Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
Disusun oleh:
Andini Agustyana
1610029027
Pembimbing
dr. H. Jaya Mualimin, Sp.KJ, M. Kes
I. RIWAYAT PSIKIATRI
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. DM
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 24 tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan Terakhir : D1
Pekerjaan : IRT
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Jl. Joyomulyo, Lempake, Samarinda
2. Sumber Heteroanamnesis
Nama : Ny. DW
Jenis Kelamin : Perempuan
Hubungan : Adik Kandung
Alamat : Jl. Joyomulyo, Lempake, Samarinda
3. Keluhan Utama
Sering banyak pikiran
2
Pasien datang ke poli jiwa RSJ Atma Husada Mahakam dengan keluhan
banyak pikiran sejak 2 bulan ini. Pasien merasa memiliki tekanan batin, banyak
pikiran dan sering melamun. Pasien mengaku ketika melamun akan memikirkan
kehidupannya, sehingga pasien akan merasa sedih dan menangis dikamar. Pasien
juga akhir-akhir ini tidak bersemangat untuk melakukan aktivitas diluar rumah,
sehingga pasien lebih seirng menghabiskan waktunya di dalam rumah dan hanya
ingin sendiri saja. Pasien juga mengaku akhir-akhir ini sangat sulit untuk memulai
tidur dan sering terbangun dari tidurnya.
Pasien mengaku memiliki masalah dengan suaminya. Pasien sudah
menikah dengan suaminya 3 tahun lamanya, tetapi suaminya mulai sering marah-
marah pada pasien sejak 2 tahun terakhir, Pasien mengatakan bahwa suaminya
sering memarahi dan berkata kasar kepada pasien sehingga menyakiti hati pasien.
Tak jarang suami pasien mengancam untuk menceraikan pasien ketika sedang
cekcok. Pasien mengaku tidak pernah disakiti secara fisik oleh suami pasien.
Pasien sebelumnya sudah beberapa kali cekcok dengan suaminya hingga pindah
kerumah orangtua pasien. Pasien mengaku sudah pisah ranjang dengan suaminya
sekitar 3 bulan terakhir. Sebelumnya pasien lebih tertutup mengenai masalah
rumah tangga terhadap keluarganya, tetapi pasien akhirnya menceritakan
masalahnya ke kedua orangtuanya sekitar 2 bulan yang lalu. Ketika melihat orang
tuanya yang sedih dan menangis mengetahui keadaan yang sedang dihadapi
pasien, pasien merasa sedih dan kecewa terhadap dirinya sendiri.
Pasien mengaku akhir-akhir ini juga sering melihat sesosok bayangan.
Pasien tidak dapat mengidentifikasi bayangan tersebut siapa, tetapi pasien merasa
terganggu dan kemudian muncul perasaan sedih yang mendalam. Hal ini sudah
dialami pasien sejak 2 bulan terakhir dan makin lama makin sering dilihat oleh
pasien. Pasien mengaku tidak sampai memiliki keinginan untuk mati atau
mengakhiri hidupnya sendiri.
3
lebih sering diam dan menyendiri, bahkan 2 bulan terakhir ini pasien sering
menangis dikamarnya. Pasien juga sering lupa, bahkan dengan hal-hal kecil yang
berhubungan dengan identitasnya sendiri. Pasien sering mengurung diri didalam
kamar dan tidak bersemangat untuk melakukan aktivitas diluar rumah. Pasien
mengalami penurunan nafsu makan dan terlihat lebih kurus dari biasanya.
6. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga yang menderita keluhan serupa tidak ada maupun yang
membutuhkan penanganan psikiater tidak ada.
Penderita merupakan anak ke-2 dari 3 bersaudara, dibesarkan dalam
sosiokultur suku Jawa. Ayah bersifat tegas dan penyayang. Ibu memiliki sifat
yang sabar dan penyayang, ibu lebih dominan mengurus anak-anaknya. Penderita
paling dekat dengan ibu dan adiknya. Penderita memiliki tingkat pendidikan
cukup baik. Saat ini penderita tinggal bersama ayah, ibu dan adik pasien. Kakak
pasien telah berkeluarga. Menurut pasien hubungan kedua orangtuanya cukup
harmonis dan tidak ada masalah yang begitu berat dalam rumah tangga kedua
orangtuanya.
