Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

Gangguan vaskuler otak atau cerebrovaskuler disease (CVD) adalah suatu

kondisi sistem susunan saraf pusat yang patologis akibat adanya gangguan peredaran

darah. Meskipun didalam klinis sering disamakan antara CVD dengan stroke, namun

stroke memiliki makna yang lebih spesifik. Stroke (Cerebral apoplexy) merupakan

kondisi dimana terjadi kehilangan perfusi ke pembuluh darah otak secara akut yang

menimbulkan kehilangan fungsi neurologis secara cepat.1

Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut, lebih dari

24 jam berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan disebabkan oleh gangguan

peredaran darah otak sepintas, tumor otak, stroke sekunder karena trauma maupun

infeksi (WHO MONICA, 1986).2

Penyakit yang timbul akibat lesi vaskular di susunan saraf merupakan penyebab

kematian nomor tiga dalam urutan daftar penyebab kematian di Amerika Serikat. Lesi

vaskular di susunan saraf bisa berarti lesi di otak dan batang otak di satu pihak dan

lesi di medula spinalis di lain pihak. Penyakit-penyakit dengan lesi vaskular di otak

dikenal sebagai penyakit serebrovaskular.3

Sekitar setengah juta orang Amerika setiap tahunnya mengalami gangguan

pembuluh darah otak akut. Di perkirakan sekitar dua juta orang di Amerika menderita

gangguan neurologis akibat stroke. Sekitar 50% dari semua orang dewasa yang

dirawat pada rumah sakit saraf disebabkan oleh suatu penyakit pembuluh darah.

Penyebab utama dari stroke di urutkan dari yang paling penting adalah arterosklerosis

1
(trombosis) embolisme, hipertensi yang menimbulkan perdarahan intraserebral dan

ruptur aneurisma sakular. Stroke biasanya disertai satu atau beberapa penyakit lain

seperti hipertensi, penyakit jantung, peningkatan lemak dalam darah, diabetes

melitus, atau penyakit vaskular perifer.4

Data di Indonesia menunjukkan kecenderungan peningkatan kasus stroke baik

dalam hal kematian, kejadian, maupun kecacatan. Angka kematian berdasarkan umur

adalah: sebesar 15,9% (umur 45-55 tahun) dan 26,8% (umur 55-64 tahun) dan

223,5% (umur 65 tahun). Kejadian stroke (insiden) sebesar 51,6/100.000 penduduk

dan kecacatan; 1,6% tidak berubah; 4,3% semakin memberat. Penderita laki-laki

lebih banyak daripada perempuan dan profil usia dibawah 45 tahun sebesar 11,8%,

usia 45 – 64 tahun 54.2% dan usia diatas 65 tahun sebesar 33,5%. Stroke menyerang

usia produktif dan usia lanjut yang berpotensi menimbulkan masalah baru dalam

pembangunan kesehatan secara nasional dikemudian hari.5

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Definisi yang paling banyak diterima secara luas adalah bahwa stroke yang

ditandai dengan gejala dan atau tanda klinis yang berkembang dengan cepat yang

berupa gangguan fungsional otak fokal maupun global yang berlangsung lebih dari

24 jam (kecuali ada intervensi bedah atau membawa kematian), yang tidak

disebabkan oleh sebab lain selain penyebab vaskuler. Definisi ini mencakup stroke

akibat infark otak (stroke iskemik), perdarahan intraserebral (PIS) non traumatik,

perdarahan intraventrikuler dan beberapa kasus perdarahan subarakhnoid (PSA).6

B. ETIOLOGI

Perdarahan intraserebri termasuk urutan ketiga dari semua penyebab utama

kasus Gangguan Pembuluh Darah Otak (GPDO) dan merupakan sepersepuluh dari

semua kasus penyakit ini. Perdarahan intrakranial biasanya disebabkan oleh ruptur

arteri serebri. Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan/atau subarakhnoid,

sehingga jaringan yang terletak didekatnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini

sangat mengiritasi jaringan otak, sehingga mengakibatkan vasospasme pada arteri di

sekitar perdarahan. Perdarahan ini menyebar ke seluruh hemisfer otak dan sirkulus

Wilisi. Bekuan darah yang semula lunak dan menyerupai selai merah akhirnya akan

terlarut dan mengecil. Dipandang dari sudut histologis otak yang terletak di sekitar

tempat bekuan dapat membengkak dan mengalami nekrosis.4

3
Perdarahan subarakhnoid sering dikaitkan dengan pecahnya suatu aneurisma.

Kebanyakan aneurisma mengenai sirkulus Wilisi. Hipertensi atau gangguan

perdarahan mempermudah kemungkinan ruptur. Sering terdapat lebih dari satu

anurisma.3 Gejala klinis yang sering terjadi antara lain; sakit kepala berat, leher

bagian belakang kaku, muntah stupor, koma, dan kejang-kejang.4

C. EPIDEMIOLOGI

Sejak lebih dari tiga dekade terakhir ini telah banyak yang dilakukan dalam

menelaah karakteristik epidemiologi dari stroke. Di Amerika dan negara berkembang

seperti Indonesia, CVD atau stroke berperan sebagai penyebab utama dari disabilitas

kronis dan penyebab kematian. Prevalensi di Amerika pada tahun 2005 adalah 2,6%.

