Anda di halaman 1dari 20

Hal – Hal Mengenai Pemeriksaan Pemastian Keturunan Beserta Aspek – aspek

Lain yang Bersangkutan


Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731

KELOMPOK A5:
ERIYA ZAETUN ANJELI 102012303

JUDO DARFIN 102013012

WINDA LINTING SANDA LOLOK 102013100

MAGDALENA 102013248

RAEMON ALEXANDRO MAU 102013297

AYU PRISILIA TODINGRANTE 102013315

MUHAMMAD ZULYUSRI BIN GHAZALI 102013491

BATRISYIA BINTI BASIR 102013503

Scenario PBL 3 Blok 30


Seorang perempuan A datang ke Anda dan menceritakan keluhannya. Ia
seorang wanita karier dan telah bersuami S dengan dua anak. Perkawinan telah
berlangsung 12 tahun. Pada dua bulan yang lalu A telah didatangi seorang perempuan
muda B yang mengaku sebagai “isteri gelap” suaminya (S) dan ia mengatakan bahwa
akibat huubngannya dengan S telah lahir anak laki-laki. B telah meminta agar S mau
mengawininya secara sah demi untuk kepentingan anak laki-lakinya, tetapi S tidak
setuju. B meminta kepada A agar mau memintanya sebagai madunya atau setidaknya
member nafkah bagi anak laki-lakinya.
A kemudian telah berbicara secara baik-baik dengan S tentang hal ini , S mengakui
bahwa 2 tahun yang lalu, sewaktu A sedang tugas ke luar negeri selama 6 bulan, ia
berkenalan dengan seorang wanita muda disebuah café, yang dilanjutkan dengan
pertemuan di hotel beberapa kali. S yakin bahwa B bukanlah wanita baik-baik dan ia
menganggap bahwa hubungan S dengan B adalah hubungan yang “short time” saja.
A ingin agar dokter dapat memastikan apakah benar anak laki-laki B adalah benar
berasal dari hubungannya dengan suaminya. A juga meminta pendapat dokter, apa
yang harus dilakukannya agar dapat terlaksana pemeriksaan tersebut.
Pembahasan

A. Aspek Hukum
Pasal 284 KUHP
Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan :
1a. Seorang pria telah kawin yang melakukan zinah, pada hal diketahui, bahwa
pasal 27 BW berlaku baginya;
b. seorang wanita telah kawin yang melakukan jinah, pada hal diketahui, bahwa
pasal 27 BW berlaku baginya/
2a. Seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahui,
bahwa yang turut bersalah telah kawin
b. seorang wanita yang tidak kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu
padahal diketahui olehnya, bahwa yang turut bersalah telah kawin dan pasal
27 BW berlaku baginya.
2. tidak dilakukan penuntutan meaikan atas pengaduan suami/istri yang
tercemar, dan bilamana bai mereka berlaku pasal 27 BW, dalam tempo tiga
bulan dikuti dengan permintaan bercerai atau pisah meja dan tempat tidur,
karena alasan itu juga.
3. terhadap pengaduan ini tidak berlaku pasal 72, 73 dan 75.
4. pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang
pengadilan belum dimulai.
5. jika bagi suami istri berlaku pasal 27 BW, pengaduan tidak diindahkan
selama perkawinan belum diputuskan karena peceraian atau sebelumnya
keputusan yang menyatakan pisah meja dan tempat tidur menjadi tetap.
Pasal 3 UU no.1/1974 tentang perkawinan
1. Pada azasnya dalam suatu perkawinan, seorang pria hanya boleh mempunyai
seorang suami.

2. Pangadilan dapat memberikan izin kepada seorang suami untuk beristri lebih
dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.1

B. Prosedur Medikolegal
Persetujuan tindakan medik1
Peraturan menteri kesehatan No 585/menkes/Per/IX/1989 tentang persetujuan
tindakan medik
Pasal 1. Pemerkes No 585/menkes/Per/IX/1989
a. Persetujuan tindakan medik/informed consent adalah persetujuan yang
diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai
tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut;

b. Tindakan medik adalah suatu tindakan yang dilakukan terhadap pasien berupa
diagnostik atau terapuetik;

c. Tindakan invasif adalah tindakan medik yang langsung dapat mempengaruhi


keutuhan jaringan tubuh

d. Dokter adalah dokter umum/dokter spesialis dan dokter gigi/dokter gigi


spesialis yang bekerja dirumah sakit, puskesmas, klinik atau praktek
perorangan/bersama.

Pasal 2. Pemerkes No 585/Menkes/per/IX/1989


1) Semua tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat
persetujuan.

2) Persetujuan dapat diberikan secara tertulis maupun lisan

3) Persetujuan sebagaimana dimaksud ayat (1) diberikan seteah pasien mendapat


informasi yang ade kuat tentang perlunya tindakan medik yang bersangkutan
serta resiko yang dapat ditimbulksnnya

4) Cara penyampaian dan isi informasi harus disesuaikan dengan tingkat


pendidikan serta kondisi dan situasi pasien.

Pasal 3 No 585/menkes/Per/IX/1989
1) Setiap tindakan medis yang mengandung resiko tinggi harus dengan
persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan
persetujuan

2) Tindakan medik yag tidak termasuk sebagaimana dimaksud dalam pasal ini
tidak diperlukan persetujuan tertulis, cukup persetujuan lisan
3) Persetujuan sebagaimana dimaksud ayat (2) dapat diberikan secara nyata atau
diam-diam.

