Pembimbing :
Dr. Raden Setiyadi, Sp.A
Disusun oleh :
Bangun Said Santoso
030.12.047
1
PENGESAHAN
Penyusun:
Bangun Said Santoso
030.12.047
Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk menyelesaikan
kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak di RSU Kardinah Kota Tegal
periode 2 Oktober – 9 Desember 2017
2
STATUS PASIEN LAPORAN KASUS
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH KOTA TEGAL
Pendidikan - SD SD
No. RM 895125
B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis terhadap Ibu kandung pasien pada
tanggal 21 November 2017 pukul 10.00 WIB, di Ruang PUSPANINDRA RSU Kardinah
Tegal.
Keluhan Utama : Kejang 1 hari SMRS
3
Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang anak perempuan berusia 2 tahun di bawa ke IGD RSU Kardianh tegal
pada tanggal 8 November 2017 dengan keluhan kejang 1 hari SMRS, dalam satu hari
pasien kejang 5 kali, dan setiap kejang dengan durasi ± 3 menit. Kejang klojota
seluruh badan dengan mata mendelik ke atas, setelah kejang selesai pasien sadar atau
menangis. Demam sudah di alami oleh pasien beberapa hari sebelumnya.
Keluhan kejang dan demam pertama kali di alami oleh pasien sejak bulan
agustus 2017. Sejak saat itu keluhan kejang berulang dan demam mulai sering di
rasakan. Keluarga juga sedah sering membawa pasien untuk berobat, namun selalu
memilih untuk di rawat jalan.
Keluhan lain seperti batuk, pilek, sesak, muntah maupun mencret di sangkal
oleh keluarga pasien. Bab normal, Bak normal
4
Berat lahir: 3800 gram
Panjang lahir: (orang tua tidak ingat)
Lingkar kepala : (orangtua pasien tidak ingat)
Keadaan bayi Langsung menangis
Kemerahan: (+)
Nilai APGAR: (orangtua pasien tidak ingat)
Kelainan bawaan: (-)
Kesan : Riwayat perawatan antenatal cukup baik, Neonatus aterm, lahir
spontan, bayi dalam keadaan bugar.
Riwayat Makanan
Umur Buah/
ASI/PASI Bubur Susu Nasi Tim
(bulan) Biskuit
0–2 ASI - - -
2–4 ASI - - -
4–6 ASI - - -
6–8 ASI Roti - -
8 – 10 ASI Roti - -
10-14 ASI Roti - -
24 ASI Roti - -
Kesan: Pasien mendapatkan ASI (+)
5
Riwayat Imunisasi
VAKSIN ULANGAN
DASAR (umur)
(umur)
BCG 0 bulan - - - - - -
DTP/ DT - 2 bulan 3 bulan 4 bulan - -
POLIO 0 bulan 2 bulan 3 bulan 4 bulan - -
CAMPAK - - - - - - -
HEPATITIS B 0 bulan 1 bulan - 6 bulan - - -
Riwayat Keluarga
Corak Reproduksi
Tanggal lahir Jenis Lahir Mati Keterangan
No Hidup Abortus
(umur) kelamin mati (sebab) kesehatan
1. 2004 Laki-laki + - - - Sehat
2 2017 Perempuan + - - - Sakit
Riwayat pernikahan
Ayah Ibu
Nama Tn. R Ny. A
Perkawinan ke- 1 1
Umur saat menikah 23 tahun 20 tahun
Pendidikan terakhir SD SD
Suku Jawa Jawa
Agama Islam Islam
Keadaan kesehatan Sehat Sehat
Kosanguinitas - -
6
Riwayat Penyakit Keluarga
Pada anggota keluarga pasien tidak ada yang menderita gejala atau penyakit yang
sama seperti yang dialami oleh pasien. Tidak ada riwayat kejang di keluarga, tidak ada
riwayat batuk lama di keluarga.
7
Riwayat Sosial Ekonomi
Ayah pasien berprofesi sebagai kuli dengan penghasilan Rp. 80.000,-/hari. Ibu
pasien sebagai ibu rumah tangga dan tidak berpenghasilan. Dengan penghasilan yang
tidak menetap
Kesan: Riwayat sosial ekonomi kurang baik.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 21 November 2017, pukul 10.00 WIB, di
Bangsal PUSPANINDRA RSU Kardinah Tegal
I. Keadaan Umum
Tampak lemah, tidak rewel
8
IV. Status Internus
i. Kepala: Mesocefal
Rambut: Hitam, tampak terdistribusi merata, tidak mudah dicabut.