Prevalensi meningkat sesuai dengan kelompok usia yaitu 0,8% pada kelompok usia

18-44 tahun, 2,7% pada kelompok usia 45-64 tahun, dan 8,1% pada kelompok usia

65 tahun atau lebih tua. Pria dan wanita mempunyai prevalensi yang kurang lebih

sama yaitu 2,7% dan wanita 2,5%. 1

Setiap tahun di Amerika serikat, sekitar 795,000 orang terkena stroke atau

stroke yang berulang. Disamping itu ada sekitar 610,000 orang yang mengalami

gejala stroke dan 185,000 yang mengalami stroke yang berulang. Penelitiann

epidemiologi mengindikasikan bahwa stroke di Amerika srikat sekitar 87 % adalah

stroke iskemik, 10% perdarahan intraserebral, dan 3% pada perdarahan

subaraknoid.12

4
Survei Departemen Kesehatan RI pada 987.205 subjek dari 258.366 rumah

tangga di 33 provinsi mendapatkan bahwa stroke merupakan penyebab kematian

utama pada usia > 45 tahun (15,4% dari seluruh kematian).2

Stroke menjadi penyebab kematian tertinggi di wilayah perkotaan. Jumlahnya

mencapai 15,9% dari proporsi penyebab kematian di Indonesia (Riset Kesehatan

Dasa (Riskesdas), 2007). Di Indonesia menurut survei kesehatan rumah tangga

(SKRT), stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan yang utama

yang harus ditangani dengan segera, tepat, dan cermat.7

D. ANATOMI DAN FISIOLOGI

1. Anatomi Otak

Arteria vertebralis bersatu dan membentuk arteri basilaris yang

mempercabangkan arteria serebri posterior dan cabang-cabang bagi truncus

enchepali, cerebellum dan telinga bagian dalam. Tiap-tiap arteri tadi membentuk

arteri serebri media dan arteri serebri anterior.4,17

Arteria karotis interna membentuk arteri serebri anterior dan media. Arteri

serebri media adalah lanjutan langsung dari arteria karotis interna dan masuk ke

dalam ruang subaraknoid. Arteria serebri anterior memberi suplai darah pada bagian

lobus frontalis dan parietalis. Arteria serebri media mensuplai darah untuk bagian

lobus temporalis, parietalis, dan frontalis korteks serebri dan membentuk penyebaran

pada permukaan lateral. Arteri ini merupakan sumber darah utama girus prasentralis

dan postsentralis.4

5
Gambar 1Vaskularisasi Otak

(Dikutip Dari Kepustakaan 8)

Arteria karotis interna dan vertebrobasilaris merupakan dua sistem arteria

terpisah yang mengalirkan darah ke otak, tetapi keduanya disatukan oleh pembuluh-

pembuluh darah yang membentuk sirkulus arteriosus willisi. Arteria serebri posterior

dihubungkan dengan arteria serebri media lewat arteria komunikans posterior. Kedua

arteria serebri anterior dihubungkan oleh arteria komunikans anterior sehingga

terbentuk lingkaran yang lengkap.4

Gambar 2 Sirkulus willisi (Dikutip Dari Kepustakaan 8)

6
2. Fisiologi Sirkulasi Serebral

Otak yang normal mempunyai kemampuan untuk mengatur kebutuhan aliran

darahnya sendiri. Normal perlu ditekankan di sini, karena keadaan patologis tertentu

dapat mengubah atau bahkan menghilangkan sama sekali mekanisme autoregulasi.

Bagaimana mekanisme ini berfungsi sesungguhnya belum dapat dibuktikan.

McHenry telah mencoba memisahkan faktor-faktor yang mengatur sirkulasi serebral

menjadi faktor ekstrinsik atau ekstrakranial dan faktor intrinsik atau intrakranial.

Faktor intrinsik yang mengatur aliran darah otak (ADO) tertutama berkaitan dengan

sistem kardiovaskuler.4

Jika tekanan rata-rata darah turun sampai di bawah 60 mmHg, mekanisme

autoregulasi otak menjadi kurang efektif. Mula-mula otak berusaha mengkompensasi

dengan menarik lebih banyak oksigen dari darah yang ada, tetapi kalau tekanan darah

terus menurun hingga aliran darah darah otak mencapai sekitar 30 ml/100 gram

jaringan per menit, maka mulai tampak gejala-gejala iskemik serebral.Viskositas

darah merupakan faktor yang penting ini dapat dibuktikan dari peningkatan ADO

pada keadaan anemia.4

Seperti yang disebutkan diatas, terdapat tiga faktor intrinsik. McHenry

menyebut tekanan perfusi serebral sebagai“daya pendorong dalam sirkulasi serebral”.

Yang dimaksudkan tekanan perfusi adalah perbedaan tekanan antara tekanan arteria

dan tekanan vena serebri. ADO tetap konstan (750 ml/menit) karena adanya

autoregulasi, meskipun tekanan darah sistemik mungkin mengalami fluktuasi.4

7
Mekanisme ini tetap efektif pada tekanan darah sistemik anatara 150 sampai 60

mmHg. Jika tekanan darah sistemik turun, maka terjadi penurunan resistensi vaskular

serebral sebagai kompensasi. Peningkatan tekanan darahakan berakibat peningkatan

resistensi vaskuler serebral. Pembuluh-pembuluh darah serebral dianggap sebagai

faktor yang paling penting yang berhubungan dengan faktor resistensi

serebrovaskular.4

Faktor intrinsik ketiga yang mengatur ADO adalah tekanan intrakranial (TIK).

Peningkatan TIK akan meningkatkan resistensi serebrovaskular. ADO tidak akan

berkurang sampai TIK mencapai 450 mm H2O (TIK normal berkisarantara 60 sampai

180 mm H2O).4

E. PATOFISIOLOGI

Pada stroke pendarahan, kematian neuron terjadi karena tiga hal berikut:6

a. Efek Toksik Darah

Eritrosit dapat menyebabkan kematian sel-sel neuron.

b. Peningkatan TIK yang berakibat iskemia global karena penekanan pembuluh

darah di seluruh otak. Mekanismenya sama seperti pada stroke iskemik.

c. Pelepasan agen-agen vasokonstriktor seperti serotonin, prostaglandin, dan

darah yang mengakibatkan terjadinya iskemi fokal dan akhirnya kematian

neuron.

8
Perdarahan

Efek toksik darah Pelepasan agen vasokonstriktor

Peningkatan TIK
Infulks Ca+

Iskemik global

Infulks Ca2

vasospasme
Nekrosis neuron

Iskemik fokal

Gambar 4 Kaskade kematian neuron pada stroke perdarahan

(Dikutip dari kepustakaan 6)

9
F. FAKTOR RISIKO

1. Hipertensi

Tekanan darah terdiri dari dua komponen yang disebut tekanan sistolik dan

diastolik. Apabila tekanan darah sistolik melebihi 160 mmHg dan /atau tekanan darah

diastolik lebih dari 90 mmHg maka tekanan darah yang demikian tadi harus

diwaspadai. Hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya

pembuluh darah otak. Apabila pembuluh darah otak pecah maka akan timbul

perdarahan otak, dan apabila pembuluh darah otak menyempit maka aliran darah ke

otak akan terganggu dan sel – sel otak akan mengalami kematian. Faktor – faktor

lainnya yang sekiranya berkaitan dengan hipertensi harus diperhatikan pula.

