Anda di halaman 1dari 18

Deep Vein Thrombosis dan Penatalaksanaannya

Oleh:

Deviat Astriana Amier

102014135

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl.Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731

e-mail : DEVIAT.2014fk135@civitas.ukrida.ac.id

Abstract

Thrombosis is the formation of blood elements within a vein or artery in a living


creature. Thrombosis concept was first introduced by Virchow in 1856 with the filing of the
description known as the pathophysiology of Virchow's Triad, consisting of a blood vessel
wall abnormalities, changes in blood composition, and impaired blood flow. Management
can be done is divided into two, namely the management with nonpharmacological and
pharmacological management (eg administration of heparin and warfarin).

Keyword: Thrombosis, Pathophysiology of Virchow's Triad, Heparin and Warfarin

Abstrak
Trombosis adalah terbentuknya masa dari unsur darah didalam pembuluh darah
vena atau arteri pada makluk hidup. Konsep trombosis pertama kali diperkenalkan oleh
Virchow pada tahun 1856 dengan diajukannya uraian patofisiologi yang terkenal
sebagai Triad of Virchow, yaitu terdiri dari abnormalitas dinding pembuluh darah,
perubahan komposisi darah, dan gangguan aliran darah. Penatalaksanaan yang dapat
dilakukan terbagi dua, yaitu penatalaksanaan secara nonfarmakologi maupun
penatalaksanaan secara farmakologi (misalnya pemberian heparin dan warfarin).

Kata Kunci : Trombosis, Triad of Virchow, Heparin dan Warfarin

1
Pendahuluan

Trombosis adalah terbentuknya masa dari unsur darah didalam pembuluh darah vena
atau arteri pada makluk hidup. Trombosis merupakan istilah yang umum dipakai untuk
sumbatan pembuluh darah, baik arteri maupun vena. Trombosis hemostatis yang bersifat
self-limited dan terlokalisir untuk mencegah hilangnya darah yang berlebihan merupakan
respon normal tubuh terhadap trauma akut vaskuler, sedangkan trombosis patologis
seperti trombosis vena dalam (TVD), emboli paru, trombosis arteri koroner yang
menimbulkan infark miokard, dan oklusi trombotik pada serebro vaskular merupakan
respon tubuh yang tidak diharapkan terhadap gangguan akut dan kronik pada pembuluh
darah dan darah. Ahli bedah vaskular berperan untuk mengeluarkan trombus yang
sudah terbentuk yaitu dengan melakukan trombektomi.1 Konsep trombosis pertama kali
diperkenalkan oleh Virchow pada tahun 1856 dengan diajukamya uraian patofisiologi
yang terkenal sebagai Triad of Virchow, yaitu terdiri dari abnormalitas dinding
pembuluh darah, perubahan komposisi darah, dan gangguan aliran darah. Ketiganya
merupakan faktor-faktor yang memegang peranan penting dalam patofisiologi
thrombosis, dikenal dua macam trombosis, yaitu trombosis arteri dan trombosis vena.
Etiologi trombosis adalah kompleks dan bersifat multifaktorial. Meskipun ada perbedaan
antara trombosis vena dan trombosis arteri, pada beberapa hal terdapat keadaan yang
saling tumpang tindih. Trombosis dapat mengakibatkan efek lokal dan efek jauh. Efek
lokal tergantung dari lokasi dan derajat sumbatan yang terjadi pada pembuluh darah,
sedangkan efek jauh berupa gejal-gejala akibat fenomena tromboemboli.2 Trombosis pada
vena besar akan memberikan gejala edema pada ekstremitas yang bersangkutan.
Terlepasnya trombus akan menjadi emboli dan mengakibatkan obstruksi dalam sistem
arteri, seperti yang terjadi pada emboli paru, otak dan lain-lain. 1 Dalam PBL kali ini, terdapat
kasus mengenai seorang laki-laki berusia 56 tahun, tiba-tiba mengeluh otot betis kanan
membengkak dan timbul rasa nyeri, nyeri tumpul jika di sentuh dan teraba hangat 1 jam
setelah turun pesawat. Semoga makalah kali ini dapat membantu mahasiswa FK Universitas
Kristen Krida Wacana lebih memahami lagi materi yang terkait dengan kasus diatas.
Rumusan Masalah
Seorang laki-laki berusia 56 tahun, tiba-tiba mengeluh otot betis kanan membengkak dan
timbul rasa nyeri, nyeri tumpul jika di sentuh dan teraba hangat 1 jam setelah turun pesawat.

2
Hipotesis
Seorang laki-laki berusia 56 tahun di diagnosis oleh dokter menderita Deep Vein Thrombosis
(DVT).
Sasaran Pembelajaran
a) Mahasiswa/i mampu memahami dan menjelaskan mengenai definisi dari penyakit Deep
Vein Thrombosis (DVT).
b) Mahasiswa/i mampu memahami dan menjelaskan mengenai etiologi dan eprdemiologi
dari Deep Vein Thrombosis (DVT).
c) Mahasiswa/i mampu memahami dan menjelaskan mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi, gejala dan komplikasi dari penyakit Deep Vein Thrombosis (DVT).
d) Mahasiswa/i mampu memahami dan menjelaskan mengenai pemeriksaan fisik,
penunjang, prognosis, pencegahan dan penatalaksanaan dari penyakit Deep Vein
Thrombosis (DVT).