Wajah : Simetris, tidak tampak kelainan dismorfik
Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), edema palpebra (-/-),
mata cekung (-/-), mata merah dan berair (-/-), pupil isokor, reflex
cahaya langsung (+/+), reflex cahaya tidak langsung (+/+), strabismus
(-/-), dry eyes (-/-)
Hidung : Bentuk normal, simetris, septum deviasi (-/-), sekret (-/-),
pernafasan cuping hidung (-)
Telinga : Normotia, nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tarik aurikula (-/-),
discharge (-/-)
Mulut : Bibir kering (-), bibir sianosis (-), pucat (-), stomatitis (-),
mukosa hiperemis (-), saliva (+),Koplik spot (-)
ii. Leher: Kelenjar tiroid tidak membesar, kelenjar getah bening tidak membesar.
iii.Toraks: Dinding toraks normotoraks dan simetris.
o Paru:
Inspeksi: Bentuk datar, Pergerakan dinding toraks kiri-kanan
simetris, retraksi (-)
Palpasi: Simetris tidak ada hemithoraks yang tertinggal
Perkusi: Sonor
Auskultasi: Suara napas vesikuler, rhonki (+/+), wheezing (-/-).
o Jantung:
Inspeksi: Iktus kordis tidak tampak.
Palpasi: Iktus kordis teraba di ICS IV 1 cm midklavikula sinistra,
thrill (-)
Perkusi: Tidak dilakukan pemeriksaan
Auskultasi: Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-).
iv. Abdomen:
Inspeksi: datar, simetris, smiling umbilicus (-),
9
Auskultasi: Bising usus (+) frekuensi 3x/menit
Palpasi: Supel, distensi (-), hepar dan lien tidak teraba membesar
Perkusi: Timpani pada seluruh kuadran abdomen
v. Genitalia: tidak dilakukan pemeriksaan
vi. Anorektal : tidak dilakukan pemeriksaan
vii. Kulit : warna kulit sawo matang, tidak ikterik, tidak sianosis.
viii. Ekstremitas:
Keempat ekstremitas lengkap, simetris
Superior Inferior
Akral Dingin -/- -/-
Akral Sianosis -/- -/-
CRT <2” <2”
Oedem -/- -/-
Tonus Otot Normotoni Normotono
Trofi Otot Normotrof Normotrofi
D. PEMERIKSAAN KHUSUS
Pengukuran lingkar kepala (Kurva Nellhaus)
Lingkar kepala: 45 cm
Kesan: Mesocefal
10
Pengukuran Status Gizi
11
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. lab darah
15/11/2017 Nilai Rujukan
Hematologi
Hemoglobin 9,9 L 10,7-14,7 g/dl
Lekosit 4,1 L 4,5-13,5 103/µl
Hematokrit 30,5 L 34-40 %
Trombosit 538 H 150-521 103/µl
Eritrosit 2,8 3,8-5,8 106/µl
RDW 16,4 H 11,5-14,5%
MCV 80,3 63-93 U
MCH 26,1 22-34 Pcg
MCHC 32,5 32-36 g/dl
KIMIA
KLINIS
Ureum 10,8 L 15 – 40 mg/dl
kreatinin 0,59 0,30 – 0,70 mg/dl
12
MCH 26,5 22-34 Pcg
MCHC 32,5 32-36 g/dl
Diff count
Netrofil 13,3 L 50 – 70 %
Limfosit 77,9 H 25 – 40 %
Monosit 5,1 2–8%
Eosinofil 3 2–4%
Basofil 0,5 0–1%
IMUNO SEROLOGI
21/11/17 Hasil Rujukan Satuan
Anti CMV IgG Positif Negatif AU/ ml
Anti CMV IgM Negatif Negatif AU/ml
25/11/17
Aviditas Anti – CMV IgG High Avidity
Kesan Tidak menunjukan adanya infeksi CMV
dalam 3 bulan terakhir
13
F. RADIOLOGI
F. ANALISA KASUS
Pasien dengan keluhan kejang berulang dan demam yang sering di rasakan naik turun
mulai dari bulan agustus 2017 hingga saat ini. Dari keterangan orang tua, kejang
berulang sering terjadi di setai dengan demam, setiap kali kejang ± 5 kali dengan
durasi setiap kejang ± 3 menit. Kejang yang di alami oleh pasien tanpa di sertai
penurunan kesadaran setelah kejang, sehingga dapat di simpulkan bahwa kejang bukan
di sebabkan karena etiologi intrakranial. Diagnosa kejang pada pasien ini mengarah
pada kejang demam komplek. Akan tetapi dari keterangan orang tua pasien juga di
dapat kan bahwa ada di mana episode pasein kejang tanpa di sertai dengan adanya
demam, den kejang dengan durasi yang tidak terlalu lama serta tanpa adanya
penurunan kesadaran, patut di curigai adanya suatu epilepsi. Untuk memasitikan
apakah ada kelainan terhadap glombang epilepsi masih perlu di lakukan pemeriksaan
penunjang berupa EEG, selain itu CT –Scan juga perlu di lakukan untuk
menyingkirkan adanya suatu kelainan intrakranial. Selain itu pasienjuga mengalami
demam lama yang tidak kunjung turun yang mengarahkan kecurigaan pasien
mengalami infeksi cytomegalo virus.
14
Prognosis pada pasien dengan infeksi CMV umumnya kurang baik, di karnakan
berbagai macam manifestasi klinis yang akan di timbilkan di masa yang akan datang.
