Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM ISOLASI DAN ANALISIS TUMBUHAN


OBAT

ISOLASI DAN ANALISIS FLAVONOID

DOSEN PENGAMPU:
Titik Sunarni., M.Sc., Apt

Kelompok VI (enam)
Anggota 2. Kris Ayu Wijayaningrum
(21154669A)
3. Yerryco Pujja Lorenza (21154676A)
4. Febrina Andini Parinosa (21154677A)
5. Imas Qodri Nur Fakih (21154686A)
6. Eva Amelia Hardiana (21154402A)

PROGRAM STUDI S-1 FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2017
I. TUJUAN
Setelah menyelesaikan praktikum ini diharapkan mahasiswa mampu
melakukan isolasi dan analisis senyawa flavonoid.

II. DASAR TEORI


Flavonoid adalah senyawa polifenol yang mengandung 15 atom karbon
yang tersusun dalam konfigurasi C6-C3-C6 yaitu cincin benzene yang
dihubungkan oleh tiga atom karbon yang dapat atau tidak dapat membentuk
cincin ketiga. Ketiga cincin tersebut masing-masing cincin A, B dan C.
Flavonoid merupakan senyawa polar karena memiliki sejumlah gugus hidroksil
yang tidak tersubtitusi. Pelarut polar seperti etanol, metanol, etilasetat, atau
campuran dari pelarut tersebut dapat digunakan untuk mengekstrak flavonoid
dari jaringan tumbuhan (Rijke 2005).
Flavonoid mengandung sistem aromatik yang terkonyugasi sehingga
menunjukkan pita serapan kuat pada daerah spektrum UV dan spektrum
tampak (Markham 1988).
Umumnya KLT melibatkan dua peubah yaitu fase diam dan fase gerak.
Fase diam yang umum digunakan adalah silika gel, alumina, kiselgur, dan
selulosa (Gritter et al. 1991).
Fase gerak adalah suatu medium angkut yang terdiri dari satu atau
beberapa macam pelarut. Fase gerak akan merayap sepanjang fase diam
melalui gaya kapiler dan terbentuklah kromatogram. Kromatogram dinyatakan
dengan nilai Rf, yaitu perbandingan jarak yang ditempuh senyawa dengan
jarak yang ditempuh pelarut. Nilai Rf khas untuk suatu senyawa tertentu
(Khopkar 2002).
Prinsip dari pemisahan (isolasi) adalah adanya perbedaan sifat fisik dan
kimia dari senyawa yaitu kecendrungan dari molekul untuk melarut dalam
cairan (kelarutan), kecenderungan molekul untuk menguap (keatsirian),
kecenderungan molekul untuk melekat pada permukaan serbuk labus (adsorpsi,
penserapan) (Harborne, 1987).
Kromatografi, ketika pelarut mulai membasahi lempengan, pelarut
pertama akan melarutkan senyawa-senyawa dalam bercak yang telah
ditempatkan pada garis dasar. Senyawa-senyawa akan cenderung bergerak
pada lempengan kromatografi sebagaimana halnya pergerakan pelarut.
Kecepatan senyawa-senyawa dibawa bergerak ke atas pada lempengan,
tergantung pada kelarutan senyawa dalam pelarut. Hal ini bergantung pada
besar atraksi antara molekul-molekul senyawa dengan pelarut (Harborne,
1987).
Kemampuan senyawa melekat pada fase diam, misalnya gel silika
tergantung pada besar atraksi antara senyawa dengan gel silika. Senyawa yang
dapat membentuk ikatan hidrogen akan melekat pada gel silika lebih kuat
dibanding senyawa lainnya karena senyawa ini terjerap lebih kuat dari senyawa
yang lainnya. Penjerapan merupakan pembentukan suatu ikatan dari satu
substansi pada permukaan (Harborn, 1987).
Penjerapan bersifat tidak permanen, terdapat pergerakan yang tetap dari
molekul antara yang terjerap pada permukaan gel silika dan yang kembali pada
larutan dalam pelarut. Dengan jelas senyawa hanya dapat bergerak ke atas pada
lempengan selama waktu terlarut dalam pelarut. Ketika senyawa dijerap pada
gel silika -untuk sementara waktu proses penjerapan berhenti- dimana pelarut
bergerak tanpa senyawa. Itu berarti bahwa semakin kuat senyawa dijerap,
semakin kurang jarak yang ditempuh ke atas lempengan (Harborne, 1987).
Apium graveolens L. dikenal dengan nama daerah seledri, merupakan
tumbuhan suku Apiaceae atau Umbelliferae yang tumbuh di ketinggian 1000 –
1500 meter diatas permukaan laut. Daun tumbuhan ini, selain digunakan
sebagai sayur penyedap masakan, telah secara turun temurun digunakan
sebagai obat tradisional untuk hipertensi, gout, penambah nafsu makan.
Kandungan kimia yang telah dilaporkan termasuk dalam golongan minyak
atsiri, flavonoid, kumarin, karbohidrat (Perry, 1980).
Salah satu senyawa flavonoid yang turut berperan sebagai kandungan aktif
antihipertensi adalah apigenin, suatu flavon dengan gugus hidroksi bebas pada
atom karbon nomor 5,7 dan 4’ (Duke, 2001).
Dalam rangka program standarisasi sediaan fitofarmaka yang mengandung
daun seledri telah dilakukan standarisasi sediaan kapsul dengan apigenin
sebagai parameter kadar dan ditetapkan secara KLT-densitometri, sesuai
dengan ketentuan Departemen Kesehatan tentang parameter standar umum
ekstrak tumbuhan obat (Anonim, 2000).
Salah satu senyawa yang terkandung di dalam daun singkong adalah
flavonoid rutin. Rutin merupakan senyawa turunan dari flavonoid.. Rutin
memiliki aktifitas antioksidan yang kuat, memperkuat daya kapilaritas
pembuluh darah dan membantu menghentikan edem atau pembengkakan vena.
Rutin memiliki nama kimia 3, 3’, 4’, 5, 7- penta hydroxyl flavon rutinoside
atau kuersetin 3-rutinoside dengan berat molekul 610,51. Suatu kristal berair
kristal, terdapat pada beberapa tumbuh-tumbuhan diataranya. Kelarutan rutin
adalah 1 gram larut dalam 1 liter air , 200 ml air mendidih, 7 ml alkohol
mendidih, larut dalam piridin, formamide dan larutan alkali, tetapi sukar larut
dalam alkohol, aseton, dan etil asetat, serta tak larut dalam kloroform, eter,
benzene, dan petroleum eter (Pramono, dkk, 2000).
Struktur rutin :

