Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) merupakan salah satu bentuk Upaya
Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang diselenggarakan dari,
oleh dan untuk masyarakat dengan dukungan teknis dari petugas kesehatan
setempat dimana sasarannya adalah seluruh masyarakat. Kegiatan
penimbangan balita di Posyandu merupakan strategi pemerintah yang
ditetapkan pada kementrian kesehatan untuk mengidentifikasi dan mengetahui
lebih awal tentang gangguan pertumbuhan balita sehingga diharapkan segera
dapat diambil tindakan cepat (Mubarak, 2012).
Dalam menjalankan tujuannya, posyandu diharapkan dapat melaksanakan
5 program prioritas yaitu kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana,
perbaikan gizi, imunisasi, dan penanggulan diare. Dalam rangka menilai
kinerja dan perkembanganya, posyandu diklasifikasikan menjadi 4 strata, yaitu
posyandu Pratama, Posyandu Madya, Posyandu purnama dan posyandu
Mandiri (Kemenkes, 2014).
Menurut Sulistiyoni (2010) kunjungan ibu pada setiap kegiatan posyandu
dapat berpengaruh pada peningkatan status gizi anak balita. Hal ini disebabkan
karena posyandu merupakan sebagai salah satu pendekatan tepat untuk
menurunkan angka kesakitan dan angka kematian pada balita. Penimbangan di
posyandu penting untuk memantau status gizi anak balita karena pada saat
penimbangan tenaga kesehatan dapat mengetahui status gizi balita berdasarkan
perkembangan pencatatan BB/U di buku KMS setiap bulannya dan dapat
memberikan penanganan berupa Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan
(PMT-P) yang bertujuan untuk meningkatkan berat badan balita sehingga
mencapai status gizi yang lebih baik (Asdhany & Kartini, 2012).
Frekuensi kunjungan balita ke Posyandu semakin berkurang dengan
semakin meningkatnya umur anak. Data menunjukan bahwa anak 6-11 bulan
yang ditimbang di Posyandu 91,3%, pada anak usia 12-23 bulan turun menjadi
83,6%, dan pada usia 24-35 bulan turun menjadi 73,3%. Masalah yang
berkaitan dengan kunjungan Posyandu antara lain tersedianya dana operasional
untuk menggerakkan kegiatan Posyandu, kurang tersedianya sarana dan
prasarana serta masih kurangnya pemahaman keluarga dan masyarakat akan
manfaat Posyandu (Riskesdas, 2010).
Menurut data dari WHO (2014), negara di regioanal Asia Selatan yang
memiliki angka tertingi kejadian kurang gizi yaitu India 43,5% (2006), disusul
negara-negara seperti Bangladesh 36,8% (2011), Afghanistan 32,9% (2011),
Pakistan 31,6% (2013). Untuk negara-negara di Afrika dengan proporsi tinggi
di antaranya adalah Niger 37,9% (2012), Nigeria 31% (2013), Chad 30,3%
(2010). Sejalan dengan kejadian kurang gizi, berdasarkan data WHO (2014)
untuk kejadian stunting, masih terdapat kesamaan wilayah dimana prevalensi
tinggi pada tahun 2013, berada pada regional Afrika dan Asia dengan jumlah
tertinggi di Afrika Timur sebesar 42,3%, di Asia Selatan sebesar 35,7%.
Pada tahun 2016 di Indonesia terdapat 3,4% dari balita di Indonesia yang
mengalami gizi buruk, 14,4% mengalami gizi kurang, 80,7% mengalami gizi
baik dan 1,5% mengalami gizi lebih (Riskesdas, 2016).
Di Kalimantan Barat jumlah gizi buruk pada tahun 2016 mengalami
peningkatan yaitu 6,7 % dibandingkan tahun 2015 sebesar 6,2%. Gizi kurang
juga mengalami peningkatan 20,8 % dari sebelumnya 19,1 % pada tahun 2015.
Status gizi baik secara otomatis akan mengalami penurunan dari 73,2%
menjadi 70,7% pada tahun 2016 (Riskedas 2016).
Menurut Data dari Dinas Kesehatan Kota Pontianak, terjadi 29 kasus gizi
buruk pada Tahun 2016. Angka ini terdiri atas 29 kasus marasmus dan 0 kasus
kwashiorkor. Capaian ini meningkat dari capaian di tahun sebelumnya.
Distribusi Kasus Gizi Buruk Menurut Puskesmas di Kota Pontianak Tahun
2016 yaitu kasus terbanyak terdapat di puskesmas kampung dalam dengan 5