G. DAFTAR MASALAH
- Kejang berulang
- Demam yang tidak turun – turun
H. DIAGNOSIS BANDING
Kejang Infeksi
Ekstrakranial:
- Kejang demam kompleks
- Kejang demam simpleks
Intrakranial:
- Meningitis
- Meningoensefalitis
Gangguan elektrolit/metabolic
Gangguan Perdarahan Intracranial
SOL
Demam Autoimun
Demam reumatik
CMV
Infeksi Tuberkulosis
Isk
Malaria
15
I. DIAGNOSIS KERJA:
- KDK dd Epilepsi
- Susp CMV
J. PEMERIKSAAN ANJURAN
EEG
CT – Scan
Elektrolit
PCR
Mantoux Test
K. PENATALAKSANAAN
a. Non medikamentosa
- Rawat inap untuk monitoring gejala
b. Medikamentosa
- Infus RL 10 tpm
- Asam Valproat 2 x 3 ml
- Luminal 3 x 12 mg
- Diazepam 3 x 1,5 mg
- Vit B 6 1 x ½ tablet
- Paracetamol 4 x 1 cth
- HRZ 1 X 180 mg/ 120 mg/ 160 mg
L. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
16
FOLLOW UP (R. PUSPANINDRA)
9 - 10 Oktober 2017 pukul 07. 00 WIB 11 - 14 Oktober 2017 pukul 07.00 WIB
S Demam (+), Lemas (+), kejang (-), S Demam (+), Lemas (+), kejang (-),
Batuk (-), Pilek (-), Sesak (-), muntah (- Batuk (-), Pilek (-), Sesak (-), muntah (-
), mencret (-) ), mencret (-)
O KU: tampak lemah (+) KU: tampak lemah (+)
Kes : Compos mentis Kes : Compos mentis
TTV: HR 146x/m, RR 46x/m, S 37,6 0C TTV: HR 146x/m, RR 45x/m, S 38,6 0C
Status generalis: Status generalis:
Kepala: mesocefal Kepala:
Hidung: cuping hidung (-) Hidung: cuping hidung (-)
Toraks: Toraks:
- Inspeksi: retraksi (-) - Inspeksi: retraksi (-)
- Perkusi: Sonor pada - Perkusi: Sonor pada
lapangan paru lapangan paru
- Auskultasi paru: SNV(+/+), - Auskultasi paru: SNV(+/+),
rh (+/+)wh (-/-). rh (+/+)wh (-/-).
- Auskultasi jantung: BJ I-II - Auskultasi jantung: BJ I-II
reguler, m (-), g (-) reguler, m (-), g (-)
Abdomen: Supel, distensi (-), BU(+) , Abdomen: Supel, distensi (-), BU(+) ,
turgor kulit baik. turgor kulit baik.
Ekstremitas: AH(+/+), OE (-/-), ctr < Ekstremitas: AH(+/+), OE (-/-), ctr <
2’’ 2’’
17
15 November 2017 pukul 07. 00 WIB 16 - 19 November 2017 pukul 07.00
WIB
S Demam (+), Kejang (+) 3x dar jam 6 S Demam (+), Lemas (+), kejang (-),
pagi sampai jam 7 pagi Batuk (-), Pilek (-), Sesak (-), muntah (-
), mencret (-)
O KU: tampak lemah (+) KU: tampak lemah (+)
Kes : Compos mentis Kes : Compos mentis
TTV: HR 140x/m, RR 36x/m, S 37,1 0C TTV: HR 146x/m, RR 46x/m, S 37,6 0C
Status generalis: Status generalis:
Kepala: Kepala:
Hidung: cuping hidung (-) Hidung: cuping hidung (-)
Toraks: Toraks:
- Inspeksi: retraksi (-) - Inspeksi: retraksi (-)
- Perkusi: Sonor pada - Perkusi: Sonor pada
lapangan paru lapangan paru
- Auskultasi paru: SNV(+/+), - Auskultasi paru: SNV(+/+),
rh (+/+)wh (-/-). rh (-/-)wh (-/-).
- Auskultasi jantung: BJ I-II - Auskultasi jantung: BJ I-II
reguler, m (-), g (-) reguler, m (-), g (-)
Abdomen: Supel, distensi (-), BU(+) , Abdomen: Supel, distensi (-), BU(+) ,
turgor kulit baik. turgor kulit baik.
Ekstremitas: AH(+/+), OE (-/-), ctr < Ekstremitas: AH(+/+), OE (-/-), ctr <
2’’ 2’’
18
20 November 2017 pukul 07. 00 WIB 21 November 2017 pukul 07.00 WIB
S Demam (+), Kejang (-), batuk (-), pilek S Demam (+), Kejang (-), batuk (-), pilek
(-) (-)
O KU: tampak lemah (+) KU: tampak lemah (+)
Kes : Compos mentis Kes : Compos mentis
TTV: HR 130x/m, RR 30x/m, S 38,3 0C TTV: HR 156x/m, RR 30x/m, S 39 0C
Status generalis: Status generalis:
Kepala: Kepala:
Hidung: cuping hidung (-) Hidung: cuping hidung (-)
Toraks: Toraks:
- Inspeksi: retraksi (-) - Inspeksi: retraksi (-)
- Perkusi: Sonor pada - Perkusi: Sonor pada
lapangan paru lapangan paru
- Auskultasi paru: SNV(+/+), - Auskultasi paru: SNV(+/+),
rh (-/-)wh (-/-). rh (-/-)wh (-/-).
