Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN KASUS ANAK

SEORANG ANAK PEREMPUAN DENGAN KEJANG DEMAM


KOMPLEK DAN PROLONGED FEVER

Pembimbing :
Dr. Raden Setiyadi, Sp.A

Disusun oleh :
Bangun Said Santoso
030.12.047

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH
PERIODE 2 OKTOBER – 9 DESEMBER 2017
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA

1
PENGESAHAN

Presentasi laporan kasus dengan judul


“SEORANG ANAK PEREMPUAN DENGAN KEJANG DEMAM KOMPLEK DAN
PROLONGED FEVER

Penyusun:
Bangun Said Santoso
030.12.047

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk menyelesaikan
kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak di RSU Kardinah Kota Tegal
periode 2 Oktober – 9 Desember 2017

Tegal, 27 November 2017

Dr. Raden Setiyadi, Sp.A

2
STATUS PASIEN LAPORAN KASUS
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH KOTA TEGAL

Nama : Bangun Said Santoso Pembimbing : Dr. Raden Setiyadi, Sp.A

NIM : 030.12.047 Tanda tangan :

A. IDENTITAS PASIEN DAN ORANG TUA/WALI

DATA PASIEN AYAH IBU

Nama An. A Tn. R Ny. A

Umur 2 tahun 36 tahun 33 tahun

Jenis Kelamin Perempuan

Alamat Jl. Jatibogor RT 04/RW04, Tegal

Agama Islam Islam Islam

Suku Bangsa Jawa Jawa Jawa

Pendidikan - SD SD

Pekerjaan - Kuli IRT

Penghasilan -  Rp. 80.000,-/Hari -

Keterangan Hubungan orangtua dengan anak adalah anak kandung

Asuransi BPJS PBI

No. RM 895125

B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis terhadap Ibu kandung pasien pada
tanggal 21 November 2017 pukul 10.00 WIB, di Ruang PUSPANINDRA RSU Kardinah
Tegal.
 Keluhan Utama : Kejang 1 hari SMRS

3
 Riwayat Penyakit Sekarang

Seorang anak perempuan berusia 2 tahun di bawa ke IGD RSU Kardianh tegal
pada tanggal 8 November 2017 dengan keluhan kejang 1 hari SMRS, dalam satu hari
pasien kejang 5 kali, dan setiap kejang dengan durasi ± 3 menit. Kejang klojota
seluruh badan dengan mata mendelik ke atas, setelah kejang selesai pasien sadar atau
menangis. Demam sudah di alami oleh pasien beberapa hari sebelumnya.
Keluhan kejang dan demam pertama kali di alami oleh pasien sejak bulan
agustus 2017. Sejak saat itu keluhan kejang berulang dan demam mulai sering di
rasakan. Keluarga juga sedah sering membawa pasien untuk berobat, namun selalu
memilih untuk di rawat jalan.
Keluhan lain seperti batuk, pilek, sesak, muntah maupun mencret di sangkal
oleh keluarga pasien. Bab normal, Bak normal

 Riwayat Penyakit Dahulu


Kejang berulang. Demam.

 Riwayat Kehamilan, Pemeriksaan Prenatal, dan Kelahiran


Anemia (-), hipertensi (-), diabetes melitus (-),
Morbiditas kehamilan penyakit jantung (-), penyakit paru (-), merokok (-),
infeksi (-), minum alkohol (-)
Rutin kontrol ke bidan 1 kali setiap bulan.
Riwayat imunisasi TT (+) 2 x, konsumsi suplemen
Kehamilan selama kehamilan (-), riwayat minum obat tanpa
resep dokter dan jamu (-)
Perawatan antenatal

Tempat persalinan Klinik Bidan


Penolong persalinan Bidan
Kelahiran
Cara persalinan Spontan Pervaginam
Masa gestasi Cukup bulan (9 bulan)

4
Berat lahir: 3800 gram
Panjang lahir: (orang tua tidak ingat)
Lingkar kepala : (orangtua pasien tidak ingat)
Keadaan bayi Langsung menangis
Kemerahan: (+)
Nilai APGAR: (orangtua pasien tidak ingat)
Kelainan bawaan: (-)
Kesan : Riwayat perawatan antenatal cukup baik, Neonatus aterm, lahir
spontan, bayi dalam keadaan bugar.

 Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak


Pertumbuhan gigi pertama : Umur 6 bulan (Normal: 5-9 bulan)
Psikomotor :
Tengkurap : 4 (Normal: 3-5 bulan)
Duduk : 9 (Normal: 6-9 bulan)
Berdiri : > 12 (Normal: 9-12 bulan)
Berjalan : - (Normal: 12-18 bulan)
Berlari : - (Normal 18-24 bulan)
Naik tangga : - (Normal 24-36 bulan)
Kesan: Terdapat keterlambatan dalam perkembangan pasien.

 Riwayat Makanan

Umur Buah/
ASI/PASI Bubur Susu Nasi Tim
(bulan) Biskuit

0–2 ASI - - -
2–4 ASI - - -
4–6 ASI - - -
6–8 ASI Roti - -
8 – 10 ASI Roti - -
10-14 ASI Roti - -
24 ASI Roti - -
Kesan: Pasien mendapatkan ASI (+)

5
 Riwayat Imunisasi
VAKSIN ULANGAN
DASAR (umur)
(umur)
BCG 0 bulan - - - - - -
DTP/ DT - 2 bulan 3 bulan 4 bulan - -
POLIO 0 bulan 2 bulan 3 bulan 4 bulan - -
CAMPAK - - - - - - -
HEPATITIS B 0 bulan 1 bulan - 6 bulan - - -

 Riwayat Keluarga
Corak Reproduksi
Tanggal lahir Jenis Lahir Mati Keterangan
No Hidup Abortus
(umur) kelamin mati (sebab) kesehatan
1. 2004 Laki-laki + - - - Sehat
2 2017 Perempuan + - - - Sakit

Riwayat pernikahan

Ayah Ibu
Nama Tn. R Ny. A
Perkawinan ke- 1 1
Umur saat menikah 23 tahun 20 tahun
Pendidikan terakhir SD SD
Suku Jawa Jawa
Agama Islam Islam
Keadaan kesehatan Sehat Sehat
Kosanguinitas - -

6
 Riwayat Penyakit Keluarga
Pada anggota keluarga pasien tidak ada yang menderita gejala atau penyakit yang
sama seperti yang dialami oleh pasien. Tidak ada riwayat kejang di keluarga, tidak ada
riwayat batuk lama di keluarga.

 Riwayat Kebiasaan Keluarga:


Pada anggota keluarga ada memiliki kebiasaan merokok, yaitu ayah pasien.

 Riwayat Penyakit yang pernah diderita


Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur

Alergi (-) Difteria (-) Penyakit jantung (-)

Cacingan (-) Diare (-) Penyakit ginjal (-)

DBD (-) Kejang (+) Radang paru (-)

Ootitis (-) Morbili (-) TBC (-)

Parotitis (-) Operasi (-) Meningitis (-)

Kesan: Pasien sudah pernah mengalami kejang

 Riwayat Lingkungan Perumahan


Pasien tingga di rumah sendiri. Rumah tersebut berukuran ± 50 m2, beratap genteng,
berlantai ubin, berdinding tembok. Di rumah tersebut tinggal kedua orang tua pasien
dan pasien. Cahaya matahari dapat masuk ke dalam rumah, mempunyai 3 jendela
rumah, penerangan rumah memakai listrik, sumber air bersih berasal dari sumur. jarak
rumah dengan septik tank ±5 m2
Kesan: Keadaan lingkungan rumah baik, ventilasi dan pencahayaan baik.