Penurunan berat badan yang berlebihan, pencegahan minum obat – obat yang dapat

menaikkan tekanan darah, diet rendah garam, dan olahraga teratur akan menambah

tingkat keberhasilan pengendalian hipertensi.9

2. Diabetes melitus

Menurut WHO seseorang disebut sebagai penderita diabetes melitus apabila

kadar glukosa darah vena dalam keadaan puasa lebih dari 140 mg/dl dan glukosa

darah vena 2 jam setelah diberi minum 75 mg glukosa lebih dari 200 mg/dl. Diabetes

melitus mampu menebalkan dinding pembuluh darah otak yang berukuran besar.

Menebalnya dinding pembuluh darah otak akan menyempitkan diameter pembuluh

darah tadi, kemudian akan menganggu kelancaran aliran darah ke otak, yang akhirnya

menyebabkan infark sel – sel otak.9

10
3. Penyakit jantung

Penyakit jantung koroner dengan infark otot jantung, dan gangguan irama

denyut jantung menimbulkan hambatan/sumbatan aliran darah ke otak karena jantung

melepas gumpalan darah ke dalam aliran darah. Peristiwa ini disebut emboli. Apabila

penyakit jantung diberi obat anti-penggumalan darah dengan dosis yang tak

terkontrol dan/atau tidak dilakukan kontrol terhadap waktu penjendalan darah maka

dapat muncul perdarahan otak.9

4. Hiperkolesterolemia

Meningginya kadar kolesterol dalam darah, terutama low density lipoprotein

(LDL), merupakan faktor resiko terpenting untuk terjadinya aterosklerosis

(menebalnya dinding pembuluh darah yang kemudian diikuti penurunan elastisitas

pembuluh darah).9

G. KLASIFIKASI

Stroke dapat dibagi menjadi 2 kategori utama yaitu, stroke hemoragik dan

stroke iskemik. Dua kategori ini merupakan suatu kondisi yang berlawanan. Pada

stroke hemoragik kranium yang tertutup mengandung darah yang terlalu banyak,

sedangkan pada stroke iskemik terjadinya gangguan ketersediaan darah pada suatu

area di otak dengan kebutuhan oksigen dan nutrisi area tersebut. Setiap kategori dari

stroke dapat dibagi menjadi beberapa subtipe, yang masing-masing mempunyai

strategi penanganan yang berbeda.6

Stroke hemoragik atau stroke perdarahan adalah perdarahan yang tidak

terkontrol diotak. Perdarahan tersebut dapat mengenai dan membunuh sel-sel otak,

11
sekitar 20% stroke adalah stroke hemoragik. Stroke perdarahan dapat dibagi menjadi

2 subtipe, yaitu perdarahan intraserebral (PIS) yaitu terjadi perdarahan langsung ke

jaringan otak atau disebut juga sebagai perdarahan parenkim otak dan perdarahan

subarachnoid (PSA) yang terjadi perdarahan diruangan subarakhnoid. Dua subtipe

stroke perdarahan ini mempunyai perbedaan etiologi, gambaran klinis, prognosis dan

strategi penanganan.6

a. Perdarahan intraserebral (PIS)

Perdarahan intraserebral terjadi didalam substansi atau parenkim otak (di dalam

piamater). Penyebab utamanya adalah hipertensi, khususnya yang tidak terkontrol.

Penyebab lain yaitu malformasi arteriovena (AVM), alcoholism, diskrasia darah,

terapi anti-koagulasi, dan angiopati.6

Pada perdarahan jenis ini arteri yang berfungsi memvaskularisasi otak

mengalami ruptur atau pecah, sehingga akan menyebabkan kebocoran darah ke otak

dan kadang menyebabkan otak tertekan karena adanya penambahan volume cairan.

Pada orang dengan hipertensi kronis terjadi proses degeneratif pada otak dan unsur

elastis dari dinding arteri. Perubahan degeneratif ini dan ditambah dengan beban

tekanan darah tinggi, dapat membentuk penggembungan-penggembungan kecil

setempat yang disebut aneurisma Cahrcot-Bouchard. Aneurisma ini merupakan suatu

locus minorus resisten (LMR). Pada lonjakan tekanan darah sistemik, misalnya

sewaktu marah, saat aktivitas yang mengeluarkan tenaga banyak, mengejan dan

sebagainya dapat menyebabkan pecahnya LMR ini. Oleh karena itu strok hemoragik

dikenal juga sebagai “stress stroke”.6

12
b. Perdarahan Subaraknoid (PSA).

Penyebab tersering dari perdarahan ini adalah rupturnya aneurisma arterial yang

terletak didasar otak dan perdarahan malformasi vaskuler yang terletak dekat dengan

permukaan piamater. Penyebab yang lain dapat berupa perdarahan diatesis, trauma,

angiopati amiloid, dan penggunaan obat. Pecahnya aneurisma ini menyebabkan

perdarahan yang akan langsung berhubungan dengan cairan serebrospinalis, sehingga

secara cepat dapat menyebabkan peningkatan TIK. Jika perdarahan berlanjut, dapat

mengarah ke koma yang dalam maupun kematian. Perdarahan subarakhnoid yang

bukan karena aneurisma sering berkembang dalam waktu yang lama.6

Gambar.5 Pendarahan Subarchnoid dan perdarahan intraserebral

(Dikutip Dari Kepustakaan 7)

Aneurisma yang menjadi sumber PSA dan PIS mempunyai perbedaan letak dan

ukuran. Pada PIS aneurisma sering muncul pada arteri-arteri di dalam parenkim otak

dan aneurisma ini kecil. Sedangkan aneurisma pada perdarahan subarakhoid muncul

13
dari arteri-arteri di luar parenkim dan aneurisma ini mempunyai ukuran yang lebih

besar.6

Berdasarkan presentasi klinis pasien, the World Federation of Neurological

Surgeons (WFNS) (Suarez dkk) telah menyusun sistem klasifikasi PSA karena

aneurisma. Sistem yang membagi pasien PSA berdasarkan derajat kegawatdaruratan

ini mempunyai implikasi terhadap prognosis pasien. Sistem klasifikasi PSA WFNS

ini adalah sebagai berikut: 6

- (Derajat 1) GCS = 15, tidak ada defisit fokal.