- Auskultasi jantung: BJ I-II - Auskultasi jantung: BJ I-II
reguler, m (-), g (-) reguler, m (-), g (-)
Abdomen: Supel, distensi (-), BU(+) , Abdomen: Supel, distensi (-), BU(+) ,
turgor kulit baik. turgor kulit baik.
Ekstremitas: AH(+/+), OE (-/-), ctr < Ekstremitas: AH(+/+), OE (-/-), ctr <
2’’ 2’’
19
Ceftriaxon 1 gr/ hari
Gentamicin 60 mg / hari
20
Tab glyceryl guaiacolate 1 x 50 mg Tab glyceryl guaiacolate 1 x 50 mg
Eritromisin 4 x 1 cth Eritromisin 4 x 1 cth
Abbotic 2 x 60 mg Vit B 6 1x ½ tab
P IVFD RL 10 tpm
Asam valproat 2 x 3 ml
Luminal 3 x 12 mg
Diazepam 3 x 1,5 mg
Paracetamol 4 x 1 cth
Tab RHZ 1 X 60 / 90 / 80 mg
21
Eritromisin 4 x 1 cth
Vit B 6 1x ½ tab
22
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
KEJANG DEMAM
A. Definisi
Bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas
38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
B. Epidemiologi
Kejang demam paling sering dijumpai pada anak, terutama pada kelompok usia
6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3% daripada anak yang berumur dibawah 5 tahun pernah
mengalami kejang demam. Lennox-Butchal (1971) berpendapat bahwa kepekaan terhadap
bangkitan kejang demam diturunkan oleh suatu gen dominan dengan penetrasi yang tidak
sempurna. Lennox (1949) berpendapat bahwa 41,2% anggota keluarga penderita
mempunyai riwayat kejang sedangkan pada anak normal hanya 3%.
C. Klasifikasi
ILAE (1993) membuat kriteria dan membagi kejang demam atas 2 golongan, yaitu :
a. Kejang demam kompleks
Kejang lama yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang bewrulang lebih
dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang anak tidak sadar.
Kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum didahului kejang parsial
Berulang dalam 24 jam
23
D. Patofisiologi
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1o C akan meningkatkan metabolisme
basal 10 % – 15% dan kebutuhan oksigen 20%. Untuk mempertahankan kelangsungan
hidup sebuah sel atau organ otak diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme.
Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu
adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru – paru dan
diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskular. Sumber energi otak adalah glukosa yang
melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh suatu membran
yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik.
Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh
ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya,
kecuali klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi
Na+ rendah, sedangkan diluar sel neuron terdapat konsentrasi K+ rendah dan konsentrasi
Na+ tinggi. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka
terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk
menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-
K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat
dapat dirubah oleh adanya :
Pada seorang anak 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,
sehingga pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari
membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi ion Kalium dan Natrium
melalui membran sel neuron sehingga terjadi lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik
yang besar dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan
bantuan neurotransmitter, hal ini yang menyebabkan kejang.
24
Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu
38oC sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru dapat terjadi
pada suhu 40oC atau lebih. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam
lebih sering terjadi pada anak dengan ambang kejang yang rendah.
Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak
meninggalkan sequel. Tetapi kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) dapat
menimbulkan kerusakan neuron otak karena pada kejang lama disertai terjadinya apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energy untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya
terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat disebabkan oleh metabolism anaerobic,
hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin
meningkat disebabkan akibat aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme
otak meningkat. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang dapat
mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema
otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak.
E. Diagnosis
1. Anamnesis
Pada anamnesis didapatkan manifestasi klinis berupa demam tinggi
dengan peningkatan suhu yang cepat, disebabkan oleh infeksi diluar susunan saraf
pusat. Serangan kejang terjadi pada 24 jam pertama demam, berlangsung singkat
dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik – klonik, tonik, klonik atau akinetik.
Kejang dapat berhenti sendiri lalu anak tidak memberi reaksi apapun untuk
sementara, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak akan terbangun dan sadar
kembali tanpa adanya kelainan saraf.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi keadaan umum, sifat kejang, tonik, klonik,
fokal maupun umum. Tanda – tanda vital anak, status generalis dan status lokalis,
pemeriksaan neurologi untuk mengetahui penyebab kejang berasal dari susunan
saraf pusat atau ekstrakranial.
3. Pemeriksaan Penunjang
• Laboratorium
25
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang
demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab
demam atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam.
Pemeriksaan yang dilakukan ialah darah perifer, elektrolit dan gula darah.
• Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakan atau
menyingkirkan kemugkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis bakterialis
adala 0,6 – 6,7%. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakan diagnosis
meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal
dianjurkan pada :
Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi
lumbal.
• Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi
berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsy pada
pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG
dapat dilakukan bila keadaan kejang demam yang tidak khas. Misalnya kejang
demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.
