FAWZUL ARIFIN
ka_fawzul@yahoo.com
PENDAHULUAN
DEFINISI PESANTREN
1
para santri yang sedang menuntut ilmu. Dalam bahasa Arab disebut dengan
kata “funduq” yang berarti asrama atau hotel (Dhofier, 2011: 41).
Manfred Ziemek berpendapat bahwa kata pesantren terdiri dari kata asal
“santri” dengan awalan “pe” dan akhiran “an” yang menunjukan makna
tempat, sehingga berarti “tempat para santri”, terkadang pula ikatan kata
“sant” (manusia baik) dihubungkan dengan suku kata “tra” (suka menolong),
sehingga kata pesantren dapat berarti “tempat pendidikan manusia baik”.
Lebih lanjut Clifford Geertz dalam Ziemek berpendapat bahwa kata santri
diturunkan dari bahasa Sansekerta dari kata “shastri” yang mempunyai
makna ilmuwan Hindu yang pandai menulis (Ziemek, 1986: 99).
2
yang tahu buku-buku suci agama Hindu, atau seorang sarjana ahli kitab suci
Agama Hindu. Kata “shastri” berasal dari kata “shastra” yang berarti buku-
buku suci, buku-buku agama atau buku-buku tentang ilmu pengetahuan
(Dhofier, 2011: 41).
Dari beberapa pendapat para pakar di atas, kata yang lebih dekat
dengan pesantren adalah kata shastri yang berasal dari India, yang berarti
“melek huruf”, “buku suci” atau “buku-buku agama”. Orang yang disebut
santri adalah orang yang menjadi tahu agama lantaran belajar tentang
agama melalui kitab-kitab yang berbahasa Arab, atau dapat pula santri
adalah orang yang mempunyai ilmu yang mendalam tentang agama.
3
ELEMEN-ELEMEN PESANTREN
1. Pondok
Pada zaman dahulu, pondok tempat tinggal santri terbuat dari kayu,
sangat sederhana, seperti gubuk-gubuk di pedesaan. Tetapi saat ini,
pesantren sudah banyak memiliki gedung-gedung asrama yang rapih,
nyaman dan dapat menampung banyak santri, tidak lagi menggunakan
pondokan pada masa dahulu.
4
2. Masjid
Secara lebih rinci, yang termasuk kitab kuning adalah kitab-kitab yang
(1) ditulis oleh ulama-ulama luar/asing (non Indonesia), tetapi secara
turun-temurun menjadi referensi yang dipedomani oleh para ulama
Indonesia, (2) ditulis oleh ulama Indonesia sebagai karya tulis yang
independen, dan (3) ditulis oleh ulama Indonesia sebagai komentar atau
terjemahan atas kitab karya ulama luar/asing (non Indonesia) (Mochtar,
2009: 32-33).
5
Metode yang digunakan dalam pengajaran kitab kuning pada
umumnya terbagi menjadi dua. Pertama, yakni metode sorogan, dimana
seorang santri membacakan dihadapan kyai dan kyai menyaksikan
keabsahan bacaan santri baik dari segi konteks makna maupun bahasa
(nahwu dan shorof). Kedua, metode bandongan, santri mendengarkan
bacaan dan penjelasan dari kyai sambil memberi catatan pada kitabnya,
catatan itu dapat berupa syakl maupun makna (Direktorat PD Pontren,
2011: 63).
4. Santri
5. Kyai
Menurut asal-usulnya, kata “kyai” dipakai untuk ketiga jenis gelar yang
berbeda, antara lain:
6
c. Gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada seorang ahli agama
Islam yang memiliki atau menjadi pemimpin pesantren dan
mengajarkan kitab-kitab Islam klasik kepada para santrinya.
TIPOLOGI PESANTREN
7
Selain kedua tipe di atas, sejak tahun 1970-an, banyak bentuk pesantren
yang mulai bermunculan dan dapat di klasifikasikan sebagai berikut:
8
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
9
Suparta, Mundzier. eds. Manajemen Pondok Pesantren. Jakarta: Diva
Pustaka. 2005.
10