Sesuai dengan ToR dalam kegiatan TA BWRM khususnya untuk Hydrologist, perlu untuk mereview
modul pelatihan hidrologi sebagai modul pelatihan 2(1) Hidrologi Dasar
Pada tahun 2010 dan 2012, DUWRMT (Dissemination Unit of Water Resources Management and
Technology) telah menyusun modul pelatihan pengelolaan hidrologi yang terdiri atas :
• Modul Pelatihan Pengelolaan Hidrologi I (2010):
A. Pendahuluan
B. Program Pengelolaan Hidrologi
C. Perencanaan Jejaring Pemantauan Hidrologi
Lampiran : Modul Tatacara Rasionalisasi Pos Hidrologi
D. Pembangunan Pos Hidrologi
Lamp. 1 : Tatacara Penentuan Lokasi dan Pembangunan Pos
Klimatologi
Lamp. 2 : Tatacara Pembangunan Pos Duga Air Tipe Konsol di sungai/
saluran terbuka
E. Pemantauan/monitoring, O&P
Lampiran : O&P Peralatan Hidrologi
F. Pengukuran Debit
G. Pengmbilan Sampel Air Sedimen
• Modul Pelatihan Pengolahan Data Hidrologi 2 (2010/2012):
A. Program Pengolahan dan Publikasi Data Hidrologi
B. Digitasi grafk dan Tabulasi data
Lampiran : Buku Petunjuk Penggunaan Aplikasi HITA
C. Validasi Data hidrologi
D. Pembuatan dan Modifikasi Rating Curve
E. Pembuatan Rating Sedimen
F. Pengolahan Data Debit, Hujan dan Klimat
G. Publikasi Data Debit, Hujan dan Klimat
• Modul Pelatihan Pelatihan Hidrologi Tingkat 3 (2012):
Analisis Curah Hujan
Analisis Banjir Rencana
Analisis Debit Andalan - Ketersediaan Air
Perhitungan Evapotranspirasi
Database Hidrologi dan Informasi Sistem Informasi Hidrologi
Kalibrasi dan Verifikasi model parameter
Peramalan dan Peringatan Dini Banjir (FFWS)
Untuk melengkapi modul tersebut selain mengacu pada SNI, Prosedur mutu dan Instruksi kerja
Pengelolaan Hidrologi, modul pelatihan hidrologi dari CDTA 7849-INO: Water Resources and River
Basin Management, digunakan pula pedoman Pengelolaan Hidrologi yang disusun pada saat BWRM-
JIWMP tahun 2002.
i
Sesuai dengan program pelatihan dan tahapan kegiatan pengelolaan hidrologi, maka dalam rangka
penyusunan review modul pengelolaan hidrologi sebagai modul pelatihan 2(1), dikelompokan
menjadi dua yaitu:
- modul pelatihan pengelolaan hidrologi tingkat dasar
- modul pelatihan pengelolaan hidrologi tingkat lanjutan,
Masing-masing modul pelatihan tersebut terdiri atas beberapa sub-modul yang disesuaikan dengan
kegiatan yang perlu dilakukan di masing-masing tahapan kegiatan pengelolaan hidrologi seperti
terlihat pada uraian dibawah ini
• A. Modul Pengelolaan Hidrologi Tingkat Dasar, terdiri atas 11 sub modul yaitu :
o A1 Program Pengelolaan Hidrologi
o A2 Perencanaan Jaringan Pos HIdrologi
o A3 Pembangunan Pos Hidrologi
o A4 O&P peralatan hidrologi
o A5 Pengukuran debit
o A6 Pengambilan Sample Sedimen
o A7 Pembuatan dan modifikasi garis lengkung debit
o A8 Pembuatan garis lengkung sedimen
o A9 Pengolahan data Pos Duga Air
o A10 Pengolahan data Pos Klimatologi dan Curah Hujan
o A11 Inspeksi dan Monitoring Pengelolaan Hidrologi
• B. Modul Pengelolaan Hidrologi Tingkat Lanjutan/Analisa data hidrologi, terdiri atas 8 Sub-
modul yaitu:
o B1 Verifikasi dan Validasi
o B2 Analisa data curah hujan
o B3 Perhitungan Probable Maximum Precipitation (PMP)
o B4 Perhitungan debit andalan
o B5 Perhitungan Evapotranspirasi
o B6 Perhitungan Neraca Air
o B7 Perhitungan debit banjir
o B8 Peramalan dan peralatan sistem peringatan dini banjir.
