.2 Kehamilan Ektopik
2.2.1 Definisi
Kehamilan ektopik didefinisikan sebagai setiap kehamilan yang
terjadi di luar kavum uteri, yaitu bila sel telur yang dibuahi berimplantasi
dan tumbuh di luar endometrium kavum uteri. Kehamilan ekstrauterin
tidak sinonim dengan kehamilan ektopik karena kehamilan pada
par interstitialis tuba dan kanalis servikalis masih termasuk dalam uterus
tetapi jelas bersifat ektopik.

Gambar 2. Lokasi kehamilan Ektopik


2.2.2 Epidemiologi

Frekuensi dari kehamilan ektopik dan kehamilan intrauteri dalam


satu konsepsi yang spontan terjadi dalam 1 dalam 30.000 atau kurang.
Angka kehamilan ektopik per 1000 diagnosis konsepsi, kehamilan atau
kelahiran hidup telah dilaporkan berkisar antara 2,7 hingga 12,9. Angka
kejadian kehamilan ektopik dari tahun ke tahun cenderung meningkat.
Diantara faktor-faktor yang terlibat adalah meningkatnya pemakaian
alat kontrasepsi dalam rahim, penyakit radang panggul, usia ibu yang
lanjut, pembedahan pada tuba, dan pengobatan infertilitas dengan terapi
induksi superovulasi.
Angka kejadian kehamilan ektopik di Amerika Serikat
meningkat dalam dekade terakhir yaitu dari 4,5 per 1000 kehamilan pada
tahun 1970 menjadi 19,7 per 1000 kehamilan pada tahun 1992.

3
Kehamilan ektopik masih menjadi penyebab kematian utama pada ibu
hamil di Kanada yaitu berkisar 4% dari 20 kematian ibu pertahun.
Pada tahun 1980-a kehamilan ektopik menjadi komplikasi yang
serius dari kehamilan, terhitung sebesar 11% kematian maternal terjadi
di Amerika Serikat.
Di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta angka kejadian
kehamilan ektopik pada tahun 1987 ialah 153 di antara 4.007 persalinan
atau 1 di antara 26 persalinan.
Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik
berumur antara 20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Frekuensi
kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara 0-14,6%.
Sekurangnya 95 % implantasi ektopik terjadi di tuba Fallopii. Di
tuba sendiri, tempat yang paling sering adalah pada ampulla,
kemudian berturut-turut pada pars ismika, infundibulum dan fimbria, dan
pars intersisialis. Implantasi yang terjadi di ovarium, serviks, atau
cavum peritonealis jarang ditemukan.

4
2.2.3 Faktor Risiko
Ada berbagai macam faktor yang dapat menyebabkan kehamilan
ektopik. Namun kehamilan ektopik juga dapat terjadi pada wanita tanpa
faktor risiko. Lebih dari setengah kehamilan ektopik yang berhasil
diidentifikasi ditemukan pada wanita tanpa ada faktor resiko.
Faktor risiko kehamilan ektopik adalah :
1. Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya
Merupakan faktor risiko paling besar untuk kehamilan ektopik.
Angka kekambuhan sebesar 15% setelah kehamilan ektopik pertama
dan meningkat sebanyak 30% setelah kehamilan ektopik kedua.
2. Penggunaan kontrasepsi spiral dan pil progesterone
Kehamilan ektopik meningkat apabila ketika hamil masih
menggunakan kontrasepsi spiral (3-4%). Pil yang mengandung
hormon progesteron juga meningkatkan kehamilan ektopik karena
dapat mengganggu pergerakan sel rambut silia di saluran tuba
yang membawa sel telur yang sudah dibuahi untuk berimplantasi ke
dalam rahim.
3. Kerusakan dari saluran tuba
a Faktor dalam lumen tuba:
 Endosalpingitis dapat menyebabkan lumen tuba menyempit
atau membentuk kantong buntu akibat perlekatan endosalping.
 Pada Hipoplasia uteri, lumen tuba sempit dan berkeluk-keluk
dan hal ini disertai gangguan fungsi silia endosalping.
 Operasi plastik tuba dan sterilisasi yang tak sempurna
dapat menjadi sebab lumen tuba menyempit.
b Faktor pada dinding tuba:
 Endometriosis tuba dapat memudahkan implantasi telur
yang dibuahi dalam tuba.
 Divertikel tuba kongenital atau ostium assesorius tubae dapat
menahan telur yang dibuahi di tempat itu.
c Faktor di luar dinding tuba :