(Pramono, dkk, 2000)


Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Kromatografi digunakan untuk
memisahkan substansi campuran menjadi komponen-komponennya. Seluruh
bentuk kromatografi berkerja berdasarkan prinsip ini. Semua kromatografi
memiliki fase diam (dapat berupa padatan, atau kombinasi cairan-padatan) dan
fase gerak (berupa cairan atau gas). Fase gerak mengalir melalui fase diam dan
membawa komponen-komponen yang terdapat dalam campuran. Komponen
komponen yang berbeda bergerak pada laju yang berbeda (Harborne, 1987).
Kromatografi lapis tipis adalah metode pemisahan fitokimia. Lapisan yang
memisahkan terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada
penyangga berupa pelat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang
akan dipisah, berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita (awal),
kemudian pelat dimasukkan di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan
pengembang yang cocok (fase gerak). Pemisahan terjadi selama perambatan
kapiler (pengembangan) dan selanjutnya senyawa yang tidak berwarna harus
ditampakkan (Stahl, 1985).
Keuntungan kromatografi lapis tipis adalah dapat memisahkan senyawa
yang sangat berbeda seperti senyawa organik alam dan senyawa organik
sintesis, kompleks organik dan anorganik serta ion anorganik dalam waktu
singkat menggunakan alat yang tidak terlalu mahal. Metode ini kepekaannya
cukup tinggi dengan jumlah cuplikan beberapa mikrogram. Kelebihan metode
ini jika dibandingkan dengan kromatografi kertas adalah dapat digunakan
pereaksi asam sulfat pekat yang bersifat korosif, kelemahannya adalah harga
RF yang tidak tetap (Gritten, et. al., 1991).