Sehubungan dengan keputuan dari MK pada tanggal 18 Pebruari 2015 tentang pembatalan UU no 7
tentang SDA dan menyatakan UU no 11 tahun 1974 tentang Pengairan berlaku kembali, maka Revew
modul pelatihan ini telah disesuaikan dengan berlakunya UU no 11 thn 1974 dan Permen PUPR tahun
2015 yang terkait dengan kegiatan pengelolaan hidrologi.
Semoga modul pelatihan ini dapat menunjang pelaksanaan kegiatan pengelolaan hidrologi dan
bermanfaat dalam rangka peningkatan kinerja pengelolaan hidrologi di masing-masing unit
pengelola.
ii
Daftar isi
Bab hal
1. Pendahuluan ............................................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................................................... 1
1.2 Acuan Normatif ....................................................................................................................... 2
1.3 Maksud dan tujuan penyusunan modul.................................................................................. 2
1.4 Istilah dan definisi ................................................................................................................... 2
2 Kegiatan Pengumpulan data .................................................................................................... 4
3 Analisa Data ketersediaan dan kebutuhan air ......................................................................... 9
3.1 Perhitungan ketersediaan Air/debit andalan .......................................................................... 9
3.2 Perhitungan kebutuhan air...................................................................................................... 9
3.2.1 Perhitungan kebutuhan air untuk irigasi..............................................................................9
A. Perhitungan kebutuhan irigasi dilakukan dengan menggunakan perhitungan
berdasarkan KP-01.................................................................................................. 11
B. Perhitungan kebutuhan irigasi dilakukan dengan menggunakan nilai satuan
kebutuhan air tahun berjalan atau existing ........................................................... 13
3.2.2 Kebutuhan air untuk Domestik ...............................................................................................20
3.2.3 Kebutuhan air untuk Perikanan ........................................................................................ 21
3.2.4 Kebutuhan air untuk Peternakan ...................................................................................... 22
3.2.5 Kebutuhan air baku untuk Air Minum (PDAM) ................................................................. 23
3.2.6 Kebutuhan air untuk Industri, ........................................................................................... 23
3.2.7 Kebutuhan air untuk pemeliharaan sungai. ...................................................................... 23
4 Penyusunan Neraca Air .......................................................................................................... 25
4.1 Penyusunan Skematik Tata Air .............................................................................................. 25
4.2 Perhitungan neraca air .......................................................................................................... 26
iii
Daftar Tabel
Tabel no hal
1 Data dan informasi yang perlu dikumpulkan untuk menyusun Neraca Air............................ 4
2 Data Katam untuk MT 2 thn 2015, Kab Grobgan.................................................................... 8
3 Koefisen Pertumbuhan Tanaman (kc)................................................................................... 12
4 Kebutuhan Air di sawah untuk diseluruh DI di provinsi DIY...................................................13
5 Batasan nilai FPR....................................................................................................................14
6 Hasil konversi ini disebut Luas Palawija Relatif (LPR)............................................................ 14
7 Nilai kebutuhan air untuk keperluan Rumah Tangga............................................................ 19
8 Kebutuhan Air Domestik dan Non Domestik.........................................................................19
9 Kebutuhan air tawar untuk pengenceran air payau...............................................................21
10 Kebutuhan air untuk berbagai jenis ternak............................................................................21
11 Kebutuhan Air Industri untuk beberapa jenis Industri ..........................................................22
Daftar Gambar
Gbr no hal
Daftar Lampiran
Lamp no hal
iv
Modul Pelatihan 2(1) 2014
Dengan pengelolaan air serta sumber air yang profesional diharapkan dapat menjamin ketersediaan
air pada jaringan sumber air (sungai, danau, telaga, waduk, rawa, dan cekungan air tanah) dan dapat
mendayagunakan secara adil, berkelanjutan, dan terkendali baik kuantitas maupun kualitasnya.
Pengalokasian air merupakan rangkaian tindakan meliputi: tindakan untuk mengatur jatah/kuota air
yang sesuai dengan jenis penggunaan air dan upaya agar senantiasa dapat memenuhi jumlah dan
mutu air yang sesuai dengan hak yang dijamin oleh negara.
