Anda di halaman 1dari 38

SKENARIO 1 : PENGLIHATAN TERGANGGU

LI.1. Memahami & Menjelaskan Anatomi Makroskopis dan Mikroskopis Pankreas


MAKROSKOPIS
Pankreas merupakan suatu organ berupa kelenjar dengan panjang dan tebal sekitar 12,5 cm dan
tebal + 2,5 cm (pada manusia). Pankreas terbentang dari atas sampai ke lengkungan besar dari perut
dan biasanya dihubungkan oleh dua saluran ke duodenum (usus 12 jari), terletak pada dinding
posterior abdomen di belakang peritoneum sehingga termasuk organ retroperitonial kecuali bagian
kecil caudanya yang terletak dalam ligamentum lienorenalis. Strukturnya lunak dan berlobulus.
1. Bagian Pankreas
Pankreas dapat dibagi ke dalam:
a. Caput Pancreatis, berbentuk seperti cakram dan terletak di dalam bagian cekung duodenum.
Sebagian caput meluas di kiri di belakang arteri dan vena mesenterica superior serta
dinamakan Processus Uncinatus.
b. Collum Pancreatis merupakan bagian pancreas yang mengecil dan menghubungkan caput
dan corpus pancreatis. Collum pancreatis terletak di depan pangkal vena portae hepatis dan
tempat dipercabangkannya arteria mesenterica superior dari aorta.
c. Corpus Pancreatis berjalan ke atas dan kiri, menyilang garis tengah. Pada potongan
melintang sedikit berbentuk segitiga.
d. Cauda Pancreatis berjalan ke depan menuju ligamentum lienorenalis dan mengadakan
hubungan dengan hilum lienale.

2. Batas-batasnya
a. Ke anterior: Dari kanan ke kiri: colon transversum dan perlekatan mesocolon transversum,
bursa omentalis, dan gaster.
b. Keposterior: Dari kanan ke kiri: ductus choledochus, vena portae hepatis dan vena lienalis,
vena cava inferior, aorta, pangkal arteria mesenterica superior, musculus psoas major
sinistra, glandula suprarenalis sinistra, ren sinister, dan hilum lienale.

3.Vaskularisasi
a. Arteriae
 A.pancreaticoduodenalis superior (cabang A.gastroduodenalis )
 A.pancreaticoduodenalis inferior (cabang A.mesenterica cranialis)
 A.pancreatica magna dan A.pancretica caudalis dan inferior cabang arteri lienalis
b.Venae

1
 Venae yang sesuai dengan arteriaenya mengalirkan darah ke sistem porta.

4. AliranLimfatik
 Melalui kelenjar limfe sepanjang arteri  nodi lymphatici coeliacus mesentericus superior

5. Inervasi
 Berasal dari serabut-serabut saraf simpatis (ganglion seliaca) dan parasimpatis (vagus)

6. Ductus Pancreaticus
1. Ductus pancreaticus mayor (Wirsungi)
bersama ductus choledochus menembus posteromedial duodenum II dipertengahan
 ampula vateri
2. Ductus pancreaticus minor/acessorius (Santorini)
sering tidak ada, bermuara ke duodenum II sedikit diatas muara ductus pancreaticus mayor
3. Ductus Choleochus et Ductus Pancreaticus
Ductus choledochus bersama dengan ductus pancreaticus bermuara ke dalam suatu rongga,
yaitu ampulla hepatopancreatica (pada kuda). Ampulla ini terdapat di dalam suatu tonjolan
tunica mukosa duodenum, yaitu papilla duodeni major. Pada ujung papilla itu terdapat muara
ampulla. (Richard S. Snell, 2000)

2
MIKROSKOPIS

 Berwarna abu-abu kemerahan, besar, lunak, berlobus letak retroperitoneal (caput,collum dan
corpus) dan intraperitoneum (cauda),setinggi vertebra L 2 – L 3
 Panjang ± 20 – 25 cm, berat ± 60 – 65 g
 Terdiri dari caput, corpus dan cauda
 Dibungkus jar peny tipis, tidak jelas mbtk capsul yang membagi kelenjar menjadi lobuli-lobuli
 Merupakan kel exocrine dan endocrine

1. Bagian Endokrin Pankreas


 Berkelompok dalam pulau2 Langerhans, tersebar, berbentuk sferis berwarna pucat
 Sel tersusun dalam bentuk genjel tak teratur, ditembus banyak jaring kapiler tipe fenestra
 Dengan pewarnaan khusus dapat dibedakan 4 macam sel yaitu, sel α, β, δ dan c/PP.

Sel α
– 20% populasi sel
– Mensekresi glukagon
– Bentuk besar, mencolok, terutama di perifer
Sel β
– 75% dari polulasi, sel paling kecil, menempati bagian tengah
– Mensekresi insulin
– Granula lebih kecil (200 μm)

Sel δ
– Sel paling besar, 5% dari populasi
– Granula mirip sel α, tapi kurang padat
– Menghasilkan hormon Somatostatin yang di pankreas bekerja mengatur pelepasan
hormon pulau Langerhans yang lain (parakrin)
Sel C/sel PP
– Ditemukan hanya pada spesies tertentu, mis. Guinea pig, jumlah terbatas, ukuran sama
dengan sel β, dengan sedikit atau tanpa granula.
– Mensekresi polipeptida pankreas
– Fungsi fisiologis tak diketahui

3
2. Bagian Eksokrin Pankreas
 Mirip sekali dengan kelenjar parotis, kelenjar tubulo acinar komplex.
 Acini terdiri dari 6-8 sel kolumnar rendah atau sel serosa piramida, meliputi lumen kecil.
 Septa halus membagi kelenjar mejadi lobulus
 Perbedaan dengan kelenjar parotis:
 Adanya sel sentro acinar, sel kecil jernih ditengah acinus membatasi bagian pertama saluran
keluar
 Tidak mempunyai duktus intra lobularis “striata”
 Adanya kapsul dari jaringan ikat halus tipis
 Tidak terdapat sel lemak diantara acini kecuali pada manula

LI.2. Memahami & Menjelaskan Fisiologi dan Biokimia Insulin


FISIOLOGI

Insulin menurunkan kadar glukosa, asam amino, dan asam lemak darah serta meningkatkan
anabolisme molekul nutrien kecil ini.
 Efek pada karbohidrat
Insulin memiliki empat efek yang dapat menurunkan kadar glukosa darah dan meningkatkan
penyimpanan karbohidrat sebagai berikut.
1. Insulin mempermudah masuknya glukosa ke dalam sebagian besar sel. Beberapa jaringan
yang tidak bergantung pada insulin untuk menyerap glukosa, yaitu otak, otot yang aktif, dan
hati.

4
2. Insulin merangsang glikogenesis, pembentukan glikogen dari glukosa, baik di otot maupun di
hati.
3. Insulin menghambat glikogenolisis, penguraian glikogen menjadi glukosa. Dengan
menghambat glukoneogenesis, perubahan asam amino menjadi glukosa di hati.

