Anda di halaman 1dari 22

Prenatal Diagnosis dan Konseling Genetik

pada Sindrom Down


Sherly Liyo - 102010271
Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA)
Jl.Arjuna Utara no.6
Jakarta 11510
sherlyliyo@gmail.com

Pendahuluan

Sindrom Down merupakan suatu kelainan yang dikarenakan pada kromosom 21


terjadi trisomi atau translokasi pada kromosom 21 dengan kromosom nomor 14 atau 15.
Kelainan ini diuraikan oleh J. Langdon Down pada tahun 1866. Fenotip penderita sindrom
ini sangat khas, yakni kepala lebar, wajah khas, mulut selalu terbuka, ujung lidah besar,
hidung lebar dan datar, kedua lubang hidung terpisah lebar, kelopak mata memiliki lipatan
epikantus yang menyebabkan terjadinya hipertelorism, dan terdapat satu garis lurus pada
tangan (simian crease).1
Penyebab sindrom ini sebagian besar dikarenakan nondisjunction pada kromosom
nomor 21. Kejadian ini akan meningkat dengan peningkatan usia ibu ketika melahirkan,
terutama pada usia diatas 35 tahun. Biasanya penderita sindroma ini mempunyai kelainan
pada jantung dan tidak resisiten terhadap penyakit. Sebagian besar penderita sindrom Down
mengalami kematian yang dikarenakan penyakit jantung yang di deritanya.1
Penanganan pada sindrom Down ini dibutuhkan pengangan yang berkesinambungan
tiap tahun untuk mencegah terjadinya komplikasi yang lebih lanjut. Pada umumnya
penatalaksanaan secara medika sindrom ini dilaksanakan secara simptomatis.1

Anamnesis

Sindrom Down ini merupakan suatu kelainan genetik dan penderitanya dapat
mengalami retardasi mental. Jadi, anamnesis dilakukan melalui orang tua pasien yaitu secara
alloanamnesis. Menjadi suatu hal yang penting bagi kita untuk menanyakan faktor-faktor
risiko yang dapat menyebabkan sindrom Down.1

1
Sejumlah orang tua memiliki kemungkinan lebih tinggi menghasilkan bayi dengan
sindrom Down. Termasuk dalam faktor risiko adalah usia ibu yang sudah lanjut.
Kemungkinan melahirkan bayi dengan sindrom Down terus meningkat seiring
bertambahnya usia. Mereka yang berusia di bawah 25 tahun memiliki kemungkinan 1:1400.
Pada usia 30 risikonya 1:1000. Pada usia 35, kemungkinannya meningkat hingga 1:385.
Pada usia 40 tahun, kemungkinannya lebih meningkat 1:106. Pada usia 45, hampir 1 dari 30
jumlah kelahiran bayi menghasilkan bayi dengan sindrom Down.1

Riwayat kelahiran sebelumnya juga perlu ditanyakan. Wanita yang pernah


melahirkan anak dengan sindrom Down juga memiliki kemungkinan 1% akan melahirkan
bayi selanjutnya dengan kondisi yang sama. Orang tua pembawa kelainan genetik sindrom
Down juga dapat menurunkan hal ini kepada anak-anak mereka dengan kemungkinan lebih
besar dibandingkan orang tua yang tidak memiliki kelainan ini.1

Selain itu, penting juga kita tanyakan tentang riwayat keluarga pasien. Perlu kita
tanyakan apakah ada yang mengalami sindrom down pada keluarga pasien.1

Pemeriksaan Fisik pada Pasien Sindrom Down

1. Kepala
 Wajah

Wajah penderita sindrom Down sangat khas. Pada penderita ini akan tampak
kepala lebar, wajah membulat, mulut selalu terbuka, ujung lidah besar, hidung
lebar dan datar, kedua lubang hidung terpisah lebar, jarak antara kedua mata lebar,
kelopak mata memiliki lipatan epikantus sehingga mirip dengan orang oriental.1,2
 Mata

Pemeriksaan visus untuk menguji ketajaman penglihatan pada penderita sindrom
Down perlu dilakukan. Pada anak yang sudah cukup besar uji ini dilakukan
dengan papan snellen yang biasa berupa tulisan atau gambar.2
 Telinga

Inspeksi

Daun telinga yang kecil terdapat pada sindrom Down.

Pada kelainan yang disebut low set ear posisi daun telinga lebih rendah dari
normal dapat ditemukan pada bayi dengan hidrosefalus, sindrom Apert,
Carpenter, Noonan, Pierre Robin, Turner, William, dan Trisomi 13, 18, dan 21.2

2

Pemeriksaan ketajaman pendengaran dapat dilakukan dengan menggunakan
garputala dan audiometer. Hal ini dilakukan untuk menetukan apakah terjadi
penurunan ketejaman pendengaran seperti tuli perseptif atau tuli konduktif.2
 Mulut

Pemeriksaan gigi digunakan untuk mengetahui waktu dan urutan erupsi, jumlah,
karakter, kondisi dan posisi. Perhatikan abnormalitas posisi gigi.2

Makroglosia, lidah yang terlalu besar, terdapat pada hipotiroidisme, simdrom
Down, simdrom Hurler, dan neoplasma lidah seperti limfangioma, hemangioma,
dan rabdomioma.2

2. Jantung
Pemeriksaan fisik pada jantung dilakukan untuk menentukan adanya penyakit pada
kardiovaskuler yang berkaitan dengan keluhan pasien lemah dalam beraktivitas.
 Inspeksi
Pada inspeksi dilihat apakah denyut apeks atau iktus kordis dapat terlihat atau tidak.
biasanya sulit dilihat pada bayi dan anak kecil, kecuali pada anak yang sangat kurus
atau bila terdapat kardiomegali.2
 Palpasi
pemeriksaan palpasi dilakukan untuk menilai teraba tidaknya iktus, dan apabila
teraba dinilai kuat angkat atau tidak, iramanya regular atau tidak, dan frekuensinya.
Getaran bising (trill) ialah bising jantung yang dapat diraba dengan palpasi ringan.
Getaran bising ini dapat teraba pada fase sistolik dan diastolik dan dapat teraba
apabila terdapat kelainan pada jantung.2
 Perkusi
Perkusi dilakukan untuk menentukan batas jantung.2
 Auskultasi
Kegunaan auskultasi ialah untuk memeriksa bunyi jantung, sistol, dan diastol dan
kemudian menentukan adanya bunyi jantung yang normal dan abnormal.2
3. Status mental dan fisik
Pada anak usia 6 – 10 tahun tetapkan orientasi waktu dan tempat, pengetahuan faktual,
dan keterampilan bahasa dan angka. Obsevasi keterampilan motorik yang digunakan
dalam menulis, mengikat tali sepatu, mengancingkan baju, memotong, dan
menggambar.2
4. Anggota gerak
3

Inspeksi

Tangan dan kaki kelihatan lebar dan tumpul terdapat pada sindrom Down. Selain
itu juga dapat ditemukan Jarak antara jari I dan II, baik tangan maupun kaki agak
besar.1,2

Telapak tangan memiliki garis tangan yang khas abnormal, yaitu hanya
mempunyai sebuah garis mendatar saja (simian crease).2

