Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KASUS

ULKUS KORNEA

DISUSUN OLEH:
Linna Asni Z 1610221027
Lisprapikasari 1610221058
Muhammad Faris 1610221054

PEMBIMBING:
dr. Andito K Adisasmito Sp.M

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
SMF MATA RS PERSAHABATAN
JANUARI 2017 - FEBRUARI 2017

1
BAB I
PENDAHULUAN

I.I. PENDAHULUAN

Pembentukan parut akibat ulserasi kornea adalah penyebab utama


kebutaan dan ganguan penglihatan di seluruh dunia. Kebanyakan gangguan
penglihatan ini dapat dicegah, namun hanya bila diagnosis penyebabnya
ditetapkan secara dini dan diobati secara memadai.1

Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan “jendela” yang dilalui


berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya
yang uniform, avaskuler dan deturgenses. Deturgenses, atau keadaan dehidrasi
relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh “pompa” bikarbonat aktif pada endotel
dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel
dalam mekanisme dehidrasi dan cedera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih
berat daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema
kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya, cedera pada epitel hanya
menyebabkan edema lokal sesaat stroma kornea yang akan menghilang bila sel-
sel epitel telah beregenerasi. Penguapan air dari film air mata prakornea berakibat
film air mata menjadi hipertonik; proses itu dan penguapan langsung adalah
faktor-faktor yang menarik air dari stroma kornea superfisial untuk
mempertahankan keadaan dehidrasi.1

Ulkus kornea dapat terjadi akibat adanya trauma pada oleh benda asing,
dan dengan air mata atau penyakit yang menyebabkan masuknya bakteri atau
jamur ke dalam kornea sehingga menimbulkan infeksi atau peradangan. Ulkus
kornea merupakan luka terbuka pada kornea. Keadaan ini menimbulkan nyeri,
menurunkan kejernihan penglihatan dan kemungkinan erosi kornea.2

Ulkus kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai oleh adanya
infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung, diskontinuitas jaringan kornea
dapat terjadi dari epitel sampai stroma. Ulkus kornea yang luas memerlukan

2
penanganan yang tepat dan cepat untuk mencegah perluasan ulkus dan timbulnya
komplikasi berupa descematokel, perforasi, endoftalmitis, bahkan kebutaan. Ulkus
kornea yang sembuh akan menimbulkan kekeruhan kornea dan merupakan
penyebab kebutaan nomor dua di Indonesia.2
Di Indonesia kekeruhan kornea masih merupakan masalah kesehatan mata
sebab kelainan ini menempati urutan kedua dalam penyebab utama kebutaan.
Kekeruhan kornea ini terutama disebabkan oleh infeksi mikroorganisme berupa
bakteri, jamur, dan virus dan bila terlambat didiagnosis atau diterapi secara tidak
tepat akan mengakibatkan kerusakan stroma dan meninggalkan jaringan parut
yang luas.2

3
BAB II
STATUS PASIEN

1. Identitas Pasien
Nama : Tn. C
Umur : 44 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Buruh
Alamat : GG Alfalah Bekasi Barat

2. Keluhan Utama
Mata kanan buram sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit

3. Riwayat Penyakit Sekarang


Dua bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluhkan mata kanan yang
semakin lama semakin buram. Awalnya, sebelum mata pasien buram, 2 bulan
yang lalu pasien sedang bekerja di bangunan dan matanya terkena batu kecil
dan serpihan bangunan. Saat itu, mata pasien belum mengalami buram, tetapi
baru terlihat merah. Kemudian pasien tidak langsung berobat, tetapi pasien
membilasnya dengan menggunakan air. Sejak saat itu, mata pasien mulai
buram dan dirasakan semakin memberat. Selain itu, pasien mengatakan mata
kanannya mengalami kemerahan yang sangat parah, kemerahan disertai dengan
pembengkakan pada kelopak matanya dan belekan yang banyak serta
mengucur saat 2 bulan sebelum masuk Rumah Sakit. Pasien juga mengatakan
mata kanannya terasa nyeri, dan nyeri dirasakan menjalar hingga ke kepala dan
terasa berdenyut. Pasien juga merasakan seperti ada sesuatu yang mengganjal
matanya saat berkedip. Pasien juga mengatakan bahwa mata kanannya sering
merasa silau. Pasien juga melihat bercak putih pada mata kananya sejak 1
bulan terakhir yang menganggu penglihatan pasien. Riwayat melihat pelangi
disekitar cahaya, bola mata terasa tertekan, sakit kepala dan mual-muntah
disangkal. Keluhan pada mata kiri tidak ada. Kemudian 1 bulan sebelum masuk

4
rumah sakit, pasien berobat ke RSUD bekasi dan memperoleh obat tetes mata,
namun keluhan tidak membaik sehingga akhirnya pasien dirujuk ke RS
Persahabatan.

4. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien memiliki riwayat diabetes mellitus selama 2 tahun, namun pasien tidak
memiliki riwayat hipertensi, asma dan penyakit jantung. Riwayat penyakit
mata sebelumnya tidak ada. Riwayat operasi pada mata juga tidak ada. Pasien
tidak menggunakan kacamata sebelumnya.

5. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat penyakit mata pada keluarga tidak ada. Dikeluarga terdapat riwayat
diabetes melitus. Riwayat hipertensi, asma, penyakit jantung disangkal.