7
 Riwayat Sosial Ekonomi
Ayah pasien berprofesi sebagai kuli dengan penghasilan  Rp. 80.000,-/hari. Ibu
pasien sebagai ibu rumah tangga dan tidak berpenghasilan. Dengan penghasilan yang
tidak menetap
Kesan: Riwayat sosial ekonomi kurang baik.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 21 November 2017, pukul 10.00 WIB, di
Bangsal PUSPANINDRA RSU Kardinah Tegal
I. Keadaan Umum
Tampak lemah, tidak rewel

II. Tanda Vital


Tekanan darah : -
Nadi : 148 x/menit reguler
Laju nafas : 34 x/menit
Suhu : 38,3 oC, Axilla

III. Data Antropometri


Berat badan sekarang : 8 kg
Panjang badan sekarang : 78 cm
Lingkar kepala : 45 cm

8
IV. Status Internus
i. Kepala: Mesocefal
 Rambut: Hitam, tampak terdistribusi merata, tidak mudah dicabut.
 Wajah : Simetris, tidak tampak kelainan dismorfik
 Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), edema palpebra (-/-),
mata cekung (-/-), mata merah dan berair (-/-), pupil isokor, reflex
cahaya langsung (+/+), reflex cahaya tidak langsung (+/+), strabismus
(-/-), dry eyes (-/-)
 Hidung : Bentuk normal, simetris, septum deviasi (-/-), sekret (-/-),
pernafasan cuping hidung (-)
 Telinga : Normotia, nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tarik aurikula (-/-),
discharge (-/-)
 Mulut : Bibir kering (-), bibir sianosis (-), pucat (-), stomatitis (-),
mukosa hiperemis (-), saliva (+),Koplik spot (-)
ii. Leher: Kelenjar tiroid tidak membesar, kelenjar getah bening tidak membesar.
iii.Toraks: Dinding toraks normotoraks dan simetris.
o Paru:
 Inspeksi: Bentuk datar, Pergerakan dinding toraks kiri-kanan
simetris, retraksi (-)
 Palpasi: Simetris tidak ada hemithoraks yang tertinggal
 Perkusi: Sonor
 Auskultasi: Suara napas vesikuler, rhonki (+/+), wheezing (-/-).
o Jantung:
 Inspeksi: Iktus kordis tidak tampak.
 Palpasi: Iktus kordis teraba di ICS IV 1 cm midklavikula sinistra,
thrill (-)
 Perkusi: Tidak dilakukan pemeriksaan
 Auskultasi: Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-).
iv. Abdomen:
 Inspeksi: datar, simetris, smiling umbilicus (-),

9
 Auskultasi: Bising usus (+) frekuensi 3x/menit
 Palpasi: Supel, distensi (-), hepar dan lien tidak teraba membesar
 Perkusi: Timpani pada seluruh kuadran abdomen
v. Genitalia: tidak dilakukan pemeriksaan
vi. Anorektal : tidak dilakukan pemeriksaan
vii. Kulit : warna kulit sawo matang, tidak ikterik, tidak sianosis.
viii. Ekstremitas:
Keempat ekstremitas lengkap, simetris
Superior Inferior
Akral Dingin -/- -/-
Akral Sianosis -/- -/-
CRT <2” <2”
Oedem -/- -/-
Tonus Otot Normotoni Normotono
Trofi Otot Normotrof Normotrofi

D. PEMERIKSAAN KHUSUS
Pengukuran lingkar kepala (Kurva Nellhaus)
Lingkar kepala: 45 cm
Kesan: Mesocefal

10
Pengukuran Status Gizi

Data Antropometri Perhitungan status gizi (menurut cdc)


Anak perempuan usia 2 tahun BB/U = 8/12 x 100% = 66,6% (berat badan
menurut usia normal)
BB 8 kg TB/U= 78/86x 100% = 90,6 % (Mild
shunting)
PB 78 cm BB/TB = 8/11 x 100% = 72,7 % (gizi
kurang menurut berat badan per tinggi
badan)

Kesan: Gizi Kurang

11
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. lab darah
15/11/2017 Nilai Rujukan
Hematologi
Hemoglobin 9,9 L 10,7-14,7 g/dl
Lekosit 4,1 L 4,5-13,5 103/µl
Hematokrit 30,5 L 34-40 %
Trombosit 538 H 150-521 103/µl
Eritrosit 2,8 3,8-5,8 106/µl
RDW 16,4 H 11,5-14,5%
MCV 80,3 63-93 U
MCH 26,1 22-34 Pcg
MCHC 32,5 32-36 g/dl
KIMIA
KLINIS
Ureum 10,8 L 15 – 40 mg/dl
kreatinin 0,59 0,30 – 0,70 mg/dl

25/11/2017 Nilai Rujukan


Hematologi
Hemoglobin 10,9 10,7-14,7 g/dl
Lekosit 5,9 4,5-13,5 103/µl
Hematokrit 33,5 L 34-40 %
Trombosit 321 H 150-521 103/µl
Eritrosit 4,1 3,8-5,8 106/µl
RDW 17,1 H 11,5-14,5%
MCV 81,3 63-93 U

12
MCH 26,5 22-34 Pcg
MCHC 32,5 32-36 g/dl
Diff count
Netrofil 13,3 L 50 – 70 %
Limfosit 77,9 H 25 – 40 %
Monosit 5,1 2–8%
Eosinofil 3 2–4%
Basofil 0,5 0–1%

IMUNO SEROLOGI
21/11/17 Hasil Rujukan Satuan
Anti CMV IgG Positif Negatif AU/ ml
Anti CMV IgM Negatif Negatif AU/ml

KESAN Kemungkinan adanya infeksi CMV lampau

25/11/17
Aviditas Anti – CMV IgG High Avidity
Kesan Tidak menunjukan adanya infeksi CMV
dalam 3 bulan terakhir

13
F. RADIOLOGI

9 November 2017 20 November 17


Infiltrat peribronkial (+) Cor dan paru dalam batas normal
Kesan : Bronchitis Perbaikan

F. ANALISA KASUS
Pasien dengan keluhan kejang berulang dan demam yang sering di rasakan naik turun
mulai dari bulan agustus 2017 hingga saat ini. Dari keterangan orang tua, kejang
berulang sering terjadi di setai dengan demam, setiap kali kejang ± 5 kali dengan
durasi setiap kejang ± 3 menit. Kejang yang di alami oleh pasien tanpa di sertai
penurunan kesadaran setelah kejang, sehingga dapat di simpulkan bahwa kejang bukan
di sebabkan karena etiologi intrakranial. Diagnosa kejang pada pasien ini mengarah
pada kejang demam komplek. Akan tetapi dari keterangan orang tua pasien juga di
dapat kan bahwa ada di mana episode pasein kejang tanpa di sertai dengan adanya
demam, den kejang dengan durasi yang tidak terlalu lama serta tanpa adanya
penurunan kesadaran, patut di curigai adanya suatu epilepsi. Untuk memasitikan
apakah ada kelainan terhadap glombang epilepsi masih perlu di lakukan pemeriksaan
penunjang berupa EEG, selain itu CT –Scan juga perlu di lakukan untuk
menyingkirkan adanya suatu kelainan intrakranial. Selain itu pasienjuga mengalami
demam lama yang tidak kunjung turun yang mengarahkan kecurigaan pasien
mengalami infeksi cytomegalo virus.