Pembahasan
Anamnesis
1) Identitas pasien3
Nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, status, suku bangsa, alamat, no
register dan tanggal masuk.
2) Keluhan utama3
Rasa nyeri (dapat timbul saat istirahat atau sedang beraktifitas), pembengkakan tungkai,
kemerahan pada tempat yang terkena dan timbulnya luka/sores pada kaki.
3) Riwayat penyakit sekarang3
o Sejak kapan klien mengalami keluhan?
o Apa yang telah dilakukan untuk mengatasi keluhan tersebut?
4) Riwayat penyakit dahulu3
o Apakah klien sebelumnya pernah menderita penyakit yang sama?
o Apakah sembuh?
5) Riwayat penyakit keluarga3
Apakah keluarga pernah menderita pemyakit yang sama dengan klien?
6) Pengkajian fisik3
Terbentuknya sumbatan aliran darah vena karena trombosis (bekuan darah) di dalam
pembuluh darah vena terutama pada vena tungkai bawah yang ditandai dengan tungkai
yang membengkak dan nyeri.

3
A. Pengertian Penyakit Deep Vein Thrombosis
Arteri-arteri mempunyai otot-otot yang tipis didalam dinding-dinding mereka supaya
mampu untuk menahan tekanan darah yang dipompa jantung keseluruh tubuh. Vena-vena
tidak mempunyai lapisan otot yang signifikan, dan disana tidak ada darah yang dipompa balik
ke jantung kecuali fisiologi. Darah kembali ke jantung karena otot-otot tubuh yang besar
menekan/memeras vena-vena ketika mereka berkontraksi dalam aktivitas normal dari
gerakan tubuh. Aktivitas-aktivitas normal dari gerakan tubuh mengembalikan darah ke
jantung. Ada dua tipe dari vena-vena di kaki, vena-vena superficial (dekat permukaan) dan
vena-vena deep (yang dalam). Vena-vena superficial terletak tepat dibawah kulit dan dapat
terlihat dengan mudah pada permukaan. Vena-vena deep, seperti yang disiratkan namanya,
berlokasi dalam didalam otot-otot dari kaki. Darah mengalir dari vena-vena superficial
kedalam sistim vena dalam melalui vena-vena perforator yang kecil. Vena-vena superficial
dan perforator mempunyai klep-klep (katup-katup) satu arah didalam mereka yang
mengizinkan darah mengalir hanya dari arah jantung ketika vena-vena ditekan. 1,4
Bekuan darah (thrombus) dalam sistim vena dalam dari kaki adalah sebenarnya tidak
berbahaya. Situasi menjadi mengancam nyawa ketika sepotong dari bekuan darah terlepas
(embolus, pleural=emboli), berjalan ke arah muara melalui jantung kedalam sistim
peredaran paru, dan menyangkut dalam paru. Diagnosis dan perawatan dari deep venous
thrombosis (DVT) dimaksudkan untuk mencegah pulmonary embolism.5 Lihat gambar 1

Gambar 1: Proses Aliran Darah

4
Bekuan-bekuan dalam vena-vena superficial tidak memaparkan bahaya yang
menyebabkan pulmonary emboli karena klep-klep vena perforator bekerja sebagai saringan
untuk mencegah bekuan-bekuan memasuki sistim vena dalam. Mereka biasanya tidak
berisiko menyebabkan pulmonary embolism.4

B. Penyebab atau Faktor Resiko Penyakit Deep Vein Thrombosis


Darah dimaksudkan untuk mengalir dengan normal, tetapi jika ia mempunyai suatu
hambatan maka akan terjadi potensi untuk membeku/menggumpal. Darah dalam vena-vena
secara terus menerus membentuk bekuan-bekuan yang mikroskopik yang secara rutin
diuraikan oleh tubuh. (Lihat pada gambar 2) Akan tetapi pembentukan trombus dapat terjadi
di vena dalam akibat berbagai faktor. Trombus yang terbentuk di vena iliaka dan vena
femoralis proksimal dapat lepas dari tempatnya dan mengikuti aliran darah (emboli) hingga
ke jantung dan paru. Adanya emboli kemudian dapat menyumbat pembuluh darah di paru
sehingga menimbulkan emboli paru. Sementara itu, emboli berukuran kecil akan menyumbat
kapiler paru sehingga terjadi infark jaringan paru. Tetapi, jika emboli berukuran besar, dapat
terjadi penyumbatan parsial atau bahkan seluruh aliran darah dari ventrikel kanan dan
menyebabkan kematian. Pembuluh vena yang dapat mengalami trombosis vena dalam antara
lain : vena tibialis, vena poplitea, vena iliofemoral, vena cava, vena aksilaris.4,5