- (Derajat 2) GCS = 13-14, tidak ada defisit fokal.

- (Derajat 3) GCS = 13-14, ada defisit fokal.

- (Derajat 4) GCS = 7-12, dengan atau tanpa defisit.

- (Derajat 5) GCS = <7, dengan atau tanpa defisit.

H. DIAGNOSIS

1. Anamnesis

Penilaian pasien yang diduga mengalami stroke bergantung pada waktu yang

telah dilewati dari onset gejala. Jika pasien dinilai dalam 3-6 jam setelah onset

stroke, fokus utama adalah untuk menegakkan diagnosis stroke, tipe patologis dan

keparahannya dan apakah reperfusi dini atau terapi antiplatelet mungkin

diindikasikan.6

14
Pokok manifestasi dari stroke ialah hemiparese, hemiparastesia, afasia dan

disartria. Hemiparese yang ringan dapat dirasakan oleh penderita sebagai gangguan

gerakan tangkas.10

Anamnesis bertujuan memperoleh informasi sebagai berikut:6

a. Karakteristik, gejala dan tanda

b. Apakah konsekuensi fungsionalnya (misalnya tidak bisa berdiri, tidak bisa

mengangkat tangan)

c. Kecepatan onset dan perjalanan gejala neurologis

d. Apakah ada kemungkinan presipitasi (apa yang pasien sedang lakukan pada saat

dan tidak lama sebelum onset).

e. Apakah ada gejala lain yang menyertai

f. Apakah ada riwayat penyakit dahulu atau riwayat penyakit keluarga yang relevan

g. Apakah ada perilaku atau gaya hidup yang relevan

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik, meliputi penilaian respirasi, sirkulasi, oksimetri dan suhu

tubuh. Pemeriksaan kepala dan leher, pemeriksaan toraks (jantung dan paru),

abdomen, kulit dan ekstremitas.5

Pemeriksaan neurologis pada pasien stroke akut harus dilakukan dengan cepat

karena adanya periode kritis. Pemeriksaan sarat kranialis dapat membantu

menentukan lokasi dan jenis penyakit. Pemeriksaan motorik dilakukan melalui

inspeksi, palpasi, pemeriksaan gerakan pasif serta aktif dan koordinasi gerak. Pada

15
inspeksi, pemeriksa memperhatikan sikap, bentuk, ukuran serta gerakan abnormal

pasien. Pada palpasi pemeriksa dapat menilai tonus otot. Pada pemeriksaan gerak

aktif dapat di nilai kekuatan otot. Pada pemeriksaan sensorik perlu diperiksa rasa

raba, rasa suhu, rasa gerak sikap. Status mental merupakan suatu penilaian pada

fungsi kognitif dan emosi seseorang.1,6,11

Penilaian reflex tendon bersifat reflex banding. Maka sikap angggota gerak dua

sisi harus sama dan pengetukan tendon sebagai stimulasi harus berintensitas yang

sama pula. Reflex patologis yang dapat dibangkitkan pada tangan ialah hoffmann-

tronmer. Reflex patologis yang dapat dibangkitkan pada kaki ialah reflex babinski.10

3. Pemeriksaan penunjang

a. CT Scan

Pemeriksaan CT Scan otak merupakan p/emeriksaan diagnostik terpilih untuk

membedakan perdarahan otak dengan infark, disamping itu juga dapat menunjukkan

adanya komplikasi lainnya pada otak seperti edema dan hidrocefalus sekunder.1

16
Gambar.6 perdarahan intraserebral

(Dikutip Dari Kepustakaan 13)

Gambar.7 perdarahan subaraknoid

(Dikutip Dari Kepustakaan 18)

a. Angiografi

Angiografi serebral pada saat dini memiliki indikasi untuk mencari sumber

perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskular, disamping itu ia juga dapat

menunjukkan adanya vasospasme.1

b. EKG (elektrokardiogram)

EKG perlu dilakukan pada semua penderita gangguan peredaran darah otak.

Dari EKG dapat di lihat adanya gangguan irama jantung yang tak terdeteksi secara

17
klinis dan dapat pula terlihat infark jantung yang tak dicurigai sebelumnya yang

merupakan sumber embolus.9

c. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium darah antara lain, hematologi rutin, gula darah

sewaktu, fungsi ginjal (ureum, kreatinin). Pemeriksaan laboratorium diruang gawat

antara lain, gula darah puasa dan dua jam setelah makan, profil lipid, laju endap

darah, dan pemeriksaan indikasi seperti: enzim jantung (troponin/ CKMB), serum

elektrolit, analisis hepatik, dan pemeriksaan elektrolit.5

4. Berdasarkan Skor

1) Skor Hasanuddin

No KRITERIA SKOR

1 Tekanan Darah

Sistole ≥ 200 ; Diastole ≥ 110 7,5

Sistole < 200 ; Diastole < 110 1

2 Waktu Serangan

Sedang bergiat 6,5

Tidak sedang bergiat 1

3 Sakit Kepala

Sangat hebat 10

Hebat 7,5

18
Ringan 1

Tidak ada 0

4 Kesadaran Menurun

Langsung, beberapa menit s/d 1 jam setelah omset 10

1 jam s/d 24 jam setelah omset 7,5

≥ 24 jam setelah omset 1

Tidak ada 0

5 Muntah Proyektil

Langsung, beberapa menit s/d 1 jam setelah omset 10

1 jam s/d 24 jam setelah omset 7,5

≥ 24 jam setelah omset 1

Tidak ada 0

Interpretasi: < 15: NHS, ≥ 15: HS

Tabel.1 Skor Hasanuddin

(Dikutip Dari Kepustakaan 14)

2) Siriraj Skore Score (SSS)

No GEJALA/TANDA PENILAIAN INDEKS SKOR

1 Kesadaran Compos Mentis (0)

Mengantuk (1) ×2,5 +

Semi koma/koma (2)

19
2 Muntah Tidak (0) +

Ya (1) ×2

3 Nyeri kepala Tidak (0) ×2 +

Ya (0)