Berdasarkan pasal 3 dan 4 ayat (1) PP No 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air, menyatakan
bahwa pengelolaan air dan/atau sumber-sumber air didasarkan pada kesatuan wilayah tata
pengairan yang ditetapkan berdasarkan wilayah sungai. dan sesuai dengan pasal 4 Permen PUPR no
04/PRT/M/2015, tentang Kriteria dan penetapan wilayah sungai, menyatakan bahwa Pengelolaan
sumber daya air untuk air permukaan dilakukan oleh Pemerintah Pusat, pemerintah daerah provinsi,
dan pemerintah daerah kabupaten/kota berdasarkan wilayah sungai
Dalam rangka pelaksanaan wewenang dan tanggung jawab pengelolaan air dan sumber air termasuk
urusan penyediaan dan pengalokasian air, sejak tahun 2005 Pemerintah (Pusat) membentuk Unit
Pelaksana Teknis (UPT) Pengelolaan Sumber Daya Air untuk melaksanakan tugas dan bertanggung
jawab terhadap pengelolaan air dan sumber air di setiap Wilayah Sungai (WS) yang menjadi
kewenangan Pusat, dengan nama Balai Besar Pengelolaan Wilayah Sungai (BBWS/BWS) dan
merupakan organ pelaksana Pemerintah (Pusat).
Demikian pula pada beberapa provinsi Dinas PU setempat telah membentuk UPT dengan nama Balai
Pengelolaan Sumber Daya Air (BPSDA) yang bertugas dan bertanggung jawab dalam pelaksanaan
kegiatan pengelolaan air dan sumber air pada WS yang menjadi kewenangan provinsi dan berada
dalam wilayah kerjanya.
Perencanaan alokasi air pada tingkat WS ataupun tingkat DAS merupakan upaya menyeluruh yang
dilandasi pada kebijakan yang bertujuan untuk menegakkan lima prinsip sebagai berikut:
1) Keadilan; yaitu mengalokasikan air dengan adil dan proporsional di antara kelompok jenis
penggunaan, keadilan antar wilayah administrasi, serta keadilan antara daerah hulu dan hilir.
2) Perlindungan lingkungan; yaitu mengalokasikan sejumlah air tawar untuk kebutuhan
ekosistem dan termasuk untuk mengakomodasi kebutuhan sedimen transport, resapan air
tanah, penguraian limbah dan kelestarian ekosistem di muara.
3) Prioritas pembangunan; mengalokasikan air untuk mendukung kebutuhan pembangunan
ekonomi dan sosial, diantaranya untuk mendukung prioritas strategis dan melindungi
dependensi kebutuhan yang sudah ada.
4) Keseimbangan antara pasokan dan permintaan air; yaitu menyeimbangkan pasokan air
dengan tuntutan kebutuhan yang bersifat dinamis, khususnya untuk mengelola variabilitas
pasokan alami air, dan untuk menghindari atau mencegah seringnya terjadi defisit air yang tak
terduga.
BWRM-WISMP 2 : Modul Pelatihan – Perhitungan Neraca Air 1
PT Virama Karya and Associated
Modul Pelatihan 2(1) 2014
Rencana Alokasi Air Tahunan (RAAT) pada dasarnya adalah rancangan alokasi air tahunan
berdasarkan neraca air yang seimbang antara ramalan kemungkinan (probabilitas) ketersediaan air
dengan rencana penggunaan air untuk periode satu tahun kedepan. Manfaat neraca air adalah
untuk mengetahui apakah akan terjadi kondisi kekurangan air, sehingga dapat mewaspadai untuk
kemungkinan akan terjadinya kerawanan terhadap kekeringan.
Modul ini disusun dengan tujuan untuk peningkatan kompetensi para pengelola hidrologi dalam
melaksanakan analisa neraca air yang sesuai dengan standar dan akan menghasilkan informasi yang
akurat sebagai data penunjang untuk pelaksanaan kegiatan pengelolaan SDA.
10) Sungai adalah alur atau wadah air alami dan atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta
air di dalamnya, mulai dari hulu( mata air) sampai muara, dengan dibatasi kanan dan kiri oleh
garis sempadan
11) Peramalan adalah menaksir sesuatu besaran yang diperkirakan akan terjadi pada saat tertentu
di masa mendatang dengan batasan waktu yang jelas
12) Ramalan sederhana adalah ramalan yang sederhana dan dapat dilakukan secara mudah oleh
orang awam
13) Verifikasi ramalan adalah penetapan ketelitian ramalan dengan analisis statistik terhadap galat
peramalan.