Gambar 2: Proses Penutupan Luka

5
Jika keseimbangan dari pembentukan bekuan dan pemecahan dirubah,
pembekuan/penggumpalan yang signifikan dapat terjadi. Thrombus dapat terbentuk jika satu,
atau kombinasi dari situasi-situasi berikut hadir 4,5:
1. Imobilitas (Keadaan Tak Bergerak)
 Perjalanan dan duduk yang berkepanjangan, seperti penerbangan-penerbangan
pesawat yang panjang ("economy class syndrome"), mobil, atau perjalanan kereta
api
 Opname rumah sakit
 Operasi
 Trauma pada kaki bagian bawah dengan atau tanpa operasi atau gips
 Kehamilan, termasuk 6-8 minggu setelah partum
 Kegemukan
2. Hypercoagulability (Pembekuan darah lebih cepat daripada biasanya)
 Obat-obat (contohnya, pil-pil pengontrol kelahiran, estrogen)
 Merokok
 Kecenderungan genetik
 Polycythemia (jumlah yang meningkat dari sel-sel darah merah)
 Kanker
3. Trauma pada vena
 Patah tulang kaki
 Kaki yang memar
 Komplikasi dari prosedur yang invasif dari vena

C. Tanda dan Gejala Penyakit Deep Vein Thrombosis serta Pemeriksaan Penunjang
yang di perlukan
Sekitar 50% penderita tidak menunjukkan gejala sama sekali. Jika trombosis
menyebabkan peradangan hebat dan penyumbatan aliran darah, otot betis akan membengkak
dan bisa timbul rasa nyeri, nyeri tumpul jika disentuh dan teraba hangat. Pergelangan kaki,
kaki atau paha juga bisa membengkak, tergantung kepada vena mana yang terkena. Beberapa
trombus mengalami penyembuhan dan berubah menjadi jaringan parut, yang bisa merusak
katup dalam vena. Sebagai akibatnya terjadi pengumpulan cairan (edema) yang menyebabkan
pembengkakan pada pergelangan kaki. Jika penyumbatannya tinggi, edema bisa menjalar ke
tungkai dan bahkan sampai ke paha. Pagi sampai sore hari edema akan memburuk karena
efek dari gaya gravitasi ketika duduk atau berdiri. Sepanjang malam edema akan menghilang

6
karena jika kaki berada dalam posisi mendatar, maka pengosongan vena akan berlangsung
dengan baik.6
Gejala lanjut dari trombosis adalah pewarnaan coklat pada kulit, biasanya diatas
pergelangan kaki. Hal ini disebabkan oleh keluarnya sel darah merah dari vena yang teregang
ke dalam kulit. Kulit yang berubah warnanya ini sangat peka, cedera ringanpun (misalnya
garukan atau benturan), bisa merobek kulit dan menyebabkan timbulnya luka terbuka (ulkus,
borok). Trombosis vena dalam merupakan keadaan darurat yang harus secepat mungkin
didiagnosis dan diobati, karena sering menyebabkan terlepasnya trombus ke paru dan
jantung. Tanda dan gejala klinis yang sering ditemukan berupa5,6 :
a) Pembengkakan disertai rasa nyeri pada daerah yang bersangkutan, biasanya pada
ekstremitas bawah. Rasa nyeri ini bertambah bila dipakai berjalan dan tidak berkurang
dengan istirahat.
b) Kadang nyeri dapat timbul ketika tungkai dikeataskan atau ditekuk.
c) Daerah yang terkena berwarna kemerahan dan nyeri tekan.
d) Dapat dijumpai demam dan takikardi walaupun tidak selalu.

Kemudian dilakukan suatu diagnosis salah satunya dengan melakukan pemeriksaan


penunjang seperti3 :
a)Pemeriksaan laboratorium : Kadar d-dimer (meningkat) artinya adanya suatu trombosis
yang aktif dan dapat dipengaruhi oleh adanya keganasan atau kerusakan jaringan.
b) Non invasif : USG doppler , untuk memberikan gambaran aliran darah arteri dan vena
pada bagian tungkai. USG doppler klasik memiliki nilai sensitivitas 88% dan spesifisitas
88%, sementar USG dopple berwarna memiliki sensitivitas 97% dan spesifisitas 98% untuk
mendeteksi adanya trombus.
c) CT venografi
d) Penggunaan CT venografi ekstremitas bawah di tujukan untuk mendeteksi trombosis vena
dalam dengan sensitivitas 100% dan spesifisitas 96%. Pemeriksaan ini lebih superior
dibandingkan venografi konvensional untuk mendeteksi perluasan trombus ke vena pelvis
dan vena cava inferior.
e) invasif : Flebografi, merupakan prosedur invasif untuk visualisasi vena terutama vena
ektremitas bawah yang menggunakan sinar x dengan kontras . Flebografi dapat
mengkonfirmasi diagnosis DVT dari penyumbat lainnya.

7
Diagnosis Banding
1. Superficial Thrombophlebitis
Thrombophlebitis terjadi ketika terjadi pembengkakan dalam satu atau lebih pada vena
sebagai akibat dari pembekuan atau penggumpalan darah. Thrombophlebitis terutama terjadi
pada vena di kaki, dan kurang umum pada vena di lengan atau leher.
Kondisi ini biasanya berkembang karena imobilitas untuk jangka waktu yang relatif lama,
seperti istirahat setelah operasi atau perjalanan dalam waktu yang lama di pesawat. Jika vena
yang terkena tepat di bawah kulit, kasus ini disebut trombophlebitis superfisial. Sedangkan
trombophlebitis yang terjadi di dalam jaringan otot disebut dengan deep vein thrombosis
(DVT). DVT dapat menyebabkan komplikasi serius jika bekuan menjadi gumpalan (emboli)
dan mulai beredar dalam darah, karena dapat menyebabkan penyumbatan arteri paru-paru
(emboliparu). Ada beberapa jenis pengobatan untuk penyakit ini mulai dari pencegahan
perawatan diri dan metode untuk pengobatan dan pembedahan.1,5