14
Prognosis pada pasien dengan infeksi CMV umumnya kurang baik, di karnakan
berbagai macam manifestasi klinis yang akan di timbilkan di masa yang akan datang.

G. DAFTAR MASALAH
- Kejang berulang
- Demam yang tidak turun – turun

H. DIAGNOSIS BANDING

Kejang  Infeksi
 Ekstrakranial:
- Kejang demam kompleks
- Kejang demam simpleks
 Intrakranial:
- Meningitis
- Meningoensefalitis
 Gangguan elektrolit/metabolic
 Gangguan Perdarahan Intracranial
 SOL

Demam  Autoimun
 Demam reumatik
 CMV
 Infeksi Tuberkulosis
 Isk
 Malaria

15
I. DIAGNOSIS KERJA:
- KDK dd Epilepsi
- Susp CMV

J. PEMERIKSAAN ANJURAN
 EEG
 CT – Scan
 Elektrolit
 PCR
 Mantoux Test

K. PENATALAKSANAAN
a. Non medikamentosa
- Rawat inap untuk monitoring gejala

- Tirah baring (bed rest).

- Memperbaiki keadaan umum penderita

b. Medikamentosa
- Infus RL 10 tpm
- Asam Valproat 2 x 3 ml
- Luminal 3 x 12 mg
- Diazepam 3 x 1,5 mg
- Vit B 6 1 x ½ tablet
- Paracetamol 4 x 1 cth
- HRZ 1 X 180 mg/ 120 mg/ 160 mg
L. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad malam

16
FOLLOW UP (R. PUSPANINDRA)
9 - 10 Oktober 2017 pukul 07. 00 WIB 11 - 14 Oktober 2017 pukul 07.00 WIB

S Demam (+), Lemas (+), kejang (-), S Demam (+), Lemas (+), kejang (-),
Batuk (-), Pilek (-), Sesak (-), muntah (- Batuk (-), Pilek (-), Sesak (-), muntah (-
), mencret (-) ), mencret (-)
O KU: tampak lemah (+) KU: tampak lemah (+)
Kes : Compos mentis Kes : Compos mentis
TTV: HR 146x/m, RR 46x/m, S 37,6 0C TTV: HR 146x/m, RR 45x/m, S 38,6 0C
Status generalis: Status generalis:
Kepala: mesocefal Kepala:
Hidung: cuping hidung (-) Hidung: cuping hidung (-)
Toraks: Toraks:
- Inspeksi: retraksi (-) - Inspeksi: retraksi (-)
- Perkusi: Sonor pada - Perkusi: Sonor pada
lapangan paru lapangan paru
- Auskultasi paru: SNV(+/+), - Auskultasi paru: SNV(+/+),
rh (+/+)wh (-/-). rh (+/+)wh (-/-).
- Auskultasi jantung: BJ I-II - Auskultasi jantung: BJ I-II
reguler, m (-), g (-) reguler, m (-), g (-)
Abdomen: Supel, distensi (-), BU(+) , Abdomen: Supel, distensi (-), BU(+) ,
turgor kulit baik. turgor kulit baik.
Ekstremitas: AH(+/+), OE (-/-), ctr < Ekstremitas: AH(+/+), OE (-/-), ctr <
2’’ 2’’

A  KDK dd Epilepsi A  KDK dd Epilepsi


 Obs Febris  Obs Febris
 Brpn  Brpn
P  IVFD RL 10 tpm P  IVFD RL 10 tpm
 IVFD Paracetamol 3 x 100 mg  IVFD Paracetamol 3 x 100 mg
 Asam valproat 2 x 2 ml  Asam valproat 2 x 2 ml
 Luminal 3 x 12 mg  Luminal 3 x 12 mg
 Diazepam 3 x 1,5 mg  Diazepam 3 x 1,5 mg
 Caftriaxon 1 gr/ hari  Caftriaxon 1 gr/ hari
 Gentamicin 60 mg/ hari  Gentamicin 60 mg/ hari
 Vit B 6 1 x ½ tab
 Tab RHZ 1 X 120 / 180 / 160 mg

17
15 November 2017 pukul 07. 00 WIB 16 - 19 November 2017 pukul 07.00
WIB

S Demam (+), Kejang (+) 3x dar jam 6 S Demam (+), Lemas (+), kejang (-),
pagi sampai jam 7 pagi Batuk (-), Pilek (-), Sesak (-), muntah (-
), mencret (-)
O KU: tampak lemah (+) KU: tampak lemah (+)
Kes : Compos mentis Kes : Compos mentis
TTV: HR 140x/m, RR 36x/m, S 37,1 0C TTV: HR 146x/m, RR 46x/m, S 37,6 0C
Status generalis: Status generalis:
Kepala: Kepala:
Hidung: cuping hidung (-) Hidung: cuping hidung (-)
Toraks: Toraks:
- Inspeksi: retraksi (-) - Inspeksi: retraksi (-)
- Perkusi: Sonor pada - Perkusi: Sonor pada
lapangan paru lapangan paru
- Auskultasi paru: SNV(+/+), - Auskultasi paru: SNV(+/+),
rh (+/+)wh (-/-). rh (-/-)wh (-/-).
- Auskultasi jantung: BJ I-II - Auskultasi jantung: BJ I-II
reguler, m (-), g (-) reguler, m (-), g (-)
Abdomen: Supel, distensi (-), BU(+) , Abdomen: Supel, distensi (-), BU(+) ,
turgor kulit baik. turgor kulit baik.
Ekstremitas: AH(+/+), OE (-/-), ctr < Ekstremitas: AH(+/+), OE (-/-), ctr <
2’’ 2’’

A  KDK dd Epilepsi A  KDK dd Epilepsi


 Obs Febris  Obs Febris

P  IVFD RL 10 tpm P  IVFD RL 10 tpm


 Asam valproat 2 x 3 ml  Asam valproat 2 x 3 ml
 Luminal 3 x 12 mg  Luminal 3 x 12 mg
 Diazepam 3 x 1,5 mg  Diazepam 3 x 1,5 mg
 Phenitoin 2 x 16 mg  Phenitoin 2 x 16 mg
 Caftriaxon 1 gr/ hari  Caftriaxon 1 gr/ hari
 Gentamicin 60 mg/ hari  Gentamicin 60 mg/ hari
 Paracetamol 4 x 1 cth  Paracetamol 4 x 1 cth
 Vit B 6 2 x ½ tab  Vit B 6 2 x ½ tab
 Tab RHZ 1 X 120 / 180 / 160 mg  Tab RHZ 1 X 120 / 180 / 160 mg