kasus gizi buruk dan meninggal 0 (Dinas Kesehatan Kota Pontianak 2016).
Menurut penelitian yang dilakukan Nazri, dkk (2016) tentang faktor-faktor
yang mempengaruhi partisipasi ibu di Posyandu untuk memperbaiki status gizi
balita di kabupaten Aceh Utara, provinsi Aceh, Indonesia menunjukkan
pendapatan rumah tangga, kepuasan ibu terhadap layanan Posyandu, sikap
terhadap manfaat Posyandu dan niat untuk menghadiri Posyandu
mempengaruhi frekuensi partisipasi ibu. Selain itu, pemantauan status gizi
Anak balita merupakan alasan utama responden menghadiri Posyandu.
Meningkatkan kualitas layanan Posyandu dan menyediakan sumber daya
berkualitas diperlukan untuk mempromosikan partisipasi ibu.
Menurut penelitian Hadi Riyadi, dkk (2011) tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi status gizi anak balita di kabupaten timor tengah utara, provinsi
nusa tenggara timur menunjukkan bahwa buruknya status gizi anak balita di: 1)
desa sekon adalah pendidikan ibu; akses ibu terhadap informasi, khususnya
gizi dan kesehatan; pengetahuan gizi ibu, kebiasaan makan anak dan
pendapatan (pengeluaran total); 2) desa banain adalah pengetahuan gizi ibu,
perilaku gizi ibu, lingkungan fisik, kebiasaan makan anak, keadaan sosial
ekonomi, khususnya pendapatan (pengeluaran total); serta 3) desa tokbesi
adalah pengetahuan gizi ibu. peran ibu sebagai “gate keeper” dalam menjaga
konsumsi dan status gizi di rumah tangga nampak sangat menonjol di ketiga
desa. peran itu terlihat dari pengaruh pengetahuan gizi ibu, akses informasi gizi
dan kesehatan, praktek gizi dan kesehatan ibu, dan alokasi pengeluaran pangan
dan nonpangan (pendapatan).
Sedangkan menurut penelitian Mazarina Devi (2010) tentang Analisis
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status gizi balita di pedesaan
menunjukkan bahwa faktor yang paling dominan berhubungan dengan status
gizi adalah jenis pekerjaan ayah dan jenis pekerjaan ibu.
Selain banyaknya kasus yang terjadi, hal lain yang perlu mendapat
perhatian adalah angka kematian akibat gizi buruk yang sangat berhubungan
dengan penanganan kasus. Pada tahun 2015 jumlah kasus kematian akibat gizi
buruk sebanyak 3 orang. Semakin cepat ditemukan serta cepat dan tepat dalam
penanganan akan semakin baik bagi pemulihan kasus gizi buruk. Faktor
penting lainnya adalah keluarga penderita gizi buruk yang perlu mendapatkan
penyuluhan dan bimbingan cara menangani anak gizi buruk dan bantuan dari
pemerintah berupa PMT (Pemberian Makanan Tambahan) untuk pemulihan.
Jangka panjang adalah perbaikan ekonomi keluarga mengingat kasus gizi
buruk ditemukan pada keluarga miskin.
Berdasarkan data di atas mengenai adanya peningkatan jumlah gizi buruk
dan gizi kurang dari tahun 2015 ke tahun 2016 ini membuat peneliti merasa
tertarik untuk mengetahui gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi gizi
balita.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas maka untuk menjawab
pertanyaan peneliti adalah apakah faktor-faktor yang mempengaruhi gizi balita
di Puskesmas Perumnas I.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran faktor-
faktor yang mempengaruhi gizi balita
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini yaitu :

a. Untuk mengetahui karakteristik responden yang meliputi jenis kelamin,


usia, pendidikan dan pekerjaan.
b. Untuk mengetahui gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi gizi
balita.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi institusi
pendidikan sebagai data dasar untuk penelitian selanjutnya.
2. Bagi Peneliti
Peneliti mendapatkan wawasan dan pengetahuan lebih mengenai faktor-
faktor yang mempengaruhi gizi balita.
3. Bagi Masyarakat
Masyarakat mendapatkan wawasan dan pengetahuan mengenai faktor-faktor
yang mempengaruhi gizi balita.

Anda mungkin juga menyukai