Penyebab
Kerentanan terhadap trombophlebitis meningkat oleh karena kondisi, antara lain5,6:
1. Imobilitas untuk jangka waktu yang relatif lama, seperti ketika bepergian, istirahat setelah
serangan jantung, atau operasi.
2. Beberapa jenis kanker, seperti dalam kasus kanker pankreas yang menyebabkan
peningkatan procoagulants dalam darah, yaitu zat yang diperlukan untuk pembekuan darah.
3. Memiliki lengan atau kaki lumpuh akibat stroke.
4. Memiliki alat pacu jantung atau memiliki kateter di pembuluh darah pusat yang dapat
menurunkan aliran darah dan mengiritasi pembuluh darah.
5. Hamil atau baru saja melahirkan mengakibatkan peningkatan tekanan darah di kaki dan
vena pelvis.
6. Kemungkinan peningkatan pembentukan bekuan darah akibat terapi penggantian hormon
atau obat pengontrol kelahiran.
7. Memiliki riwayat keluarga dengan kecenderungan pembentukan bekuan darah.
8. Kegemukan
9. Memiliki varises
10. Merokok

8
Gejala Klinis
Gejala-gejala penyakit ini, antara lain5,6:
1. Bengkak dan kemerahan
2. Nyeri saat menyentuh dan sensasi hangat di daerah yang tersentuh

Ketika vena dekat permukaan kulit terpengaruh, dapat terlihat pembuluh merah, keras
dan lembut tepat di bawah permukaan kulit. Ketika vena di kaki terkena, kaki dapat menjadi
bengkak, lembut, dan nyeri, akan sangat terasa ketika berdiri atau berjalan. Gejala penyakit
ini juga dapat disertai dengan demam. Namun, banyak orang dengan trombosis vena tidak
memiliki gejala. Ketika terlihat pembuluh tampak keras, merah, bengkak atau nyeri urat,
harus segera mencari perawatan medis. Terutama jika pekerjaan seseorang memungkinkan
imobilitas atau jika ada riwayat keluarga trombophlebitis. Perawatan medis darurat harus
diusahakan jika gejala yang parah dan disertai dengan sesak nafas atau demam tinggi, yang
mungkin merupakan kondisi dari DVT, yang dapat meningkatkan risiko pembekuan darah
terutama ke paru-paru.5,6

2. Insufisiensi Vena Kronik


Insufisiensi vena kronik (IVK) adalah suatu kondisi di mana dinding atau katup pembuluh
darah balik (vena) di tungkai tidak berkerja secara efektif sehingga darah dari tungkai sulit
dipompa kembali ke jantung. IVK menyebabkan darah yang miskin oksigen terkumpul di
pembuluh darah tungkai (stasis). IVK umumnya ditemui pada wanita usia 40 – 49 tahun atau
laki – laki usia 70 – 79 tahun.5,7

Gejala Klinis

Penderita IVK sering mengeluhkan beberapa gejala yang mengganggu pada fase awal
penyakit ini, namun kemudian keluhan berkurang dan memburuk kembali seiring
pertambahan usia. gejala IVK antara lain5,7:

 Rasa keram, berat, atau kesemutan pada tungkai


 Nyeri tungkai yang memburuk jika berdiri dan membaik jika tungkai dinaikkan atau
berjalan;
 Pembengkakan tungkai, terutama jika berdiri dalam waktu lama;
 Kemerahan atau perubahan warna pada tungkai dan pergelangan kaki;

9
 Penebalan dan pengerasan kulit pada tungkai dan pergelangan kaki
(lipodermatosklerosis);
 Luka dalam pada tungkai (ulkus stasis);
 Luka yang sulit sembuh pada tungkai.

IVK umumnya berkaitan dengan varises vena, dimana vena tungkai tampak membesar,
menonjol dan berkelok – kelok. Jika IVK tidak diobati, maka tekanan dan pembengkakan
pada vena akan terus meningkat sampai pembuluh darah paling kecil (kapiler) di tungkai
pecah. Jika hal ini terjadi, maka kulit akan berwarna merah – kecokelatan, timbul peradangan
di daerah sekitarnya, dan terjadi kerusakan jaringan. Jika tidak diatasi dengan baik, IVK
dapat menyebabkan infeksi kronik yang mengancam nyawa. IVK dapat menyebabkan
beberapa komplikasi: sumbatan (trombosis) vena dalam, emboli paru, penymbatan kelenjar
getah bening yang menyebabkan pembengkakan, dan infeksi jaringan luas.5,7