• Pencitraan
Foto X-ray kepala, CT-scan dan MRI jarang dilakukan, hanya untuk
indikasi seperti5 ;
26
F. Diagnosis Banding
Evaluasi penyebab kejang, dari dalam atau luar susunan saraf pusat. Kelaian
dalam susunan saraf pusat berupa infeksi (meningitis, ensefalitis, abses otak dan lainnya).
G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan saat kejang
Pada pasien dengan status konvulsi diberikan diazepam intravena 0,3 –
0,5 mg/kgBB perlahan – lahan dengan kecepatan 1 – 2 mg/menit atau dalam waktu
3 – 5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg. Obat praktis yang dapat diberikan oleh
orangtua dirumah adala diazepam per retal dengan dosis 0,5 – 0,75 mg/kgBB atau
diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg
untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam per rectal dengan dosis 5 mg
untuk anak dibawah usia 3 tahun dan 7,5 mg untuk anak usia diatas 3 tahun.
Bila setelah pemberian diazepam per rectal kejang belum berhenti,
dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.
Bila setelah 2 kali pemberian diazepam per rectal masih tetap kejang, dianjurkan
ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis
0,3 – 0,5 mg/kgBB.
Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena
dengan dosis awal 10 – 20 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau
kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti, dosis selanjutnya adalah 4 – 8
mg/kgBB/hari dimulai 12 jam setelah dosis awal.
Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasie harus dirawat di
ruang rawat intensif. Bila kejang berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung
jenis kejang demam apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor
risikonya.
2. Pemberian obat pada saat demam
Antipiretik (paracetamol) diberikan dengan dosis 10 – 15 mg/kgBB/kali
diberikan 4 kali per hari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5 – 10
mg/kgBB/kali dibagi 3 – 4 dosis. Meskipun jarang asam asetilsalisilat dpat
27
menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang dari 18 bulan, sehingga
penggunaan asam asetilsalisilat tidak dianjurkan..
Pemberian diazepam sebagai antikonvulsan dengan dosis 0,3 mg/kgBB
setiap 8 jam per oral pada saat demam menurunkan risiko berulangnya kejang pada
30 – 60 % kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kgBB setiap 8
jam pada suhu > 38,5oC.
3. Pengobatan obat rumat
Indikasi pemberian obat rumat diberikan bila kejang demam
menunjukan ciri – ciri sebagai berikut :
- Kejang lebih dari 15 menit
- Adanya kelaianan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental,
hidrosefalus.
- Kejang fokal
- Pengobatan rumat dipertimbangkan bila
Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam
Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan
Kejang demam > 4 kali per tahun
Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumatan berupa fenobarbital atau
asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan risiko berulangnya kejang.
Karena pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku
dan kesulitan belajar, maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus
selektif dan dalam jangka pendek.
Obat pilihan saat ini adalah asam valproat, pada sebagian kecil kasus
terutama pada anak kurang dari 2 tahun asam valproat dapat menyebabkan
gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat 15 – 40 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 –
3 dosis dan fenobarbital 3 – 4 mg/kgBB/hari dibagi dalam 1 – 2 dosis. Lama
pengobatan rumat diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan
secara bertahap selama 1 – 2 bulan.
6. Indikasi Rawat
• Kejang demam pertama kali
• Kejang demam pada usia < 1 tahun
• Kejang demam kompleks
• Hiperpiraksia ( suhu di atas 40 0C)
• Pasca kejang anak tidak sadar atau lumpuh (Tod’s paresisi)
• Permintaan orangtua
H. Prognosis
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang
sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis
29
pada sebagian kecil kasus dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama
atau kejang berulang baik umum atau fokal.
Kematian karena kejang tidak pernah dilaporkan. Menurut Berg dkk, (1992) 80
% kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya
kejang demam adalah :
Bila seluruh faktor diatas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah
80% , sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang
10 – 15%. Kemungkinan berulangnya kejang paling besar pada tahun pertama.
30
A. CYTOMEGALOVIRUS
Cytomegalovirus (CMV) merupakan kelompok agen dalam family herpes virus
yang dikenal penyebarannya yang luas pada manusia dan hewan. Infeksi
manusia, subgrup beta-herpesvirus. Cytomegalo berarti sel yang besar. Sel yang terinfeksi
akan membesar lebih dari atau sama dengan 2x sel yang tidak terinfeksi. (Samik Wahab,
2000).
B. Epidemiologi
Infeksi CMV tersebar luas di seluruh dunia, dan terjadi endemik tanpa
tergantung musim. Iklim tidak mempengaruhi prevalensi. Pada populasi dengan keadaan
sosial ekonomi yang baik, kurang lebih 60 - 70% orang dewasa, menunjukkan hasil
pemeriksaan laboratorium positif terhadap infeksi CMV. Keadaan ini meningkat kurang
lebih 1% setiap tahun. Di Amerika Serikat , CMV menyebabkan infeksi pada 0,2-2.4%
dari seluruh bayi lahir hidup. CMV merupakan penyebab infeksi kongenital dan perinatal
yang paling umum di seluruh dunia. Prevalensi infeksi CMV kongenital bervariasi luas di
antara populasi yang berbeda, ada yang melaporkan sebesar 0,2 –3%, ada pula sebesar 0,7
sampai 4,1%. Peneliti lain mendapatkan angka infeksi 1%-2% dari seluruh kehamilan
saat lahir, tetapi pada pemeriksaan selanjutnya 5-5% dari bayi tersebut menunjukkan
gejala penyulit seperti tuli sensoris dan retardasi mental. Beberapa peneliti menyatakan
31
bahwa CMV merupakan virus tersering yang menyebabkan retardasi mental. Di Indonesia
belum banyak diketahui angka kejadian infeksi yang disebabkan oleh CMV.