4 Tekanan darah Diastolik ×10% +

5 Ateroma -

a. DM Tidak (0)

b.Angina pectoris Ya (1) ×(-3)

Klaudikasio

Intermitten

6 Konstanta -12 -12

Interpretasi: SSS > 1 = Stroke Hemoragik

SSS < 1 = Stroke Non Hemoragik

Tabel.2 Siriraj Skore Score

(Dikutip Dari Kepustakaan 15)

20
3) Algoritma Gajah Mada

Penderita stroke akut

Dengan atau tanpa

Penurunan kesadaran, nyeri kepala, refleks babinski

Tidak

Ketiganya/dua dari ketiganya ada Stroke pendarahan


Ya
Intraserebral

Penurunan kesadaran (+), nyeri kepala Stroke pendarahan


Ya
(-), refleks Babinski (-) Intraserebral

Penurunan kesadaran (-), nyeri kepala


(+), refleks Babinski (-) Stroke pendarahan
Ya
Intraserebral

Penurunan kesadaran (-), nyeri kepala


Stroke iskemik
(-), refleks Babinski (+)
Ya akut

21
Penurunan kesadaran (-), nyeri kepala
(-), refleks Babinski (-) Ya Stroke iskemik

Gambar.8 Algoritma Gajah Mada

(Dikutip Dari Kepustakaan 6)

I. DIAGNOSIS BANDING

Stroke Non Hemoragik

Stroke non hemoragik merupakan penyakit yang mendominasi kelompok usia

menengah dan dewasa tua yang kebanyakan berkaitan erat dengan kejadian

arterosklerosis (thrombosis) dan penyakit jantung (emboli) yang dicetuskan oleh

adanya faktor predisposisi hipertensi. Oklusi pembuluh darah otak dapat disebabkan

oleh suatu emboli, thrombus antegrad atau penyakit intrinsik pembuluh darah otak

sendiri.1

Berdasarkan perjalanan klinisnya, ada beberapa istilah dalam (Coronary

Vascular Disease) CVD tipe ini yaitu Transient Ischaemic Attack (TIA) yang

merupakan tampilan peristiwa berupa episode-episode serangan sesaat dari suatu

disfungsi serebral fokal akibat gangguan vaskuler, dengan lama serangan sekitar 2-15

menit sampai paling lama 24 jam. Bila gejala dan tanda tersebut berlangsung lebih

dari 24 jam dan kemudian pulih kembali disebut RIND (Reversible Ischaemic

Neurological Defisit). Gejala gangguanneurologis yang progresifdalam waktu enam

22
jam lebih, disebut juga sebagai Stroke in Evolution atau Progressing Stroke,

sebaliknya lesi-lesi yang stabil selama periode waktu 18-24 jam, tanpa adanya

agresivitas lanjut, disebut Complette stroke.1

Evolusi gejala-gejala stroke trombo-embolik sangat bervariasi dan biasanya

diawali dengan adanya serangan gangguan neurologis seperti kelumpuhan yang

mendadak sementara kesadaran masih tetap baik dan disertai nyeri kepala.Salah satu

karateristik stroke ini adalah bentuk defisit yang intermitten untuk beberapa saat dan

berakhir sebagai defisit yang persisten. Investigasi untuk menunjukkan infark serebri

adalah dengan pemeriksaan CT scan otak, yang disamping itu juga untuk

memperjelas diagnosis banding antara infark serebri dengan perdarahan otak.1

Pemberian obat-obatan seperti vasodilator serebral, trombolitik dan tindakan

pembedahan pada masa akut masih belum menunjukkan hasil yang bermakna.

Pemakaian antikoagulan untuk kasus-kasus ini masih kontroverusial dan masih perlu

diyakinkan betul bahwa kejadian ini bukanlah suatu perdarahan. Yang perlu lebih

diperhatikan atau ditangani adalah komplikasi-komplikasi yang selanjutnya dapat

terjadi. Sering timbul edema serebri yang dapat terjadi dehidrasi mengakibatkan

herniasi otak, kesadaran menurun, serta kematian.1

Penanganan umum yang perlu diterapkan adalah menjaga agar tidak terjadi

dehidrasi, mengatasi infeksi paru-paru dan pemeliharaan homeostasis

tubuh.Prognosis jangka panjang suatu deficit neurologis pada stadium awal sulit

diramalkan. Secara umum, makin lama mulai pemilihan menunjukan prognosis yang

makin kurang baik, dan bila pada minggu pertama masih belum ada tanda-tanda

23
pemulihan aktifitas motorik atau bicara, tampaknya fungsi-fungsi ini sulit untuk dapat

sembuh seperti semula. Heonopsia yang persisten lebih dari 1 minggu biasa nya akan

menjadi permanen. Adanya defisit lobus parietal biasanya menandakan bahwa

rehabilitasi akan lebih sulit. Defisit akibat infark batang otak, umumnya mempunyai

prognosis yang leih baik dari deficit akibat disfungsi hemisfer serebri. Kelumpuhan

yang menetap selama 6 bulan biasanya tidak dapat pulih.1

J. PENATALAKSANAAN

1. Penatalaksanaan Umum

a. Airway

Perlindungan jalan napas pada pasien stroke mungkin memerlukan intervensi

yang harus segera dilakukan. Penurunan tingkat kesadaran yang muncul bersama

emesis (muntah-muntah) dapat terjadi pada pasien dengan peningkatan tekanan

intrakranial dan stroke sirkulasi posterior. Pasien mungkin memerlukan gastric

suction dan intubasi untuk melindungi jalan napas dari aspirasi isi lambung.2

Intubasi Endotracheal Tube (ETT) diperlukan pada pasien hipoksia (PO2 <

60mmHg atau PCO2 > 50mmHg) atau syok pada pasien yang berisiko yang terjadi

aspirasi.5

b. Breathing

Saturasi O2 harus dipertahankan diatas 25%, jika diperlukan oksigen dapat

diberikan dengan nasal kanul, kadang perlu untuk melakukan ventilasi pada pasien

24
stroke yang mengalami gangguan pengendalian respiratorik atau peningkatan

TIK.2

c. Kardiovaskular

Pasien dengan risiko tinggi untuk stroke biasanya sudah memiliki penyakit

kardiovaskular sebelumnya. Pemeriksaan EKG perlu dilakukan untuk

mengevaluasi pasien terhadap bukti adanya iskemia jantung akut dan fibrilasi

atrial.2

d. Pengontrolan tekanan darah

Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau 15-

20% bila tekanan sistolik > 180mmHg, diastolik > 120mmHg, Mean Arterial

Preassure (MAP) > 130mmHg dan volume hematoma bertambah.2

e. Terapi 5B9

B1. Breathing: terjamin jalan napas bebas, memperhatikan saturasi O2- PAO2,

PACO2

B2. Blood: dijaga agar tekanan darah tetap cukup (tinggi) untuk perfusi ke otak

dan menjamin sirkulasi umum jantung, TD, Hb, viskositas, intake cairan, asam-

Basa, K; N; Ca untuk metabolisme otak.