Penyebab

Pembuluh darah vena berfungsi mengalirkan darah dari seluruh tubuh kembali ke
jantung. Untuk mencapai jantung, darah pada vena tungkai harus mengalir ke arah atas. Otot
– otot tungkai harus berkontraksi untuk memeras darah pada vena tersebut. Vena memiliki
katup satu – arah untuk mencegah darah kembali ke bawah. IVK terjadi jika katup in
mengalami kerusakan sehingga darah yang dipompa kembali ke arah bawah dan tertumpuk
sehingga tekanan dalam vena meningkat. Kerusakan katup dapat terjadi akibat proses
penuaan, duduk atau berdiri dalam jangka waktu lama, atau penurunan mobilitas tungkai.
IVK juga dapat terjadi akibat sumbatan pada vena dalam tungkai (trombosis vena dalam),
tumor panggul, dan malformasi pembuluh darah. Faktor risiko menderita IVK antara lain:
penderita trombosis vena dalam, varises vena, obesitas, kehamilan, merokok, jenis kelamin
wanita, riwayat berdiri atau duduk lama, kurang gerak, dan usia di atas 50 tahun.5,7

3. Deep Venous Thrombosis


Gejala-gejala dari deep vein thrombosis berhubungan dengan rintangan dari darah
yang kembali ke jantung dan menyebabkan aliran balik pada kaki. Secara klasik, gejala-
gejala termasuk5:
 nyeri,
 bengkak,
 kehangatan, dan

10
 kemerahan.
Tidak semua dari gejala-gejala ini harus terjadi; satu, seluruh, atau tidak ada mungkin
hadir dengan deep vein thrombosis. Gejala-gejala mungkin meniru infeksi atau cellulitis dari
kaki. Menurut sejarah, dokter-dokter akan mencoba menimbulkan sepasang penemuan-
penemuan klinik untuk membuat diagnosis. Dorsiflexion dari kaki (menarik jari-jari kaki
menuju ke hidung, atau Homans' sign) dan Pratt's sign (memencet betis untuk menghasilkan
nyeri), telah ditemukan tidak efektif dalam membuat diagnosis.

D. Patofisiologi Penyakit Deep Vein Thrombosis


Trombosis vena terjadi akibat aliran darah menjadi lambat atau terjadinya
statis aliran darah, sedangkan kelainan endotel pembuluh darah jarang merupakan
faktor penyebab. Trombus vena sebagian besar terdiri dari fibrin dan eritrosit dan
hanya mengandung sedikit masa trombosit. Pada umumnya menyerupai reaksi
bekuan darah dalam tabung.1
Faktor-faktor penyebab pada trombosis vena dikenal dengan virchow triad
(tigaserangkai Virchow) yaitu8,9 :

1. Perubahan dinding pembuluh darah


Pembuluh darah yang dilapisi oleh semacam lapisan khusus dari sel yang disebut sel endotel.
Ini adalah semacam sel yang memiliki sifat khusus, mencegah pembekuan darah normal di
atasnya. Apapun yang merusak sel endotel, dapat menyebabkan darah menggumpal pada
lapisan pembuluh darah di bawah sel endotel. Dinding pembuluh juga dapat berubah dengan
memiliki bekas luka di atasnya seperti memiliki bekas trombosis vena sebelumnya - atau
tonjolan dan narrowings dari dinding pembuluh darah seperti pada varises.
2. Perubahan aliran darah
Manusia, seperti semua binatang, benar-benar melakukan pergerakan yang cukup aktif.
Sayangnya dengan kehidupan modern, ada banyak contoh di mana mereka melakukan
pergerakan yang kurang aktif dari yang mereka harus lakukan.
Ini mungkin merupakan alasan mengapa seseorang tidak dapat menghindarinya, seperti sakit
atau patah kaki, cara hidup seseorang seperti duduk untuk waktu yang lama di depan
komputer atau televisi, perjalanan di mobil, pelatihan atau pesawat. Dengan mengurangi
aktivitas kaki, pompa infus dan otot sehingga aliran darah menjadi sangat lamban dalam vena
dalam. Penyebab lain perubahan dalam aliran darah adalah bila terjadi perubahan diameter
atau panjang pembuluh darah - seperti yang ditemukan pada varises. Darah mengalir lancar

11
pada pembuluh darah yang lurus dan sempit, varises dengan tonjolan narrowings dapat
mengakibatkan terjadinya perubahan pada aliran darah dan dapat memungkinkan terjadinya
pembekuan darah.
3. Perubahan komposisi darah
Penyebab paling umum perubahan komposisi darah adalah dehidrasi. Hal ini sering
terjadi karena orang meminum alkohol atau meminuman minuman dengan kandungan kafein
di dalamnya seperti teh, kopi atau minuman ringan. Sayangnya alkohol dan kafein bertindak
sebagai diuretik, yang berarti bahwa meskipun fluida sedang diambil dalam, lebih banyak
dikeluarkan dalam bentuk urin. Oleh karena itu darah menjadi lebih terkonsentrasi dan lebih
mungkin untuk membeku.
Wanita yang menggunakan kontrasepsi estrogen baik dalam bentuk pil kontrasepsi
oral atau sebagai HRT, juga mengubah komposisi darah dengan cara yang membuat
trombosis lebih mungkin terjadi. Orang dengan lemak darah tinggi (hyperlipidaemia) juga
lebih mungkin untuk mendapatkan bekuan karena komposisi darah yang abnormal.
Pasien dengan faktor risiko tinggi untuk menderita trombosis vena dalam
yaitu apabila5 :
- Riwayat trombosis, stroke
- Paska tindakan bedah terutama bedah ortopedi
- Imobilisasi lama terutama paska trauma/ penyakit berat
- Luka bakar
- Gagal jantung akut atau kronik
- Penyakit keganasan baik tumor solid maupun keganasan hematologi
- Infeksi baik jamur, bakteri maupun virus terutama yang disertai syok.
- Penggunaan obat-obatan yang mengandung hormon esterogen
- Kelainan darah bawaan atau didapat yang menjadi predisposisi untuk terjadinya trombosis.
Keadaan ini dapat menyerang semua usia, tersering setelah usia 60 tahun,
dan tidak terdapat perbedaan angka kejadian antara laki-laki dan perempuan.

