Anda di halaman 1dari 23

1.

PENGERTIAN

Sirosis hepatis adalah stadium akhir penyakit hati menahun dimana secara anatomis
didapatkan proses fibrosis dengan pembentukan nodul regenerasi dan nekrosis. Sirosis hepatis
adalah penyakit hati menahun yang ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai
nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas,
pembentukan jaringan ikat, dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan
menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan
jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001:1154).

Sirosis hepatis adalah penyakit kronik yang ditandai oleh distorsi sususnan hati normal
oleh pita-pita jaringan penyambung dan oleh nodul-nodul sel hati yang mengalami regenerasi
yang tidak berhubungan dengan susunan normal (Sylvia Anderson, 2001:445).

2. Etiologi Sirosis Hepatis

Sirosis terjadi di hati sebagai respon terhadap cedera sel berulang dan reaksi peradangan
yang di timbulkan. Penyebab sirosis antara lain adalah infeksi misalnya hepatitis dan obstruksi
saluran empedu yang menyebabkan penimbunan empedu di kanalikulus dan ruptur kanalikulus,
atau cedera hepatosit akibat toksin (Kelompok Diskusi Medikal Bedah Universitas Indonesia, tt).
Penyebab lain dari sirosis hepatis, yaitu:

a. Alkohol, suatu penyebab yang paling umum dari sirosis, terutama di daerah Barat.
Perkembangan sirosis tergantung pada jumlah dan keteraturan mengonsumsi alkohol.
Mengonsumsi alkohol pada tingkat-tingkat yang tinggi dan kronis dapat melukai sel-sel hati.
Alkohol menyebabkan suatu jajaran dari penyakit-penyakit hati, yaitu dari hati
berlemak yang sederhana dan tidak rumit(steatosis), ke hati berlemak yang lebih serius
dengan peradangan(steatohepatitis atau alcoholic hepatitis), ke sirosis.
b. Sirosis kriptogenik, disebabkan oleh (penyebab-penyebab yang tidak teridentifikasi, misalnya
untuk pencangkokan hati). Sirosis kriptogenik dapat menyebabkan kerusakan hati yang
progresif dan menjurus pada sirosis, dan dapat pula menjurus pada kanker hati.
c. Kelainan-kelainan genetik yang diturunkan/diwariskan berakibat pada akumulasi unsur-unsur
beracun dalam hati yang menjurus pada kerusakan jaringan dan sirosis. Contohnya akumulasi
besi yang abnormal (hemochromatosis) atau tembaga (penyakit Wilson). Pada

1
hemochromatosis, pasien mewarisi suatu kecenderungan untuk menyerap suatu jumlah besi
yang berlebihan dari makanan.
d. Primary Biliary Cirrhosis (PBC) adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh suatu
kelainan dari sistem imun yang ditemukan pada sebagian besar wanita. Kelainan imunitas
pada PBC menyebabkan peradangan dan kerusakan yang kronis dari pembuluh-pembuluh
kecil empedu dalam hati. Pembuluh-pembuluh empedu adalah jalan-jalan dalam hati yang
dilalui empedu menuju ke usus. Empedu adalah suatu cairan yang dihasilkan oleh hati yang
mengandung unsur-unsur yang diperlukan untuk pencernaan dan penyerapan lemak dalam
usus serta produk-produk sisa, seperti pigmen bilirubin (bilirubin dihasilkan dengan
mengurai/memecah hemoglobin dari sel-sel darah merah yang tua).
e. Primary Sclerosing Cholangitis (PSC) adalah suatu penyakit yang tidak umum yang
seringkali ditemukan pada pasien dengan radang usus besar. Pada PSC, pembuluh-pembuluh
empedu yang besar diluar hati menjadi meradang, menyempit, dan terhalangi. Rintangan
pada aliran empedu menjurus pada infeksi-infeksi pembuluh-pembuluh empedu dan jaundice
(kulit yang menguning) dan akhirnya menyebabkan sirosis.
f. Hepatitis Autoimun adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh suatu kelainan sistem
imun yang ditemukan lebih umum pada wanita. Aktivitas imun yang abnormal pada hepatitis
autoimun menyebabkan peradangan dan penghancuran sel-sel hati(hepatocytes) yang
progresif dan akhirnya menjurus pada sirosis.
g. Bayi-bayi dapat dilahirkan tanpa pembuluh-pembuluh empedu (biliary atresia) kekurangan
enzim-enzim vital untuk mengontrol gula-gula yang menjurus pada akumulasi gula-gula dan
sirosis. Pada kejadian-kejadian yang jarang, ketidakhadiran dari suatu enzim spesifik dapat
menyebabkan sirosis dan luka parut pada paru (kekurangan alpha 1 antitrypsin).
h. Penyebab-penyebab sirosis yang lebih tidak umum termasuk reaksi-reaksi yang tidak umum
pada beberapa obat-obatan dan paparan yang lama pada racun-racun, dan juga gagal jantung
kronis (cardiac cirrhosis). Pada bagian-bagian tertentu dari dunia (terutama Afrika bagian
utara), infeksi hati dengan suatu parasit(schistosomiasis) adalah penyebab yang paling umum
dari penyakit hati dan sirosis (Kelompok Diskusi Medikal Bedah Universitas Indonesia, tt).

