Anda di halaman 1dari 36

Laporan Kasus

EPISODE DEPRESI BERAT DENGAN GEJALA PSIKOTIK

Disusun oleh:
Yuzana Tiarasia, S.Ked

Pembimbing:
dr. Andri Sudjatmoko, Sp.KJ

SMF/ Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa


Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Bengkulu
Rumah Sakit Khusus Jiwa Soeprapto Daerah Bengkulu
Bengkulu
2015

BAB I
LAPORAN KASUS
I.
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. LN
Usia : 32 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Anak ke : 1 dari 7 bersaudara
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Suku : Lembak
Status : Menikah
Pekerjaan : IRT
Alamat : Jl. xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx Panorama
Tanggal Pemeriksaan : 04/4/2015 pukul 11.00 WIB

II. Riwayat Psikiatri


A. Keluhan Utama
Mudah marah dan sulit tidur sejak + 4 bulan yang lalu.

B. Riwayat Gangguan Sekarang


Autoanamnesis:

Perempuan berusia 32 tahun, merupakan anak pertama


dari tujuh bersaudara dan sudah menikah. Pasien
merupakan pasien baru di poli rawat jalan RSKJ
Soeprapto Bengkulu tanggal 4 Mei 2015. Selama 4 bulan
terakhir ini pasien mengeluh menjadi mudah marah dan
sulit tidur serta badan terasa lemas Pasien mudah marah
jika tersinggung dan merasa dirinya tertekan oleh
sesuatu hal. Pasien mudah marah dengan siapa saja
terutama orang lain dari luar rumahnya seperti tamu dan
keluarga lainnya. Pasien menganggap orang tersebut
sengaja mencari, mengejar dan mengancam dirinya.
Sebelumnya suami pasien mengalami masalah dalam
pekerjaannya sebagai developer perumahan yang secara
langsung menyebabkan masalah perkenomian keluarga
menjadi buruk secara drastis. Setelah kejadian tersebut
banyak konsumen perumahan berdatangan ke rumah
pasien untuk mencari suaminya dan meminta penjelasan
serta klarifikasi mengenai keadaan perkembangan rumah
yang mereka percayakan pada perusahaan suami pasien.
Menurut pasien semua orang tersebut terlalu sering
datang ke rumahnya untuk menanyakan suaminya
mengenai pekerjaan dan mengganggu kenyamanan
hidup pasien sehingga membuat pasien merasa tertekan
seolah-olah dikejar masalah terus menerus. Sejak saat
itu pasien merasa sering cemas berada di rumah dan
sulit tidur. Pasien sering terbangun pada tengah malam
dan tidak dapat tidur lagi serta merasa lemas dan mudah
letih.
Selain itu pasien juga mengaku menjadi pelupa terhadap
hal-hal yang dilakukan sebelumnya seperti lupa dimana
meletakkan uang, lupa apakah sudah menaruh garam
dimasakan dan lain-lain. Sehingga pasien sudah tidak
dibiarkan untuk memasak dan melakukan kegiatan
rumah tangga lainnya di rumahnya. Pasien juga pernah
bertelanjang busana di dalam rumah tanpa rasa malu.
Pasien mengaku tidak sadar ketika melakukan hal
tersebut dan tersadar ketika ditegur oleh suaminya.
Setelah kejadian tersebut pasien mendadak lupa dengan
orang-orang terdekatnya seperti suami dan anak-anak
kecuali anak laki-lakinya. Saat itu pasien juga mengusir
keluarganya termasuk suami dan anak-anak yang
mencoba masuk ke dalam kamarnya karena mengaku
tidak kenal dengannya. Kejadian tersebut terjadi dalam 1
hari. Pasien juga seringkali merasa tidak tahan dengan
kehidupannya saat ini yang dirasakan sangat berat dan
juga pasien beberapa kali mengakui memiliki gagasan
untuk bunuh diri.
Pasien sering mendengar bisikan suara-suara orang yang
tidak dikenalnya setiap hari. Suara yang didengar kadang
berupa perintah yang menyuruhnya memukul seseorang
yang menurut sumber suara yang didengar adalah orang
jahat yang berniat buruk. Kadang suara tersebut
terdengar seperti mengejek dirinya atau
membicarakannya.
Sekitar 2 minggu SMRS pasien melakukan tindak
kekerasan pada seorang tamu yang datang ke rumahnya
dengan menampar pipinya. Saat itu pasien mengaku
dirinya merasa marah dan emosi karena orang tersebut
datang dan tiba-tiba langsung memarahinya sehingga
membuat pasien refleks untuk menampar. Pasien
mengaku tidak dapat mengontrol emosinya saat itu.

Heteroanamnesis
Diperoleh dari suami pasien, Tn. BD, berusia 37 tahun
yang bekerja sebagai wiraswasta dibidang developing
dan merupakan keluarga terdekat pasien yang serumah
dengannya. Suami pasien mengatakan bahwa pasien
memang menjadi lebih sering marah dan tersinggung
serta menjadi sulit tidur sejak 4 bulan yang terakhir.
Selain itu pasien juga merasa cemas yang berlebihan
serta badan terasa lemas. Pasien juga menjadi sering
lupa sehingga saat ini suami memegang peran pengganti
istri di rumah untuk kegiatan seperti memasak,
membersihkan rumah dan lainnya. Suami pasien
mengaku istrinya juga pernah telanjang di dalam rumah
tanpa rasa malu dan saat itu istrinya baru menyadari hal
tersebut setelah ditegur suaminya. Emosi pasien menjadi
sering labil terutama jika berhadapan dengan tamu atau
orang lain yang bertamu ke rumahnya, baik yang
merupakan konsumen perumahan maupun keluarga
pasien yang sedang berkunjung ke rumahnya. Suami
pasien mengaku saat ini istrinya tidak dapat lagi
menerima tamu karena pasti akan diusirnya setelah
beliau memarahi balik tamu yang berbicara atau
menanyakan suaminya. Selain itu suami juga mengaku
istrinya menjadi sering termenung di rumah. 2 minggu
SMRS suami mendapatkan laporan bahwa pasien
melakukan tindak kekerasan pada tamu di rumahnya
yaitu dengan menampar tamu tersebut dan pasien
dituntu oleh tamu tersebut yang merupakan konsumen
perumahan yang dibuat oleh perusahaan suaminya.
Suami pasien juga mengakui bahwa keluhan istrinya
bermunculan setelah masalah pekerjaannya dan
perekonomian keluarga memburuk.

C. Riwayat Gangguan Sebelumnya


1. Riwayat Gangguan Psikiatri
Pasien belum pernah memiliki gangguan psikiatri
sebelumnya, pasien belum pernah berobat ke rumah
sakit jiwa maupun ke psikiater sebelumnya.