 Efek pada lemak


Insulin mempunyai banyak efek untuk menurunkan kadar asam lemak darah dan medorong
pembentukan simpanan trigliserida sebagai berikut :
1. Insulin meningkatkan transportasi glukosa ke dalam sel jaringan adiposa. Glukosa berfungsi
sebagai prekursor untuk pembentukan asam lemak dan gliserol, yaitu bahan mentah untuk
membentuk trigliserida
2. Insulin mengaktifkan enzim – enzim yang mengkatalisai pembentukan asam lemak dari
turunan glukosa
3. Insulin meningkatkan masuknya asam – asam lemak dari darah ke dalam sel jaringan adiposa
4. Insulin menghambat lipolisis (penguraian lemak), sehingga terjadi penurunan pengeluaran
asam lemak dari jaringan adiposa ke dalam darah.

 Efek pada protein


Insulin menurunkan kadar asam amino darah dan meningkatkan sintesis protein sebagai berikut :
1. Insulin mendorong transportasi aktif asam – asam amino dari darah ke dalam otot dan
jaringan lain. Efek ini menurunkan kadar asam amino dalam darah dan menghasilkan bahan
pembangun untuk sintesis protein di dalam sel.
2. Insulin meningkatkan kecepatan penggabungan asam amino ke dalam protein dengan
merangsang perangkat pembuat protein di dalam sel.
3. Insulin menghambat penguraian protein. Akibat efek ini adalah efek anabolik protein.
Karena itu insulin esensial bagi pertumbuhan normal.
(sherwood, Laurelee.2001.fisiologi manusia dari sel ke sistem Edisi 2.jakarta.EGC)

Faktor yang mempengaruhi pelepasan insulin

FAKTOR YANG MENINGKATKAN SEKRESI FAKTOR YANG MENURUNKAN


INSULIN SEKRESI INSULIN

Peningkatan glukosa darah Penurunan kadar glukosa darah

Peningkatan asam lemak bebas Keadaan puasa

Peningkatan asam amino Somatostatin

Hormon gastrointestinal (gastrin, Aktivitas alfa adrenergik


kolesistokinin, sekretin, gastric inhibitory
product (GIP)

Hormon glukagon, hormon pertumbuhan, Leptin


kortisol

Stimulasi parasimpatis (asetilkolin) dan beta


adrenergik

Keadaan resistensi insulin: obesitas

Obat-obatan: sulfonilurea

5
BIOKIMIA
Insulin molekul tunggal/preproinsulin (110 asam amino) retikulum endoplasma  reaksi
enzim peptidase  satu rantai (24 asam amino) dihilangkan  proinsulin  aktivitas enzim
prohormon convertase 1 dan 2 bagian tengah yaitu rantai C (33 asam amino) dihilangkan
 konversi proinsulin menjadi insulin  struktur akhir dengan 2 rantai (A dan B) dan C-
peptide dengan proteolytic cleavage pada dua sisi sepanjang rantai peptide

 Struktur Primer rantai insulin :


1. Rantai A (21 residu asam amino):
2. Rantai B (30 residu asam amino):
 Struktur Sekunder rantai insulin :
1. Rantai A – tersusun cukup rapat, mengandung 2 bag α- helix (A2 Ile - A8 Thr dan A13
Leu - A19 Tyr)

6
2. Rantai B – mengandung bag α- helix yg lebih besar (B9 Ser- B19 Cys) dan residu
Glisin yg lebih kecil pada 20 dan 23 menyebabkannya melipat dan membentuk huruf
V

 Struktur tersier
Struktur Tersier dari insulin distabilkan oleh ikatan disulfida. Pada struktur insulin
terdapat 6 sistein sehingga terbentuk 3 ikatan disulfida : 2 antara rantai A dan B (antara
A7&B7 dan A20&B19) dan satu dalam rantai A (A6&A11).

Mekanisme Sintesis Insulin

7
Mekanisme Pengikatan Insulin ke reseptor Jaringan

Insulin berikatan dengan subunit-alfa dari reseptor insulin

Mengaktivasi aktivitas kinase di subunit-beta

Terjadi pergerakan aliran fosforilasi menuju protein target

Aktivasi signaling pathway

Mitogenic pathway Metabolic pathway

Memediasi efek pertumbuhan Aktivasi phosphatidylinositol-3-kinase

(PI-3K) pathway

Translokasi GLUT-4 dari dalam sel

ke membrane sel

Glukosa masuk ke dalam sel

melalui GLUT-4

8
LI.3. Memahami & Menjelaskan Diabetes Melitus

DEFINISI
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes melitus merupakan suatu
kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.
EPIDEMIOLOGI
WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun
2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Senada dengan WHO,International Diabetes
Federation (IDF) pada tahun 2009, memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM dari 7,0 juta pada
tahun 2009 menjadi 12,0 juta pada tahun 2030. Meskipun terdapat perbedaan angka prevalensi,
laporan keduanya menunjukkan adanya peningkatan jumlah penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat
pada tahun 2030.

ETIOLOGI
Diabetes tipe 2
Patogenesis dari DM tipe 2 patogenesisnya lebih sedikit diketahui meskipun tipe ini sering di
temukan,tidak ada bukti bahwamekanisme autoimun berperan. Beberapa faktor resiko pemicu DM
2:
1. Riwayat keluarga
 Resiko jadi 40% bila ada
2. Overweight ( BMI ≥ 25 kg/m2)
 Resiko jadi 4.5%
3. Kebiasaan kurang beraktifitas fisik
 Bila berakifitas minimal 30 menit/3-4x seminggu menurunkan resiko 42%
4. Ras dan etnik
5. IFG atau IGT sebelumnya
6. Hipertensi (≥ 140/90 mmHg pada orang dewasa)
 Resiko 20% bila ada
7. HDL ≤ 35 mg/dl dan/atau trigliserid ≥ 250 mg/dl
8. Riwayat GDM atau melahirkan bayi dengan berat lebih dari 9 lb
 2-5% ibu hamil rentan berkembang jadi diabetes. 40% diantaranya jadi DM beberapa
tahun setelahnya
9. Perokok
 Resiko 44% DM type 2
10. Faktor tambahan

9
 Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS)
 Certain medications such as steroid
 Indicators of insulin resistance, such as acanthosis nigricans, a brown to black
hyperpigmentation of the skin
 History of cardiovascular disease or metabolic syndrome
 Certain autoimmune diseases

PATOGENESIS
Diabetes tipe 2
1. Resistensi insulin
 Resistensi insulin adalah gangguan pada kerja insulin, sehingga meskipun kadar insulin
dalam darah normal, namun tidak memicu sinyal pada organ yang sensitif terhadap
insulin untuk mengaborbsi glukosa.
 Kompensasi pankreas pada keadaan ini adalah mensekresi insulin lebih banyak lagi
hingga kapasitasnya dilampaui oleh peningkatan kebutuhan metabolik, akibatnya sekresi
insulin menjadi tidak adekuat.
 Akibatnya terjadi hiperinsulinemia yang bertujuan untuk mempertahankan agar glukosa
darah tetap normal.
 Asam lemak bebas (FFA) yang dilepaskan dari jaringan lemak akan disimpan di dalam
hati.
 Selanjutnya terjadi proses glukoneogenesis yang mengakibatkan peningkatan produksi
glukosa dan trigliserida, dan peningkatan sekresi VLDL di hati.
 Akibatnya terjadi lipid/lipoprotein yang abnormal, yaitu peningkatan small LDL dan
penurunan HDL.
 FFA juga menghambat ambilan glukosa di dalam otot (insulin mediated glucose uptake),
sehingga menurunkan sensitivitas insulin di dalam otot.