Tonus otot dinilai dengan memperhatikan gerakan pada otot, dan bila perlu pada
anak besar diminta untuk melakukan gerakan-gerakan normal dengan tahanan dari
pemeriksa. Pada sindrom Down akan didapatkan hipotonia.2

Hipermobilitas sendi yang ditandai oleh hiperrefelsi dan hiperekstensi biasanya
disebabkan oleh relaksasi struktur sekitar sendi. Keadaan ini jelas terlihat pada
sindrom Down, amiotonia kongenital, sindrom Ehlers-Dalos, korea, rakitis, dan
malnutrisi.2

5. Antropometri
Parameter ukuran antropometrik yang dipakai dalam penilaian pertumbuhan fisik antara
lain:
o Pengukuran Berat Badan (BB)
Pengukuran ini dilakukan secara teratur untuk memantau pertumbuhan dan keadaan
gizi.2
o Pengukuran Tinggi Badan (TB)
Pengukuran tinggi badan pada anak sampai usia 2 tahun dilakukan dengan
berbaring., sedangkan di atas umur 2 tahun dilakukan dengan berdiri.2

Pemeriksaan Prenatal

Diagnosis prenatal adalah ilmu dan seni untuk mengidentifikasi kelainan struktur dan
fungsi pada perkembangan janin. Sekitar 2-3% bayi baru lahir mempunyai masalah dengan
kelainan kongenital mayor yang ditemukan pada saat lahir. Kelainan kongenital mayor
merupakan salah satu penyebab utama kematian neonatus, dan kelainan genetik merupakan
empat besar kasus rawat inap di bagian anak.3
Banyak kelainan pada janin dapat diidentifikasi saat prenatal dan kemajuan
teknologi dalam bidang kesehatan telah memungkinkan untuk melakukan pengobatan
prenatal, sehingga saat ini diagnosis prenatal merupakan jembatan penting antara obstetri

4
dan pediatrik. Diagnosis prenatal meliputi evaluasi terhadap tiga kategori pasien berupa
yaitu :
1. Janin dengan risiko tinggi untuk kelainan genetik dan kongenital.
2. Mereka dengan risiko yang tidak diketahui untuk kelainan kongenital umum.
3. Janin yang pada pemeriksaan ultrasonografi (USG) ditemukan mempunyai kelainan
struktur dan perkembangan.3

Kualitas USG mempengaruhi kemampuannya untuk diagnostik prenatal dalam


mendeteksi kelainan-kelainan kongenital yang secara klinis sudah jelas tampak, dan juga
peningkatan kemampuannya mendeteksi kelainan kongenital yang masih belum tampak
jelas secara klinik, selain itu dapat membantu atau sebagai pembimbing yang sangat akurat
untuk berbagai prosedur seperti: pemeriksaan amniosintesis, pemeriksaan villi khorialis,
pemeriksaan darah janin dan pemeriksaan biopsi janin.3
Upaya pencegahan cacat bawaan dapat dibedakan atas pencegahan primer dan
pencegahan sekunder. Pencegahan primer ditujukan pada upaya pencegahan terjadinya
kehamilan dengan cacat bawaan, kegiatan utamanya adalah penyaringan atau deteksi dini
golongan yang mempunyai risiko untuk mendapat keturunan dengan cacat bawaan, yang
meliputi kegiatan skrining, konseling prakonsepsi / pranikah dan tindakan supportifnya
berupa keluarga berencana, adopsi atau inseminasi donor.3
Pencegahan sekunder ditujukan pada upaya pencegahan kelahiran bayi dengan cacat
bawaan dengan melakukan kegiatan pranatal antara lain: skrining genetika dalam kehamilan,
konseling prenatal, diagnosis prenatal dan tindakan suportif lainnya berupa terminasi
kehamilan, terapi gen maupun terapi janin in utero.3

Diagnosis prenatal noninvasif

1. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)


USG adalah prosedur noninvasif untuk pencitraan anatomi janin. Hal ini tidak
berbahaya untuk janin dan ibu. USG dapat mengevaluasi usia kehamilan, serta
mengidentifikasi kembar, posisi janin, letak plasenta, pertumbuhan janin, perkembangan,
dan gerakan, dan setiap cacat lahir structural, dapat menilai volume cairan ketuban.
Banyak sistem organ janin dan lesi anatomi, termasuk beberapa kelainan genitourinari,
pencernaan, tulang, dan sistem saraf pusat dan kardiopati bawaan, bisa divisualisasikan
oleh USG kehamilan antara 16-20 minggu. USG juga digunakan untuk memandu
pengambilan sampel invasif, seperti amniosentesis, CVS, kordosentesis, dan biopsi
janin. Spina bifida dapat dideteksi di awal kehamilan dengan diameter biparietal (BPD)

5
pada USG. BPD lebih rendah pada bayi dengan spina bifida. Setengah dari cacat bawaan
bisa dideteksi oleh modalitas ini. 3
Dengan semakin baiknya resolusi dan sensitifitas pemeriksaan dengan USG,
maka telah terjadi peningkatan penggunaan USG untuk diagnosis prenatal dalam
mememukan abnormalitas morfologi janin terutama setelah 18 minggu, dengan
penggunaan transduser transvaginal memungkinkan deteksi abnormalitas morfologi
janin mulai kehamilan 13 minggu. 3
Informasi yang dapat diperoleh dari pemeriksaan ultrasonografi antenatal
meliputi :
1. Konfirmasi kehidupan janin
2. Penentuan umur kehamilan yang akurat
3. Diagnosis kehamilan ganda dan penentuan korionisitas
4. Deteksi anomali pada janin
5. Pemantauan pertubuhan janin
6. Penilaian kesejahteraan janin
7. Penentuan lokasi plasenta dan tepinya
8. Pemantauan real time untuk prosedur invasive
9. Deteksi kelainan uterus dan adneksa.

Beberapa anomali yang banyak ditemukan antara lain : defek pada jantung, defek
dinding perut, kelainan SSP, kelainan gastro intestinal, kelainan ginjal dan nuchal
translucency. Kelainan ini dapat tersendiri atau berhubungan dengan anomali kromosom
atau bagian dari sindroma mendelian. Dengan demikian pemeriksan dengan USG akan
memberikan manfaat yang besar. 3
2. Ekokardiografi janin
Ekokardiografi janin dapat dilakukan pada usia kehamilan 15 minggu dan
seterusnya. Bila teknik ini digunakan dengan duplex atau warna aliran Doppler, dapat
mengidentifikasi sejumlah besar cacat jantung struktural dan gangguan irama.
Ekokardiagrafi janin dianjurkan dalam kasus di mana cacat jantung dicurigai.3
3. Mengukur alfa fetoprotein - serum ibu
Janin yang sedang berkembang memiliki 2 protein darah utama, albumin dan
alpha-fetoprotein (AFP), sementara orang dewasa hanya memiliki albumin dalam darah
mereka. Tingkat MSAFP (maternal serum alfa feto protein) dapat digunakan untuk
menentukan tingkat AFP dari janin. Nilai normal MSAFP adalah 0.5-2.5 MoM (Multiple
of Median). MSAFP meningkat pada NTD (neural tube defect), misalnya anensefali,
spina bifida, juga dapat meningkat pada cacat dinding perut janin. Namun MSAFP juga
dapat meningkat sesuai usia kehamilan, pada diabetes gestasional, kembar, kehamilan