2. Riwayat Gangguan Medik


Pasien tidak memiliki riwayat gangguan medis
sebelumnya dan pasien belum pernah dirawat di rumah
sakit. Tidak ada riwayat trauma kepala, kejang dan
demam sebelumnya.
3. Riwayat Penggunaan Zat Psikoaktif / Alkohol
Riwayat mengkonsumsi alkohol, rokok, dan narkoba
disangkal.

D. Riwayat Kehidupan Pribadi


1. Riwayat prenatal
Pasien lahir cukup bulan dengan presentasi bokong dan
ditolong oleh dukun dirumah. Selama kehamilan dan
kelahiran pasien tidak ada masalah.
2. Riwayat masa kanak-kanak awal (0-3 tahun)
Pertumbuhan dan perkembangan pada masa bayi dan
balita normal. Pasien minum ASI sejak lahir.
3. Riwayat masa kanak pertengahan (3-11 tahun)
Pertumbuhan dan perkembangan pada masa ini normal.
Pasien berkembang menjadi anak seperti seumurannya.
Pasien merupakan anak yang periang dan memiliki
banyak teman.
4. Riwayat masa remaja
Pasien saat remaja berkembang menjadi remaja
perempuan yang ceria. Pasien memiliki beberapa teman
dekat di sekolah dan lebih sering berada di rumah sehari-
harinya.
5. Riwayat dewasa muda
Pasien menikah pada usia dewasa muda dan langsung
memiliki anak. Pasien merasa bahagia dengan kondisi
barunya saat itu dan menikmati waktunya menjadi
seorang istri dan ibu.
6. Riwayat pendidikan
Prestasi pasien saat bersekolah SD dan SMP tidak.terlalu
menonjol. Pasien hanya menempuh pendidikannya
hingga tingkat SMP.
7. Riwayat pekerjaan
Pasien tidak pernah bekerja, pasien hanya membantu
sesekali suaminya diperusahaan milik suaminya.
8. Riwayat pernikahan
Pasien sudah menikah dan memiliki empat orang anak.
Pasien menikah tidak lama setelah dirinya lulus dari SMP
dengan laki-laki yang dicintainya. Pasien mengaku
langsung hamil setelah menikah dan dikarunia seorang
anak laki-laki. Anak kedua, ketiga dan keempat berjenis
kelamin perempuan.
9. Riwayat kehidupan beragama
Pasien beragama Islam dan rajin beribadah.
10. Riwayat Psikoseksual
Pasien sudah menikah dan memiliki empat orang anak.
11. Riwayat pelanggaran hukum
Pasien tidak pernah melakukan pelanggaran hukum dan
terlibat dalam masalah hukum.
12. Aktivitas sosial
Pasien saat ini sudah tidak bersosialisasi dengan
lingkungan sekitar dan tetangga. Pasien hanya berada
didalam rumah. Sebelumnya pasien memiliki interaksi
sosial yang baik dengan tetangga di lingkungan tempat
tinggalnya.

E. Riwayat Keluarga
Di keluarga pasien terdapat keluarga yang memiliki
keluhan serupa dengan pasien. Hubungan pasien dengan
keluarga inti seperti suami, anak dan keluarga besarnya
baik.
Genogram
F. Situasi Kehidupan Sekarang
Pasien sekarang tinggal dengan suami dan keempat
anaknya. Lingkungan tempat tinggal terkesan cukup
baik. Pasien tinggal di daerah yang cukup padat
penduduk dan berdekatan dengan tetangga. Hubungan
pasien dengan keluarga dan tetangga dikenal cukup baik.
Saat ini pasien tidak lagi membantu suaminya dalam
bekerja serta aktivitas lainnya di rumah sehari-hari saat
ini sudah berkurang seperti menyapu, mengepel dan
memasak.
Dalam biaya pengobatan pasien sebagai pasien umum
dan sedang dalam poses menggunakan kartu BPJS.
Keadaan ekonomi keluarga saat ini sedang mengalami
masalah berat karena pekerjaan suami sedang
bermasalah. Hubungan pasien dengan adik-adik dan
orangtua baik. Pasien juga sampai saat ini memiliki
hubungan yang baik dengan suami dan anak-anaknya.
Pasien merasa anak laki-lakinya yang pertama lebih
dekat dengannya. Sejak 4 bulan SMRS pasien sehari-hari
berada di rumah ditemani oleh ibu atau adik
perempuannya pada waktu semua anggota keluarga
lainnya beraktivitas di luar rumah.

G. Persepsi Pasien Terhadap Dirinya dan Lingkungannya


Pasien mengakui bahwa dirinya saat ini sedang
mengalami masalah berat dan berbagai tekanan dari luar
yang berdampak terhadap kondisi perasaan atau emosi
yang labil serta tidak dapat dikontrol. Namun pasien
tidak menyadari adanya gangguan atau masalah
kejiwaan padanya saat ini.

III. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL


Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 08 Mei 2015, hasil
pemeriksaan ini menggambarkan situasi keadaan pasien
saat dilakukan pemeriksaan home visite.
A. Deskripsi Umum
1. Penampilan
Perempuan berusia 32 tahun, paras wajah melebihi umur
dengan postur tubuh yang piknikus, kesan gizi pasien
berlebih. Rambut pasien dikuncir acak dan agak
berantakan. Pasien menggunakan baju terusan berwarna
biru denim. Kebersihan cukup baik. Wajah pasien tampak
murung.
2. Kesadaran
Compos mentis, secara kualitas tidak berubah.
3. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor
Keadaan pasien tenang. Pasien tidak memperlihatkan
gerak-gerik yang tidak bertujuan, gerak berulang,
maupun gerakan abnormal/involunter.
4. Pembicaraan
• Kuantitas: pasien dapat menjawab pertanyaan dan
dapat mengungkapkan isi hatinya dengan cukup jelas.
• Kualitas: pasien dapat menjawab pertanyaan jika
ditanya dan menjawab pertanyaan dengan spontan,
namun kadang pasien juga membutuhkan waktu
beberapa menit untuk mejawab pertanyaan pemeriksa
dengan alasan berusaha mengingat terlebih dulu. Pasien
sering bercerita dengan spontan mengenai keadaan
dirinya saat ini. Intonasi berbicara pasien cukup jelas
dengan nada suara yang rendah. Pembicaraan dapat
dimengerti.
• Tidak ada hendaya berbahasa.
5. Sikap terhadap pemeriksa
Pasien kooperatif, kontak mata adekuat. Pasien selalu
menjawab pertanyaan dengan melihat kearah pemeriksa.
Pasien dapat menjawab pertanyaan dengan cukup baik.
B. Keadaan Afektif
1. Mood : Depresif
2. Afek : Dalam rentang sempit
3. Keserasian : Serasi
C. Gangguan Persepsi
pasien mendengar suara-suara berupa perintah untuk
melakukan sesuatu yang jahat seperti menyuruh
mengusir seseorang atau bahkan memukul. Kadang
pasien juga mendengarkan suara orang yang
menganggunya dengan suara mengejek.Halusinasi
auditorik ada
D. Proses Pikir
1. Bentuk pikir : realistik
2. Arus pikir
a. Produktivitas : pasien dapat menjawab spontan saat
diajukan pertanyaan.
b. Kontinuitas : koheren, mampu memberikan jawaban
sesuai pertanyaan.
c. Hendaya berbahasa : Tidak terdapat hendaya
berbahasa
3. Isi pikiran : Thought of echo, waham curiga (+):
pasien merasa bahwa orang-orang disekitarnya dan tamu
yang datang kerumahnya selalu mencari dan mengejar
dirinya dan menyalahkan dirinya meskipun orang yang
dating tersebut adalah keluarganya sendiri. Waham
kontrol (+), pasien merasa dirinya di kontrol oleh
bisikan-bisikan yang menyuruhnya dan pasien secara
refleks dan tidak sadar melakukan hal tersebut.