2
3. Klasifikasi Sirosis Hepatis

Secara makroskopik sirosis dibagi atas :


a. Mikronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa parenkim hati mengandung
nodul halus dan kecil merata tersebut di seluruh lobul. Sirosis mikronodular besar nodulnya
sampai 3 mm, sedang sirosis makronodular lebih dari 3mm. Sirosis mikronodular ada yang
berubah menjadi makonodular sehingga dijumpai campuran mikro an makronodular.
b. Makronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan bervariasi, mengandung nodul yang
besarnya juga bervariasi ada nodul besar di dalamnya ada daerah luasdengan parenkim yang
masih baik atau terjadi regenerasi parenkim.
c. Campuran
Umumnya sirosis hati adalah jenis campuran ini.

Secara fungsi sirosis hati dibagi atas:


a) Kompensasi baik (laten, sirosis dini)
b) Dekompensasi (aktif disertai kegagalan hati dan hipertensi portal)

Kegagalan hati/ hepatoselular


Dapat timbul keluhan subjektif berupa lemah, berat badan turun, gembung, mual, dll.
1. Spider nevi/angiomata pada kulit tubuh bagian atas, muka dan lengan atas
2. Eritema Palmaris
3. Asites
4. Pertumbuhan rambut berkurang
5. Atrofi testis dan ginekomastia pada pria
6. Ikterus/jaundice, subfebris, sirkulasi hiperkinetik dan factor hepatic
7. Ensefalopati hepatic, bicara gagok/ slurred speech, flapping tremor akibat ammonia dan
produksi nitrogen (akibat hipertensi portal dan kegagalan hati)
8. Hipoalbuminemia, edema pretibial, gangguan koagulasi darah/ defisiensi protombin

3
Hipertensi portal
Bisa terjadi pertama akibat meningkatnya resistensi portal dan splanknik karena
mengurangnya sirkulasi akibat fibrosis, dan kedua akibat meningkatnya aliran portal karena
transmisi dari tekanan arteri hepatic ke system portal akibat distorsi arsitektur hati. Bisa
disebabkan satu factor saja misalnya peningkatan resistensi atau aliran porta atau keduanya.
Biasa yang dominan adalah peningkatan resistensi. Lokasi peningkatan resistensi bisa:
1. Prehepatik, biasa konginetal, thrombosis vena porta waktu lahir. Tekanan splanknik
meningkat tetapi tekanan portal intra hepatic normal. Peningkatan tekanan prehepatik bisa
juga diakibatkan meningkatnya aliran splanknik karena fistula arteriovenosa atau
mielofibrosis limfa.
2. Intrahepatik
a) Presinusoidal (fibrosis dan parasit)
b) Sinusoidal (sirosis hati)
c) Post-sinusoidal (veno oklusif)
3. Posthepatik karena perikarditis konstriktiva, insufiensi trikuspidal (Sjaifoellah, 2000).

4. Manifestasi Klinis Sirosis Hepatis

a. Pembesaran Hati ( hepatomegali ):


Pada awal perjalanan sirosis, hati cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh
lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui
palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat
sehingga mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kaosukalisoni). Pada
perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan parut
sehingga menyebabkan pengerutan jaringan hati.
b. Obstruksi Portal dan Asites:
Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi hati yang kronis dan
sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua darah dari organ-organ digestif akan
berkumpul dalam vena portal dan dibawa ke hati. Cairan yang kaya protein dan menumpuk
di rongga peritoneal akan menyebabkan asites. Hal ini ditujukan melalui perfusi akan
adanya shifting dullness atau gelombang cairan. Jarring-jaring telangiektasis atau dilatasi

4
arteri superfisial menyebabkan jarring berwarna biru kemerahan, yang sering dapat dilihat
melalui inspeksi terhadap wajah dan seluruh tubuh.
c. Varises Gastroinstestinal:
Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotik yang
mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral dalam sistem gastrolintestinal dan
pemintasan (shunting) darah dari pembuluh portal ke dalam pembulu darah dengan tekanan
yang lebih rendah.
d. Edema:
Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis.
Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi untuk terjadinya
edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta air dan
ekskresi kalium.
e. Defisiensi Vitamin dan Anemia:
Kerena pembentukan, penggunaan, dan penyimpanan vitamin tertentu yang tidak
memadai (terutama vitamin A, C, dan K), maka tanda-tanda defisiensi vitamin tersebut
sering dijumpai khususnya sebagai fenomena hemoragi yang berkaitan dengan defisiensi
vitamin K. Gastritis kronis dan gangguan fungsi gastrointestinal bersama-sama asupan diet
yang tidak adekuat dan gangguan fungsi hati akan menimbulkan anemia yang sering
menyertai sirosis hepatis. Gejala anemia dan status nutrisi serta kesehatan pasien yang buruk
akan mengakibatkan kelelahan hebat yang mengganggu kemampuan untuk melakukan
aktivitas rutin sehari-hari.
f. Kemunduran mental:
Manifestasi klinik lainnya adalah kemunduran fungsi mental dengan ensefalopati. Karena
itu, pemeriksaan neurologi perlu dilakukan pada sirosis hepatis yang mencakup perilaku
umum pasien, kemampuan kognitif, orientasi terhadap waktu serta tempat, dan pola bicara.
Manifestasi lainnya pada sirosis hepatis, yaitu:
1) Mual-mual dan nafsu makan menurun
2) Cepat lelah
3) Kelemahan otot
4) Penurunan berat badan
5) Air kencing berwarna gelap

5
6) Kadang-kadang hati teraba keras
7) Ikterus, spider navi, erytema Palmaris
8) Hematemesis, melena.