6. Riwayat Sosial
Pasien adalah buruh bangunan dan tinggal bersama istri serta kedua anaknya.

7. Status Generalis
Tanda vital
Tekanan darah : 115/95 mmHg
Frekuensi nadi : 94 kali/menit
Frekuensi napas : 22 kali/menit
Suhu : Afebris
Pemeriksaan fisik lain : Dalam batas normal

8. Status Oftalmologi
OD Pemeriksaan OS
0,5/60 Tajam penglihatan 6/20F
Orthophoria

Gerakan bola mata

5
Tidak dilakukan Tekanan intraokular Tidak dilakukan
Edema (-),spasme(-), Edema (-),spasme(-),
Palpebra
hiperemis (-) hiperemis (-)
Sekret (-), hiperemis (+), Sekret (-), hiperemis (-),
Injeksi konjungtiva (-) Konjungtiva Injeksi konjungtiva (-)
Injeksi siliar (+),sekret (-) Injeksi siliar (-),sekret (-)
Ulkus sentral ukuran
1,75x1,1 mm berbatas
tegas, endotel plak (+), Jernih. Infiltrat (-),
descemet fold (+), lesi Kornea sikatrik (-), ulkus (-)
cincin (-), lesi satelit (-), arcus senilis (+)
lesi dendritik (-), arcus
senilis (+)
Dalam, hipopion (-), Dalam, hipopion (-),
Bilik mata depan
hifema (-), flare (-) hifema (-), flare (-)
Isokor, bulat, sentral, Isokor, bulat, sentral,
rugae (+) refleks cahaya Iris dan pupil rugae (+), refleks cahaya
baik, sinekia (-) baik, sinekia (-)
Samar jernih Lensa Jernih
Sulit dinilai Vitreous Jernih
Refleks fundus (+), Papil
Refleks fundus (+) bulat dan batastegas, cup-
Funduskopi
disk ratio 0,3, aa/vv 2/3,
refleks makula (+)

Tes konfrontasi

Sama dengan pemeriksa Sama dengan pemeriksa

6
Gambaran Klinis

1. Pemeriksaan Penunjang
USG mata:

- Vitreus medial, posterior (+) kekeruhan ringan

2. Diagnosis
Ulkus Kornea Bacterialis OD

7
3. Tatalaksana
Levofloxacin (Cravit) 1 tetes/jam OD
Ciprofloxacin 2x1 tab
Sulfas atropin 1 % 3x1 tetes OD
Cendo lyters 3x1 tetes OD
Asam mefenamat 3x1 tab

4. Prognosis:
OD
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
OS
Ad vitam : bonam
Ad fungsionam : bonam
Ad sanationam : bonam

8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

III.1. ANATOMI DAN FISIOLOGI KORNEA

Kornea adalah jaringan transparan, yang ukurannya sebanding dengan


kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus,
lengkung melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skelaris. Kornea
dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 di tepi, dan
diameternya sekitar 11,5 mm dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima
lapisan yang berbeda-beda: lapisan epitel (yang bersambung dengan epitel
konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman, stroma, membran Descement, dan lapisan
endotel. Batas antara sclera dan kornea disebut limbus kornea. Kornea merupakan
lensa cembung dengan kekuatan refraksi sebesar + 43 dioptri. Kalau kornea udem
karena suatu sebab, maka kornea juga bertindak sebagai prisma yang dapat
menguraikan sinar sehingga penderita akan melihat halo.1

Gambar 1. Anatomi Kornea

9
Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar kedalam:

1. Lapisan epitel
 Tebalnya 50 µm , terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang
saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal dan sel
gepeng.
 Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong
kedepan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi
sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya
dan sel polygonal didepannya melalui desmosom dan macula
okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa
yang merupakan barrier.
 Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat
kepadanya. Bila terjadi gangguan akan menghasilkan erosi rekuren.
 Epitel berasal dari ectoderm permukaan.
2. Membran Bowman
 Terletak dibawah membrana basal epitel kornea yang merupakan
kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari
bagian depan stroma.
 Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.
3. Jaringan Stroma
 Terdiri atas lamel yang merupakan sususnan kolagen yang sejajar
satu dengan yang lainnya, Pada permukaan terlihat anyaman yang
teratur sedang dibagian perifer serat kolagen ini bercabang;
terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang
kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma
kornea yang merupakan fibroblast terletak diantara serat kolagen
stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen
dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
4. Membran Descement
 Merupakan membrana aselular dan merupakan batas belakang stroma
kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membrane basalnya.

10
 Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup,
mempunyai tebal 40 µm.
5. Endotel
 Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-
40 m. Endotel melekat pada membran descement melalui
hemidosom dan zonula okluden.4

Gambar 2. Corneal Cross Section

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar
longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus berjalan supra koroid,
masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan
selubung Schwannya. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan diantara.
Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3
bulan.4

Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humour


aquous, dan air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar
dari atmosfir. Transparansi kornea dipertahankan oleh strukturnya seragam,
avaskularitasnya dan deturgensinya.1

11
III.2. ULKUS KORNEA

III.2.1. DEFINISI 2,4

Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat


kematian jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai
defek kornea bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari
epitel sampai stroma.