6
dengan komplikasi perdarahan, dan dalam hubungannya dengan hambatan pertumbuhan
dalam kandungan. 3
Tes MSAFP memiliki sensitifitas terbesar antara 16-18 minggu kehamilan, tetapi
juga dapat dilakukan antara 15-22 minggu kehamilan. Kombinasi dari tes MSAFP dan
USG mendeteksi hampir semua kasus anensefali dan sebagian besar kasus spina bifida.
Juga, NTD dapat dibedakan dari cacat janin lainnya, seperti cacat dinding perut, dengan
menggunakan tes acetylcholinesterase dilakukan pada cairan ketuban yang diperoleh
dari amniosentesis. Jika acetylcholinesterase meningkat bersama dengan MSAFP hal ini
menunjukkan terjadinya NTD. Sebaliknya jika kadar MSAFP rendah, hal ini
menunjukkan terjadinya sindrom Down (ditambah dengan kadar estriol serum ibu yang
rendah, juga kadar β-HCG yang tinggi) atau aneuploidi kromosom lainnya atau gagalnya
suatu kehamilan.3
Diagnosis prenatal infasif
Dengan makin meluasnya indikasi untuk melakukan diagnosis prenatal maka
metode yang tersedia untuk mendeteksi kelainan-kelainan genetik juga meningkat dengan
cepat. Selain amniosintesis, metode diagnostik invasif yang lain meliputi pemeriksaan villi
korialis (CVS), pemeriksaan darah janin (FBS) dan biopsi janin untuk indikasi yang
spesifik. Sampel yang diperoleh dengan metode ini digunakan untuk analisis sitogenetik
(karyotipe dan FISH), diagnosis DNA molekuker (deteksi mutasi langsung, lingkage
analysis) dan atau evalusi biokimia, tergantung pada apa yang diinginkan. Tiap prosedur
invasif ini mempunyai keuntungan dan kerugian yang perlu dipertimbangkan saat
menawarkan pemeriksaan diagnosis prenatal. 4

1. Amniosintesis midsemester
Amniosintesis adalah tindakan mengeluarkan cairan amnion yang mengandung
sel-sel janin dan unsur biokimia dari rongga amnion. Amniosentesis diterima secara luas
menjadi metode untuk diagnosis prenatal untuk kelainan kromosom, penyakit-penyakit
yang diturunkan, dan beberapa infeksi kongenital. 4
Indikasi utama untuk tindakan amniosintesis adalah pemeriksaan karyotype
janin. Sel-sel dalam cairan amnion berasal dari kulit janin yang mengalami deskuamasi
dan dikeluarkan dari saluran gastrointestinal, urogenital, saluran pernafasan dan amnion.
Sel-sel ini dipersiapkan untuk analisis pada tahap metafase maupun untuk pemeriksaan
FISH. Namun laboratorium lebih senang bila mendapat sampel dari darah atau villi
korialis karena banyak mengandung DNA yang diperlukan untuk kultur. 4
Dahulu cairan amnion juga dipakai untuk pemeriksaan kadar enzym untuk
menentukan adanya gangguan metabolisme dan analisis metabolit untuk mendeteksi
7
penyakit kistik fibrosis, namun saat ini telah digantikan dengan pemeriksaan yang lebih
akurat yaitu dengan pemeriksaan mutasi DNA yang bertanggung jawab tehadap kondisi
ini.4
Amniosintesis midtrimester untuk pemeriksaan genetik umumnya dilakukan
pada usia kehamilan antara 15-18 minggu. Pada saat itu jumlah air ketuban sudah
memadai (sekitar 150 ml) dan perbandingan antara sel yang viable dan non viable
mencapai rasio terbesar. 4
Sebelum amniosintesis terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan USG untuk
menentukan jumlah janin, konfirmasi usia kehamilan, memastikan viabilitas janin,
deteksi anomali pada janin dan menentukan lokasi plasenta dan insersi tali pusat serta
memperkirakan jumlah air ketuban. Dilakukan tindakan antisepsis pada kulit perut ibu
dan operator memakai sarung tangan steril. Dengan tuntunan USG, tusukkan jarum
ukuran 20-22 pada kantong amnion yang tidak berisi bagian kecil janin atau tali pusat.
Sebaiknya dilakukan pada daerah fundus untuk mengurangi risiko robekan selaput
ketuban, dan sedapat mungkin menghindari daerah plasenta. Bila terpaksa harus
melakukan tusukan pada daerah plasenta sebaiknya dibantu dengan color doppler untuk
mengidentifikasi pembuluh darah dan lakukan tusukan pada daerah yang paling tipis
jauh dari tepi plasenta. Prosedur ini biasanya tidak memerlukan anestesi lokal. 4
Dapat dilakukan dengan teknik “free hand” dimana tangan operator yang satu
memegang tranduser dan tangan lainnya memegang jarum, atau dapat dipasang
pengantar jarum pada tranduser. Cara ini mempunyai keuntungan karena dapat
menghindari gerakan jarum ke arah lateral yang dapat meningkatkan ukuran tusukan
jarum. Cairan amnion yang pertama diaspirasi dibuang sebanyak 1-2 ml untuk
menghindari kontaminasi dengan sel-sel maternal. Dilakukan aspirasi cairan amnion
sebanyak 15 ml ke dalam tabung untuk analisa sitogenetika. 4
Bila pada kesempatan pertama gagal untuk mengaspirasi cairan maka dapat
dilakukan pada lokasi lain setelah terlebih dahulu menilai kembali keadaan janin dan
letak plasenta. Tenting pada selaput ketuban atau kontraksi uterus sering menjadi
penyebab kegagalan. Bila tindakan kedua gagal maka tunda tindakan amniosintesis
untuk beberapa hari kemudian, jangan melakukan dua kali tindakan pada satu
kesempatan yang sama. 4
Walaupun dengan pengalaman selama kurang lebih tiga dekade dengan
amniosintesis midtrimester namun masih sulit untuk menentukan risiko prosedur ini
yang berhubungan dengan abortus. Pada penelitian prospektif, multisenter yang luas
diperkirakan risiko abortus berkisar 0,5 – 1%. 4

