Makalah Pleno Skenario 3 A5
Makalah Pleno Skenario 3 A5
KELOMPOK A5:
ERIYA ZAETUN ANJELI 102012303
MAGDALENA 102013248
A. Aspek Hukum
Pasal 284 KUHP
Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan :
1a. Seorang pria telah kawin yang melakukan zinah, pada hal diketahui, bahwa
pasal 27 BW berlaku baginya;
b. seorang wanita telah kawin yang melakukan jinah, pada hal diketahui, bahwa
pasal 27 BW berlaku baginya/
2a. Seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahui,
bahwa yang turut bersalah telah kawin
b. seorang wanita yang tidak kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu
padahal diketahui olehnya, bahwa yang turut bersalah telah kawin dan pasal
27 BW berlaku baginya.
2. tidak dilakukan penuntutan meaikan atas pengaduan suami/istri yang
tercemar, dan bilamana bai mereka berlaku pasal 27 BW, dalam tempo tiga
bulan dikuti dengan permintaan bercerai atau pisah meja dan tempat tidur,
karena alasan itu juga.
3. terhadap pengaduan ini tidak berlaku pasal 72, 73 dan 75.
4. pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang
pengadilan belum dimulai.
5. jika bagi suami istri berlaku pasal 27 BW, pengaduan tidak diindahkan
selama perkawinan belum diputuskan karena peceraian atau sebelumnya
keputusan yang menyatakan pisah meja dan tempat tidur menjadi tetap.
Pasal 3 UU no.1/1974 tentang perkawinan
1. Pada azasnya dalam suatu perkawinan, seorang pria hanya boleh mempunyai
seorang suami.
2. Pangadilan dapat memberikan izin kepada seorang suami untuk beristri lebih
dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.1
B. Prosedur Medikolegal
Persetujuan tindakan medik1
Peraturan menteri kesehatan No 585/menkes/Per/IX/1989 tentang persetujuan
tindakan medik
Pasal 1. Pemerkes No 585/menkes/Per/IX/1989
a. Persetujuan tindakan medik/informed consent adalah persetujuan yang
diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai
tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut;
b. Tindakan medik adalah suatu tindakan yang dilakukan terhadap pasien berupa
diagnostik atau terapuetik;
Pasal 3 No 585/menkes/Per/IX/1989
1) Setiap tindakan medis yang mengandung resiko tinggi harus dengan
persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan
persetujuan
2) Tindakan medik yag tidak termasuk sebagaimana dimaksud dalam pasal ini
tidak diperlukan persetujuan tertulis, cukup persetujuan lisan
3) Persetujuan sebagaimana dimaksud ayat (2) dapat diberikan secara nyata atau
diam-diam.
Pasal 4 No 585/menkes/Per/IX/1989
1) Informasi tentang tindakan medik harus diberikan kepada pasien, baik diminta
maupun tidak
3) Dalam hal yang sebagaimana dimaksud ayat (2) dokter dengan persetujuan
pasien dapat memberikan informasi tersebut kepada keluarga terdekat dengan
didampingi oleh seorang perawat/paramedik lainnya sebagai saksi.
pasal 5 No 585/menkes/Per/IX/1989
1) informasi yang diberikan mencakup keuntungan dan kerugian dari tindakan
medik yang akan dilakukan, baik diagnostik maupun terapuetik.
3) Informasi harus diberikan secara jujur dan benar kecuali bila dokter menilai
bahwa hal itu dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien.
Pasal 9 No 585/menkes/Per/IX/1989
1) Bagi pasien dewasa yang berada di bawah pengampuan (cure tele) persetujuan
diberikan oleh wali/curator.
Pasal 12 No 585/menkes/Per/IX/1989
1. Dokter bertanggung jawab atas pelaksanaan ketentuan tentang persetujuan
tindakan medik
Pasal 13 No 585/menkes/Per/IX/1989
1. Terhadap dokter yang melakukan tindakan medik tanpa adanya persetujuan
dari pasien atau keluarganya dapat dikenakan sanksi administrasi berupa
pencabutan surat izin praktek.1
Etika adalah disiplin ilmu yang mempelajari baik buruk atau benar salahnya suatu
sikap atau perbuatan seseorang individu atau institusi dilihat dari moralitas.
