Anda di halaman 1dari 27

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi, Sumber dan Karakteristik Sampah


3.1.1 Definisi
Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah,
sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk
padat. Sedangkan menurut SNI 19-2454 tahun 2002 tentang Teknik Operasional
Pengelolaan Sampah Perkotaan, sampah adalah limbah yang bersifat padat terdiri dari
bahan organik dan bahan anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola
agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan.

3.1.2 Sumber Sampah


Sumber sampah dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Damanhuri, 2010):
 Pemukiman: biasanya berupa rumah atau apartemen. Jenis sampah yang
ditimbulkan antara lainsisa makanan, kertas, kardus, plastik, tekstil, kulit, sampah
kebun, kayu, kaca, logam, barang bekasrumah tangga, limbah berbahaya dan
sebagainya
 Daerah komersial: yang meliputi pertokoan, rumah makan, pasar, perkantoran,
hotel, dan lain-lain.Jenis sampah yang ditimbulkan antara lain kertas, kardus,
plastik, kayu, sisa makanan, kaca, logam,limbah berbahaya dan beracun, dan
sebagainya.
 Institusi: yaitu sekolah, rumah sakit, penjara, pusat pemerintahan, dan lan- lain.
Jenis sampah yangditimbulkan sama dengan jenis sampah pada daerah komersial.
 Konstruksi dan pembongkaran bangunan: meliputi pembuatan konstruksi baru,
perbaikan jalan, danlain-lain. Jenis sampah yang ditimbulkan antara lain kayu,
baja, beton, debu, dan lain-lain.

 Pengolah limbah domestik seperti Instalasi pengolahan air minum, Instalasi


pengolahan air buangan, dan insinerator. Jenis sampah yang ditimbulkan antara
lain lumpur hasil pengolahan,debu, dan sebagainya.
 Kawasan Industri: jenis sampah yang ditimbulkan antara lain sisa proses
produksi, buangan nonindustri, dan sebagainya.
 Pertanian: jenis sampah yang dihasilkan antara lain sisa makanan busuk, sisa
pertanian.
 Fasilitas umum: seperti penyapuan jalan, taman, pantai, tempat rekreasi, dan lain-
lain. Jenis sampah yang ditimbulkan antara lain rubbish, sampah taman, ranting,
daun, dan sebagainya.

3.1.2 Klasifikasi Sampah


Klasifikasi sampah menurut Permen PU No. 03/PRT/M/2013 Berdasarkan
sifat kimia unsur pembentuknya, terdapat 3 kategori jenis sampah yaitu (Damanhuri,
2010):
1. Sampah Organik, yaitu sampah yang mengandung senyawa-senyawa organik
dan oleh karena itu tersusun oleh unsur-unsur karbon, hidrogen, oksigen dan
nitrogen. Sampah organik terdiri dari daun-daun, kayu, kertas, tulang, sisa
makanan, sayuran dan buah-buahan.
2. Senyawa Anorganik, yaitu sampah dari bahan-bahan yang tidak tersusun oleh
senyawa organik dan tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme, misalnya
kaca, besi, plastik dan lain sebagainya.
3. Sampah B-3 rumah tangga.
Dilihat dari keadaan fisiknya, sampah dapat diklasifikasikan dalam beberapa
jenis, yaitu (Damanhuri, 2010):
1. Sampah Basah (garbage) yaitu sampah yang terdiri dari bahan-bahan organik
dan mempunyai sifat mudah membusuk, biasanya berasal dari sisa makanan,
buah atau sayuran. Sifat utama dari sampah basah yaitu banyak mengandung
air dan cepat sekali membusuk terutama pada daerah tropis seperti di
Indonesia.
2. Sampah kering (rubbish) yaitu sampah yang susunannya terdiri dari bahan
organik maupun anorganik yang sifatnya lambat atau tidak membusuk.
Sampah kering ini terdiri atas 2 golongan yaitu sampah kering logam (metalic
rubbish) misalnya pipa besi tua, kaleng-kaleng bekas dsb, serta sampah kering
bukan logam (non metalic rubbish) seperti kertas, kayu, sisa-sisa kain, kaca,
mika, keramik dan batu-batuan.
3. Sampah lembut yaitu sampah yang terdiri dari partikel-partikel kecil, ringan
dan mempunyai sifat mudah berterbangan, yang dapat
membahayakan/mengganggu pernafasan dan mata. Menurut terbentuknya
ada 2 macam, yaitu :
a. Debu, berasal dari penyapuan lantai rumah dan gedung, debu pengrajin
kayu, debu pabrik kapur, pabrik semen, pabrik tenun dan lain sebagainya.
b. Abu, berasal dari sisa pembakaran kayu, abu rokok, abu sekam, sampah
yang terbakar dan sebagainya

3.2 Timbulan Sampah


Dikutip dari Standar Nasional Indonesia nomor 19-2454-2002 Tahun
2002, timbulan sampah adalah banyaknya sampah yang timbul dari masyarakat
dalam satuan volume atau berat per kapita perhari, atau perluas bangunan, atau
perpanjang jalan. Data mengenai timbulan, komposisi, dan karakteristik sampah
merupakan hal yang sangat menunjang dalam menyusun sistem pengelolaan
persampahan di suatu wilayah. Data tersebut harus tersedia agar dapat disusun suatu
alternatif sistem pengelolaan sampah yang baik. Jumlah timbulan sampah ini
biasanya akan berhubungan dengan elemen-elemen pengelolaan sampah
(Damanhuri, 2010) antara lain:
 Pemilihan peralatan, misalnya wadah, alat pengumpulan, dan
pengangkutan
 Perencanaan rute pengangkutan
 Fasilitas untuk daur ulang
 Luas dan jenis TPA.
Timbulan sampah pada masing-masing sumber berbeda satu dengan yang lainnya,
hal ini dapat dilihat pada Tabel 3.2.