III. ALAT DAN BAHAN


Alat:
1. Panci infus 7. Erlenmeyer 250ml
2. Gelas ukur 8. Beaker glass
3. Corong gelas 9. Corong pisah
4. Erlenmeyer 10. Cawa porselin
5. Tabung reaksi 11. Vial
6. Seperangkat KLT
Bahan:
1. Serbuk daun singkong 7. Air suling
2. Amonia 8. Metanol
3. HCl 2N 9. Natrium sulfat anhidrat
4. Asam asetat 15 % 10. n-butanol
5. Pereaksi sitroborat 11. KMNO4
6. Lempeng selulosa
IV. CARA KERJA
a. Isolasi Rutin dari D aun Ketela Pohon dan Penyaringan Kristal

Masukkan dalam panci


Timbang 50 gr serbuk Didihkan
infus dan tambahkan
daun singkong selama 30 menit
400 ml air

Simpan dalam lemari es, Pindahkan ke


Saring campuran
selama 1 minggu hingga dalam
dengan corong
terbentuk kristal amorf erlenmeyer 250
Buchner
putih kekuningan ml

Saring kristal Apabila masih ada


Tuang sebagian besar yang ada pada kristal yang
larutan jernih dengan dasar erlenmeyer menempel pada dasar
hati-hati agar kristal tidak dengan kertas erlenmeyer bilas
ikut tertuang saring yang sudah dengan air suling
ditara dingin

Ambil sedikit padatan keringkan kertas


Tuangkan bilasan ke
dengan ujung spatel saring bersama
kertas saring dan
kecil, larutkan dalam 2 endapan pada suhu
cuci kristal dengan
campuran metanol-air 500 C sampai kerin,
10 ml air es
sama banyak (Sari I) ditimbang
b. Hidrolisis rutin menj adi glokin dan aglikonnya
c. Analisis Hasil Isolasi

Timbang 2,0027 gr daun Panaskan dalam 100 ml


seledri air suling

5 ml filtrat A, masukkan
Didihkan selama 15
ke dalam tabung reaksi,
menit, saring, diperoleh
tambahkan serbuk
filtrat A
magnesium

(+) warna merah, kuning, jingga lapisan


amil alkohol
(+) merah lapisan flavon
Dikocok kuat dan
dibiarkan memisah (+) merah sampai merah tua lapisan
flavanol
(+) merah tua sampai magenta (merah
keunguan) lapisan flavanon
V. HASIL
a. Hasil Isolasi Glikosida Flavonoid
1. Organoleptik
Organoleptik Hasil Isolasi Teoritis Pustaka yang
digunakan
Bentuk Cair Serbuk halus
Warna Hijau pekat Tidak berwarna
FI III
Rasa Pahit Tidak berasa
Bau Khas Berbau lemah

2. Rendemen
Kandungan teoritis glikosida flavonoid dalam simplisia: Kandungan
utama flavonoid daun singkong adalah rutin yang merupakan glikosida
kuersetin dengan disakarida yang terdiri dari glukosa dan shamnosa
(Sukrasno dkk, 2007).
Bobot serbuk simplisia = 50,9627 gram
Bobot Kristal = 0,4743 gram
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑘𝑟𝑖𝑠𝑡𝑎𝑙
Rendemen = × 100%
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑒𝑟𝑏𝑢𝑘 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑙𝑖𝑠𝑖𝑎
0,4743 𝑔𝑟𝑎𝑚
= × 100%
50,9627 𝑔𝑟𝑎𝑚