18
20 November 2017 pukul 07. 00 WIB 21 November 2017 pukul 07.00 WIB

S Demam (+), Kejang (-), batuk (-), pilek S Demam (+), Kejang (-), batuk (-), pilek
(-) (-)
O KU: tampak lemah (+) KU: tampak lemah (+)
Kes : Compos mentis Kes : Compos mentis
TTV: HR 130x/m, RR 30x/m, S 38,3 0C TTV: HR 156x/m, RR 30x/m, S 39 0C
Status generalis: Status generalis:
Kepala: Kepala:
Hidung: cuping hidung (-) Hidung: cuping hidung (-)
Toraks: Toraks:
- Inspeksi: retraksi (-) - Inspeksi: retraksi (-)
- Perkusi: Sonor pada - Perkusi: Sonor pada
lapangan paru lapangan paru
- Auskultasi paru: SNV(+/+), - Auskultasi paru: SNV(+/+),
rh (-/-)wh (-/-). rh (-/-)wh (-/-).
- Auskultasi jantung: BJ I-II - Auskultasi jantung: BJ I-II
reguler, m (-), g (-) reguler, m (-), g (-)
Abdomen: Supel, distensi (-), BU(+) , Abdomen: Supel, distensi (-), BU(+) ,
turgor kulit baik. turgor kulit baik.
Ekstremitas: AH(+/+), OE (-/-), ctr < Ekstremitas: AH(+/+), OE (-/-), ctr <
2’’ 2’’

A  KDK dd Epilepsi A  KDK dd Epilepsi


 Obs Febris  Obs Febris

P  IVFD RL 10 tpm P  IVFD RL 10 tpm


 Asam valproat 2 x 3 ml  Asam valproat 2 x 3 ml
 Luminal 3 x 12 mg  Luminal 3 x 12 mg
 Diazepam 3 x 1,5 mg  Diazepam 3 x 1,5 mg
 Caftriaxon 1 gr/ hari  Paracetamol 4 x 1 cth
 Gentamicin 60 mg/ hari  Tab RHZ 1 X 60 / 90 / 80 mg
 Paracetamol 4 x 1 cth  Tab glyceryl guaiacolate 1 x 50 mg
 Tab RHZ 1 X 60 / 90 / 80 mg  Abbotic 2 x 60 mg
 Tab glyceryl guaiacolate 1 x 50 mg
 Laboratorium CMV
 Phenitoin 2 x 16 mg
 Vit B 6 2 x ½ tab

19
 Ceftriaxon 1 gr/ hari
 Gentamicin 60 mg / hari

22 November 2017 pukul 07. 00 WIB 23 - 24 November 2017 pukul 07.00


WIB
S Demam (+), Kejang (-), batuk (-), pilek S Demam (+), Kejang (-), batuk (-), pilek
(-) (-)
O KU: tampak lemah (+) KU: tampak lemah (+)
Kes : Compos mentis Kes : Compos mentis
TTV: HR 140x/m, RR 30x/m, S 38,1 0C TTV: HR 146x/m, RR 46x/m, S 37,6 0C
Status generalis: Status generalis:
Kepala: Kepala:
Hidung: cuping hidung (-) Hidung: cuping hidung (-)
Toraks: Toraks:
- Inspeksi: retraksi (-) - Inspeksi: retraksi (-)
- Perkusi: Sonor pada - Perkusi: Sonor pada
lapangan paru lapangan paru
- Auskultasi paru: SNV(+/+), - Auskultasi paru: SNV(+/+),
rh (-/-)wh (-/-). rh (-/-)wh (-/-).
- Auskultasi jantung: BJ I-II - Auskultasi jantung: BJ I-II
reguler, m (-), g (-) reguler, m (-), g (-)
Abdomen: Supel, distensi (-), BU(+) , Abdomen: Supel, distensi (-), BU(+) ,
turgor kulit baik. turgor kulit baik.
Ekstremitas: AH(+/+), OE (-/-), ctr < Ekstremitas: AH(+/+), OE (-/-), ctr <
2’’ 2’’

A  KDK dd Epilepsi A  KDK dd Epilepsi


 Susp CMV  Susp CMV

P  IVFD RL 10 tpm P  IVFD RL 10 tpm


 Asam valproat 2 x 3 ml  Asam valproat 2 x 3 ml
 Luminal 3 x 12 mg  Luminal 3 x 12 mg
 Diazepam 3 x 1,5 mg  Diazepam 3 x 1,5 mg
 Paracetamol 4 x 1 cth  Paracetamol 4 x 1 cth
 Tab RHZ 1 X 60 / 90 / 80 mg  Tab RHZ 1 X 60 / 90 / 80 mg

20
 Tab glyceryl guaiacolate 1 x 50 mg  Tab glyceryl guaiacolate 1 x 50 mg
 Eritromisin 4 x 1 cth  Eritromisin 4 x 1 cth
 Abbotic 2 x 60 mg  Vit B 6 1x ½ tab

25 - 28 November 2017 pukul 07.00 WIB

S Demam (+), Pasien kejang pada tanggal


26, kurang lebih 10 x, setiap kejang
kurang lebih 2 menit lamanya, Batuk (+)
KU: tampak lemah (+)
Kes : Compos mentis
TTV: HR 140x/m, RR 40x/m, S 38,6 0C
Status generalis:
Kepala:
Hidung: cuping hidung (-)
Toraks:
- Inspeksi: retraksi (-)
- Perkusi: Sonor pada lapangan
paru
- Auskultasi paru: SNV(+/+), rh
(+/+)wh (-/-).
- Auskultasi jantung: BJ I-II
reguler, m (-), g (-)
Abdomen: Supel, distensi (-), BU(+) , turgor
kulit baik.
Ekstremitas: AH(+/+), OE (-/-), ctr < 2’’
Lab: Hb : 10,9 / Leu : 5,9 / Ht : 33,5 L /
tro: 321/ Netrofil 13,3 / Limfosit : 77,9 L
A  KDK dd Epilepsi
 Prolonged Frver
 brpn

P  IVFD RL 10 tpm
 Asam valproat 2 x 3 ml
 Luminal 3 x 12 mg
 Diazepam 3 x 1,5 mg
 Paracetamol 4 x 1 cth
 Tab RHZ 1 X 60 / 90 / 80 mg

21
 Eritromisin 4 x 1 cth
 Vit B 6 1x ½ tab

22
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

KEJANG DEMAM

A. Definisi
Bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas
38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.

B. Epidemiologi
Kejang demam paling sering dijumpai pada anak, terutama pada kelompok usia
6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3% daripada anak yang berumur dibawah 5 tahun pernah
mengalami kejang demam. Lennox-Butchal (1971) berpendapat bahwa kepekaan terhadap
bangkitan kejang demam diturunkan oleh suatu gen dominan dengan penetrasi yang tidak
sempurna. Lennox (1949) berpendapat bahwa 41,2% anggota keluarga penderita
mempunyai riwayat kejang sedangkan pada anak normal hanya 3%.

C. Klasifikasi
ILAE (1993) membuat kriteria dan membagi kejang demam atas 2 golongan, yaitu :
a. Kejang demam kompleks
 Kejang lama yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang bewrulang lebih
dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang anak tidak sadar.
 Kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum didahului kejang parsial
 Berulang dalam 24 jam

b. Kejang demam sederhana


 Berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan umumnya akan berhenti sendiri
 Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal,
 Kejang tidak berulang dalam 24 jam

23
D. Patofisiologi
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1o C akan meningkatkan metabolisme
basal 10 % – 15% dan kebutuhan oksigen 20%. Untuk mempertahankan kelangsungan
hidup sebuah sel atau organ otak diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme.
Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu
adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru – paru dan
diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskular. Sumber energi otak adalah glukosa yang
melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh suatu membran
yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik.
Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh
ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya,
kecuali klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi
Na+ rendah, sedangkan diluar sel neuron terdapat konsentrasi K+ rendah dan konsentrasi
Na+ tinggi. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka
terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk
menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-
K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat
dapat dirubah oleh adanya :

 Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler


 Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya ; mekanis, kimiawi atau aliran listrik
dari sekitarnya
 Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.