Pasal 4 No 585/menkes/Per/IX/1989
1) Informasi tentang tindakan medik harus diberikan kepada pasien, baik diminta
maupun tidak

2) Dokter harus memberikan informasi selengkap-lengkapnya, kecuali bila


dokter menilai bahwa informasi tersebut dapat merugikan kepentingan
kesehatan pasien atau pasien menolak diberikan informasi.

3) Dalam hal yang sebagaimana dimaksud ayat (2) dokter dengan persetujuan
pasien dapat memberikan informasi tersebut kepada keluarga terdekat dengan
didampingi oleh seorang perawat/paramedik lainnya sebagai saksi.

pasal 5 No 585/menkes/Per/IX/1989
1) informasi yang diberikan mencakup keuntungan dan kerugian dari tindakan
medik yang akan dilakukan, baik diagnostik maupun terapuetik.

2) Informasi diberikan secara lisan

3) Informasi harus diberikan secara jujur dan benar kecuali bila dokter menilai
bahwa hal itu dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien.

4) Dalam hal-hal sebagaimana dimaksud ayat (3) dokter dengan persetujuan


pasien dapat memberikan informasi tersebut kepada keluarga terdekat pasien.

Pasal 9 No 585/menkes/Per/IX/1989
1) Bagi pasien dewasa yang berada di bawah pengampuan (cure tele) persetujuan
diberikan oleh wali/curator.

Pasal 12 No 585/menkes/Per/IX/1989
1. Dokter bertanggung jawab atas pelaksanaan ketentuan tentang persetujuan
tindakan medik

2. Pemberian persetujuan tindakan medik yang dilaksanakan di rumah


sakit/klinik yang bersangkutan ikut bertanggung jawab.

Pasal 13 No 585/menkes/Per/IX/1989
1. Terhadap dokter yang melakukan tindakan medik tanpa adanya persetujuan
dari pasien atau keluarganya dapat dikenakan sanksi administrasi berupa
pencabutan surat izin praktek.1

Etika Profesi Kedokteran

Etika adalah disiplin ilmu yang mempelajari baik buruk atau benar salahnya suatu
sikap atau perbuatan seseorang individu atau institusi dilihat dari moralitas.
Beauchamp and Childress (1994) menguraikan bahwa untuk mencapai ke suatu
keputusan etik diperlukan 4 kaidah dasar moral (moral principle) dan beberaoa rules
dibawahnya. Ke-4 kaidah dasar moral tersebut adalah :
a) prinsip otonomi, yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien,
terutama hak otonomi pasien (the rights to self determination). Prinsip moral
inilah yang kemudian melahirkan doktrin informed consent.
b) prinsip beneficence, yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang
ditujukan ke kebaikan pasien.
c) prinsip non-maleficence, yaitu prinsip moral yang melarang tindakan yang
memoerburuk keadaan pasien.
d) prinsip justice, yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan
dalam bersikap maupun dalam mendistribusikan sumber daya.2

Etika Klinik
Jonsen, Siegler, dan Winslade (2002) mengembangkan teori etik yang
menggunakan 4 topik yang esensial dalam pelayanan klinik, yaitu :
a) medical indication
dimasukkan semua prosedur diagnostic dan terapi yang sesuai untuk
mengevaluasi
keadaan pasien dan mengobatinya. Penilaian aspek indikasi meis ini ditinjau
dari sisi etiknya, terutama menggunakan kaidah beneficence dan
nonmaleficence. Pertanyaan etika pada topic ini adalah serupa dengan seluruh
informasi yang selayaknya disampaikan kepada pasien pada doktrin informed
consent.
b) patient preferences
perlu memperhatikan nilai (value) dan penilaian pasien tentang manfaat dan
beban yang akan diterimanya, yang berarti cerminan kaidah autonomi.
Pertanyaan etiknya meliputi pertanyaan tentang kompetensi pasien, sifat
volunteer sikap dan keputusannya, pemahaman atas informasi, siapa pembuat
keputusan bila pasien tidak kompeten, nilai, dan keyakinan yang dianut
pasien, dll.
c) quality of life
aktualisasi salah satu tujuam kedokteran, yaitu memperbaiki, menjaga, atau
meningkatkan kualitas hidup insani. Apa, siapa, dan bagaimana melakukan
penilaian kualitas hidup merupakan pertanyaan etik sekitar prognosis, yang
berkaitan dengan beneficence, nonmaleficence, dan autonomi,
d) contextual features
dibahas pertanyaan etik seputar aspek non medis yang mempengaruhi
keputusan, seperti faktor keluarga, ekonomi, agama, budayaa, kerahasiaan,
alokasi sumber daya, dan faktor hukum.2

C. Pemeriksaan Medis
1. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan identifikasi dapat dilakukan dengan beberapa cara baik
pemeriksaan fisik yang melihat ciri – ciri fisik dari orang tuanya, misalnya warna
rambut, warna kornea, bentuk muka dan lainnya. Namun, pada pemeriksaan fisik
tidak dapat ditentukan secara pasti. Oleh karena itu diperlukan beberapa
pemeriksaan laboratorium atau penunjang lainnya misalnya pemeriksaan
paternitas.
2. Pemeriksaan Laboratorium
a) Pemeriksaan Golongan Darah
Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan dengan penentuan golongan
darah sebagai tes penyaring apa benar seorang anak mempunyai golongan
darah yang sama dengan orang tuanya. Berikut langkah - langkah melakukan
pemeriksaan laboratorium untuk penentuan golongan darah; Ambil beberapa
tetes darah yang dipisahkan dengan kotak – kotak yang didalamnya kemudian
akan diberikan antibodi dari masing – masing golongan darah. Lihat apakah
tes terjadi aglutinasi atau tidak. Yang tidak beraglutinasi terhadap anti, itulah
golongan darah anak tersebut.3

