BAB I
PENDAHULUAN
1
meliputi aspek preventif maupun kuratif. Dalam masalah penggunaan obat yang
tidak rasional, upaya preventif mempunyai cost-effectiveness yang lebih tinggi
dibanding upaya kuratif.
Farmasis saat ini bukan hanya sebagai penyedia/supplier obat tetapi menjadi
koordinator antara tim kesehatan dan pasien. Farmasis terlibat dalam perencanaan,
distribusi, dan dalam proses pemilihan/penggunaan obat yang rasional. Farmasis
membantu tercapainya penggunaan obat yang rasional melalui Good Pharmacy
Practice (GPP). Promosi penggunaan obat yang rasional dan konseling
penggunaan obat pada pasien, Farmasis memiliki peranan penting dalam
peningkatan kualitas hidup pasien (Ara dkk, 2012).
Di era di JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) seperti saat ini pelayanan obat
merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan pelayanan kesehatan. Pelayanan
kesehatan di tingkat pertama hingga tingkat rujukan tingkat lanjut meliputi
beberapa hal yang salah satunya adalah pelayanan obat dan bahan medis habis
pakai (Pemerintah RI, 2013). Pelayanan yang sesuai dengan standar pelayanan
kefarmasian baik itu berupa standar pengelolaan sediaan obat dan alkes maupun
standar pelayanan farmasi klinik (Pemerintah RI, 2014a).
2
3
mengembangkan kurikulum nasional tersebut sesuai dengan visi dan misi masing-
masing.
Kompetensi seorang Apoteker dalam pelayanan obat sangat dipengaruhi
dari kurikulum S-1 dan profesi Apoteker yang dikembangkan di perguruan tinggi.
Badan Akreditasi Nasional perguruan tinggi (2012) menyebutkan saat ini terdapat
55 perguruan tinggi farmasi (PTF) sudah terakreditasi di Indonesia, dan 9 PTF
lainnya belum terakreditasi. Perguruan Tinggi Farmasi ini dapat dikategorikan
berdasarkan status perguruan tinggi negeri (PTN) atau perguruan tinggi swasta
(PTS), maupun berdasarkan status akreditasinya, yang memungkinkan terjadinya
perbedaan dalam pengembangan kurikulum, belum lagi dalam satu Perguruan
Tinggi Farmasi yang memiliki beberapa peminatan atau jurusan, baik yang
minat/jurusan farmasi klinis dan komunitas (FKK) maupun minat non farmasi
klinis komunitas.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis ingin melakukan kajian
tentang gambaran kurikulum yang dikembangkan Perguruan Tinggi Farmasi
didasarkan pada status PTN atau PTS, berdasarkan tingkat akreditasinya dan
berdasarkan pada peminatannya yang mendukung penggunaan obat yang rasional.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengembangan kurikulum yang sudah dikembangkan perguruan
tinggi farmasi di Indonesia saat ini?
2. Apakah status perguruan tinggi farmasi, akreditasi dan peminatan merupakan
pendorong untuk pengembangan kurikulum?
3. Bagaimana gambaran kurikulum perguruan tinggi farmasi berdasarkan PRDU
yang mendukung penggunaan obat yang rasional?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini memiliki tujuan umum untuk mengetahui bagaimana
pengembangan kurikulum yang sudah dikembangkan perguruan tinggi farmasi
Indonesia saat ini, apakah status perguruan tinggi farmasi, akreditasi dan
4
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi variasi bobot sks mata kuliah yang mendukung
penggunaan obat yang rasional (POR) berdasarkan topik inti PRDU.
b. Mengidentifikasi faktor-faktor pendukung inisiatif pengembangan
kurikulum dari masing-masing model peminatan.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat berperan untuk mengidentifikasi faktor-faktor
yang berpengaruh dalam pengembangan kurikulum sarjana farmasi yang
mendukung penggunaan obat yang rasional.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan masukan bagi Komite Farmasi Nasional (KFN) dan (APTFI)
dalam menyusun dan membuat kurikulum inti S-1 pendidikan Sarjana
Farmasi dan program profesi Apoteker yang mendukung penggunaan obat
yang rasional.
b. Memberikan masukan bagi setiap perguruan tinggi farmasi dalam
penyusunan kurikulum S-1 pendidikan Sarjana Farmasi dan program profesi
Apoteker yang mendukung penggunaan obat yang rasional.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian yang mengevaluasi kurikulum Fakultas Kedokteran dalam hal
materi penggunaan obat yang rasional di Indonesia pernah dilakukan oleh Danu
dan Santoso (1997). Pada penelitian yang dilakukan pada 23 Fakultas Kedokteran
ini menunjukkan bahwa seluruh responden menyatakan mata kuliah penggunaan
5
6
1 Danu dan Santoso (1997) Pada penelitian dengan Hasil menunjukkan bahwa seluruh responden
“Implementasi menggunakan menyatakan mata kuliah penggunaan obat
pendidikan penggunaan kuesioner yang rasional sangat diperlukan, dan 80 % fakultas
obat yang rasional pada dilakukan pada 23 telah memberikan pembelajaran penggunaan
pendidikan dokter Fakultas Kedokteran di obat rasional dalam kurikulum pendidikan
Indonesia” Indonesia dokter.
4 Kapol dkk (2008) Penelitian dilakukan Kurikulum pada program bachelor of science in
“Evaluation of curricula dengan memberikan pharmacy (BS Pharm) lebih banyak mengandung
content based on Thai kuesioner kepada 11 konten yang berorientasi pada produk, sedangkan
pharmacy competency perguruan tinggi pada program doctor of pharmacy (PharmD)
standards” farmasi. Kuesioner lebih banyak mengandung konten yang
dikembangkan dari berorientasi pada pasien dari standar kompetensi
standar kompetensi farmasi Thailand.
farmasi Thailand
5 Penelitian telah dilakukan Penelitian dilakukan Median jumlah sks kurikulum S-1 pada 21 PTF
tentang “Gambaran dengan melakukan yang diobservasi menunjukkan jumlah sks di
kurikulum perguruan observasi kurikulum PTS lebih banyak dengan 148 sks dibandingkan
tinggi farmasi Indonesia pada 21 PTF, PTN 146 sks, sedangkan PTF dengan akreditasi
yang mendukung wawancara mendalam C jumlah sks paling banyak dengan 154 sks
penggunaan obat yang pada 10 PTF dan dibandingkan akreditasi A dan B.
rasional” mengirimkan kuesioner Data 4 PTF yang mengisi kuesioner
pada 46 PTF di menunjukkan jumlah sks yang mendukung
Indonesia PRDU di 3 PTF akreditasi A lebih banyak
dengan range 66 – 171 sks dibandingkan PTF
akreditasi B dengan 36,9 sks.
Hasil wawancara mendalam menunjukkan 7 dari
10 PTF menerapkan peminatan dan 8 PTF
menerapkan metode kombinasi PBL dan
konvensional.
7