Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan teknologi yang sangat pesat di Indonesia khususnya pada


bidang industri, serta seiring dengan lajunya program pembangunan nasional pada
bidang industri pulamaka mempunyai dampak yang positif dan negatif,khususnya
dampak langsung kepada manusia. Di satu pihak akan memberikan keuntungan
berupa memberikan lapangan pekerjaan, mempermudah komunikasi dan
transportasi serta akhirnya meningkatkan ekonomi dan sosial masyarakat. Di pihak
lain dapat timbul dampak negatif yaitu meningkatnya jumlah angka kecelakaan kerja.
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor : 03 /MEN/1998 kecelakaan
kerja adalah suatu kejadian yang terjadi di lingkungan kerja yang tidak diinginkan
berakibat cedera pada manusia, kerusakan barang, gangguan terhadap pekerjaan
dan pencemaran lingkungan. Salah satu jenis kecelakaan yang sering di jumpai dan
menimbulkan kerugian yang amat sangat besar adalah kebakaran.

Banyaknya kecelakaan yang terjadi membawa kerugian yang menimpa,


bukan hanya kerugian material namun juga kerugian yang berdampak langsung
terhadap lingkungan, kehidupan masyarakat dan juga adanya korban jiwa. Oleh
sebab itu setiap perusahaan diwajibkan untuk menyelenggarakan program tanggap
darurat dan bencana yang sudah diatur dalam UU No. 24 tahun 2007, selain itu
setiap perusahaan juga wajib untuk menyelenggarakan Sistem Manajamen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang didalamnya terdapat elemen yang
wajib dilakukan oleh suatu badan usaha yaitu menyelenggarakan program tanggap
darurat yang sudah diatur dalam PP 05/MEN/1996. Tujuan dari kebijakan yang
sudah dipaparkan diatas untuk mengurangi korban dan kerusakan alat perusahaan
yang disebabkan karena kecelakaan ataupun keadaan darurat.

Menurut Federal Emergency Management Agency (FEMA) dalam


Emergency managemen Guide for Business dan industry (1993) keadaan darurat
merupakan seluruh kejadian yang tidak direncanakan yang mengakibatkan kematian
atau injury yang signifikan pada pekerja ataupun masyarakat sekitar. Atau dapat
diartikan suatu kejadian yang dapat mematikan suatu usaha, kegiatan operasional
yang terhenti, kerusakan fisik ataupun lingkungan dan segala sesuatu yang dapat
berpotensi mengalami kerugian keuangan ataupun reputasi suatu perusahaan
dimata masyarakat. Tujuan suatu industri menggunakan program Emergency
Response Preparedness (ERP) adalah untuk mencegah keadaan darurat yang saat
itu terjadi dan melindungi pekerja serta masyarakat sekitar dalam suatu bahaya dan
mengamankan area lain dari tersebarnya efek dari sumber bahaya tersebut.

Pada penelitian kali ini peneliti mengamati salah satu perusahaan baja,
dalam perusahaan ini terdapat proses Putri A.S dan M, Sulaksmono, Penilaian
Emergency Response Preparedness…73 peleburan besi dari padat menjadi cair,
proses ini menggunakan pembakaran sampai kurang lebih 1500°C. Pada proses ini
banyak sekali potensi bahaya yang terjadi, bahaya yang paling besar terjadi adalah
ledakan dan kebakaran yang mengakibatkan kerusakan alat, hilangnya jam kerja
sampai kehancuran pabrik. Potensi bahaya yang sangat besar tersebut harus
dicegah dengan menerapkan sistem Emergency Response Preparedness (ERP)
yang dapat menanggulangi dan mengantisipasi jika terjadi keadaan darurat seperti
kebakaran atau sampai terjadinya ledakan. Pada tahun 2004 area peleburan besi
ini mengalama ledakan yang dahsyat, sehingga berdampak pada seluruh sistem dan
produksi yang ada pada PT.X ini. 13 orang mengalami luka berat dan dievakuasi
kerumah sakit terdekat (Suara Merdeka,2004). Dikabarkan satu orang meninggal
dunia karena melakukan proses penyelamatan ledakan secara manual. Pekerja
yang terpapar langsung dengan bara api proses peleburan besi ini tidak
menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yang sesuai dengan tingkat risiko
bahayanya. Potensi bahaya yang terjadi pada area peleburan besi ini sangat tinggi
oleh sebab itu harus diadakan sistem keselamatan kerja yang ketat dalam area ini.
PT X ini sudah mengelola dan mejalankan pengendalian bahaya, dengan
menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
berdasarkan OHSAS 18001 yang terintegrasi dengan ISO 14001 dan ISO 9001.
Pada OHSAS 18001, diwajibkan untuk menyelenggarakaan sistem kesiap siagaan
dan respon terhadap keadaan darurat yang terjadi. Analisis program Emergency
Response Prepaaredness (ERP) pada area PT X ini bertujuan untuk meminimalisir
dampak suatu kejadiaan yang tidak diinginkan baik finansial ataupun nonfinansial
bagi kelangsungan produksi suatu perusahaan. Kejadian Emergency pada PT X ini
meliputi Kebakaran, Keracunan bahan makanan dan minuman, tumpahan atau
bocoran bahan berbahaya / kimia / gas dan atau Kegagalan Operasi Water
Treatment, Ledakan, Demontrasi / Huru-Hara, Bencana Alam (Gempa Bumi dan
Banjir). Dari beberapa kejadian emergency yang terjadi di PT. X tersebut yang
berpotensi bahayanya sangat tinggi pada area peleburan besi adalah kebakaran
dan ledakan, oleh sebab itu penerapan dan evaluasi penerapan program Emergency
Response Preparedness (ERP) sangat diperlukan secara khusus.