= 0,93 %
3. Identifikasi KLT
Fase diam : Selulosa
Fase gerak : Asam asetat 15%
Pereaksi pendeteksi : Sitroborat

Warna noda
Kode
Rf Pereaksi Sitro
bercak Visual UV 254 nm UV 366
borat
1. - - Coklat gelap Hijau terang
Kuning
2. 5/8,1 = 0,617 cm Hijau terang Hijau terang
kehijauan
- Hijau
3. - - Hijau terang
kebiruan
Kunng
4. 2,1/8,1 = 0,259 cm Hijau gelap Hijau terang
kehijauan
4. Identifikasi KLT
Fase diam : Selulosa
Fase gerak : n-butanol : asam asetat 15% : air (4:1:5)
Pereaksi pendeteksi : KMnO4 basa (untuk gula)

Warna noda
Kode
Rf UV Pereaksi
bercak Visual UV 366
254 nm KmnO4
1. 7,2/8,9 = 0,809 cm Kuning kehijauan Biru terang Biru terang
Hijau Hijau
2. 7,4/8,9 = 0,831 cm Kuning kehijauan
terang terang
-
3. - - - -
4. 54/8,9 = 0,607 cm Kuning kehijauan Hijau gelap Hijau gelap
5. - - - -
b. Analisis Golongan Flavonoid
Sampel Uji shinoda +/-
Terbentuk warna coklat dan berbusa, dipermukaan
Kunci kucing +
terdapat endapan
Tempuyung Terbentuk warna coklat tetapi banyak buih +
Blangko Aquadest Larutan bening +
Terbentuk warna coklat dan berbusa dipermukaan
Jambu Biji +
terdapat endapan
Seledri Berwarna jingga, sedikit buih +