E. Penatalaksanaan Penyakit Deep Vein Thrombosis


1. Terapi Nonfarmakologi10 (Lihat pada Gambar 3)
 Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena untuk melancarkan aliran darah
vena (elevasi)
 Kompresi : pemberian tekanan dari luar, seperti penggunaan stocking

12
 Kompres hangat untuk meningkatkan sirkulasi mikrovaskular
 Latihan lingkup gerak sendi (range of motion) seperti gerakan fleksi-ekstensi,
menggengam, dan lain-lain. Tindakan ini akan meningkatkan aliran darah di
vena-vena yang masih terbuka (patent)
 Pemakaian kaus kaki elastis (elastic stocking), alat ini dapat meningkatkan
aliran darah vena.

Gambar 3: Terapi Non Farmakologi

2. Terapi Farmakologi10
Pada thrombosis vena superficial hanya diperlukan istirahat, peninggian letak tungkai
dan pemanasan local. Pengobatan yang lebih serius ditujukan pada thrombosis venadalam.
Pada thrombosis vena dalam diperlukan terapi dengan antikoagulan sistemik seperti heparin
dan warfarin.
a) Terapi heparin
Terapi heparin harus diberikan dengan loading dose dati 10.000 unit diikuti dengan
infuse continuous yang awalnya berkecepatan 1.000 unit/jam. Dosis ini harus dapat
mempertahankan Partial Thromboplastin Time (PTT) antara 1,5 dan 2 kontrol waktu.
Manfaat setelah pemberian heparin ini adalah menjaga tingkat kesamaan dari antikoagulan
dan memperkecil manisfestasi perdarahan. Pada pasien yang tidak dapat menerima terapi

13
warfarin, heparin dapat diberikan 10.000 unit subkutan selam >12 jam untuk
mempertahankan PTT 1,5 kontrol waktu, 6 jam setelah pemberian heparin.
Heparin dapat membatasi pembentukan bekuan darah dan meningkatkan proses
fibrinolisis. Heparin lebih unggul dibandingkan dengan antikoagulan oral tunggal sebagai
terapi awal untuk DVT, karena antikoagulan oral dapat meningkatkan risiko tromboemboli
disebabkan inaktivasi protein C dan protein S sebelum menghambat faktor pembekuan
eksternal. Sasaran yang harus dicapai adalah activated PTT 1,5 sampai 2,5 kali lipat untuk
mengurangi risiko rekurensi DVT, biasanya dapat dicapai dengan dosis heparin ≥30.000
U/hari atau >1250 U/jam. Metode yang sering dipakai adalah bolus intravena inisial diikuti
dengan infus heparin kontinu. Selain itu metode pemberian subkutan dua kali sehari juga
efektif. Low molecular weight heparin (LMWH) juga efektif terhadap DVT, bila
dibandingkan dengan UFH, maka LMWH lebih mempunyai keuntungan yaitu pemberian
subkutan satu atau dua kali sehari dengan dosis yang sama dan tidak memerlukan
pemantauan laboratorium. Keuntungan yang lain yaitu kemungkinan risiko perdarahan yang
lebih sedikit dan dapat diberikan dengan sistem rawat jalan di rumah tanpa memerlukan
pemberian intravena kontinu.
Komplikasi termasuk perdarahan, osteopenia, reaksi hipersensitivitas,
trombositopenia, dan thrombosis. Reaksi heparin dinetralisir/dihambat oleh pembeerian
protamin sulfat IV; 1 mg protamin sulfat akan menetralisir sekitar 100 unit heparin.
b) Terapi warfarin
Warfarin adalah antikoagulan oral yang paling sering digunakan untuk tatalaksana
jangka panjang DVT. Warfarin adalah antagonis vitamin K yang menghambat produksi
faktor II, VII, IX dan X, protein C dan protein S. Efek warfarin dimonitor dengan
pemeriksaan protrombin time (PT) dan diekspresikan sebagai internationalized normalized
ratio (INR). Terapi warfarin harus dimulai segera setelah PTT berada pada level terapeutik,
baiknya dalam 24 jam setelah inisiasi terapi heparin. Sasaran INR yang ingin dicapai adalah
2.0 sampai 3.0. Dosis inisial warfarin adalah 5 mg dan biasanya mencapai INR sasaran pada
hari ke-4 terapi. Dosis warfarin selanjutnya harus diindividualisasi menurut nilai INR.
Warfarin diberikan pada dosis 10 mg/hari sampai waktu protrombin memanhang.
Kemudian dosis dapat diturunkan menjadi 5 mg/hari diberikan untuk memperhatikan waktu
protrombin pada 1,2-1,5 kontrol waktu untuk trombrosis vena. Warfarin biasanya dilanjutkan
penggunaanya selama 3 bulan, namun sebaliknya pada kasus yang tanpa komplikasi.
Monitoring farmakologi obat sangat diperlukan pada pasien yang memakai warfarin,
karena banyak obat-obat lain yang dapat mempengaruhinefek warfarin, baik yang