5. Patofisiologi Sirosis Hepatis

Hati dapat terlukai oleh berbagai macam sebab dan kejadian. Kejadian tersebut dapat
terjadi dalam waktu yang singkat atau dalam keadan yang kronis atau perlukaan hati yang terus
menerus yang terjadi pada peminum alcohol aktif. Hal ini kemudian membauat hati merespon
kerusakan sel tersebut dengan membentuk ekstraselular matriks yang mengandung kolagen,
glikoprotein, dan proteoglikans, dimana sel yang berperan dalam proses pembentukan ini adalah
sel stellata. Pada cedera yang akut sel stellata membentuk kembali ekstraselular matriks ini
dimana akan memicu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan
nodul sel hati sehingga ditemukan pembengkakan pada hati (Sujono, 2002).

Peningkatan deposisi kolagen pada perisinusoidal dan berkurangnya ukuran dari fenestra
endotel hepatic menyebabkan kapilerisasi (ukuran pori seperti endotel kapiler) dari sinusoid. Sel
stellata dalam memproduksi kolagen mengalami kontraksi yang cukup besar untuk menekan
daerah perisinusoidal. Adanya kapilarisasi dan kontraktilitas sel stellata inilah yang
menyebabkan penekanan pada banyak vena di hati sehingga mengganggu proses aliran darah ke
sel hati dan pada akhirnya sel hati mati. Kematian hepatocytes dalam jumlah yang besar akan
menyebabkan banyaknya fungsi hati yang rusak sehingga menyebabkan banyak gejala klinis.
Kompresi dari vena pada hati akan menyebabkan hipertensi portal yang merupakan keadaan
utama penyebab terjadinya manifestasi klinis (Sujono, 2002).

Mekanisme primer penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi terhadap


aliran darah melalui hati. Selain itu, biasanya terjadi peningkatan aliran arteria splangnikus.
Kombinasi kedua factor ini yaitu menurunnya aliran keluar melalui vena hepatica dan
meningkatnya aliran masuk bersama-sama yang menghasilkan beban berlebihan pada system
portal. Pembebasan system portal ini merangsang timbulnya aliran kolateral guna menghindari
obstruksi hepatic (variseses) (Sujono, 2002).

Hipertensi portal ini mengakibatkan penurunan volume intravascular sehingga perfusi


ginjal pun mneurun. Hal ini meningkatkan aktivitas plasma rennin sehingga aldosteron juga
meningkat. Aldosteron berperan dalam mengatur keseimbangan elektrolit terutama natrium.

6
Dengan peningkatan aldosteron maka terjadi retensi natrium yang pada akhirnya menyebabkan
retensi cairan lama-lama menyebabkan asites dan juga edema (Sujono, 2002).

Penjelasan diatas menunjukkan bahwa sirosis hepatis merupakan penyakit hati menahun
yang ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul dimana terjadi pembengkakan
hati. Patofisiologi sirosis hepatis sendiri dimulai dengan proses peradangan, lalu nekrosis hati
yang meluas yang akhirnya menyebabkan pembentukan jaringan ikat yang disertai nodul
(Sujono, 2002).

6. Pemeriksaan Penunjang Sirosis Hepatis

a. Pemeriksaan Diagnostik

1) Skan/biopsy hati : Mendeteksi infiltrate lemak, fibrosis, kerusakan jaringan hati


2) Kolesistografai/Kolangiografi : Memperlihatkan penyakit duktus empedu yang mungkin
sebagai factor predisposisi.
3) Esofagoskopi : Dapat melihat adanya varises esophagus
4) Portografi Transhepatik perkutaneus : Memperlihatkan sirkulasi system vena portal

b. Pemeriksaan Laboratorium
1) Kadar Hb yang rendah (anemia), jumlah sel darah putih menurun (leukopenia), dan
trombositopenia.
2) Kenaikan SGOT, SGPT dan gamma GT akibat kebocoran dari sel-sel yang rusak. Namun,
tidak meningkat pada sirosis inaktif.
3) Kadar albumin rendah. Terjadi bila kemampuan sel hati menurun.
4) Kadar kolinesterase (CHE) yang menurun kalau terjadi kerusakan sel hati.
5) masa protrombin yang memanjang menandakan penurunan fungsi hati.
6) pada sirosis fase lanjut, glukosa darah yang tinggi menandakan ketidakmampuan sel hati
membentuk glikogen.
7) Pemeriksaan marker serologi petanda virus untuk menentukan penyebab sirosis hati seperti
HBsAg, HBeAg, HBV-DNA, HCV-RNA, dan sebagainya.
8) Pemeriksaan alfa feto protein (AFP). Bila AFP terus meninggi atau >500-1.000 berarti telah
terjadi transformasi ke arah keganasan yaitu terjadinya kanker hati primer (hepatoma).

7
Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan antara lain ultrasonografi (USG),
pemeriksaan radiologi dengan menelan bubur barium untuk melihat varises esofagus,
pemeriksaan esofagoskopi untuk melihat besar dan panjang varises serta sumber pendarahan,
pemeriksaan sidikan hati dengan penyuntikan zat kontras, CT scan, angografi, dan endoscopic
retrograde chlangiopancreatography (ERCP) (Sjaifoellah, 2000).’

7. Penatalaksanaan Sirosis Hepatis

Penatalaksaan pasien sirosis biasanya didasarkan pada gejala yang ada. Sebagai contoh,
antasid diberikan untuk mengurangi distress lambung dan meminimalkan kemungkinan
perdarahan gastrointestinal. Vitamin dan suplemen nutrisi akan meningkatkan proses
kesembuhan pada sel-sel hati yang rusak dan memperbaiki status gizi pasien. Pemberian preparat
diuretik yang mempertahankan kalium (spironolakton) mungkin diperlukan untuk mengurangi
asites dan meminimalkan perubahan cairan serta elektrolit yang umum terjadi pada penggunaan
jenis diuretik lainnya (Sjaifoellah, 2000).