Genogram
1. Sewaktu pasien umur <10 tahun
No. Susunan JK Umur Hubungan Sifat
1 Ayah L 47 tahun Ayah Tegas, penyayang
2 Ibu P 42 tahun Ibu sabar, penyayang
3 AJ L 17 tahun Kakak laki-laki Sabar, bijaksana
4 DM P 9 tahun Pasien Pendiam, sabar
4
5 DW P 6 tahun Adik perempuan Ceria, aktif
2. Saat sekarang
No. Susunan JK Umur Hubungan Sifat
1 Ayah L 62 tahun Ayah Keras, tegas
2 Ibu P 57 tahun Ibu Mudah cemas,
penyayang
3 AJ L 32 tahun Kakak laki-laki Sabar, bijaksana
4 DM P 24 tahun Pasien Pendiam, sabar
5 DW P 21 tahun Adik perempuan Ceria, aktif
6 AM L 30 tahun Suami pasien Keras, tempramen
Keterangan:
: Perempuan
: Laki-laki
5
: Pasien
: Tinggal 1 rumah
7. Riwayat Pribadi
A. Masa anak-anak awal (0-3 tahun)
Riwayat prenatal, kehamilan ibu dan kelahiran
Penderita dikandung 9 bulan, tidak ada masalah selama masa
kehamilan. Penderita dilahirkan spontan, tanpa penyulit. Berat
badan lahir 3 kg.
Perkembangan awal
Penderita memiliki pertumbuhan dan perkembangan normal. Tidak
ada riwayat kejang demam, ikterus neonatorum, menyusu kuat, dan
ASI eksklusif.
Gejala-gejala dari masalah prilaku
Tidak ada.Temper tantrum (-).
Kepribadian dan tempramen sebagai anak
Tidak ada masalah
Toilet training
Seperti anak lainnya. Pada umur 3 tahun sudah tidak mengompol
6
Penderita melanjutkan sekolah ke SMP dan SMA. Prestasi
akademik penderita terbilang cukup baik sejak SD hingga
SMA.Penderita dianggap baik selama pendidikan oleh orang tua.
Penderita melanjutkan pendidikannya ke D1.
Perkembangan kognitif dan motorik
Pasien dapat mengikuti kegiatan di sekolah dan tidak ada
masalah.
Masalah-masalah fisik dan emosi remaja yang utama
Penderita merupakan pribadi yang supel dan aktif bergaul.
Penderita selalu aktif mencari kegiatan untuk mengisi waktu luang.
Latar belakang agama
Penderita menjalankan kewajiban agama dengan baik.
D. Masa dewasa
Riwayat pekerjaan
Penderita merupakan seorang ibu rumah tangga. Penderita
mengaku sempat bekerja usaha catering selama ± 3-4 bulan tetapi,
pasien berhenti karena selalu merasa sedih, lelah dan tidak
bersemangat dalam menjalankan usahanya.
Aktifitas sosial
Tidak ada kegiatan sosial saat ini. Hubungan dengan
teman-teman cukup baik.
Riwayat militer
Tidak ada
7
Penderita tidak menunjukkan adanya kelainan perilaku dan
aktifitas psikomotor.
Gambaran umum
Sakit ringan
B. Bicara
Bicara normal, setiap satu pertanyaan dijawab langsung pada intinya,
tema pembicaraan hanya seputar keluhan dan riwayat penderita.
C. Mood dan Afek
Mood (subyektif) : Sedih
Afek (obyektif) : depresif
D. Pikiran dan Persepsi
Bentuk Pikiran
Produktifitas: Ide cukup, spontan.
Kelancaran berpikir/ide: Jawaban penderita langsung pada
tujuan.
Gangguan bahasa: Tidak ada gangguan bahasa.