Beauchamp and Childress (1994) menguraikan bahwa untuk mencapai ke suatu
keputusan etik diperlukan 4 kaidah dasar moral (moral principle) dan beberaoa rules
dibawahnya. Ke-4 kaidah dasar moral tersebut adalah :
a) prinsip otonomi, yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien,
terutama hak otonomi pasien (the rights to self determination). Prinsip moral
inilah yang kemudian melahirkan doktrin informed consent.
b) prinsip beneficence, yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang
ditujukan ke kebaikan pasien.
c) prinsip non-maleficence, yaitu prinsip moral yang melarang tindakan yang
memoerburuk keadaan pasien.
d) prinsip justice, yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan
dalam bersikap maupun dalam mendistribusikan sumber daya.2
Etika Klinik
Jonsen, Siegler, dan Winslade (2002) mengembangkan teori etik yang
menggunakan 4 topik yang esensial dalam pelayanan klinik, yaitu :
a) medical indication
dimasukkan semua prosedur diagnostic dan terapi yang sesuai untuk
mengevaluasi
keadaan pasien dan mengobatinya. Penilaian aspek indikasi meis ini ditinjau
dari sisi etiknya, terutama menggunakan kaidah beneficence dan
nonmaleficence. Pertanyaan etika pada topic ini adalah serupa dengan seluruh
informasi yang selayaknya disampaikan kepada pasien pada doktrin informed
consent.
b) patient preferences
perlu memperhatikan nilai (value) dan penilaian pasien tentang manfaat dan
beban yang akan diterimanya, yang berarti cerminan kaidah autonomi.
Pertanyaan etiknya meliputi pertanyaan tentang kompetensi pasien, sifat
volunteer sikap dan keputusannya, pemahaman atas informasi, siapa pembuat
keputusan bila pasien tidak kompeten, nilai, dan keyakinan yang dianut
pasien, dll.
c) quality of life
aktualisasi salah satu tujuam kedokteran, yaitu memperbaiki, menjaga, atau
meningkatkan kualitas hidup insani. Apa, siapa, dan bagaimana melakukan
penilaian kualitas hidup merupakan pertanyaan etik sekitar prognosis, yang
berkaitan dengan beneficence, nonmaleficence, dan autonomi,
d) contextual features
dibahas pertanyaan etik seputar aspek non medis yang mempengaruhi
keputusan, seperti faktor keluarga, ekonomi, agama, budayaa, kerahasiaan,
alokasi sumber daya, dan faktor hukum.2
C. Pemeriksaan Medis
1. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan identifikasi dapat dilakukan dengan beberapa cara baik
pemeriksaan fisik yang melihat ciri – ciri fisik dari orang tuanya, misalnya warna
rambut, warna kornea, bentuk muka dan lainnya. Namun, pada pemeriksaan fisik
tidak dapat ditentukan secara pasti. Oleh karena itu diperlukan beberapa
pemeriksaan laboratorium atau penunjang lainnya misalnya pemeriksaan
paternitas.
2. Pemeriksaan Laboratorium
a) Pemeriksaan Golongan Darah
Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan dengan penentuan golongan
darah sebagai tes penyaring apa benar seorang anak mempunyai golongan
darah yang sama dengan orang tuanya. Berikut langkah - langkah melakukan
pemeriksaan laboratorium untuk penentuan golongan darah; Ambil beberapa
tetes darah yang dipisahkan dengan kotak – kotak yang didalamnya kemudian
akan diberikan antibodi dari masing – masing golongan darah. Lihat apakah
tes terjadi aglutinasi atau tidak. Yang tidak beraglutinasi terhadap anti, itulah
golongan darah anak tersebut.3
+ : Aglutinasi
- : tidak aglutinasi
Ragu ayah ada berbagai kasus yang bisa muncul antaranya siapa ayah yang
sebenarnya dari seorang anak
Golongan Darah
Bayi B MNS Rhesus +
Ibu A MNS Rhesus +
Pria I AB MNS Rhesus +
Pria II O MNS Rhesus +
Pria III A MNS Rhesus +
Golongan Darah
Anak O MNS Rhesus +
Ibu A MNS Rhesus +
Pria B MNS Rhesus +
b) Pemeriksaan DNA
DNA merupakan materi genetik yang membawa informasi yang dapat
diturunkan. Setiap orang memiliki DNA yang unik.