Penatalaksaan lainnya pada sirosis hepatis, yaitu:

a. Istirahat yang cukup sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan demam.
b. Diet rendah protein (diet hati III: protein 1 g/kg BB, 55 g protein, 2.000 kalori). Bila
ada ascites diberikan diet rendah garam II (600-800 mg) atau III (1.000-2.000 mg).
Bila proses tidak aktif, diperlukan diet tinggi kalori (2.000-3.000 kalori) dan tinggi
protein (80-125 g/hari).

Penatalaksanaan pada asites dan edema, yaitu:

a. Istirahat dan diet rendah garam.


b. Bila istirahat dan diet rendah garam tidak dapat mengatasi, diberikan pengobatan
diuretik berupa spironolakton 50-100 mg/hari (awal) dan dapat ditingkatkan sampai
300 mg/hari bila setelah 3-4 hari tidak terdapat perubahan.
c. Bila terjadi asites refrakter (asites yang tidak dapat dikendalikan dengan terapi
medikamentosa yang intensif) lakukan terapi parasentesis.
d. Pengendalian cairan asites. Diharapkan terjadi penurunan berat badan 1kg/2 hari atau
keseimbangan cairan negative 600-800 ml/hari. Hati-hati bila cairan terlalu banyak
dikeluarkan dalam satu saat, dapat mencetus ensefalopati hepatic (Sjaifoellah, 2000).

8
8. Komplikasi Sirosis Hepatis

Komplikasi yang sering timbul pada penderita Sirosis Hepatis diantaranya adalah:

a. Perdarahan Gastrointestinal
Setiap penderita Sirosis Hepatis dekompensata terjadi hipertensi portal, dan
timbul varises esophagus. Varises esophagus yang terjadi pada suatu waktu mudah pecah,
sehingga timbul perdarahan yang massif. Sifat perdarahan yang ditimbulkan adalah
muntah darah atau hematemesis biasanya mendadak dan massif tanpa didahului rasa
nyeri di epigastrium. Darah yang keluar berwarna kehitam-hitaman dan tidak akan
membeku, karena sudah tercampur dengan asam lambung. Setelah hematemesis selalu
disusul dengan melena (Sujono Hadi). Mungkin juga perdarahan pada penderita Sirosis
Hepatis tidak hanya disebabkan oleh pecahnya varises esophagus saja. FAINER dan
HALSTED pada tahun 1965 melaporkan dari 76 penderita Sirosis Hepatis dengan
perdarahan ditemukan 62% disebabkan oleh pecahnya varises esofagii, 18% karena ulkus
peptikum dan 5% karena erosi lambung.
b. Koma hepatikum
Komplikasi yang terbanyak dari penderita Sirosis Hepatis adalah koma
hepatikum. Timbulnya koma hepatikum dapat sebagai akibat dari faal hati sendiri yang
sudah sangat rusak, sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali. Ini
disebut sebagai koma hepatikum primer. Dapat pula koma hepatikum timbul sebagai
akibat perdarahan, parasentese, gangguan elektrolit, obat-obatan dan lain-lain, dan
disebut koma hepatikum sekunder.
c. Ulkus peptikum
Timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis Hepatis lebih besar bila
dibandingkan dengan penderita normal. Beberapa kemungkinan disebutkan diantaranya
ialah timbulnya hiperemi pada mukosa gaster dan duodenum, resistensi yang menurun
pada mukosa, dan kemungkinan lain ialah timbulnya defisiensi makanan.
d. Karsinoma hepatoselular
SHERLOCK (1968) melaporkan dari 1073 penderita karsinoma hati menemukan
61,3 % penderita disertai dengan Sirosis Hepatis. Kemungkinan timbulnya karsinoma
pada Sirosis Hepatis terutama pada bentuk postnekrotik ialah karena adanya hiperplasi

9
noduler yang akan berubah menjadi adenomata multiple kemudian berubah menjadi
karsinoma yang multiplel
e. Infeksi
Setiap penurunan kondisi badan akan mudah kena infeksi, termasuk juga
penderita sirosis, kondisi badannya menurun. Menurut Schiff, spellberg infeksi yang
sering timbul pada penderita sirosis, diantaranya adalah : peritonitis, bronchopneumonia,
pneumonia, tbc paru-paru, glomeluronefritis kronik, pielonefritis, sistitis, perikarditis,
endokarditis, erysipelas maupun septikemi (Sujono, 2002).

10
Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian

1. Identitas Klien
2. Riwayat Sakit dan Kesehatan
a) Riwayat Kesehatan Sekarang
Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluahan utama pasien, sehingga
dapat ditegakkan prioritas masalah keperawatan yang dapat muncul.
b) Riwayat Kesehatan Sebelumnya:
Apakah pasien pernah dirawat dengan penyakit yang sama atau penyakit lain
yang berhubungan dengan penyakit hati, sehingga menyebabkan penyakit Sirosis hepatis.
Apakah pernah sebagai pengguna alkohol dalam jangka waktu yang lama disamping
asupan makanan dan perubahan dalam status jasmani serta rohani pasien. Selain itu
apakah pasien memiliki penyakit hepatitis, obstruksi empedu, atau bahkan pernah
mengalami gagal jantung kanan.
c) Riwayat Kesehatan Keluarga:
Adakah penyakit-penyakit yang dalam keluarga sehingga membawa dampak berat
pada keadaan atau yang menyebabkan Sirosis hepatis, seperti keadaan sakit DM,
hipertensi,ginjal yang ada dalam keluarga. Hal ini penting dilakukan bila ada gejala-
gejala yang memang bawaan dari keluarga pasien.
d) Riwayat Tumbuh Kembang:
e) Riwayat Sosial Ekonomi:
Apakah pasien suka berkumpul dengan orang-orang sekitar yang pernah
mengalami penyakit hepatitis, berkumpul dengan orang-orang yang dampaknya
mempengaruhi perilaku pasien yaitu peminum alcohol, karena keadaan lingkungan
sekitar yang tidak