8
Selain abortus risiko lain pada janin dan ibu juga perlu untuk dipertimbangkan.
Sudah ada laporan mengenai terjadinya scar pada tubuh janin akibat tusukan jarum
namun jarang terjadi. Amniosintesis yang dilakukan dengan tuntunan USG dapat
mengurangi risiko tersebut dan juga risiko perlukaan yang lain. Komplikasi lain dari
amniosintesis midtrimester meliputi korioamnionitis, robekan selaput ketuban dan
perdarahan pervaginam. Insidens korioamnionitis < 1 per 1000 prosedur, robekan selaput
ketuban terjadi pada 1-2% penderita, namun biasanya sembuh sendiri dan terjadi
reakumulasi cairan dan pada umumnya luaran kehamilan normal. Insiden perdarahan
pervaginam juga sekitar 1% dan berhubungan dengan ukuran jarum yang dipakai. 4
Sudah pernah dilaporkan kasus sensitasi pada wanita dengan rhesus negatif
setelah amniosintesis, risikonya sekitar 1%. Risiko ini dapat dikurangi dengan
menghindari pendekatan transplasenta, memakai jarum berukuran kecil dan pemberian
anti-D immunoglobulin intramuskuler sesudah tindakan amniosintesis terhadap pasien
Rh-negatif yang belum tersensitasi. 4
2. Amniosintesis dini
Amniosintesis dini adalah amniosintesis yang dilakukan pada usia kehamilan
sebelum 15 minggu (11-14 minggu). Kesulitan teknisnya lebih besar karena jumlah air
ketuban belum banyak dan fusi antara amnion dan korion belum sempurna sehinngga
sering menyebabkan tenting pada selaput ketuban. Selain itu targetnya lebih kecil, uterus
belum berbatasan dengan dinding perut sehingga meningkatkan kemungkinan perlukaan
pada usus atau masuknya kuman dari usus ke uterus. 4
Tindakan amniosintesis dini dilakukan dengan maksud untuk melakukan
diagnosis prenatal yang lebih dini dan menjadi tindakan alternatif untuk pemeriksaan
villi korialis yang tekniknya relatif lebih sulit dan mempunyai lebih banyak komplikasi.
Dengan tuntunan USG dilakukan pengambilan cairan amnion sebanyak 10-12 ml.
Walaupun jumlah sel yang terambil lebih sedikit namun persentasi sel yang viable lebih
besar dibanding dengan pada usia kehamilan yang lebih lanjut. Keberhasilan kultur pada
kehamilan 12-14 minggu lebih dari 95% dengan waktu panen rata-rata 12 hari (1-2 lebih
lama ) daripada kehamilan 16 minggu. Dibanding dengan CVS, amniosintesis dini
mempunyai frekuensi kontaminasi sel maternal dan mosaicsm yang lebih rendah. 4
Beberapa penelitian melaporkan peningkatan risiko abortus pada tindakan
amniosintesis dini dibanding dengan amniosintesis midtrimester dan CVS, namun
Johnson dkk tidak menemukan adanya perbedaan kejadian abortus antara kelompok
amniosintesis dini dan midtrimester. Penelitian lain di Kanada menemukan perbedaan
yang bermakna pada kejadian abortus (7,6% vs 5,9%), robekan selaput ketuban (3,5% vs

9
1,7%) dan deformitas tulang, khususnya talipes equinovarus (1,4% vs 0,4%) antara
kelompok amniosintesis dini dan midtrimester, sehingga peneliti ini menganjurkan untuk
tidak melakukan amniosisntesis dini kecuali tidak ada alternatif lain. 4
3. Pemeriksaan villi korialis
Diagnosis prenatal yang dikerjakan pada trimester kedua mempunyai beberapa
kekurangan antara lain, diagnosis baru dapat diketahui pada usia kehamilan yang lebih
lanjut sehingga risiko untuk terminasi kehamilan lebih besar dan terminasi pada saat
janin sudah mulai bergerak menimbulkan beban emosional yang berat bagi pasien,
sehingga diusahakan untuk melakukan diagnosis prenatal pada trimester pertama.3
Teknik pemeriksaan villi korialis pertama kali diperkenalkan di Cina pada tahun
1975 yang bertujuan untuk menentukan jenins kelamin janin dengan cara memasukkan
kateter halus ke dalam uterus dengan hanya dituntun perasaan taktil. Bila terasa ada
hambatan, kemudian pengisap dipasang dan dilakukan aspirasi potongan villi. 3
Pemeriksaan villi korialis biasanya dilakukan pada usia kehamilan antara 10-12
minggu, untuk pemeriksaan sitogenetik, molekuler (analisis DNA) dan atau metode
biokimia yang dapat diaplikasikan pada jaringan villi. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi
anomali kromosom, defek gen spesifik dan aktivitas enzym yang abnormal dalam
kehamilan terutama pada penyakit turunan. 3
Jaringan villi dapat diambil dengan teknik transervikal maupun transabdominal.
Sebelum tindakan, dilakukan pemeriksaan USG untuk konfirmasi denyut jantung janin
dan letak plasenta. Tentukan posisi uterus dan serviks, bila uterus anteversi maka
tambahan pengisian kandung kemih dapat membantu untuk meluruskan posisi uterus,
namun hindari pengisian kandung kemih yang berlebihan karena dapat mendorong
uterus keluar dari rongga pelvis sehingga memperpanjang jarak untuk mencapai tempat
pengambilan sampel yang dapat mengurangi kelenturan yang diperlukan untuk
manipulasi kateter. 3
Pasien dibaringkan dalam posisis litotomi, antisepsis vulva dan vagina kemudian
masukkan spekulum dan lakukan hal yang sama pada serviks. Ujung distal kateter (3-5
cm) sedikit ditekuk untuk membentuk lengkungan dan kateter dimasukkan kedalam
uterus dengan tuntunan USG sampai terasa tahanan menghilang pada endoserviks.
Operator menunggu sampai sonographer menvisualisasi ujung kateter, kemudian kateter
dimasukkan sejajar dengan selaput korion ke tepi distal plasenta. Keluarkan stylet dan
pasang tabung pengisap 20 ml yang mengandung medium nutrien. Jaringan villi yang
terisap ke dalam tabung dapat dilihat dengan mata telanjang sebagai struktur putih yang
terapung dalam media. Kadang kala diperlukan pemeriksaan mikroskop untuk
mengkonfirmasi jaringan villi. Sering jaringan desidua ibu ikut terambil namun mudah
10
dikenali sebagai stuktur yang amorf (tak berbentuk). Bila tidak berhasil mendapat
jaringan villi yang cukup maka dapat dilakukan insersi kedua. 3,5
Dengan tuntunan USG masukkan jarum spinal ukuran 19 atau 20 ke dalam
sumbu panjang plasenta. Setelah stylet dikeluarkan, aspirasi villi ke dalam tabung 20 ml
yang berisi media kultur jaringan. Berhubung karena jarum yang dipakai lebih kecil dari
kateter servikal maka perlu dilakukan tiga sampai empat kali gerakan maju mundur pada
ujung jarum terhadap jaringan plasenta agar jaringan villi dapat terambil. Berbeda
dengan teknik transervikal yang dilakukan sebelum usia kehamilan 14 minggu, teknik
ini dapat dilakukan sepanjang kehamilan sehingga dapat menjadi alternatif untuk
amniosintesis dan pemeriksaan darah janin. 3,5
Komplikasi yang dapat terjadi pada pemeriksaan villi korialis adalah abortus dan
yang ditakuti akhi-akhir ini adalah hubungan antara tindakan ini dengan kejadian reduksi
anggota gerak. CVS yang dilakukan pada kehamilan < 9 minggu mempunyai risiko
untuk reduksi anggota gerak 10-20 kali lebih besar dibandingkan dengan CVS yang
dilakukan setelah usia > 11 minggu. 3,4,5
Kontaminasi jaringan desidua ibu pada sampel yang dikultur dapat memberikan
hasil negatif palsu, dan hal ini sering terjadi bila hanya sedikit sampel yang terambil,
namun di senter yang telah berpengalaman kejadian ini tidak ditemukan lagi. 3
4. Pemeriksaan darah janin / kordosentesis
Pada tahun 1983, Daffos dkk memperkenalkan metode pengambilan darah janin
dengan tuntunan USG menggunakan jarum spinal ukuran 20-22 melalui perut ibu ke
dalam tali pusat. Teknik ini disebut juga kordosentesis, PUBS (percutaneous umbilical
blood sampling), fetal blood sampling atau furnipuncture. Kordosintesis adalah istilah
yang sering digunakan. 5
Indikasi pemeriksaan ini dapat dibagi atas indikasi diagnostik dan terapeutik.
Umumnya, pemeriksaan darah janin diindikasikan bila keuntungannya lebih banyak dari
kerugiannya. Sebelumnya pemeriksaan darah janin dilakukan untuk karyotype cepat
namun dengan teknik sitogenetik yang baru memakai metode FISH sampel dari villi
korialis dan amniosit juga dapat diperiksa dengan cepat. Indikasi lain untuk pemeriksaan
ini adalah bila ditemukan mosaik atau kegagalan kultur pada amniosintesis dan biopsi
plasenta. Pemeriksaan darah janin juga dilakukan pada wanita yang datang terlambat
(usia kehamilan lanjut) pada kunjungan antenatal dan menginginkan pemeriksaan
karyotype atau untuk diagnosis prenatal retardasi mental fragile-X.5
Indikasi diagnostik yang lain adalah pemeriksaan hemoglobinopathi,
koagulaopathi, penyakit granulomatous kronik dan beberapa kelainan metabolisme serta
penentuan anemia dan trombositopenia pada janin. Untuk indikasi terapeutik adalah :