14) Galat peramalan adalah selisih antara nilai besaran yang diramalkan dan nilai sebenarnya yang
diamati.
15) Aliran dasar adalah aliran yang berasal dari airr hujan yang masuk ke dalam tanah dan keluar ke
palung sungai.
16) Aliran rendah adalah debit aliran sungai pada saat tidak ada hujan, atau pada musim kemarau.
Tabel 1 Data dan informasi yang perlu dikumpulkan untuk menyusun Neraca Air
Selain data tersebut diatas perlu untuk mengumpulkan data hasil peramalan dari BMKG untuk musim
hujan (awal musim dan sifat musim tahun yad) baik musim hujan maupun musim kemarau.. Seperti
terlihat pada contoh gambar 1. berikut ini
Selain itu untuk menunjang perhitungan kebutuhan air irigasi yaitu penentuan jadwal tanam dapat
digunakan data Kalender Tanam (Katam) per-kecamatan yang diterbtkan oleh Balitbang Pertanian
untuk musim tanam yad. Seperti terlihat pada contoh gambar 2. berikut ini
Gambar 2 Peta Kalender Tanam (Katam) MT2 - 2015 dari Balitbang Pertanian
Perhitungan ketersediaan air dapat dilihat pada modul pengelolaan hidrologi tingkat lanjutan - B4
Perhitungan debit andalan.
Selain itu data tersebut diatas BMKG telah menerbitkan peramalan curah hujan tiga bulanan seperti
terlihat pada gambar berikut ini dan Balitbang Pertanian telah menerbitkan Katam (Kalender Tanam)
seperti terlihat pada gambar 2 dan tabel 2 diatas.
Berdasarkan data peramalan curah hujan dari BMKG dan Katam dari Balitbang Pertanian maka
penetapan pola tata anam akan menjadi lebih akurat.
Ada beberapa cara perhitungan yang dapat dilakukan untuk memperoleh data besarnya nilai satuan
kebutuhan air irigasi yaitu sbb:
Faktor-faktor penting yang menentukan kebutuhan air untuk penyiapan lahan adalah:
- Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan penyiapan lahan. Pada
umumnya berkisar antara 1 bulan (dengan mesin) sampai dengan 1,5 bulan.
- Jumlah air yang diperlukan untuk penyiapan lahan.
Untuk tanah bertekstur berat tanpa retak-retak diambil 250 mm, dan jika tanah
dibiarkan bera untuk waktu yang lama (lebih dari 2,5 bulan) maka penyiapan
lahan diperkirakan 300 mm.
Penggunaan Konsumtif
Penggunaan konsumtif dihitung dengan rumus:
Etc = kc x ET0
dimana:
Etc = evapotranspirasi tanaman (mm/hari)
ET0 = evapotranspirasi tanaman acuan (mm/hari)
kc = koefisien tanaman
Evapotranspirasi
Besarnya evapotranspirasi dapat diperoleh dari Pan Kelas A; dan perhitungan Penman.
Jika digunakan Pan Kelas A, maka nilai evaporasi pan harus dikoreksi dengan koefisien
pan Kp sebesar antara 0,65 sampai dengan 0,85.
Et0 = Kp x Epan
Bulan FAO
PIADP Prosida
Ke Varietas Biasa Varietas Unggul
Padi Padi Padi Padi
0.5 1.08 1.20 1.10 1.10
1.0 1,07 1.27 1.10 1.10
1.5 1.02 1.33 1.10 1.05
2.0 0.67 1.30 1.10 1.05
2.5 0.32 1.30 1.10 0.95
3.0 0.00 0.00 1.05 0.00
3.5 0.00 0.00 0.95 0.00
4.0 0.00 0.00 0.00 0.00
Bulan FAO
PIADP Prosida
Ke Varietas Biasa Varietas Unggul
Jagung Kacang
Tanah
0.5 0.40 0.40
1.0 0.48 0.48
1.5 0.85 0.70
2.0 1.09 0.91
2.5 1.05 0.95
3.0 0.80 0.91
3.5 0.00 0.69
Perkolasi
Laju perkolasi berkisar antara 1 – 3 mm/hari, bergantung pada sifat-sifat tanahnya
apakah lempung berat atau pasir ringan.