B3. Brain: Kesadaran menurun atau koma dipantau, apabila kejang diberikan

anti Konvulsan, kadar Gula Darah yang tinggi diturunkan perlahan, balance

cairan, elektrolit dikoreksi, kadar asam-Basa dipantau.

25
B4. Bladder: Fungsi ginjal dipelihara; hindari infeksi, batu, gangguan balance

elektrolit, pH, air, dan sebagainya, Atasi retensi atau inkontinensi, apabila

menggunakan kateter diganti berkala.

B5. Bowel: Nutrisi yg cukup atau optimal, fungsi TGI baik, atasi obstipasi (retensi

alvi) dan inkontinensi alvi, dispepsi dikoreksi, dll.

f. Posisi kepala pasien

Posisi kepala dielevasi 30-45 derajat untuk melancarkan drainase vena

serebral. Tetapi aliran darah otak (ADO) masih relatif tetap sehingga dapat

diharapkan meminimalkan kontribusi tekanan vena serebral terhadap tekanan

tinggi intrakranial (TTIK).1

g. Pengontrolan gula darah

Kadar gula darah lebih dari 150 mg % harus sampai batas gula darah sewaktu

150mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2 sampai 3 hari pertama.

Hipoglikemia (kadar gula darah <60mg% atau 80mg% dengan gejala) diatasi

dengan dekstrosa 40% IV sampai kembali normal.2

h. Pengontrolan kejang

Jika kejang, diberi diazepam 5-20mg IV pelan-pelan selama 30 menit,

maksimal 100mg perhari, dilanjutkan pemberian antikonvlusan per oral (fenitoin,

karbamaepin) jika kejang muncul setelah 2 minggu diberikan antikonvlusan per

oral jangka panjang.2

i. Pengontrolan edema serebri

26
Jika didapatkan peningkatan tekanan intrakranial diberi manitol bolus IV

0,25-1g/kgBB/30 menit, dan jika di curiga fenomena reboun atau keadaan umum

memburuk, dilanjutkan 0,25gr perkgBB/30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari.

Harus dilakukan pemantauan osmolaritas (<320 mmol), sebagai alternatif dapat

diberikan larutan hipertonik NaCl 3%.2

j. Pengendalian suhu tubuh

Berikan Asetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5°C. Pada pasien febris

atau berisiko terjadi infeksi, harus dilakukan kultur dan diberikan antibiotik.5

2. Penatalaksanaan khusus

a. Pengobatan spesifik untuk perdarahan intraserebral ialah anti fibrinolitik seperti

asam traneksamat 1 g/4 jam/iv pelan-pelan selama 3 minggu kemudian tappering

off (cegah perdarahan ulang). Sedangkan untuk perdarahan subarachnoid setelah

fase akut dapat dianjurkan angiografi untuk operasi bedah saraf (kliping, ligasi,

dan sebagainya).9

b. Neuroprotektor

Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator. Tindakan

bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada pasien yang

kondisinya kian memburuk dengan perdarahan serebellum berdiameter > 3cm,

hidrosefalus akut akibat perdarahan intraventrikel atau serebellum.2

c. Penatalaksanaan hipertensi

Pada pasien stroke perdarahan intraserebral akut, apabila Tekanan Darah

Sistolik (TDS) > 200 mmHg atau Mean Arterial Preasure (MAP) > 150 mmHg,

27
tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi melalui

intravena secara kontinu dengan pemantauan tekanan darah setiap lima menit.

Apabila TDS >180 mmHg atau MAP > 130 mmHg disertai gejala dan tanda

peningkatan tekanan intrakranial, dilakukan pemantauan tekanan intrakranial.

Tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat

antihipertensi intravena secara kontinu atau intermiten dengan pemantauan

tekanan perfusi serebral > 60 mmHg.5

Apabila TDS > 180 mmHg atau MAP >130 mmHg tanpa disertai gejala dan

tanda, tekanan darah diturunkan secara hati-hati dengan menggunakan obat

antihipertensi intravena kontinyu atau intermitten dengan pemantauan tekanan

darah setiap 15 menit, hingga MAP 110 mmHg atau tekanan darah 160/90 mmHg.

Pada pasien stroke perdarahan intraserebral dengan TDS 150-220 mmHg,

penurunana tekanan darah dengan cepat hingga TDS 140 mmHg cukup aman.

Pemakaian obat antihipertensi parenteral golongan penyekat beta (labetalol dan

esmolol), penyekat kanal kalsium (nikardipin dan diltiazem) intravena, digunakan

dalam upaya diatas.5

Pada perdarahan subaraknoid (PSA), tekanan darah diturunkan hingga TDS

140-160 mmHg. Sedangkan TDS 160-180 mmHg sering digunakan sebagai target

TDS dalam mencegah terjadinya risiko terjadinya vasospasme, namun hal ini

bersifat individual, tergantung pada usia pasien, berat ringannya kemungkinan

vasospasme dan kormobiditas kardiovaskular. Calsium channel blocker

(nimodipin) telah diakui dalam panduan penatalaksanaan PSA karena dapat

28
memperbaiki keluaran fungsional pasien apabila vasospasme serebral telah

terjadi.5

3. Rehabilitasi

a. Rehabilitasi stadium akut

Rehabilitasi stadium akut biasanya dimulai sesudah prosesnya stabil, 24-72 jam

sesudah serangan, kecuali pada perdarahan. Sejak awal diikutsertakan untuk

melatih otot-otot menelan yang biasanya terganggu pada stadium akut.9

b. Rehabilitasi stadium subakut

Pada stadium ini kesadaran membaik, penderita mulai menunjukkan tanda-tanda

depresi, fungsi bahasa dapat lebih terperinci. Memperbaiki dengan pengaturan

posisi, stimulasi kondisi pasien.9

c. Rehabilitasi stadium kronik

Terapi ini biasanya sudah dapat dimulai pada akhir stadium subakut. Keluarga

penderita banyak dilibatkan dan psikolog harus lebih aktif.9

Prinsip-prinsip Rehabilitasi Stroke:16

1) Bergerak merupakan obat yang paling mujarab. Bila anggota gerak sisi yang

terkena terlalu lemah untuk mampu bergerak sendiri, anjurkan pasien untuk

bergerak atau beraktivitas menggunakan sisi yang sehat, namun sedapat mungkin

juga mengikutsertakan sisi yang sakit. Pasien dan keluarga seringkali beranggapan