11
terapi anemia pada janin melalui transfusi darah dan pemberian obat antiaritmia pada
janin dengan hidrops. 3,5
Dengan tuntunan USG tusukkan jarum melalui dinding perut ibu dan arahkan ke
tempat insersi tali pusat di plasenta, tusukan pada bagian tali pusat yang melayang lebih
sulit dilakukan. Bila menggunakan pengantar jarum pada tranduser USG maka ukuran
jarumnya lebih kecil (22-26) sedang bila menggunakan teknik free hand jarum yang
dipakai berukuran 20-22. Bila ujung jarum telah mencapai tali pusat, pasang tabung
pengisap dan isap darah kurang lebih 5 ml. Penting untuk menentukan apakah sampel
darah ini berasal dari janin atau terkontaminasi darah ibu, walaupun dengan teknik yang
baik hal ini jarang terjadi namun lebih bijaksana bila dilakukan pemeriksaan
laboratorium untuk memastikannya. Sel darah janin akan tampak lebih besar dengan
MCV yang lebih besar. Pengambilan sampel darah janin juga dapat dilakukan pada vena
intrahepatik maupun jantung janin.3
Komplikasi yang dapat terjadi pada janin pasca kordosintesis adalah : terjadinya
hematoma atau perdarahan pada tempat tusukan jarum, bradikardi, infeksi.
Kemungkinan untuk terjadinya kematian janin berkisar 1% untuk itu perlu dilakukan
pemantauan denyut jantung janin dengan kardiotokografi selama paling sedikit 30 menit.
Pada ibu komplikasi yang dapat terjadi adalah isoimunisasi rhesus, sehingga harus
diberikan anti-D immunoglobulin pada ibu dengan rhesus negatif. 3

Epidemiologi

Sindroma Down merupakan kelainan kromosomal autosomal yang banyak


terjadi pada manusia. Diperkirakan angka kejadian yang terakhir adalah 1 - 1,2 per
1000 kelahiran hidup, dimana 20 tahun sebelumnya dilaporkan 1,6 per 1000.
Penurunan ini diperkirakan berkaitan dengan menurunnya kelahiran dari wanita yang
berumur. Diperkirakan 20% anak dengan Sindroma Down dilahirkan dari ibu dengan
umur diatas 35 tahun. Sindroma Down dapat terjadi pada semua ras. Dikatakan bahwa
angka kejadiannya pada bangsa kulit putih lebih tinggi dari pada kulit hitam, tapi
perbedaannya tidak bermakna. Insiden Sindrom Down di negara kita tinggi, yaitu satu
kasus hagi setiap 660 kelahiran. Risiko mendapat anak Sindrom Down dikaitkan
dengan usia ibu ketika mengandung, terutama jika mengandung pada umur diatas 35.
Kemungkinan mendapat anak Sindrom Down ialah satu kasus bagi setiap 350
kelahiran (jika umur ibu berusia 35 - 45 tahun) dan satu kasus bagi 25 kelahiran jika
usia ibu melebihi 45 tahun. 2

12
Etiologi

Semenjak ditemukan adanya kelainan kromosom pada sindrom Down pada tahun
1959, maka sekarang perhatian lebih dipusatkan pada kejadian “nondisjunctional” sebagai
penyebabnya, yaitu: 6

1) Genetik.

Diperkirakan terdapat predisposisi genetik terhadap “nondisjunctional”. Bukti yang


mendukung teori ini adalah berdasarkan atas hasil penelitian epidemiologi yang
menyatakan adanya peningkatan risiko berulang bila dalam keluarga terdapat anak
dengan sindrom Down.6

2) Radiasi.

Radiasi dikatakan merupakan salah satu penyebab terjadinya “nondisjunction” pada


sindrom Down ini. Uchida 1981 menyatakan bahwa sekitar 30% ibu yang
melahirkan anak dengan sindrom Down, pernah mengalami radiasi di daerah perut
sebelum terjadinya konsepsi.6

3) Infeksi.

4) Autoimun.

Faktor lain yang juga diperkirakan sebagai etiologi sindrom Down adalah autoimun.
Terutama autoimun tiroid atau penyakit yang berkaitan dengan tiroid. Ada penelitian
yang secara konsisten mendapatkan adanya perbedaan autoantibodi tiroid pada ibu
yang melahirkan anak dengan sindrom Down dengan ibu kontrol yang umurnya
sama.6

5) Umur ibu.

Apabila umur ibu di atas 35 tahun, diperkirakan terdapat perubahan hormonal yang
dapat menyebabkan “nondisjunction” pada kromosom. Perubahan endokrin, seperti
meningkatnya sekresi androgen, menurunnya kadar hidroepiandrosteron,
menurunnya konsentrasi estradiol sistemik, perubahan konsentrasi reseptor hormon,
dan peningkatan secara tajam kdar LH dan FSH secara tiba-tiba dan selama
menopause, dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya “nondisjunction”.6

13
6) Umur ayah.