Isi Pikiran: Tidak ada gangguan isi pikiran dan waham
Gangguan berpikir: Tidak ada gangguan dalam berpikir
Gangguan Persepsi: halusinasi visual (+) , auditorik (-)
Mimpi dan Fantasi: Tidak ada
E. Sensori
Kesadaran : komposmentis, GCS = E4V5M6
Orientasi
Waktu : baik
Orang : baik
Tempat : baik
Konsentrasi dan berhitung: Kesan baik
Ingatan
Masa dahulu: baik
Masa kini : baik
8
Segera : baik
Pengetahuan: Sesuai dengan tingkat pendidikan
Tilikan diri: Sadar bahwa dirinya sakit dan memerlukan
bantuan, mencari bantuan dan ingin sembuh (derajat 6).
b. Pemeriksaan Neurologi
Saraf otak, sensibilitas tidak ada kelainan
c. Wawancara diagnostik psikiatrik tambahan
Tidak ada
9
d. Wawancara dengan anggota keluarga, teman, tetangga dan pekerja
sosial
Wawancara dengan adik kandung pasien
e. Pemeriksaan Penunjang
Tak ada
Status Psikiatrik
Autoanamnesis (7 November 2017)
DM : Selamat pagi, Ibu. Perkenalkan saya dokter muda Andini.
Pasien : Pagi dok.
DM : Pasien DM ya?
Pasien : Iya benar, saya dok.
DM : Ada yang bisa saya bantu Ibu?
Pasien : Saya datang kesini karena sering banyak pikiran dok
DM : Sudah sejak kapan bu banyak pikiran seperti ini?
Pasien : Sudah sejak 2 bulan terakhir dok.
DM : Apa yang ibu pikirkan?
Pasien : Saya sering kepikiran tentang hidup saya dok. Rasanya seperti batin
saya tertekan dok. Rasanya selalu sedih dan saya cenderung suka
melamun dok.
DM : apakah ibu dalam beberapa bulan ini ada masalah yang sering
dipikirkan?
Pasien : (menahan tangis) iya dokter. Saya sering dimarahi suami saya dok.
DM : dimarahi karena apa bu?
Pasien : (menangis) saya tidak tahu juga dok, terkadang hanya karena hal sepele
saja suami saya suka marah besar dok.
DM : Apakah suami ibu marahnya setiap hari ke ibu?
Pasien : iya dok, hampir setiap hari marahnya. Setiap ketemu saya ada saja yang
dikesalkan. Suami saya sering teriak-teriak, berkata kasar bahkan
mengancam ingin mneceraikan saya dok, saya sedih dan sakit hati dok.
DM : Apakah suami ibu sampai sekarang masih memarahi ibu?
10
Pasien : tidak dok. Saya sudah 3 bulan ini pisah rumah dengan suami saya.
Sebelumnya sih kalau saya bertengkar dengan suami saya, saya sering
pualng kerumah sehari-dua hari lalu saya kembali ke suami saya. Tapi
sekarang saya sudah tidak mau kembali ke rumah suami saya.
DM : jadi ibu sekarang tinggal dimana? Apakah ibu tinggal sendirian?
Pasien : ya selama 2 bulan ini saya tinggal dirumah orang tua saya dokter.
Bersama ayah,ibu dan adik kandung saya.
DM : apakah ibu sudah menceritakan masalah ibu ke orang dirumah ibu?
Pasien : sudah saya ceritakan dokter. Kalau adik saya sudah tahu lebih dulu
kalau saya sering cekcok dengan suami saya tetapi, kedua orang tua
saya baru tahu sekarang (menunduk)
DM : Bagaimana reaksi orang tua ibu?
Pasien : kedua orang tua saya sedih sekali mendengar masalah saya ini dok.
Beliau marah dan tidak habis pikir dengan perlakuan suami saya dok.
Saya sering menangis dan merasa kecewa pada diri saya sendiri jika
mengingat wajah sedih kedua orang tua saya. Terkadang ibu saya
menangis jika melihat saya sedih dan menyendiri dikamar.
DM : sudah berapa lama ibu menikah dengan suami ibu?
Pasien : saya sudah menikah dengan suami saya selama 3 tahun, sejak tahun
2014
DM : bagaimana sifat suami ibu diawal pernikahan? Kalau sebelum menikah
bagaimana?
Pasien : aebenarnya dok, saya dijodohkan dengan suami saya. Saya hanya kenal
sebulan sama dia, kemudian kami menikah, sehingga saya kurang tahu
sifatnya seperti apa. Awal pernikahan suami saya baik sekali ke saya
dok, tetapi setelah lewat satu tahun pernikahan suami saya mulai
berubah dok. Dia mulai suka marah-marah dan membentak saya.
DM : apakah suami ibu pernah melakukan kekerasan secara fisik ke ibu?
Pasien : tidak dok.