Anti A Anti B Anti AB


A + - +
B - + +
AB + + +
O - - -

+ : Aglutinasi
- : tidak aglutinasi

Ragu ayah ada berbagai kasus yang bisa muncul antaranya siapa ayah yang
sebenarnya dari seorang anak

Golongan Darah
Bayi B MNS Rhesus +
Ibu A MNS Rhesus +
Pria I AB MNS Rhesus +
Pria II O MNS Rhesus +
Pria III A MNS Rhesus +

Pria I tidak dapat disingkirkan kemungkinan menjadi ayah si anak. Sedangkan


pria II dan III pasti bukan ayah anak tersebut.
Kasus yang lain yang biasa muncul adalah ayah curiga bahwa anak bukanlah
anaknya yang sejati

Golongan Darah
Anak O MNS Rhesus +
Ibu A MNS Rhesus +
Pria B MNS Rhesus +

Anak tersebut pastilah bukan anak dari pria diatas

b) Pemeriksaan DNA
DNA merupakan materi genetik yang membawa informasi yang dapat
diturunkan. Setiap orang memiliki DNA yang unik.
Dalam sel manusia, DNA dapat ditemukan di inti sel dan mitokondria. Di
dalam inti sel, DNA membentuk suatu kesatuan untaian yang disebut
kromosom. Setiap anak akan menerima setengah pasang kromoson dari
ayah dan setengah pasang kromosom dari ibu sehingga setiap individu
membawa sifat yang diturunkan baik dari ibu maupun ayah. Dalam hal ini
ada dua tes, yaitu :
- Tes paternitas
Tes ini untuk menentukan apakah seorang pria adalah ayah biologis dari
seorang anak. Tes paternitas membandingkan pola DNA anak dengan
terduga ayah untuk memeriksa bukti pewarisan DNA yang menunjukkan
kepastian adanya hubungan biologis.
- Tes maternitas
Tes DNA ini untuk menentukan apakah seorang perempuan adalah ibu
biologis seorang anak. Tes ini bisa dilakukan untuk kasus dugaan bayi
tertukar, bayi tabung, dan anak angkat. Selain di dalam inti sel, DNA juga
bisa ditemukan di dalam mitokondria, yaitu bagian dari sel yang
menghasilkan energi. DNA mitokondria hanya diturunkan dari ibu.
Keunikan pola pewarisan DNA mitokondria menyebabkan DNA ini dapat
digunakan sebagai penanda untuk mengidentifikasi hubungan kekerabatan
secara maternal/garis ibu. 3

Berikut beberapa hal yang perlu diketahui tentang tes paternitas dan maternitas.
 Siapa yang diperiksa?
Untuk tes paternitas yang diperiksa adalah ibu, anak, dan terduga ayah. Bisa saja
hanya ayah dan anak yang diperiksa, jika ibu biologis tidak bersedia ikut tes.
Partisipasi ibu pada tes paternitas dapat membantu separuh DNA anak, sehingga
separuhnya lagi dapat dibandingkan dengan DNA terduga ayah.
 Apa yang diperiksa?
Hampir semua sampel biologis dapat dipakai untuk tes DNA. Mulai dari buccal
swab (sel mukosa di pipi bagian dalam, diambil dengan alat khusus seperti cotton
buds yang ujungnya dilengkapi dengan sisir kecil dari karet), darah, kuku, sampai
rambut. Untuk bayi, jaringan bisa diambil dengan buccal swab atau jarum suntik
kecil. Menurut Hera, yang paling efektif adalah darah karena bisa dapat banyak DNA.
Namun, kini teknik pengambilan DNA makin lama makin sensitif, dalam arti bisa
dilakukan dengan mengambil sedikit jaringan, seperti sidik jari yang menempel di
suatu benda dan bekas lipstik.
 Adakah batasan usia?
Tak ada batasan usia. Bahkan pada janin dan orang yang sudah meninggal. Pada
tes paternitas sebelum anak dilahirkan (prenatal), tes DNA dapat dilakukan dengan
sampel dari jaringan janin, umumnya pada usia kehamilan 10-13 minggu atau dengan
cara amniosentesis (tes prenatal) pada usia kehamilan 14-24 minggu. Untuk
pengambilan jaringan janin ini harus dilakukan oleh ahli kebidanan/kandungan. Ibu
yang ingin melakukan tes DNA prenatal harus
berkonsultasi dengan ahli kebidanan kandungan.