Perhitungan kebutuhan air irigasi berdasarkan nilai satuan kebutuhan air untuk masing-masing
jenis dan atau tahap pertumbuhan tanaman existing atau berdasarkan hasil peneliltian yang
digunakan pada daerah tertentu.
Misalnya: untuk DI di wilayah DIY nilai satuan kebutuhan air dibedakan atas tingkat
pertumbuhan dan jenis anaman (padi /palawija/tebu)
Misalnya: untuk DI di wilayah provinsi Jawa Timur menggunakan FPR (Faktor Palawija Relatif)
Perhitungan kebutuhan air irigasi dengan metode FPR merupakan perhitungan
debit di saluran irigasi dengan menggunakan suatu fàktor pemberian air yang
didasarkan pada kebutuhan air untuk tanaman palawija, mengingat kebutuhan air
bagi tanaman palawija paling sedikit jika dibandingkan dengan tanamanan yang
lain. Fakor pemberian air ini dinamakan Faktor Palawija Relatif (FPR).
Didalam penentuan besarrya FPR ini belum termasuk kehilangan air di saluran
tersier dan kuarter serta hilangnya air di lapangan karena kemiringan medan.
Catatan : *) FPR ini hanya digunakan jika tidak ada perhitungan Alokasi Air.
Penetapan kebutuhan air dan koefisien tanaman dalam pertumbuhan setiap jenis
tanaman berbeda satu dengan yang lain. Kebutuhan air tanaman tertentu bila
dibandingkan dengan kebutuhan air unluk tanaman palawija akan menghasilkan
nilai atau angka-angka tetapan yang dinamakan koefisien tanaman. Koefisien
tanaman ini digunakan untuk menkonversi luas areal tanaman tertentu tersebut ke
dalam luas areal tanaman palawija.
Berdasarkan data pola tatatanam maka perhitungan kebutuhan air di sawah dapat dilihat pada
contoh dibawah ini
Kebutuhan Air di Saw ah MT-I MT-II Oktober Nopember Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September
Lokas i Keterangan
Waktu MT.I MT.II (Ha.) (Ha.) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Pengolahan 1.07 1.02 A.Pengolahan
Pertumbuhan 0.82 0.88 + Semai 30 Hari 1 Bulan
Pemasakan 0.40 0.42 Palawija 2360 Ha B.Pertumbuhan 60 Hari 2 Bulan
A B 2360 Ha C
Kebutuhan Air di Bendung 2,360 1,000 C.Pemasakan 30 Hari 1 Bulan
Waktu MT.I MT.II Total 120 Hari 4 Bulan
Pengolahan 1.9 1.8
Pertumbuhan 1.66 1.58
Pemasakan 0.81 0.85 1,877 1,000 A B 1877 Ha C A B 1877 Ha C
Kebutuhan air di saw ah (lt/dt) 2,360 1,000 - - - - 4,484 4,484 3,918 3,918 3,918 3,918 1,912 1,912 1,800 1,800 1,580 1,580 1,580 1,580 850 850 - - - -
Luas x satuan kebutuhan
1,877 1,000 - - - - - - 3,566 3,566 3,116 3,116 3,116 3,116 1,520 1,520 - 300 300 300 300 300 300 300 - -
Total kebutuhan Air l/dt - - - - 4,484 4,484 7,484 7,484 7,033 7,033 5,027 5,027 3,320 3,320 - 300 300 300 300 300 300 300
Catatan : Banyaknya jumlah penduduk yang menggunakan air untuk memennuhi kebutuhan
rumah tangga perlu diperhitungkan/hanya yang bermukim dekat dengan sungai/
sumber air lainnya
Besarnya debit yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan air untuk domistik sangat
tergantung pada jumlah penduduk.
PN = P0 ×(1+r)n
Keterangan :
r : Laju Pertumbuhan Penduduk
PN : Jumlah Penduduk Tahun ke N
P0 : Jumlah Penduduk Awal Tahun Perhitungan
n : Selisih Tahun dari Tahun ke N terhadap Tahun Awal
dimana,
QMin (i) = kebutuhan air minum dan kegiatan perkotaan pada bulan I (m 3 bulan-1)
H(i) = jumlah hari dalam bulan i
qk = konsumsi air per orang per hari untuk daerah perkotaan (liter orang-1 hari-1)
qd = konsumsi air per orang per hari untuk daerah pedesaan (liter orang-1 hari-1)
Pk = populasi di kota
Pd = populasi di desa
Khusus untuk daerah Perkotaan yang telah dikelola oleh PDAM, maka kebutuhan air
domestik dapat menggunakan data pengambilan/debit yang sesuai dengan SIPA dari masing-
masing PDAM.