1.2 Rumusan Masalah

a. Bagaimana mengaplikasikan teori pemadam kebakaran dengan benar?


b. Bagaimana cara menggunakan prosedur pemakaian bahan tradisional
saat kebakaran dengan benar?
c. Bagaimana cara memadamkan kebakaran dengan media tradisional
dengan benar?
1.3 Tujuan

a. Dapat mengaplikasikan teori pemadaman kebakaran dengan benar


b. Dapat menggunakan prosedur pemakaian bahan tradisional saat
kebakaran dengan benar
c. Dapat memadakan kebakaran dengan media tradisional dengan benar

1.4 Manfaat

Manfaat dari praktikum ini adalah :

1. Manfaat Subjektif
Salah satu syarat melakukan prektikum SPPK dengan judul “Pemadaman
Api Bahan Tradisional di Politeknik Perkepalan Negeri Surabaya”
2. Manfaat Objektif
Sebagai penambahan pengatuhan dan wawasan untuk menambah skill
untuk usaha, pencegahan dan penanggulangan kebakaran dengan
menggunakan bahan dan media tradisional
BAB II

DASAR TEORI

2.1 Kebakaran

Nyala api adalah suatu fenomena yang dapat diamati gejalanya yaitu
adanya cahaya dan panas dari suatu bahan yang sedang terbakar. Gejala
lainnya yang dapat diamati adalah, bila suatu bahan telah terbakar maka akan
mengalami perubahan baik bentuk fisiknya maupun sifat kimianya. Keadaan
fisik bahan yang telah terbakar akan berubah menjadi arang, abu atau hilang
menjadi gas dan sifat kimianya akan berubah pula menjadi zat baru. Gejala
perubahan tersebut menurut teori perubahan zat dan energi adalah perubahan
secara kimia. (Depnakertrans RI, 2008)
Kebakaran dapat terjadi karena adanya persyaratan dari segitiga api.
Segitiga api terdiri dari kadar O2, bahan bakar, dan sumber api.

Zaman yang semakin maju juga mempengaruhi teknik dan alat


peadaman kebakaran yang semakin maju dan mudah digunakan. Saat ini kita
bisa melihat berbagai macam alat untuk memadamkan kebakaran mulai
portable hingga fixed system.

2.2 Klasifikasi-klasifikasi Kebakaran

Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja Per. 04/Men/1980 kebakaran