Pada seorang anak 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,
sehingga pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari
membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi ion Kalium dan Natrium
melalui membran sel neuron sehingga terjadi lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik
yang besar dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan
bantuan neurotransmitter, hal ini yang menyebabkan kejang.

24
Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu
38oC sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru dapat terjadi
pada suhu 40oC atau lebih. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam
lebih sering terjadi pada anak dengan ambang kejang yang rendah.
Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak
meninggalkan sequel. Tetapi kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) dapat
menimbulkan kerusakan neuron otak karena pada kejang lama disertai terjadinya apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energy untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya
terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat disebabkan oleh metabolism anaerobic,
hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin
meningkat disebabkan akibat aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme
otak meningkat. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang dapat
mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema
otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak.

E. Diagnosis
1. Anamnesis
Pada anamnesis didapatkan manifestasi klinis berupa demam tinggi
dengan peningkatan suhu yang cepat, disebabkan oleh infeksi diluar susunan saraf
pusat. Serangan kejang terjadi pada 24 jam pertama demam, berlangsung singkat
dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik – klonik, tonik, klonik atau akinetik.
Kejang dapat berhenti sendiri lalu anak tidak memberi reaksi apapun untuk
sementara, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak akan terbangun dan sadar
kembali tanpa adanya kelainan saraf.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi keadaan umum, sifat kejang, tonik, klonik,
fokal maupun umum. Tanda – tanda vital anak, status generalis dan status lokalis,
pemeriksaan neurologi untuk mengetahui penyebab kejang berasal dari susunan
saraf pusat atau ekstrakranial.
3. Pemeriksaan Penunjang
• Laboratorium

25
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang
demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab
demam atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam.
Pemeriksaan yang dilakukan ialah darah perifer, elektrolit dan gula darah.

• Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakan atau
menyingkirkan kemugkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis bakterialis
adala 0,6 – 6,7%. Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakan diagnosis
meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal
dianjurkan pada :

– Bayi usia kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan


– Bayi antara usia 12 – 18 bulan dianjurkan
– Bayi usia lebih dari 18 bulan selektif

Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi
lumbal.

• Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi
berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsy pada
pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG
dapat dilakukan bila keadaan kejang demam yang tidak khas. Misalnya kejang
demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.

• Pencitraan
Foto X-ray kepala, CT-scan dan MRI jarang dilakukan, hanya untuk
indikasi seperti5 ;

– Kelainan neurologic fokal menetap (hemiparesis)


– Parese nervus VI
– Papiledema

26
F. Diagnosis Banding
Evaluasi penyebab kejang, dari dalam atau luar susunan saraf pusat. Kelaian
dalam susunan saraf pusat berupa infeksi (meningitis, ensefalitis, abses otak dan lainnya).

G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan saat kejang
Pada pasien dengan status konvulsi diberikan diazepam intravena 0,3 –
0,5 mg/kgBB perlahan – lahan dengan kecepatan 1 – 2 mg/menit atau dalam waktu
3 – 5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg. Obat praktis yang dapat diberikan oleh
orangtua dirumah adala diazepam per retal dengan dosis 0,5 – 0,75 mg/kgBB atau
diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg
untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam per rectal dengan dosis 5 mg
untuk anak dibawah usia 3 tahun dan 7,5 mg untuk anak usia diatas 3 tahun.
Bila setelah pemberian diazepam per rectal kejang belum berhenti,
dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.
Bila setelah 2 kali pemberian diazepam per rectal masih tetap kejang, dianjurkan
ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis
0,3 – 0,5 mg/kgBB.
Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena
dengan dosis awal 10 – 20 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau
kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti, dosis selanjutnya adalah 4 – 8
mg/kgBB/hari dimulai 12 jam setelah dosis awal.
Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasie harus dirawat di
ruang rawat intensif. Bila kejang berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung
jenis kejang demam apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor
risikonya.
2. Pemberian obat pada saat demam
Antipiretik (paracetamol) diberikan dengan dosis 10 – 15 mg/kgBB/kali
diberikan 4 kali per hari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen 5 – 10
mg/kgBB/kali dibagi 3 – 4 dosis. Meskipun jarang asam asetilsalisilat dpat

27
menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang dari 18 bulan, sehingga
penggunaan asam asetilsalisilat tidak dianjurkan..
Pemberian diazepam sebagai antikonvulsan dengan dosis 0,3 mg/kgBB
setiap 8 jam per oral pada saat demam menurunkan risiko berulangnya kejang pada
30 – 60 % kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kgBB setiap 8
jam pada suhu > 38,5oC.
3. Pengobatan obat rumat
Indikasi pemberian obat rumat diberikan bila kejang demam
menunjukan ciri – ciri sebagai berikut :
- Kejang lebih dari 15 menit
- Adanya kelaianan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental,
hidrosefalus.
- Kejang fokal
- Pengobatan rumat dipertimbangkan bila
 Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam
 Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan
 Kejang demam > 4 kali per tahun
Jenis antikonvulsan untuk pengobatan rumatan berupa fenobarbital atau
asam valproat setiap hari efektif dalam menurunkan risiko berulangnya kejang.
Karena pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku
dan kesulitan belajar, maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus
selektif dan dalam jangka pendek.
Obat pilihan saat ini adalah asam valproat, pada sebagian kecil kasus
terutama pada anak kurang dari 2 tahun asam valproat dapat menyebabkan
gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat 15 – 40 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 –
3 dosis dan fenobarbital 3 – 4 mg/kgBB/hari dibagi dalam 1 – 2 dosis. Lama
pengobatan rumat diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan
secara bertahap selama 1 – 2 bulan.

4. Mencari dan mengobati penyebab.


5. Edukasi keluarga pasien
28
Edukasi dengan meyakinkan orangtua bahwa kejang demam umumnya
mempunyai prognosis baik, memberitahukan cara penanganan kejang, memberikan
informasi mengenai kemungkinan kejang kembali, dan pemberian obat untuk
mencegah rekurensi memang efektif tetapi herus diingat adanya efek samping obat.
Beberapa hal yang dapat dilakukan orangtua bila anak kembali kejang ialah ;
 Orangtua harus mengetahui pada suhu berapa anak mengalami kejang
 Sediakan termometer dan ukur suhu tubuh setiap anak demam
 Sediakan diazepam oral (puyer, sirup). Berikan pada suhu di atas 38,5oC
 Sediakan diazepam rektal. Berikan bila suhu > 39oC atau pada suhu anak
dapat kejang
 Bila anak kejang :
– Miringkan posisi anak
– Longgarkan pakaian
– Perhatikan jalan napas
– Berikan diazepam rectal
– Bawa segera ke dokter bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih

6. Indikasi Rawat
• Kejang demam pertama kali
• Kejang demam pada usia < 1 tahun
• Kejang demam kompleks
• Hiperpiraksia ( suhu di atas 40 0C)
• Pasca kejang anak tidak sadar atau lumpuh (Tod’s paresisi)
• Permintaan orangtua

H. Prognosis
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang
sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif melaporkan kelainan neurologis

29
pada sebagian kecil kasus dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama
atau kejang berulang baik umum atau fokal.
Kematian karena kejang tidak pernah dilaporkan. Menurut Berg dkk, (1992) 80
% kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya
kejang demam adalah :

• Riwayat kejang demam dalam keluarga


• Usia kurang dari 12 bulan
• Temperatur yang rendah saat kejang
• Cepatnya kejang setelah demam

Bila seluruh faktor diatas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah
80% , sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang
10 – 15%. Kemungkinan berulangnya kejang paling besar pada tahun pertama.