salah, mengharapkan sirkuit baru di otak akan terbentuk dengan sendirinya dan

pasien secara otomatis bisa bergerak kembali. Terapi latihan gerak yang diberikan

sebaiknya adalah gerakan fungsional daripada gerak tanpa ada tujuan tertentu.

29
Gerakan fungsional misalnya gerakan meraih, memegang dan membawa gelas

kemulut. Gerakan fungsional mengikutsertakan dan mengaktifkan bagian-bagian

dari otak, baik area lesi maupun area otak normal lainnya, menstimulasi sirkuit

baru yang dibutuhkan.

2) Sedapat mungkin bantu dan arahkan pasien untuk melakukan gerak fungsional

yang normal, jangan biarkan menggunakan gerak abnormal. Gerak normal artinya

sama dengan gerak pada sisi sehat. Bila sisi yang terkena masih terlalu lemah,

berikan bantuan “tenaga” secukupnya dimana pasien masih menggunakan ototnya

secara “aktif”. Bantuan yang berlebihan membuat pasien tidak menggunakan otot

yang akan dilatih (otot bergerak pasif).

3) Gerak fungsional dapat dilatih apabila stabilitas batang tubuh sudah tercapai, yaitu

dalam posisi duduk dan berdiri. Stabilitas duduk dibedakan dalam stabilitas duduk

statik dan dinamik. Stabilitas duduk statik tercapai apabila pasien telah mampu

mempertahankan duduk tegak tidak bersandar tanpa berpegangan dalam kurun

waktu tertentu tanpa jatuh/miring ke salah satu sisi. Stabilitas duduk dinamik

tercapai apabila pasien dapat mempertahankan posisi duduk sementara batang

tubuh doyong ke arah depan, belakang, ke sisi kiri atau kanan dan atau dapat

bertahan tanpa jatuh/miring ke salah satu sisi sementara lengan meraih ke atas,

bawah, atau samping untuk suatu aktivitas. Latihan stabilitas batang tubuh

selanjutnya yaitu stabilitas berdiri statik dan dinamik. Hasil latihan ini

memungkinkan pasien mampu melakukan aktivitas dalam posisi berdiri.

30
Kemampuan fungsional optimal dicapai apabila pasien juga mampu melakukan

aktivitas sambil berjalan.

4) Persiapkan pasien dalam kondisi prima untuk melakukan terapi latihan. Gerak

fungsional yang dilatihakanmemberikan hasil maksimal apabila pasien siap secara

fisik dan mental. Secara fisik harus diperhatikan kelenturan otot-otot, lingkup

gerak semua persendian tidak ada yang terbatas, dan tidak ada nyeri pada

pergerakan. Secara mental pasien mempunyai motivasi dan pemahaman

akantujuan dan hasil yang akan dicapai dengan terapi latihan tersebut. Kondisi

medis juga menjadi salah satu pertimbangan. Tekanan darah dan denyut nadi

sebelum dan sesudah latihan perlu dimonitor. Lamalatihantergantung pada stamina

pasien. Terapi latihan yang sebaiknya adalah latihan yang tidak sangat melelahkan,

durasi tidak terlalu lama (umumnya sekitar 45-60 menit) namun dengan

pengulangan sesering mungkin.

Intervensi rehabilitasi pada stroke fase subakut ditujukan untuk:16

1) Mencegah timbulnya komplikasi akibat tirah baring

2) Menyiapkan atau mempertahankan kondisi yang memungkinkan pemulihan

fingsionalyang paling optimal

3) Mengembalikan kemandirian dalam melakukan aktivitas sehari-hari

4) Mengembalikan kebugaran fisik dan mental.

31
K. KOMPLIKASI

Komplikasi stroke menurut Wihartono et al. adalah edema perifokal, perluasan

intraventrikel. Komplikasi yang paling sering menyertai perdarahan intraserebral

pada penderita stroke perdarahan adalah edema perifokal yang menimbulkan desak

ruang. Perdarahan intraserebral spontan akibat hipertensi dan atau degenerasi

arteriola. Bangkitan kejang dan status epileptikus sering terjadi pada stroke akut.

Bangkitan pasca stroke diklasifikasikan sebagai onset dini dan onset yang tertunda

sesuai dengan waktu kejadiannya setelah terjadinya iskemia otak (Silverman et al,

2002). Faktor risiko independen untuk terjadinya bangkitan adalah stroke perdarahan.

Bangkitan ini dapat timbul karena adanya provokasi yaitu karena adanya gangguan

metabolik dan fisiologik yang menyertai stroke.jika bangkitan berulang tanpa

provokasi dalam waktu satu minggu atau lebih pasca suatu stroke iskmeik maka

diagnosis menjadi epilepsi pasca stroke.6

32
Dini (0-48 jam pertama)

Edema serebri. Defisit neurologis cenderung memberat, dapat mengakibatkan

peningkatan tekanan intrakranial, herniasi, dan akhirnya menimbulkan kematian.

Infark miokard. Penyebab kematian mendadak pada stroke stadium awal.

Jangka pendek (1-4 hari pertama)

Pneumonia akibat imobilisasi lama

Infark miokard

Emboli paru. Cenderung terjadi 7-14 hari pascastroke, seringkali terjadi pada saat

penderita mulaimobilisasi.

Stroke rekuren: dapat terjadi pada setiap saat.