Selain pengaruh umur ibu terhadap sindrom Down, juga dilaporkan adanya pengaruh
dari umur ayah. Penelitian sitogenetik pada orang tua dari anak dengan sindrom
Down mendapatkan bahwa 20-30% kasus ekstra kromosom 21 bersumber dari
ayahnya. Tetapi korelasinya tidak setinggi dengan umur ibu.6

Trisomi merupakan 3 buah salinan kromosom yang berjumlah lebih banyak dari normal
yang seharusnya sepasang. Kebanyakan trisomi pada embrio terjadi pada awal kehamilan.
Kelangsungan hidup embrio dengan trisomi 21 bergantung atas keseimbangan genetik dari
kromosom spesifik yang terlibat. Usia ibu saat kehamilan berperan penting terhadap
terjadinya Trisomi 21. Orang tua pada usia berapapun, yang mempunyai anak dengan
trisomi 21 mempunyai faktor risiko yang signifikan untuk mempunyai anak dengan kelainan
yang sama, risiko rekurensi ditemukan pada ibu berusia di atas 45 tahun.6

Translokasi merupakan perpindahan kromosom yang terjadi pada badan sel. Sebanyak 5%
kasus sindrom Down dihasilkan oleh translokasi seimbang dari salah satu orang tua, pada
umumnya translokasi antara kromosom 14 dan 21, dapat pula translokasi antara kromosom
14 dan 22 meskipun jarang. Bayi dengan sindrom Down tipe translokasi akan mempunyai
46 kromosom, salah satunya mempunyai badan genetik dari kromosom 14 dan 21. Sindrom
Down tipe translokasi tidak berhubungan dengan usia ibu saat kehamilan, namun akan
meningkat risikonya pada orang tua yang merupakan pembawa sifat (sindrom Down
familial).6

Mosaicism merupakan tipe yang sangat jarang. Pada tipe ini, embrio memiliki 2 deretan sel
dengan kromosom yang berbeda meskipun berasal dari zigot tunggal yang disebabkan oleh
nondisjunction atau lambatnya penyatuan kromosom pada awal embryogenesis atau pada
saat pembelahan sel. Tidak ada peningkatan risiko pada orang tua dengan autosomal
mosaicism untuk melahirkan anak sindrom Down tipe mosaicism pada kelahiran berikutnya.
Namun, bagi orang tua yang memiliki autosomal mosaicism ada risiko yang sama pada
kelahiran berikutnya untuk mendapat anak sindrom Down tipe Trisomi dan anak dengan
non-mosaicism trisomi.6

Patofisiologi

Dari sudut sitologi, dapat dibedakan dua tipe sindrom down :1

14
1. Sindroma Down Triple 21 atau Trisomi 21, dimana pasien mempunyai kelebihan
sebuah autosom nomor 21 sehingga penderita memiliki 47 kromosom. Penulisan
kromosomnya sebagai berikut :1
1. Penderita laki-laki = 47, XY, + 21
2. Penderita perempuan = 47, XX, +21
Cara penulisan + 21 berarti ada kelebihan autosom nomor 21.
Pada Sindroma Down trisomi-21, nondisjunction dalam miosis 1 menghasilkan
ovum yang mengandung 2 buah autosom nomor 21 dan bila ovum ini dibuahi oleh
spermatozoa normal yang membawa autosom nomor 21, maka terbentuklah zigot
trisomi-21
2. Sindrom Down Translokasi.
Translokasi adalah peristiwa terjadinya perubahan struktur kromosom, disebabkan
karena suatu potongan kromosom bersambung dengan potongan kromosom lainnya
yang bukan homolognya.1
Pada sindrom down translokasi, lengan panjang dari autosom nomor 21 melekat pada
autosom lain, kadang – kadang dengan autosom nomor 15, tetapi yang lebih sering
dengan autosom nomor 14. Dengan demikian individu yang menderita sindroma
Down translokasi memiliki 46 kromosom.1

Kromosom yang mengalami tranlokasi dinyatakan dengan tulisan : t(14q21q) yang


dapat diartikan :2
t : translokasi
 14q : lengan panjang dari autosom 14
 21q : lengan panjang dari autosom 21
Pada sindrom down translokasi ini dikenal istilah :
a. Translokasi resiprokal : terjadi bila 2 kromosom bertukar sebagai materi
genetik
b. Translokasi robertsonian : jenis translokasi resiprokal tapi batas patahnya
kromosom pada atau dekat centromere (bagian sentral) 2 buah kromosom jenis
akrosentris [jenis kromosom yang lengan pendeknya (p) sangat pendek dan
tidak mengandung gen].1

Sindrom Down translokasi ini termasuk dalam kelainan struktur kromosom, dimana
pada keadaan ini dapat terjadi keadaan yang balans dan tidak balans. Pada
pengaturan yang balans bagian seluruh kromosom lengkap, tidak ada penambahan
atau pengurangan materi genetik. Umumnya kelainan struktur kromosom yang
balans tidak menyebabkan masalah klinik, tetapi seseorang dengan kelainan struktur
kromosom balans berpotensi mempunyai keturunan dengan kelainan struktur
kromosom yang tidak balans.1

15
Orang tua yang mempunyai kelainan struktur translokasi Robesrtsonian yang balans
maka resikonya berbeda-beda. Misalnya :1
1. Orang tua yang mempunyai kelainan translokasi balans antara kromosom 21
dan 21, artinya kedua kromosom 21 saling melekat sehingga jumlah total
kromosom 45, tetapi jumlah kromosom 21 normal yaitu ada 2 tapi saling
melekat. Keturunan dari orang tua yang mempunyai kelainan ini tidak ada
yang normal. Kemungkinannya hanya trisomi 21 atau monosomi 21.
2. Sementara itu, orang tua yang mempunyai kelainan translokasi robertsonian
balans antara kromosom 14 dan 21. Maka keturunannya bisa:

Monosomi 21 (25%)

Trisomi 21 (25%)

Translokasi balans (25%)

Normal (25%).1
Manifestasi Klinis

Sindroma Down memiliki banyak ciri khas pada tubuh yang dapat dengan mudah
mengenalinya. Selain itu, Sindroma Down juga menyebabkan berbagai gangguan fungsi
organ yang dibawa sejak lahir. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut :
 Pertumbuhan : tumbuh pendek dan obesitas terjadi selama masa remaja.
 Sistem saraf pusat : retardasi mental sedang sampai berat, dengan IQ 20-85 (rata-rata
50). Hipotonia meningkat sejalan dengan umur. Gangguan artikulasi. Sleep apnea
terjadi ketika aliran udara inspirasi dari saluran napas atas ke paru mengalami
hambatan selama 10 detik atau lebih. Hal itu sering mengakibatkan hipoksemia atau
hiperkarbia.
 Tingkah laku : spontanitas alami, sikap yang hangat, menyenangkan, lemah lembut,
sabar, dan toleransi. Hanya sedikit pasien yang mengalami kecemasan dan keras
kepala.
 Gangguan kejang : spasme infantil sering terjadi pada masa bayi, sedangkan kejang
tonik-klonik sering pada pasien yang lebih tua.
 Penuaan dini : berkurangnya tonus kulit, kerontokan atau pemutihan rambut lebih
awal, hipogonadisme, katarak, kehilangan pendengaran, hipotiroidisme yang
berkaitan dengan umur, kejang, keganasan, penyakit vaskular degeneratif, hilangnya
kemampuan adaptasi, dan meningkatnya demensia tipe Alzheimer.
 Tulang tengkorak : brachycephaly, microcephaly, kening melandai, oksiput datar,
fontanela besar dengan penutupan yang lambat, patent metopic suture, tidak adanya
sinus frontalis dan sfenoidalis, dan hipolplasia sinus maksilaris. Bentuk tulang
tengkoraknya asimetris atau ganjil dengan bagian belakang kepalanya mendatar
(sutura sagitalis terpisah).