Dalam sel manusia, DNA dapat ditemukan di inti sel dan mitokondria. Di
dalam inti sel, DNA membentuk suatu kesatuan untaian yang disebut
kromosom. Setiap anak akan menerima setengah pasang kromoson dari
ayah dan setengah pasang kromosom dari ibu sehingga setiap individu
membawa sifat yang diturunkan baik dari ibu maupun ayah. Dalam hal ini
ada dua tes, yaitu :
- Tes paternitas
Tes ini untuk menentukan apakah seorang pria adalah ayah biologis dari
seorang anak. Tes paternitas membandingkan pola DNA anak dengan
terduga ayah untuk memeriksa bukti pewarisan DNA yang menunjukkan
kepastian adanya hubungan biologis.
- Tes maternitas
Tes DNA ini untuk menentukan apakah seorang perempuan adalah ibu
biologis seorang anak. Tes ini bisa dilakukan untuk kasus dugaan bayi
tertukar, bayi tabung, dan anak angkat. Selain di dalam inti sel, DNA juga
bisa ditemukan di dalam mitokondria, yaitu bagian dari sel yang
menghasilkan energi. DNA mitokondria hanya diturunkan dari ibu.
Keunikan pola pewarisan DNA mitokondria menyebabkan DNA ini dapat
digunakan sebagai penanda untuk mengidentifikasi hubungan kekerabatan
secara maternal/garis ibu. 3
Berikut beberapa hal yang perlu diketahui tentang tes paternitas dan maternitas.
Siapa yang diperiksa?
Untuk tes paternitas yang diperiksa adalah ibu, anak, dan terduga ayah. Bisa saja
hanya ayah dan anak yang diperiksa, jika ibu biologis tidak bersedia ikut tes.
Partisipasi ibu pada tes paternitas dapat membantu separuh DNA anak, sehingga
separuhnya lagi dapat dibandingkan dengan DNA terduga ayah.
Apa yang diperiksa?
Hampir semua sampel biologis dapat dipakai untuk tes DNA. Mulai dari buccal
swab (sel mukosa di pipi bagian dalam, diambil dengan alat khusus seperti cotton
buds yang ujungnya dilengkapi dengan sisir kecil dari karet), darah, kuku, sampai
rambut. Untuk bayi, jaringan bisa diambil dengan buccal swab atau jarum suntik
kecil. Menurut Hera, yang paling efektif adalah darah karena bisa dapat banyak DNA.
Namun, kini teknik pengambilan DNA makin lama makin sensitif, dalam arti bisa
dilakukan dengan mengambil sedikit jaringan, seperti sidik jari yang menempel di
suatu benda dan bekas lipstik.
Adakah batasan usia?
Tak ada batasan usia. Bahkan pada janin dan orang yang sudah meninggal. Pada
tes paternitas sebelum anak dilahirkan (prenatal), tes DNA dapat dilakukan dengan
sampel dari jaringan janin, umumnya pada usia kehamilan 10-13 minggu atau dengan
cara amniosentesis (tes prenatal) pada usia kehamilan 14-24 minggu. Untuk
pengambilan jaringan janin ini harus dilakukan oleh ahli kebidanan/kandungan. Ibu
yang ingin melakukan tes DNA prenatal harus
berkonsultasi dengan ahli kebidanan kandungan.
Bagaimana prosedurnya?
Setelah ditanya alasan dan latar belakangnya, klien harus menandatangani
persetujuan tes paternitas atau tes DNA lainnya di atas materai. Klien juga harus
menyerahkan identitas diri (KTP atau paspor) dan foto. Setelah itu baru diambil
darahnya dengan dihadiri saksi. Apabila anak belum dewasa, diperlukan fotokopi
surat kelahiran atau surat perwalian anak yang menyatakan terduga ayah atau wali
anak memiliki hal untuk membawa anak itu melakukan tes paternitas.
Seberapa akurat?
Tes DNA adalah 100 persen akurat jika dikerjakan dengan benar. Tes DNA ini
memberikan hasil lebih dari 99,99 persen probabilitas paternitas jika DNA terduga
ayah dan DNA anak, cocok (matched). Apabila DNA terduga ayah dan anak tidak
cocok (mismatched) maka terduga ayah yang dites, 100 persen bukanlah merupakan
ayah biologis anak itu.