3. Pemeriksaan Fisik

Tanda – tanda vital dan pemeriksaan fisik Kepala – kakiTD, Nadi, Respirasi,
Temperatur yang merupakan tolak ukur dari keadaan umumpasien / kondisi pasien dan
termasuk pemeriksaan dari kepala sampai kaki dan lebihfocus pada pemeriksaan organ

11
seperti hati, abdomen, limpa dengan menggunakan prinsip-prinsip inspeksi, auskultasi,
palpasi, perkusi), disamping itu juga penimbangan BB dan pengukuran tinggi badan dan
LLA untuk mengetahui adanya penambahan BB karena retreksi cairan dalam tubuh
disamping juga untuk menentukan tingakat gangguan nutrisi yang terjadi, sehingga dapat
dihitung kebutuhan Nutrisi yang dibutuhkan.

a) Hati : perkiraan besar hati, bila ditemukan hati membesar tanda awal adanya cirosis
hepatis, tapi bila hati mengecil prognosis kurang baik, konsistensi biasanya kenyal /
firm, pinggir hati tumpul dan ada nyeri tekan padaperabaan hati.
b) Limpa: ada pembesaran limpa, dapat diukur dengan 2 cara :-Schuffner, hati membesar
ke medial dan ke bawah menuju umbilicus (S-I-IV) dan dari umbilicus ke SIAS kanan
(S V-VIII)-Hacket, bila limpa membesar ke arah bawah saja.
c) Pada abdomen dan ekstra abdomen dapat diperhatikan adanya vena kolateral dan
acites, manifestasi diluar perut: perhatikan adanya spinder nevi pada tubuh bagian atas,
bahu, leher, dada, pinggang, caput medussae dan tubuh bagian bawah, perlunya
diperhatikan adanya eritema palmaris, ginekomastiadan atropi testis pada pria, bias
juga ditemukan hemoroid
d) Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )
1. B1 (Breathing) : sesak, keterbatasan ekspansi dada karena hidrotoraks dan asites.
2. B2 (Blood) : pendarahan, anemia, menstruari menghilang. Obstruksi pengeluaran
empedu mengakibatkan absorpsi lemak menurun, sehingga absorpsi vitamin K
menurun. Akibatnya, factor-faktor pembekuan darah menurun dan menimbulkan
pendarahan. Produksi pembekuan darah menurun yang mengakibatkan gangguan
pembekuan darah, selanjutnya cenderung mengalami pendarahan dan mengakibatkan
anemia. produksi albumin menurun mengakibatkan penurunan tekanan osmotic
koloid, yang akhirnya menimbulkan edema dan asites. Gangguan system imun :
sistesis protein secara umum menurun, sehingga menggangu system imun, akhirnya
penyembuhan melambat.
3. B3 (Brain) : Kesadaran dan keadaan umum pasien Perlu dikaji tingkat
kesadaran pasien dari sadar – tidak sadar (composmentis – coma) untuk mengetahui
berat ringannya prognosis penyakit pasien, kekacuan fungsi dari hepar salah satunya
membawa dampak yang tidak langsung terhadap penurunan kesadaran, salah satunya

12
dengan adanya anemia menyebabkan pasokanO2 ke jaringan kurang termasuk pada
otak.
4. B4 (Bladder) : urine berwarna kuning tua dan berbuih. Bilirubin tak-terkonjugasi
meningkat bilirubin dalam urine dan ikterik serta pruritus
5. B5 (Bowel) : anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen. Vena-vena gastrointestinal
menyempit, terjadi inflamasi hepar, fungsi gastrointestinal terganggu. Sintetisb asam
lemak dan trigliserida meningkat yang mengakibatkan hepar berlemak, akhirnya
menjadi hepatomegali : oksidasi asam lemak menurun yang menyebabkan penurunan
produksi tenaga. Akibatnya, berat badan menurun.
6. B6 (Bone) : keletihan, metabolism tubuh meningkat produksi energy kurang.
Glikogenesis meningkat, glikogenolisis dan glikoneogenesis meningkat yang
menyebabkan gangguan metabolisme glukosa. Akibatnya terjadi penurunan tenaga
(Marry, 2008).

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan Diet tidak adekuat;
ketidakmampuan untuk memproses/mencerna makanan. Anoreksia, mual/muntah, tidak
mau makan, mudah kenyang (asites). Fungsi usus abnormal.
2. Volume cairan: kelebihan berhubungan dengan: gangguan mekanisme regukasi (contoh
SIADH, penurunan protein plasma, malnutrisi). Kelebihan natrium/masukan cairan.
3. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan: gangguan sirkulasi/status
metabolik. Akumulasi garam empedu pada kulit. Turgor kulit buruk, penonjolan tulang,
adanya edema, asites.
4. Resiko tinggi pola pernapasan tak efektif berhubungan dengan pengumpulan cairan intra
abdomen (asites). Penurunan ekspansi paru, akumulasi sekret. Penurunan energi,
kelemahan.
5. Resiko tinggi cedera (hemoragi) berhubungan dengan profil darah abnormal: gangguan
faktor pembekuan (penurunan produksi protrombin, fibrinogen, dan faktor VIII, IX dan
X; gangguan absorpsi vitamin K dan pengeluaran tromboplastin). Hipertensi portal.