III-3
III-4

Tabel 3.2 Besarnya Timbulan Sampah Berdasarkan Sumbernya


Komponen Sumber Volume Berat
No. Satuan
Sampah (Liter) (Kg)
1 Rumah permanen orang/hari 2,25-2,50 0,350-0,400
2 Rumah semi permanen orang/hari 2,00-2,25 0,300-0,350
3 Rumah non-permanen orang/hari 1,75-2,00 0,250-0,300
4 Kantor pegawai/hari 0,50-0,75 0,025-0,100
5 Toko/ruko petugas/hari 2,50-3,00 0,150-0,350
6 Sekolah murid/hari 0,10-0,15 0,010-0,020
7 Jalan arteri sekunder m/hari 0,10-0,15 0,020-0,100
8 Jalan kolektor sekunder m/hari 0,10-0,15 0,010-0,050
9 Jalan lokal m/hari 0,05-0,10 0,005-0,025
10 Pasar m2/hari 0,20-0,60 0,100-0,300
Sumber: Damanhuri, 2010

Menurut SNI 19-3964-1995, bila pengamatan lapangan belum tersedia,


maka untuk menghitung besaran sistem, dapat digunakan angka timbulan sampah
sebagai berikut:
1. Satuan timbulan sampah kota sedang 2,75-3,25 L/orang/hari atau
0,070-0,080 kg/orang/hari.
2. Satuan Timbulan sampah kota kecil = 2,5-2,75 L/orang/hari atau 0,625-
0,70 kg/orang/hari
Keterangan :
- Untuk kota sedang jumlah penduduknya 100.000<p<500.000.
- Untuk kota kecil jumlah penduduknya < 100.000.
Rata-rata timbulan sampah biasanya akan bervariasi dari hari ke hari, antara
satu daerah dengan daerah lainnya, dan antara satu negara dengan negara lainnya
(Damanhuri, 2010). Variasi ini terutama disebabkan oleh perbedaan, antara lain:
 Jumlah penduduk dan tingkat pertumbuhannya
 Tingkat hidup: makin tinggi tingkat hidup masyarakat, makin besar
timbulan sampahnya.
 Musim: di negara Barat, timbulan sampah akan mencapai angka
minimum pada musim panas
 Cara hidup dan mobilitas penduduk
III-5

 Iklim: di negara Barat, debu hasil pembakaran alat pemanas akan


bertambah pada musim dingin
 Cara penanganan makanannya.

3.3 Pengelolaan Sampah


Pengelolaan sampah adalah semua kegiatan yang dilakukan dalam
menangani sampah sejak ditimbulkan sampai dengan pembuangan akhir. Secara
garis besar, kegiatan di dalam pengelolaan sampah adalah kegiatan yang meliputi
pengumpulan, pengangkutan, pemrosesan, pendauran ulang atau pembuangan dari
material sampah. Sedangkan, dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008
tentang Pengelolaan Sampah, pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis,
menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan
sampah yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas
lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya. Berdasarkan SNI 19-
2454 tahun 2002 faktor-faktor yang mempengaruhi sistem pengelolaan sampah
perkotaan, meliputi:
 Kepadatan dan penyebaran penduduk
 Karakteristik fisik lingkungan dan sosial ekonomi
 Timbulan dan karakteristik sampah
 Budaya sikap dan prilaku masyarakat
 Jarak dari sumber sampah ke tempat pembuangan akhir sampah
 Rencana tata ruang dan pengembangan kota
 Sarana pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pembuangan
akhir sampah
 Biaya yang tersedia
 Peraturan daerah Setempat.

3.4 Teknik Operasional Pengelolaan Sampah


Teknik Operasional pengelolaan sampah perkotaan yang terdiri dari
kegiatan pewadahan sampai dengan pembuangan akhir sampah harus bersifat
terpadu dengan melakukan pemilahan sejak dari sumbernya. Skema teknik
operasional pengelolaan persampahan dapat dilihat pada gambar 3.1.
III-6

Gambar 3.1 Diagram Teknik Operasional Pengelolaan Sampah


Sumber: SNI 19-2454 tahun 2002, tentang Teknik Oprasional Pengelolaan Sampah Perkotaan

3.4.1 Pewadahan
Pewadahan sampah merupakan cara penampungan sampah sementara di
sumbernya baik individual maupun komunal. Wadah sampah individual umumnya
ditempatkan di muka rumah atau bangunan lainnya. Sedangkan wadah sampah
komunal ditempatkan di tempat terbuka yang mudah diakses. Sampah diwadahi
sehingga memudahkan dalam pengangkutannya. Idealnya jenis wadah disesuaikan
dengan jenis sampah yang akan dikelola agar memudahkan dalam penanganan
berikutnya, khususnya dalam upaya daur-ulang. Di samping itu, dengan adanya
wadah yang baik (Damanhuri, 2010), maka:
 Bau akibat pembusukan sampah yang juga menarik datangnya lalat, dapat
diatasi
 Air hujan yang berpotensi menambah kadar air di sampah, dapat kendalikan
 Pencampuran sampah yang tidak sejenis, dapat dihindari.
III-7