 Bagaimana prosedurnya?
Setelah ditanya alasan dan latar belakangnya, klien harus menandatangani
persetujuan tes paternitas atau tes DNA lainnya di atas materai. Klien juga harus
menyerahkan identitas diri (KTP atau paspor) dan foto. Setelah itu baru diambil
darahnya dengan dihadiri saksi. Apabila anak belum dewasa, diperlukan fotokopi
surat kelahiran atau surat perwalian anak yang menyatakan terduga ayah atau wali
anak memiliki hal untuk membawa anak itu melakukan tes paternitas.
 Seberapa akurat?
Tes DNA adalah 100 persen akurat jika dikerjakan dengan benar. Tes DNA ini
memberikan hasil lebih dari 99,99 persen probabilitas paternitas jika DNA terduga
ayah dan DNA anak, cocok (matched). Apabila DNA terduga ayah dan anak tidak
cocok (mismatched) maka terduga ayah yang dites, 100 persen bukanlah merupakan
ayah biologis anak itu.
Dulu, konfirmasi dilakukan dengan mengulang tes terhadap terduga ayah. Kini, begitu
ada tes, dilakukan dua kali dengan dua orang pemeriksa (researcher) Jika hasil dari
dua orang itu berbeda, pasti ada kesalahan. Lalu kami cek lagi. Semua researcher
sudah diperiksa DNA-nya. Sehingga jika ada yang tidak match, jangan-jangan ada
kontaminasi. Mungkin terkena DNA si researcher.
 Bagaimana prosesnya?
Begini proses yang paling sederhana: setelah mengambil jaringan atau darah,
(dalam darah ada plasma, serum, sel-sel darah merah, sel-sel darah putih), dengan
suatu detergen, "dipecahkan" membran sel darah putih. Apapun yang ada di dalamnya
akan keluar, termasuk DNA. Sekarang ada teknologi yang bisa menggandakan sampai
jutaan kali fragmen suatu DNA yang akan diperiksa.
 Berapa lama?
Hasil tes DNA selesai dalam waktu 12 hari kerja terhitung dari tanggal
diterimanya sampel. Selain itu, seluruh informasi pasien, mengenai tes, dan hasil tes
akan dijamin kerahasiaannya. Karena pertanyaan mengenai paternitas, sangat sensitif.
Hasil tes DNA hanya akan diberikan kepada individu yang melakukan tes. Tidak Bisa
Dipaksakan Tes DNA tidak bisa dilakukan karena paksaan dari pihak ketiga. Namun,
untuk keperluan pengadilan, jaksa dan polisi bisa meminta. Hasil tes ini hanya dapat
digunakan sebagai referensi pribadi, kecuali jika sampel yang diperiksa diambil
melalui prosedur hukum (surat dari polisi atau jaksa), maka sampel tersebut memiliki
kekuatan hukum.4

Ada beberapa pemeriksaan DNA yang bias dilakukan,yaitu:


1. Konsep Polimorfisme5
Polimorfisme adalah istilah yang digunakan untuk menunjukan adanya suatu
bentuk yang berbeda dari suatu struktur dasar yang sama. Jika terdapat variasi /
modifikasi pada suatu lokus yang spesifik (pada DNA) dalam suatu populasi, maka
lokus tersebut dikatakan bersifat polimorfik. Sifat polimorfik ini di samping
menunjukkan variasi individu, juga memberikan keuntungan karena dapat digunakan
untuk membedakan satu orang dari yang lain.
Dikenal polimorfisme protein dan polimorfisme DNA. Polimorfisme protein
antara lain ialah golongan darah, golongan protein serum, sistim golongan enzim
eritrosit dan sistim HLA (Huma Lymphocyte Antigen). Polimorfisme DNA
merupakan suatu polimorfisme pada tingkat yang lebih awal dibandingkan
polimorfisme protein, yaitu tngkat kode genetik atau DNA. Pemeriksaan
polimorfisme DNA meliputi pemeriksaan Sidik DNA (DNA fingerprint), VNTR
(Variable Number of Tandem Repeats) dan RFLP (Restriction Fragment Length
Polymorphism), secara Southern blot maupun dengan PCR (Polymerase Chain
Reaction).
Dibandingkan dengan pemeriksaan polimorfisme protein, pemeriksaan
polimorfisme DNA menunjukan beberapa kelebihan. Pertama, polimorfisme DNA
menunjukkan tingkat polimorfis yang jauh lebih tinggi, sehingga tidak diperlukan
pemeriksaan terhadap banyak sistem. Kedua, DNA jauh lebih stabil dibandingkan
protein, membuat pemeriksaan DNA masih dimungkinkan pada bahan yang sudah
membusuk, mengalami mummifikasi atau bahkan pada jenazah yang tinggal kerangka
saja. Ketiga, distribusi DNA sangat luas meliputi seluruh sel tubuh, sehingga berbagai
bahan mungkin untuk digunakan sebagai bahan pemeriksaan. Keempat, dengan
ditemukannya metode PCR, bahan DNA yang kurang segar dan sedikit jumlahnya
masih mungkin untuk dianalisis.