III.2.3. EPIDEMIOLOGI
Di Amerika insiden ulkus kornea bergantung pada penyebabnya. Insidensi
ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di Indonesia,
sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi karena trauma,
pemakaian lensa kontak, dan kadang-kadang tidak di ketahui penyebabnya.
Walaupun infeksi jamur pada kornea sudah dilaporkan pada tahun 1879 tetapi
baru mulai periode 1950 keratomikosis diperhatikan. Banyak laporan
menyebutkan peningkatan angka kejadian ini sejalan dengan peningkatan
penggunaan kortikosteroid topikal, penggunaan obat imunosupresif dan lensa
kontak. Singapura melaporkan selama 2.5 tahun dari 112 kasus ulkus kornea 22
beretiologi jamur. Mortalitas atau morbiditas tergantung dari komplikasi dari
ulkus kornea seperti parut kornea, kelainan refraksi, neovaskularisasi dan
kebutaan. Berdasarkan kepustakaan di USA, laki-laki lebih banyak menderita
ulkus kornea, yaitu sebanyak 71%, begitu juga dengan penelitian yang dilakukan
di India Utara ditemukan 61% laki-laki. Hal ini mungkin disebabkan karena
banyaknya kegiatan kaum laki-laki sehari-hari sehingga meningkatkan resiko
terjadinya trauma termasuk trauma kornea.3

III.2.4. PATOFISIOLOGI
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya,
dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan
sel dan seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama
terjadi di permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan
kornea, segera mengganggu pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh

12
karenanya kelainan sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan
penglihatan yang hebat terutama bila letaknya di daerah pupil. 5
Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak
segera datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi.
Maka badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma
kornea, segera bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi
pembuluh darah yang terdapat dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea.
Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuclear, sel plasma, leukosit
polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak
sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan
permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah
ulkus kornea.6
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada
kornea baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan
fotofobia. Rasa sakit juga diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama
palbebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat
progresif, regresi iris, yang meradang dapat menimbulkan fotofobia, sedangkan
iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea merupakan fenomena reflek yang
berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh iris.1
Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan parut.
Infiltrat sel leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini
menyebar kedua arah yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil
dan superficial maka akan lebih cepat sembuh dan daerah infiltrasi ini menjadi
bersih kembali, tetapi jika lesi sampai ke membran Bowman dan sebagian stroma
maka akan terbentuk jaringan ikat baru yang akan menyebabkan terjadinya
sikatrik.5

13
III.2.5. ETIOLOGI 1,4,5,6

a. Infeksi
Infeksi Bakteri : P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies
Moraxella merupakan penyebab paling sering. Hampir semua ulkus
berbentuk sentral. Gejala klinis yang khas tidak dijumpai, hanya sekret
yang keluar bersifat mukopurulen yang bersifat khas menunjukkan infeksi
P aeruginosa.

 Infeksi Jamur : disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus,


Cephalosporium, dan spesies mikosis fungoides.
 Infeksi virus
Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai.
Bentuk khas dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil
dilapisan epitel yang bila pecah akan menimbulkan ulkus. Ulkus
dapat juga terjadi pada bentuk disiform bila mengalami nekrosis di
bagian sentral. Infeksi virus lainnya varicella-zoster, variola,
vacinia (jarang).
 Acanthamoeba
Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat didalam
air yang tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik.
Infeksi kornea oleh acanthamoeba adalah komplikasi yang semakin
dikenal pada pengguna lensa kontak lunak, khususnya bila
memakai larutan garam buatan sendiri. Infeksi juga biasanya
ditemukan pada bukan pemakai lensa kontak yang terpapar air atau
tanah yang tercemar.

b. Noninfeksi
 Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.
Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik,
organik dan organik anhidrat. Bila bahan asam mengenai mata
maka akan terjadi pengendapan protein permukaan sehingga bila
konsentrasinya tidak tinggi maka tidak bersifat destruktif. Biasanya
kerusakan hanya bersifat superfisial saja. Pada bahan alkali antara

14
lain amonia, cairan pembersih yang mengandung kalium/natrium
hidroksida dan kalium karbonat akan terjadi penghancuran kolagen
kornea.
 Radiasi atau suhu
Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari
yang akan merusak epitel kornea.
 Sindrom Sjorgen
Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai keratokonjungtivitis
sicca yang merupakan suatu keadan mata kering yang dapat
disebabkan defisiensi unsur film air mata (akeus, musin atau lipid),
kelainan permukan palpebra atau kelainan epitel yang
menyebabkan timbulnya bintik-bintik kering pada kornea. Pada
keadaan lebih lanjut dapat timbul ulkus pada kornea dan defek
pada epitel kornea terpulas dengan flurosein.
 Defisiensi vitamin A
Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan
vitamin A dari makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna
dan ganggun pemanfaatan oleh tubuh.
 Obat-obatan
Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya;
kortikosteroid, IDU (Iodo 2 dioxyuridine), anestesi lokal dan
golongan imunosupresif.
 Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.
 Pajanan (exposure)
 Neurotropik

c. Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)


 Granulomatosa wagener
 Rheumathoid arthritis

15
III.2.6. KLASIFIKASI 1,6

Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea , yaitu:


1. Ulkus kornea sentral
a. Ulkus kornea bakterialis
b. Ulkus kornea fungi
c. Ulkus kornea virus
d. Ulkus kornea acanthamoeba
2. Ulkus kornea perifer
a. Ulkus marginal
b. Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)
c. Ulkus cincin (ring ulcer)

Ulkus Kornea Sentral

a. Ulkus Kornea Bakterialis

Ulkus Streptokokus : Khas sebagai ulcus yang menjalar dari tepi ke arah
tengah kornea (serpinginous). Ulkus bewarna kuning keabu-abuan berbentuk
cakram dengan tepi ulkus yang menggaung. Ulkus cepat menjalar ke dalam dan
menyebabkan perforasi kornea, karena eksotoksin yang dihasilkan oleh streptokok
pneumonia.