Uji Shinoda
VI. PEMBAHASAN
Pada Praktikum kali ini adalah untuk mengisolasi rutin sebagai salah satu
jenis glikosida flavonoid yang terkandung dalam daun singkong . Glikosida
flavonoid termasuk rutin merupakan salah satu metabolit sekunder yang
bersifat polar. Termasuk kedalam kelompok glikosida O (molekul gula
berikatan dengan O-aglikon). Rutin daun singkong (satu zat aktif) sebagai
bahan obat-obatan dan kosmetik, serta jadi zat pengatur tumbuh tanaman.
Karena sifatnya yang polar maka pengisolasian rutin dilakukan dengan
penggunaan pelarut polar yaitu air, dengan pengguaan air yang kemudian
dipanaskan membuat senyawa polar tertarik bersama filtrat. Hal ini
merupakan salah satu kerugian penggunaan air sebagai pelarut karena,
banyak sekali komponen-komponen polar yang dapat larut bersama air.
Filtrat yang diperoleh diuapkan hingga didapat filtrat kental dan disimpan
dalam lemari pendingin untuk mempercepat pembentukan kristal rutin dan
mencegah terjadinya penjamuran. Karena dengan media air memungkinkan
timbulnya jamur atau bakteri jika disimpan di suhu ruang.
Pada praktikum kali ini digunakan daun singkong yang sudah agak tua
sehingga kadar yang didapat tidak maksimal. Dan untuk terbentuknya kristal
rutin dibutuhkan waktu yang sangat lama sekali kurang lebih selama 2
minggu. Dan kristal rutin yang terbentuk sangat sedikit sekali, dan tercampur
dengan endapan lainnya.
Endapan yang diperoleh disaring dan dicaci dengan menggunakan etanol
dingin dengan maksud agar kemurnian filtrat bertambah dan terbebas dari
pengotor-pengotor yang tidak ingin diisolasi, tetapi dengan pencucian ini
tidak menyebabkan kristal larut.
Sebagian dari endapan ditambahkan HCl untuk proses hidrolisis
dimaksudkan agar glikosida flavonoid rutin terhidrolisis sehingga aglikon
flavonoid (kuersetin) terpisah dengan molekul gulanya. Kuersetin ini
termasuk aglikon flavonoid ( zat bukan gula) yang berdasarkan strukturnya
dapat digolongkan menjadi flavonol, kuersetin mempunyai khasiat sebagai
antiinflamasi, antikanker dan antioksidan.
Setelah dihidrolisis, larutan dipartisi dengan pelarut eter dengan
menggunakan corong pisah, eter digunakan karena memiliki kepolaran yang
sama dengan aglikon flavonoid (kuersetin). Maka seluruh senyawa kuersetin
akan tertarik kedalam pelarut eter, ekstraksi dilakukan sebanyak 3 kali untuk
memaksimalkan pengisolasian. Seluruh fase eter yang dicampur disaring
dengan tambahan Na Sulfat anhidrat agar molekul air yang ada dalam eter
dapat tertarik, sehingga larutan benar-benar murni eter dan aglikon flavonoid.
Fase eter ini diuapkan dan selanjutnya residu yang ada ditambahkan methanol
sebagai pelarut (sari II) untuk dilakukan KLT.
Sisa endapan yang tidak dihidrolisis juga dilarutkan dengan methanol
untuk selanjutnya di KLT bersama dengan sari II, dan Rf yang dihasilkan
dapat dibandingkan dan dapat terlihat proses hidrolisis berjalan dengan
sempurna atau tidak.
KLT untuk analisis kualitatif KLT dapat digunakan untuk identifikasi
senyawa baku. Parameter pada KLT yang digunakan untuk identifikasi adalah
nilai Rf. Dua senyawa dikatakan identik jika mempunyai nilai Rf yang sama
jika diukur pada kondisi KLT yang sama. Rf (Retardation faktor) merupakan
harga perbandingan titik noda dengan jarak elusi yang ditempuh pada
lempeng fase diam (Gandjar & Rohman, 2007).
Kemurnian isolat flavonida dapat diketahui menggunakan KLT multi
eluen. KLT ini menggunakan fase gerak pertama asam asetat 15% dan fase
keduanya BAW dengan fase diam selulosa. Jika hasil dari kedua fase gerak
tersebut adalah bercak tunggal maka dapat disimpulkan bahwa isolat
flavonoid tersebut murni. Asam asetat 15% menghasilkan kromatogram
dimana terdapat 1 bercak, diduga sebagai flavonoid. Bercak tersebut memiliki
niali Rf sebagai berikut: 0,617 cm. diperoleh juga harga Rf rutin0,259 cm.
Pemerikasaan pendahuluan adanya flavonoid dilakukan dengan
menotolkan ekstrak methanol daun singkong dan rutin sebagai pembanding
dengan fase dieam selulosa yang kemudian dielusi dengan menggunakan fase
gerak n-butanol : asam asetat : air (BAW 4 :1 : 5). Pemilihan fase diam dan
fase gerak didasarkan pada polaritas dan sifat flavonoid. Penggunaan selulosa
sebagai fase diam karena selulosa bersofat bon polar sehingga sesuai dengan
senyawa flavonoid yang bersifat polar dan juga selulosa dapat memisahkan
glikosida dari aglikon yang kurang polar.
Untuk deteksi bercak pemisahan digunakan cahaya tampak dan UV 366
nm sebelum dan sesudah di semprot menggunakan reaksi KMO4. KLT
menggunakan fase diam selulosa dengan fase gerak BAW menghasilkan
kromatogram dimana terdapat 2 bercak, keduanya diduga sebagai flavonoid.
Kedua bercak tersebut memiliki niali Rf sebagai berikut: 0,809 cm dan 0,831
cm. diperoleh juga harga Rf rutin 0,607 cm. Rutin berfungsi sebagai baku
pembanding. Digunakan rutin karena rutin memiliki aglikon yang sama
dengan hiperin yaitu kuersetin. Sehingga dengan penggunaan rutin sebagai
senyawa baku pembanding diharapkan dapat dipilih bercak yang bukan
hiperin untuk di analisis lebih lanjut.
Bercak dengan Rf 0,809 cm dan 0,831 cm memiliki penampakan warna
yang sama denga rutin yaitu pada cahaya tampak bercak berwana kuning
kehijauan dan dilihat pada UV 366 nm warna yang tampak adalah biru terang
dan hijau terang. Sedangkan bercak dengan Rf 0,607 cm pada cahaya tampak
bercak berwarna kuning kehijauan dan ketika dilihat UV 366 nm warna yang
tampak adalah hijau gelap. Kemudian kromatogram disemprot dengan
KMNO4 dengan cepat menimbulkan bercak berwarna yang timbul tidak jauh
berbeda dengan sebelu di semprot KMNO4.
Pada analisis penggolongan flavonoid menggunakan sampel kumis
kucing, tempuyung, blangko aquadest, jambu biji dan selesdri. Setelah
campuran di kocok kuat dan dibiarkan memisah. Dari hasil uji menunjukkan
bahwa sampel yang positif flavonoid hanya daun seledri yang ditunjukkan
dengan warna jingga.