Perikanan merupakan kegiatan yang banyak sekali menggunakan air karena tentu untuk
menggenangi kolam budidaya ikan diperlukan air dalam volume besar agar tercipta tempat
hidup yang cocok untuk perkembangan ikan.
Kebutuhan ini dimaksudkan pada saat awal tanam dan pergantian air.
Setiap jenis budidaya ikan akan berbeda pola penggunaan airnya, misalnya untuk ikan lele
dumbo memerlukan 1x dalam sebulan sedangkan ikan gurame perlu 1 minggu sekali.
Untuk perikanan air payau, kebutuhan air tawar untuk pengenceran air asin seperti terlihat
pada tabel 9 dibawah ini
3,9 5,9
Sumber : Delft Hydraulics & Puslitbang Air (1989)
Khusus pemanfaat SDA yang telah memperoleh SIPA, maka kebutuhan air dapat digunakan
data pengambilan/debit yang sesuai dengan SIPA dari masing-masing Pemanfaat
Dimana :
QE : Kebutuhan Air Ternak (liter/hari)
q (1) : Kebutuhan Air Sapi, Kerbau, Kuda (liter/ekor/hari)
q(2) : Kebutuhan Air Kambing, Domba (liter/ekor/hari)
q(3) : Kebutuhan Air Unggas (liter/ekor/hari)
P(1) : Jumlah Sapi, Kerbau, Kuda (ekor)
P(2) : Jumlah Kambing, Domba (ekor)
P(3) : Jumlah Unggas (ekor)
Tabel Kebutuhan air untuk beberapa jenis ternak dapat dilihat pada tabel berikut ini.
KebutuhanAir
Jenis Ternak
(liter/ekor/hari)
Sapi/Kerbau/ Kuda 40
Kambing/ Domba 5
Babi 6
Unggas 0,6
Sumber : Penyusunan Neraca SDA Spasial, 2011
Khusus peternak yang telah memperoleh SIPA, maka kebutuhan air dapat digunakan data
pengambilan/debit yang sesuai dengan SIPA dari masing-masing peternak
Khusus untuk industri yang telah memperoleh SIPA, maka kebutuhan air dapat digunakan data
pengambilan/debit yang sesuai dengan SIPA dari masing-masing industri
Perhitungan debit minimum sungai dapat dilakukan dengan berbagai metode diantaranya:
- Berdasarkan debit harian minimum sungai sebelum terjadi pengambilan/ pemanfaatan SDA.
- Berdasarkan Q90 debit minimum rata-rata selama 7 hari berturut-turut.
- Berdasarkan Q95 debit minimum selama 15 hari
Perhitungan kebutuhan air untuk pemeliharaan sungai dapat dilihat pada contoh berikut ini.
Sebagai contoh kasus digunakan data hasil pengamatan debit pada Bendung Klambu
(2003-2014)
3
Debit minimum rata-rata (m3/dt) Data Prob. Debit harian rata-rata (m /dt)
Thn
Harian 7 Harian 15 harian ke- (%) (Harian) (7 Harian) (15 harian)
Penyusunan Neraca air ini perlu dilakukan dalam rangka penetapan RAAT (Rencana Alokasi Air
Tahunan) yang perlu ditetapkan oleh para pejabat yang bertanggung-jawab atas pengelolaan WS
(Menteri/Gubernur/Bupati)
Pembahasan untuk penetapan RAAT perlu melibatkan berbagai pihak yang terkait dengan
pemanfaatan maupun kelestarian serta pengendalian daya rusak SDA.