dapat
diklasifikasikan menjadi empat kelas, yaitu:
a. Kebakaran kelas A
Kebakaran yang terjadi pada bahan padat kecuali logam, kelas ini
mempunyai ciri meninggalkan arang atau abu. Unsur kebakaran biasanya
mengandung karbon. Misalnya kayu, plastik, teksil, dan karet. Prinsip
pemadam kelas ini adalah dengan menurunkan suhu dengan cepat. Jenis
pemadam cocok dengan menggunakan air.
b. Kebakaran kelas B
Kebakaran yang terjadi pada bahan cair dan gas yang mudah terbakar,
kelas ini terdiri dari unsur bahan dari minyak bumi dan turunan kimia.
Misalnya: bensin, minyak, gas alam. Prinsip pemadamannya dengan yang
menghilangkan unsur oksigen dan menghalangi nyala api. Jenis pemadam
yang tepat menggunakan busa/foam.
c. Kebakaran Kelas C
Kebakaran yang terjadi pada instalasi listrik, misalnya terjadinya arus
pendek pada kabel listrik. Jenis pemadaman yang cocok menggunakan gas
halon, CO2, dan dry cheminal.
d. Kebakaran Kelas D
Kebakaran yang terjadi pada bahan logam. Misalnya: besi, baja,
magnesium. Prinsipnya dengan cara melapisi permukaan logam yang
terbakar dengan mengisolasinya dari oksigen (Permenaker, 1980).

2.3 APAR (Alat Pemadam Api Ringan)


Apar dapat digolongkan ke beberapa jenis : (Dewi kurniawati,2013)
 Apar jenis air, berisi cairan air biasa yang umumnya bervolume sekitar 9
liter dengan jarak semprotan mencapai 20-25 inci selama 60-120 detik.
Apar ini sangat efektif untuk memadamkan kebakaran jenis A.

 Apar jenis debu kering, jenis ini terdiri atas sodium bikarbonat 97%,
magnesium steaote 1,5%, magnesium karbonat 1%, dan trikalsium
karbonat 0,5%. Jarak semprotan mencapai 15-20 inci dengan waktu
semprotan hingga 2 menit. Sangat efektif untuk tipe kebakaran kelas A, B
dan C. namun debu yang ditinggalkan apar ini dapat merusak bahan-
bahan tertentu seperti mesin dan bahan makanan. 26
 Apar jenis gas, terdiri dari cairan karbondioksida dan BCF dalam tekanan
dan berukuran berat 2-5 ibs. Jarak semprotan bias mencapai 812 inci
dengan waktu semprotan 8-30 detik saja. Efektif untuk kebakaran kelas B

dan C.

 Apar jeis buih atau busa (foam), alat ini biasanya terdiri atas 2 tabung
dalam (alumunium sulfat) dan tabung luar (natrium bikarbonat). Jarak
semprotan alat ini berkisar antara 20 inci dengan lama semprotan 3090
detik. Efektif untuk memadamkan kebakaran kelas B.
Penempatan APAR

erhatikan suhu sekitar

jumlah bahan bakar


ukuranya, kecepatanya dll

2.4 Alat Pemadam Api Berat – APAB

APAB sebenarnya memiliki prinsip kerja yang sama dengan APAR atau Alat
Pemadam Api Ringan. Namun APAB diperuntukan untuk area yang lebih luas
(50m) dibandingkan hanya sebuah dapur atau lingkungan yang sempit.
Dikarenakan dari ukurannya APAR memiliki ukuran dimulai dari 1kg-9kg
sedangkan APAB memiliki ukuran dari 20kg-100kg. Dengan ukuran berat yang
lebih dari APAR maka APAB mampu untuk memadamkan kebakaran yang
cukup besar. Contoh untuk lokasi dengan potensi kebakaran yang cukup besar
seperti area sekolah, rumah ibadah, tempat pengisian bensin (SPBU), pabrik,
gudang, kantor pos, kantor, kompleks perumahan, mall dan lainnya. Dalam
penggunaannya APAB sebaiknya dilakukan oleh dua orang atau lebih.

Isi atau media dari APAB terdiri dari Foam AFFF (Aqueoues Film Forming
Foam) dan Dry Chemical Powder. Umumnya APAB digunakan pula untuk
memadamkan kebakaran hutan. Dengan isi yang banyak maka APAB mampu
membantu memadamkan api penyebab kebakaran hutan tanpa merusak tanah
dan meninggalkan residu. Untuk Foam AFFF dapat memadamkan tipe api A
(Benda Padat), B (Benda Cair), dan D (Logam). Untuk Dry Chemical Powder
dapat memadamkan tipe api A, B dan C (Benda Gas).