5
 Perlekatan peritubal dengan ditorsi atau lekukan tuba dapat
menghambat perjalanan telur.
 Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan
lumen tuba
d Faktor lain :

 Migrasi luar ovum yaitu perjalanan dari ovarium kanan ke


tuba kiri atau sebaliknya. Hal ini dapat memperpanjang
perjalanan telur yang dibuahi ke uterus, pertumbuhan telur
yang terlalu cepat dapat menyebabkan implantasi prematur.
 Fertilisasi in vitro.

2.2.4 Patologi
Proses implantasi ovum yang dibuahi yang terjadi di tuba
pada dasarnya sama dengan halnya di kavum uteri. Telur di tuba
bernidasi secara kolumner atau interkolumner. Implantasi secara
kolumner yaitu telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot
endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya
vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan kemudian
diresorpsi. Pada nidasi secara interkolumner telur bernidasi antara
dua jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup, maka telur
dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang menyerupai
desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua
di tuba tidak sempurna, dengan mudah vili korialis menembus
endosalping dan masuk ke dalam lapisan otot-otot tuba dengan merusak
jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya
bergantung pada beberapa faktor, seperti tempat implantasi, tebalnya
dinding tuba dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi
trofoblas.
Di bawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari korpus
luteum graviditas dan trofoblas, uterus menjadi besar dan lembek.

6
Endometrium dapat pula berubah menjadi desidua. Setelah janin
mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi dan kemudian
dikeluarkan berkeping-keping atau dilepaskan secara utuh. Perdarahan
pervaginam yang dijumpai pada kehamilan ektopik terganggu berasal
dari uterus dan disebabkan oleh pelepasan desidua yang degeneratif.
Tuba bukanlah tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi,
sehingga tidak mungkin janin tumbuh secara utuh seperti dalam uterus.
Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6
sampai 10 minggu. Terdapat beberapa kemungkinan mengenai nasib
kehamilan dalam tuba yaitu :
1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorpsi
Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat
mati karena vaskularisasi kurang dan dengan mudah terjadi resorpsi
total. Dalam keadaan ini penderita tidak mengeluh apa-apa dan
haidnya terlambat untuk beberapa hari.
2. Abortus kedalam lumen tuba
Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-
pembuluh darah oleh villi koriales pada dinding tuba di tempat
implantasi dapat melepaskan mudigah dari dinding tersebut
bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis. Pelepasan ini
dapat terjadi sebagian atau seluruhnya. Bila pelepasan menyeluruh,
mudigah dan selaputnya dikeluarkan dalam lumen tuba dan kemudian
didorong oleh darah ke arah ostium tuba abdominale. Perdarahan
yang berlangsung terus menyebabkan tuba membesar dan kebiru-
biruan (Hematosalping) dan selanjutnya darah mengalir ke rongga
perut melalui ostium tuba, berkumpul di kavum douglas dan akan
membentuk hematokel retrouterina.
3. Ruptur dinding tuba
Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus
dan biasanya pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars
interstitialis terjadi pada kehamilan yang lebih lanjut. Faktor

7
utama yang menyebabkan ruptur ialah penembusan villi koriales ke
dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum. Ruptur dapat
terjadi secara spontan atau karena trauma ringan. Darah dapat
mengalir ke dalam rongga perut melalui ostium tuba abdominale. Bila
ostium tuba tersumbat, ruptur sekunder dapat terjadi. Dalam hal ini,
dinding tuba yang telah menipis oleh invasi trofoblas, pecah karena
tekanan darah dalam tuba. Kadang-kadang ruptur terjadi di arah
ligamentum latum dan terbentuk hematoma intraligamenter antara 2
lapisan ligamentum tersebut. Jika janin hidup terus, dapat terjadi
kehamilan intraligamenter.
Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin dapat keluar dari
tuba, tetapi bila robekan tuba kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil
konsepsi dikeluarkan dari tuba. Nasib janin bergantung pada tuanya
kehamilan dan kerusakan yang diderita. Bila janin mati dan masih
kecil, dapat diresorpsi seluruhnya, dan bila besar dapat diubah
menjadi litopedion.
Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi
oleh kantong amnion dan dengan plasenta masih utuh kemungkinan
tumbuh terus dalam rongga perut, sehingga terjadi kehamilan ektpik
lanjut atau kehamilan abdominal sekunder. Untuk mencukupi
kebutuhan makanan bagi janin, plasenta dari tuba akan meluaskan
implantasinya ke jaringan sekitarnya misalnya ke sebagian uterus,
ligamentum latum, dasar panggul dan usus.