E. Fungsi Intelektual / Kognitif


1. Taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan
• Taraf pendidikan
Pasien lulusan SMP
• Pengetahuan Umum
Baik, pasien dapat menjawab dengan tepat ibukota
Negara Indonesia dan Presiden Indonesia.
2. Daya konsentrasi dan perhatian
Konsentrasi pasien baik, pasien dapat menghitung
dengan benar angka-angka yang diberikan pemeriksa
seperti 45 x 7 dan 56 x 5.

3. Orientasi
• Waktu : Baik, pasien mengetahui waktu wawancara
dilakukan yaitu sore hari.
• Tempat : Baik, pasien mengetahui dia sedang berada
dirumahnya, dan menjalani pengobatan di RSKJ
Bengkulu
• Orang : Baik, pasien mengetahui nama suami dan
anak-anaknya serta saudara dan orangtuanya. Selain itu
pasien juga mengetahui dirinya diwawancarai oleh siapa.
• Situasi : Baik, pasien mengetahui bahwa dia sedang
konsultasi dan wawancara.
4. Daya Ingat
• Daya ingat jangka panjang
Baik, pasien masih dapat mengingat dimana pasien dulu
menempuh pendidikan sekolah dasar.
• Daya ingat jangka menengah
Baik, pasien dapat mengingat kapan beliau menikah.
• Daya ingat jangka pendek
Kurang baik, pasien tidak dapat mengingat secara cepat
dan tepat apa aktivitas yang dilakukannya kemarin
malam, pasien membutuhkan waktu beberapa menit
hingga dapat menjawab pertanyaan pemeriksa.
• Daya ingat segera
Kurang baik, pasien tidak dapat mengingat nama
pemeriksa.
• Akibat hendaya daya ingat pasien
Kemampuan daya ingat jangka pendek dan segera
mengalami gangguan meskipun daya ingat lainnya
tampak tidak ada gangguan.
6. Kemampuan baca tulis: baik
7. Kemampuan visuospasial: baik
8. Berpikir abstrak: baik, pasien dapat menjelaskan
persamaan jeruk dan apel.
9. Kemampuan menolong diri sendiri : baik, pasien dapat
melakukan perawatan diri sehari - hari secara mandiri
seperti mandi, makan dan minum.
F. Daya Nilai
Daya nilai sosial pasien baik. Uji daya nilai realitas pasien
juga baik.

G. Pengendalian Impuls
Pengendalian impuls pasien kurang baik, selama
wawancara pasien kurang dapat mengontrol emosinya
dengan baik dan tampak selama pemeriksaan dilakukan
pasien menceritakan kondisinya dengan emosi yang
berlebihan.

H. Tilikan
Tilikan derajat 2, karena pasien menyadari bahwa dirinya
sedang mengalami tekanan/ stress, namun disisi lain
pasien tidak menyadari bahwa dirinya saat ini mengalami
masalah kejiwaan, meskipun pasien mengetahui
penyebab atau faktor terkait dengan keluhannya saat ini
yaitu masalah pekerjaan suami yang berdampak pada
keadaan ekonomi keluarga tetapi pasien tetapi tidak
menerapkan dalam perilaku praktisnya.

I. Taraf Dapat Dipercaya


Kemampuan pasien untuk dapat dipercaya cukup akurat,
pasien berkata dengan jujur mengenai peristiwa yang
terjadi, dan di cross check juga dengan keterangan dari
suami pasien yang menceritakan kejadian yang serupa.

IV. PEMERIKSAAN FISIK


a. Status Generalis
• KU : Tampak Sehat
• Sensorium : Compos mentis
Vital Sign
• TD : 150/80 mmHg
• Nadi : 86 x/menit
• RR : 22 x/menit
• Suhu : 36,8oC

b. Status Internus
Kepala Normosefali, deformitas tidak ada.
Mata Edema palpebra tidak ada, sklera ikterik -/-,
konjungtiva palpebra anemis -/-
Hidung Simetris, deformitas (-), deviasi (-), tidak ada
sekret.
Telinga Simetris, bentuk dalam batas normal,
menggantung, deformitas
(-), sekret (-), nyeri tekan tragus mastoid tidak ada
Mulut Bibir tidak sianosis, lidah kotor (-), papil lidah
tersebar merata, mukosa lidah merah
Leher Dalam batas normal, tiroid tidak membesar
Thorax Tidak terdapat skar, spider naevi (-), simetris kiri
dan kanan
Paru I: Pernapasan statis-dinamis kiri = kanan.
P: Stemfremitus simetris kiri dan kanan
P: Sonor disemua lapang paru
A: Suara nafas vesikuler normal (+/+), wheezing (-/-),
rhonki (-/-)
Jantung I: Iktus kordis tidak terlihat
P: Iktus kordis tidak teraba
P: Tidak dilakukan
A: Bunyi jantung I dan II normal, gallop (-), murmur (-)
Abdomen I: Datar, tampak benjolan (-)
A: Bising usus (+)
P: Timpani (+) di seluruh regio abdomen
P: Nyeri tekan (-)
Ektremitas Superior, inferior, dekstra, sinistra dalam
batas normal

V. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS LANJUT


Pada pasien belum dilakukan pemeriksaan penunjang,
sehingga disarankan untuk
melakukan pemeriksaan darah rutin dan urin lengkap.