C. Transmisi
Transmisi infeksi CMV bisa melalui intrauterus, prenatal, dan post natal, lalu
penyebaran endogen.
1. Transmisi intrauterus terjadi karena virus yang beredar dalam sirkulasi (viremia) ibu
menular ke janin. Kejadian transmisi seperti ini dijumpai pada kurang lebih 0,5 – 1%
dari kasus yang mengalami reinfeksi atau rekuren. Viremia pada ibu hamil dapat
menyebar melalui aliran darah (per hematogen), menembus plasenta, menuju ke fetus
baik pada infeksi primer eksogen maupun pada reaktivasi, infeksi rekuren endogen,
yang mungkin akan menimbulkan risiko tinggi untuk kerusakan jaringan prenatal yang
serius. Risiko pada infeksi primer lebih tinggi daripada reaktivasi atau ibu terinfeksi
sebelum konsepsi. Infeksi transplasenta juga dapat terjadi, karena sel terinfeksi
membawa virus dengan muatan tinggi. Transmisi tersebut dapat terjadi setiap saat
sepanjang kehamilan, namun infeksi yang terjadi sampai 16 minggu pertama, akan
2. Transmisi perinatal terjadi karena sekresi melalui saluran genital atau air susu ibu.
sekret serviks uteri dan vagina saat melahirkan, sehingga menyebabkan kurang lebih
50% kejadian infeksi perinatal. Transmisi melalui air susu ibu dapat terjadi, karena 9%
ASI. Kurang lebih 50% - 60% bayi yang menyusu terinfeksi asimtomatik, bila selama
kehidupan fetus telah cukup memperoleh imunitas IgG spesifik dari ibu melalui
32
plasenta. Kondisi yang jelek mungkin dijumpai pada neonatus yang lahir prematur atau
3. Transmisi postnatal dapat terjadi melalui saliva, mainan anak-anak misalnya karena
terkontaminasi dari vomitus. Transmisi juga dapat terjadi melalui kontak langsung atau
tidak langsung, kontak seksual, transfusi darah, transplantasi organ (Stagno, 1994;
Landini, 1999).
4. Penyebaran endogen di dalam diri individu dapat terjadi dari sel ke sel melalui
desmosom yaitu celah di antara 2 membran atau dinding sel yang berdekatan. Di
samping itu, apabila terdapat pelepasan virus dari sel terinfeksi, maka virus akan
beredar dalam sirkulasi (viremia), dan terjadi penyebaran per hematogen ke sel lain
yang berjauhan, atau dari satu organ ke organ lainnya (Stagno, 1994; Landini, 1999).
Cytomegalovirus merupakan parasit yang hidup di dalam sel atau intrasel yang
sepenuhnya tergantung pada sel normal untuk perbanyakan diri (replikasi). Virus tidak
memiliki organel metabolik seperti yang dijumpai pada prokariot misalnya bakteri atau
eukariot misalnya sel manusia. Replikasi virus tergantung dari kemampuan untuk
menginfeksi sel normal yang permissive, yaitu yang merupakan sel yang tidak dapat
melawan atau merintangi invasi dan replikasi virus. Virus tidak memproduksi baik
33
CMV terdiri dari bagian envelope ( mengandung lipid ), tegument, capsid dan
memiliki genom DNA (deoxyribonucleic acid) untai ganda berukuran besar yang mampu
mengkode lebih dari 227 macam protein dengan 35 macam protein struktural dan lain-
lain protein nonstruktural yang tidak jelas fungsinya. Genom DNA dibagi menjadi 2
bagian unik yang dikenal dengan istilah unique short (Us) dan unique long (Ul). CMV
terdiri dari bermacam strain yang dapat dibedakan dengan cara melakukan pencernaaan
tertentu terhadap genom ini. Protein CMV disebut dengan singkatan p untuk protein, gp
tegument juga 5 macam yang paling imunogenik serta paling banyak diproduksi, capsid
ada 5 macam pula yang bersifat imunogenik. Glikoprotein paling imunogenik pada
envelope ialah glikoprotein B (gB). Semua antibodi yang terbentuk bersifat neutralisasi
terhadap semua protein imunogen ini, kecuali terhadap glikoprotein 48 dari envelope
CMV memasuki sel dengan cara terikat pada reseptor yang ada di permukaan
sel normal, kemudian menembus membran sel, masuk ke dalam vakuole di sitoplasma,
34
lalu selubung virus terlepas, dan nucleocapsid cepat menuju ke nukleus sel normal.