ABNORMALITAS MAKNA KLINIS

10
Penurunan pelepasan dan Gangguan fungsi dan reaktivitas
responsivitas terhadap nitrit oksida endotel

Peningkatan ekspresi adhesi- Peningkatan adhesi monosit ke


molekular dinding pembuluh darah

Peningkatan adhesi trombosit dan Pembentukan sel busa, trombosis


monosit dan inflamasi

Peningkatan aktivitas prokoagulasi Trombosis

Penurunan aktivitas fibrinolisis Penurunan pemecahan bekuan


darah

 Lingkungan
1. Obesitas; asam lemak dalam darah dan intrasel meningkat sehingga mempengaruhi fungsi
insulin dan pengeluaran sitokin yang diaktifkan thiazolidinedion sehingga menyebabkan
resistensi insulin. Abdominal fat lebih aktif secara lipolitik daripada lemak subkutan,
mungkin karena memiliki reseptor adrenergic yang lebih banyak. Penyimpanan adipose
abdominal lebih resisten terhadap efek antilipolitik insulin
 Disfungsi dari sel beta
- Manifestasi : sekresi insulin tidak adekuat dalam menghadapi resistensi insulin dan
hiperglikemia.
- Kualitatif : hilangnya pola sekresi insulin
- Kuantitatif : menurunnya massa sel beta, degenarasi pulau langerhans, pengendapan
amiloid dalam pulau langerhans.
- Mekanisme kegagalan sel beta pada diabetes tipe 2 adanya pengendapan amiloid.
- 90% pasien DM tipe 2 ditemukan endapan amiloid pada saat autopsi
- Amilin merupakan komponen amiloid yang mengendap,secara normal dihasilkan oleh sel
beta pankreas dan disekresikan bersama dengan insulin sebagai repon terhadap pemberian
glukosa. Hiperinsulinemia yang disebabkan oleh resistensi insulin pada fase awal diabetes
tipe 2,menyebabkan meningkatnya produksi amilin sehingga mengendap sebagai amiloid di
islet,sehingga amilin yang mengelilingi sel beta mungkin sel beta menjadi refraktor dalam

11
menerima sinyal glukosa. Aimiloid bersifat toksik bagi sel beta sehingga berperan dalam
kerusakan sel beta yang ditemukan pada kasus diaberes tipe 2 tahap lanjut.

 Diabtes sekunder
Tipe ini disebabkan oleh karena penyakit lain atau penggunaan obat-obatan yang
menyebabkan destruksi pancreatic beta cells atau peripheral insulin resistance.Penyebab
diabetes sekunder antara lain
 Penyakit pankreas yang menyebabkan rusaknya sel beta (eg, hemochromatosis,
pancreatitis, cystic fibrosis, pancreatic cancer)
 Syndrom hormonal yang memicu penurunan secretion sel beta (eg, pheochromocytoma)
 Syndrom hormonal yang memicu peripheral insulin resistance (eg, acromegaly, Cushing
syndrome, pheochromocytoma)
 Obat-obatan (eg, phenytoin, glucocorticoids, estrogens)

12
MANIFESTASI KLINIK
Gejala Khas/klasik
 Polidipsia
Karena peningkatan gula darah , air akan tertarik keluar dari sel, menyebabkan
dehidrasi intraseluler dan stimulasi rasa haus di hipotalamus
 Poliuria
Akibat polidipsi
 Polifagia

Kurang efisiennya penggunaan glukosa untuk sumber energi yang menyebabkan


timbulnya rasa lapar
 Penurunan BB tanpa penyebab yang jelas
Akibat penurunan metabolisme glukosa dan pembuangan glukosa di urin
sehingga menyebabkan penggunaan sumber energi lain (eg: lemak,protein)
untuk kebutuhan tubu
Gejala tidak khas
1. Lemas
2. Kesemutan
3. Luka sukar sembuh
4. Gatal
5. Penglihatan kabur
6. Disfungsi ereksi
7. Pruritus vulva
DIAGNOSIS
Pemeriksaan Fisik
 Pengukuran tinggi badan, berat badan,dan lingkar pinggang
Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam posisi berdiri untuk mencari
kemungkinan adanya hipotensi ortostatik, serta ankle brachial index (ABI),untuk mencari
kemungkinan penyakit pembuluh darah arteri tepi .
PLeg adalah systolic blood pressure dari dorsalis pedis atau posterior tibial arteries dan PArm adalh
nilai tertinggi dari tangan kiri dan kanan brachial systolic blood pressure

13
ABPI Interpretation Action Nature of ulcers, if present
value

above 1.2 Abnormal Refer routinely Venous ulcer


Vessel hardening from use full compression bandaging
PVD

1.0 - 1.2 Normal range None

0.9 - 1.0 Acceptable

0.8 - 0.9 Some arterial disease Manage risk factors

0.5 - 0.8 Moderate arterial Routine specialist Mixed ulcers


disease referral use reduced compression
bandaging

under 0.5 Severe arterial disease Urgent specialist Arterial ulcers


referral no compression bandaging used

14
 Pemeriksaan funduskopi
 Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid
 Pemeriksaan jantung
 Evaluasi nadi, baik secara palpasi maupun dengan stetoskop
 Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk jari
o Arteri dorsalis pedis dan tibialis posterior pulsasi harus diraba Hal ini sangat penting
pada pasien yang memiliki infeksi pada kaki, karena tungkai yang jelek aliran
darahnya dapat memperlambat penyembuhan dan meningkatkan risiko amputasi.
o Pemeriksaan ekstremitas bawah neuropati sensorik berguna pada pasien dengan
ulkus pada kaki karena adanya penurunan sensasi yang membatasi kemampuan
pasien untuk melindungi kaki dan pergelangan kaki. Hal ini dapat dinilai dengan
monofilamen Weinstein Semmes atau dengan pemeriksaan refleks, posisi, dan /
atau sensasi getaran.

Jika neuropathy perifer ditemukan, pasien harus dibuat sadar bahwa perawatan kaki
(temasuk pemeriksaan kaki harian) sangat penting untuk mencegah ulkus kaki dan

menghindari amputasi tungkai bawah.


 Pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempat penyuntikan insulin) dan
pemeriksaan neurologis
 Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe-lain
PemeriksaanPenunjang
 Hb A1C
o Non-penderita diabetes: 4-5,9%.
o Bagi penderita diabetes, tingkat HbA1c sebesar 6,5% dianggap kontrol yang baik,
meskipun beberapa orang mungkin lebih suka jumlah mereka untuk menjadi lebih
dekat dengan yang non-penderita diabetes.
o Orang-orang lebih berisiko hipoglikemia mungkin akan diberi target HbA1c 7,5%
 Profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL, dan trigliserida)
 Kreatinin serum

 Albuminuria
o 30-300 mg/hari  mikroalbuminuria
o >300 mg/hari  makroalbuminuria
 Pemeriksaan kadar insulin dan pro insulin ( C-peptide)

15
Menilai fungsi pancreas, diperiksa secara imunologis. Kelemahan pemeriksaan
insulin adalah dipengaruhi oleh antibody insulin darah, sedangkan C-peptide tidak
 Keton, sedimen, dan protein dalam urin
 Elektrokardiogram
 Foto sinar-x dada
 Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik
dengan bahan darah plasma vena

Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994):


• Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan
karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa
• Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih
tanpa gula tetap diperbolehkan
• Diperiksa kadar glukosa darah puasa
• Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/ kgBB (anak-anak), dilarutkan
dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit
• Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah
minum larutan glukosa selesai
• Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa
• Selama proses pemeriksaan harus istirahat dan tidak merokok

Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, bergantung pada hasil yang
diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalamkelompok toleransi glukosa terganggu (TGT) atau
glukosa darah puasa terganggu (GDPT).

1. TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa plasma 2 jam
setelah beban antara 140 – 199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L).

2. GDPT:Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan
antara 100 – 125 mg/dL (5,6 – 6,9 mmol/L) dan pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam
< 140 mg/dL.
Pemeriksaan Penyaring

16
Pemeriksaan penyaring dilakukan pada mereka yang mempunyai risiko DM , namun tidak
menunjukkan adanya gejala DM. Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar
glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa:

DIAGNOSIS BANDING
 DM 1 vs DM 2
o Tingkat C-peptida puasa lebih dari 1 ng / dL pada pasien yang telah menderita diabetes
selama lebih dari 1-2 tahun adalah sugestif dari diabetes tipe 2 (yaitu, residu beta-fungsi

17
sel). Merangsang C-peptida konsentrasi (setelah tantangan makan standar seperti
Sustacal atau setelah glukagon) agak dipertahankan sampai akhir dalam perjalanan dari
diabetes mellitus tipe 2. Tidak adanya respon C-peptida untuk konsumsi karbohidrat
dapat mengindikasikan kekeurangan jumlah sel-beta
o Autoantibodi dapat berguna dalam membedakan antara tipe 1 dan tipe 2 diabetes. Islet-
cell (IA2), anti-GAD65, dan anti-insulin autoantibodi dapat hadir pada awal diabetes tipe
1, namun tidak dalam tipe 2 penyakit.
 Diabetic Ketoacidosis
 Diabetic Nephropathy
 Diabetic Ulcers
 Insulin Resistance
 Lead Nephropathy

TATALAKSANA
Pilar Penatalaksanaan DM
 Edukasi
 Pemberdayaanpenyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien,
keluarga dan masyarakat.
 Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku sehat
 Dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi
 Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia
serta cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien
 Terapi Nutrisi Medis
Makronutrien
Karbohidrat
Sebagai sumber energi, karbohidrat yang diberikan pada penderita diabetes tidak
boleh melebihi 45-60 % dari total kebutuhan energy perhari
Rekomendasi pemberian karbohidrat :
1. Kandungan total kalori pada makanan yang mengandung karbohidrat, lebih ditentukan
jumlahnya dibandingkan dengan jenis karbohidrat itu sendiri.
2. Jika ditamah dengan MUFA ( monounsaturated fatty acid ) sebagai sumber energy, maka
jumlah karbohidrat maksimal 70 % dari total kebutuhan kalori per hari.
3. Jumlah serat 25-50 gram per hari
4. Jumlah sukrosa sebagai sumber energi tidakperlu dibatasi, namun jangan sampai lebih dari
total kalori per hari.
5. Sebagai pemanis dapat digunakan pemanis non kalori seperti sakarin, aspartame, acesulfam
dan sukralosa.
6. Penggunaan alcohol harus dibatasi tidak boleh lebh dari 10 gram per hari
7. Fruktosa tidak boleh lebih dari 60 gram per hari

18
Protein
Jumlah kebutuhan protein yang direkomendasikan sekitar 10-35 % dari total kalori per hari.
Protein mengandung energy sekitar 4 kilokalori per gram.
Rekomendasi pemberian protein adalah :
1. Pada keadaan kadar glukosa darah yang terkontrol, asupan protein tidak akan mempengaruhi
konsentrasi glukosa darah.
2. Pada keadaan kadar glukosa darah yang tidak terkontrol, pemberian protein sekitar 0,8-1,0
mg/kg berat badan per hari
3. Jika terdapat komplikasi kardiovaskular, maka sumber protein nabati lebih dianjurkan daripada
dari protein hewani.

Lemak
Jumlah kebutuhan lemak yang direkomendasikan sekitar 20-35 % dari total kalori per
hari.lemak mengandung energy sekitar 9 kilokalori per gram.
Rekomendasi pemberian lemak :
1. Jika kadar kolesterol LDL ≥100 mg/dl, asupan asam lemak jenuh diturunkan sampai maksimal 7 %
dari total kalori per hari.
2. Konsumsi kolesterol maksimal 300 mg/hari, jika kadar kolesterol LDL ≥100mg/dl,maka maksimal
kolesterol yang dapat dikonsumsi 200 mg/hari.
3. Batasi asupan lemak jenis trans
4. Konsumsi ikan seminggu 2-3 kali untuk mencukupi kenutuhan asam lemak tidak jenuh rantai
panjang.
5. Asupan lemak tidak jenuh rantai panjang maksimal 10 % dari asupan kalori per hari dan asupan
lemak jenuh maksimal 10 % dari total kebutuhan kalori per hari.

Mikronutirient
Mineral dan vitamin juga harus seimbang dan diatur sehingga dapat memenuhi kebutuhan penderita
diabetes per hari.