DM : apa yang ibu rasakan jika mengingat masalah ibu?
11
Pasien : ya says sedih sekali dok. Merasa kecewa pada diri saya sendiri. Karena
saya sedih, saya jadi sering mengurung diri dikamar, malas beraktivitas.
Saya juga sering kecapean dok, mungkin karena saya susah tidur kalo
malam.
DM : Susah tidurnya bagaimana bu? Susah untuk mulai tidurnya atau sering
terbangun ketika tidur?
Pasien :ya dua-duanya dok.
DM : apakah ibu pernah melihat bayangan atau mendengar bisikan-bisikan
suara yang orang lain tidak dengar atau lihat?
Pasien : (terdiam) ada sih dok. Saya kadang ada lihat sesosok bayangan hitam,
gatau itu siapa. Kadang-kadang munculnya.
DM : sudah sejak kapan ibu melihat bayangan itu?
Pasien : yaa dua bulanan ini dok.
DM : apakah ibu ada pernah terpikir untuk menyakiti diri sendiri atau orang
lain?
Pasien : Tidak pernah dokter.
DM : Bapak pernah mengalami seperti ini? Pernah mengalami kegembiraan
yang berlebihan?
Pasien : Tidak dok
DM : Pernah dirawat sebelumnya di RS?
Pasien : Tidak pernah dokter
DM :Mohon maaf sebelumnya bu, apakah keluarga ada yang pernah
mengalami gangguan jiwa?
Pasien : Setau saya tidak dok
DM : Mohom maaf, Bapak tahu ya, sekarang kita ada dimana?
Pasien : Rumah Sakit Atma.
DM : Kesini dengan?
Pasien : adik saya dok
DM : Ini pagi siang atau malam ya Pak?
Pasien : siang dok.
12
DM : Bapak ada nggak merasa seperti yang paling hebat didunia, seperti
tokoh penting gitu?
Pasien : Gak dok.
DM : Kalau merasa dikejar-kejar orang, perasaan orang ingin mencelakakan
Bapak? Merasa badan sakit-sakit tetapi dicek tidak ada penyakitnya?
Pasien : Gak dok.
DM : Baik, selain itu apakah ada yang ingin Bapak ceritakan kepada saya?
Pasien : (diam) tidak dokter.
Anamnesis dilanjutkan dengan mewawancarai adik pasien.
V. DIAGNOSIS
Diagnosis poli
Axis I : F.32.0 Depresi
Axis II : Tidak ada diagnosis (Z03.2)
Axis III : Tidak ada diagnosis(Z03.2)
13
Axis IV : masalah keluarga
Axis V : Tidak ada diagnosis
VI. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
14
Pada pemeriksaan psikiatri, didapatkan pasien tampak
berpenampilan rapi, wajah dan dandanan sesuai usia, kooperatif, kontak
verbal dan visual positif, mood sedih, afek depresif, orientasi baik, atensi
baik, memori baik, proses pikir dengan arus koheren, bentuk realistis,
waham dan halusinasi tidak ditemukan, intelegensia cukup, kemauan
mandiri.Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya kelainan pada
pasien
IX. PEMBAHASAN
15
Berikut kriteria diagnosis episode depresif menurut PPDGJ-III :
Gejala utama (pada derajat ringan, sedang, dan berat) :
- Afek depresif,
- Kehilangan minat dan kegembiraan, dan
- Berkurangnya energi, mudah lelah (rasa lelah yang nyata
sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas
(Maslim, 2001).
Gejala lainnya :
(a) Konsentrasi dan perhatian berkurang;
(b) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang;
(c) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna;
(d) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis;
(e) Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri;
(f) Tidur terganggu;
(g) Nafsu makan berkurang.
Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan
tersebut diperlukan masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk
penegakan diagnosis, namun periode yang lebih pendek dapat
dibenarkan jika gejala sangat berat dan berlangsung cepat.
Kategori episode depresif ringan (F32.0), sedang (F32.1), dan berat
(F32.2) hanya digunakan untuk episode depresi tunggal (yang
pertama). Episode depresif berikutnya harus diklasifikasikan di
bawah salah satu diagnosis gangguan depresif berulang (F33.-)
(Maslim, 2001).