Menurut Ellenberg dan Nelson KB (1998) faktor risiko terjadinya epilepsy


dikemudian hari adalah5 :

• Perkembangan saraf terganggu


• Kejang demam kompleks
• Riwayat epilepsi dalam keluarga
• Lamanya demam

Masing – masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian


epilepsy sampai 4 – 6%, kombinasi dari faktor risiko tersebut meningkatkan
kemungkinan kejadian epilepsy menjadi 10 – 49%. Kemungkinan menjadi epilepsy
tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada kejang demam.

30
A. CYTOMEGALOVIRUS
Cytomegalovirus (CMV) merupakan kelompok agen dalam family herpes virus

yang dikenal penyebarannya yang luas pada manusia dan hewan. Infeksi

Cytomegalovirus (CMV) biasanya dikelompokkan dalam infeksi TORCH yang

merupakan singkatan dari Toxoplasma, Rubella, Citomegalovirus, dan Herpes.

CMV merupakan human herpesvirus 5, anggota family dari 8 virus herpes

manusia, subgrup beta-herpesvirus. Cytomegalo berarti sel yang besar. Sel yang terinfeksi

akan membesar lebih dari atau sama dengan 2x sel yang tidak terinfeksi. (Samik Wahab,

2000).

B. Epidemiologi

Infeksi CMV tersebar luas di seluruh dunia, dan terjadi endemik tanpa

tergantung musim. Iklim tidak mempengaruhi prevalensi. Pada populasi dengan keadaan

sosial ekonomi yang baik, kurang lebih 60 - 70% orang dewasa, menunjukkan hasil

pemeriksaan laboratorium positif terhadap infeksi CMV. Keadaan ini meningkat kurang

lebih 1% setiap tahun. Di Amerika Serikat , CMV menyebabkan infeksi pada 0,2-2.4%

dari seluruh bayi lahir hidup. CMV merupakan penyebab infeksi kongenital dan perinatal

yang paling umum di seluruh dunia. Prevalensi infeksi CMV kongenital bervariasi luas di

antara populasi yang berbeda, ada yang melaporkan sebesar 0,2 –3%, ada pula sebesar 0,7

sampai 4,1%. Peneliti lain mendapatkan angka infeksi 1%-2% dari seluruh kehamilan

(Lipitz S, 1997; Numazaki, 2004).

Kebanyakan bayi yang terinfeksi CMV kongenital tidak menunjukkan gejala

saat lahir, tetapi pada pemeriksaan selanjutnya 5-5% dari bayi tersebut menunjukkan

gejala penyulit seperti tuli sensoris dan retardasi mental. Beberapa peneliti menyatakan

31
bahwa CMV merupakan virus tersering yang menyebabkan retardasi mental. Di Indonesia

belum banyak diketahui angka kejadian infeksi yang disebabkan oleh CMV.

C. Transmisi

Transmisi infeksi CMV bisa melalui intrauterus, prenatal, dan post natal, lalu

penyebaran endogen.

1. Transmisi intrauterus terjadi karena virus yang beredar dalam sirkulasi (viremia) ibu

menular ke janin. Kejadian transmisi seperti ini dijumpai pada kurang lebih 0,5 – 1%

dari kasus yang mengalami reinfeksi atau rekuren. Viremia pada ibu hamil dapat

menyebar melalui aliran darah (per hematogen), menembus plasenta, menuju ke fetus

baik pada infeksi primer eksogen maupun pada reaktivasi, infeksi rekuren endogen,

yang mungkin akan menimbulkan risiko tinggi untuk kerusakan jaringan prenatal yang

serius. Risiko pada infeksi primer lebih tinggi daripada reaktivasi atau ibu terinfeksi

sebelum konsepsi. Infeksi transplasenta juga dapat terjadi, karena sel terinfeksi

membawa virus dengan muatan tinggi. Transmisi tersebut dapat terjadi setiap saat

sepanjang kehamilan, namun infeksi yang terjadi sampai 16 minggu pertama, akan

menimbulkan penyakit yang lebih berat (Stagno, 1994; Landini, 1999).

2. Transmisi perinatal terjadi karena sekresi melalui saluran genital atau air susu ibu.

Kira-kira 2% – 28% wanita hamil dengan CMV seropositif, melepaskan CMV ke

sekret serviks uteri dan vagina saat melahirkan, sehingga menyebabkan kurang lebih

50% kejadian infeksi perinatal. Transmisi melalui air susu ibu dapat terjadi, karena 9%

- 88% wanita seropositive yang mengalami reaktivasi biasanya melepaskan CMV ke

ASI. Kurang lebih 50% - 60% bayi yang menyusu terinfeksi asimtomatik, bila selama

kehidupan fetus telah cukup memperoleh imunitas IgG spesifik dari ibu melalui

32
plasenta. Kondisi yang jelek mungkin dijumpai pada neonatus yang lahir prematur atau

dengan berat badan lahir rendah (Stagno, 1994; Landini, 1999).

3. Transmisi postnatal dapat terjadi melalui saliva, mainan anak-anak misalnya karena

terkontaminasi dari vomitus. Transmisi juga dapat terjadi melalui kontak langsung atau

tidak langsung, kontak seksual, transfusi darah, transplantasi organ (Stagno, 1994;

Landini, 1999).

4. Penyebaran endogen di dalam diri individu dapat terjadi dari sel ke sel melalui

desmosom yaitu celah di antara 2 membran atau dinding sel yang berdekatan. Di

samping itu, apabila terdapat pelepasan virus dari sel terinfeksi, maka virus akan

beredar dalam sirkulasi (viremia), dan terjadi penyebaran per hematogen ke sel lain

yang berjauhan, atau dari satu organ ke organ lainnya (Stagno, 1994; Landini, 1999).

D. Struktur dan alur masuk sel

Cytomegalovirus merupakan parasit yang hidup di dalam sel atau intrasel yang

sepenuhnya tergantung pada sel normal untuk perbanyakan diri (replikasi). Virus tidak

memiliki organel metabolik seperti yang dijumpai pada prokariot misalnya bakteri atau

eukariot misalnya sel manusia. Replikasi virus tergantung dari kemampuan untuk

menginfeksi sel normal yang permissive, yaitu yang merupakan sel yang tidak dapat

melawan atau merintangi invasi dan replikasi virus. Virus tidak memproduksi baik

eksotoksin maupun endotoksin (Rote NS, 2006).