Contoh penghitungan kalori :


Pasien seorang laki-laki berumur 39 tahun, mempunyai tinggi 160 cm, dan berat badan 63 kg serta
bekerja sebagai penjaga took. Maka kebutuhan kalori per hari yang dibutuhkannya adalah
1. Tentukan BBI

19
BBI = ( TB cm - 100)kg – 10 %
= ( 160 cm - 100 ) kg – 10 %
= 60 kg – 6 kg
= 54 kg
2. Tentukan status gizi
Status gizi = ( BB Aktual : BBI ) x 100 %
= ( 63 kg : 54 kg ) x 100 %
= 116 % ( termasuk overweight )
3. Tentukan jumlah kebutuhan kalori per hari
- Kebutuhan kalori basal = BBI x 30 kalori
= 54 x 30 = 1620 kalori
- Kebutuhan untuk aktivitas ditambah 20 %
20 % x 1620 kalori = 324 kalori
- Koreksi karena overweight dikurangi 10 %
10 % x 1620 kalori = 162 kalori

Jadi total kalori perhari untuk penderita = 1620 + 324 – 162 = 1782 ( dibulatkan menjadi 1700)

4. Tentukan distribusi makanan

- Karbohidrat 60 %
60 % x 1700 kalori = 1020 kalori setara dengan 255 gram
- Protein 20 %
20 % x 1700 kalori = 340 kalori setara dengan 85 gram
- Lemak 20 %
20 % 1700 kalori = 340 kalori setara dengan 37,7 gram

5. Jadwal ( distribusikan dalam 5-6 kali pemberian , 3 kali makan utama dan 3 kali makan selingan )

- Jam 06.00-07.00 makan pagi ( 25 % )


- Jam 09.00-10.00 makan selingan ( < 10 % )
- Jam 12.00-13.00 makan siang ( ±30 % )
- Jam 15.00-16.00 makan selingan ( < 10 % )
- Jam 18.00-19.00 makan malam ( ±25 % )
- Jam 20.00-21.00 makan selingan

 Latihan Jasmani

20
ADA merekomendasikan 150 menit/minggu untuk melakukan aerobic physical activity ( dibagi
menjadi 3 hari ).

Prinsip latihan bagi penderita diabetes adalah :

1) Frekuensi : jumlah olahraga per minggu sebaiknya dilakukan dengan teratur 3-5 kali
per minggu
2) Intensitas : ringan dan sedang
3) Durasi : 30-60 menit
4) Jenis : latihan jasmani endurance ( aerobic ) untuk meningkatkan kemampuan
kardiorespirasi seperti jalan, jogging, berenang dan bersepeda
 Intervensi Farmakologi
Obat hipoglikemik oral (OHO)
a) Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid
b) Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dan tiazolidindion
c) Penghambat glukoneogenesis (metformin)
d) Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa.
e) DPP-IV inhibitor

21
22
Suntikan
1. Insulin
Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe2 di Indonesia 2011 25
Insulin diperlukan pada keadaan:
 Penurunan berat badan yang cepat
 Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
 Ketoasidosis diabetik
 Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
 Hiperglikemia dengan asidosis laktat
 Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
 Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
 Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasionalyang
 Tidak terkendali dengan perencanaan makan
 Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
 Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
 Jenis dan lama kerja insulin
Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni:
1. Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
2. Insulin kerja pendek (short acting insulin)
3. Insulin kerja menengah (intermediate actinginsulin)
4. Insulin kerja panjang (long acting insulin)
5. Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin).
.
Efek samping terapi insulin
1. Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinyahipoglikemia.
2. Penatalaksanaan hipoglikemia dapat dilihat dalam bab komplikasi akut DM.
3. Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulin yang dapat menimbulkan
alergi insulin tau resistensi insulin.

2. Agonis GLP-1/incretin mimetic


Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan baru untuk
pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja sebagai perangsang penglepasan insulin yang
tidak menimbulkan hipoglikemia ataupun peningkatan berat badan yang biasanya terjadi
pada pengobatan dengan insulin ataupun sulfonilurea. Agonis GLP-1 bahkan mungkin
menurunkan berat badan. Efek agonis GLP-1 yang lain adalah menghambat penglepasan
glukagon yang diketahui berperan pada proses glukoneogenesis. Pada percobaan binatang,
obat ini terbukti memperbaiki cadangan sel beta pankreas. Efek samping yang timbul pada
pemberian obat ini antara lain rasa sebah dan muntah

23
Target Pengendalian DM

KOMPLIKASI
Komplikasi Diabetes Mellitus

A. Komplikasi Akut Diabetes Mellitus


Dimana komplikasi akut dari DM dibagi menjadi dua keadaan, yaitu keadaan Diabetic
Ketoacidosis (DKA) dan Hyperglikemik
hyperosmolar.
1. Diabetic Ketoacidosis (DKA)
Klinis:
1. Riwayat DM sebelumnya
2. Terdapat faktor pencetus yang biasa
menyertai
3. Kesadaran menurun
4. Pernapasan cepat dan dalam (kussmaul
sign)
5. Tanda-tanda dehidrasi

24
Laboratorium:
Blood glucose >14mmol/L (252mg/dL)

Ketones Urine: moderate to large


Blood: >3mmol/L

Osmolality Increased – high blood glucose and


urea/creatinine, dehydration

Electrolytes Low/normal Na+ and Cl-


Low/normal/high K+ (often misleading)
Low HCO3 (normal 23-31)

Anion gap >10 mild


>12 moderate to severe

Blood gases pH <7.30, HCO3 <15 (mild)


pH <7.00, HCO3 <10 (severe)

Faktor Pencetus
1. Infeksi
Kebutuhan insulin mendadak naik pada keadaan infeksi, misalnya ISPA, pneumonia,
ISK, abses
2. Pengobatan insulin dihentikan
3. Stress: IMA, stroke
4. Obat-obatan
– Banyak obat diketahui mengurangi sekresi insulin atau menambah resistensi insulin,
hidroklotiazid, penghambat beta, penghambat kalsium, dilantin, kortisol (steroid)
– Alkohol mungkin menghambat sekresi insulin karena dapat menyebabkan
pankreatitis subklinis dan mempengaruhi sel beta
Hyperglikemik menuju glukosuria, berkurangnya volume cairan, dan tachycardia.
Hypotensi dapat terjadi karena kekurangan volume cairan dengan kombinasi dengan
peripheral vasodilatasi.

Patofisiologi

25
Tatalaksana
1. Rehidrasi
2. Insulin
3. Bikarbonat
4. Kalium
5. Antibiotika

2. Hyperglikemik hyperosmolar
Gejala dan tandanya
– polyuria, polidipsi,berat badan turun, dehidrasi
– perubahan mental
– Biasanya berusia > 50 tahun
– Kesadaran ↓
– Tanda-tanda dehidrasi
– Hiperglikemia yang tinggi (> 600 mg/dl)
– Tanpa asidosis pH > 7.3
– Ketosis ringan
– Hiperosmolaritas
Lab

Blood glucose >33mmol/L (600mg/dl)

Ketones Urine: negative – small


Blood: <0.6 mmol/L

26
Osmolality >320mOsm/kg - (raised Na,
BG, urea)

Electrolytes Raised Na, BG, urea


creatinine

Anion gap <12

Blood gases pH >7.30


normal or raised HCO3

Patofisiologi

Tatalaksana: Rehidrasi,Insulin,Kalium dan Monitoring


3. Hipoglikemia
Etiologi
1. Makan kurang dari aturan yang ditentukan.
2. Berat badan turun
3. Sesudah olahraga
4. Sesudah melahirkan
5. Sembuh dari sakit
6. Makan obat yang mempunyai sifat serupa

Gejala
• Stadium parasimpatik : lapar, mual, tekanan darah turun.
• Stadium gangguan otak ringan : lemah, lesu, sulit bicara, kesulitan menghitung sederhana.
• Stadium simpatik : keringat dingin pada muka terutama di hidung, bibir atau tangan
berdebar-debar.