16
atau tidak mampu untuk melaporkan banyak gejalanya secara
rinci
Dalam hal demikian, penilaian secara menyeluruh terhadap
episode depresif berat masih dapat dibenarkan,
Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-
kurangnya 2 minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan
onset sangat cepat, maka masih dibenarkan untuk menegakkan
diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu
Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan
kegiatan social, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali
pada taraf yang sangat terbatas
Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham
biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau
malapetaka yang mengancam, dan pasien merasa bertanggung
jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau olfaktorik biasanya
berupa suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran
atau daging membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat
menuju pada stupor.
Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan
sebagai serasi atau tidak serasi dengan afek (mood congruent).
Pada Aksis I, dokter muda mengusulkan diagnosis episode depresi
berat dengan gejala psikotik. Perilaku yang diperlihatkan oleh pasien
yaitu:
17
antaranya harus bersalah dan tidak
berintensitas berat berguna.
Terapi
18
Pada pasien ini diberikan Fluoxetine 1 x 20 mg untuk mengatasi
gejala depresif yang dimilikinya. Beberapa masalah ada dalam pengobatan
depresif diantaranya adalah beberapa pasien tidak berespons terhadap
pengobatan pertama, paling tidak dibutuhkan waktu tiga sampai empat
minggu untuk menunjukkan efek terapik yang bermakna walaupun dapat
menunjukkan efek lebih awal. Pada pasien ini, diperlukan pemantauan
terhadap respon serta efek samping fluoxetine sehingga jika terdapat
respon yang kurang baik atau efek samping yang tidak dapat ditolerir,
maka dapat diberikan obat – obatan anti depresan pengganti.
Selain itu, pasien juga diberikan obat anti psikotik untuk
mengobati keluhan adanya halusinasi visual pada pasien. Pada pasien ini
diberikan obat antipsikotik berupa peridol 1 x 5 mg, yang berisi
haloperidol. Haloperidol merupakan obat anti psikotik golongan 1 yang
efektif untuk mengobati keluhan gejala positif (pada pasien ini terdapat
halusinai). Tetapi penggunaan obat anti psikotik golongan 1 memiliki efek
samping berupa sindrom ekstrapiramidal, sehingga bisa diganti dengan
obat risperidone 2 x 2 mg yang memiliki efektifitas dalam mengobati
gejala positif dan negatif serta memiliki efek samping yang rendah.
19
GANGGUAN AFEKTIF EPISODE DEPRESI
DEFINISI
Gangguan mood atau gangguan afektif meliputi sekelompok besar
gangguan dengan mood patologis serta gangguan terkait mood yang
mendominasi gambaran klinisnya.Gangguan ini mengacu pada keadaan emosi
yang menetap, bukan hanya ekspresi eksternal (afektif) pada keadaan emosional
sementara. Gangguan mood paling baik dianggap sebagai sindrom yang terdiri
atas sekelompok tanda dan gejala yang bertahan selama berminggu-minggu
hingga berbulan-bulan, yang menunjukkan penyimpangan fungsi habitual
seseorang serta kecenderungan untuk kambuh dalam bentuk periodik atau siklik
(Sadock & Sadock, 2010).
Pasien dengan mood menurun menunjukkan hilangnya energi dan minat,
rasa bersalah, sulit berkonsentrasi, hilang nafsu makan, serta pikiran mengenai
kematian dan bunuh diri.Gejala atau tanda lainnya berupa perubahan tingkat
aktivitas, kemampuan kognitif, pembicaraan, serta fungsi vegetatif yang hampir
selalu menimbulkan gangguan fungsi interpersonal, sosial, dan pekerjaan(Sadock
& Sadock, 2010).
Depresi adalah suatu periode terganggunya fungsi manusia yang dikaitkan
dengan perasaan yang sedih serta gejala penyertanya, dimana mencakup hal-hal
seperti perubahan pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, rasa
lelah, anhedonia, rasa tak berdaya dan putus asa dan bunuh diri (Kaplan, 2010).
ETIOLOGI
Faktor Biologis
Neuroimaging
Berdasarkan berbagai penelitian yang berbeda terdapat hubungan yang
konsisten dan resiprokal antara daerah dorsokortikal serta ventrolimbik pada
depresi.Variasi kelainan dalam region ventromedial termasuk cingulate anterior
konsisten pada gangguan depresi.Terdapat pengecilan volume hipokampus pada
pasien depresi dibandingkan dengan yang normal(Maramis & Maramis, 2009).