2. Pemeriksaan DNA Fingerprint5


Pemeriksaan sidik DNA pertama kali dperkenalkan oleh Jeffreys pada tahun 1985.
Pemeriksaan ini didasarkan atas adanya bagian DNA manusia yang termasuk daerah
non-coding atau intron (tak mengkode protein) yang ternyata merupakan urutan basa
tertentu yang berulang sebanyak n kali.
Bagian DNA ini tersebar dalam seluruh genommanusia sehingga dinamakan
multilokus. Bagian DNA ini dimiliki oleh smua orang tetapi masing-masing individu
mempunyai jumlah pengulangan yang berbeda-beda satu sama lain, sedemikian
sehingga kemungkinan dua individu mempunyai fragmen DNA yang sama adalah
sangat kecil sekali. Bagian DNA ini dikenal dengan nama Variable Number of
Tandem Repeats (VNTR) dan umumnya tersebar pada bagian ujung kromosom.
Seperti juga DNA pada umumnya, VNTR ini diturunkan dari kedua orangtua menurut
hukum Mendel, sehingga keberadaanya dapat dilacak secara tidak langsung dari
orangtua, anak maupun saudara kandungnya.
Jeffreys dan kawan - kawan menemukan bahwa suatu fragmen DNA yang
diisolasi dari DNA yang terletak dekat dengan gen globin mansuai ternyata dapat
melacak VNTR ini secara simultan. Pelacak DNA (probe) multilokus temuannya ini
dinamakan pelacar Jeffreys yang terdiri dari beberapa probe, diantaranya 16.6 dan
16.15 yang paling sering digunakan.
Pemeriksaan sidik DNA diawali dengan melakukan ekstraksi DNA dari sel berinti,
lalu memotongnya dengan enzim restriksi Hinfl, sehingga DNA menjadi potongan-
potongan. Potongan DNA ini dipisahkan satu sama lain berdasarkan berat molekulnya
(panjang potongan) dengan melakukan elektroforesis pada gel agarose. Dengan
menempatkan DNA pada sisi bermuatan negatif, maka DNA yang bermuatan negatif
akan ditolak ke sisi lainnya dengan kecepatan yang berbanding terbalik dengan
panjang fragmen DNA. Fragmen DNA yang tleha terpisah satu sama lain di dalam
agar lalu diserap pada suatu membran nitroselulosa dengan suatu metode yang
dinamakan metode Southern blot.
Membran yang kini telah mengandung potongan DNA ini lalu diproses untuk
membuat DNA-nya menjadi DNA untai tunggal (proses denaturasi), baru kemudian
dicampurkan dnegan pelacak DNA yang telah dilabel dengan bahan radioaktif dalam
proses yang dinamakan hibridisasi. Pada proses ini pelacak DNA akan bergabung
dengan fragmen DNA yang merupakan basa komplemennya.
Untuk menampilkan DNA yang telah ber-hibridisasi dengan pelacak berlabel ini,
dipaparkanlah suatu film diatas membran sehingga film akan terbakar oleh adanya
radioaktif tersebut (proses autoradiografi). Hasil pembakan film oleh sinar radioaktif
ini akan tampak pada fil berupa pita-pita DNA yang membentuk gambaran serupa
Barcode (label barang di supermarket).
Dengan metode Jeffreys dan menggunakan 2 macam pelacak DNA umumnya
dapat dihasilkan sampai 20-40 buah pita DNA per-sampelnya. Pada kasus identifikasi
mayat tak dikenalm dilakukan pembandingan pita korban dengan pita orangtua atau
anak-anak tersangka korban. Jika korban benar adalah tersangka maka akan
didapatkan bahwa separuh pita anak akan cocok dengan ibunya dan separuhnya lagi
cocok dengan pita ayahnya. Hal yang sama juga dapat dilakukan pada kasus ragu
ayah (disputed paternity).
Pada kasus perkosaan, dilakukan pembandingan pita DNA dari apus vagina
dengan pita DNA tersangka pelaku. Jika tersangka benar adalah pelaku, maka akan
dijumpai pita DNA yang persis pola susunannya.

3. Analisis VNTR Lain5


Setelah penemuanny Jeffreys ini, banyak terjadi penemuan VNTR lain. Metode
pemeriksaanpun menjadi beraneka ragam dengan menggunakan enzim restriksi,
sistim labeling pelacak dan pelacak yang berbeda, meskipun semua masih
menggunakan metode Southern blot seperti metode Jeffreys.
Setelah kemudian ditemukan suatu pelacak yang dinamakan pelacak lokus tunggal
(singel locus), maka mulailah orang mengalihkan perhatiannya pada metode baru ini.
Pada sistim pelacakan dengan pelacak tunggal, yang dilacak pada suatu pemeriksaan
hanyalah satu lokus tertentu saja, sehingga pada analisis selanjutnya hanya akan
didapatkan dua pita DNA saja. Karena pola penurunan DNA ini juga sama, maka satu
pita berasal dari ibu dan pita satunya berasal dari sang ayah.
Adanya jumlah pita yang sedikit ini menguntungkan karena interpretasinya
menjadi lebih mudah dan sederhana. Keuntungan lainn adalah ia dapat mendeteksi
jumlah pelaku perkosaan. Jika pada usap vagina korban ditemukan ada 6 pita DNA
misalnya, maka pelaku perkosaan adalah 3 orang (satu orang 2 pita). Kelemahannya
adalah jumlah pita yang sedikit membuat kekuatan diskriminasi individunya lebih
kecil, sehingga perlu identifikasi personal selain kasus perkosaan, perlu dilakukan
pemeriksaan dengan pelacakan beberapa lokus sekaligus.
Secara umum, metode Jeffreys dan pelacak multilokus dianjurkan untuk kasus
identifikasi personal, sedang untuk kasus perkosaan menggunakan metode dengan
pelacak lokus tunggal.

4. Pemeriksaan RFLP5
Polimorfisme yang dinamakan Restriction Fragment Length Polymorphism
(RFLP) adalah suatu polimorfisme DNA yang terjadi akibat adanya variasi panjang
fragmen DNA setelah dipotong dengan enzim restriksi tertentu. Suatu enzim restriksi
mempunyai kamampuan memotong DNA pada suatu urutan basa tertentu sehingga
akan menghasilkan potongan-potongan DNA tertentu. Adanya mutasi tertentu pada
lokasi pemotongan dapat membuat DNA yang biasanya dapat dipotong menjadi tak
dapat dipotong sehingga membentuk fragmen DNA yang lebih panjang. Variasi inilah
yang menjadi dasar metode analisis RFLP.
VNTR yang telah dibicarakan di atas sesungguhnya adalah salah satu jenis RFLP,
karena variasi fragmennya didapatkan setelah pemotongan dengan enzim restriksi.
Metode pemeriksaan RFLP dapat dilakukan dengan metode Southern blot tetapi dapat
juga dengan metode PCR.