2.2.5 Jenis Kehamilan Ektopik


1. Kehamilan Pars Interstisialis Tuba
Kehamilan ektopik ini terjadi bila ovum bernidasi pada pars
interstisialis tuba. Keadaan ini jarang terjadi dan hanya satu persen
dari semua kehamilan tuba. Rupture pada keadaan ini terjadi
pada kehamilan lebih tua, dapat mencapai akhir bulan keempat.

8
Perdarahan yang terjadi sangat banyak dan bila tidak segera
dioperasi akan menyebabkan kematian.
Tindakan operasi yang dilakukan adalah laparatomi untuk
membersihkan isi kavum abdomen dari darah dan sisa jaringan
konsepsi serta menutup sumber perdarahan dengan melakukan irisan
baji (wegde resection) pada kornu uteri dimana tuba pars interstisialis
berada.
2. Kehamilan ektopik ganda
Sangat jarang kehamilan ektopik berlangsung bersamaan
dengan kehamilan intrauterine. Keadaan ini disebut kehamilan ektopik
ganda (combined ectopic pregnancy). Frekuensinya berkisar 1 di
antara 15.000 – 40.000 persalinan. Di Indonesia sudah dilaporkan
beberapa kasus.
Pada umumnya diagnosis kehamilan dibuat pada waktu
operasi kehamilan ektopik yang terganggu. Pada laparotomi
ditemukan uterus yang membesar sesuai dengan tuanya kehamilan
dan 2 korpora lutea.
3. Kehamilan ovarial
Kehamilan ovarial primer sangat jarang terjadi. Diagnosis
kehamilan tersebut ditegakkan atas dasar 4 kriteria dari Spiegelberg,
yakni :
a Tuba pada sisi kehamilan harus normal
b Kantong janin harus berlokasi pada ovarium
c Kantong janin dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum
ovary proprium
d Jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan dalam dinding
kantong janin
Diagnosis yang pasti diperoleh bila kantong janin kecil
dikelilingi oleh jaringan ovarium dengan trofoblas memasuki alat
tersebut. Pada kehamilan ovarial biasanya terjadi rupture pada
kehamilan muda dengan akibat perdarahan dalam perut. Hasil

9
konsepsi dapat pula mengalami kematian sebelumnya sehingga tidak
terjadi rupture, ditemukan benjolan dengan berbagai ukuran yang
terdiri atas ovarium yang mengandung darah, vili korialis dan
mungkin juga selaput mudigah.

4. Kehamilan servikal
Kehamilan servikal juga sangat jarang terjadi. Bila ovum
berimplantasi dalam kavum servikalis, maka akan terjadi perdarahan
tanpa nyeri pada kehamilan muda. Jika kehamilan berlangsung terus,
serviks membesar dengan ostium uteri eksternum terbuka sebagian.
Kehamilan servikal jarang melampaui 12 minggu dan biasanya
diakhiri secara operatif oleh karena perdarahan. Pengeluaran hasil
konsepsi pervaginam dapat menyebabkan banyak perdarahan,
sehingga untuk menghentikan perdarahan diperlukan histerektomi
totalis.
Paalman dan Mc ellin (1959) membuat kriteria klinik sebagai berikut:
a Ostium uteri internum tertutup

b Ostium uteri eksternum terbuka sebagian

c Seluruh hasil konsepsi terletak dalam endoservik

d Perdarahan uterus setelah fase amenore tanpa disertai rasa nyeri


e Serviks lunak, membesar, dapat lebih besar dari fundus uteri,
sehingga terbentuk hour-glass uterus
5. Kehamilan ektopik lanjut
Merupakan kehamilan ektopik dimana janin dapat tumbuh
terus karena mendapat cukup zat-zat makanan dan oksigen dari
plasenta yang meluaskan implantasinya ke jaringan sekitar
misalnya ligamentum latum, uterus, dasar panggul, usus dan
sebagainya. Dalam keadaan demikian, anatomi sudah kabur.
Kehamilan ektopik lanjut biasanya terjadi sekunder dari kehamilan