VI. FORMULASI DIAGNOSIS


1. Perempuan berusia 32 tahun, sudah menikah dan
memiliki empat orang anak.
2. Penampilan rambut agak berantakan dan dikuncir
dengan baju terusan yang rapi dan bersih serta muka
tampak kurang terawat.
3. Riwayat stressor : perusahaan yang dimiliki
mengalami masalah berat yang menyebabkan kondisi
keuangan rumah tangga menjadi buruk secara drastis.
4. Pasien kooperatif, kontak mata adekuat, pembicaraan
pasien koheren. Mood pasien depresif, afek pasien dalam
rentang sempit dan serasi.
5. Terdapat halusinasi auditorik, waham curiga dan
waham kontrol.
6. Keluhan pertama kali muncul sekitar 4 bulan yang lalu
tepatnya setelah muncul masalah ekonomi keluarga yang
terpuruk.
VI. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
• Aksis I
F.32.3 Episode depresif berat dengan gejala psikotik
• Aksis II
Tidak ada diagnosis
• Aksis III
I.01.0 Hipertensi grade I
• Aksis IV
Masalah perekonomian keluarga (perusahaan suami
mengalami masalah)
• Aksis V
GAF scale 60-51

VII. PROGNOSIS
1. Faktor yang memberikan pengaruh baik:
• Indikator psikososial: mempunyai teman akrab selama
masa remaja, fungsi keluarga stabil dan beberapa tahun
sebelum sakit secara umum fungsi sosial baik.
• Tidak ada komorbiditas dengan gangguan psikiatri
lainnya.
2. Faktor yang memberikan pengaruh buruk:
• Depresi berat dengan gejala psikotik (gejala positif
yaitu adanya halusinasi dan waham)
• Ditemukan gejala gangguan cemas.
Prognosis pasien secara menyeluruh adalah dubia ad
bonam. Sehingga kesimpulan prognosis pada pasien
berdasarkan wawancara diatas
sebagai berikut :
• Quo Ad Vitam : dubia ad bonam
• Quo Ad Functionam : dubia ad malam
• Quo Ad Sanationam : dubia ad bonam
VIII. Terapi
• Farmakoterapi
Fluoxetine 1 x 20 mg
Risperidone tablet 2 x 2 mg
• Psikoterapi & Edukasi
Psikoterapi yang diberikan pasien adalah psikoterapi
suportif, psikoterapi reedukatif, dan terapi kognitif-
perilaku.
Psikoterapi suportif bertujuan untuk memperkuat
mekanisme defens (pertahanan) pasien terhadap stres.
Psikoterapi reedukatif bertujuan untuk meningkatkan
pengetahuan pasien terhadap penyakitnya serta
mengembangkan kemampuannya untuk menunjang
penyembuhan dirinya. Selain itu juga meningkatkan
pengetahuan keluarga untuk mendukung kesembuhan
pasien. Peningkatan pengetahuan dilakukan dengan
edukasi baik terhadap pasien maupun keluarga.
Psikoterapi rekonstruktif bertujuan untuk dicapainya
tilikan akan konflik-konflik nirsadar dengan usaha untuk
mecapai perubahan struktur luas kepribadian.

Edukasi
- Menyarankan kepada keluarga untuk pentingnya
dukungan kepada pasien, jangan membatasi aktivitas
pasien secara wajar, ajak pasien bergembira, kurangi
hal-hal yang dapat meningkatkan stresor.
- Berdiskusi terhadap pentingnya pasien untuk teratur
minum obat dan kontrol selain itu kembali menyibukan
diri seperti aktivitas dulu, kembali melakukan hal-hal
yang menyenangkan, jangan menyimpan emosi, bila
mungkin bisa kontrol ke psikiater.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Gangguan depresi dibawah naungan gangguan mood.


Pembahasan emosi mencakup afek, mood, emosi yang
lain dan gangguan psikologis yang berhubungan dengan
mood. Sehingga dalam pembahasan gangguan depresi
maka akan dibahas emosi dan mood. Emosi merupakan
kompleksitas perasaan yang meliputi psikis, somatik dan
perilaku yang berhubungan dengan afek dan mood.
Emosi juga memiliki sinonim yaitu afek yang merupakan
suasana perasaan hati seorang individu. Mood
merupakan subjektivitas peresapan emosi yang dialami
dan dapat diutarakan oleh pasien dan terpantau oleh
orang lain termasuk contohnya depresi, elasi dan
marah.1
Pasien dalam keadaan mood terdepresi memperlihatkan
kehilangan energi dan minat, merasa bersalah, sulit
berkonsentrasi, hilangnya nafsu makan, berpikir mati
atau bunuh diri. Tanda dan gejala lain termasuk
perubahan dalam tingkat aktivitas, kemampuan kognitif,
bicara dan fungsi vegetatif (tidur, aktivitas seksual dan
ritme biologik lain). Gangguan ini hampir selalu
menghasilkan hendaya interpersonal, sosial dan
fungsi.1,2

a. Definisi
Depresi merupakan gangguan mental yang serius yang
ditandai dengan perasaan sedih dan cemas. Gangguan ini
biasanya akan menghilang dalam beberapa hari tetapi
dapat juga berkelanjutan yang dapat mempengaruhi
aktivitas sehari-hari.3
Menurut WHO, depresi merupakan gangguan mental
yang ditandai dengan munculnya gejala penurunan
mood, kehilangan minat terhadap sesuatu, perasaan
bersalah, gangguan tidur atau nafsu makan, kehilangan
energi atau penurunan konsentrasi. Sedangkan
berdasarkan Maramis, depresif adalah suatu gangguan
perasaan dengan cirri-ciri semangat berkurang, rasa
harga diri rendah, menyalahkan diri sendiri, gangguan
tidur dan makan.4

b. Epidemiologi
Insiden dan prevalensi. Gangguan depresi berat paling
sering terjadi dengan prevalensi seumur hidup sekitar
15% dan pada perempuan dapat mencapai 25% yang
sekitar 10% persen mendapatkan perawatan primer
sedangkan sisanya 15% dirawat rumah sakit. Pada anak
sekolah didapatkan prevalensi sekitar 2%, sedangkan
pada usia remaja didapatkan prevalensi 5% dari
komunitas memiliki gangguan depresif berat.1,2
Jenis kelamin. Perempuan dua kali lipat lebih besar
disbanding laki-laki. Diduga adanya perbedaan hormone,
pengaruh melahirkan, perbedaan stressor psikososial
antara laki-laki dan perempuan, dan model perilaku yang
dipelajari tentang ketidakberdayaan.1
Usia. Rata-rata usia sekitar 40 tahun-an. Hampir 50%
awitan diantara usia 20-50 tahun.Gangguan depresi
berat dapat timbul pada masa anak atau lanjut usia. Data
terkini menunjukkan gangguan depresi berat diusia
kurang dari 20 tahun. Hal ini kemungkinan berhubungan
dengan meningkatnya penggunaan alkohol dan
penyalahgunaan zat.1,2
Status perkawinan. Paling sering terjadi pada orang yang
tidak mempunyai hubungan interpersonal yang erat atau
pada mereka yang bercerai. Wanita yang tidak menikah
memiliki kecenderungan yang lebih rendah untuk
menderita depresi dibandingkan dengan yang menikah
namun hal ini berbanding terbalik untuk laki-laki.1
Faktor sosioekonomi dan budaya. Tidak ditemukan
korelasi natara status sosioekonomi dan gangguan
depresi berat.1