5. Metode PCR6
Metode PCR (Polymerase Chain Reaction) adalah suatu metode untuk
memperbanyak fragmen DNA tertentu secara in vitro dengan menggunakan enzim
polimerase DNA.
Kelompok Cetus pada tahun 1985 menemukan bahwa DNA yang dicampur
dengan deoksiribonukleotida trifosfat atau dNTP (yang terdiri dari ATP, CTP, TTP dan
GTP), enzim polimerase DNA dan sepasang primer jika dipanaskan, didinginkan lalu
dipanaskan lagi akan memperbanyak diri dua kali lipat. Jika siklus ini diulang
sebanyak n kali, maka DNA akan memperbanyak diri 2n kali lipat.
Yang dimaksud dengan primer adalah fragmen DNA untau tunggal yang sengaja
dibuat dan merupakan komplemen dari bagian ujung DNA yang akan diperbanyak,
sehingga dapat diibaratkan sebagai patok pembatas bagian DNA yang akan
diperbanyak.
Siklus proses PCR diawali dengan pemanasan pada suhu tinggi, yang berkisar
antara 90-95 derajat Celsius (fase denaturasi). Pada suhu ini DNA untai ganda (double
stranded) akan terlepas menjadi 2 potong DNA untai tunggal (single stranded). Proses
ini dilanjutkan dengan pendinginan pada suhu tertentu (fase penempelan prier atau
primer annealing) yang dihitung dengan rumus Thein dan Walace: Suhu = 4(G + C) +
2(A + T)
G, C, A dan T adalah jumlah basa Guaninm Sitosin, Adenin dan Timin pada
primer yang digunakan. Pada fase ini primer akan menempel pada basa
komplemennya pada DNA untai tunggal tadi. Selanjutnya, siklus diakhiri dengan
pemansan kembali antara 70-75 derajat Celsius (fase ekstensi atau elongasi), yang
akan membuat primer memperpanjang diri membentuk komplemen dari untai tunggal
dengan menggunakan bahan dNTP.
Pemeriksaan dengan metode PCR hanya dimungkinkan jika bagian DNA yang
ingin diperbanyak telah diketahui urutan basanya. Tahapan selanjutnya adalah
menentukan dan menyiapkan primer yang merupakan komplemen dari basa pada
ujung-ujung bagian yang akan diperbanyak. Pemeriksaan PCR sendiri merupakan
suatu proses pencampuran antara DNA cetakan (template) yang akan diperbanyak,
dNTP, primer, enzim polimerase DNA dan larutan buffer dalam reaksi 50 ul atau 100
ul. Campuran ini dipaparkan pada 3 suhu secara berulang sebanyak n buah siklus
(biasanya di bawah 35 siklus).
Adanya mesin otomatis untuk proses ini membuat prosedurnya menjadi amat
sederhana. DNA hasil perbanyakan dapat langsung dianalisis dengan melakukan
elektroforesis pada gel agarose atau gel poliakrilamide.
LokusDNA yang dapat dianalisis dengan mteode PCR, meliputi banyak sekali
lokus VNTR maupun RFLP lainnya, diantaranya lokus D1S58 (dulu disebut D1S80)
dan D2S44. Metode analisis dengan PCR ini begitu banyak disukaisehingga
penemuan-penemuan lokus DNA polimorfik yang potensial untuk analisis kasus
forensik terus terjadi tanpa henti setiap saat.
Pada masa sebelum berkembangnya teknologi bio-molekuler, identifikasi personal
dilakukan hanya dengan memanfaatkan pemeriksaan polimorfisme protein, seperti
golongan darah, dengan segala keterbatasannya. Keterbatasan pertama, ia hanya
dimungkinkan dilakukan pada bahan yang segar karena protein cepat rusak oleh
pembusukan. Keterbatasan kedua, ia hanya dapat memberikan kesimpulan eksklusi
yaitu "pasti bukan" atau "mungkin".
Pada metode konvensional, untuk mempertinggi ketepatan kesimpulan pada
kelompok yang tak terkesklusi, pemeriksaan harus dilakukan terhadap banyak sistim
sekaligus.
Penemuan DNA fingerprint yang menawarkan metode eksklusi dengan
kemampuan eksklusi yang amat tinggi membuatnya menjadi metode pelengkap atau
bahkan pengganti yang jauh lebih baik karena ia mempunyai ketepatan yang nyaris
seperti sidik jari.
Dengan mulai diterapkannya metode PCR, kemampuan metode ini untuk
memperbanyak DNA jutaan samapi milyaran kalomemungkinkan dianalisisnya
sampel forensik yang jumlahnya amat minim, seperti analisis kerokan kuku (cakaran
korban pada pelaku), bercak mani atau darah yang minim, puntung rokok dsb.
Kelebihan lain dari pemeriksaan dengan PCR adalah kemampuannya untuk
menganalisis bahan yang sudah berdegradasi sebagian. Hal ini penting karena banyak
dari sampel forensik merupakan sampe postmortem yang tak segar lagi.
Hasil pemeriksaan tesDNA untuk kasus-kasus tersebut pada setiap lokus DNA adalah
2 buah fragmen DNA pada setiap lokus DNA, dimana satu fragmen berasal dari ibu
(fragmen maternal) dan satunya berasal dari ayah (fragmen paternal). Setiap fragmen
DNA tersebut dapat dilihat berupa pita pada PAGE atau berupa duri (peak) pada
elektroforesis kapiler. Notasi fragmen DNA tersebut dinyatakan berupa angka, yang
menyatakan panjang fragmen DNA. Hasil tes DNA untuk Analisis Ayah Biologis dari
Seorang Anak.
Contoh : Lokus FGA dengan notasi sbb :
Tersangka Ayah : 16 , 19
Anak : 14 , 16
Ibu : 14 , 21
Berikut ini contoh tabel hasil tes DNA untuk analisis paternitas yang menunjukkan
tersangka pria adalah ayah biologis dari seorang anak.
No. Lokus Mr. X Anak B Mrs. Y Kesimpulan
01. CSF1P0 11 , 12 11 , 11 11 , 11 Mungkin
02. FGA 12 , 15 15 , 16 16 , 18 Mungkin
03. TH01 08 , 12 08 , 11 11 , 12 Mungkin
04. TPOX 15 , 15 15 , 15 14 , 15 Mungkin
05. VWA 19 , 21 19 , 22 20 , 22 Mungkin
06. D3S1358 11 , 12 10 , 12 10 , 12 Mungkin
07. D5S818 08 , 11 09 , 11 09 , 11 Mungkin
08. D7S820 07 , 09 07 , 07 07 , 08 Mungkin
09. D8S1179 14 , 16 14 , 18 17 , 18 Mungkin
10. D13S317 12 , 14 14 , 15 15 , 15 Mungkin
11. D16S539 08 , 11 08 , 09 08 , 09 Mungkin
12. D18S51 14 , 16 16 , 18 15 , 18 Mungkin
13. D21S11 14 , 14 13 , 14 13 , 15.2 Mungkin
Tabel 1. Hasil tes DNA untuk Analisis Ayah Biologis dari Seorang Anak.4
Tabel 1 menerangkan bahwa :
 Pada setiap lokus (daerah) DNA yang diperiksa, setiap anak memiliki sepasang
pita DNA, yang dinyatakan sebagai sepasang angka yang menunjukkan
panjangnya DNA.
 Satu pita anak pasti ada padanannya (sama) dengan DNA ibunya (pita maternal),
sedangkan satu pita lainnya pasti ada padanannya (sama) dengan DNA ayah
kandungnya (pita paternal).
 Seorang pria dikatakan ayah biologis (genetik) dari seorang anak, jika pita
paternal anak sama dengan salah satu DNA pria tersebut pada setiap lokus DNA
yang diperiksa.
 Probability of Paternity pada kasus ini adalah 99.99998% Berikut ini contoh tabel
hasil tes DNA untuk analisis paternitas yang menunjukkan tersangka pria adalah
bukan ayah biologis dari seorang anak.