Dulu, konfirmasi dilakukan dengan mengulang tes terhadap terduga ayah. Kini, begitu
ada tes, dilakukan dua kali dengan dua orang pemeriksa (researcher) Jika hasil dari
dua orang itu berbeda, pasti ada kesalahan. Lalu kami cek lagi. Semua researcher
sudah diperiksa DNA-nya. Sehingga jika ada yang tidak match, jangan-jangan ada
kontaminasi. Mungkin terkena DNA si researcher.
Bagaimana prosesnya?
Begini proses yang paling sederhana: setelah mengambil jaringan atau darah,
(dalam darah ada plasma, serum, sel-sel darah merah, sel-sel darah putih), dengan
suatu detergen, "dipecahkan" membran sel darah putih. Apapun yang ada di dalamnya
akan keluar, termasuk DNA. Sekarang ada teknologi yang bisa menggandakan sampai
jutaan kali fragmen suatu DNA yang akan diperiksa.
Berapa lama?
Hasil tes DNA selesai dalam waktu 12 hari kerja terhitung dari tanggal
diterimanya sampel. Selain itu, seluruh informasi pasien, mengenai tes, dan hasil tes
akan dijamin kerahasiaannya. Karena pertanyaan mengenai paternitas, sangat sensitif.
Hasil tes DNA hanya akan diberikan kepada individu yang melakukan tes. Tidak Bisa
Dipaksakan Tes DNA tidak bisa dilakukan karena paksaan dari pihak ketiga. Namun,
untuk keperluan pengadilan, jaksa dan polisi bisa meminta. Hasil tes ini hanya dapat
digunakan sebagai referensi pribadi, kecuali jika sampel yang diperiksa diambil
melalui prosedur hukum (surat dari polisi atau jaksa), maka sampel tersebut memiliki
kekuatan hukum.4
4. Pemeriksaan RFLP5
Polimorfisme yang dinamakan Restriction Fragment Length Polymorphism
(RFLP) adalah suatu polimorfisme DNA yang terjadi akibat adanya variasi panjang
fragmen DNA setelah dipotong dengan enzim restriksi tertentu. Suatu enzim restriksi
mempunyai kamampuan memotong DNA pada suatu urutan basa tertentu sehingga
akan menghasilkan potongan-potongan DNA tertentu. Adanya mutasi tertentu pada
lokasi pemotongan dapat membuat DNA yang biasanya dapat dipotong menjadi tak
dapat dipotong sehingga membentuk fragmen DNA yang lebih panjang. Variasi inilah
yang menjadi dasar metode analisis RFLP.
VNTR yang telah dibicarakan di atas sesungguhnya adalah salah satu jenis RFLP,
karena variasi fragmennya didapatkan setelah pemotongan dengan enzim restriksi.
Metode pemeriksaan RFLP dapat dilakukan dengan metode Southern blot tetapi dapat
juga dengan metode PCR.
5. Metode PCR6
Metode PCR (Polymerase Chain Reaction) adalah suatu metode untuk
memperbanyak fragmen DNA tertentu secara in vitro dengan menggunakan enzim
polimerase DNA.
Kelompok Cetus pada tahun 1985 menemukan bahwa DNA yang dicampur
dengan deoksiribonukleotida trifosfat atau dNTP (yang terdiri dari ATP, CTP, TTP dan
GTP), enzim polimerase DNA dan sepasang primer jika dipanaskan, didinginkan lalu
dipanaskan lagi akan memperbanyak diri dua kali lipat. Jika siklus ini diulang
sebanyak n kali, maka DNA akan memperbanyak diri 2n kali lipat.
Yang dimaksud dengan primer adalah fragmen DNA untau tunggal yang sengaja
dibuat dan merupakan komplemen dari bagian ujung DNA yang akan diperbanyak,
sehingga dapat diibaratkan sebagai patok pembatas bagian DNA yang akan
diperbanyak.
