PENDAHULUAN
Pada penelitian kali ini peneliti mengamati salah satu perusahaan baja,
dalam perusahaan ini terdapat proses Putri A.S dan M, Sulaksmono, Penilaian
Emergency Response Preparedness…73 peleburan besi dari padat menjadi cair,
proses ini menggunakan pembakaran sampai kurang lebih 1500°C. Pada proses ini
banyak sekali potensi bahaya yang terjadi, bahaya yang paling besar terjadi adalah
ledakan dan kebakaran yang mengakibatkan kerusakan alat, hilangnya jam kerja
sampai kehancuran pabrik. Potensi bahaya yang sangat besar tersebut harus
dicegah dengan menerapkan sistem Emergency Response Preparedness (ERP)
yang dapat menanggulangi dan mengantisipasi jika terjadi keadaan darurat seperti
kebakaran atau sampai terjadinya ledakan. Pada tahun 2004 area peleburan besi
ini mengalama ledakan yang dahsyat, sehingga berdampak pada seluruh sistem dan
produksi yang ada pada PT.X ini. 13 orang mengalami luka berat dan dievakuasi
kerumah sakit terdekat (Suara Merdeka,2004). Dikabarkan satu orang meninggal
dunia karena melakukan proses penyelamatan ledakan secara manual. Pekerja
yang terpapar langsung dengan bara api proses peleburan besi ini tidak
menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yang sesuai dengan tingkat risiko
bahayanya. Potensi bahaya yang terjadi pada area peleburan besi ini sangat tinggi
oleh sebab itu harus diadakan sistem keselamatan kerja yang ketat dalam area ini.
PT X ini sudah mengelola dan mejalankan pengendalian bahaya, dengan
menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
berdasarkan OHSAS 18001 yang terintegrasi dengan ISO 14001 dan ISO 9001.
Pada OHSAS 18001, diwajibkan untuk menyelenggarakaan sistem kesiap siagaan
dan respon terhadap keadaan darurat yang terjadi. Analisis program Emergency
Response Prepaaredness (ERP) pada area PT X ini bertujuan untuk meminimalisir
dampak suatu kejadiaan yang tidak diinginkan baik finansial ataupun nonfinansial
bagi kelangsungan produksi suatu perusahaan. Kejadian Emergency pada PT X ini
meliputi Kebakaran, Keracunan bahan makanan dan minuman, tumpahan atau
bocoran bahan berbahaya / kimia / gas dan atau Kegagalan Operasi Water
Treatment, Ledakan, Demontrasi / Huru-Hara, Bencana Alam (Gempa Bumi dan
Banjir). Dari beberapa kejadian emergency yang terjadi di PT. X tersebut yang
berpotensi bahayanya sangat tinggi pada area peleburan besi adalah kebakaran
dan ledakan, oleh sebab itu penerapan dan evaluasi penerapan program Emergency
Response Preparedness (ERP) sangat diperlukan secara khusus.
1.4 Manfaat
1. Manfaat Subjektif
Salah satu syarat melakukan prektikum SPPK dengan judul “Pemadaman
Api Bahan Tradisional di Politeknik Perkepalan Negeri Surabaya”
2. Manfaat Objektif
Sebagai penambahan pengatuhan dan wawasan untuk menambah skill
untuk usaha, pencegahan dan penanggulangan kebakaran dengan
menggunakan bahan dan media tradisional
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Kebakaran
Nyala api adalah suatu fenomena yang dapat diamati gejalanya yaitu
adanya cahaya dan panas dari suatu bahan yang sedang terbakar. Gejala
lainnya yang dapat diamati adalah, bila suatu bahan telah terbakar maka akan
mengalami perubahan baik bentuk fisiknya maupun sifat kimianya. Keadaan
fisik bahan yang telah terbakar akan berubah menjadi arang, abu atau hilang
menjadi gas dan sifat kimianya akan berubah pula menjadi zat baru. Gejala
perubahan tersebut menurut teori perubahan zat dan energi adalah perubahan
secara kimia. (Depnakertrans RI, 2008)
Kebakaran dapat terjadi karena adanya persyaratan dari segitiga api.
Segitiga api terdiri dari kadar O2, bahan bakar, dan sumber api.
Apar jenis debu kering, jenis ini terdiri atas sodium bikarbonat 97%,
magnesium steaote 1,5%, magnesium karbonat 1%, dan trikalsium
karbonat 0,5%. Jarak semprotan mencapai 15-20 inci dengan waktu
semprotan hingga 2 menit. Sangat efektif untuk tipe kebakaran kelas A, B
dan C. namun debu yang ditinggalkan apar ini dapat merusak bahan-
bahan tertentu seperti mesin dan bahan makanan. 26
Apar jenis gas, terdiri dari cairan karbondioksida dan BCF dalam tekanan
dan berukuran berat 2-5 ibs. Jarak semprotan bias mencapai 812 inci
dengan waktu semprotan 8-30 detik saja. Efektif untuk kebakaran kelas B
dan C.