33
CMV terdiri dari bagian envelope ( mengandung lipid ), tegument, capsid dan

memiliki genom DNA (deoxyribonucleic acid) untai ganda berukuran besar yang mampu

mengkode lebih dari 227 macam protein dengan 35 macam protein struktural dan lain-

lain protein nonstruktural yang tidak jelas fungsinya. Genom DNA dibagi menjadi 2

bagian unik yang dikenal dengan istilah unique short (Us) dan unique long (Ul). CMV

terdiri dari bermacam strain yang dapat dibedakan dengan cara melakukan pencernaaan

tertentu terhadap genom ini. Protein CMV disebut dengan singkatan p untuk protein, gp

atau g untuk glikoprotein, pp untuk phosphoprotein. Protein-protein tersebut dapat

dijumpai pada bagian-bagian CMV seperti envelope sekurang-kurangnya ada 5 macam,

tegument juga 5 macam yang paling imunogenik serta paling banyak diproduksi, capsid

ada 5 macam pula yang bersifat imunogenik. Glikoprotein paling imunogenik pada

envelope ialah glikoprotein B (gB). Semua antibodi yang terbentuk bersifat neutralisasi

terhadap semua protein imunogen ini, kecuali terhadap glikoprotein 48 dari envelope

yang terbentuk awal (Stagno S, 1994; Tabi Z, 2001).

CMV memasuki sel dengan cara terikat pada reseptor yang ada di permukaan

sel normal, kemudian menembus membran sel, masuk ke dalam vakuole di sitoplasma,

34
lalu selubung virus terlepas, dan nucleocapsid cepat menuju ke nukleus sel normal.

Dalam waktu cepat setelah itu, ekspresi gen immediate early (IE) spesifik RNA

(ribonucleic acid) atau transkrip gen alfa (α) dapat dijumpai tanpa ada sintesis protein

virus de novo atau replikasi DNA virus. Ekspresi protein ini adalah esensial untuk

ekspresi gen virus berikutnya yaitu gen early atau gen β yang menunjukkan transkripsi

kedua dari RNA. CMV tidak menghentikan sintesis protein normal, bahkan pada awalnya

meningkatkan sintesis protein normal. Hal ini menunjukkan bahwa replikasi dan

perakitan CMV, tergantung dari beberapa enzim normal (Stagno, 1994).

E. Gejala dan Manifestasi klinis

Gejala yang mungkin timbul pada anak dengna infeksi CMV diantaranya:

1. BBLR
2. Hepatosplenomegali
3. Ikterus
4. Kejang
5. Pneumonitis
6. Ptekie
7. Trombositopeni
8. Ruam morbiliform
Pada 80-90% bayi yang tidak menunjukan gejala saat lahir maka pada masa
yang akan dating dapat menyebabkan:

1. Gangguan pendengaran atau tuli


2. Retardasi mental
3. Gangguan visual
4. Infeksi ginjal
5. Hepatitis CMV
6. Infeksi dan inflamasi mukosa saluran cerna
7. Kelelahan

35
8. Malaise
9. Myalgia
Manifestasi klinis infeksi CMV

1. Infeksi kongenital CMV


Ptekie, hepatosplenomegali, ikterik pada 60-80% kasus. Mikrocephalus,
retardasi pertumbuhan intrauteri, prematur pada 30-50% kasus, pada kasus jarang
bisa timbul hernia inguinal dan chorioretinitis. Pada pemeriksaan lab didapatkan
peningkatan serum transaminase, trombositopeni, hiperbilirubinemia, hemolitik,
peningkatan protein LCS. Pada kasus berat 20-30% meninggal, yang hidup bisa
terjadi gangguan intelektual dan pendengaran. Sebagian besar kelainan belum
manifes saat lahir, beberapa tahun kemudian 5-25% muncul gangguan psikomotor,
pendengaran, mata, gigi.

2. Infeksi perinatal CMV


Kasus perinatal CMV pada 40-60% bayi yang disusui ibu positif CMV
lebih 1 bulan akan terinfeksi. Gejala yang muncul antara lain : interstisiel
pneumonitis, BBLR, adenopathy, rash, hepatitis, anemia, atipical limfositosis.

3. Mononucleosis CMV
Terjadi pada immunocompeten host. Berupa monnucleosis sindrom dengan
antibodi heteropil negatif. Masa inkubasi 20-60 hari, lama gejala 2-6 minggu.

Gejala :

panas lama, menggigil, malaise, myalgia, headache, splenomegali, pharingitis


eksudativa, limfadenopati leher jarang. Gejala yang jarang meliputi : rash
rubelliform, pneumonia, miokarditis, pleuritis, arthritis, encephalitis.

Hasil pemeriksaan lab bisa menunjukan:

Limfositosis relatif, alkaifosfatase meningkat, aminotransferase meningkat, anemia


hemolitik, trombositopenia, granulocytopenia. heterophil antibodi (-), cryoglobulin
(+), Rheumatoid factor (+), cold agglutinins (+), ANA(+)

4. Infeksi pada Imunocompromised Host

36
Gejala pada recipients transplant dapat berupa demam, leukopeni, hepatitis,
pneumonitis, esophagitis, gastritis, colitis, retinitis.

Pada penderita AIDS CD4 <100/miL bisa terjadi retinitis bahkan gejala yang berat
diantaranya : demam lama, malaise, anorexia, fatigue, keringat malam, atralgia,
mialgia. Pada pemeriksaan lab didapatkan: Limfosit abnormal, leukopeni,
trombositopeni, atypical lymphocytosis. Pneumoni, ulcer pada GIT dengan
hematocesia dan perforasi, hepatitis, cholesistitis, adrenalitis, retinitis (buta). Bisa
fatal bila viremia dengan gangguan multi organ.

F. Diagnosis

Diagnosis pada bayi baru lahir dibuat dengan isolasi virus atau dengan PCR,

biasanya dari sampel urin. Diagnosis infeksi CMV pada orang dewasa menjadi sulit

karena tingginya frekuensi penyakit tanpa gejala dan relaps. Untuk menegakkan diagnosis

sebaiknya dilakukan berbagai cara pemeriksaan bila memungkinkan. Isolasi virus, deteksi

antigen CMV (bisa dilakukan dalam waktu 24 jam), deteksi DNA CMV dengan PCR atau

hibridisasi in situ dapat dilakukan untuk melihat adanya virus pada organ, darah, sekret

saluran pernafasan dan urin. Studi serologis sebaiknya dilakukan untuk melihat adanya

antibodi spesifik IgM dari CMV atau adanya kenaikan 4 kali lipat titer antibodi.

Interpretasi hasil pemeriksaan ini membutuhkan pengetahuan tentang latar belakang

epidemiologis dan klinis dari penderita. Virus dapat di isolasi dari biakan urine atau

biakan berbagai cairan atau jaringan tubuh lain. Tes serologis mungkin terjadi

peningkatan IgM yang mencapai kadar puncak 3 – 6 bulan pasca infeksi dan bertahan

sampai 1– 2 tahun kemudian. IgG meningkat secara cepat dan bertahan seumur hidup.