No. Lokus Mr. X Anak A Mrs. Y Kesimpulan


01. CSF1P0 11 , 12 11 , 11 11 , 11 Mungkin
02. FGA 1 6 , 18 17 , 22 22 , 24 Eksklusi
03. TH01 09 , 10 1 2 , 12 12 , 11 Eksklusi
04. TPOX 14 , 15 14 , 15 12 , 15 Mungkin
05. VWA 19 , 21 20 , 22 19 , 22 Eksklusi
06. D3S1358 10 , 12 10 , 11 10 , 12 Eksklusi
07. D5S818 09 , 11 08 , 11 09 , 11 Eksklusi
08. D7S820 09 , 10 10 , 13 13 , 14 Mungkin
09. D8S1179 14 , 16 18 , 18 17 , 18 Eksklusi
10. D13S317 10 , 12 12 , 15 12 , 14 Eksklusi
11. D16S539 09 , 11 08 , 09 08 , 10 Mungkin
12. D18S51 14 , 16 18 , 18 16 , 18 Eksklusi
13. D21S11 14 , 15 13 , 13 13 , 15.2 Eksklusi
Tabel 2 Hasil tes DNA untuk Analisis Bukan Ayah Biologis dari Seorang
Anak.4
Tabel 2 menerangkan bahwa :
 Eksklusi artinya terdapat ketidaksesuaian (tidak sama) DNA paternal anak dengan
DNA tersangka pada ayah lokus tersebut.
 Seorang pria dikatakan bukan ayah biologis (genetik) dari seorang anak jika pada
dua atau lebih lokus DNA yang diperiksa didapatkan ada ketidaksesuaian
(eksklusi) DNA paternal anak dengan DNA pria tersebut.
 Pada tabel 2 tersebut, didapatkan dari 13 lokus DNA yang diperiksa, ada 9 lokus
DNA yang eksklusi. Hal ini menunjukkan anak A adalah bukan anak biologis
(genetik) anak dari Mr. X.
 Ketepatan dari pemeriksaan ini adalah mutlak (100%). Berdasarkan kedua tabel
tersebut, dapat dilihat secara jelas kaitan tes DNA dengan paternitas dan
maternitas seorang anak. Tes DNA untuk membuktikan paternitas dan maternitas
dari seorang anak selain digunakan dalam kasus ragu orang tua, juga banyak
digunakan dalam kaitan dengan korban tindak pidana.