Berdasarkan pedoman dari SNI 19-2454-2002 yang menjadi acuan


Kementrian Pekerjaan Umum pola pewadahan dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Pola pewadahan individual
Diperuntukkan bagi daerah pemukiman berpenghasilan tinggi dan daerah
komersial. Bentuk yang dipakai tergantung selera dan kemampuan
pengadaan dari pemiliknya, dengan kriteria:
o Bentuk: kotak, silinder, kantung, kontainer.
o Sifat: dapat diangkat, tertutup.
o Bahan: logam, plastik. Alternatif bahan harus bersifat kedap terhadap air,
panas matahari, tahan diperlakukan kasar, mudah dibersihkan.
o Ukuran: 10-50 liter untuk pemukiman, toko kecil, 100-500 liter untuk
kantor, toko besar, hotel, rumah makan.
o Pengadaan: pribadi, swadaya masyarakat, instansi pengelola.
2. Pola pewadahan komunal
Diperuntukkan bagi daerah pemukiman sedang/kumuh, taman kota, jalan,
pasar. Bentuk ditentukan oleh pihak instansi pengelola karena sifat
penggunaannya adalah umum, dengan kriteria:
o Bentuk: kotak, silinder, kontainer.
o Sifat: tidak bersatu dengan tanah, dapat diangkat, tertutup.
o Bahan: logam, plastik. Alternatif bahan harus bersifat kedap terhadap air,
panas matahari, tahan diperlakukan kasar, mudah dibersihkan.
o Ukuran: 100-500 liter untuk pinggir jalan, taman kota, 1-10 m3 untuk
pemukiman dan pasar.
o Pengadaan: pemilik, badan swasta (sekaligus sebagai usaha promosi
hasil produksi), instansi pengelola.
III-8

Tabel 3.3 Jenis Pewadahan dan Sumber Sampahnya


Sumber Sampah Jenis Pewadahan
Daerah Perumahan - Kantong plastik/kertas, volume sesuai
yang tersedia di pasaran
- Bak sampah permanen, ukuran
bervariasi, biasanya dari pasangan
batu bata
- Bin plastik/tong, volume 40-60 liter,
dengan tutup, khususnya permukiman
yang pernah dibina oleh Dinas
Kebersihan
Pasar - Bin/tong sampah, volume 50-60 liter
- Bin plastik, volume 120-140 liter
dengan tutup dan memakai roda
- Gerobak sampah, volume 1,0 m3
- Bak sampah
Pertokoan - Kantong plastik, volume bervariasi
- Bin plastik/tong, volume 50-60 liter
- Bin plastik, volume 120-140 liter
dengan roda
Perkantoran/Hotel - Kontainer volume 1 m3 beroda
- Kontainer besar volume 6-10 m3
Tempat Umum, Jalan, dan Taman - Bin plastik/tong volume 50-60 liter,
yang dipasang secara permanen
- Bin plastik, volume 120-140 L dengan
roda.
Sumber: Damanhuri, 2010

Pemilihan sarana pewadahan sampah dalam Permen PU No.


03/PRT/M/2013 mempertimbangkan beberapa hal, diantaranya volume sampah,
jenis sampah, penempatan, jadwal pengumpulan, jenis sarana pengumpulan dan
pengangkutan. Sedangkan untuk persyaratan sarana pewadahannya sendiri adalah
sebagai berikut:
1. Jumlah sarana harus sesuai dengan jenis pengelompokan sampah
2. Diberi label atau tanda
3. Dibedakan berdasarkan warna, bahan dan bentuk.
III-9

Label atau tanda dan warna wadah sampah dapat digunalan seperti tabel
berikut ini :

Tabel 3.4 Label atau Tanda dan Warna Wadah Sampah


No Jenis Sampah Label Warna
1 Sampah yang SAMPAH B3 Merah
mengandung bahan
berbahaya dan beracun
serta limbah bahan
berbahaya dan beracun
2 Sampah yang mudah SAMPAH ORGANIK Hijau
terurai

3 Sampah yang dapat SAMPAH GUNA Kuning


digunakan kembali ULANG

4 Sampah yang dapat SAMPAH DAUR Biru


didaur ulang ULANG

5 Sampah lainnya RESIDU Abu-


abu

Sumber: Permen PU No. 03/PRT/M/2013

Menurut SNI No 19-2454-2002 tentang Tata Cara Teknik Operasional


Pengelolaan Sampah Perkotaan menyebutkan bahwa penempatan wadah kontainer
sampah sebaiknya:
a. Kontainer individual:
1. Di halaman muka (tidak di luar pagar)
2. Di halaman belakang (untuk sumber sampah dari hotel dan restoran)
III-10

b. Kontainer komunal:
1. Tidak mengambil lahan trotoar (kecuali kontainer pejalan kaki)
2. Tidak di pinggir jalan protokol
3. Sedekat mungkin dengan sumber sampah
4. Tidak mengganggu pemakai jalan atau sarana umum lainnya
5. Di tepi jalan besar pada lokasi yang mudah untuk pengoperasiannya