20
Neurokimiawi
Terdapat peran neurotransmitter serotonin pada gangguan mood.Serotonin
disintesis dari asam amino esensial tryptophan dalam 2 tahap enzimatis.Perubahan
fungsi serotonergik otak menunjukkan perubahan fungsi tubuh dan perilaku pada
depresi seperti nafsu makan, fungsi seksual, sensitivitas nyeri, dan temperatur
tubuh(Maramis & Maramis, 2009). Kekurangan serotonin dapat mencetuskan
depresi dan beberapa pasien dengan impuls bunuh diri memiliki konsentrasi
metabolit serotonin yang rendah dalam cairan serebrospinal(Sadock & Sadock,
2010).
Bukti lain menunjukkan adanya keterlibatan reseptor prasinaps β2-
adrenergik pada depresi, aktivasi reseptor ini menimbulkan penurunan jumlah
norepinefrin yang dilepaskan.Reseptor ini juga terletak pada neuron serotonergik
serta mengatur jumlah serotonin yang dilepaskan(Sadock & Sadock, 2010).
Aktivitas dopamine berkurang pada depresi.Dua teori terkini mengenai
dopamine dan depresi adalah bahwa jaras dopamine mesolimbic mungkin
mengalami disfungsi pada depresi dan bahwa reseptor dopamine D1 mungkin
hipoaktif pada depresi(Sadock & Sadock, 2010).
Regulasi Neuroendokrin
Hipotalamus merupakan pusat pengaturan aksis neuroendokrin dan juga
menerima berbagai input saraf melalui neurotransmitter amin biogenik.Berbagai
disregulasi neuroendoktrin dilaporkan pada pasien dengan gangguan mood,
sehingga regulasi aksis neuroendokrin yang abnormal merupakan akibat fungsi
neuron yang mengandung amin biogenik yang abnormal pula.Aksis
neuroendokrin utama yang dimaksud disini adalah aksis adrenal, tiroid, serta
hormone pertumbuhan.Sekitar 50% pasien yang mengalami depresi memiliki
tingkat kortisol yang meningkat.Sekitar sepertiga pasien dengan gangguan
depresif berat yang tidak memiliki aksis tiroid normal ditemukan memiliki respon
tirotropin dan hormone perangsang tiroid (TSH) yang tumpul terhadap hormone
pelepas tirotropin (TRH).Pasien depresi memiliki respon stimulasi pelepasan
hormone pertumbuhan oleh tidur yang tumpul (Sadock & Sadock, 2010).
21
Faktor Genetik
Studi keluarga, studi anak kembar dan studi anak adopsi dari gangguan
depresi unipolar pada umumnya menunjukkan risiko mendasar dari komponen
yang dapat diturunkan, namun gangguan bipolar mempunya sifat menurun yang
tinggi dibandingkan depresi unipolar berulang. Berdasarkan berbagai studi tentang
gangguan bipolar didapatkan banyak daerah dari genom yang terlibat, seperti
18p11, 18q22, 12q24, 21q21, 13q32, 4p15, 4q32, 16p12, 8q24, 22q11, sedangkan
gangguan unipolar hanya beberapa genom dan masih diteliti (Maramis &
Maramis, 2009).
Faktor Psikososial
Peristiwa Hidup dan Stres Lingkungan
Peristiwa hidup yang penuh tekanan lebih sering timbul mendahului episode
gangguan mood yang mengikuti.Stress yang mendahului episode pertama
mengakibatkan perubahan yang bertahan lama pada biologi otak. Perubahan ini
dapat menghasilkan perubahan keadaan fungsional berbagai neurotransmitter dan
system pemberian sinyal intraneuron, hilangnya neuron, dan berkurangnya kontak
sinaps yang berlebihan.Sehingga penderita memiliki risiko tinggi mengalami
episode gangguan mood berikutnya, bahkan tanpa stressor eksternal (Sadock &
Sadock, 2010).
Faktor Kepribadian
Tidak ada satupun ciri bawaan atau jenis kepribadian yang secara khas
menjadi predisposisi depresi.Semua orang dengan pola kepribadian apapun dapat
mengalami depresi di bawah situasi yang sesuai(Sadock & Sadock, 2010).