14
menghambat maupun yang memperkuat seperti antibiotic, barbiturate, salisilat, rifampisin,
kontrasepsi oral dll.
Komplikasi berupa perdarahan harus diterapi dengan mengganti factor antikoagulan
dengan fresh frozen plasma. Apabila antikoagulan masih harus digunakan setelah episode
perdarahan berhenti, maka vitamin Ktidak boleh diberikan karena dapat membuat pasien
refrakter terhadap warfarin dalam waktu yang lama.
c) Trombolisis
Pengobatan dengan trombolisis, contohnya streptokinase, urokinase recombinant
tissue activator (tPA) dapat dipertimbangkan pada pasien bila disertai emboli paru masif dan
syok. Obat fibrinolisis mengurangi besarnya darah beku pada DVT kaki yang diperlihatkan
dengan angiografi, yaitu 30-40% terjadilisis komplet dan 30% terjadi lisis parsial. Obat
trombolisis diberikan langsung melalui kateter pada pasien dengan trombolisis iliofemoral
masif. Beberapa penelitian melaporkan pada pasien yang mendapatkan obat trombolisis,
angka kejadian sindrom pascatrombosis berkurang. Akan tetapi, saat ini pemberian obat
trombolisis vena hanya dianjurkan pada trombolisis vena iliofemoral.
d) Antiagregasi trombosit
Umumnya tidak diberikan pada DVT, kecuali ada indikasi. Seperti sindrom
antifosfolipid (APS) dan sticky platelet syndrome. Aspirin dapat diberikan dengan dosis
bervariasi mulai dari 80-320 mg.
e) Trombektomi vena
Trombektomi vena yang mengalami trombosis memberikan hasil yang baik bila dapat
dilakukan segera sebelum lewat tiga hari dengan tujuan pertama untuk mengurangi gejala
pascaflebitis, mempertahankan fungsi katup dan dengan demikian mencegah terjadinya
komplikasi seperti ulkus stasis padatungkai bawah dan untuk mencegah emboli paru.
Kadang trombektomi masih memberikan hasil yang baik,walaupun dilakukan setelah
lewat 5 hari bahkan sampai 4 minggu apalagi bila trombosis yang terjadi segmental. Bila
terjadi stenosis pada salah satu segmen vena dipertimbangkan untuk diatasi dengan balon dan
bidai. Kontraindikasi trombektomi adalah pada pasien dengan tumor yang inoperable atau
bila pemberian antikoagulan tidak dianjurkan.
Indikasi yang tepat untuk melakukan trombektomi pada thrombosis vena adalah pada
kasus phlegmasia cerulea dolens yaitu suatu kombinasi trombosis vena dalam dengan iskemi
yang sangat nyeri, hilangnya pulsasi distal dan ekimosis. Trombektomi (dengan membuat
fistula arteri-vena sementara) merupakan pilihan baik pula pada pasien dengan thrombosis

15
vena ileofemoral kurang dari satu minggu. Tindakan ini bertujuan mencegah meluasnya
trombosis serta terjadinya emboli dan rusaknya katup vena.
Kontraindikasi relative adalah perdarahan susunan saraf pusat, metastasis tumor, pada
pembedahan, hipertensi berat, perkarditis atau endokarditis dan perdarahan aktif atau
kecenderungan untuk mengalami perdarahan. Kontraindikasi relative pada penggunaan
antikoagulan jangka panjang adalah alkoholisme dan kehamilan trimester pertama karena
warfarin bersifat teratogenik.
F.Komplikasi
Meskipun dengan terapi yang adekuat beberapa pasien DVT akan mengalami
komplikasi jangka panjang seperti DVT berulang, emboli paru dan post-thrombotyc
syndrome.1
Risiko terjadinya recurrent DVT tergantung dari penyebab DVT tersebut. Trombus
yang berasal dari pembedahan atau trauma jarang menyebabkan terjadinya recurrent DVT.
Individu dengan spontaneus DVT tanpa faktor resiko akan mengalami resiko ulangan sebesar
30 % dalam 10 tahun. Semakin banyak faktor resiko semakin tinggi resiko terjadinya
kekambuhan.1
Pulmonary Embolism (PE) muncul jika terjadi pelepasan fragmen trombus ke sirkulasi
darah dan mencapai jantung dan kemudian menyumbat arteri pulmonalis. Emboli paru
merupakan komplikasi fatal yang memerlukan penanganan cepat. Gejala emboli paru
biasanya sesak nafas, nyeri dada, batuk tiba-tiba, sinkop dan hemoptisis. Dari pemeriksaan
fisik bisa ditemukan takipnea, takikardi, tanda-tanda DVT, sianosis, demam serta hipotensi.1
Post thrombotyc syndrome( PTS ) merupakan komplikasi kronik dari DVT. Kurang
lebih sepertiga pasien DVT akan mengalami PTS. 5- 10% menjadi PTS berat dengan gejala
ulserasi vena. Pada pasien DVT simptomatik proksimal diatas lutut, 80 % akan terjadi
komplikasi PTS. PTS yang berat dilaporkan pada 50 % kasus dan ulserasi lutut muncul pada
10 % pasien. Kondisi ini akan menurunkan disabilitas dan kualitas dari hidup. PTS rata-rata
mengenai pasien berumur 56 tahun dan 50 % mengenai pasien usia kerja, hal ini akan
menurunkan kualitas sosial pasien. PTS disebabkan oleh hipertensi vena kronik yang
sekunder disebabkan oleh reflux vena, obstruksi vena dan disfungsi katup vena. Gejala dari
PTS ini adalah kelemahan tungkai, nyeri, gatal, bengkak, kaki terasa berat dan klaudikasio
vena. Pada pemeriksaan fisik didapatkan edema, teleangiektasi perimalleolar, ektasis vena,
hiperpigmentasi, kemerahan, sianosis. Pada kondisi yang berat dan tahap akhir akan
menyebabkan ulserasi vena. PTS dapat dicegah dengan penggunaan tromboprofilaksis pada