3.4.2 Pengumpulan
Pengumpulan sampah adalah proses penanganan sampah dengan cara
pengumpulan dari masing-masing sumber sampah untuk diangkut ke TPS atau ke
pengelolaan sampah skala kawasan, atau langsung ke TPA tanpa melalui proses
pemindahan. Operasional pengumpulan dan pengangkutan sampah mulai dari
sumber sampah hingga ke lokasi pemrosesan akhir atau ke lokasi pemrosesan akhir,
dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara langsung (door to door), atau secara
tidak langsung (dengan menggunakan transfer depo/container ) sebagai TPS
(Damanhuri, 2010).
Pemilihan jenis pewadahan dan pengumpulan membutuhkan pengetahuan
dasar tentang karakteristik masing-masing sampah agar tidak menimbulkan
permasalahan, baik dari sudut biaya operasional maupun keselamatan kerja dan
lingkungan. Sampah yang telah dipilah membutuhkan pemisahan wadah yang
sesuai agar upaya pengambilan komponen sampah yang bernilai ekonomi menjadi
lebih efektif. Sub-sistem pengumpulan sampah mengenal beberapa pola
(Damanhuri, 2010), adalah sebagai berikut:
 Pola individual langsung (door-to-door)
Pada pola ini dilakukan pengumpulan sampah dari rumah ke rumah
dengan alat pengumpul sekaligus pengangkut seperti truk sampah.
Sampah yang terkumpul kemudian langsung diangkut ke pengolahan
atau TPA.
 Pola komunal langsung
Pada pola ini petugas pengumpul-pengangkut tidak masuk ke gang,
hanya akan memberi tanda bila sarana pengungkit ini datang, misalnya
dengan bunyi-bunyian. Sampah dari sumber diangkut oleh masing-
III-11

masing penghasil sampah menuju titik pengumpulan dimana truk


sampah telah menunggu di titik tersebut. Kemudian truk melanjutkan
perjalanan ke titik berikutnya.
 Pola individual tidak langsung
Sampah dari tiap-tiap sumber akan dikumpulkan, biasanya di Indonesia
menggunakan pengumpul sejenis gerobak sampah atau motor sampah.
Kendaraan pengumpul kemudian membawa sampah tersebut ke TPS,
di TPS sampah kemudian dipindahkan ke truk pengangkut, untuk
diangkut ke pengolah atau ke TPA.
 Pola komunal tidak langsung
Pada pola ini petugas pengumpul tidak masuk ke gang karena mungkin
saja tidak dapat dilalui oleh grobak atau kendaraan pengumpul lainnya
Petugas pengumpul akan memberi tanda (misalnya lonceng) bila
datang, atau dengan kesepakatan jadwal tertentu. Kendaraan
pengumpul kemudian membawa sampah tersebut ke TPS di TPS
sampah kemudian dipindahkan ke truk pengangkut, untuk diangkut ke
pengolah atau ke TPA.

Keterangan :
= Individual
= Pewadahan Komunal
III-12

= Lokasi Pemindahan
= Gerakan Penduduk ke Wadah Komunal
= Gerakan Alat Pengumpul
= Gerakan Alat Pengangkut

Gambar 3.2 Pola Operasional Pengumpulan sampah


Sumber: Permen PU No. 03/PRT/M/2013

Syarat untuk setiap pola pengangkutan sampah seperti yang tercantum


dalam Permen PU No. 03/PRT/M/2013 adalah sebagai berikut
1. Pola individual langsung dengan persyaratan sebagai berikut:
a. Kondisi topografi bergelombang, yaitu kemiringan lebih dari 15% sampai
dengan 40%, hanya alat pengumpul mesin yang dapat beroperasi
b. Kondisi jalan cukup lebar dan operasi tidak mengganggu pemakai jalan
lainnya
c. Kondisi dan jumlah alat memadai
d. Jumlah timbunan sampah > 0,3 m3/hari
e. Bagi penghuni yang berlokasi di jalan protokol.
2. Pola individual tidak langsung dengan persyaratan sebagai berikut:
a. Bagi daerah yang partisipasi masyarakatnya pasif
b. Lahan untuk lokasi pemindahan tersedia
c. Bagi kondisi topografi relatif datar, yaitu kemiringan rata-rata kurang dari
5%, dapat menggunakan alat pengumpul non mesin, contoh gerobak atau
becak
d. Alat pengumpul masih dapat menjangkau secara langsung
e. Kondisi lebar gang dapat dilalui alat pengumpul tanpa mengganggu
pemakai jalan lainnya
f. Harus ada organisasi pengelola pengumpulan sampah.
3. Pola komunal langsung dengan persyaratan sebagai berikut:
a. Bila alat angkut terbatas
b. Bila kemampuan pengendalian personil dan peralatan relatif rendah
c. Alat pengumpul sulit menjangkau sumber sampah individual (kondisi
daerah berbukit, gang jalan sempit)
III-13