Siklus proses PCR diawali dengan pemanasan pada suhu tinggi, yang berkisar
antara 90-95 derajat Celsius (fase denaturasi). Pada suhu ini DNA untai ganda (double
stranded) akan terlepas menjadi 2 potong DNA untai tunggal (single stranded). Proses
ini dilanjutkan dengan pendinginan pada suhu tertentu (fase penempelan prier atau
primer annealing) yang dihitung dengan rumus Thein dan Walace: Suhu = 4(G + C) +
2(A + T)
G, C, A dan T adalah jumlah basa Guaninm Sitosin, Adenin dan Timin pada
primer yang digunakan. Pada fase ini primer akan menempel pada basa
komplemennya pada DNA untai tunggal tadi. Selanjutnya, siklus diakhiri dengan
pemansan kembali antara 70-75 derajat Celsius (fase ekstensi atau elongasi), yang
akan membuat primer memperpanjang diri membentuk komplemen dari untai tunggal
dengan menggunakan bahan dNTP.
Pemeriksaan dengan metode PCR hanya dimungkinkan jika bagian DNA yang
ingin diperbanyak telah diketahui urutan basanya. Tahapan selanjutnya adalah
menentukan dan menyiapkan primer yang merupakan komplemen dari basa pada
ujung-ujung bagian yang akan diperbanyak. Pemeriksaan PCR sendiri merupakan
suatu proses pencampuran antara DNA cetakan (template) yang akan diperbanyak,
dNTP, primer, enzim polimerase DNA dan larutan buffer dalam reaksi 50 ul atau 100
ul. Campuran ini dipaparkan pada 3 suhu secara berulang sebanyak n buah siklus
(biasanya di bawah 35 siklus).
Adanya mesin otomatis untuk proses ini membuat prosedurnya menjadi amat
sederhana. DNA hasil perbanyakan dapat langsung dianalisis dengan melakukan
elektroforesis pada gel agarose atau gel poliakrilamide.
LokusDNA yang dapat dianalisis dengan mteode PCR, meliputi banyak sekali
lokus VNTR maupun RFLP lainnya, diantaranya lokus D1S58 (dulu disebut D1S80)
dan D2S44. Metode analisis dengan PCR ini begitu banyak disukaisehingga
penemuan-penemuan lokus DNA polimorfik yang potensial untuk analisis kasus
forensik terus terjadi tanpa henti setiap saat.
Pada masa sebelum berkembangnya teknologi bio-molekuler, identifikasi personal
dilakukan hanya dengan memanfaatkan pemeriksaan polimorfisme protein, seperti
golongan darah, dengan segala keterbatasannya. Keterbatasan pertama, ia hanya
dimungkinkan dilakukan pada bahan yang segar karena protein cepat rusak oleh
pembusukan. Keterbatasan kedua, ia hanya dapat memberikan kesimpulan eksklusi
yaitu "pasti bukan" atau "mungkin".
Pada metode konvensional, untuk mempertinggi ketepatan kesimpulan pada
kelompok yang tak terkesklusi, pemeriksaan harus dilakukan terhadap banyak sistim
sekaligus.
Penemuan DNA fingerprint yang menawarkan metode eksklusi dengan
kemampuan eksklusi yang amat tinggi membuatnya menjadi metode pelengkap atau
bahkan pengganti yang jauh lebih baik karena ia mempunyai ketepatan yang nyaris
seperti sidik jari.
Dengan mulai diterapkannya metode PCR, kemampuan metode ini untuk
memperbanyak DNA jutaan samapi milyaran kalomemungkinkan dianalisisnya
sampel forensik yang jumlahnya amat minim, seperti analisis kerokan kuku (cakaran
korban pada pelaku), bercak mani atau darah yang minim, puntung rokok dsb.
Kelebihan lain dari pemeriksaan dengan PCR adalah kemampuannya untuk
menganalisis bahan yang sudah berdegradasi sebagian. Hal ini penting karena banyak
dari sampel forensik merupakan sampe postmortem yang tak segar lagi.
Hasil pemeriksaan tesDNA untuk kasus-kasus tersebut pada setiap lokus DNA adalah
2 buah fragmen DNA pada setiap lokus DNA, dimana satu fragmen berasal dari ibu
(fragmen maternal) dan satunya berasal dari ayah (fragmen paternal). Setiap fragmen
DNA tersebut dapat dilihat berupa pita pada PAGE atau berupa duri (peak) pada
elektroforesis kapiler. Notasi fragmen DNA tersebut dinyatakan berupa angka, yang
menyatakan panjang fragmen DNA. Hasil tes DNA untuk Analisis Ayah Biologis dari
Seorang Anak.