c. Etiologi dan Patofisiologi


1. Faktor organobiologi
Hipotesis gangguan mood berhubungan dengan
disregulasi heterogen pada amin biogenik seperti asam
5-hydroxyindoleacetic (5-HIAA) dan asam homovanilic
(HVA) yang ada di dalam darah, urin dan cairan
serebrospinal. Norepinefrin dan serotonin adalah dua
neurotransmitter yang paling telibat dalam patofisiologi
gangguan mood.
Penurunan regulasi reseptor beta adrenergic dan respon
klinik anti depresan mungkin merupakan peran langsung
sistem noradrenergik dalam depresi. Aktivitas dopamine
mungkin berkurang pada depresi ditandai dengan
penemuan subtipe baru reseptor dopamin dan
meningkatnya pengertian fungsi regulasi presinaptik dan
pascasinaptik dopamine memperkaya hubungan antara
dopamine dan gangguan mood. Sedangkan pada
serotonin pada orang dengan depresi biasanya akan
berkurang. Serotonin berfungsi dalam meregulasi afek,
agresi, tidur dan nafsu makan.1,2
2. Faktor genetik
Faktor genetik merupakan faktor penting dalam
perkembangan gangguan mood dengan jalur penurunan
yang kompleks. Penelitian sebelumnya yang dilakukan
dalam keluarga menunjukkan bahwa generasi pertama
lebih sering 2 sampai 10 kali mengalami depresi berat.
3. Faktor sosial
Peristiwa kehidupan dengan stressful sering mendahului
episode pertama dibandingkan episode berikutnya. Teori
yang ada terkait dengan hal tersebut adalah adanya
perubahan biologi otak yang bertahan lama. Sehingga
perubahan ini menyebabkan perubahan berbagai
neurotransmitter dan system sinyal intraneuron,
termasuk hilangnya beberapa neuron dan penurunan
kontak sinap dan berdampak pada sinap dan hal tersebut
dapat berdampak pada seorang individu berisiko tinggi
mengalami episode berulang, gangguan mood, sekalipun
tanpa stressor.1
Semua orang dengan dengan pola kepribadiannya dapat
mengalami depresi sesuai dengan situasinya. Orang
dengan gangguan kepribadian obsesi-kompulsi, histrionik
dan ambang berisiko tinggi untuk mengalami depresi
dibandingnya dengan gangguan kepribadian paranoid
dan antisocial. Pasien dengan gangguan distimik dan
siklotimik berisikko menjadi gangguan depresi berat.
Peristiwa stressful merupaka predictor terkuat untuk
kejadian episode depresi.1,2
Faktor psikodinamik pada depresi dikenal sebagai
pandang klasik dari depresi dan dituangkan kedalam
teori yang ditemukan oleh Sigmund Freud dan
dilanjutkan oleh Karl Abraham. (1) gangguan hubungan
ibu dan anak selama fase oral (10-18 bulan) merupakan
faktor predisposisi terhadap episode depresi berulang;
(2) depresi dapat dihubungkan dengan kenyataan atau
bayangan kehilangan objek; (3) introjeksi merupakan
bangkitan mekanisme pertahanan untuk mengatasi
penderitaan yang berkaitan dengan kehilangan objek.;
(4) akibat kehilangan objek cinta, diperlihatkan dalam
bentuk campuran antara benci dan cinta, perasaan
marah yang diarahkan pada diri sendiri Menurut Melanie
Klein depresi termasuk agresi kearah mencintai.
Sedangkan Edward Bibring menyatakan bahwa depresi
adalah suatu fenomena yang terjadi ketika seseorang
menyadari terdapat perbedaan antara ideal yang tinggi
dengan ketidakmampuan untuk mewujudkan cita-cita
tersebut.2
4. Formulasi lain dari depresi
Depresi merupakan hasil penyimpangan kognitif spesifik
yang menghasilkan kecenderungan seseorang menjadi
depresi. Postulat Aaron Beck menyatakan trias kognitif
dari depresi mencakup (1) pandangan terhadap diri
sendiri berupa persepsi negatif terhadap dirinya (2)
tentang lingkungan yakni kecenderungan menganggap
dunia bermusuhan terhadapnya (3) tentang masa depan
yakni bayangan penderitaan dan kegagalan.2

d. Perjalanan penyakit
Sebelum episode pertama teridentifikasi, sekitar 50%
gangguan depresi berat memperlihatkan gejala depresi
yang bermakna. Gejala depresi yang teridentifikasi dini
dan dapat teratasi lebih awal dapat mencegah
berkembangnya gejala tersebut menjadi episode depresi
penuh. Pada pasien dengan gangguan depresi berat,
meskipun gejala mungkin telah ada, umumnya belum
menunjukkan suatu premorbid gangguan kepribadian.
Sekitar 50% pasien dengan episode depresi pertama
terjadi sebelum usia 40 tahun biasanya dihubungkan
dengan tidak adanya riwayat gangguan mood dalam
keluarga, gangguan kepribadian antisocial dan
penyalahgunaan alkohol.1,2
Episode depresi yang tidak ditangani akan berlangsung 6
– 13 bulan. Kebanyakan penanganan episode depresi
sekitar 3 bulan. Namun karena merujuk kepada prosedur
baku penatalaksaan gangguan depresi maka
penatalksaan setidanya dilakukan selama 6 bulan agar
tidak mudah kambuh.1