16
 Mata : fisura palpebra yang condong ke depan, lipatan epikantus bialteral, brushfield
spots (iris yang berbintik), gangguan refrakter (50%), strabismus (44%), nistagmus
(20%), blepharitis (31%), konjungtivitis, kongenital katarak (3%),
pseudopapiledema, kekeruhan lensa yang didapat (30-60%), dan keratokonus pada
orang dewasa.
 Hidung : tulang hidung hipoplastik dan jembatan hidung yang datar.
 Mulut dan gigi : mulut terbuka dengan penonjolan lidah, lidah yang bercelah,
pernapasan mulut dengan pengeluaran air liur, bibir bawah yang merekah, angular
cheilitis, anodonsia parsial (50%), agenesis gigi, malformasi gigi, erupsi gigi yang
terlambat, mikroodonsia (35-50%) pada pertumbuhan gigi primer dan sekunder,
hipoplastik dan hipokalsifikasi gigi, dan maloklusi.
 Telinga : telinga kecil dengan lipatan heliks yang berlebihan. Otitis media kronis dan
hilang pendengaran sering terjadi. Telinganya kecil dan terletak lebih rendah.
 Leher : atlantoaksial tidak stabil (14%) dapat menyebabkan kelemahan ligamen
transversal yang menyangga proses odontoid dekat dengan atlas yang melengkung.
Kelemahan itu dapat menyebabkan proses odontoid berpindah ke belakang,
mengakibatkan kompresi medula spinalis.
 Penyakit jantung bawaan : penyakit jantung bawaan sering terjadi. Hal itu biasanya
diobservasi pada pasien dengan Sindroma Down yang berada di rumah sakit (62%)
dan penyebab kematian yang sering terjadi pada kasus ini pada 2 tahun pertama
kehidupan. Penyakit jantung bawaan yang sering terjadi adalah endocardial cushion
defect (43%), ventricular septal defect (32%), secundum atrial septal defect (10%),
tetralogy of Fallot (6%), dan isolated patent ductus arteriosus (4%). Sekitar 30%
pasien mengalami cacat jantung yang berat. Lesi yang paling sering adalah patent
ductus arteriosus (16%) dan pulmonic stenosis (9%). Sekitar 70% dari semua
endocardial cushion defects berhubungan dengan Sindroma Down.
 Masalah jantung yang paling kerap berlaku ialah jantung berlubang seperti
Ventricular Septal Defect (VSD) yaitu jantung berlubang diantara bilik jantung kiri
dan kanan atau Atrial Septal Defect (ASD) yaitu jantung berlubang diantara atria kiri
dan kanan. Masalah lain adalah termasuk salur ateriosis yang berkekalan (Patent
Ductus Ateriosis / PDA). Bagi kanak-kanak down syndrom boleh mengalami
masalah jantung berlubang jenis kebiruan (cynotic spell) dan susah bernafas.
 Abdomen : rektum diastasis dan hernia umbilikalis dapat terjadi.
 Sistem saluran cerna (12%) : atresia atau stenosis duodenum. Penyakit Hirschprung
(<1%), fistula trakeoesofagus, divertikulum Meckel, anus imperforata, dan
omfalokel juga dapat terjadi.

17
 Saluran urin dan kelamin : malformasi ginjal, hipospadia, mikropenis, dan
kriptorkoidisme.
 Skeletal : tangan pendek dan lebar, klinodaktil pada jari ke lima dengan lipatan fleksi
tunggal (20%), sendi jari hiperekstensi, meningkatnya jarak antara dua jari kaki
pertama dan dislokasi panggul yang didapat.
 Sistem endokrin : tiroiditis Hashimoto yang menyebabkan hipotiroidisme adalah
gangguan tiroid yang paling sering didapat pada pasien Sindroma Down. Diabetes
dan menurunnya kesuburan juga dapat terjadi.
 Sistem hematologi : anak dengan Sindroma Down memiliki risiko untuk mengalami
leukemia, termasuk leukemia limfoblastik akut dan leukemia mieloid. Risiko relatif
leukemia akut pada umur 5 tahun 56 kali lebih besar daripada anak tanpa Sindroma
Down. Transient Myeloproliferative Disease (TMD) adalah abnormalitas hematologi
yang sering mengenai bayi Sindroma Down yang baru lahir. TMD dikarakteristikkan
dengan proliferasi mieoblas yang berlebihan di darah dan sumsum tulang.
Diperkirakan 10% bayi dengan Sindroma Down mengalami TMD.
 Imunodefisiensi : pasien Sindroma Down memiliki risiko 12 kali untuk terkena
penyakit infeksi, terutama pneumonia, karena kerusakan imunitas seluler.
 Kulit : xerosis, lesi hiperkeratotik terlokalisasi, serpiginosa elastosis, alopesia areata,
vitiligo, dan infeksi kulit berulang.
 Tangan dengan telapak yang pendek dan biasanya mempunyai rajah telapak tangan
yang melintang lurus (horizontal/tidak membentuk huruf M), jari pendek-pendek,
biasanya jari ke-5 sangat pendek, hanya mempunyai 2 ruas dan cenderung
melengkung. Tubuh pendek dan cenderung gemuk. Tangannya pendek dan lebar
dengan jari-jari tangan yang pendek dan seringkali hanya memiliki satu garis tangan
pada telapak tangannya. Tapak tangan ada hanya satu lipatan.
 Jarak ibu jari kaki dengan jari kedua lebar. Jari kelingking hanya terdiri dari dua
buku dan melengkung ke dalam (Plantar Crease).

Namun tidak semua ciri – ciri di atas akan terpenuhi pada penderita penyakit sindrom down,
berdasarkan penelitian terakhir orang dengan penyakit sindrom down juga dapat mengukir
prestasi seperti kebanyakan orang yang normal.1,2,6

Penatalaksanaan

Sampai saat ini belum ditemukan metode pengobatan yang paling efektif untuk mengatasi
kelainan ini. Pengobatan hanya bersifat simptomatik. Pada tahap perkembangannya
penderita Down syndrom juga dapat mengalami kemunduran dari sistim penglihatan,

18
pendengaran maupun kemampuan fisiknya mengingat tonus otot-otot yang lemah. Dengan
demikian penderita harus mendapatkan dukungan maupun informasi yang cukup serta
kemudahan dalam menggunakan sarana atau fasilitas yang sesuai berkaitan dengan
kemunduran perkembangan baik fisik maupun mentalnya. Pembedahan biasanya dilakukan
pada penderita untuk mengoreksi adanya defek pada jantung, mengingat sebagian besar
penderita lebih cepat meninggal dunia akibat adanya kelainan pada jantung tersebut. Dengan
adanya leukemia akut menyebabkan penderita semakin rentan terkena infeksi, sehingga
penderita ini memerlukan monitoring serta pemberian terapi pencegah infeksi yang adekuat.
Tidak ada pengobatan untuk memperbaiki sindroma down. Prinsip pengobatan medis
digunakan untuk memperbaiki kualitas hidup dan memperpanjang usia penderita dengan
cara:
-
Pencegahan terhadap infeksi
-
Rehabilitasi medis
-
Alat bantu pendengaran bila didapatkan gangguan pendengaran
-
Pengobatan dan pelatihan perilaku dilakukan jika ada kelainan psikiatri
-
Hormon tiroid diberikan bila didapatkan tanda-tanda hipotiriod, untuk mencegah terjadinya
deteorisasi intelektual dan memperbaiki kemampuan individual.1

Penyuluhan kepada orang tua


Diharapkan penjelasan pertama kepada orang tua singkat, karena kita memandang
bahwa perasaan orang tua sangat beragam dan kerena kebanyakan orang tua tidak
menerima diagnosa itu sementara waktu, hal ini perlu disadari bahwa orang tua sedang
mengalami kekecewaan. Setelah orang tua merasa bahwa dirinya siap menerima
keadaan anaknya, maka penyuluhan yang diberikan selanjutnya adalah bahwa anak
dengan sindrom down itu juga memiliki hak yang sama dengan anak normal lainnya
yaitu kasih sayang dan pengasuhan. Pada pertemuan selanjutnya penyuluhan yang
diberikan antra lain : Apa itu sindrom down, karakteristik fisik dan antisipasi masalah
tumbuh kembang anak. Orang tua juga harus diberi tahu tentang fungsi motorik,
perkembangan mental dan bahasa. Demikian juga penjelasan tentang kromosom dengan
istilah yang sederhana, informasi tentang resiko kehamilan berikutnya.