Masalah dari interpretasi tes serologi adalah (Samik Wahab, 2000; Munira, 2010):

1. Kenaikan IgM yang membutuhkan waktu lama menyulitkan penentuan saat infeksi

yang tepat

37
2. Angka negatif palsu yang mencapai 20%

3. Adanya IgG tidak menyingkirkan kemungkinan adanya infeksi yang persisten

G. Pengobatan dan Pencegahan

1. Pengobatan:

Obat-obat infeksi virus yaitu acyclovir, gancyclovir, dapat diberikan untuk

infeksi CMV. Pemberian imunisasi dengan plasma hiperimun dan globulin

dikemukakan telah memberi beberapa keberhasilan untuk mencegah infeksi primer

dan dapat diberikan kepada penderita yang akan menjalani cangkok organ. Namun

demikian, program imunisasi terhadap infeksi CMV, belum lazim dijalankan di negeri

kita. Pada pemberian transfusi darah, resipien dengan CMV negatif idealnya harus

mendapat darah dari donor dengan CMV negatif pula. Deteksi laboratorik untuk

infeksi CMV, idealnya dilakukan pada setiap donor maupun resipien yang akan

mendapat transfusi darah atau cangkok organ. Apabila terdapat peningkatan kadar IgG

anti- CMV pada pemeriksaan serial yang dilakukan 2x dengan selang waktu 2-3

minggu, maka darah donor seharusnya tidak diberikan kepada resipien mengingat

dalam kondisi tersebut infeksi atau reinfeksi masih berlangsung. Seorang calon ibu,

hendaknya menunda untuk hamil apabila secara laboratorik dinyatakan terinfeksi

CMV primer akut. Bayi baru lahir dari ibu yang menderita infeksi CMV, perlu

dideteksi IgM anti-CMV untuk mengetahui infeksi kongenital (Samik Wahab, 2000).

2. Pencegahan

Waspada dan hati-hati pada waktu mengganti popok bayi, cuci tangan dengan

baik sesudah mengganti popok bayi dan buanglah kotoran bayi di jamban yang saniter.

38
Hindari melakukan transfusi kepada bayi baru lahir dari ibu yang seronegatif dengan

darah donor dengan seropositif CMV.

H. Komplikasi

a. Radang hati

Radang hati atau Hepatitis CMV dapat terjadi disertai dengan atau tanpa

ikterus. Sel hepar yang terinfeksi CMV dan sel epitel saluran empedu juga seringkali

mengandung inklusi intranukleus seperti yang dijumpai pada sel epitel tubulus ginjal.

Hepatitis CMV kongenital akibat infeksi yang terjadi intrauterus dapat timbul berat,

sering disertai asites berulang. Infeksi perinatal juga seringkali menunjukkan sirosis

progresif, sedangkan pada anak yang lebih tua, infeksi seringkali berjalan asimtomatik,

walaupun dapat berjalan simtomatik dengan febris yang berlangsung lama, faringitis

eksudatif, limfadenopati dan hepatoslenomegali

b. Infeksi saluran gastrointestinal

Penyakit CMV pada saluran gastrointestinal merupakan suatu proses erosif dan

ulseratif yang dapat terjadi pada setiap lokasi di saluran gastrointestinal mulai dari

mulut sampai dengan rektum. Faktor pencetus tidak diketahui. Patogenesis lesi

intestinum merupakan proses kompleks, meliputi infeksi CMV pada mukosa disertai

dengan inflamasi dan nekrosis jaringan serta keterlibatan endotel vaskuler yang

menyebabkan kerusakan mukosa iskemik dan oklusi vaskuler. Dengan demikian

berarti infeksi CMV melibatkan sel epitel kolumner, endotel, miosit, fibroblas, dan

menyebabkan destruksi jaringan dan ulserasi. Colitis CMV yang mirip dengan colitis

ulserosa juga dapat dijumpai. Supresi imun lokal atau faktor autoimun memegang

peran dalam patogenesis penyakit CMV gastrointestinal. Gejala dan tanda tergantung

39
dari bagian mana dari saluran gastrointestinal yang terlibat serta keparahan lesi

mukosa. Bukti-bukti kuat menunjukkan bahwa infeksi CMV di saluran gastrointestinal

dapat dijumpai tanpa keikutsertaan patogen lain seperti Helicobacter pylori, Candida.

Dilaporkan pula bahwa penyakit CMV gastrointestinal dapat dijumpai pada penderita

tanpa keadaan imunodefisiensi, dan pada penderita lanjut usia lebih dari 60 tahun

tanpa penyakit lain yang menyertai. Di samping itu keterlibatan infeksi CMV perlu

dipikirkan apabila dijumpai suatu masa jinak di nasofaring individu imunokompeten.

c. Radang mata dan tuli

Masih banyak lagi infeksi organ yang disebabkan karena CMV, antara lain

menyerang mata , yaitu retinitis atau chorioretinitis yang dapat menyebabkan juling

(strabismus), katarak, gangguan visus, dapat pula sampai timbul kebutaan. CMV juga

dapat menyerang telinga, umumnya disebabkan karena infeksi kongenital dengan

gejala klinik nyata sampai terjadi ketulian ( sensorineural deafness) yang timbul di

kemudian hari.

I. Prognosis

Pada bayi yang telah terinfeksi CMV pada saat lahir lebih dari 90 % bayi yang

mempunya gejala infeksi CMV akan dapat mengalami gangguan hati, gangguan

pertumbuhan, gangguan penglihatan dan pendengaran, gangguan mentaldan abnormalitas

atau gangguan neurologis dikemudian hari dibandingkan dengan bayi tanpa gejala infeksi

40
CMV yang memiliki kemungkinan 5-10%. Kematian bisa terjadi dan bila tidak maka

pasien akan mengalami kecacatan secara mental (Rusepno, 2005)

41
DAFTAR PUSTAKA

1. Saharso D, dkk. Infeksi Susunan Saraf Pusat. Dalam : Soetomenggolo TS, Ismael S,
penyunting. Buku Ajar Neurologi Anak. Jakarta: BP IDAI; 1999. h. 40-6, 339-71
2. Razonable RR, dkk. Meningitis. Updated: Mar 29th, 2011. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/ 232915-overview. Accessed 30 Oktober , 2016.
3. Tan TQ. Meningitis. In : Perkin RM, Swift JD, Newton DA, penyunting. Pediatric Hospital
Medicine, textbook of inpatient management. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins;
2003. h. 443-6.
4. Sitorus MS. Sistem Ventrikel dan Liquor Cerebrospinal. Available from :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3546/1/anatomi-mega2.pdf. Accessed 30
Oktober , 2016.
5. Anonymous. Meningitis. Centers for Disease Control and Prevention. Updated: August 6th,
2009 Available from : http://www.cdc.gov/meningitis/about/causes.html. Accessed Accessed
30 Oktober , 2016.
6. Fenichel GM. Clinical Pediatric Neurology. 5th ed. Philadelphia : Elvesier saunders; 2005. h.
106-13.
7. Prober CG. Central Nervous System Infection. Dalam : Behrman, Kliegman, Jenson,
penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia: Saunders; 2004. h.
2038-47.
8. Muller ML, dkk. Pediatric Bacterial Meningitis. May 11th, 2011. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/961497-overview. Accessed 30 Oktober , 2016.
9. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 2. Jakarta: Bagian
Kesehatan Anak FKUI; 1985. h.558-65, 628-9.
10. Pudjiadi AH,dkk. Ed. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jilid 1.
Jakarta : Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010. h. 189-96.
11. Pusponegoro HD, dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi ke-1. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI; 2004 : 200 – 208.
12. Cordia W,dkk. Meningitis Viral. Updated: Mar 29th, 2011. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1168529-overview. Accessed 30 Oktober , 2016.
13. Anonymous. Meningitis. Centers for Disease Control and Prevention. Updated: August 6th,
2009 Available from : http://www.cdc.gov/meningitis/about/ prevention.html. Accessed 30
Oktober , 2016.

42

Anda mungkin juga menyukai