e. Tanda gejala
Episode depresi. Mood terdepresi, kehilangan minat dan
berkurangnya energi adalah gejala utama dari depresi.
Pasien juga mungkin mengatakan perasaannya sedih,
tidak mempunyai harapan, dicampakkan atau tidak
berharga. Emosi pada mood depresi kualitasnya berbeda
dengan emosi duka cita atau kesedihan. Selain itu
biasanya terdapat pikiran untuk melakukan bunuh diri
pada sekitar dua per tiga pasien depresi dan 10 sampai
15% diantaranya melakukan bunuh diri. Beberapa pasien
depresi terkadang tidak menyadari ia mengalami depresi
dan tidak mengeluh tentang gangguan mood meskipun
mereka menarik diri dari keluarga, teman dan aktivitas
yang sebelumnya menarik bagi dirinya.1,2,4
Hampir semua pasien depresi (97%) mengeluh tentang
penurunan energi dimana mereka mengalami kesulitan
dalam menyelesaikan tugas, mengalami hendaya di
sekolah dan pekerjaanm dan menurunnya motivasi untuk
terlibat dalam kegiatan baru. Sekitar 80% pasien
mengeluh masalah tidur khususnya terjaga dini hari
(terminal insomnia) dan sering bangun dimalam hari
karena memikirkan masalah yang dihadapi. Kebanyakan
pasien juga mengalami penurunan nafsu makan demikian
pula dengan bertambah dan menurun berat badannya
serta mengalami tidur lebih lama dari biasanya.1,2,4
Kecemasan adalah gejala tersering dari sepresi dan
menyerang 90% pasien depresi. Perubahan asupan
makanan dan istirahat dapat menyebabkan timbulnya
penyakit lain secara bersamaan seperti diabetes mellitus,
hipertensi, penyakit paru obstruktif kronik dan penyakit
jantung. Gejala lain termasuk haid tidak normal dan
menurunnya minat serta aktivitas seksual.2
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa depresi pada
orangtua dapat dihubungkan dengan status ekonomi
yang rendah, kehilangan pasanganm berbarengan
dengan penyakit fisik dan isolasi sosial.1
Gangguan depresi ditandai oelh rasa lelah yang
berkepanjangan dan sulit untuk konsentrasi, gangguan
tidur (terutama bangun pagi cepat dan bangun beberapa
kali saat tidur), nafsu makan berkurang, kehilangan berat
badan, dan keluhan somatik.1

f. Kriteria diagnosis
Tabel 1. Kriteria diagnostik gangguan depresi berat
menurut DSM-IV-TR
A. Pasien mengalami gangguan mood terdepresi (contoh:
sedih atau perasaan kosong) atau kehilangan minat atau
kesenangan sepanjang waktu selama 2 minggu atau
lebih ditambah 4 atau lebih gejala-gejala berikut ini:
- Tidur: insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari
- Minat: menurunnya minat atau kesenangan hampir
pada semua kegiatan hampir sepanjang waktu
- Rasa bersalah: perasaan bersalah yang berlebihan atau
tidak sesuai atau rasa tidak berharga hampir sepanjang
waktu
- Energi: kehilangan energi atau letih hampir sepanjang
waktu
- Konsentrasi: menurunnya kemampuan untuk berpikir/
konsentrasi; sulit membuat keputusan hampir sepanjang
waktu
- Selera makan: menurun atau meningkat
- Psikomotor: agitasi atau retardasi
- Bunuh diri: pikiran berulang tentang mati/ ingin bunuh
diri.
B. Gejalanya tidak memenuhi untuk kriteria episode
campuran (episode
depresi berat dan episode manik).
C. Gejalanya menimbulkan penderitaan bermakna secara
klinik atau
hendaya sosial, pekerjaan atau fungsi penting lainnya.
D. Gejalanya bukanlah merupakan efek fisiologi langsung
dari zat
(contoh: penyalahgunaan obat atau medikasi) atau
kondisi medik
umum (hipotiroidisme).
E. Gejalanya tidaklah lebih baik dibandingkan dengan
dukacita, misalnya
setelah kehilangan seseorang yang dicintai, gejala
menetap lebih dari
dua bulan atau ditandai hendaya fungsi yang jelas,
preokupasi rasa
ketidakbahagian yang abnormal, ide bunuh diri, gejala
psikotik atau
retardasi mental.

g. Skala penilain objektif untuk depesi


Skala penilain objektif yang dapat digunakan dalam
praktik dokter atau dokumentasi keadaan klinik pasien
depresi adalah The Zung Self Rating depression scale
yang terdiri dari 20 item skala pelaporan. Skor normal
kurang dari 34, skor depresi adalah lebih dari 50. Skala
tersebut meliputi indeks global intensitas gejala depresi
pasien, termasuk kecendrungan ekspresi dari depresi.1
The raskin depression scale adalah suatu skala nilai klinik
yang mengukur beratnya depresi pasien yang dilaporkan
oleh pasien dan dokter pengamat, pada 5 point skala dari
3 dimensi meliputi pelaporan verbal, penampilan prilaku,
dan gejala sekunder. Skala berkisar antara 3-13. Skor
normal adalah 3, dan skor depresi adalah 7 atau lebih.1

h. Pemeriksaan status mental


1. Deskripsi umum:
Kemunduran psikomotor secara umum merupakan gejala
yang paling sering, meskipun agitasi psikomotor juga
terlihat terutama pada pasien usia lanjut. Meremas
tangan dan menarik rambut merupakan gejala dari
agitasi. Secara sederhana, pasien depresi memiliki postur
tubuh yang dibungkukkan tidak ada gerakan spontan,
sedih dan memalingkan wajah. Pada pemeriksaan klinis,
pasien depresi memperlihatkan keseluruhan gejala dari
kemunduran psikomotor yang tampak serupa dengan
pasien skizofrenia katatonik.1
2. Mood, afek dan perasaan:
Gejala kunci adalah depresi, walaupun sekitar 50%
pasien menyangkal perasaan depresi dan tidak tampak
depresi. 1
3. Suara:
Pengurangan jumlah dan volume bicara; mereka
merespon pertanyaan dengan satu-satu kata dan
memperlihatkan perlambatan menjawab pertanyaan.
Pemeriksa dapat menunggu 2 atau 3 menit untuk pasien
menjawab pertanyaan.1
4. Gangguan persepsi:
Gangguan depresi berat dengan cirri psikotik mempunyai
waham atau halusinasi. Bahkan tanpa waham dan
halusinasi, beberapa dokter menyebut psychotic
depression untuk kemunduran secara keseluruhan seperti
membisu, tidak mandi dan kotor. 1
Mood congruent adalah suatu kondisi yang pada saat
bersamaan pada pasien depresi ditemukan adanya
waham dan halusinasi yang menetap, selain itu juga
ditemukan perasaan bersalah, tidak berharga, kegagalan,
penderitaan dan keadaan terminal penyakit somatik
(kanker atau kerusakan otak). 1
Gambarannya adalah ketidakesesuaian isi waham dan
halusinasi dengan mood depresi. Ketidaksesuaian antara
isi waham dengan mood pada pasien meliputi tema
grandiose tentang kemampuan yang berlebihan,
pengetahuan, dan sesuatu yang berharga sebagai
contoh, pasien percaya bahwa seseorang tersiksa karena
dia adalah Messiah. 1
5. Pikiran:
Pandangan negatif terhadap dunia dan dirinya sendiri. Isi
piker mereka sering meliputi rasa kehilangan, rasa
bersalah, pikiran bunuh diri, dan kematian. Sekitar 10%
dari semua pasien depresi menunjukkan gejala gangguan
pikiran, biasanya dalam isi pikirnya adalah hambatan dan
kemiskinan.1
5. Sensorium dan kognitif:
Kebanyakan pasien depresi tidak terganggu orientasinya
baik orang, tempat dan waktu meskipun beberapa dari
mereka tidak mempunyai minat untuk menjawab
pertanyaaan tentang subjek tersebut selama wawancara.
Sedangkan sekitar 50 – 75% dari pasien depresi
mempunyai hendaya kognitif, kadang-kadang
ditunjukkan sebagai pseudodementia depresi. Umumnya
pasien mengeluhkan tidak mampu konsentrasi dan
gampang lupa. 1
6. Kontrol impuls:
Sekitar 10 sampai 15% melakukan bunuh diri dan dua
pertiganya mempunyai ide untuk bunuh diri. Pasien
dengan cirri psikotik biasanya mempertimbangkan untuk
membunuh orang sebagai manifestasi waham, walaupun
banyak pasien depresi kurang tenaga atau motivasi
untuk mengikuti suara hati untuk melakukan kejahatan.
Pasien dengan depresi berisiko tinggi untuk bunuh diri
ketika energi mereka mulai meningkat. 1
7. Pertimbangan dan tilikan:
Penilaian sikap dan perilaku pasien terkini, selama
wawancara. Tilikan pasien depresi terhadap gangguannya
sering berlebihan: mereka selalu menekankan gejalanya,
gangguannya, dan masalah hidup mereka. Ini
menyulitkan untuk meyakinkan pasien bahwa perbaikan
dapat terjadi. 1
8. Hal dapat dipercaya:
Pada wawancara dan perbincangan, pasien depresi
terlalu melebihkan hal buruk dan meminimalkan hal baik.
1