Ulkus Stafilokokus : Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna putik


kekuningan disertai infiltrat berbatas tegas tepat dibawah defek epitel. Apabila
tidak diobati secara adekuat, akan terjadi abses kornea yang disertai edema stroma
dan infiltrasi sel leukosit. Walaupun terdapat hipopion ulkus seringkali indolen
yaitu reaksi radangnya minimal.

Ulkus Pseudomonas : Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah sentral
kornea. ulkus sentral ini dapat menyebar ke samping dan ke dalam kornea.
Penyerbukan ke dalam dapat mengakibatkan perforasi kornea dalam waktu 48
jam. gambaran berupa ulkus yang berwarna abu-abu dengan kotoran yang

16
dikeluarkan berwarna kehijauan. Kadang-kadang bentuk ulkus ini seperti cincin.
Dalam bilik mata depan dapat terlihat hipopion yang banyak.

Gambar 3.a Ulkus Kornea Bakterialis Gambar 3.b Ulkus Kornea


Pseudomonas

Ulkus Pneumokokus : Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea sentral yang


dalam. Tepi ulkus akan terlihat menyebar ke arah satu jurusan sehingga
memberikan gambaran karakteristik yang disebut Ulkus Serpen. Ulkus terlihat
dengan infiltrasi sel yang penuh dan berwarna kekuning-kuningan. Penyebaran
ulkus sangat cepat dan sering terlihat ulkus yang menggaung dan di daerah ini
terdapat banyak kuman. Ulkus ini selalu di temukan hipopion yang tidak
selamanya sebanding dengan beratnya ulkus yang terlihat.diagnosa lebih pasti bila
ditemukan dakriosistitis.

b.. Ulkus Kornea Fungi

Mata dapat tidak memberikan gejala selama beberapa hari sampai


beberapa minggu sesudah trauma yang dapat menimbulkan infeksi jamur ini. Pada
permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabu-abuan yang agak kering.
Tepi lesi berbatas tegas irregular dan terlihat penyebaran seperti bulu pada bagian
epitel yang baik. Terlihat suatu daerah tempat asal penyebaran di bagian sentral
sehingga terdapat satelit-satelit disekitarnya..Tukak kadang-kadang dalam, seperti
tukak yang disebabkan bakteri. Pada infeksi kandida bentuk tukak lonjong dengan
permukaan naik. Dapat terjadi neovaskularisasi akibat rangsangan radang.
Terdapat injeksi siliar disertai hipopion.

17
Gambar 4. Ulkus Kornea Fungi

c. Ulkus Kornea Virus

Ulkus Kornea Herpes Zoster : Biasanya diawali rasa sakit pada kulit
dengan perasaan lesu. Gejala ini timbul satu 1-3 hari sebelum timbulnya gejala
kulit. Pada mata ditemukan vesikel kulit dan edem palpebra, konjungtiva
hiperemis, kornea keruh akibat terdapatnya infiltrat subepitel dan stroma. Infiltrat
dapat berbentuk dendrit yang bentuknya berbeda dengan dendrit herpes simplex.
Dendrit herpes zoster berwarna abu-abu kotor dengan fluoresin yang lemah.
Kornea hipestesi tetapi dengan rasa sakit keadaan yang berat pada kornea
biasanya disertai dengan infeksi sekunder.

Ulkus Kornea Herpes simplex : Infeksi primer yang diberikan oleh virus
herpes simplex dapat terjadi tanpa gejala klinik. Biasanya gejala dini dimulai
dengan tanda injeksi siliar yang kuat disertai terdapatnya suatu dataran sel di
permukaan epitel kornea disusul dengan bentuk dendrit atau bintang infiltrasi.
terdapat hipertesi pada kornea secara lokal kemudian menyeluruh. Terdapat
pembesaran kelenjar preaurikel. Bentuk dendrit herpes simplex kecil, ulceratif,
jelas diwarnai dengan fluoresin dengan benjolan diujungnya

Gambar 5.a Ulkus Kornea Dendritik Gambar 5.b Ulkus Kornea


Herpetik

18
d. Ulkus Kornea Acanthamoeba

Awal dirasakan sakit yang tidak sebanding dengan temuan kliniknya,


kemerahan dan fotofobia. Tanda klinik khas adalah ulkus kornea indolen, cincin
stroma, dan infiltrat perineural.

Gambar 6. Ulkus Kornea Acanthamoeba

Ulkus Kornea Perifer

a. Ulkus Marginal

Bentuk ulkus marginal dapat simpel atau cincin. Bentuk simpel berbentuk
ulkus superfisial yang berwarna abu-abu dan terdapat pada infeksi stafilococcus,
toksit atau alergi dan gangguan sistemik pada influenza disentri basilar gonokok
arteritis nodosa, dan lain-lain. Yang berbentuk cincin atau multiple dan biasanya
lateral. Ditemukan pada penderita leukemia akut, sistemik lupus eritromatosis dan
lain-lain.