Pendidikan Khusus (SLB-C)
Anak akan mendapat perasaan tentang identitas personal, harga diri dan kesenangan.
Selain itu mengasah perkambangan fisik, akademis dan kemampuan sosial, bekerja
dengan baik dan menjalin hubungan baik.

Taman bermain
Misal dengan peningkatan keterampilan motorik kasar dan halus melalui bermain
dengan temannya, karena anak dapat melakukan interaksi sosial dengan temannya.

Intervensi dini.6

19
Pada akhir – akhir ini terdapat sejumlah program intervensi dini yang dipakai sebagai
pedoman bagi orang tua untuk memberikan lingkungan bagi anak dengan sindrom down.
Akan mendapatkan manfaat dari stimulasi sensori dini, latihan khusus untuk motorik halus
dan kasar dan petunjuk agar anak mau berbahasa. Dengan demikian diharapkan anak akan
mampu menolong diri sendiri, seperti belajar makan, pola eliminasi, mandi dan yang lainnya
yang dapat membentuk perkembangan fisik dan mental.6

Komplikasi


Penyumbatan jalan nafas selama tidur

Cedera kompresi pada tulang belakang

Endocarditis

Masalah mata seperti katarak, glaukoma, myopi, astigmat, nystagmus, dan
konjungtivitis.

Gangguan pendengaran, infeksi telinga, sinusitis, nasofaringitis.

Masalah jantung (ASD, VSD), hipertensi pulmonal, gagal jantung.

Gastrointestinal penyumbatan, Gastroesofageal Reflux, celiac disease, obesitas.

Kelemahan tulang belakang di bagian atas leher

Hipotiroid, hipertiroid, diabetes melitus.

Transient myeloproliferative disorder (TMD), acute megakaryoblastic leukemia
(AML), and acute lymphoblastic leukemia (ALL). Leukemia limfblastic akut
lebih sering terjadi pada anak diatas usia 1 tahun sedangkan leukemia
myelogenus akut lebih sering terjadi pada bayi.1

Prognosis

4% kasus dengan sindrom Down hidup sampai 60 tahun, dan 14% sampai umur 68
tahun. Berbagai faktor berpengaruh terhadap harapan hidup penderita sindrom Down ini.
Tingginya angka kejadian penyakit jantung bawaan pada penderita ini, mengakibatkan
80% kematian. Namun, saat ini dengan tersedianya berbagai macam antibiotika, maka
usia mereka kini dapat diperpanjang.1

Keadaan lain yang mempengaruhi harapan hidup penderita ini adalah meningkatnya
nagka kejadian leukimia pada sindrom Down, sekitar 15 kali dari populasi normal.
Timbulnya penyakit alzheimer yang lebih dini pada kasus ini, akan menurunkan harapan
hidup setelah umur 44 tahun.1

20
Pencegahan


Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui
amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan (16-20
minggu). Terlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan Down syndrome
atau mereka yang hamil di atas usia 35 tahun harus dengan hati-hati dalam memantau
perkembangan janinnya karena mereka memiliki resiko melahirkan anak dengan Down
syndrome lebih tinggi. Down Syndrome tidak bisa dicegah, karena Down Syndrome
merupakan kelainan yang disebabkan oleh kelainan jumlah kromosom. Jumlsh
kromosom 21 yang harusnya cuma 2 menjadi 3.1

Konseling genetik juga menjadi alternatif yang sangat baik, karena dapat menurunkan
angka kejadian sindrom down. Dengan Gene targeting atau Homologous recombination
gene dapat dinon-aktifkan. Sehingga suatu saat gen 21 yang bertanggung jawab
terhadap munculnya fenotip sindrom down dapat di non aktifkan.
Genetic counseling :
1. Jangan mengandung ≥ 35 tahun → untuk menghindari terjadinya trisomi 21 tipe
komplit dan trisomi 21 tipe mosaik.
2. Jangan punya anak lagi → untuk menghindari terjadinya trisomi 21 tipe translokasi.
3. Abortus medicinalis → ditujukan untuk bayi dengan trisomi 21 dalam kandungan.

Para ibu dianjurkan untuk tidak hamil setelah usia 35 tahun. 1

Kesimpulan

Sindrom Down merupakan salah satu penyakit yang diakibatkan karena kesalahan
jumlah dalam kromosom khususnya kromosom 21. Penyakit ini dapat terjadi akibat berbagai
faktor antara lain faktor usia ibu, faktor kesalahan pembelahan kromosom dan faktor
translokasi robertsonian. Sindrom down memiliki banyak manifestasi klinik tetapi memiliki
kekhasan dalam wajah yang disebut mongolodi face atau wajah khas sindrom down.

Penyakit ini tidak ada disembuhkan tetapi dapat diobati manifestasi klinik yang ada
seperti kelainan jantung bawaan. Dengan berkembangnya ilmu medis sindrom down yang
tadinya hanya bertahan dalam 1 tahun pertama sekarang sudah dapat bertahan sampai 50
tahun. Sindrom down ini dapat dideteksi dengan berbagai skrining semasa kehamilan
dengan menggunakan teknik aminosentesis, chorrionic villus sampling.

Daftar Pustaka

21
1. Suryo. Genetika manusia. Yogyakakarta: Gajah Mada Press; 2003.h.259-72.
2. Janti Sudiono. Sindrom Down (trisomi 21). Gangguan Tumbuh Kembang
Dentokraniofasial. Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2007. h.84-91.
3. Cunningham F, MacDonald P, Gant N, Leveno K, Gilstrap L, Hankins Gea. Prenatal
diagnosis and therapy. In: Williams obstetrics. 21 ed. New York: McGraw Hill;
2007.h.973-1003.
4. M Teresa. Prenatal Diagnosis for Congenital Malformations and Genetic Disorders. 7
Agustus 2012. Diunduh dari www.medscape.com, 14 September 2013.
5. L Tom, F Avroy. Perewatan kehamilan, skrining prenatal, kedokteran dan
pembedahan fetal. In: At a glance neonatologi. Jakarta: Erlangga; 2009.h. 16-7.
6. Soetjiningsih. IG. N. Gde Ranuh (editor). Sindrom Down. Tumbuh Kembang Anak.
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2005. h.211-20.

22

Anda mungkin juga menyukai