i. Terapi
Terapi pasien dengan gangguan mood harus ditujukan
pada beberapa tujuan. Pertama, keamanan pasien harus
terjamin. Kedua, evaluasi diagnostik lengkap pada pasien
harus dilakukan. Ketiga, rencana terapi yang ditujukan
tidak hanya pada gejala saat itu tetapi kesejahteraan
pasien dimasa mendatang juga harus dimulai. Walaupun
terapi saat ini yang menekankan pada farmakoterapi dan
psikoterapi ditujukan pada pasien secara individual,
peristiwa hidup yang penuh tekanan juga dikaitakn
dengan meningkatnya angka kekambuhan pada pasien
dengan gangguan mood. Dengan demikian, terapi harus
menurunkan jumlah dan keparahan stressor didalam
kehidupan pasien.1
1. Rawat inap
Indikasi yang jelas untuk rawat inap adalah kebutuhan
prosedur diagnosis, risiko bunuh diri atau membunuh dan
kemampuan pasien yang menurun drastic untuk
mendapatkan makanan dan tempat tinggal. Riwayat
gejala yang berkembang cepat serta rusaknya sistem
dukungan pasien yang biasa juga merupakan indikasi
rawat inap.1,2
2. Terapi psikososial
Sebagian besar studi menunjukkan kombinasi psikoterapi
dan farmakoterapi adalah terapi yang paling efektif untuk
gangguan depresi berat. Tiga jenis psikoterapi jangka
pendek yaitu:1
a. Terapi kognitif
Sejumlah studi menunjukkan bahwa terapi kognitif
efektif dalam penatalaksanaan gangguan depresi berat
dan sebagian besar studi menunjukkan bahwa terapi ini
setara efektivitasnya dengan farmakoterapi. Terapi
kognitif dikembangkan dengan Aaron Beck dan
memfokuskan pada distorsi kognitif yang diperkirakan
ada pada gangguan depresi berat. Distorsi tersebut
mencakup perhatian selektif terhadap aspek negatif
keadaan dan kesimpulan patologis yang tidak realistis
mengenai konsekuensi. Contohnya apati dan kurang
tenaga adalah pengharapan pasien mengenai kegagalan
disemua area. Tujuan terapi ini adalah untuk
meringankan episode depresif dan mencegah
kekambuhan dengan membantu pasien mengidentifikasi
dan menguji kognisi begatif; mengembangkan cara
berpikir alternative, fleksibel dan positif serta melatih
respons perilaku dan kognitif baru.
b. Terapi interpersonal
Terapi ini dikembangkan oleh Gerald Klerman yang
memfokuskan pada satu atau dua masalah interpersonal
pasien saat ini. Terapi ini didasarkan pada dua asumsi.
Pertama, masalah interpersonal saat ini cenderung
memiliki akar pada hubungan yang mengalami disfungsi
sejak awal. Kedua, masalah interpersonal saat ini
cenderung terlibat didalam mencetuskan atau
melanjutkan gejala depresif saat ini.
Program terapi ini biasanya terdiri dari atas 12 sampai 16
sesi dan ditandai dengan pendekatan terapeutik yang
aktif. Fenomena intrapsikik seperti mekanisme defense
dan konflik internal, tidak diselesaikan. Perilaku khas
seperti tidak asertif, keterampilan sosial terganggu dan
pikiran terdistorsi dapat diselesaikan tetapi hanya dalam
konteks pengertiannya terhadap hubungan interpersonal
c. Terapi perilaku
Terapi perilaku didasarkan pada hipotesis bahwa pola
perilaku maladaptif mengakibatkan seseorang menerima
sedikit umpan balik positif dan mungkin sekaligus
penolakan dari masyarakat. Pemusatan perhatian pada
perilaku maladaptif didalam terapi diharapkan pasien
dapat belajar berfungsi di dalam dunia sedemikian rupa
sehingga mereka memperoleh dorongan positif.
3. Farmakoterapi
Antidepresan merupakan terapi gangguan depresif berat
yang efektif dan spesifik. Penggunaan farmakoterapi
spesifik diperkirakan dapat melipat-gandakan
kemungkinan bahwa pasien dengan gangguan depresi
berat akan pulih. Meskipun demikian masalah tetap ada
dalam terapi gangguan depresi berat seperti: sejumlah
pasien tidak memberikan respon terhadap terapi
pertama; semua antidepresan yang saat ini tersedia
membutuhkan 3 sampai 4 minggu hingga memberikan
pengaruh terapeutik yang bermakna, walaupun obat
tersebut dapat mulai menunjukkan pengaruhnya lebih
dini dan relatif sampai saat ini semua antidepresan yang
tersedia bersifat toksik bila overdosis serta memiliki efek
samping.1,2
SSRI seperti fluoxetine, paroksetin (Paxil), dan sertralin
(Zoloft), juga bupropion, venlafaksin (Efexxor),
nefazodon, dan mirtazapin (Remeron). Efek samping dari
antidepresan adalah dapat mengakibatkan kematian jika
dikonsumsu overdosis. Trisiklik dan tetrasiklik adalah
antidepresan yang paling mematikan. Efek samping
lainnya adalah dapat menyebabkan hipotensi.4
Kesalahan klinis yang sering terjadi adalah penggunaan
dosis yang terlalu rendah dalam jangka waktu singkat.
Kecuali terjadi efek samping, dosis antidepresan harus
dinaikkan sampai kadar maksimum yang direkomendasi
atau dipertahankan kadar tersebut setidaknya selama 4
atau 5 minggu sebelum percobaan obat dapat dinggap
tidak berhasil. Terapi antidepresan harus dipertahankan
setidaknya 6 bulan atau selama episode sebelumnya,
bergantung mana yang lebih lama. Terapi profilaksis
perlu dipertimbangkan jika melibatkan gagasan bunuh
diri yang bermakna atau gangguan fungsi psikosial.1,5
Alternatif terapi obat lainnya adalah elektrokonvulsif dan
fototerapi. Terapi elektokonvulsif biasa digunakan ketika
pasien tidak memberikan respons terhadap
farmakoterapi atau tidak dapat mentoleransi
farmakoterapi.1