Gambar 7. Ulkus Marginal

19
b. Ulkus Mooren

Merupakan ulkus yang berjalan progresif dari perifer kornea kearah


sentral. ulkus mooren terutama terdapat pada usia lanjut. Penyebabnya sampai
sekarang belum diketahui. Banyak teori yang diajukan dan salah satu adalah teori
hipersensitivitas tuberculosis, virus, alergi dan autoimun. Biasanya menyerang
satu mata. Perasaan sakit sekali. Sering menyerang seluruh permukaan kornea dan
kadang meninggalkan satu pulau yang sehat pada bagian yang sentral.

Gambar 8. Mooren's Ulcer

c. Ring Ulcer

Terlihat injeksi perikorneal sekitar limbus. Di kornea terdapat ulkus yang


berbentuk melingkar dipinggir kornea, di dalam limbus, bisa dangkal atau dalam,
kadang-kadang timbul perforasi.Ulkus marginal yang banyak kadang-kadang
dapat menjadi satu menyerupai ring ulcer. Tetapi pada ring ulcer yang sebetulnya
tak ada hubungan dengan konjungtivitis kataral. Perjalanan penyakitnya menahun.

III.2.7. MANIFESTASI KLINIS 4

Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa :

Gejala Subjektif

 Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva


 Sekret mukopurulen

20
 Merasa ada benda asing di mata
 Pandangan kabur
 Mata berair
 Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus
 Silau
 Nyeri
Infiltat yang steril dapat menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus terdapat
pada perifer kornea dan tidak disertai dengan robekan lapisan epitel
kornea.

Gejala Objektif

 Injeksi siliar
 Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat
 Hipopion

III.2.8. DIAGNOSIS 1,3,5


Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium.
Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan
adanya riwayat trauma, benda asing, abrasi, adanya riwayat penyakit kornea yang
bermanfaat, misalnya keratitis akibat infeksi virus herpes simplek yang sering
kambuh. Hendaknya pula ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien
seperti kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi,
virus terutama keratitis herpes simplek. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat
penyakit sistemik seperti diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi
imunosupresi khusus.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya injeksi
siliar, kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea. Pada kasus
berat dapat terjadi iritis yang disertai dengan hipopion.

21
Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti :
 Ketajaman penglihatan
 Tes refraksi
 Tes air mata
 Pemeriksaan slit-lamp
 Keratometri (pengukuran kornea)
 Respon reflek pupil
 Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.

Gambar 12. Kornea ulcer dengan fluoresensi

 Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau
KOH)
Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula
kimura dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan
pewarnaan KOH, gram atau Giemsa. Lebih baik lagi dengan biopsi
jaringan kornea dan diwarnai dengan periodic acid Schiff. Selanjutnya
dilakukan kultur dengan agar sabouraud atau agar ekstrak maltosa.

Gambar 9. Pewarnaan gram ulkus kornea fungi

22
Gambar 10 a.Pewarnaan gram Gambar 10b.Pewarnaan gram
ulkus kornea herpes simpleks ulkus kornea herpes zoster

Gambar 11. a Pewarnaan gram Gambar 11. B Pewarnaan gram


ulkus kornea bakteri ulkus kornea bakteri akantamoeba

III.2.9. PENATALAKSANAAN 4,6,7

Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh
spesialis mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea. Pengobatan
pada ulkus kornea tergantung penyebabnya, diberikan obat tetes mata yang
mengandung antibiotik, anti virus, anti jamur, sikloplegik dan mengurangi reaksi
peradangan dengann steroid. Pasien dirawat bila mengancam perforasi, pasien
tidak dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi obat dan perlunya obat
sistemik.

a. Penatalaksanaan ulkus kornea di rumah


1. Jika memakai lensa kontak, secepatnya untuk melepaskannya
2. Jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang

23
3. Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering mungkin
dan mengeringkannya dengan handuk atau kain yang bersih
4. Berikan analgetik jika nyeri

b. Penatalaksanaan medis

1. Pengobatan konstitusi
Oleh karena ulkus biasannya timbul pada orang dengan keadaan
umum yang kurang dari normal, maka keadaan umumnya harus diperbaiki
dengan makanan yang bergizi, udara yang baik, lingkungan yang sehat,
pemberian roboransia yang mengandung vitamin A, vitamin B kompleks
dan vitamin C. Pada ulkus-ulkus yang disebabkan kuman yang virulen,
yang tidak sembuh dengan pengobatan biasa, dapat diberikan vaksin tifoid
0,1 cc atau 10 cc susu steril yang disuntikkan intravena dan hasilnya
cukup baik. Dengan penyuntikan ini suhu badan akan naik, tetapi jangan
sampai melebihi 39,5°C. Akibat kenaikan suhu tubuh ini diharapkan
bertambahnya antibodi dalam badan dan menjadi lekas sembuh.