Demikian maka pembahasan ini perlu melibatkan para pengguna air, instansi pemerintah yang
terkait. Dengan demikian maka sangat dibutuhkan keterlibatan TKPSDA-WS sebagai wadah
koordinasi pengelolaan SDA, agar dapat melakukan konsensus dan tercipta kesepakatan yang dapat
disepakati oleh berbagai pihak yang terkait
b) Menetapkan ketersediaan air waduk (bilamana dalam sistem tata air terdapat waduk)
Rencana pengelolaan waduk perlu dilengkapi dengan pola operasi waduk, yang terdiri atas:
atas
- Pola Tahun Basah,, merupakan batas atas dalam pengaturan volume effektif waduk
- Pola Tahun Normal merupakan pola operasi normal
- Pola Tahun Kering merupakan batas bawah dalam pengaturan volume effektif waduk
untuk pemenuhan kebutuhan air
Pola operasi waduk adalah kerangka dasar operasi waduk dan merupakan acuan pembuatan
dan pelaksanaan rencana operasi tahunan waduk, berisi tentang tata
t cara pengeluaran
p air
dari waduk sesuai dengan kondisi volume dan/atau elevasi air waduk dan kebutuhan air serta
kapasitas sungai di hilir bendungan
bendungan.. Pola Operasi Waduk perlu ditetapkan tiap tahun oleh
Instansi pengelola.
Volume tampungan waduk (Volume effektif) sangat tergantung pada kondisi pelimpah
(apakah pelimpah dilengkapi dengan pintu atau tanpa pintu), seperti terlihat
terlihat pada gambar 4
dibawah ini
Contoh Pola operasi waduk untuk masing-masing skenario yaitu pola tahun basah, normal
dan kering dapat dilihat pada gambar 5 dibawah ini.
Berdasarkan data karakteristik waduk (grafik hubungan antara Elevasi - Volume) seperti
terlihat pada Gambar 6 dibawah ini, ketersediaan air dari waduk yang dapat dimanfaatkan/
dikeluarkan dari waduk per setengah bulanan/dasarian dapat diketahui.
c) Menghitung rencana kebutuhan air irigasi dan non irigasi per periode setengah
bulanan/dasarian sepanjang tahun pada setiap titik simpul/node yang dibangun dalam sistem
skematis/model alokasi air.
d) Verifikasi data kebutuhan air irigasi dan non irigasi (baik yang punya ijin maupun tidak
mempunyai ijin) yang berada dalam sistem tata air tersebut
e) Perhitungan keseimbangan air disetiap node/titik yang ditinjau, dengan atau tanpa
memperhatikan urutan prioritas dan atau skenario lainnya (Daerah irigasi dengan sistem
rotasi/gilir, dll)
Perhitungan keseimbangan air harus memperhatikan pemberian air yang adil dan seimbang
antara daerah hulu dan hilir. Untuk memudahkan pelaksanaan perhitungan keseimbangan air
yang optimal terutama untuk sistem tata air yang komplek dapat menggunakan perangkat
lunak seperti program WRMM (Water Resurces Management Model) atau Ribasim (River
Basin Allocation Model) dan atau dapat pula disusun dengan program excel, seperti terlihat
pada lampiran 3
Lampiran 1
Seluruh lokasi pemanfaat SDA dalam satu sistem tata air (sungai/DAS) perlu diidentifikasi terlebih
dahulu dan kemudian di plot pada peta topografi dan disusun/dibuat dalam bentuk skematik sistem
tata air.
Lokasi pemanfaat SDA, titik pertemuan cabang sungai, lokasi bangunan suplesi, lokasi pos duga air,
dll digambarkan sebagai titik simpul/node pada skematik sistem tata air seperti terlihat pada gambar
dibawah ini
AWLR
Segmen Sungai
Bendung
Pos Duga Air Irigasi
Sal
manual/SG
Suplesi
Pembuang
Bang
Suplesi
Segmen Sungai
Bendung
Irigasi
Titik Tinjau/node
Masing-masing titik simpul tersebut perlu diidentifikasi tipe dan jenis bangunan intake, legalitas
pemanfaat SDA, debit yang dibutuhkan, serta keberadaaan bangunan ukur seperti terlihat dalam
gambar dibawah ini:
AWLR
Ketersediaan
Air
Bendung
Irigasi
Kebutuhan Air
Sal
Bang Suplesi
Pembuang
Suplesi
PDAM
Bendung
Industri
Pertemuan Intake
Sungai Pompa Air
Irigasi
3
Pada gambar (b)
Perhitungan kebutuhan air di titik/node 1
4
adalah: penjumlahan kebutuhan dari
titik/node 1 s/d 5
5
6 6
Lampiran 2
CAEC MAREC
QEC = x x QPDA
CAPDA MARPDA
QC = QEC + QPDA
Bilamana dalam sistem tata air, teridentifikasi adanya aliran return flow, maka perhitungan aliran
return flow dapat dihitung dengan pendekatan berikut ini
Qi(2) = Qi(1)+Qi(2)
Qi (2)
Qo (1)
2
Modul Pelatihan 2(1) 2014
Lampiran 3
Setelah pembuatan skematisasi sistem tata air beserta informasinya, maka langkah selanjutnya
adalah:
1) menghitung jumlah kebutuhan air, dari hilir ke hulu
2) melakukan alokasi pembagian air, dari hulu ke hilir.