VII. KESIMPULAN
Setalah dilakukan isolasi dan analisis flavonoid, ekstrak etanol yang di
semprotkan sitroborat mengandung senyawa flavonoid murni dan daun
seledri menunjukkan adanya warna jingga itu tandanya mengandung
flavonoid.
DAFTAR PUSTAKA

Rijke E. 2005. Trace-level Determination of Flavonoids and Their Conjugates


Application to Plants of The Leguminosae Family [disertasi]. Amsterdam :
Universitas Amsterdam.
Harborne JB.1987. Metode Fitokimia. Padmawinata K, Soediro I, penerjemah;
Niksolihin S, editor. Bandung: Penerbit ITB. Terjemahan dari:
Phytochemical Methode.
Markham KR. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Padmawinata K,
penerjemah. Bandung: Penerbit ITB. Terjemahan dari: Techniques of
Flavonoid Identification.
Stahl, E., "Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopik", terjemahan K.
Radmawinata dan I. Soediso, penerbit ITB, Bandung, 1985, 3-18. 15.
Gritter R, Bobbitt JM, Schwarting AE. 1991. Pengantar Kromatografi.
Padmawinata K, penerjemah. Bandung: Penerbit ITB. Terjemahan dari:
Introduction to Chromatograpy.
Gritten, R.J., J.M. Bobbit, and A.E. Schwarling, "Pengantar Kromatografi",
terjemahan K. Radmawinata dan I. Soediso, penerbit ITB, Bandung, 1991,
5-9.
Khopkar SM. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. Saptoraharjo A, penerjemah.
Jakarta: UI Press. Terjemahan dari: Basic Concepts of Analytical Chemistry.
Perry L.M, 1980, Medicinal Plants of East and Southeast Asia, The Mitch Press,
Massachusetts, 413.
Pramono S, Bayumurti Y, Santoso D, 2000, Penetapan Bilangan Parameter
Standarisasi Mutu Ekstrak Simplisia Cabe Jawa, Laporan Uji Laboratorium,
Fakultas Farmasi UGM, Yogyakarta, 24-29.
Duke, 2001, Phytochemical Database, Beltswille Agricultural Research Centre,
Beltswille, Maryland, (http://www.ars-grin.gov/cgi-in/duke/pharmacy-
scroll-3.pl).
Anonim, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Dep.Kes. RI,
Jakarta, 37-38.

Anda mungkin juga menyukai