Dalam waktu cepat setelah itu, ekspresi gen immediate early (IE) spesifik RNA
(ribonucleic acid) atau transkrip gen alfa (α) dapat dijumpai tanpa ada sintesis protein
virus de novo atau replikasi DNA virus. Ekspresi protein ini adalah esensial untuk
ekspresi gen virus berikutnya yaitu gen early atau gen β yang menunjukkan transkripsi
kedua dari RNA. CMV tidak menghentikan sintesis protein normal, bahkan pada awalnya
meningkatkan sintesis protein normal. Hal ini menunjukkan bahwa replikasi dan
Gejala yang mungkin timbul pada anak dengna infeksi CMV diantaranya:
1. BBLR
2. Hepatosplenomegali
3. Ikterus
4. Kejang
5. Pneumonitis
6. Ptekie
7. Trombositopeni
8. Ruam morbiliform
Pada 80-90% bayi yang tidak menunjukan gejala saat lahir maka pada masa
yang akan dating dapat menyebabkan:
35
8. Malaise
9. Myalgia
Manifestasi klinis infeksi CMV
3. Mononucleosis CMV
Terjadi pada immunocompeten host. Berupa monnucleosis sindrom dengan
antibodi heteropil negatif. Masa inkubasi 20-60 hari, lama gejala 2-6 minggu.
Gejala :
36
Gejala pada recipients transplant dapat berupa demam, leukopeni, hepatitis,
pneumonitis, esophagitis, gastritis, colitis, retinitis.
Pada penderita AIDS CD4 <100/miL bisa terjadi retinitis bahkan gejala yang berat
diantaranya : demam lama, malaise, anorexia, fatigue, keringat malam, atralgia,
mialgia. Pada pemeriksaan lab didapatkan: Limfosit abnormal, leukopeni,
trombositopeni, atypical lymphocytosis. Pneumoni, ulcer pada GIT dengan
hematocesia dan perforasi, hepatitis, cholesistitis, adrenalitis, retinitis (buta). Bisa
fatal bila viremia dengan gangguan multi organ.
F. Diagnosis
Diagnosis pada bayi baru lahir dibuat dengan isolasi virus atau dengan PCR,
biasanya dari sampel urin. Diagnosis infeksi CMV pada orang dewasa menjadi sulit
karena tingginya frekuensi penyakit tanpa gejala dan relaps. Untuk menegakkan diagnosis
sebaiknya dilakukan berbagai cara pemeriksaan bila memungkinkan. Isolasi virus, deteksi
antigen CMV (bisa dilakukan dalam waktu 24 jam), deteksi DNA CMV dengan PCR atau
hibridisasi in situ dapat dilakukan untuk melihat adanya virus pada organ, darah, sekret
saluran pernafasan dan urin. Studi serologis sebaiknya dilakukan untuk melihat adanya
antibodi spesifik IgM dari CMV atau adanya kenaikan 4 kali lipat titer antibodi.
epidemiologis dan klinis dari penderita. Virus dapat di isolasi dari biakan urine atau
biakan berbagai cairan atau jaringan tubuh lain. Tes serologis mungkin terjadi
peningkatan IgM yang mencapai kadar puncak 3 – 6 bulan pasca infeksi dan bertahan
sampai 1– 2 tahun kemudian. IgG meningkat secara cepat dan bertahan seumur hidup.
Masalah dari interpretasi tes serologi adalah (Samik Wahab, 2000; Munira, 2010):
1. Kenaikan IgM yang membutuhkan waktu lama menyulitkan penentuan saat infeksi
yang tepat
37
2. Angka negatif palsu yang mencapai 20%
1. Pengobatan:
dan dapat diberikan kepada penderita yang akan menjalani cangkok organ. Namun
demikian, program imunisasi terhadap infeksi CMV, belum lazim dijalankan di negeri
kita. Pada pemberian transfusi darah, resipien dengan CMV negatif idealnya harus
mendapat darah dari donor dengan CMV negatif pula. Deteksi laboratorik untuk
infeksi CMV, idealnya dilakukan pada setiap donor maupun resipien yang akan
mendapat transfusi darah atau cangkok organ. Apabila terdapat peningkatan kadar IgG
anti- CMV pada pemeriksaan serial yang dilakukan 2x dengan selang waktu 2-3
minggu, maka darah donor seharusnya tidak diberikan kepada resipien mengingat
dalam kondisi tersebut infeksi atau reinfeksi masih berlangsung. Seorang calon ibu,
CMV primer akut. Bayi baru lahir dari ibu yang menderita infeksi CMV, perlu
dideteksi IgM anti-CMV untuk mengetahui infeksi kongenital (Samik Wahab, 2000).
2. Pencegahan
Waspada dan hati-hati pada waktu mengganti popok bayi, cuci tangan dengan
baik sesudah mengganti popok bayi dan buanglah kotoran bayi di jamban yang saniter.