DIAGNOSIS
Berikut kriteria diagnosis episode depresif menurut PPDGJ-III
F32 Episode Depresif
Gejala utama (pada derajat ringan, sedang, dan berat)
- Afek depresif,
- Kehilangan minat dan kegembiraan, dan
22
- Berkurangnya energi, mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja
sedikit saja) dan menurunnya aktivitas (Maslim, 2001).
Gejala lainnya :
(h) Konsentrasi dan perhatian berkurang;
(i) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang;
(j) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna;
(k) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis;
(l) Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri;
(m) Tidur terganggu;
(n) Nafsu makan berkurang.
Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan
masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakan diagnosis, namun periode
yang lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala sangat berat dan berlangsung
cepat.Kategori episode depresif ringan (F32.0), sedang (F32.1), dan berat (F32.2)
hanya digunakan untuk episode depresi tunggal (yang pertama).Episode depresif
berikutnya harus diklasifikasikan di bawah salah satu diagnosis gangguan depresif
berulang (F33.-) (Maslim, 2001).
23
maka masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun
waktu kurang dari 2 minggu
Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan social,
pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat
terbatas
Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya
melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang
mengancam, dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal itu.
Halusinasi auditorik atau olfaktorik biasanya berupa suara yang
menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau daging membusuk.
Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor.
Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi
atau tidak serasi dengan afek (mood congruent). (Maslim, 2001).
DIAGNOSIS BANDING
F31.5 Gangguan afek bipolar dengan episode kini depresi berat dengan
gejala psikotik
Episode yang sekarang harus memenuhi criteria untuk episode depresif
berat dengan gejala psikotik (F32.3); dan
Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manic,
atau campuran di masa lampau
24
Terapi
Terapi pasien gangguan mood harus ditujukan pada beberapa tujuan:
keamanan pasien, evaluasi diagnostik lengkap, rencana terapi sesaat dan untuk
masa mendatang. Selain farmakoterapi dan psikoterapi, jumlah dan keparahan
stressor dalam kehidupan pasien perlu diturunkan.Indikasi rawat inap adalah
kebutuhan prosedur diagnosis, risiko bunuh diri atau membunuh, kemampuan
pasien yang menurun drastis untuk mendapatkan makanan dan tempat tinggal,
riwayat gejala yang berkembang cepat, rusaknya system dukungan pasien(Sadock
& Sadock, 2010).
Psikoterapi
Terapi Kognitif
Terapi kognitif memfokuskan pada distorsi kognitif mencakup perhatian
selektif terhadap aspek negative keadaan dan kesimpulan patologis yang tidak
realistis mengenai konsekuensi, contoh: apati dan kurang tenaga sebagai akibat
pengharapan pasien mengenai kegagalan di semua area.Tujuan terapi ini adalah
meringankan episode depresif dan mencegah kekambuhan dengan membantu
pasien mengidentifikasi dan menguji kognisi negative; mengembangkan cara
berpikir alternative; fleksibel; dan positif; serta melatih respons perilaku dan
kognitif yang baru(Sadock & Sadock, 2010).
Terapi Interpersonal
Terapi interpersonal memfokuskan pada satu atau dua masalah interpersonal
pasien saat ini sebagai pencetus gejala depresi saat ini. Program terapi
interpersonal biasanya terdiri atas 12 sampai 16 sesi dengan pendekatan terapeutik
yang aktif (Sadock & Sadock, 2010).
Terapi Perilaku
Terapi perilaku memusatkan pada perilaku maladaptive, pasien belajar
berfungsi di dalam dunia sedemikian rupa, sehingga mereka memperoleh
dorongan positif (Sadock & Sadock, 2010).
25
Tujuan psikoterapi psikoanalitik adalah memberi pengaruh pada perubahan
struktur atau karakter kepribadian seseorangseperti; perbaikan kepercayaan
interpersonal, keintiman, mekanisme koping, kapasitas berduka, kemampuan
mengalami kisaran luas emosi, bukan hanya untuk meredakan gejala (Sadock &
Sadock, 2010).
Terapi Keluarga
Terapi keluarga diindikasikan jika gangguan merusak perkawinan pasien
atau fungsi keluarga, atau jika gangguan mood bertambah atau dipertahankan oleh
situasi keluarga.Terapi keluarga memeriksa peranan anggota keluarga yang
mengalami gangguan mood di dalam kesejahteraan psikologis seluruh keluarga,
juga memeriksa peranan seluruh keluarga di dalam mempertahankan gejala
pasien(Sadock & Sadock, 2010).