d. Peran serta masyarakat tinggi


e. Wadah komunal ditempatkan sesuai dengan kebutuhan dan lokasi yang
mudah dijangkau oleh alat pengangkut (truk)
f. Untuk permukiman tidak teratur
4. Pola komunal tidak langsung dengan persyaratan berikut:
a. Peran serta masyarakat tinggi;
b. Wadah komunal ditempatkan sesuai dengan kebutuhan dan lokasi yang
mudah dijangkau alat pengumpul;
c. Lahan untuk lokasi pemindahan tersedia,
d. Bagi kondisi topografi relatif datar, kemiringan rata-rata kurang dari 5%,
dapat mengunakan alat pengumpul non mesin, contoh gerobak atau becak.
Sedangkan bagi kondisi topografi dengan kemiringan lebih besar dari 5%
dapat menggunakan cara lain seperti pikulan, kontainer kecil beroda dan
karung;
e. Leher jalan/gang dapat dilalui alat pengumpul tanpa mengganggu pemakai
jalan lainnya;
f. Harus ada organisasi pengelola pengumpulan sampah.
5. Pola penyapuan jalan dengan persyaratan sebagai berikut:
a. Juru sapu harus rnengetahui cara penyapuan untuk setiap daerah pelayanan
(diperkeras, tanah, lapangan rumput, dan lain-lain);
b. Penanganan penyapuan jalan untuk setiap daerah berbeda tergantung pada
fungsi dan nilai daerah yang dilayani;
c. Pengumpulan sampah hasil penyapuan jalan diangkut ke lokasi pemindahan
untuk kemudian diangkut ke tpa
d. Pengendalian personel dan peralatan harus baik.

Sedangkan perencanaan operasional pengumpulan menurut Permen PU No.


03/PRT/M/2013 adalah sebagai berikut:
1. Ritasi antara 1 sampai dengan 4 kali per hari
2. Periodisasi 1 hari, 2 hari atau maksimal 3 hari sekali, tergantung dan kondisi
komposisi sampah,yaitu:
III-14

a. Semakin besar persentasi sampah yang mudah terurai, periodisasi


pengumpulan sampah menjadi setiap hari,
b. Untuk sampah guna ulang dan sampah daur ulang, periode pengumpulannya
disesuaikan dengan jadwal yang telah ditentukan,
dapat dilakukan 3 hari sekali atau lebih;
c. Untuk sampah yang mengandung bahan B3 dan limbah B3 serta
sampah lainnya disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku.
3. Mempunyai daerah pelayanan tertentu dan tetap
4. Mempunyai petugas pelaksanaan yang tetap dan dipindahkan secara periodik
5. Pembebanan pekerjaan diusahakan merata dengan kriteria jumlah sampah
terangkut, jarak tempuh, dan kondisi daerah.

3.4.3 Pemindahan Sampah (TPS/SPA)


Pemindahan sampah merupakan tahapan untuk memindahkan sampah hasil
pengumpulan ke dalam alat pengangkut untuk dibawa ke tempat pemrosesan atau
ke pemrosesan akhir. Tipe pemindahan sampah dapat dilihat pada Tabel 3.4. Lokasi
pemindahan sampah hendaknya memudahkan bagi sarana pengumpul dan
pengangkut sampah untuk masuk dan keluar dari lokasi pemindahan, dan tidak jauh
dari sumber sampah. Pemrosesan sampah atau pemilahan sampah dapat dilakukan
di lokasi ini, sehingga sarana ini dapat berfungsi sebagai lokasi pemrosesan tingkat
kawasan. Pemindahan sampah dilakukan oleh petugas kebersihan, yang dapat
dilakukan secara manual atau mekanik, atau kombinasi misalnya pengisian
kontainer dilakukan secara manual oleh petugas pengumpul, sedangkan
pengangkutan kontainer ke atas truk dilakukan secara mekanis (load haul).
III-15

Tabel 3.4 Tipe Pemindahan (Transfer)


No. Uraian Transfer Tipe I Transfer Tipe II Transfer Tipe
III
1 Luas ≥ 200 m2 60-200 m2 10-20 m2
Lahan
2 Fungsi - Tempat pertemuan - Tempat - Tempat
peralatan pertemuan pertemuan
pengumpul dan peralatan gerobak dan
pengangkutan pengumpul dan kontainer (6-10
sebelum pengangkutan m3 )
pemindahan sebelum - Lokasi
- Tempat pemindahan penempatan
penyimpanan atau - Tempat parkir kontainer
kebersihan gerobak komunal (1-10
- Bengkel sederhana - Tempat m3 )
- Kantor pemilahan - Lokasi
Wilayah/pengendali pemilahan
- Tempat Pemilahan
- Tempat
Pengomposan
3 Daerah - Baik sekali untuk - Daerah yang
Pemakai daerah yang sulit mendapat
mudah mendapat lahan yang
lahan kosong dan
daerah protokol
Sumber: Damanhuri, 2010

Transfer Tipe I (transfer depo) atau transfer station merupakan fasilitas


yang ideal keberadaannya. Di kota-kota besar sulit dibangun karena masalah
keterbatasan lahan. Transfer jenis ini biasanya terdiri dari:
- Bangunan untuk ruangan kantor.
- Bangunan tempat penampungan/pemuatan sampah.
- Pelataran parkir.
- Tempat penyimpanan peralatan
- Diperlukan areal tanah minimal seluas 200 m2. Bila lokasi ini berfungsi
juga sebagai tempat pemrosesan sampah skala kawasan, yang dikenal
sebagai TPS-3R (atau TPST), maka dibutuhkan tambahan luas lahan
sesuai aktivitas yang akan dijalankan.
III-16

Transfer Tipe III merupakan fasilitas minimum yang harus disediakan.


Itupun tidak semua kota mampu menyediakannya. Akibatnya penghasil sampah
menyediakan sendiri lokasi transfer mereka (biasanya bersifat liar) (Damanhuri,
2010).