Perhitungan jumlah kebutuhan air dimulai dari hilir, dicatat pada setiap ruas sungai berwarna merah
dan diberi kotak.
Jadi pada gambar tersebut terlihat kebutuhan air dari DI 603 yaitu sebesar 3 m3/detik; dan
dijumlahkan dengan DI 601 menjadi 4 m3/detik.
Alokasi pembagian air dari hulu, yang hanya sebesar 3 m3/detik harus dibagi pada bendung
pengambilan air DI 601 secara proporsional.
Pada Gambar diatas menunjukkan rumus-rumus yang digunakan dalam alokasi air, penjelasan rumus
tersebut adalah sebagai berikut:
1) Sel C19 berisi E16/E15, yaitu pasok dibagi kebutuhan air DI 603. Demikian pula sel I35 untuk
DI 601.
2) Sel F26 berisi +E15, menyatakan kebutuhan air pada ruas sungai tersebut adalah hanya untuk
menanggung beban kebutuhan air irigasi dari DI 603.
3) Sel G31 berisi +I34 menyatakan kebutuhan air pada ruas tersebut adalah sama dengan
kebutuhan air irigasi DI 601.
4) Sel F35 berisi F26 + G31, menyatakan jumlah kebutuhan air pada ruas sungai tersebut
merupakan jumlah kebutuhan air irigasi dari DI 603 dan DI 601.
5) Sel G35 berisi +D40, menyatakan ketersediaan air pada ruas sungai tersebut adalah sama
dengan ketersediaan air pada simpul inflow 401. Jumlah air ini kemudian harus dibagi secara
adil untuk DI 601 dan DI 603.
6) Sel G32 berisi MIN(G31,G31/F35*G35) merupakan rumus alokasi pembagian air secara
proporsional terhadap kebutuhannya. Rumus MIN dimaksudkan untuk memilih bilangan
yang terkecil antara kebutuhan dan ketersediaan air. Jika ketersediaan air (sebesar
G31/F35*G35) lebih besar dari kebutuhan (sebesar G31), maka yang diambil cukup
kebutuhannya saja. Sebaliknya jika ketersediaan air lebih kecil dari kebutuhan, maka hanya
dapat diberikan sejumlah air yang tersedia. Ekspresi G31/F35*G35 menyatakan jumlah air
yang tersedia untuk DI 601, yaitu sebanding dengan kebutuhannya (G31) terhadap
kebutuhan total (F35), yang selanjutnya dikalikan dengan jumlah air yang tersedia (G35).
7) Sel G26 berisi G35 – G32 menyatakan ketersediaan air pada ruas sungai tersebut adalah
sejumlah inflow yang dikurangi dengan alokasi air untuk DI 601.
8) Sel E16 berisi MIN(E15,G26) menyatakan alokasi air untuk DI 603 adalah mana yang lebih
kecil: kebutuhan air di sel E15 atau ketersediaan air di sungai pada sel G26.
9) Sel G12 berisi MAX(0,G26-E16) menyatakan berapa besarnya air yang mengalir ke laut, yaitu
sisa dari air di sungai setelah diambil oleh DI 603. Dibuat rumus MAX untuk menghindarkan
angka negatif, jika tidak ada sisa lagi.
CA : 200 km2
CA : 100 km2
CA : 122km2
CA : 150km2
DAS Alo
6.0
1
5.0
Bendung Molalahu
Debit ( m3/dt )
4.0
9.0
8.0 3.0
7.0
2.0
6.0
Debit ( m3/dt )
2
5.0 1.0
4.0
3.0 0.0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2.0
Keb irigasi Qbaseflow Debit andalan Tot Keb.
1.0
0.0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Bendung Alo
Keb irigasi Kebutuhan Ind Qbaseflow
5.0
Debit andalan Total kebutuhan
4.5
3 4.0
3.5
Debit ( m3/dt )
3.0
Bendung Soklat 2.5
2.0
1.5
1.0
DAS L. POHU 0.5
0.0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12