Jangka panjang (>14 hari)

Stroke rekuren

Infark miokard

Gangguan vaskuler lain: penyakit vaskuler perifer.

Tabel 3 Komplikasi Stroke

(Dikutip dari kepustakaan 1)

L. PROGNOSIS

Prognosis stroke dapat dilihat dari 6 aspek, yakni: dead, disease, disability,

discomfort, dissatisfaction, dan destitution. Keenam aspek prognosis tersebut terjadi

pada stroke fase awal. Untuk mencegah agar aspek tersebut tidak menjadi lebih buruk

maka semua penderita stroke akut harus dimonitor dengan hati-hati terhadap keadaan

33
umum, fungsi otak elektrokardiogram (EKG), saturasi oksigen, tekanan darah dan

suhu tubuh secara terus menerus selama 24 jam setelah serangan stroke.6

Kapelle asmedi dan Lamsudi mengatakan prognosis fungsional stroke pada

infark lakuner cukup baik karena tingkat ketergantungan dalam Activity daily living

(ADL) hanya 19% pada bulan pertama dan meningkat sedikit 20 % sampai tahun

pertama. Suatupenelitian menunjukan bahwa terdapat perbaikan fungsi paling cepat

pada minggu pertama dan menurun pada minggu ketiga sampai enam bulan pasca

stroke.6

Prognosis stroke juga dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor dan keadaan yang

terjadipada penderita stroke. Hasil akhir yang dipakai sebagai tolak ukur diantaranya

outcomefungsional, seperti kelemahan motorik, disabilitas, quality of life serta

mortalitas. Menurut Hornig et al prognosis jangka panjang setelah TIA dan stroke

batang otak atau serebelum ringan secara signifikan dipengaruhi olehusia, diabetes,

hipertensi, strok sebelumnya, dan penyakit arteri karotis yang menyerupai. Pasien

dengan TIA memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan pasien dengan stroke

minor.

Menurut Kiohara et al. Resiko kematian lebih tinggi pada tahun pertama setelah

onset stroke pertama kali pada kedua jenis kelamin. Setelah itu, kurva survival

menurun secara bertahap, dan resiko kematian mencapai 80,7 % untuk laki-laki dan

80,2 % untuk perempuan pada akhir follow up 10 tahun.

Tingkat mortalitas kasus 30 hari secara substansial lebih tinggi pada pasien

dengan perdarahan serebral (63,3%) dan pedarahan subaraknoid (58,6%)

34
dibandingkan pasien dengan infark serebral (9%). Sedangkan risiko meninggal

setelah stroke pertama kali mencapai 2 kali lipat untuk pasien bebas stroke. Menurut

analisis multivarian disimpulkan bahwa usia, indeks masa tubuh yang rendah dan

stroke perdarahan adalah faktor risiko yang signifikan untuk kematian setelah stroke.

Outcome fungsional tergantung pada tingkat keparahan kerusakan awal dan juga

sejumlah variable lain termasuk usia, disfungsi kognitif dan komorbiditas.6

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Satyanegara. Editor. Ilmu Bedah Saraf Edisi IV. Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama: 2010

2. Setyopranoto, Ismail. Continuing Medical Education. Stroke: Gejala dan

Penatalaksanaan. [Online]. Mei-Juni 2011 [cited 2014 maret 2]. Available:

www.kalbemed.com/Portals/6/1_05_185Strokegejalapenatalaksanaan.pdf

3. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinik Dasar. Edisi 5. Jakarta: Dian

Rakyat; 2008

4. A. price Sylvia, Wilson Lorraine. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses – Proses

Penyakit, Edisi 4, Volume 2. Jakarta: EGC; 2008

5. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.

Guideline Stroke 2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf

Indonesia: Jakarta, 2007.

6. Gofir, Abdul. Evidence Based Medicine Manajemen Stroke. Edisi 1.

Yogyakarta: Pustaka Cendekia Press; Agustus 2009. hal 19-27, 45-52, 55-

75,85, 165-173

7. Kusumo Indro Nurman. Stroke perdarahan (bleeding stroke). [Online]. 2012.

[cited 2014 Februari 26]: avaible from: URL:

http://www.academia.edu/2492754/stroke_perdarahan_bleeding_stroke

8. Baehr, M. Diagnosis Topik Neurologi Anatomi Fisiologi Tanda dan Gejala.

Edisi 4. Penerbit 2012

36
9. Harsono. Buku Ajar Neurologi klinis. Edisi Kelima. Gadjah Mada University

Press. 2011. Hal: 59-107

10. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinik dasar. Edisi 5. Jakarta: Dian

Rakyat; 2008. Hal 261-290

11. Lumbantobing.S.M. Neurologi Klinik. Pemeriksaan Fisik dan Mental. FK UI.

Jakarta .2012

12. Hassmann KA. Stroke, Ischemic. [Online]. 2010. Cited 2014 January 25st

available from: http://emedicine.medscape.com/article/793904-overview

13. Magistris, Fabio. Intracerebral Hemorrhage: Patofisiology, Diagnosis, and

Management. [Online]. 2013. [cited 2014 Maret 2]: avaible from: URL:

http://www.mumj.org/Issues/v 10

14. Bahan Kuliah Sistem Neuropsikiatri. Fakultas Kedokteran Universitas

Hasanuddin. Makassar. 2004

15. Singh, H. Gupta, J. Gupta, M. S. Aggrawal, Rohid. Assesment Of Utility of

Siriraj Stroke Score (SSS) BD Sharma PGIMS hospital, Rohtak,India.

[Online]. Juli-September 2001. [cited 27 April 2014]: avaible from: URL

16. Wirawan, Rosiana Pradanasari. Rehabilitasi Stroke pada. Pelayanan

Kesehatan Primer[ Online].2 Pebruari 2009.[cited 2014 Februari 27]: avaible

from: URL: http://www.indonesia.digital journals.org

17. R. Putzdan R. Pabst. Editor. Atlas Anatomi Manusia.Sobotta. Jilid: 3, Edisi

23. Jerman: Elsevier Gmb H; 2010

37
18. Davies, Sarah. Management Of Subarachnoid Haemorrhage.[Online]. 7

December 2009.[cited 2014 Maret 1]: avaible from: URL:

http://www.worldanaesthesia@mac.com

38

Anda mungkin juga menyukai