Farmakoterapi
Penggunaan terapi spesifik kira kira menggandakan kemungkinan bahwa
seseorang yang terdepresi dalam waktu satu bulan. Beberapa masalah ada dalam
pengobatan depresif berat diantaranya adalah beberapa pasien tidak berespons
terhadap pengobatan pertama, paling tidak dibutuhkan waktu tiga sampai empat
minggu untuk menunjukkan efek terapik yang bermakna walaupun dapat
menunjukkan efek lebih awal. Tetapi sekarang ini setelah diperkenalkannya
bupropion (Wellbutrin) dan serotonin spesific reuptake inhibitor (SSRI) misalnya
fluoxetine, paroxetine memberikan klinisi obat yang jauh lebih baik ditoleransi
daripada obat yang sebelumnya tetapi sama efektifnya. Indikasi utama untuk
antidepresan adalah episode depresif berat. Gejala pertama yang membaik adalah
pola tidur dan makan yang terganggu walaupun hal tersebut mungkin kurang
benar jika SSRIs digunakan dibandingkan obat trisiklik. Agitasi, kecemasan,
episode depresif, dan keputusasaan adalah gejala selanjutnya yang membaik.
Gejala sasaran lainnya adalah yang rendah, konsentrasi yang buruk,
ketidakberdayaan, dan penurunan libido.
Obat yang tersedia.
26
Obat trisiklik, obat tetrasiklik yang berhubungan erat, dan monoamine
oxidase inhibitor (MAOIs) adalah obat antidepresan yang klasik. Walaupun obat-
obat tersebut biasanya digunakan, kekuatan antidepresan telah sangat diperkuat
oleh penambahan serotonin-specific reuptake inhibitors (SSRIs) dan bupropion
dan biasanya keduanya jauh lebih aman dibanding obat MAOIs dan trisiklik, dan
mereka telah terbukti sama efektifnya pada pasien terdepresi rawat jalan.
Antidepresan atipikal lainnya adalah trazodone (Desyrel) dan aprazolam (Xanax).
Simpatomimetik contohnya amfetamin juga diindikasikan untuk pengobatan
gangguan depresif berat pada situasi terapeutik tertentu.
Durasi dan profilaksis
Pengobatan dengan antidepresan harus dipertahankan sekurangnya selama 6
bulan atau lama episode sebelumnya, bilamana lebih panjang. Jika antidepresan
dihentikan obat tersebut harus diturunkan secara bertahap selama periode waktu
satu sampai dua minggu, tergantung pada waktu paruh senyawa tertentu.
Alternatif terhadap terapi obat
Ada dua terapi organik yang merupakan pengganti farmakoterapi yang
pertama adalah terapi elektrokonsulvif (ECT) yang biasanya digunakan jika (1)
pasien tidak responsif terhadap farmakoterapi (2) pasien tidak dapat menoleransi
farmakoterapi (3) situasi klinis adalah sangat parah sehingga diperlukan perbaikan
cepat yang dapat diperoleh dengan ECT. Yang kedua adalah fototerapi yang
merupakan suatu pengobatan pada pasien dengan gangguan mood ringan dengan
pola musiman, dan cepat digunakan dalam kombinasi dengan farmakoterapi untuk
pasien yang mengalami gangguan parah, walaupun penelitian tentang manfaat
kombinasi tersebut belum menghasilkan hasil yang definitif.
27
DAFTAR PUSTAKA
FKUI. (2010). Buku Ajar Psikiatri (2 ed.). Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Kaplan, H. I., Sadock, B. J., & Grebb, J. A. (2010). Sinopsis Psikiatri (Vol. 2).
Tangerang: Binarupa Aksara Publisher
Maramis, W. F., & Maramis, A. A. (2009). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Ed.2.
Surabaya: Airlangga University Press.
Maslim, Rusdi (2001). Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa PPDGJ-III. Jakarta:
PT Nuh Jaya
Sadock, B. J., Sadock, V. A. (2010). Kaplan & Sadock: Buku Ajar Psikiatri
Klinis. Jakarta: EGC.
28