Apar jeis buih atau busa (foam), alat ini biasanya terdiri atas 2 tabung
dalam (alumunium sulfat) dan tabung luar (natrium bikarbonat). Jarak
semprotan alat ini berkisar antara 20 inci dengan lama semprotan 3090
detik. Efektif untuk memadamkan kebakaran kelas B.
Penempatan APAR
APAB sebenarnya memiliki prinsip kerja yang sama dengan APAR atau Alat
Pemadam Api Ringan. Namun APAB diperuntukan untuk area yang lebih luas
(50m) dibandingkan hanya sebuah dapur atau lingkungan yang sempit.
Dikarenakan dari ukurannya APAR memiliki ukuran dimulai dari 1kg-9kg
sedangkan APAB memiliki ukuran dari 20kg-100kg. Dengan ukuran berat yang
lebih dari APAR maka APAB mampu untuk memadamkan kebakaran yang
cukup besar. Contoh untuk lokasi dengan potensi kebakaran yang cukup besar
seperti area sekolah, rumah ibadah, tempat pengisian bensin (SPBU), pabrik,
gudang, kantor pos, kantor, kompleks perumahan, mall dan lainnya. Dalam
penggunaannya APAB sebaiknya dilakukan oleh dua orang atau lebih.
Isi atau media dari APAB terdiri dari Foam AFFF (Aqueoues Film Forming
Foam) dan Dry Chemical Powder. Umumnya APAB digunakan pula untuk
memadamkan kebakaran hutan. Dengan isi yang banyak maka APAB mampu
membantu memadamkan api penyebab kebakaran hutan tanpa merusak tanah
dan meninggalkan residu. Untuk Foam AFFF dapat memadamkan tipe api A
(Benda Padat), B (Benda Cair), dan D (Logam). Untuk Dry Chemical Powder
dapat memadamkan tipe api A, B dan C (Benda Gas).
Foam AFFF memiliki tingkat efektif yang tinggi untuk memadamkan zat cair
yang terbakar, namun memiliki sifat kondusif atau mampu menghantarkan
listrik. Dry Chemical Powder merupakan media yang berbentuk bubuk kimia
kering dan non toxic atau tidak beracun bagi manusia, hewan dan tumbuhan.
Perbedaannya Dry Chemical Powder tidak menghantarkan listrik dan bubuk
pertikelnya mampu menahan panas.
Umumnya ada 2 sistem tekanan yang digunakan pada APAB yaitu Catridge
System dan Stored Preassure System. Kedua sistem ini memiliki kelebihan
serta kekurangan yang dapat anda baca dibawah ini.
Start
Apakah api
telah padam ?
YES
Finish
3.3 Cara Kerja Penggunaan APAR CO2
Start
YES
Apakah api
telah padam ?
Finish
3.4 Cara Kerja Penggunaan APAR Dry Chemical Powder
Start
YES
Apakah api
telah padam ?
3. 5 Prosedur Kerja Finish
1. Ambil APAR dari tempatnya
2. Berdiri pada jarak 2 m - 2,5 m dari api
3. Tarikpin/putus segel pengaman padapin operating lever
4. Coba keadalan APAR sebelum diarahkan ke sasaran
5. Arahkan kebawah/dasar api
6. Semprotkan dari sisi kesisi/kebiaskan media pemadam api pada dasar
nyala api sehingga tidak dapat ikut reaksi
TUGAS PENDAHULUAN
2. Halon
Gas halon bila terkena panas api kebakaran pada suhu sekitar
o
485 C akan mengalami proses penguraian. Zat-zat yang dihasilkan
dari proses penguraian tersebut akan mengikat unsur hidrogen dan
oksigen (O2) dari udara. Karena sifat zat baru tersebut beracun maka
cukup membahayakan terhadap manusia. Pada saat tejadi
kebakaran, apabila digunakan halon untuk memadamkan api maka
seluruh penghuni harus meninggalkan ruangan kecuali bagi yang
sudah mengetahui betul cara penggunaannya. Jenis gas halon yang
dapat digunakan sebagai alat pemadam adalah halon 1301 (BTM)
dan halon 1211 (BCF). Halon 1301 (BTM – CBrF3) dengan
konsentrasi 4% digunakan untuk pencegahan kebakaran terhadap
alat-alat elektronik.