13
6. Resiko tinggi terhadap perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis:
peningkatan kadar amonia serum, ketidakmampuan hati untuk detoksikasi enzim/obat
tertentu.
7. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan kurang terpajan/mengingat, kesalahan interpretasi. Ketidakbiasaan terhadap
sumber-sumber informasi.
8. Gangguan harga diri/citra tubuh berhubungan dengan perubahan biofisika/gangguan
penampilan fisik. Prognosis yang meragukan, perubahan peran fungsi. Pribadi rentan.

C. RENCANA KEPERAWATAN

DP1 :

Pola pernafasan tak efektif berhubungan dengan Pengumpulan cairan intra abdomen
(asites). Penurunan ekspansi paru, akumulasi sekret. Penurunan energi, kelemahan.

Tujuan: Mempertahankan pola pernapasan efektif.

Kriteria evaluasi: Pasien akan bebas dispnea dan sianosis, dengan nilai BGA dan
kapasitas vital dalam rentang normal.

Intervensi Rasional

· Awasi frekuensi, kedalaman, · Pernapasan dangkal cepat/dispnea mungkin


dan upaya pernapasan ada sehubungan dengan hipoksia dan atau
akumulasi cairan dalam abdomen.
· Auskultasi bunyi napas, catat
krekels, mengi, ronkhi. · Menunjukkan terjadinya komplikasi,
contoh: adanya bunyi tambahan menunjukkan
akumulasi cairan/sekresi, tak ada /menurunnya
bunyi atelektasis), meningkatkan resiko
infeksi.

· Perubahan mental dapat menunjukkan

14
· Selidiki perubahan tingkat hipoksemia dan gagal pernapasan, yang sering
kesadaran. disertai koma hepatik.

· Memudahkan pernapasan dengan

· Pertahankan kepala tempat tidur menurunkan tekanan pada diafragma dan


meminimalkan ukuran aspirasi sekret.
tinggi. Posisi miring.
· Membantu ekspansi paru dan memobilisasi
sekret.
· Ubah posisi dengan sering,
dorong napas dalam, latihan dan
batuk. · Menunjukkan timbulnya infeksi, contoh
pneumonia.
· Awasi suhu. Catat adanya
menggigil, meningkatnya batuk,
perubahan warna/karakter sputum.· Menyatakan perubahan status pernapasan,
· Awasi seri BGA, nadi terjadinya komplikasi paru.
oksimetri, ukur kapasitas vital, · Mungkin perlu untuk mengobati/mencegah
foto dada.
hipoksia. Bila pernapasan /oksigenasi tidak
· Berikan tambahan oksigen adekuat, ventilasi mekanik sesuai kebutuhan.
sesuai indikasi. · Menurunkan insiden atelektasis,
meningkatkan mobilitas sekret.

· Bantu dengan alat-alat · Kadang-kadang dilakukan untuk membuang


pernapasan, contoh spirometri cairan asites bila keadaan pernapasan tidak
intensif, tiupan botol. mebaik dengan tindakan lain.

· Siapkan untuk/bantu untuk · Bedah penanaman kateter untuk


prosedur, contoh: parasintesis. mengembalikan akumulasi cairan dalam
abdomen ke sistem sirkulasi melalui vena
· Pirau peritoneovena.
kava, memberikan penghilangan asites jangka
panjang dan memperbaiki fungsi pernapasan.

15
DP 2 :

Perubahan volume cairan: kelebihan berhubungan dengan gangguan mekanisme regukasi


(contoh SIADH, penurunan protein plasma, malnutrisi). Kelebihan natrium/masukan cairan.

Tujuan: tidak terjadi kelebihan cairan

Kriteria evaluasi:

o menunjukkan volume cairan stabil


o pemasukan dan pengeluaran seimbang
o berat badan stabil, tidak ada edema
o tanda vital dalam rentang normal

Intervensi Rasional

· Ukur masukan dan haluaran,


· Menunjukkan status volume sirkulasi,
catat keseimbangan positif. terjadinya/perbaikan perpindahan cairan, dan
Timbang berat badan tiap hari dan respon terhadap terapi. Peningkatan berat badan
catat peningkatan lebih dari 0,5 sering menunjukkan retensi cairan lanjut.
kg/hari · Peningkatan TD biasanya berhubungan dengan
· Awasi TD dan CVP. Catat kelebihan volume cairan tetapi mungkin tidak
JVD/distensi vena. terjadi karena perpindahan cairan keluar area
vaskuler. Distensi juguler eksternal dan vena
abdominal sehubungan dengan kongesti vaskuler.

· Peningkatan kongesti pulmonal dapat


mengakibatkan konsolidasi, gangguan pertukaran
· Auskultasi paru, catat penurunan gas, dan komplikasi, contoh: edema paru.
/tak adanya bunyi napas dan
· Mungkin disebabkan GJK, penurunan perfusi
terjadinya bunyi tambahan.
arteri koroner, dan ketidak seimbangan elektrolit.
· Awasi disritmia jantung,
· Perpindahan cairan pada jaringan sebagai
auskultasi bunyi jantung, catat
akibat retensi natrium dan air, penurunan albumin

16
terjadinya irama gallop S3/S4. dan penurunan ADH.