10
tuba yang mengalami abortus atau ruptur dan janin dikeluarkan dari
tuba dalam keadaan masih diselubungi oleh kantung ketuban dengan
plasenta yang masih utuh yang akan terus tumbuh terus di tempat
implantasinya yang baru.
Angka kejadian kehamilan ektopik lanjut di RSCM, Jakarta
dari tahun 1967 – 1972 yaitu 1 di antara 1065 persalinan. Berbagai
penulis mengemukakan angka antara 1 : 2000 persalinan sampai
1 : 8500 persalinan.
2.2.6 Kejadian dan Lokasi Kehamilan Ektopik
Lokasi Persentase
Tuba fallopii 98%
Amoula tuba 93%
Isthmus tuba 4%
Interstisial tuba 2%
Kehamilan ektopil sevikal 0.1%
Kehamilan ovarial 0.5%
Kehamilan abdominal 0.03%
Kehamilan intertisial 0.01%

Bentuk Hamil Syaratnya Gambaran Kliniknya


Ektopik Istimewa
Hamil ektopik di 1. Tuba harus intak 1. Jarang terjadi sekitar 0.05-
ovarium 2. Gestasi harus terdapat pada posisi 0.07 %
normal ovarium 2. Spiegelberg menetapkan
3. Gestasi harus berhubungan dengan kriteria pada tahun 1878
uterus melalui ligamentum ovarii dan sampai saat ini diakui
4. Gambaran histologis jaringan 3. Sebagian besar akan
ovarium terdapat pada dinding mengalami ruptura pada
gestasi trimester pertama
Hamil abdominal 1. Tuba dan ovarium normal 1. Dikemukakan studdiford th
primer 2. Tidak terdapat fistula utero- 1942 dan diterima
plasenter 2. Kehamilan abdominal

11
3. Implantasi umumnya disekitar lanjut sulit dibedakan
uterus, ovarium dan CD dengan abdominal
sekunder
Hamil abdominal Terjadi reimplantasi dari hasil konsepsi 1. Kejadiannya jarang
sekunder yang telah mengalami : 2. Tindakan operasinya
1. Ruptura tuba berbahaya akibat
2. Ekspulsi dari osteum tuba perdarahan yang sulit
eksternumnya dihentikan
3. Ekspulsi dari fistula utero-
plasenter
Kehamilan tuba 1. Sebagian besar terjadi pada tuba Kehamilan ektopik kornual
primer fallopii dapat menjadi besar dan
2. Kehamilan interstisial dapat berbahaya dengan akibat
menjadi besar bahkan aterm perdarahan dalam jumlah yang
3. Vaskularisasinya cukup baik besar dan mendadak sehingga
4. Kadang-kadang disebut kehamilan keterlambatan dapat
ektopik kornual menimbulkan kematian
maternal dan perinatal tinggi
Kehamilan ektopik 1. Kehamilan ektopik pecah menuju Menurut King, kejadiannya 1 di
intra ligamentum ligamentum latum di antara lapisan antara 50.000-200.000
depan dan belakang ligamentum kehamilan
2. Implantasi plasentanya luas
sehingga sulit untuk dilepaskan
saat operasi (rektum, vesika
urinaria, dinding depan vagina)
Hamil ektopik pada 1. Terjadi kehamilan pada uterus 1. Kejadiannya sekitar 1
uterus rudimenter bikornu yang tidak berhubungan dalam 100.000 kehamilan
dengan uterus besarnya 2. Syarat ini dikemukakan
2. Terjadi kehamilan akibat migrasi oleh : 1911-Robin., 1959-
eksternal Mc.Elin
3. Dapat sampai aterm, tetapi
mengalami riptur uteri
Hamil ektopik 1. Implantasi harus terjadi antara dua
servikalis osteum uteri internum/eksternum
2. Implantasi harus berkaitan dengan
kelenjar endometrial serviks