16
pasien risiko tinggi, rekurensi trombus ipsilateral dicegah dengan pemberian antikoagulan
yang tepat dosis dan durasi, menggunakan elastic compression stocking selama kurang lebih
2 tahun setelah diagnosis DVT ditegakkan.1
G.Pencegahan dan Prognosis
Pencegahan DVT merupakan hal yang sulit oleh karena beberapa faktor risiko tidak
bisa diubah seperti umur dan riwayat keluarga. Berjalan dan mobilitas dini pasca operasi
dapat mencegah terjadinya DVT. Penggunaan elastic stocking pada pasien dengan resiko
terjadi DVT sangat berguna dalam pencegahan DVT. Elastic stocking sangat berguna selama
tidak menimbulkan komplikasi perdarahan, mudah dipakai dan tidak mahal. Intermitten
pneumatic compression sangat berguna pada pasien dengan resiko tinggi terutama ada resiko
terjadinya perdarahan. Penggunaan Unfractionated heparin dosis rendah dapat juga
dipergunakan dalam pencegahan DVT. Heparin dapat diberikan dengan dosis 5000 unit tiap 8
sampai 12 jam kemudian dapat digantikan warfarin jika resiko trombosis masih ada.
Sedangkan penggunaan aspirin setelah penggunaan antikoagulan dihentikan dapat mencegah
terjadinya trombosis ulangan tanpa meningkatkan resiko perdarahan.1 Serta prognosis akan
baik apabila di obati dengan sesegera mungkin dan mengurangi faktor pencetus dari penyakit
tersebut.

KESIMPULAN
Trombosis vena dalam adalah pembekuan darah di dalam pembuluh darah vena
terutama pada tungkai bawah. Penyebab dari Deep Vein Thrombosis (DVT) adalah :
a)Imobilitas (Keadaan Tak Bergerak), b)Hypercoagulability (Pembekuan darah lebih cepat
daripada biasanya) dan c) Trauma pada vena . Kemudian disertai dengan tanda dan gejala
klinis yang sering ditemukan berupa: a) Pembengkakan disertai rasa nyeri pada daerah yang
bersangkutan, biasanya pada ekstremitas bawah b) Rasa nyeri ini bertambah bila dipakai
berjalan dan tidak berkurang dengan istirahat. c) Kadang nyeri dapat timbul ketika tungkai
dikeataskan atau ditekuk. Daerah yang terkena berwarna kemerahan dan nyeri tekan. Dapat
dijumpai demam dan takikardi walaupun tidak selalu faktor-faktor penyebab pada trombosis
vena dikenal dengan Virchow Triad (tigaserangkai Virchow) yaitu perubahan dinding
pembuluh darah, perubahan aliran darah dan perubahan komposisi darah. Penatalaksanaan
yang dapat dilakukan terbagi dua, yaitu penatalaksanaan secara nonfarmakologi maupun
penatalaksanaan secara farmakologi (misalnya pemberian heparin dan wafarin).

17
Daftar Pustaka
1. Supandiman I. Trombosis. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi 3.
Jakarta : Balai Penerbit FK UI;2014.
2. T. Heather Herdman. 2009. NANDA International NURSING DIAGNOSES :
Definitions & Classification 2009-2011. Wiley-Blackwell.
3. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W. 2001. Kapita Selekta
Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
4. Sue Moorhead, Marion Johnson, Maridean L. Mass, Elizabeth Swanson. 2008. Nursing
Outcomes Classification (NOC), Fourth Edition. BOOK AID International.
5. Dahlan M. Trombosis Arterial Tungkai Akut. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid I. Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbit IPD FK UI;2012.
6. Tambunan KL. Trombosis : Masalah di Indonesia Masa Kini dan Masa Datang.
Jakarta : Yoga Buana;2009.
7. Rani AA, Soegondo, Nazir AU et al. Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter
Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2010.
8. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R et al. Trombosis Vena. Dalam : Kapita Selekta
Kedokteran Jilid I. edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia;2011.
9. Gloria M. Bulechek, Howard K. Butcher, Joanne McCloskey Dochterman. 2010.
Nursing Interventions Classification (NIC), Fifth Edition. Elsevier.
10. Katzung BG. 2015. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: EGC

18

Anda mungkin juga menyukai