2. Pengobatan lokal
Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera dihilangkan.
Lesi kornea sekecil apapun harus diperhatikan dan diobati sebaik-baiknya.
Konjungtuvitis, dakriosistitis harus diobati dengan baik. Infeksi lokal pada
hidung, telinga, tenggorok, gigi atau tempat lain harus segera dihilangkan.
Infeksi pada mata harus diberikan :

 Sulfas atropine sebagai salap atau larutan,


Kebanyakan dipakai sulfas atropine karena bekerja lama 1-2 minggu.
Efek kerja sulfas atropine :
- Sedatif, menghilangkan rasa sakit.
- Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.
- Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil.
Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai daya
akomodsi sehingga mata dalan keadaan istirahat. Dengan
lumpuhnya M. konstriktor pupil, terjadi midriasis sehinggga

24
sinekia posterior yang telah ada dapat dilepas dan mencegah
pembentukan sinekia posterior yang baru
 Skopolamin sebagai midriatika.
 Analgetik.
Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes pantokain,
atau tetrakain tetapi jangan sering-sering.
 Antibiotik
Anti biotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang
berspektrum luas diberikan sebagai salap, tetes atau injeksi
subkonjungtiva. Pada pengobatan ulkus sebaiknya tidak diberikan
salap mata karena dapat memperlambat penyembuhan dan juga dapat
menimbulkan erosi kornea kembali.
 Anti jamur
Terapi medika mentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya
preparat komersial yang tersedia berdasarkan jenis keratomitosis yang
dihadapi bisa dibagi :
1. Jenis jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya : topikal
amphotericin B 1, 2, 5 mg/ml, Thiomerosal 10 mg/ml, Natamycin
> 10 mg/ml, golongan Imidazole
2. Jamur berfilamen : topikal amphotericin B, thiomerosal,
Natamicin, Imidazol
3. Ragi (yeast) : amphotericin B, Natamicin, Imidazol
4. Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan sulfa, berbagai
jenis anti biotik
 Anti Viral
Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan
streroid lokal untuk mengurangi gejala, sikloplegik, anti biotik spektrum
luas untuk infeksi sekunder analgetik bila terdapat indikasi.
Untuk herpes simplex diberikan pengobatan IDU, ARA-A, PAA,
interferon inducer.

25
Perban tidak seharusnya dilakukan pada lesi infeksi supuratif karena dapat
menghalangi pengaliran sekret infeksi tersebut dan memberikan media yang baik
terhadap perkembangbiakan kuman penyebabnya. Perban memang diperlukan
pada ulkus yang bersih tanpa sekret guna mengurangi rangsangan.

Untuk menghindari penjalaran ulkus dapat dilakukan :

1. Kauterisasi
a) Dengan zat kimia : Iodine, larutan murni asam karbolik, larutan murni
trikloralasetat
b) Dengan panas (heat cauterisasion) : memakai elektrokauter atau
termophore. Dengan instrumen ini dengan ujung alatnya yang
mengandung panas disentuhkan pada pinggir ulkus sampai berwarna
keputih-putihan.

2. Pengerokan epitel yang sakit


Parasentesa dilakukan kalau pengobatan dengan obat-obat tidak
menunjukkan perbaikan dengan maksud mengganti cairan coa yang lama dengan
yang baru yang banyak mengandung antibodi dengan harapan luka cepat sembuh.
Penutupan ulkus dengan flap konjungtiva, dengan melepaskan konjungtiva dari
sekitar limbus yang kemudian ditarik menutupi ulkus dengan tujuan memberi
perlindungan dan nutrisi pada ulkus untuk mempercepat penyembuhan. Kalau
sudah sembuh flap konjungtiva ini dapat dilepaskan kembali.
Bila seseorang dengan ulkus kornea mengalami perforasi spontan berikan
sulfas atropine, antibiotik dan balut yang kuat. Segera berbaring dan jangan
melakukan gerakan-gerakan. Bila perforasinya disertai prolaps iris dan terjadinya
baru saja, maka dapat dilakukan :
 Iridektomi dari iris yang prolaps
 Iris reposisi
 Kornea dijahit dan ditutup dengan flap konjungtiva
 Beri sulfas atripin, antibiotic dan balut yang kuat

26
Bila terjadi perforasi dengan prolaps iris yang telah berlangsung lama, kita
obati seperti ulkus biasa tetapi prolas irisnya dibiarkan saja, sampai akhirnya
sembuh menjadi leukoma adherens. Antibiotik diberikan juga secara sistemik.

Gambar 7.Ulkus kornea perforasi, jaringan iris keluar dan menonjol,


infiltrate pada kornea ditepi perforasi.

3. Keratoplasti
Keratoplasti adalah jalan terakhir jika urutan penatalaksanaan diatas tidak
berhasil. Indikasi keratoplasti terjadi jaringan parut yang mengganggu
penglihatan, kekeruhan kornea yang menyebabkan kemunduran tajam
penglihatan, serta memenuhi beberapa kriteria yaitu :
1. Kemunduran visus yang cukup menggangu aktivitas penderita
2. Kelainan kornea yang mengganggu mental penderita.
3. Kelainan kornea yang tidak disertai ambliopia.

Gambar 14. Keratoplasti

27
III.2.10. PENCEGAHAN 7

Pencegahan terhadap ulkus dapat dilakukan dengan segera berkonsultasi


kepada ahli mata setiap ada keluhan pada mata. Sering kali luka yang tampak
kecil pada kornea dapat mengawali timbulnya ulkus dan mempunyai efek yang
sangat buruk bagi mata.