BAB III
PEMBAHASAN
Dari hasil pemeriksaan pada pasien Ny.LN ditemukan
adanya gejala-gejala seperti gangguan mood terdepresi
(sedih) disertai dengan kehilangan minat selama sekitar
4 bulan. Selain itu juga terdapat gangguan tidur, merasa
tidak bertenaga atau letih, menurunnya kemampuan
untuk berpikir dan mengingat serta berkonsentrasi dan
juga pasien mengaku memiliki gagasan untuk bunuh diri.
Gejala tersebut juga disertai dengan adanya halusinasi
auditorik berupa perintah untuk melakukan sesuatu yang
jahat dan waham curiga terhadap tamu yang sedang
berkunjung ke rumahnya. Semua gejala yang ditemukan
tersebut menyebabkan pasien saat ini memiliki gangguan
dalam fungsi sosial. Sehingga dari semua hasil
pemeriksaan tersebut pada pasien dapat ditegakkan
diagnosis gangguan atau episode depresif berat dengan
gejala psikotik berdasarkan kriteria DSM-IV-TR.2
Diagnosis banding seperti skizofrenia dapat disingkirkan
jika merujuk pada kriteria masing-masing penyakit
tersebut. Kriteria DSM-IV-TR untuk skizofrenia
berlangsung paling sedikit enam bulan; penurunan fungsi
yang bermakna dalam bidang pekerjaan, hubungan
interpersonal dan fungsi kehidupan pribadi; pernah
menglami gejala psikotik aktif dalam bentuk khas selama
periode tersebut; dan tidak ditemui gejala-gejala yang
sesuai dengan skizoafektif, gangguan mood mayor,
autism atau gangguan organik. Pada kasus ini, kejadian
berlangsung kurang dari enam bulan dengan tidak
ditemukannya penurunan fungsi yang cukup bermakna,
tidak pernah mengalami psikotik aktif dalam bentuk yang
khas dan juga disertai dengan gangguan mood mayor.
Sehingga diagnosis banding skizofrenia dapat
disingkirkan.1
Pada pasien ini diberikan terapi berupa antipsikotik
atipikal berupa risperidone, antidepresan yaitu fluoxetine
dan juga obat anti-kolinergik yaitu trihexyphenidil. Obat
antipsikotik atipikal ini mempunyai afinitas tinggi
terhadap reseptor serotonin (5HT2) dan aktivitas
menengah terhadap reseptor dopamin (D2), α1 dan α2
adrenergik, serta histamin. Dengan demikian obat ini
efektif baik untuk gejala positif (waham, halusinasi),
maupun gejala negatif (upaya pasien yang menarik diri
dari lingkungan). Risperidon dimetabolisme di hati dan
diekskresi di urin. Dengan demikian perlu dilakukan
pengawasan terhadap fungsi hati. Secara umum
risperidon ditoleransi dengan baik. Efek samping sedasi,
otonomik, dan ekstrapiramidal sangat minimal
dibandingkan obat antipsikosis tipikal. Dosis anjurannya
adalah 2-6 mg/hari. Pada pasien ini diberikan dosis 2x2
mg/hari sebagai initial dose.5
Tablet trihexyphenidyl diberikan jika efek ekstrapiramidal
muncul. Gejala tersebut seperti distonia akut, akatisia
dan sindrom parkinsonisme
(tremor,bradikinesia,rigiditas). Obat ini tergolong obat
antikolinergik sehingga efek terhadap gejala
ektrapiramidal.Pada pasien ini sudah tepat untuk
pengobatan gejala psikotiknya dengan diberikan
antipsikotik untuk menghilangkan gejala positif dan
negatif yang ada pada pasien. 5
Fluoxetine merupakan merupakan golongan SSRI
(selective serotonin reuptake inhibitors). Fluoxetine
memiliki mekanisme kerja mempengaruhi kimiawi pada
otak yang mungkin menjadi tidak seimbang sehingga
dapat menyebabkan gejala depresi, panik, cemas atau
obsesif-kompulsif. Fluoxetine digunakan untuk
menmgobati gangguan depresif mayor, bulimia nervosa,
gangguan obsesif-kompulsif, gangguan panic dan
gangguan disforik premenstruasi. Fluoxetine ini biasa
digunakan bersamaan dengan obat lain seperti
olanzapine yang merupakan antipsikotik atipikal.
Kombinasi ini biasa digunakan untuk depresi akibat
gangguan bipolar (depresi manik) atau depresi yang
telah diberi dua obat lainnya namun tidak berhasil
mengatasi gejala.5

DAFTAR PUSTAKA

1. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock’s Concise


Textbook of Clinical Psychiatry. 3rd Edition. 2008. USA
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, Wolters
Kluwer Business. P 200-18.
2. Ismail RI, Siste K. Gangguan Depresi. Dalam: Elvira
SD, Hadisukanto G. Buku Ajar Psikiatri. 2010. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI. p 209-22.
3. Maramis WF, Maramis AA. Catatan Ilmu Kedokteran
Jiwa. Edisi Kedua. 2009. Surabaya: Airlangga University
Press.
4. Maslim, Rusdi. Panduan Praktis Penggunaan Klinis
Obat Psikotropik. Edisi Ketiga. 2007. Jakarta: Bagian
Ilmu Kesehatan Jiwa Unika Atmajaya.
5. Setiabudy, Rianto. Farmakologi dan Terapi. Edisi
kelima. 2007. Jakarta: Gaya Baru.

Anda mungkin juga menyukai