Intepretasi dan Laporan Hasil Pemeriksaan

Seorang perempuan A datang ke anda dan menceritakan keluhannya. Ia seorang


wanita karir dan telah bersuami S dengan dua anak. Perkawinan telahberlangsung 12
tahun. Pada 2 bulan yang lalu, A telah didatangi seorang perempuan muda B, yang
mengaku sebagai “ isteri gelap” suami S dan ia mengatakan bahwa akibat
hubungannya dengan S telah lahir seorang anak laki-laki. B telah meminta agar S mau
mengawininya secara sah demi untuk kepentingan anak laki-lakinya, tetapi S tidak
setuju. B meminta kepada A agar mau menerimanya sebagai madunya atau setidaknya
member nafkah kepada anak laki-lakinya.
A kemudian telah berbicara baik-baik dengan S tentang hal ini. S mengakui bahwa 2
tahun yang lalu, sewaktu A sedang tugas keluar negeri selama 6 bulan, ia berkenalan
dengan seorang wanita muda di sebuah kafe , yang dilanjutkan pertemuan di hotel
beberapa kali. S yakin bahwa B bukan wanita baik-baik., dan ia menanggap bahwa
hubungan S dengan B adalah hubungan yang “short time” saja.
Pada kasus ini wanita A meminta pengujian DNA kepada dokter. Selanjutnya setalah
dilakukan inform concent sampel diambil dari bapak S, wanita B dan anak laki-laki
sebagai individu yang ingin diuji. Kemudian sampel dikirim kebagian/unit biologi
molekuler untuk dilakukan pengujian DNA.
Setelah dilakukan pemeriksaan DNA pada tersangka ayah ,anak dan ibu maka ketiga
hasil pemeriksaan DNA tersebut dimasukkan dalam suatu table Fcm (father child
mother) pada setiap lokusnya, dicari fragmen DNA maternal , yaitu fragmen DNA
anak yang sama dengan salah satu fragmen DNA ibunya. Kemudian fragmen DNA
anak satunya, yang merupakan fragmen DNA paternal (berasal dari ayah)
dibandingkan dengan kedua fragmen DNA tersangka ayah. Jika ditemukan ada
fragmen DNA tersangka ayah yang sama dengan fragmen DNA paternal anak, maka
pria tersebut dinyatakan mungkin merupakan anak dari pria tersebut. Jika DNA
paternal anak tidak sama dengan salah satu DNA tersangka ayah, maka komposisi
tersebut dapat dinyatakan sebagai ekslusi( 2,3,4,5). Ditemukannya dua ekslusi atau
lebih pada panel 10 atau 15 lokus memastikan bahwa anak tersebut bukan anak pria
tersebut.
Contoh hasil pemeriksaan paternitas yang menunjukkan bahwa tersangka pria adalah
ayah biologis dari seorang anak.
No Lokus Tn. X Anak B Ny. M kesimpulan
01 CSFIPO 11 , 12 11 , 11 11 ,11 mungkin
02 FGA 12 , 15 15 , 16 16 , 18 mungkin
03 TH01 08 , 12 08 , 11 11 , 12 mungkin
04 TPOX 15 , 15 15 , 15 14 , 15 mungkin
05 VWA 19 , 21 19 , 22 20 , 22 Mungkin
06 D3S1358 11 , 12 10 , 12 10 , 22 mungkin
07 D5S818 08 , 11 09 , 11 09 , 11 mungkin
08 D7S820 07 , 09 07 , 07 07 , 08 mungkin
09 D8S1179 14 , 16 14 , 18 17 , 18 mungkin
10 D13S317 12 , 14 14 , 15 15 , 15 mungkin
11 D16S539 08 , 11 08 , 09 08 , 09 mungkin
12 D18S51 14 , 16 16 , 18 15 , 18 mungkin
13 D21S11 14 , 14 13 , 14 13 , 15.2 mungkin

Keterangan :
1. Pada setiap lokus (daerah) DNA yang diperiksa, setiap anak memiliki
sepasang pita DNA, yang dinyatakan sebagai angka yang menunjukkan
panjangnya DNA.
2. Satu pita anak pasti ada padanannya (sama) dengan DNA ibunya (pita
materal), sedangkan satu pita lainnya pasti ada padanannya (sama) dengan
DNA ayah kandungnya (pita paternal)
3. Eksklusi artinya terdapat ketidaksesuaian (tidak sama) DNA paternal anak
dengan DNA tersangka ayah pada lokus tersebut.
4. Seorang pria dikatakan AYAH BIOLOGIS (genetik) dari seorang anak, jika
pita paternal anak sama dengan salah satu DNA pria tersebut pada setiap lokus
DNA yang diperiksa.
5. Seorang pria dikatakan BUKAN AYAH BIOLOGIS (genetik) dari seorang
anak jika dua atau lebih lokus DNA yang diperiksa didapat ada
ketidaksesuaian (eksklusi) DNA paternal anak dengan DNA pria tersebut.
6. Pada tabel diatas didapatkan pada semua lokus DNA ditemukan kesesuaian
DNA paternal anak B dengan DNA Tuan X. Hal ini menunjukkan bahwa anak
B adalah benar anak biologis Tuan X.

Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium diperoleh hasil
bahwa anak laki-laki dari wanita B benar adalah anak kandung dari lelaki S yang
merupakan suami dari wanita A karena didapatkan kecocokan pada pemeriksaan
DNA.

Daftar Pustaka

1. Safitry O. Komplikasi peraturan perundang-undangan terkait praktik kedokteran.


Jakarta: Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal FKUI; 2014.hal
86-93.

2. Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetik dan Hukum Kedokteran. Jilid 2.


Jakarta : Pustaka Dwipar. 2007
3. Staf Pengajar Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Ilmu Kedokteran Forensic. Cetakan ke-2. Jakarta : Bagian Kedokteran Forensik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1997
4. Idries, AM. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Binarupa Aksara
5. Asam Deoksiribonukleat. Diunduh dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Asam_deoksiribonukleat, 3 januari 2017.
6. Kartika Ratna Pertiwi dan Paramita Cahyaningrum. Hereditas Manusia Buku
Satu. Buku ajar mata kuliah Genetika. Jurdik Biologi FMIPA UNY. 2012.hal 41-9.

Anda mungkin juga menyukai