Foam AFFF memiliki tingkat efektif yang tinggi untuk memadamkan zat cair
yang terbakar, namun memiliki sifat kondusif atau mampu menghantarkan
listrik. Dry Chemical Powder merupakan media yang berbentuk bubuk kimia
kering dan non toxic atau tidak beracun bagi manusia, hewan dan tumbuhan.
Perbedaannya Dry Chemical Powder tidak menghantarkan listrik dan bubuk
pertikelnya mampu menahan panas.
Umumnya ada 2 sistem tekanan yang digunakan pada APAB yaitu Catridge
System dan Stored Preassure System. Kedua sistem ini memiliki kelebihan
serta kekurangan yang dapat anda baca dibawah ini.

2.4.1 Alat Pemadam Api Berat – Catridge System

Catridge System merupakan alat pemadam api yang memanfaatkan catridge


sebagai alat yang memberikan tekanan untuk mengeluarkan media yang
berada di dalam tabung pemadam. Umumnya isi dari catridge adalah Carbon
Dioksida CO2. Catridge yang diletakan di dalam tabung sangat aman dan
akan berfungsi saat tabung pemadam api digunakan.

Membran catridge yang telah robek akan mengeluarkan tekanan gas ke


tabung pemadam dan akan mendorong media tabung dari dalam hingga
keluar dari tabung. Untuk tabung dengan Catridge System lebih mudah untuk
dilakukan isi ulang, dikarenakan gas pendorong tetap terkunci di dalam
catridge. Hal tersebut juga membuat minimnya terjadi penggumpalan media
tabung pemadam.
Namun kelemahan dari Catridge System adalah tidak diketahui secara pasti
angka tekanan di dalam tabung. Periksakan selalu tabung pemadam api
setiap bulan dan pengecekan secara kesuluruhan setiap 1 tahun. Umumnya
tetap terjadi penggumpalan media dan turunnya tekanan gas di dalam
catridge. Catridge system juga hanya dapat digunakan 1 kali karena tekanan
gas akan berkurang walaupun anda hanya sedikit memakainya.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan


1. Tong tempat pembakaran
2. APAB CO2
3. APAR CO2
4. APAR dry Chemical Powder

3.2 Cara Kerja Penggunaan APAB CO2

Start

Letakkan APAB atau alat pemadam


kebakaran sekitar 50 meter dari lokasi
kebakaran (sebaiknya Anda tidak berada
terlalu dekat dengan api).

Letakkan APAB atau alat pemadam


kebakaran dalam posisi tegak.

Tarik pin pengaman, yang umumnya


berbentuk T, untuk membuka cartridge.

Bentangkan selang penyemprot dan tekan NO


tuas pegangan/katup untuk menyemprotkan
medium pemadam kebakaran ke arah api.

Apakah api
telah padam ?
YES

Finish
3.3 Cara Kerja Penggunaan APAR CO2

Start

Ambil APAR dari tempatnya

Berdiri pada jarak 2 – 2,5 m dari


api.

Tarik pin/putus segel pengaman


pada pin operating lever.

Coba keandalan APAR sebelum


diarahkan ke sasaran.

Arahkan kebawah/dasar api

Semprotkan dari sisi kesisi/kibaskan


media pemadam api pada dasar NO

nyala api sehingga oksigen tidak


dapat ikut reaksi.

YES
Apakah api
telah padam ?

Finish
3.4 Cara Kerja Penggunaan APAR Dry Chemical Powder

Start

Ambil APAR dari tempatnya

Berdiri pada jarak 2 – 2,5 m dari


api.

Tarik pin/putus segel pengaman


pada pin operating lever.

Coba keandalan APAR sebelum


diarahkan ke sasaran.

Arahkan kebawah/dasar api

Semprotkan dari sisi


kesisi/kibaskan media pemadam NO
api pada dasar nyala api sehingga
oksigen tidak dapat ikut reaksi.

YES

Apakah api
telah padam ?
3. 5 Prosedur Kerja Finish
1. Ambil APAR dari tempatnya
2. Berdiri pada jarak 2 m - 2,5 m dari api
3. Tarikpin/putus segel pengaman padapin operating lever
4. Coba keadalan APAR sebelum diarahkan ke sasaran
5. Arahkan kebawah/dasar api
6. Semprotkan dari sisi kesisi/kebiaskan media pemadam api pada dasar
nyala api sehingga tidak dapat ikut reaksi
TUGAS PENDAHULUAN