Contoh : Lokus FGA dengan notasi sbb :
Tersangka Ayah : 16 , 19
Anak : 14 , 16
Ibu : 14 , 21
Berikut ini contoh tabel hasil tes DNA untuk analisis paternitas yang menunjukkan
tersangka pria adalah ayah biologis dari seorang anak.
No. Lokus Mr. X Anak B Mrs. Y Kesimpulan
01. CSF1P0 11 , 12 11 , 11 11 , 11 Mungkin
02. FGA 12 , 15 15 , 16 16 , 18 Mungkin
03. TH01 08 , 12 08 , 11 11 , 12 Mungkin
04. TPOX 15 , 15 15 , 15 14 , 15 Mungkin
05. VWA 19 , 21 19 , 22 20 , 22 Mungkin
06. D3S1358 11 , 12 10 , 12 10 , 12 Mungkin
07. D5S818 08 , 11 09 , 11 09 , 11 Mungkin
08. D7S820 07 , 09 07 , 07 07 , 08 Mungkin
09. D8S1179 14 , 16 14 , 18 17 , 18 Mungkin
10. D13S317 12 , 14 14 , 15 15 , 15 Mungkin
11. D16S539 08 , 11 08 , 09 08 , 09 Mungkin
12. D18S51 14 , 16 16 , 18 15 , 18 Mungkin
13. D21S11 14 , 14 13 , 14 13 , 15.2 Mungkin
Tabel 1. Hasil tes DNA untuk Analisis Ayah Biologis dari Seorang Anak.4
Tabel 1 menerangkan bahwa :
Pada setiap lokus (daerah) DNA yang diperiksa, setiap anak memiliki sepasang
pita DNA, yang dinyatakan sebagai sepasang angka yang menunjukkan
panjangnya DNA.
Satu pita anak pasti ada padanannya (sama) dengan DNA ibunya (pita maternal),
sedangkan satu pita lainnya pasti ada padanannya (sama) dengan DNA ayah
kandungnya (pita paternal).
Seorang pria dikatakan ayah biologis (genetik) dari seorang anak, jika pita
paternal anak sama dengan salah satu DNA pria tersebut pada setiap lokus DNA
yang diperiksa.
Probability of Paternity pada kasus ini adalah 99.99998% Berikut ini contoh tabel
hasil tes DNA untuk analisis paternitas yang menunjukkan tersangka pria adalah
bukan ayah biologis dari seorang anak.
Keterangan :
1. Pada setiap lokus (daerah) DNA yang diperiksa, setiap anak memiliki
sepasang pita DNA, yang dinyatakan sebagai angka yang menunjukkan
panjangnya DNA.
2. Satu pita anak pasti ada padanannya (sama) dengan DNA ibunya (pita
materal), sedangkan satu pita lainnya pasti ada padanannya (sama) dengan
DNA ayah kandungnya (pita paternal)
3. Eksklusi artinya terdapat ketidaksesuaian (tidak sama) DNA paternal anak
dengan DNA tersangka ayah pada lokus tersebut.
4. Seorang pria dikatakan AYAH BIOLOGIS (genetik) dari seorang anak, jika
pita paternal anak sama dengan salah satu DNA pria tersebut pada setiap lokus
DNA yang diperiksa.
5. Seorang pria dikatakan BUKAN AYAH BIOLOGIS (genetik) dari seorang
anak jika dua atau lebih lokus DNA yang diperiksa didapat ada
ketidaksesuaian (eksklusi) DNA paternal anak dengan DNA pria tersebut.
6. Pada tabel diatas didapatkan pada semua lokus DNA ditemukan kesesuaian
DNA paternal anak B dengan DNA Tuan X. Hal ini menunjukkan bahwa anak
B adalah benar anak biologis Tuan X.
Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium diperoleh hasil
bahwa anak laki-laki dari wanita B benar adalah anak kandung dari lelaki S yang
merupakan suami dari wanita A karena didapatkan kecocokan pada pemeriksaan
DNA.
Daftar Pustaka