- Lindungi mata dari segala benda yang mungkin bisa masuk kedalam mata
- Jika mata sering kering, atau pada keadaan kelopak mata tidak bisa
menutup sempurna, gunakan tetes mata agar mata selalu dalam keadaan
basah
- Jika memakai lensa kontak harus sangat diperhatikan cara memakai dan
merawat lensa tersebut.

III.2.11. KOMPLIKASI 7

Komplikasi yang paling sering timbul berupa:

 Kebutaan parsial atau komplit dalam waktu sangat singkat


 Kornea perforasi dapat berlanjut menjadi endoptalmitis dan panopthalmitis
 Prolaps iris
 Sikatrik kornea
 Katarak
 Glaukoma sekunder

III.2.12. PROGNOSIS 3,8

Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat


lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada
tidaknya komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu
penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat avaskular. Semakin
tinggi tingkat keparahan dan lambatnya mendapat pertolongan serta timbulnya
komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk. Penyembuhan yang lama
mungkin juga dipengaruhi ketaatan penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila tidak

28
ada ketaatan penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotika maka dapat
menimbulkan resistensi.

Ulkus kornea harus membaik setiap harinya dan harus disembuhkan


dengan pemberian terapi yang tepat. Ulkus kornea dapat sembuh dengan dua
metode; migrasi sekeliling sel epitel yang dilanjutkan dengan mitosis sel dan
pembentukan pembuluh darah dari konjungtiva. Ulkus superfisial yang kecil dapat
sembuh dengan cepat melalui metode yang pertama, tetapi pada ulkus yang besar,
perlu adanya suplai darah agar leukosit dan fibroblas dapat membentuk jaringan
granulasi dan kemudian sikatrik.

29
BAB III
PEMBAHASAN

Pasien mengeluhkan mata kanan buram sejak 2 bulan sebelum masuk rumah
sakit. Mata kanan pasien juga disertai kemerahan. Berdasarkan pemeriksaan
ketajaman penglihatan didapatkan visus mata kanan pasien 0,5/60 sehingga dapat
dipikirkan kemungkinan adanya hipotesis mata merah visus turun seperti ulkus
kornea, keratitis, glaukoma akut dan uveitis anterior.

Kemungkinan diagnosis glaukoma akut dapat disingkirkan karena pada


pasien ini tidak terdapat riwayat penurunan penglihatan dengan tiba-tiba, nyeri
kepala hebat, mual dan muntah yang menyertainya, ataupun keluhan adanya
penglihatan pelangi atau halo ketika melihat lampu. Selain itu pada pemeriksaan
oftalmologi juga tidak didapatkan adanya edema kornea dan bilik mata depan
dangkal serta pada tes konfrontasi pasien ini didapatkan normal sesuai dengan
pemeriksa yang menunjukan bahwa pada pasien ini tidak terdapat defek lapang
pandang. Sehingga hal tersebut menyingkirkan diagnosis glaukoma akut.8

Kemungkinan uveitis anterior sebagai diagnosis utama pada pasien ini juga
dapat disingkirkan karena pada pemeriksaan oftalmologi pasien ini tidak
ditemukan adanya flare, hipopion, dan hifema pada bilik mata depan, tidak
terdapat miosis pupil serta sinekia posterior pada iris.8

Berdasarkan riwayat perjalanan penyakit, pasien mengeluh mata kanan


semakin buram dan merah, terasa nyeri, mengganjal, serta silau. Keluhan ini
terjadi secara bertahap selama 2 bulan yang semakin lama semakin berat.
Penderita juga mengeluh timbulnya bercak putih pada mata. Sehingga hal tersebut
memperkuat diagnosis ulkus kornea dan keratitis. Namun, diagnosis yang sangat
memungkinkan pada kasus ini adalah ulkus kornea. Diagnosis keratitis dapat
disingkirkan karena pada penderita ini bukan hanya terdapat infiltrasi sel radang
pada kornea yang ditandai oleh kekeruhan/infiltrat pada kornea akan tetapi
terdapat juga gambaran tukak atau bergaung pada kornea.8

30
Diagnosis ulkus kornea ini dapat ditegakkan karena dari anamnesis
ditemukan gejala ulkus kornea bakterialis yaitu pasien mengeluh penglihatan
buram, mata merah, nyeri, silau, berair dan adanya sekret serta muncul bercak
putih pada kornea. Hal ini diperkuat dengan pemeriksaan status oftalmologi yang
ditandai oleh adanya penurunan visus, injeksi siliar, serta pada kornea terlihat
adanya ulkus sentral dengan ukuran 1,75x1,1 mm berbatas tegas, plak pada
endotel (+), descemet fold (+), lesi satelit (-), lesi cincin (-), dan lesi dendritik (-).8

Pasien merasa nyeri dan silau dikarenakan kornea mempunyai banyak


serabut saraf maka kebanyakan lesi pada kornea baik superfisial maupun profunda
dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit juga diperberat dengan
adanaya gesekan palpebra, terutama palbebra superior, pada kornea dan menetap
sampai sembuh. Kontraksi bersifat progresif, regresi iris, yang meradang dapat
menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea
merupakan fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada
pembuluh iris.6