3.4.4 Pengangkutan Sampah


 Pengangkutan Sampah Secara Umum
Pengangkutan sampah adalah sub-sistem yang bersasaran membawa
sampah dari lokasi pemindahan atau dari sumber sampah secara langsung menuju
tempat pemrosesan akhir, atau TPA (Damanhuri, 2010). Pengangkutan sampah
merupakan salah satu komponen penting dan membutuhkan perhitungan yang
cukup teliti, dengan sasaran mengoptimalkan waktu angkut yang diperlukan dalam
sistem tersebut, khususnya bila:
 Terdapat sarana pemindahan sampah dalam skala cukup besar yang harus
menangani sampah
 Lokasi titik tujuan sampah relatif jauh
 Sarana pemindahan merupakan titik pertemuan masuknya sampah dari
berbagai area
 Ritasi perlu diperhitungkan secara teliti
 Masalah lalu-lintas jalur menuju titik sasaran tujuan sampah
Persyaratan alat pengangkut sampah antara lain (Damanhuri, 2010) adalah:
 Alat pengangkut sampah harus dilengkapi dengan penutup sampah,
minimal dengan jaring.
 Tinggi bak maksimum 1,6 m.
 Sebaiknya ada alat ungkit.
 Kapasitas disesuaikan dengan kondisi/kelas jalan yang akan dilalui.
 Bak truk/dasar kontainer sebaiknya dilengkapi pengaman air sampah.
 Beberapa jenis/tipe truk yang dioperasikan pada subsistem pengangkutan
ini, yaitu seperti ditampilkan pada Tabel 3.5.
III-17

Tabel 3.5 Peralatan Subistem Pengangkutan


Jenis
Konstruksi/bahan Kelebihan Kelemahan Catatan
Peralatan

- Bak Konstruksi kayu - Harga Relatif - Kurang sehat - Banyak


- Bak Konstruksi palt murah - Memerlukan dipakai di
Truk biasa besi. - Perawatan relatif waktu Indonesia.
terbuka lebih mudah dan pengoperasian
murah. lebih lama
- Estetika kurang.
- Bak Plat baja - Tidak diperlukan - Perawatan lebih - Perlu
- Dump truck dengan banyak tenaga sulit modifikasi
peninggian bak kerja pada saat - Kurang sehat bak.
Dump
pengangkutan. pembongkaran - Kurang estetis
truck/
- Pengoperasian - Relatif lebih
tipper truck
lebih efisien dan mudah berkarat
efektif. - Sulit untuk
pemuatan.
- Praktis dan cepat - Hidrolis sering - Cocok pada
dalam rusak lokasi
pengoperasian - Harga relatif dengan
- Truck untuk - Tidak diperlukan mahal jumlah
mengangkut / tenaga kerja yang - Biaya perawatan sampah yang
Arm roll
membawa banyak lebih mahal relatif
truck
kontainer-kontainer - Lebih bersih dan - Diperlukan lokasi banyak.
hidrolis. sehat (areal) untuk
- Estetika baik penempatan dan
- Penempatan lebih pengangkutan.
fleksibel.
- Truk dilengkapi - Volume sampah - Harga relatif - Cocok untuk
dengan alat pemadat terangkut lebih mahal pengumpulan
sampah. banyak - Biaya investasi dan angkut
- Lebih bersih dan pemeliharaan secara
dan hygenis lebih mahal komunal.
Compactor - Estetika baik - Waktu
truck - Praktis dal pengumpulan
pengoperasian lama bila untuk
- Tidak sistem door to
diperlukan door.
banyak tenaga
kerja.
III-18

Jenis
Konstruksi/bahan Kelebihan Kelemahan Catatan
Peralatan

- Truk untuk - Praktis dan - Hidrolis sering - Cocok pada


mengangkut dan cepat dalam rusak lokasi
membawa pengoperasian - Diperlukan lokasi dengan
kontainer-kontainer - Tidak (areal) untuk produksi
Multi secara hidrolis. diperlukan penempatan dan sampah yang
Loader banyak tenaga pengangkutan. relatif
kerja banyak
- Penempatan - Pernah
lebih fleksibel. digunakan di
Makasar.
- Truk dilengkapi - Tidak - Hidrolis sering - Telah
dengan alat memerlukan rusak digunakan di
pengangkat sampah banyak tenaga - Sulit digunakan DKI Jakarta.
untuk di daerah yang
Truck with menaikkan jalannya sempit
crane sampah ke truk dan tidak teratur.
- Cocok untuk
mengangkut
sampah yang
besar.
- Truk dilengkapi - Pengoperasiann - Harga lebih - Bak untuk
dengan alat ya lebih cepat mahal jalan
penghisap sampah. - Sesuai untuk - Belum protokol:
jalan protokol memungkinkan yang rata,
Mobil yang untuk kondisi tidak
penyapu memerlukan jalan di Indonesia berbatu/ dan
jalan pekerjaan cepat umumnya. dengan batas
(street - Estetis dan jalan yang
sweeper) hygenis baik.
- Tidak
memerlukan
tenaga kerja
yang banyak.
Sumber: Damanhuri, 2010

Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengoperasian sarana


angkutan sampah kemungkinan penggunaan stasiun atau depo container layak
diterapkan. Dari pusat kontainer ini truk kapasitas besar dapat mengangkut
kontainer ke lokasi pemrosesan atau ke TPA, sedangkan truk sampah kota
III-19

(kapasitas kecil) tidak semuanya perlu sampai ke lokasi tersebut, hanya cukup
sampai depo container saja. Dengan demikian jumlah ritasi truk sampah kota dapat
ditingkatkan. Usia pakai (lifetime) minimal 5-7 tahun. Volume muat sampah 6-8
m3, atau 3-5 ton. Ritasi truk angkutan per hari dapat mencapai 4-5 kali untuk jarak
tempuh di bawah 20 km, dan 2-4 rit untuk jarak tempuh 20-30 km, yang pada
dasarnya akan tergantung waktu per ritasi sesuai kelancaran lalu lintas, waktu
pemuatan, dan pembongkaran sampahnya.