1. Sebutkan media pemadaman kebakaran jenis APAR ?


 Jenis cairan (air)
Efektif untuk jenis api kelas A: Kayu, Kertas, Kain, Karet, Plastik, dll.
Air merupakan salah satu bahan pemadam api yang paling berguna
sekaligus ekonomis. Semua pemadam api berbahan air produksi memiliki
aplikasi tipe jet yang mampu menghasilkan arus yg terkonsentrasi sehingga
membuat operator mampu melawan api dari jarak yang lebih jauh dari pada
Nozzle semprot biasa.
 Jenis busa
Alat Pemadam Api Ringan berbahan busa, cocok untuk melawan api
Kelas A & B. Alat pemadam berbahan busa memiliki kemampuan untuk
mengurangi resiko menyalanya kembali api setelah pemadaman. Setelah
api dipadamkan, busa secara efektif menghilangkan uap bersamaan dengan
pendinginan api.
 Jenis tepung kimia kering
Alat Pemadam Api Ringan berbahan bubuk kering, sangat serbaguna
untuk melawan api Kelas A, B & C, serta cocok untuk mengatasi resiko
tinggi. Selain berguna dalam mengatasi bahaya listrik, cairan mudah
terbakar dan gas, bubuk juga efektif untuk kebakaran kendaraan.
 Jenis gas (hydro carbon berhalogen, CO2 , dsb)
1. Karbondioksida
Alat pemadam api berbahan CO2 sangat cocok untuk
peralatan ber-listrik dan api Kelas B. Kemudian kemampuan tingginya
yang tidak merusak serta efektif dan bersih yang sangat dikenal luas.
CO2 memiliki sifat non-konduktif dan anti statis. Karena gas ini tidak
berbahaya untuk peralatan dan bahan yang halus, sangat ideal untuk
lingkungan kantor yang modern, dimana minyak, solvent dan lilin
sering digunakan.

2. Halon

Gas halon bila terkena panas api kebakaran pada suhu sekitar
o
485 C akan mengalami proses penguraian. Zat-zat yang dihasilkan
dari proses penguraian tersebut akan mengikat unsur hidrogen dan
oksigen (O2) dari udara. Karena sifat zat baru tersebut beracun maka
cukup membahayakan terhadap manusia. Pada saat tejadi
kebakaran, apabila digunakan halon untuk memadamkan api maka
seluruh penghuni harus meninggalkan ruangan kecuali bagi yang
sudah mengetahui betul cara penggunaannya. Jenis gas halon yang
dapat digunakan sebagai alat pemadam adalah halon 1301 (BTM)
dan halon 1211 (BCF). Halon 1301 (BTM – CBrF3) dengan
konsentrasi 4% digunakan untuk pencegahan kebakaran terhadap
alat-alat elektronik.

2. Sebutkan type APAR !


 Tipe Tabung Bertekanan Tetap (Stored Pressure Type)
suatu alat pemadam kebakaran yang bahan pemadamannya
didorong keluar oleh gas kering tanpa bahan kimia aktif/udara kering yang
disimpan bersama dengan tepung pemadamannya dalam keadaan
bertekanan. Digunakan untuk APAR dengan isi Busa, Air, DC.
 Tipe Tabung Gas (Gas Cartridge Type)
suatu alat pemadam kebakaran yang bahan pemadamannya di
dorong keluar oleh gas bertekanan yang dilepas dari tabung gas. Digunakan
untuk APAR dengan isi Busa, Air, DC, CO2
DAFTAR PUSTAKA

Putri Anggitasari, M. 2014. Sulaksmono. PENILAIAN EMERGENCY RESPONSE


PREPAREDNESS UNTUK PROTEKSI LEDAKAN PADA AREA PELEBURAN
BESI PADA PT. “X” (Berdasarkan Internasional Sefety Rating System).
Surabaya. Universitas Airlangga

Depnaker. 1980. PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI


No : PER.04/MEN/1980 TENTANG SYARAT-SYARAT PEMASANGAN DAN
PEMELIHARAN ALAT PEMADAM API RINGAN. Indonesia. Depnaker

Harlinanto, Agatha Andry. 2015. PENERAPAN ALAT PEMADAM API RINGAN


(APAR) DAN JALUR EVAKUASI SERTA PENANGGULANGAN KEBAKARAN
DI RSUD dr.R.SOETIJONO KABUPATEN BLORA. Semarang. UNIVERSITAS
NEGERI SEMARANG

Anda mungkin juga menyukai