Pandangan kabur pada pasien disebakan karena kornea merupakan salah


satu media refraksi yang memiliki kekuatan lensa terbesar. Kornea merupakan
bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya, dalam perjalanan
pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan sel dan seratnya
tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama terjadi di
permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea,
segera mengganggu pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya
kelainan sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan penglihatan
yang hebat terutama bila letaknya di daerah pupil. Pada pasien ini ulkus terletak di
sentral sehingga sangat menganggu penglihatan pasien.1

Untuk mengetahui apakah sudah terjadi penyebaran ulkus pada segmen


posterior OD pasien, dilakukan pemeriksaan funduskopi. Namun, karena
pemeriksaan funduskopi tidak dapat memberikan penilaian yang adekuat karena
kekeruhan yang terjadi pada kornea pasien, diperlukan pemeriksaan USG untuk
memeriksa apakah segmen posterior mata pasien terlibat. Pemeriksaan USG
menunjukkan hasil bahwa segmen posterior mengalami kekeruhan vitreous,

31
pasien juga memiliki riwayat diabetes melitus oleh karena itu dapat disimpulkan
bahwa dugaan kekeruhan vitreous diakibatkan karena faktor resiko pasien yang
memiliki riwayat diabetes melitus dan mengarah pada komplikasi suspek
endoftalmitis.2

Ulkus kornea biasanya terjadi sesudah terdapatnya trauma yang


merusak epitel kornea. Pada kasus ini, pasien mengatakan jika sebelum ada
keluhan, mata pasien sebelah kanan terkena batu kecil dan serpihan bangunan. Hal
ini kemungkinan dapat merusak epitel kornea. Epitel kornea merupakan sawar
yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme ke dalam kornea. Namun sekali
kornea ini cedera, stroma yang avaskuler dan membran Bowman mudah terkena
infeksi oleh berbagai macam organisme, seperti bakteri, amuba dan jamur yang
selanjutnya dapat menyebabkan ulkus kornea.1

Untuk menentukan penyebab dari ulkus, maka dapat dilihat dari


pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Pada pemeriksaan fisik, letak
ulkus yang sentral dan terdapat plak endotel memberikan kemungkinan
penyebabnya adalah proses infeksi oleh bakteri atau jamur. Karena itu perlu
dilakukan pemeriksaan mikroskopik dari kerokan kornea dengan cara scrapping
dan dengan KOH 10% dan pewarnaan gram.2

Penatalaksanaan dari ulkus kornea pada pasien ini adalah dengan


memberikan tetes mata antibiotik yang mengandung levofloxacin atau
ciprofloxacin. Ciprofloxacin ataupun levofloxacin merupakan antibiotik spektrum
luas yang aktif pada bakteri gram positif dan negatif. Pemberian obat ini bertujuan
untuk mengatasi infeksi pada ulkus kornea.8 Cendo Lyteers merupakan air mata
buatan. Pemberian obat tetes ini bertujuan untuk menjaga mata agar tetap lembab
sehingga mencegah perlukaan yang lebih dalam lagi. Atropin merupakan
sikloplegik. Sikloplegik memiliki fungsi untuk mengistirahatkan otot badan
siliaris sehingga mata tidak mempunyai daya akomodasi untuk mencegah sinekia
posterior. Sedangkan asam mefenamat diberikan untuk mengatasi nyeri yang
dirasakan pasien.4,6,7

32
Prognosis pada pasien ini adalah quo ad vitam bonam karena tanda-tanda
vitalnya masih dalam batas normal sehingga tidak mengancam nyawa, sedangkan
quo ad functionam dan sanationam dubia ad malam karena pasien ini memiliki
ulkus yang luas, sehingga memerlukan waktu penyembuhan yang lama, karena
jaringan kornea bersifat avaskular. Ulkus pasien juga terletak di sentral sehingga
sangat menganggu kemampuan penglihatan pasien sehari-hari. Selain itu,
walaupun dengan pengobatan yang tepat dan teratur ulkusnya dapat sembuh,
namun meninggalkan bekas berupa sikatrik yang dapat menimbulkan gangguan
tajam penglihatan.3,8

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Paul, R.E. John, P.W. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum Edisi 17.2012.

Penerbit Buku Kedokteran ECG:Jakarta

2. Sidarta,I. Yuliantini,R. Ilmu Penyakit Mata.2014. Fakultas Kedokteran

Indonesia:Jakarta

3. Coaster, J.D. Fundamental of Clinical Ophthalmology Cornea. 2002. London:

BMJ:41-64

4. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia. Ulkus Kornea dalam : Ilmu

Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran Edisi 2.

2002. Penerbit Sagung Seto, Jakarta.

5. Tovee, J.M. An Introduction to The Visual System Second Edition. 2008.

UK:Cambridge University Press

6. Crick, R.P. Textbook of Clinical Ophthalmology 3rd Edition.2003. USA:

World Scientific Publishing.

7. Khurana AK. Comprehensive Ophthalmology. 4thed. New Delhi: New Age

International (P) Limited Publisher; 2007. 260-2

8. Kanski JJ, Bowling B. Clinical ophthalmology: a systemic approach [ebook].

7th ed. USA: Saunders Elsevier. 2011

9. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asbury’s general ophthalmology [ebook].

17th ed. USA: The McGrawHill Company; 2007.

34

Anda mungkin juga menyukai