· Kaji derajad perifer/edema


· Menunjukkan akumulasi cairan (asites)
dependen. diakibatkan oleh kehilangan protein
plasma/cairan kedalam area peritoneal.
· Ukur lingkar abdomen
· Dapat meningkatkan posisi rekumben untuk
diuresis.

· Menurunkan rasa haus.


· Dorong untuk tirah baring bila
· Penurunan albumin serum mempengaruhi
ada asites.
tekanan osmotik koloid plasma, mengakibatkan
· Berikan perawatan mulut.
pembentukan edema. Penurunan aliran darah
· Awasi albumin serum dan ginjal menyertai peningkatan ADH dan kadar
elektrolit (kalium & natrium). aldosteron dan penggunaan diuretik dapat
menyebabkan berbagai perpindahan/ketidak
seimbangan elektrolit.

· Kongesti vaskuler, edema paru, dan efusi


pleural sering terjadi.

· Natrium mungkin dibatasi untuk


· Awasi seri foto dada. meminimalkan retensi cairan dalam area
· Batasi natrium dan cairan sesuai ekstravaskuler. Pembatasan cairan perlu untuk
indikasi. memperbaiki/mencegah hiponatremi.

· Albumin mungkin diperlukan untuk


meningkatkan tekanan osmotik koloid dalam
· Berikan albumin bebas
kompartemen vaskuler, sehingga meningkatkan
garam/plasma ekspander sesuai
volume sirkulasi efektif dan penurunan terjadinya
indikasi.
asites.

· Digunakan untuk mengontrol edema dan


asites. Mengambat efek aldosteron,
· Berikan obat sesuai indikasi: meningkatkan eksresi air sambil menghemat
misal diuretik

17
(spironolakton/aldscton; furosemid/ kalium, bila terapi konservatif dengan tirah
lasix. baring dan pembatasan natrium tidak mengatasi.

· Kalium serum dan seluler biasanya menurun


karena penyakit hati sesuai dengan kehilangan
· Kalium
urine.

· Diberikan untuk meningkatkan curah


jantung/perbaikan aliran darah ginjal dan
· Obat inotropik positif dan fungsinya, sehingga menurunkan kelebihan
vasodilatasi arterial. cairan.

DP 3 : Nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan Diet tidak adekuat;
ketidakmampuan untuk memproses/mencerna makanan. Anoreksia, mual/muntah, tidak
mau makan, mudah kenyang (asites). Fungsi usus abnormal.

Tujuan :Menunjukkan peningkatan berat badan progresif mencapai tujuan dengan nilai
laboratorium normal.

Kriteria evaluasi : Pasien tidak mengalami tanda malnutrisi lebih lanjut.

INTERVENSI RASIONAL

· Ukur masukan diet harian dengan


· Memberikan informasi tentang kebutuhan
jumlah kalori. pemasukan/defisiensi.

· Timbang sesuai indikasi. Bandingkan


· Mungkin sulit untuk menggunakan BB
perubahan status cairan, riwayat berat sebagai indikator langsung status nutrisi karena
badan, ukuran kulit trisep. ada gambaran edema/asites. Lipatan kulit trisep
berguna dalam mengkaji perubahan massa otot
dan simpanan lemak subcutan.

· Diet yang tepat penting untuk penyembuhan.


Pasien mungkin makan lebih baik bila keluarga

18
· Bantu dan dorong pasien untuk terlibat dan makanan yang disukai sebanyak
makan, jelaskan alasan tipe diet. Bantu mungkin.
pasien makan bila pasien mudah lelah,
atau biarkan orang terdekat membantu
pasien. Pertimbangkan pilihan makanan
yang disukai

· ·
Dorong pasien untuk makan semua Pasien mungkin hanya makan sedikit karena
makanan/makanan tambahan. kehilangan minat pada makanan dan mengalami
mual, kelemahan umum, malaise.

· Buruknya toleransi terhadap makan banyak


· Berikan makanan sedikit dan sering.
mungkin berhubungan dengan peningkatan
tekanan intra abdomen/asites.
· Berikan tambahan garam
bila
· Tambahan garam meningkatkan rasa makanan
diizinkan; hindari yang mengandung dan membantu meningkatkan selera makan;
amonium. amonia potensial resiko ensefalopati.
· Batasi masukan kafein, makanan yang
· Membantu dalam menurunkan iritasi
menghasilkan gas atau berbumbu dan gaster/diare dan ketidaknyamanan abdomen yang
terlalu panas atau terlalu dingin. dapat mengganggu pemasukan oral/pencernaan.

· Perdarahan dari varises esofagus dapat terjadi


· Berikan makanan halus, hindari pada siriosis berat.

makanan kasar sesuai indikasi. · Pasien cenderung mengalami luka atau


perdarahan gusi dan rasa tak enak pada mulut
· Berikan perawatan mulut sering dan
dimana menambah anoreksia.
sebelum makan.
· Penyimpanan energi menurunkan kebutuhan
metabolik pada hati dan meningkatkan
· Tingkatkan periode tidur tanpa
regenerasi seluler.
gangguan, khususnya sebelum makan.
· Menurunkan rangsangan gaster berlebihan

19
· Anjurkan menghentikan merokok. dan resiko iritasi /perdarahan.

· Awasi pemeriksaan laboratorium,


· Glukosa menurun karena gangguan
contoh glukosa serum, albumin, total glikogenesis, penurunan simpanan glikogen, atau
protein, amonia. masukan takadekuat. Protein menurun karena
gangguan metabolisme, penurunan sintesis
hepatik, atau kehilangan kerongga peritonial
(asites). Peningkatan kadar amonia perlu
pembatasan masukan protein untuk mencegah
komplikasi serius.