27
• Stadium gangguan otak berat : koma (tidak sadar) dengan atau tanpa kejang.
Tatalaksana

Stadium permulaan (sadar) :


• Pemberian gula murni + 30 g (2 sendok makan) atau sirop, permen dan makanan yang
mengandung hidrat arang.
• Stop obat hipoglikemik sementara, periksa glukosa darah sewaktu.
Stadium lanjut (koma hipoglikemi) :
• Penanganan harus cepat.
• Berikan larutan glukosa 40% sebanyak 2 flakon (50 cc), melalui vena setiap 10-20 menit
hingga pasien sadar disertai pemberian cairan dextrose 10% per infus 6 jam per kolf, untuk
mempertahankan glukosa darah dalam nilai normal atau di atas normal.
• Bila belum teratasi dapat dberikan antagonis insulin seperti kortison dosis tinggi atau
glukagon 1 mg intravena.

B. Komplikasi Kronik Diabetes Mellitus


Pembagian komplikasi kronik DM :

Mekanisme komplikasi

28
Teori pertama bahwa peningkatan glukosa di intraselular menunju perubahan kenaikan
produk akhir glikosilasi (AGEs) melalui protein intra- dan ekstraselular glikosilasi non enzimatik.
Dimana glikosilasi nonenzimatik menghasilkan interaksi glukosa dengan gugus amino protein.
Dimana AGEs telah menunjukkan cross-link protein, peningkatan atherosklerosis, disfungsi
glomerulus, berkurangnya sintesis nitrit oxide, menginduksi disfungsi endotel, dan perubahan
struktur ECM.
Teori kedua berdasarkan pengamatan bahwa hyperglikemi meningkatkan metabolisme
glukosa melalui jalur sorbitol. Glukosa intraselular dimetabolisme oleh phosphorilasi dan
subsequent glikolisis, tapi ketika meningkat, beberapa glukosa diubah menjadi sorbitol oleh
enzim aldose reduktase. Peningkatan konsentrasi sorbitol merubah pontensial redox,
meningkatkan osmolalitas selular, generate reactive oxygen species, dan menuju ke slular
disfungsi.
Teori ketiga bahwa hiperglikemik meningkatkan pembentukan diacylglicerol menuju
pengaktifan protein kinase C (PKC). Diantara rekasi lainnya, PKC merubah transkripsi gen untuk
fibronektin, kolagen tipe IV, protein kontraktile, dan protein ECM di sel endotelial dan neuron.
Teori keempat bahwa hiperglikemik meningkatkkan perubahan pada jalur hexosamine,
yang menghasilkan fruktosa 6-fosfat, suatu substrat untuk O-linked glycosylation dan
proteoglycan production. Jalur hexosamine mungkin merubah fungsi oleh protein glikosilasi
seperti sintesis endotelial nitrik okside atau oleh perubahan dalam ekspresi gen transforming
growth factor β (TGF-β) atau plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1).

Microvascular
1. Komplikasi ophthalmologi DM
DM dapat mengakibatkan kebutaan diantara umur 20-74 tahun. Kebutaan merupakan
hasil progesive utama dari diabetes retinopathy dan macular edema. Tahap diabetes
retinopathy sendiri ada 2, nonproliferative diabetic retinopathy dan proliferative diabetic
retinopathy.
Nonproliferative diabetic retinopathy biasanya muncul pada akhir dekade awal atau
awal dari dekade kedua dari penyakit DM itu sendiri dan ditandai dengan retinal vescular
microaneurysms, blot hemorrhages, dan cotton wool spots. Nonproliferative diabetic
retinopathy sedang dikarakteristikkan dengan perubahan venous vessel caliber, intraretinal
microvascular abnormalities, dan beberapa microaneurysms dan hemorrhages.
Patofisiologinya termasuk kehilangan retinal pericytes, peningkatan permeabilitas vaskular

29
retina, perubahan aliran darah retina, dan keabnormalan microvascular retinal, semuanya
menuju pada retinal ischemia.
Keberadaan neovaskularisasi dalam respon pada retinal hypoxia adalah sebagai tanda
proliferative diabetic retinopathy.

Retinopati diabetik merupakan komplikasi kronis diabetes melitus berupa mikroangiopati progresif
yang ditandai oleh kerusakan mikro vaskular pada retina dengan gejala penurunan atau perubahan
penglihatan secara perlahan.1

Gejala

 Pandangan kabur
 Floaters (benda yang melayang-layang pada penglihatan

Mekanisme terjadinya RD masih belum jelas, namun beberapa studi menyatakan bahwa
hiperglikemi kronis merupakan penyebab utama kerusakan multipel organ. Komplikasi hiperglikemia
kronis pada retina akan menyebabkan perfusi yang kurang adekuat akibat kerusakan jaringan
pembuluh darah organ, termasuk kerusakan pada retina itu sendiri. Terdapat 4 proses biokimiawi
yang terjadi pada hiperglikemia kronis yang diduga berhubungan dengan timbulnya retinopati
diabetik, antara lain:

1) Akumulasi Sorbitol

30
Produksi berlebihan serta akumulasi dari sorbitol sebagai hasil dari aktivasi jalur poliol terjadi karena
peningkatan aktivitas enzim aldose reduktase yang terdapat pada jaringan saraf, retina, lensa,
glomerulus, dan dinding pembuluh darah akibat hiperglikemi kronis. Sorbitol merupakan suatu
senyawa gula dan alkohol yang tidak dapat melewati membrana basalis sehingga akan tertimbun
dalam jumlah yang banyak dalam sel. Kerusakan sel terjadi akibat akumulasi sorbitol yang bersifat
hidrofilik sehingga sel menjadi bengkak akibat proses osmotik.
Selain itu, sorbitol juga meningkatkan rasio NADH/NAD+ sehingga menurunkan uptake mioinositol.
Mioinositol berfungsi sebagai prekursor sintesis fosfatidilinositol untuk modulasi enzim Na-K-ATPase
yang mengatur konduksi syaraf. Secara singkat, akumulasi sorbitol dapat menyebabkan gangguan
konduksi saraf.
Percobaan pada binatang menunjukkan inhibitor enzim aldose reduktase (sorbinil) yang bekerja
menghambat pembentukan sorbitol, dapat mengurangi atau memperlambat terjadinya retinopatik
diabetik. Namun uji klinik pada manusia belum menunjukkan perlambatan dari progresifisitas
retinopati. 3, 5, 6

2) Pembentukan protein kinase C (PKC)