 Metode Pengangkutan Sampah


Bila mengacu pada sistem di negara maju, maka pengangkutan sampah
dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu:
a. Hauled container system (HCS)
Adalah sistem pengumpulan sampah yang wadah pengumpulannya
dapat dipindah-pindah dan ikut dibawa ke tempat pembuangan akhir. HCS
ini merupakan sistem wadah angkut untuk daerah komersial.

Den

Gambar 3.3 Pola Kontainer Angkat ( Hauled Container System )


Sumber: Permen PU No. 03/PRT/M/2013

Proses pengangkutan:
1) Kendaraan dari poll dengan membawa kontainer kosong menuju lokasi
kontainer isi untuk mengganti atau mengambil dan langsung
membawanya ke TPA
2) Kendaraan dengan membawa kontainer kosong dari TPA menuju
kontainer isi berikutnya.
3) Demikian seterusnya sampai rit terakhir.
III-20

b. Stationary container system (SCS)


Sistem pengumpulan sampah yang wadah pengumpulannya tidak
dibawa berpindah-pindah (tetap). Wadah pengumpulan ini dapat berupa wadah
yang dapat diangkat atau yang tidak dapat diangkat. SCS merupakan sistem
wadah tinggal ditujukan untuk melayani daerah pemukiman. Sistem ini
menggunakan alat angkut berupa truk kompaktor secara mekanis atau manual
seperti pada gambar berikut ini :

Truck
Compactor /
Dump Truck

Gambar 3.4 Pengangkutan Dengan SCS Mekanis


Sumber: Permen PU No. 03/PRT/M/2013

Pengakutan dengan SCS mekanis yaitu :


a. Kendaraan dari pool menuju kontainer pertama, sampah dituangkan
kedalam truk kompaktor dan meletakkan kembali kontainer yang
kosong.
b. Kendaraan menuju kontainer berikutnya sampai truk penuh untuk
kemudian menuju TPA.
c. Demikian seterusnya sampai rit terakhir.
III-21

Truck
Compacto
r / Dump
Truck

Gambar 3.5 Pengangkutan Dengan SCS Manual


Sumber: Permen PU No. 03/PRT/M/2013

Pengangkutan dengan SCS manual yaitu :


a. Kendaraan dari poll menuju TPS pertama, sampah dimuat ke dalam
truk kompaktor atau truk biasa.
b. Kendaraan menuju TPS berikutnya sampai truk penuh untuk
kemudian menuju TPA.
c. Demikian seterusnya sampai rit terakhir.

 Operasional Pengangkutan Sampah


Untuk mendapatkan sistem pengangkutan yang efisien dan efektif maka
operasional pengangkutan sampah sebaiknya mengikuti prosedur (Damanhuri,
2010) sebagai berikut:
 Menggunakan rute pengangkutan yang sependek mungkin dan dengan
hambatan yang sekecil mungkin.
 Menggunakan kendaraan angkut dengan kapasitas/daya angkut yang
semaksimal mungkin.
 Menggunakan kendaraan angkut yang hemat bahan bakar.
 Dapat memanfaatkan waktu kerja semaksimal mungkin dengan
meningkatkan jumlah beban kerja semaksimal mungkin dengan
meningkatkan jumlah beban kerja/ritasi pengangkutan.
III-22

 Sistem door-to-door
Untuk sistem door-to-door, yaitu pengumpulan sekaligus
pengangkutan sampah, maka sistem pengangkutan sampah dapat
menggunakan pola pengangkutan sebagai berikut (Gambar 3.6):
 Kendaraan keluar dari pool dan langsung menuju ke jalur pengumpulan
sampah.
 Truk sampah berhenti di pinggir jalan di setiap rumah yang akan dilayani,
dan pekerja mengambil sampah serta mengisi bak truk sampah sampai
penuh.
 Setelah terisi penuh, truk langsung menuju ke tempat pemrosesan atau ke
TPA
 Dari lokasi pemrosesan tersebut, kendaraan kembali ke jalur pelayanan
berikutnya sampai shift terakhir, kemudian kembali ke pool.

Gambar 3.6 Skema Pola Pengangkutan Sampah Secara Langsung


(door-to-door)
Sumber: Damanhuri, 2010

 Sistem Pengumpulan Secara Tidak Langsung


Untuk sistem pengumpulan secara tidak langsung, yaitu dengan
menggunakan Transfer Depo/TD), maka pola pengangkutan yang dilakukan
adalah sebagai berikut (Gambar 3.6):
III-23

 Kendaraan keluar dari pool langsung menuju lokasi TD, dan dari TD
sampah-sampah tersebut langsung diangkut ke pemrosesan akhir
 Dari pemrosesan tersebut, kendaraan kembali ke TD untuk pengangkutan
ritasi berikutnya, dan pada ritasi terakhir sesuai dengan yang ditentukan,
kendaraan tersebut langsung kembali ke pool.