· Pertahankan status puasa ·


bila Pada awalnya, pengistirahatan GI diperlukan

diindikasikan. untuk menurunkan kebutuhan pada hati dan


produksi amonia/urea GI.
· Konsul ahli diit untuk memberikan
·
diet tinggi dalam kalori dan karbohidrat Makanan tinggi kalori dibutuhkan pada

sederhana, rendah lemak, dan tinggi kebanyakan pasien yang pemasukannya dibatasi,
protein sedang; batasi natrium dan cairan karbohidrat memberikan energi siap pakai.
bila perlu. Berikan tambahan cairan Lemak diserap dengan buruk karena disfungsi
sesuai indikasi. hati dann mungkin memperberat
ketidaknyamanan abdomen. Protein diperlukan
pada perbaikan kadar protein serum untuk
· Berikan makanan dengan selang, menurunkan edema dan untuk meningkatkan
hiperalimentasi, lipid sesuai indikasi. regenerasi sel hati.

· Mungkin diperlukan untuk diet tambahan


· Berikan obat sesuai indikasi, misal: untuk memberikan nutrien bila pasien terlalu
tambahan vitamin, tiamin, besi, asam mual atau anoreksia untuk makan atau varises
fosfat, esofagus mempengaruhi masukan oral.

· Pasien biasanya kekurangan vitamin karena


diet yang buruk sebelumnya. Juga hati tidak
dapat menyimpan vit. A, B Komplek, D, dan K.
· Sink,
Juga dapat terjadi kekurangan besi dan asam

20
fosfat yang menimbulkan anemia.

· Enzim pencernaan, contoh: pankreatin· Meningkatkan rasa kecap/bau yang dapat


merangsang napsu makan.
· Antiemetik.
· Meningkatkan pencernaan lemak dan dapat
menurunkan steatore/diare.

· Digunakan dengan hati-hati untuk


menurunkan mual/muntah dan meningkatkan
masukan oral.

DP 4 :

Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan sirkulasi/status


metabolik. Akumulasi garam empedu pada kulit. Turgor kulit buruk, penonjolan tulang, adanya
edema, asites.

Tujuan: mempertahankan integritas kulit

Kriteria evaluasi:

Pasien akan mengidentifikasi faktor resiko dan menunjukkan perilaku/tehnik untuk


mencegah kerusakan kulit.

Intervensi Rasional

· Lihat permukaan kulit/titik · Edema jaringan lebih cenderung untuk


tekan secara rutin. Pijat mengalami kerusakan dan terbentuk dicubitus.
penonjolan tulang atau area yang Asites dapat meregangkan kulit sampai pada
tertekan terus menerus. Gunakan titik robekan pada sirosis berat
losion minyak.

· Ubah posisi pada jadwal · Pengubahan posisi menurunkan tekanan pada


teratur, saat di kursi/tempat tidur, jaringan edema untuk memperbaiki sirkulasi.
bantu dengan latihan rentang Latihan meningkatkan sirkulasi dan

21
gerak aktif/pasif. perbaikan/mempertahankan mobilitas sendi.

· Tinggikan ekstrimitas bawah.· Meningkatkan aliran balik vena dan


menurunkan edema pada ekstrimitas.
· Pertahankan sprei kering dan
bebas lipatan. · Kelembaban meningkatkan pruritus dan
meningkatkan resiko kerusakan kulit.
· Gunting kuku jari hingga
pendek; berikan sarung tangan · Mencegah pasien dari cedera tambahan pada
bila diindikasikan. kulit khususnya bila tidur.

· Berikan perawatan perineal · Mencegah ekskoriasi kulit dari garam


setelah berkemih dan defekasi. empedu.

· Gunakan kasur bertekanan


tertentu, kasur karton telur, kasur· Menurunkan tekanan kulit, meningkatkan
air, kulit domba, sesuai indikasi. sirkulasi dan menurunkan resiko
· Berikan losion kalamin. iskemia/kerusakan jaringan.
Berikan kolestiramin (questran)
bila diindikasikan.
· Mungkin menghentikan gatal sehubungan
dengan ikterik, garam empedu pada kulit.

22
DAFTAR PUSTAKA

Baradero, mary. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Hati. Penerbit buku kedocteran
egc. Jakarta.

Black & Hawks. 2005. Medical surgical nursing : Clinical management for positive
outcome. St.Louis : Elvier Saunders

Brunner & Suddarth. 2008. Textbook of medical surgical nursing, eleventh edition. Philadelpia:
Lippincott William & Wilkins

Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser. (1999). Rencana
asuhankeperawatan : pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien.
Jakarta: PenerbitBuku Kedokteran (EGC

Elizabeth J. Corwin. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Johnson, M. et.al. 2000. Nursing Outcome Classification (NOC) 2nd ed. USA: Mosby

McCloskey, J. C. & Bulechek, G. M. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC). USA:


Mosby

Guyton &Hall. 2000. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC

Keyman, Withfield. 2006. Dietary proteins intake in patients with hepatic encephalopahaty and
chirrosis : current practice in NSW and ACT. Diakses pada tanggal 3 OKTOBER 2011 dari
:http://www.healthsystem.virginia.edu/internet/digestive-

Krenitsky. 2002. Nutrition for patient with hepatic failure. Diakses tanggal 3 Oktober 2011.
Dari:http://www.mja.com.au/public/issues/185_10_201106/hey10248_fm.pdf

Maryani, Sutadi. 2003. Sirosis hepatic. Medan : Bagian ilmu penyakit dalam USU

23

Anda mungkin juga menyukai