38
Hindari melakukan transfusi kepada bayi baru lahir dari ibu yang seronegatif dengan
H. Komplikasi
a. Radang hati
Radang hati atau Hepatitis CMV dapat terjadi disertai dengan atau tanpa
ikterus. Sel hepar yang terinfeksi CMV dan sel epitel saluran empedu juga seringkali
mengandung inklusi intranukleus seperti yang dijumpai pada sel epitel tubulus ginjal.
Hepatitis CMV kongenital akibat infeksi yang terjadi intrauterus dapat timbul berat,
sering disertai asites berulang. Infeksi perinatal juga seringkali menunjukkan sirosis
progresif, sedangkan pada anak yang lebih tua, infeksi seringkali berjalan asimtomatik,
walaupun dapat berjalan simtomatik dengan febris yang berlangsung lama, faringitis
Penyakit CMV pada saluran gastrointestinal merupakan suatu proses erosif dan
ulseratif yang dapat terjadi pada setiap lokasi di saluran gastrointestinal mulai dari
mulut sampai dengan rektum. Faktor pencetus tidak diketahui. Patogenesis lesi
intestinum merupakan proses kompleks, meliputi infeksi CMV pada mukosa disertai
dengan inflamasi dan nekrosis jaringan serta keterlibatan endotel vaskuler yang
berarti infeksi CMV melibatkan sel epitel kolumner, endotel, miosit, fibroblas, dan
menyebabkan destruksi jaringan dan ulserasi. Colitis CMV yang mirip dengan colitis
ulserosa juga dapat dijumpai. Supresi imun lokal atau faktor autoimun memegang
peran dalam patogenesis penyakit CMV gastrointestinal. Gejala dan tanda tergantung
39
dari bagian mana dari saluran gastrointestinal yang terlibat serta keparahan lesi
dapat dijumpai tanpa keikutsertaan patogen lain seperti Helicobacter pylori, Candida.
Dilaporkan pula bahwa penyakit CMV gastrointestinal dapat dijumpai pada penderita
tanpa keadaan imunodefisiensi, dan pada penderita lanjut usia lebih dari 60 tahun
tanpa penyakit lain yang menyertai. Di samping itu keterlibatan infeksi CMV perlu
Masih banyak lagi infeksi organ yang disebabkan karena CMV, antara lain
menyerang mata , yaitu retinitis atau chorioretinitis yang dapat menyebabkan juling
(strabismus), katarak, gangguan visus, dapat pula sampai timbul kebutaan. CMV juga
gejala klinik nyata sampai terjadi ketulian ( sensorineural deafness) yang timbul di
kemudian hari.
I. Prognosis
Pada bayi yang telah terinfeksi CMV pada saat lahir lebih dari 90 % bayi yang
mempunya gejala infeksi CMV akan dapat mengalami gangguan hati, gangguan
atau gangguan neurologis dikemudian hari dibandingkan dengan bayi tanpa gejala infeksi
40
CMV yang memiliki kemungkinan 5-10%. Kematian bisa terjadi dan bila tidak maka
41
DAFTAR PUSTAKA
1. Saharso D, dkk. Infeksi Susunan Saraf Pusat. Dalam : Soetomenggolo TS, Ismael S,
penyunting. Buku Ajar Neurologi Anak. Jakarta: BP IDAI; 1999. h. 40-6, 339-71
2. Razonable RR, dkk. Meningitis. Updated: Mar 29th, 2011. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/ 232915-overview. Accessed 30 Oktober , 2016.
3. Tan TQ. Meningitis. In : Perkin RM, Swift JD, Newton DA, penyunting. Pediatric Hospital
Medicine, textbook of inpatient management. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins;
2003. h. 443-6.
4. Sitorus MS. Sistem Ventrikel dan Liquor Cerebrospinal. Available from :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3546/1/anatomi-mega2.pdf. Accessed 30
Oktober , 2016.
5. Anonymous. Meningitis. Centers for Disease Control and Prevention. Updated: August 6th,
2009 Available from : http://www.cdc.gov/meningitis/about/causes.html. Accessed Accessed
30 Oktober , 2016.
6. Fenichel GM. Clinical Pediatric Neurology. 5th ed. Philadelphia : Elvesier saunders; 2005. h.
106-13.
7. Prober CG. Central Nervous System Infection. Dalam : Behrman, Kliegman, Jenson,
penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia: Saunders; 2004. h.
2038-47.
8. Muller ML, dkk. Pediatric Bacterial Meningitis. May 11th, 2011. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/961497-overview. Accessed 30 Oktober , 2016.
9. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 2. Jakarta: Bagian
Kesehatan Anak FKUI; 1985. h.558-65, 628-9.
10. Pudjiadi AH,dkk. Ed. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jilid 1.
Jakarta : Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010. h. 189-96.
11. Pusponegoro HD, dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi ke-1. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI; 2004 : 200 – 208.
12. Cordia W,dkk. Meningitis Viral. Updated: Mar 29th, 2011. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1168529-overview. Accessed 30 Oktober , 2016.
13. Anonymous. Meningitis. Centers for Disease Control and Prevention. Updated: August 6th,
2009 Available from : http://www.cdc.gov/meningitis/about/ prevention.html. Accessed 30
Oktober , 2016.
42