Gambar 3.3 Skema Pola Pengangkutan Secara Tidak Langsung


Sumber: Damanhuri, 2010

 Pola Pengangkutan Sampah


Pengangkutan sampah dengan sistem pengumpulan individual langsung
(door to door) adalah seperti terlihat pada sekema Gambar 3.7.

Gambar 3.7 Pola Pengangkutan Sampah Sistem Individual Langsung


Sumber: Damanhuri, 2010

Penjelasan ringkas dalam sistem tersebut adalah:


 Truk pengangkut sampah berangkat dari pool menuju titik sumber sampah
pertama untuk mengambil sampah
 Selanjutnya truk tersebut mengambil sampah pada titik-titik sumber sampah
berikutnya sampai truk penuh sesuai dengan kapasitasnya.
 Sampah diangkut ke lokasi pemrosesan atau ke TPA
III-24

 Setelah pengosongan sampah di lokasi tersebut, truk menuju kembali ke


lokasi sumber sampah berikutnya sampai terpenuhi ritasi yang telah
ditetapkan.

Sebagaimana telah dibahas pada Pemindahan Sampah (lihat Tabel 3.4)


terdapat 3 jenis sistem transfer, yaitu Tipe I, II dan III. Pengumpulan sampah
melalui sistem pemindahan di transfer depo Tipe I dan II, pola pengangkutannya
dapat dilihat pada Gambar 3.8.

Gambar 3.8 Pola Pengangkutan Sistem Transfer Depo Tipe I Dan II


Sumber: Damanhuri, 2010

Keterangan sistem:
 Kendaraan pengangkut sampah keluar dari pool langsung menuju lokasi
pemindahan di transfer depo untuk mengangkut sampah langsung ke
pemrosesan atau TPA.
 Selanjutnya kendaraan tersebut kembali ke transfer depo untuk
pengambilan pada rit berikutnya. Untuk pengumpulan sampah dengan
sistem kontainer (transfer tipe III), pola pengangkutannya adalah sebagai
berikut:
a) Pola pengangkutan dengan sistem pengosongan kontainer Cara-1 (Gambar
3.9) dengan keterangan:
 Kendaraan dari pool menuju kontainer isi pertama untuk mengangkut
sampah ke pemrosesan atau ke TPA.
 Kontainer kosong dikembalikan ke tempat semula.
III-25

 Menuju ke kontainer isi berikutnya untuk diangkut ke pemrosesan atau


ke TPA.
 Kontainer kosong dikembalikan ke tempat semula.
 Demikian seterusnya sampai rit terakhir.

Isi Kosong

Kontainer

Gambar 3.9 Pola Pengangkutan Dengan Sistem Pengosongan Kontainer


Cara-1
Sumber: Damanhuri, 2010

b) Pola pengangkutan dengan sistem pengosongan kontainer Cara-2 (Gambar


3.10):

Gambar 3.10 Pola Pengangkutan Dengan Sistem Pengosongan Kontainer


Cara-2
Sumber: Damanhuri, 2010
III-26

Keterangan sistem:
 Kendaraan dari pool menuju kontainer isi pertama untuk mengangkut
sampah ke pemrosesan
 Dari sana kendaraan tersebut dengan kontainer kosong menuju ke lokasi
kedua untuk menurunkan kontainer kosong dan membawa kontainer isi
untuk diangkut ke pemrosesan.
 Demikian seterusnya sampai pada rit terakhir.
 Pada rit terakhir dengan kontainer kosong dari pemrosesan atau TPA
menuju ke lokasi kontainer pertama.
 Sistem ini diberlakukan pada kondisi tertentu, misal pengambilan pada
jam tertentu atau mengurangi kemacetan lalu lintas.
c) Pola pengangkutan sampah dengan sistem pengosongan kontainer Cara-3
(Gambar 3.11) dengan keterangan sebagai berikut:
 Kendaraan dari pool dengan membawa kontainer kosong menuju ke
lokasi kontainer isi untuk mengganti/mengambil dan langsung
membawanya ke Pemrosesan atau ke TPA.
 Kendaraan dengan membawa kontainer kosong dari TPA menuju ke
kontainer isi berikutnya.
 Demikian seterusnya sampai dengan rit terakhir.

Gambar 3.11 Pola Pengangkutan Dengan Sistem Pengosongan Kontainer


Cara-3
Sumber: Damanhuri, 2010
III-27

Penentuan rute pengangkutan sampah dimaksudkan agar kegiatan


operasional pengangkutan sampah dapat terarah dan terkendali dengan baik. Untuk
menentukan rute pengangkutan ini, maka perlu diperhatikan:
− Lebar jalan yang akan dilalui.
− Peraturan lalu lintas yang berlaku.
− Waktu-waktu padat.
Dengan selalu mengikuti peraturan lalu lintas yang berlaku, diusahakan
agar rute pengangkutan adalah yang sependek mungkin. Untuk Indonesia yang
menggunakan peraturan lalu lintas jalur kiri (left way system), maka rute
pengangkutan diusahakan untuk menghindari belokan ke kanan, namun karena
panjangnya rute, maka belokan melawan sistem ini seringkali tidak dapat dihindari.
Akan tetapi diusahakan agar hal tersebut terjadi sesedikit mungkin.

Anda mungkin juga menyukai