Dalam kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel vaskular meningkat akibat
peningkatan sintesis de novo dari diasilgliserol, yang merupakan suatu regulator PKC dari
glukosa.PKC diketahui memiliki pengaruh terhadap agregasi trombosit, permeabilitas vaskular,
sintesisgrowth factor dan vasokonstriksi. Peningkatan PKC secara relevan meningkatkan komplikasi
diabetika, dengan mengganggu permeabilitas dan aliran darah vaskular retina.
Peningkatan permeabilitas vaskular akan menyebabkan terjadinya ekstravasasi plasma, sehingga
viskositas darah intravaskular meningkat disertai dengan peningkatan agregasi trombosit yang saling
berinteraksi menyebabkan terjadinya trombosis. Selain itu, sintesis growth factor akan
menyebabkan peningkatan proliferasi sel otot polos vaskular dan matriks ekstraseluler termasuk
jaringan fibrosa, sebagai akibatnya akan terjadi penebalan dinding vaskular, ditambah dengan
aktivasi endotelin-1 yang merupakan vasokonstriktor sehingga lumen vaskular makin menyempit.
Seluruh proses tersebut terjadi secara bersamaan, hingga akhirnya menyebabkan terjadinya oklusi
vaskular retina. 3, 7

3) Pembentukan Advanced Glycation End Product (AGE)


Glukosa mengikat gugus amino membentuk ikatan kovalen secara non enzimatik. Proses tersebut
pada akhirnya akan menghasilkan suatu senyawa AGE. Efek dari AGE ini saling sinergis dengan efek
PKC dalam menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular, sintesis growth factor, aktivasi
endotelin 1 sekaligus menghambat aktivasi nitrit oxide oleh sel endotel. Proses tersebut tentunya
akan meningkatkan risiko terjadinya oklusi vaskular retina. 3, 8
AGE terdapat di dalam dan di luar sel, berkorelasi dengan kadar glukosa. Akumulasi AGE mendahului
terjadinya kerusakan sel. Kadarnya 10-45x lebih tinggi pada DM daripada non DM dalam 5-20
minggu. Pada pasien DM, sedikit saja kenaikan glukosa maka meningkatkan akumulasi AGE yang
cukup banyak, dan akumulasi ini lebih cepat pada intrasel daripada ekstrasel. 8

4) Pembentukan Reactive Oxygen Speciesi (ROS)


ROS dibentuk dari oksigen dengan katalisator ion metal atau enzim yang menghasilkan hidrogen
peroksida (H2O2), superokside (O2-). Pembentukan ROS meningkat melalui autooksidasi glukosa pada
jalur poliol dan degradasi AGE. Akumulasi ROS di jaringan akan menyebabkan terjadinya stres
oksidatif yang menambah kerusakan sel

31
Penyebab kebutaan pada retinopati diabetik dapat terjadi karena 4 proses berikut, antara lain:
1) Retinal Detachment (Ablasio Retina)
Peningkatan sintesis growth factor pada retinopati diabetik juga akan menyebabkan peningkatan
jaringan fibrosa pada retina dan corpus vitreus. Suatu saat jaringan fibrosis ini dapat tertarik karena
berkontraksi, sehingga retina juga ikut tertarik dan terlepas dari tempat melekatnya di koroid. Proses
inilah yang menyebabkan terjadinya ablasio retina pada retinopati diabetik.3

2) Oklusi vaskular retina


Penyempitan lumen vaskular dan trombosis sebagai efek dari proses biokimiawi akibat hiperglikemia
kronis pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya oklusi vaskular retina. Oklusi vena sentralis
retina akan menyebabkan terjadinya vena berkelok-kelok apabila oklusi terjadi parsial, namun
apabila terjadi oklusi total akan didapatkan perdarahan pada retina dan vitreus sehingga
mengganggu tajam penglihatan penderitanya. Apabila terjadi perdarahan luas, maka tajam
penglihatan penderitanya dapat sangat buruk hingga mengalami kebutaan. Perdarahan luas ini

32
biasanya didapatkan pada retinopati diabetik dengan oklusi vena sentral, karena banyaknya dinding
vaskular yang lemah. 3, 4
Selain oklusi vena, dapat juga terjadi oklusi arteri sentralis retina. Arteri yang mengalami
penyumbatan tidak akan dapat memberikan suplai darah yang berisi nutrisi dan oksigen ke retina,
sehingga retina mengalami hipoksia dan terganggu fungsinya. Oklusi arteri retina sentralis akan
menyebabkan penderitanya mengeluh penglihatan yang tiba-tiba gelap tanpa terlihatnya kelainan
pada mata bagian luar. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat seluruh retina berwarna pucat. 3,
4

3) Glaukoma
Mekanisme terjadinya glaukoma pada retinopati diabetik masih belum jelas. Beberapa literatur
menyebutkan bahwa glaukoma dapat terjadi pada retinopati diabetik sehubungan dengan
neovaskularisasi yang terbentuk sehingga menambah tekanan intraokular

2. Komplikasi ginjal DM
 Nephropathy dikarakteristikkan oleh glomerular hyperperfusi dan renal hypertrophy terjadi
pada tahun pertama setelah serangan DM dan menyebabkan peningkatan GFR. Selama lima
tahun pertama DM, penebalan basal membran glomerulus mengakibatkan glomerulus
hypertrophy dan GFR kembali ke normal. Setelah 5-10 tahun kemudian, microalbumin mulai
diekskresikan oleh ginjal sebagai tanda ketidakmampuan ginjal untuk menyeimbangkan
kompensasinya kembali.
Patogenesis nephropathy berhubungan dengan kronik hiperglikemi sebagai efek
perkembangan dari soluble faktor (GF, angiotensin II, endothelin, AGEs), perubahan
hemodinamic pada sirkulasi ginjal, dan perubahan struktur dari dlomerulus.

• Gangguan pembuluh darah kapiler di ginjal (nefropati)


• Angka kejadian :
– 20-30 % penderita DM mengalami nefropati
– dapat menjadi gagal ginjal
SKRINING :
• Pemeriksaan urin rutin
– untuk melihat adanya proteinuria
– dilakukan setiap tahun
– bila hasil urinalisa tidak didapatkan protein, maka harus dilanjutkan dengan
pemeriksaan protein urin 24 jam
– mikroalbuminuria (30 - 300 mg per 24 jam)
• Pemeriksan kadar kreatinin dan CCT darah
– kadar kreatinin harus < 2 mg/dl
– CCT darah <50 mL/menit

33
PENGOBATAN
• monitor tekanan darah
– target TD pada penderta DM 130/90 mmHg
– bila TD > 140/90 mm Hg harus diobati
• Monitor kadar gula darah
– GD harus senormal mungkin
– HbA1c < 7
• Batasi asupan protein
– pemberian protein 0.8 g/kg berat badan
– gunakan protein yang high biologic value