12
3. Implantasi berada dibawah plika
uteroservikalis atau dibawah
masuknya a.uterina
4. Bagian janin tidak berada dalam
kavum uteri
Uterotropik hamil 1. Kejadian kehamilan kombinasi 1. Kejadiannya sangat jarang
ektopik antara hamil ektopik bersamaan 2. Terjadi oleh karena :
dengan hamil intrauteri superfekundasi, superfetasi
2. Manifestasi kliniknya tergantung
dari hamil ektopiknya: pecah atau
masih intak

13
2.3 Kehamilan Serviks
2.3.1 Definisi
Kehamilan serviks adalah kehamilan dimana nidasi terjadi pada
kanalis servikalis, sehingga dinding serviks menjadi tipis dan membesar.

2.3.2 Insiden Kehamilan Serviks


Kehamilan serviks merupakan kehamilan serviks yang langka.
Dees (1966) memperkirakan insidennya adalah 1:18.000 kehamilan.
Insidennya meningkat karena sebagian disebabkan oleh reproduksi dengan
bantuan, tetapi terutama setelah fertilisasi in vitro dan transfer embrio.
Menurut pisarska dan Carson (1999) riwayat dilatasi dan kuretasi
ditemukan pada 70 persen kasus.
Pada satu tipikal, endoserviks dikikis oleh trofoblas, dan kehamilan
terus berkembang di dinding serviks fibrosa. Lama kehamilan tergantung
pada tempat implantasi embrio. Semakin tinggi implantasinya di kanalis
servikalis, semakin besar kapasitasnya untuk tumbuh dan menyebabkan
perdarahan

2.3.3 Gejala Kehamilan Serviks

Terdapat tanda-tanda hamil muda yang jarang berlanjut, biasanya


hanya sampai 3-4 bulan kehamilan sudah terganggu dan terjadi perdarahan
pervaginam yang kadangkala bisa hebat, sehingga untuk terapinya perlu
dilakukan total histerektomi.
Perdarahan pervaginam yang tidak nyeri terjadi pada 90 persen
kehamilan sevikal, dan sepertiga diantaranya mengalami perdarahan masif.
Hanya seperempat yang mengalami nyeri abdomen denga perdarahan.
Seiring dengan berlanjutnya kehamilan, serviks yang berdinding tipis dan
teregang serta os eksternum yang terbuka sebagian dapat terlihat jelas.
Diatas masa serviks tersebut, dapat dipalpasi fundus uteri yang sedikit

14
membesar. Kehamilan serviks jarang melampaui 20 minggu, dan biasanya
diterminasi secara bedah karena perdarahan.
Dengan demikian, identifikasi kehamilan serviks didasarkan pada
tingginya tingkat kecurigaan klinis yang dipastikan dengan ultrasonografi.
Temuan ultrasonografi meliputi uterus yang kosong dan terisinya kanalis
servikalis oleh produk gestasi. Bila masih terdapat keraguan, MRI sering
kali dapat mengkonfirmasi diagnosis, dan menggunakan doppler berwarna
untuk menentukan luasnya implantasi.

2.3.4 Diagnosis
Rubin dkk. (1983) menguraikan kriteria patologis untuk
menetapkan diagnosis kehamilan serviks :
1. Kelenjar serviks harus terletak diseberang perlekatan plasenta.
2. Perlekatan plasenta ke serviks harus erat.
3. Plasenta harus berada dibawah jalan masuk pembuluh darah uterus
atau dibawah lipatan peritoneum pada permukaan anterposterior
uterus.
4. Bagian-bagian tubuh janin harus tidak berada di korpus uterus

2.3.5 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Bedah
Di masa lalu, histerektomi sering kali merupakan satu-satunya
pilihan yang tersedia karena adanya resiko perdarahan hebat yang
menyertai upaya pengangkatan kehamilan servikal. Bahkan dengan
histerektomi, peradarahan sangat banyak, dan cedera saluran kemih
sering terjadi akibat berbentung tong yang besar.