3. Neuropathy dan DM
A. Neuropati sensorimotor
• Dialami oleh 30 % penderita DM
• Keluhan :
– nyeri kronik
– kesemutan
– rasa panas
– baal (mati rasa)
• Penyebab :
– GD yang tidak terkontrol
– aliran darah menurun
B. Neuropati otonom
• Hipotensi ortostatik :
– pusing bila berdiri dan berkurang pada posisi tidur
• Gastroparesis :
– mual, kembung
– susah BAB (konstipasi)
– BAB tidak tertahan
• Neuropati genitourinaria :
– BAK tidak tertahan
– Disfungsi seksual
– Mudah mengalami infeksi

34
Mungkin ditunjukkan dengan polyneuropathy, mononeuropathy, dan/atau autonomic
neuropathy. Berhubungan dengan menghilangnya serabut saraf bermielin atau tidak
bermielin karena ischemic.
a. Polyneuropathy
Akibat dari hilangnya sensori distal bisa mengakibatkan hyperestesi, parestesi, dan
disestesi. Gejalanya berupa sensai mati rasa, kesemutan, panas, atau terbakar yang
dimulai di daerah kaki dan menyebar secara proksimal.
b. Mononeuropathy
Hadir dengan rasa sakit dan melemahnya motorik pada distribusi suatu saraf
tunggal. Diperkirakan akibat suatu kelainan vaskularisasi, tapi masih belum pasti
patogenesisnya. Biasa mempengaruhi kranial nerve terutama kranial nerve III, IV, VI,
atau VII.
c. Autonomic neuropathy
Tanda dari autonomic neuropathy adalah perkembangan cholinergic,
noradrenergic, dan peptidergic. Juga dapat merusak perkembangan banyak sistem di
tubuh, seperti cardiovascular, gastrointestinal, genitourinary, sudomotor, dan sistem
metabolik. Pada cardiovascular mengakibatkan tachycardia dan orthostatic hypotension.
Pada gastrointestinal mengakibatkan gastroparesis dan kelainan pengosongan bladder
serta usus. Sedangkan pada genitourinary mengakibatkan kegagalan mempertahankan
BAK dan disfungsi seksual.
PENGOBATAN
1. Terapi penyebab dasar
– Pengendalian glukosa darah
– Menghindari obat-obat yang dapat menyebabkan neuropati
2. Pengendalian keluhan neuropati
3. Terapi fisik
Psikoterapi/edukas

Makrovaskular

 Pembuluh darah jantung


GEJALA :

35
• Sering tanpa disertai keluhan nyeri dada
SKRINING
• Monitor kadar GD
• Monitor kolesterol dan trigliserida
• Monitor adanya hiperkoagulasi (kekentalan darah)
EKG bukan parameter yang ideal

PENGOBATAN
1. Terapi penyebab dasar
– Pengendalian glukosa darah
– Menghindari obat-obat yang dapat menyebabkan neuropati
2. Pengendalian keluhan neuropati
3. Terapi fisik
Psikoterapi/edukasi
 Pembuluh darah tepi:
Penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes. Biasanya terjadi
dengan gejala tipikal claudicatio intermittent, meskipun sering tanpa gejala. Terkadang ulkus
iskemik kaki merupakan kelainan yang pertama muncul.
 Adanya trombosis → aliran darah berkurang
 Terutama di kaki sehingga kaki mudah mengalami infeksi
 Penyebab infeksi kaki :
- terkena knalpot
- lecet akibat sepatu sesak
- luka kecil saat memotong kuku
- kompres kaki yang terlalu panas

 Pembuluh darah otak


Penyempitan pembuluh darah di otakasupan darah ke otak berkurang otak menjadi
kekurangan darah kematian jaringan otakstroke

PENCEGAHAN
1. Pencegahan Primer
2. Pencegahan Sekunder
3. Pencegaan tersier

PROGNOSIS
Sekitar 60% pasien DM tipe 1 yang mendapat terapi insulin dapat bertahan hidup seperti orang
normal. Sisanya dapat mengalami kebutaan, gagal ginjal kronik, dan kemungkinan meninggal lebih
cepat.

36
LI.4. Memahami & Menjelaskan Etika Makan Menurut Islam
Tidak berlebih-lebihan di dalam makan & minum. Karena Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam bersabda: “Tiada tempat yg yg lbh buruk yg dipenuhi oleh seseorang daripada perutnya,
cukuplah bagi seseorang beberapa suap saja utk menegakkan tulang punggungnya; jikapun terpaksa,
maka sepertiga utk makanannya, sepertiga utk minu-mannya & sepertiga lagi utk bernafas”. (Hadis
Riwayat: Ahmad & dishahihkan oleh Al-Albani).Prinsipnya sesuai dengan hadis Rasulullah saw :”
makan sebelum lapar dan berhenti sebelum kenyang”.

Allah memerintahkan kita untuk memakan makanan yang halal dan baik / Halalan Thoyyiban
Al Qur’an, Surat Al Maidah : 88 yang artinya:

“dan makanlah makanan yang halal lagi baik (thayib) dari apa yang telah dirizkikan kepadamu
dan bertaqwalah kepada Allah dan kamu beriman kepada-Nya”

37
DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association. Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. [Online]. 2004
[cited 2010 Sept 30];Available from: URL:
http://care.diabetesjournals.org/content/27/suppl_1/s5.full

Cormack D.H. Introduction to Histology. Philadelphia, J.B. Lippincott Company, 1984:299-303

Gandasoebrata R . 2010 . Penuntun Laboratorium Klinik.Cetakan keenambelas . Jakarta : Dian Rakyat

Ganong W.F. 2008. Buku Ajar FIsiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Gunawan ,SG.(2007).Farmakologi dan Terapi, Edisi 5. Jakarta : Departement Farmakologi dan


Terapeutik FKUI

Guyton, Hall. 2006. Text Book of Medical Physiology 11th edition. Philadelphia: Elsevier Soundres

http://emedicine.medscape.com/article/980685-medication#showall

http://www.mayoclinic.com/health/glomerulonephritis/DS00503/DSECTION=tests-and-diagnosis

th
Junquiera L.C, Carneiro J, Kelley R.O. Basic Histology. 10 edition, Washington, Lange, 2003: 316-23

Konsensus DM tipe 2 di Indonesia tahun 2011

Kumar V,et al. 2008. Patologi Anatomi : Robbins edisi 7 vol 2. Jakarta

Leeson CR, Leeson TS, Paparo AA. 1996. Buku Ajar Histologi. Ed 5. Jakarta : EGC.

Murray,RK et al (2003). Biokimia Harper edisi 25.Jakarta.EGC

Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. 1995. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit. Ed. 4.
Jakarta : EGC.

Sherwood Lauralee. Fisiologi Manusia dari sel ke sel. Edisi 2. Jakarta: EGC, 2001

Snell,RS.(2006).Anatomi Klinik untuk Mahasiswa kedokteran edisi 6. Jakarta.EGC

Wild S, Roglic G, Green A, Sicree R, King H. Global prevalence of diabetes: estimates for the year
2000 and projections for 2030. Diabetes Care 2004 May;27(5):1047-53.

38

Anda mungkin juga menyukai