a. Cerclage ( Pengikatan Serviks)


Bernstein dkk. (1981) dan Bachus dkk. (1990) berhasil
menatalaksana kehamilan serviks dengan menjahit sekeliling

15
serviks dengan benang sutera besar seperti pada Mc Donald
ceclage.

b. Kateter Foley
Nolan dkk. (1989) dan thomas dkk. (1991) menyarankan untuk
melakukan penjahitan hemostatik serviks pada arah jam 3 dan 9.
Kemudian dilakukan kuretase dengan suction, yang segera diikuti
dengan pemasangan kateter foley kedalam kanalis servikalis. Balon
kateter 30-mL dikembangkan, dan vagina diisi penuh dengan kasa
sebagai tamponade perdarahan. Ujung kateter pengisap dapat
dibiarkan berada di atas tampon vagina untuk memastikan drainase
yang adekuat untuk memantau kehilangan darah.

c. Embolisasi Arteri
Lobel dkk. (1990), Saliken dkk., serta yang lain telah
melaporkan keberhasilan dengan embolisasi arteri uterina
praoperatif dengan mengguanakan gelfoam.

2. Penatalaksanaan Medis
Untuk menhindari resiko perdarahan yang tak terkendalo, terapi
metotreksat dan obat-obat lain berhasil digunakan. Saat ini, teknik
bedah umumnya hanya digunakan jika terapi kemoterapi gagal atau
pada situasi darurat ketika seorang wanita biasanya tidak terdiagnosis
sebelumnya datang dengan perdarahan akut yang mengancam nyawa.
Pemberian obat metotreksat diberikan dengan cara disuntikkan secara
lansung ke dalam kantong gestasi dengan atau tanpa kalium klorida
untuk menginduksi kematian janin.
Kehamilan yang usianya lebih dari 6 minggu umumnya
memerlukan induksi kematian janin (biasanya dengan kalium klorida)
atau terapi metotreksat dosis tinggi dan jangka lama. Kung dan Chang
(1999) mengulas 62 kasus yang diterapi dengan metotreksat. Wanita

16
yang janinnya masih hidup (35 kasus) mempunyai angka kegagalan
lebih tinggi dengan metotreksat dosis tunggal. Hampir 45 persen dari
mereka memerlukan prosedur bedah dibandingkan dengan 4 persen
pada kelompok yang tidak mengandung janin hidup.
Brand dkk. (1993) melaporkan keberhasilan terapi pada kehamilan
erviks dengan menggunakan aktinomisi D. Terapi ini merupakan
pendekatan yang logis, tetapi konfirmasi masih diperlukan sebelum
menganjurkan penggunaan agen ini. Segna dkk. (1990) melaporkan
keberhasilan terapi pada kehamilan serviks berusia 6 minggu dengan
etoposid, suatu derivat podofilotoksin semisintetik.

17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kehamilan serviks adalah kehamilan dimana nidasi terjadi pada
kanalis servikalis, sehingga dinding serviks menjadi tipis dan membesar.
Kehamilan servisk merupakan bagian dari salah satu jenis kehamilan
ektopik, Kehamilan serviks merupakan kehamilan serviks yang langka.
Dees (1966) memperkirakan insidennya adalah 1:18.000 kehamilan.
Insidennya meningkat karena sebagian disebabkan oleh reproduksi dengan
bantuan, tetapi terutama setelah fertilisasi in vitro dan transfer embrio.
Menurut pisarska dan Carson (1999) riwayat dilatasi dan kuretasi
ditemukan pada 70 persen kasus.
Identifikasi kehamilan serviks didasarkan pada tingginya tingkat
kecurigaan klinis yang dipastikan dengan ultrasonografi. Temuan
ultrasonografi meliputi uterus yang kosong dan terisinya kanalis servikalis
oleh produk gestasi. Bila masih terdapat keraguan, MRI sering kali dapat
mengkonfirmasi diagnosis, dan menggunakan doppler berwarna untuk
menentukan luasnya implantasi.

18
19

Anda mungkin juga menyukai